• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1. Bentuk Pendaftaran Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dilaksanakan melalui Lembaga Konversi, karena tanah-tanah hak milik adat adalah hak-hak atas tanah yang sudah ada sebelum lahirnya UUPA, dan ditegaskan konversinya menjadi Hak Atas Tanah menurut UUPA atas nama pemegang haknya, sepanjang pemegang haknya yaitu Masyarakat Hukum Adat memenuhi syarat sebagaimana diatur peraturan perundang-undangan. Kententuan tentang konversi hak atas tanah terhadap hak-hak lama, diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yaitu:

a. Bagian Kedua, Ketentuan Konversi, Undang-Undang Nomor: 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

b. Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Pelaksanaan Ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria;

c. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 2 Tahun 1962 Tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah;

d. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK. 26/DDA/1970, Tentang Penegasan Konversi Pendaftaran Bekas Hak-Hak Indonesia Atas Tanah;

(2)

e. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Penyelengaraan Pendaftaran Tanah Sistematik di Daerah Uji Coba;

f. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1995 Tentang Penyelengaraan Pendaftaran Tanah Secara Sistematik

Yang secara tegas menetapkan bahwa: “Tanah-tanah Hak Milik Adat ditegaskan konversinya menjadi Hak Milik atas nama pemegang haknya, sepanjang pemegang haknya yaitu kelompok Masyarakat Hukum Adat memenuhi syarat, dan tidak terdapat ketentuan pembatasan jangka waktu konversi bagi Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, hingga saat ini masih tetap diakui dan dihargai serta dapat diproses konversinya. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dapat dilaksanakan setelah adanya Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau Provinsi tentang Pengakuan dan Penetapan Marga-marga Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat sebagai Subyek Hak dan Obyek Hak Pendaftaran Tanah sebagaimana diatur dalam PMNA/KBPN Nomor 5 Tahun 1999 yang didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar hukum adat, masyarakat adat yang bersangkutan, aspirasi masyarakat setempat, lembaga swadaya masyarakat, dan instansi atau pihak lain yang terkait. Tahapan Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, terdiri dari:

Pengumpulan dan Pengolahan Data Fisik, Pembuktian Hak dan Pembukuannya, Penerbitan Sertipikat, Penyajian Data Fisik dan Data Yuridis, Penetapan Hak,

(3)

Penyimpanan Daftar Umum dan Dokumen pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

2. Masih terdapat perbedaan pandaangan dari para Ahli Hukum maupun Pejabat Badan Pertanahan Nasional terhadap peraturan yang mengatur tentang bentuk hak yang diberikan untuk Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Ada yang berpendapat: untuk Tanah Ulayat yang merupakan Hak Privat Masyarakat Hukum Adat diberikan dengan Hak Milik, sedangkan untuk Tanah Ulayat yang merupakan Hak Publik Masyarakat Hukum Adat diberikan Hak Pakai, guna melindungi hak-hak masyarakat luas yang berkaitan dengan fungsi sosial dan kepentingan umum. Sementara pendapat yang lain mengatakan bahwa bentuk hak yang dapat diberikan untuk Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat adalah Hak Pengelolaan, karena berdasarkan filosofi hak meguasai dari Masyarakat Hukum Adat adalah untuk mengatur penyediaan, pemberian kuasa menggunakan dan memanfaatkan tanah agar hasilnya bisa dinikmati oleh pribadi, keluarga, maupun Masyarakat Hukum Adat. Jadi hak menguasai Masyarakat Hukum Adat itu, bukan hak milik tertinggi yang mutlak di atas Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yang mana hak menguasai Masyarakat Hukum Adat itu, tidak dapat disamakan dengan hak milik yang sifatnya mutlak dan tertinggi

3. Masih adanya faktor-faktor penghambat Pelaksanaan Pendaftaran Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Lampung, yaitu :

a. Hambatan Teknis, diantaranya: Pertama, belum terdapat Perda tentang Penetapan Marga-marga Masyarakat Hukum Adat Lampung dan Tanah

(4)

Ulayat Masyarakat Hukum Adat Lampung, sebagai Subyek Hak dan Obyek Hak Pendaftaran Tanah; Kedua, Peraturan Daerah Nomor: 5 Tahun 2013 tentang Kelembagaan Masyarakat Adat Lampung, tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk Penetapan dan Pendaftaran Tanah Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, karena tidak menetapkan Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat di Provinsi Lampung sebagai Subyek Hak dan Obyek Hak Pendaftaran Tanah, dan hanya sebatas pembentukan Majelis Penyimbang Adat Lampung sebagai wadah musyawarah bagi para Penyimbang Adat Lampung; Ketiga, Tidak adanya bukti tertulis sebagai bukti kepemilikan Tanah Ulayat dan tidak terdapat batas-batas yang pasti atau jelas terhadap bidang Tanah Ulayat oleh masing-masing marga-marga Masyarakat Hukum Adat Lampung, terlebih lagi banyaknya pemekaran Kampung/Pekon/Desa, Kecamatan, dan Kabupaten/Kota yang berakibat menimbulkan permasalahan tersendiri berkaitan dengan bukti kepemilikan Tanah Ulayat maupun batas-batas bidang Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat Lampung, serta batasan- batasan antara pemilikan individual (hak perseorangan atas tanah) dengan pemilikan kolektif oleh Masyarakat Hukum Adat; Keempat, Banyak Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat Lampung yang sudah beralih penguasaan dan pemilikannya oleh perusahan penanam modal maupun menjadi hak individu anggota Masyarakat Hukum Adat;

b. Hambatan Hukum, diantaranya: Pertama, Peraturan tentang penyelesaian masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat yang ada yaitu

(5)

PMNA/KBPN Nomor 5 Tahun 1999, adalah peraturan yang sifatnya pelimpahan kewenangan kepada Pemda sebagaimana halnya Keppres No.

34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan dan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, yang menetapkan bahwa Penetapan dan Penyelesaian Masalayah Tanah Ulayat adalah 1 (satu) dari 9 (sembilan) kewenangan bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah untuk mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayatnya, dan tidak mengandung konsekuensi hukum apapun jika hal tersebut tidak dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan, serta tidak cukup rinci mengatur tentang pedoman yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menyelesaikan permasalahan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat termasuk bentuk hak yang dapat diberikan dan batasan-batasan kewenangan yang diberikan kepada Masyarakat Hukum Adat untuk mengelola dan memanfaatkan Tanah Ulayat; Kedua, terdapat perbedaan pendapat dalam penafsiran peraturan peraturan perundang-undangan antara para ahli hukum maupun pejabat BPN, berkaitan dengan bentuk hak yang dapat diberikan terhadap Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yag mana sebagian berpendapat, diberikan dengan Hak Milik untuk tanah yang sifatnya Hak Privat bagi Masyarakat Hukum Adat dan Hak Pakai untuk tanah yang sifatnya Hak Publik yang juga berkaitan dengan hak-hak masyarakat luas, sementara

(6)

yang lain berpendapat diberikan Hak Pengelolaan dalam koridor NKRI;

Ketiga, belum terdapat peraturan yang