NATIONAL HEALTH INSURANCE (JKN) REFORMS AND RESULTS
PROGRAM-FOR-RESULTS (PFORR) P172707
RINGKASAN EKSEKUTIF
LAPORAN KAJIAN SISTEM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL
(ENVIRONMENTAL AND SOCIAL SYSTEMS ASSESSMENT REPORT, ESSA)
November 2021
Disusun oleh Bank Dunia
Public Disclosure AuthorizedPublic Disclosure AuthorizedPublic Disclosure AuthorizedPublic Disclosure Authorized
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Tujuan Pengembangan Program (PDO) adalah untuk memperkuat kualitas dan efisiensi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tujuan utama program JKN adalah mengatasi ketimpangan yang terjadi pada akses dan kualitas pelayanan kesehatan bagi seluruh warga masyarakat dan, dengan demikian, memastikan bahwa tujuan Cakupan Pelayanan Kesehatan Semesta (UHC) dapat dicapai.
Program untuk Hasil (Program-for-Results/PforR) berfokus pada perubahan sistematis, perilaku dan kelembagaan yang dibutuhkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi JKN. Pencapaian PDO akan diukur melalui indikator-indikator hasil sebagai berikut: a) perbaikan skor kompetensi penyedia pelayanan di FKTP, b) perbaikan tingkat kepuasan peserta program, c) kenaikan persentase pemanfaatan pelayanan rawat jalan pada dua kuintil terbawah, dan d) rasio klaim JKN yang lebih berkelanjutan.
2. Lembaga-lembaga pelaksana PforR terdiri dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial – Kesehatan (BPJS-K) dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Sebagai program hybrid (hybrid PforR), kegiatannya mencakup komponen PforR yang berasal dari pinjaman maupun komponen pembiayaan proyek investasi (IPF) yang dibiayai dengan hibah. Kemenkeu akan menjadi lembaga penanggung jawab utama atas PforR yang diusulkan serta sebagai lembaga pelaksana komponen IPF, dan sebagai lembaga koordinator, Kemenkeu akan membentuk Komite Pengarah (SC)1 tingkat tinggi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kebijakan secara keseluruhan terhadap pelaksanaan Program. Komite Pengarah akan menetapkan kebijakan dan target tahunan, meninjau kemajuan dan kinerja, serta menyelesaikan masalah- masalah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Kesepakatan dan keputusan-keputusan penting akan dituangkan dalam berita acara rapat.
3. PforR dimasukkan dalam program sektor kesehatan Pemerintah Indonesia yang didefinisikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) lima tahunan untuk periode 2020 – 20242. PforR berupaya mendukung unsur-unsur dalam reformasi JKN. Program ini berfokus pada pengelolaan pertumbuhan belanja JKN dan tidak menangani reformasi untuk meningkatkan pendapatan.
Kegiatan diselenggarakan di tiga area pencapaian (result area), dengan berfokus pada (penjabaran lebih lanjut diberikan dalam Lampiran 2):
a. Area Pencapaian atau Result Area 1: Penguatan kualitas pelayanan. Kegiatan-kegiatannya mencakup: i) mengembangkan jalur/proses klinis perawatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan rumah sakit untuk kondisi yang paling umum, ii) menyediakan pelatihan bagi para penyedia pelayanan lini depan dalam memanfaatkan perangkat(-perangkat) pendukung keputusan klinis, iii) mengidentifikasi indikator-indikator pelacakan (tracer indicators) untuk memonitor kepatuhan terhadap panduan-panduan klinis (Indikator terkait pencairan dana 1 dan 2, atau selanjutnya disebut Disbursement Linked Indicator (DLI) 1 dan 2).
b. Area Pencapaian 2: Peningkatan efisiensi belanja JKN. Kegiatan-kegiatannya mencakup: i) memasukkan temuan-temuan dari hasil kajian teknologi kesehatan ke dalam paket manfaat (DLI 3), ii) memperbaiki proses pengelolaan klaim dan deteksi kecurangan (DLI 4), iii) memperbaiki desain kapitasi sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan pelayanan di FKTP (DLI 6), iv) memperbaiki penerapan sistem Indonesia Case Base Groups (INA-CBG) (DLI 7)
1 Komite Pengarah (Steering Committee, atau SC) terdiri dari para pejabat eselon satu Kemenkes, BPJS-K, Kemenkeu, DJSN, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan akan mengadakan rapat dua kali dalam setahun.
2 RPJMN 2020-2024 adalah rencana keempat dan terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Indonesia (RPJPN) untuk periode 2005 - 2025
c. Area Pencapaian 3: Dukungan untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan JKN. Kegiatan- kegiatannya mencakup: i) memperbaiki penggunaan data dalam pengambilan keputusan untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan, pengelolaan klaim dan deteksi kecurangan, revisi rumus/formula kapitasi dasar dan revisi tarif rumah sakit, ii) memperbaiki perumusan kebijakan dan pengawasan JKN (DLI 8), iii) memperbaiki pengelolaan dan koordinasi JKN antar pemangku kepentingan (DLI 9)
4. Risiko lingkungan hidup dan sosial secara keseluruhan sedang, di mana risiko lingkungan hidup dinilai rendah sedangkan risiko sosial dinilai sedang (lihat Lampiran 2). Kecil kemungkinannya pencapaian tujuan operasional dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor risiko lingkungan hidup (termasuk faktor-faktor yang berkaitan dengan perubahan iklim dan bencana alam) karena risiko-risiko tersebut tidak relevan dengan operasi program. Operasional program tidak mungkin berdampak buruk terhadap emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Berdasarkan desainnya, PforR diharapkan akan memberikan hasil-hasil positif dengan memperbaiki kinerja JKN, melalui perbaikan akuntabilitas dan keberlanjutan. Implikasi sosial yang negatif mungkin berasal dari buruknya pelaksanaan kegiatan-kegiatan dan kompromi-kompromi (trade-offs) tertentu untuk mencapai efisiensi. Potensi implikasi sosial yang membutuhkan pengelolaan risiko meliputi:
a. Keberterimaan pelaksanaan reformasi oleh para pemangku kepentingan, khususnya mereka yang telah mendapatkan keuntungan dari sistem dan pemantauan yang lemah, dan dengan demikian berpotensi dirugikan akibat semakin meningkatnya efisiensi (yaitu fasilitas kesehatan).
b. Potensi implikasi terhadap peserta JKN, khususnya yang berasal dari masyarakat miskin dan rentan sebagai akibat dari potensi reformasi yang diterapkan dan/atau ditingkatkan, terutama dari aspek- aspek: i) prosedur rujukan, ii) pembayaran penyedia pelayanan (yaitu tarif rumah sakit), iii) paket manfaat .
c. Perlindungan data dan kerahasiaan pribadi .
5. Meskipun kegiatan dan investasi dalam program PforR tidak mempunyai dampak langsung yang signifikan terhadap lingkungan hidup, kinerja Program yang lebih baik dapat mendorong peningkatan pemanfaatan pelayanan kesehatan; yang berpotensi berimplikasi terhadap lingkungan hidup di tingkat hilir, seperti penanganan limbah medis secara aman. Karena PforR tidak mencakup kesiapan pelayanan kesehatan, dan perluasan rumah sakit dan akreditasi fasilitas berada di luar ruang lingkup Program maka pengelolaan risiko-risiko tersebut tidak akan secara langsung dilakukan melalui PforR. Sebaliknya, risiko-risiko tersebut akan ditangani melalui operasi tambahan lain seperti Indonesia’s Supporting Primary Health Care Reform (I-SPHERE) PforR, yang saat ini sedang dilaksanakan oleh Kemenkes. Sebagai bagian dari Rencana Aksi Program (Program Action Plans, atau PAP), I-SPHERE sekarang sedang mendukung pengembangan perbaikan Pedoman Penanganan Limbah Medis secara Tepat.
Dalam konteks ini, Kemenkes akan memastikan penerapan dan kepatuhan terhadap Pedoman tersebut.
6. Penerapan kapitasi berbasis risiko di FKTP, revisi INA-CBG dan panduan klinis diharapkan akan mendorong peningkatan kualitas pelayanan. Akan tetapi, reformasi yang akan dilaksanakan ini membutuhkan kerjasama dan konsultasi inklusif dengan para pemangku kepentingan untuk mengetahui keragaman pandangan dari para pemangku kepentingan yang terdampak dan meminimalkan potensi kesalahpahaman dan kekeliruan. Meskipun PforR diharapkan tidak akan memperburuk ketimpangan yang ada pada akses JKN dan pelayanan kesehatan, analisis lebih lanjut mengenai potensi implikasi negatif terhadap pemerataan (equity), termasuk simulasi dampak, sampling representatif dan kerjasama inklusif dengan para pemangku kepentingan, perlu dilakukan selama pelaksanaan PforR.
7. Faktor-faktor risiko lain berasal dari: i) konteks di mana PforR beroperasi, ii) kapasitas kelembagaan dan kompleksitas reformasi yang dibutuhkan, dan iii) risiko politik dan reputasi.
Perincian lebih lanjut dari kajian risiko ini disajikan dalam Tabel 4, yang diringkaskan sebagai berikut:
a. Risiko kontekstual: reformasi yang didukung oleh PforR mungkin dilaksanakan dalam konteks operasional dan fiskal ekonomi politik sulit yang semakin diperparah oleh pandemi COVID-19.
Dengan beroperasi dalam konteks ini, reformasi perlu selektif dan harus mempertimbangkan bagaimana risiko-risiko kontekstual tersebut dapat mengurangi hasil yang dicapai. Untuk mendorong pemerataan akses sistem pelayanan kesehatan menuju Cakupan Pelayanan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage, atau UHC), perlu diatasi berbagai hambatan sosial, budaya dan psikologi yang mungkin dihadapi segmen-segmen penduduk miskin dan termarjinalkan.
Eksklusi dari akses ke pelayanan kesehatan, termasuk diskriminasi dan ras dan gender serta marginalisasi berdasarkan orientasi seksual, merupakan permasalahan sistematis yang membutuhkan solusi sistematis dan holistik, dengan melibatkan upaya bersama dari sektor-sektor yang lebih luas. Meskipun diharapkan tidak akan memperberat permasalahan, PforR tidak dimaksudkan untuk menyelesaikannya karena permasalahan tersebut membutuhkan intervensi sistemik yang berada di luar lingkup PforR dan mandat langsung lembaga-lembaga terkait yang melaksanakan Program.
b. Kapasitas dan kompleksitas kelembagaan: untuk mempromosikan pengawasan serta check and balance dalam JKN, dibutuhkan keputusan antar-lembaga, yang berpotensi semakin memperumit pelaksanaan reformasi yang dibutuhkan. Pengelolaan pertumbuhan belanja untuk mendorong keberlanjutan JKN dapat mencakup meninjau kembali sistem pembayaran kapitasi dan rumah sakit yang ada, termasuk tarif Diagnosis-related Group (DRG), penerapan batas belanja rumah sakit dan pengaturan urun biaya (cost-sharing) untuk pelayanan non-esensial dan pelayanan yang rawan pemanfaatan secara berlebihan. Semua reformasi ini bukan hanya membutuhkan pertimbangan teknis berbasis bukti yang tepat dan sampling yang representatif untuk memastikan agar permasalahan pemerataan ditangani secara tepat, melainkan juga komunikasi publik yang jelas dan transparan, yang dapat terkompromi karena adanya tantangan-tantangan operasional di atas maupun kepentingan-kepentingan politik. Selanjutnya, untuk mewujudkan UHC, JKN menghadapi tantangan-tantangan operasional yang kompleks, khususnya sehubungan dengan perluasan cakupan ke sektor informal. Perluasan tersebut terhambat oleh tidak adanya basis data yang kuat, kurangnya kerangka hukum dan kelembagaan untuk melaksanakan penerimaan peserta, serta kesinambungan fiskal.
c. Risiko politik dan reputasi: bidang-bidang kebijakan utama yang bisa ditinjau kembali dalam PforR antara lain adalah paket manfaat dan hak-hak, termasuk konsolidasi kelas perawatan dan urun biaya, batas plafon tertinggi, dan sebagainya. Ke depannya, kesinambungan fiskal membutuhkan keputusan kebijakan yang kuat, termasuk menyusutkan paket manfaat bila diperlukan. Walau penyertaan elemen-elemen reformasi yang bisa diperdebatkan ini belum disepakati, Program secara keseluruhan mungkin berkaitan dan/atau berhubungan dengan tindakan-tindakan reformasi yang tidak populer tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan pemahaman lebih jauh mengenai potensi risiko- risiko reputasi dan kapasitas pemerintah yang ada untuk mengatasi risiko-risiko tersebut, terutama dalam hal komunikasi publik dan kerjasama dengan pemangku kepentingan sebagai bagian dari rencana aksi lingkungan hidup dan sosial.
8. Aksi-aksi sosial yang relevan berupaya untuk meningkatkan hasil-hasil PforR di bidang sosial.
Aksi-aksi yang diusulkan meliputi: a) mempromosikan inklusi sosial dan analisis yang representatif untuk menginformasikan reformasi dan peningkatan kapasitas petugas kesehatan lini depan, b) meningkatkan komunikasi publik mengenai hak dan tanggung jawab pasien, c) memperkuat kerjasama dengan pemangku kepentingan dan keterbukaan informasi publik, d) meningkatkan mekanisme penanganan pengaduan dalam JKN, e) mengembangkan/meningkatkan upaya-upaya perlindungan data untuk kepentingan integrasi sistem dan interoperabilitas data. PforR juga akan berupaya mendukung peningkatan kualitas pelayanan, termasuk di daerah-daerah tertinggal, melalui DLI 1 dan 2, yang berfokus pada pengembangan jalur/proses klinis pelayanan di FKTP dan rumah sakit, peningkatan kapasitas dan akuntabilitas.
9. Serangkaian lokakarya konsultasi secara virtual mengenai PforR dan ESSA terkait saat ini sedang direncanakan bersama para pemangku kepentingan utama. Konsultasi publik akan dilakukan sebelum dan selama penilaian, yang melibatkan pemangku kepentingan pemerintah maupun non-
pemerintah. Draft laporan ESSA akan diedarkan sebelum pertemuan dan sebuah ringkasan dalam Bahasa Indonesia juga telah dibagikan. Hasil observasi dari lokakarya akan dimasukkan dalam finalisasi ESSA yang disertai dengan ringkasan hasil konsultasi. Draft final laporan ESSA akan disampaikan kepada publik melalui situs web eksteran Bank Dunia, dan komentar publik akan diminta selama jangka waktu yang ditentukan dan disediakan untuk komentar. Penanganan pengaduan dibahas sebagai bagian dari penilaian sistem dan aksi-aksi yang diusulkan.
10. Masyarakat dan individu yang merasa terkena dampak negatif dari operasi program PforR yang didukung oleh Bank Dunia sebagaimana didefinisikan dalam kebijakan dan prosedur yang berlaku dapat mengajukan keluhan melalui mekanisme penanganan pengaduan program yang ada atau Layanan Penanganan Pengaduan Bank Dunia (Grievance Redress Service, GRS). GRS memastikan bahwa keluhan yang diterima segera diperiksa untuk mengatasi kekhawatiran bersangkutan.
Masyarakat dan individu yang terdampak dapat mengajukan keluhan mereka kepada Panel Inspeksi independen Bank Dunia, yang memutuskan apakah kerugian telah terjadi, atau dapat terjadi, akibat ketidakpatuhan Bank Dunia terhadap kebijakan dan prosedurnya. Keluhan dapat diajukan kapan saja setelah kekhawatiran disampaikan secara langsung kepada Bank Dunia, dan Manajemen Bank telah diberikan kesempatan untuk menanggapi. Untuk informasi mengenai cara mengajukan keluhan kepada Layanan Penanganan Pengaduan (GRS) korporasi Bank Dunia, silahkan kunjungi http://www. worldbank. org/GRS.
Untuk informasi mengenai cara mengajukan keluhan kepada Panel Inspeksi Bank Dunia, silahkan kunjungi www.inspectionpanel.org.
Lampiran 1: Langkah-langkah peningkatan sistem berikut ini akan dibahas dalam lokakarya konsultasi mengenai draft ESSA.
Uraian Aksi DLI (bila
perlu)
Penanggu ngjawab
Berula
ng Frekuensi Tenggat
waktu Ukuran penyelesaian Pemerataan
Memastikan analisis sampling yang representatif dari segi cakupan geografis, karakteristik
demografis, dan beban penyakit untuk
menentukan reformasi tertentu (yaitu reformasi kapitasi, revisi tarif DRG, pengembangan jalur klinis dan revisi HTA dan paket manfaat, dan sebagainya)
Turunan DLI 3, 6 dan 7
Kemenkes, BPJS-K, DJSN
Ya Selama
pelaksanaan
Selama pelaksanaan
Bukti inklusivitas sampling berupa laporan analisis
Mendorong inklusivitas penyelenggaraan pelatihan penyedia pelayanan garis depan, termasuk pengembangan media alternatif dan modalitas pelatihan yang relevan.
Turunan DLI 1
Kemenkes Ya Selama pelaksanaan
Selama pelaksanaan
Laporan evaluasi pasca- pelatihan
Kualitas Pelayanan Kesehatan
Belum ada aksi baru karena langkah-langkah yang relevan dicakup dalam DLI 1 dan 2 sehubungan dengan peningkatan kualitas pelayanan dan jalur rujukan.
DLI 1 dan 2
Kemenkes N/A N/A N/A Sesuai dengan kriteria verifikasi DLI 1 dan 2
Hak-Hak Pasien
Meningkatkan komunikasi publik mengenai hak dan tanggung jawab pasien dengan:
- Menyusun materi komunikasi, protokol dan pelatihan staf.
- Meningkatkan ketersediaan dan aksesibilitas informasi bagi peserta JKN untuk
memperkuat pemahaman mereka mengenai hak dan kewajiban, serta akses ke manfaat JKN serta pelaporan penanganan pengaduan.
N/A Kemenkes, BPJSK, DJSN
Yea Selama pelaksanaan
Selama pelaksanaan
Penyusunan dan diseminasi materi komunikasi
mengenai hak dan tanggung jawab pasien serta
peningkatan kapasitas yang relevan
Kerjasama dan Partisipasi Pemangku Kepentingan Meningkatkan kerjasama pemangku kepentingan dan proses partisipasi publik dalam JKN, dengan memasukkan langkah-langkah berikut ini:
Turunan DLI 8 dan 9
BPSJK, DJSN
Ya Selama
pelaksanaan
Selama pelaksanaan
Peta jalan dan strategi untuk meningkatkan kerjasama
Uraian Aksi DLI (bila perlu)
Penanggu ngjawab
Berula
ng Frekuensi Tenggat
waktu Ukuran penyelesaian - Kerjasama publik yang inklusif dan
keterbukaan informasi
- Pengembangan mekanisme yang inklusif untuk mengumpulkan persepsi publik, termasuk dari kelompok rentan
- Memastikan ketersediaan informasi terbaru mengenai program JKN yang mudah diakses.
dan partisipasi publik, bukti konsultasi publik.
Penanganan Pengaduan
Evaluasi berkala terhadap saluran-saluran
penanganan keluhan JKN yang ada melalui proses konsultasi untuk menentukan perbaikan-perbaikan sistem yang relevan dan keterbukaan informasi mengenai laporan pengaduan dan
penyelesaiannya.
Turunan DLI 8
BPJSK Ya Selama
pelaksanaan
Selama pelaksanaan
Penerbitan hasil kajian berkala terhadap
mekanisme(-mekanisme) penanganan keluhan JKN yang terdapat pada dasbor JKN
Perlindungan Data
Mengembangkan langkah-langkah perlindungan data untuk kepentingan integrasi dan digitalisasi sistem data sesuai dengan standar dan praktek- praktek baik internasional. Langkah-langkah tersebut mencakup protokol berbagi data, pemuktahiran sistem rutin, pengawasan dan penerapan sanksi.
DLI 5 BPJSK N/A N/A Sebelum
dimulainya integrasi sistem
Langkah-langkah menilai status keamanan data dan intervensi untuk
melakukannya telah diambil. Ini mencakup Prosedur Operasional Standar (SOP) perlindungan data, laporan debug sistem, dan sebagainya.
Lampiran 2: Ringkasan Ruang Lingkup Program untuk Hasil (PforR)
Tujuan Pengembangan Program (PDO) ini adalah untuk memperkuat kualitas dan efisiensi program Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia (JKN). Pencapaian PDO akan diukur melalui indikator-indikator hasil tingkat-PDO berikut ini:
a. Perbaikan skor kompetensi penyedia pelayanan di FKTP (kualitas)
b. Perbaikan tingkat kepuasan peserta program (kualitas dan keterlibatan warga masyarakat)
c. Peningkatan persentase pemanfaatan pelayanan rawat jalan pada dua kuintil terbawah (efisiensi dan pemerataan)
d. Rasio klaim JKN lebih berkelanjutan (efisiensi).
Lembaga-lembaga pelaksana PforR terdiri dari Kemenkes, Kemenkeu, BPJS-K dan DJSN. Sebagai program kombinasi (hybrid PforR), kegiatannya mencakup komponen PforR maupun komponen pembiayaan proyek investasi (IPF) yang dibiayai dengan hibah. Kemenkeu akan menjadi lembaga penanggung jawab utama atas PforR yang diusulkan maupun lembaga pelaksana komponen IPF PforR, dan sebagai lembaga koordinator, Kemenkeu akan membentuk Komite Pengarah (SC) tingkat tinggi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kebijakan secara keseluruhan terhadap pelaksanaan Program.
PforR diselenggarakan di tiga Bidang Hasil, yang meliputi reformasi-reformasi yang dibutuhkan untuk memperkuat kualitas dan efisiensi Program JKN. Ketiga bidang tersebut djabarkan sebagai berikut:
Area Pencapaian 1: Penguatan kualitas pelayanan. Kegiatan-kegiatan dalam bidang hasil ini berfokus pada: (a) perbaikan pedoman klinis di FKTP dan (b) perbaikan kualitas pelayanan di FKRTL.
a. Memperbaiki pedoman klinis di FKTP. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan perangkat yang mudah digunakan untuk mendukung arus pengambilan keputusan klinis berdasarkan gejala, sindrom dan risiko. Algoritma klinis akan dikembangkan untuk mendorong penyedia pelayanan kesehatan menapis dan mengelola pasien sesuai dengan daftar kondisi pelayanan primer yang komprehensif dan terpadu. Pelatihan dalam penggunaan perangkat pendukung keputusan klinis akan menggunakan pendekatan “kaskade” (mengalir) di mana para pelatih utama di tingkat nasional selanjutnya akan melatih tenaga kesehatan di tingkat provinsi sebagai pelatih, sampai ke tingkat dinas kesehatan kabupaten dan fasilitas kesehatan. Meskipun tujuan utama dari perangkat pendukung keputusan klinis ini adalah meningkatkan kompetensi dan kualitas penyedia dalam memberikan pelayanan di FKTP, perangkat ini juga akan membantu memperbaiki verifikasi klaim dan pemantauan kualitas dengan menetapkan standar pelayanan untuk kondisi-kondisi yang diprioritaskan dan mengidentifikasi indikator-indikator pelacakan (tracer indicators) untuk memonitor pemenuhan pelayanan berbasis protokol.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan/Rumah Sakit (FKRTL). Serupa dengan kegiatan-kegiatan yang direncanakan untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama, kegiatan-kegiatan ini perlu memprioritaskan minimal 20 kondisi klinis prioritas dan menjabarkan pedoman perawatan masing-masing ke dalam jalur-jalur klinis di rumah sakit.
Meskipun pemantauan kualitas disebutkan sebagai tanggung jawab Kemenkes, BPJS-K dapat menggunakan pengaruh keuangannya untuk membantu mengumpulkan data indikator pelacakan sebagai bagian dari sistem pengelolaan klaim dan memonitor kepatuhan terhadap pedoman dan pelayanan berbasis protokol sehingga membantu meningkatkan kualitas pelayanan di tingkat fasilitas rujukan/rumah sakit.
Perangkat pendukung keputusan klinis berguna bagi semua penyedia pelayanan pemerintah maupun swasta di Indonesia – tidak soal keterlibatan mereka dalam JKN. Untuk memperkuat pemanfaatan pedoman perawatan standar, indikator-indikator pelacakan untuk memantau kepatuhan akan dipadukan dengan proses dan perangkat lunak verifikasi klaim JKN (DLI 4) dan mungkin diberikan insentif dengan pembayaran kapitasi berbasis kinerja (DLI 6).
Area Pencapaian 2: Peningkatan efisiensi. Kegiatan-kegiatan dalam bidang hasil ini berfokus pada (a) merevisi pedoman HTA dan memperkuat kapasitas penyusunan pedoman HTA; (b) memperbaiki desain dan pelaksanaan pembayaran kapitasi; (c) memperbaiki desain dan pelaksanaan DRG; dan (d) memperbaiki pengelolaan klaim dan proses pencegahan kecurangan.
a. Merevisi pedoman Kajian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment, HTA): Di bawah Program ini, Kemenkes bertanggung jawab untuk mengawasi proses HTA. Melalui DLI- DLI yang dimasukkan dalam PforR, pedoman HTA akan direvisi dengan mencantumkan kriteria yang eksplisit mengenai bagaimana kondisi-kondisi ditentukan dan kriteria yang eksplisit untuk pencantuman dalam dan penghapusan dari paket manfaat. Ini juga mencakup tinjauan terhadap paket manfaat dasar yang akan disediakan di FKTP. Ini akan membantu memastikan bahwa manfaat yang ada sesuai dengan sumber daya yang tersedia dan kesiapan pelayanan di berbagai tingkat pelayanan. Melalui potensi keterlibatan lembaga-lembaga akademis dalam mendukung HTA, kapasitas penyusunan pedoman HTA juga akan bertambah.
b. Memperbaiki desain dan pelaksanaan pembayaran kapitasi: Bidang ini akan mencakup mengkaji pola-pola pemanfaatan historis di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama berdasarkan usia, jenis kelamin dan diagnosis untuk memperhitungkan risiko/kebutuhan dengan lebih baik; kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk menyelenggarakan intervensi yang tercantum dalam paket manfaat; alokasi dan penggunaan kapitasi secara historis, termasuk kapitasi yang belum dicairkan; dan kinerja indikator-indikator KBK yang ada.
Berdasarkan hal ini, sebuah ‘peta jalan’ akan disusun, yang akan mencakup reformasi tarif dasar per kapita, yaitu peralihan dari formula per kapita berbasis input menjadi desain berbasis risiko atau netral anggaran – dan indikator kualitas tambahan Kapitasi Berbasis Komitmen (KBK). DLI-DLI dalam PforR akan mendukung penyelesaian peta jalan yang tepat waktu untuk reformasi desain kapitasi maupun jadwal pelaksanaannya sehingga membantu mewujudkan potensi pengaruh JKN untuk mendorong perbaikan kinerja dalam pelayanan kesehatan dasar.
c. Memperbaiki pelaksanaan DRG. Kegiatan di bidang ini akan berfokus pada perbaikan kualitas koding klinis dan keterwakilan data biaya yang menjadi input yang berharga dalam perumusan tarif DRG. Ini membutuhkan pengembangan pedoman koding klinis, termasuk protokol audit koding klinis, pelatihan petugas koding klinis di rumah sakit dan petugas verifikasi klaim di BPJS-K, serta pelaksanaan audit koding terhadap sampel klaim rumah sakit. Ini akan membantu meningkatkan kualitas data pelaporan klinis yang mendukung semua informasi yang dibutuhkan untuk memantau kualitas pelayanan, mengevaluasi pengobatan dan hasil yang dicapai pada diri pasien, menargetkan intervensi peningkatan kualitas dan mengurangi perbedaan antar rumah sakit dan penyedia pelayanan. Ini mungkin juga memerlukan revisi terhadap template akuntansi biaya yang ada untuk menginformasikan dengan lebih baik proses penetapan tarif rumah sakit. Revisi tarif perlu mempertimbangkan pola-pola pemanfaatan historis di rumah sakit menurut usia, jenis kelamin, diagnosis dan DRG, khususnya dengan berfokus pada kondisi yang paling umum/mahal; dan data biaya historis di rumah sakit berdasarkan template akuntansi biaya standar dari sampel rumah sakit pemerintah maupun swasta. Idealnya, revisi tarif DRG juga perlu mencakup ‘anggaran atau plafon keras’ (hard budget/ceiling) karena penerapan pembayaran rumah sakit yang bersifat tertutup (close-ended) mempunyai potensi terbesar untuk membatasi pertumbuhan pengeluaran mengingat sebagian besar belanja JKN berlangsung di rumah sakit. Meskipun Pemerintah Indonesia tidak mungkin menerapkan anggaran global atau pembatasan atas pembayaran DRG rumah sakit sampai berakhirnya PforR mengingat reformasi yang dilakukan membutuhkan beberapa tahun untuk dirancang, diujicoba dan diluncurkan, tujuan dari kegiatan ini adalah memperkenalkan kegiatan awal yang dibutuhkan untuk menghasilkan perubahan. PforR juga berharap dapat mewujudkan perbaikan besar dalam pelaksanaan DRG melalui penguatan data biaya dan koding serta perbaikan proses klaim dan pencegahan kecurangan.
d. Memperbaiki pengelolaan klaim dan proses pencegahan kecurangan. Kegiatan di bidang ini dipimpin oleh BPJS-K, dan akan berfokus untuk merevisi klaim, penyelidikan kecurangan dan manual pelaksanaan audit klaim, termasuk identifikasi daftar indikator pemicu/red flag, dan peningkatan kapasitas dan keterampilan untuk menganalisis data klaim dalam rangka mengidentifikasi kekeliruan, pemborosan dan/atau kecurangan. Ini dapat memerlukan pada akhirnya, petugas verifikasi klaim mungkin perlu diwajibkan untuk lulus dan mempertahankan sertifikasi di bidang pengelolaan klaim. Dengan demikian, petugas BPJS-K akan dapat lebih baik dalam memantau kinerja berdasarkan indikator pengelolaan klaim dan indikator deteksi kecurangan yang disepakati, termasuk melaksanakan audit klaim terhadap sampel dari seluruh klaim rawat inap dan terhadap semua klaim yang dipicu atau ditandai (flagged). Yang penting, kegiatan ini juga akan memadukan dan mengotomatisasikan indikator-indikator pelacakan ke dalam perangkat lunak verifikasi klaim untuk memantau kepatuhan pada pelayanan berbasis protokol yang dikembangkan oleh Kemenkes dalam upaya meningkatkan kompetensi penyedia pelayanan.
Area Pencapaian 3: Dukungan untuk perumusan dan pelaksanaan kebijakan JKN. Kegiatan-kegiatan dalam bidang hasil ini berfokus pada intervensi lintas sektor yang akan mempengaruhi kualitas dan efisiensi pelaksanaan JKN. Kegiatan-kegiatan tersebut terutama akan berpusat pada perbaikan penggunaan data dari sistem informasi rutin, termasuk penguatan sistem informasi, sehingga lebih cocok untuk memberikan informasi dalam penyusunan kebijakan. Ini membutuhkan:
a. Revisi/penyederhanaan proses pemakaian dan pelaporan data yang ada untuk memastikan bahwa data yang tepat dihasilkan bagi setiap pemangku kepentingan.
b. Penyusunan peta jalan untuk integrasi sistem data dan peralihan bertahap menuju digitalisasi dan integrasi sistem informasi yang lebih luas. Digitalisasi sangat penting bagi upaya integrasi Indonesia dan keinginannya untuk melaksanakan analisis pelayanan kesehatan yang lebih maju (Gambar 8). Dengan menghubungkan data klaim pelayanan kesehatan dasar dan rumah sakit, rujukan dan pergerakan pasien dapat dipantau di seluruh sistem. Tautan ke rekam medis elektronik (Electronic Medical Record, atau EMR) akan meningkatkan kemampuan BPJS-K secara dramatis untuk memverifikasi klaim, memastikan kepatuhan terhadap pedoman diagnostik dan pengobatan, dan mengidentifikasi peluang-peluang perbaikan kualitas dan efisiensi. Jika EMR belum bisa dilaksanakan secara luas, maka penerapan indikator-indikator tambahan dalam formulir penerimaan klaim, keharusan menggunakan formulir klaim tambahan untuk kondisi tertentu, atau kewajiban untuk menyerahkan formulir resume medis juga dapat dilakukan karena hal itu memungkinkan pengecekan kepatuhan terhadap pedoman dan pelayanan berbasis protokol. Menghubungkan secara bertahap data kepesertaan BPJS-K dengan basis data penargetan Kementerian Sosial (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, atau DTKS) atau basis data pajak Kemenkeu dapat mendukung kepatuhan pembayaran iuran dan kelayakan kepesertaan. Demikian pula, hubungan dengan basis data akreditasi Kementerian Kesehatan (SIAF) dapat membantu memverifikasi sertifikat kredensial yang dimiliki penyedia pelayanan. DLI-DLI dalam PforR memungkinkan penyusunan peta jalan integrasi dan kemudian menilai kemajuan yang dicapai berdasarkan peta jalan itu.
c. Perbaikan formulasi dan pengawasan kebijakan JKN. Kegiatan ini berhubungan erat dengan DJSN dalam mengawasi kinerja BPJS-K. Kegiatan ini akan menyepakati daftar indikator kinerja kunci. Dasbor internal dan eksternal akan mendukung perumusan kebijakan dan menginformasikan masyarakat eksternal untuk pertanggungjawaban yang lebih besar. Kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas mengenai topik-topik kunci yang berkaitan dengan jaminan kesehatan, analisis pelayanan kesehatan dan akuntabilitas publik juga akan mendukung penyusunan laporan tahunan yang meringkaskan kinerja JKN.
d. Perbaikan pengelolaan dan koordinasi keseluruhan antar pemangku kepentingan JKN.
Kemenkeu akan membentuk Sekretariat PforR untuk mendukung pelaksanaan keseluruhan dan koordinasi yang baik dalam Program multi-stakeholder ini. DLI-DLI juga mendorong peningkatan kapasitas dan peranan Sekretariat ini untuk memberikan dukungan teknis yang tepat kepada
lembaga-lembaga pelaksana dan membangun kapasitas jangka panjang untuk melaksanakan pemantauan dan evaluasi Program yang lebih baik, dan memberikan masukan kebijakan berbasis bukti untuk rencana-rencana strategis, seperti rencana strategis jangka menengah Pemerintah Indonesia berikutnya.
Translator’s Statement:
This document is translated accurately and consistently from English into Indonesian.
Date: Nov 03, 2021
TJENG GOAN HALIM Sworn Translator
Jakarta Gov. Decree 2238/2004 & 1631/2004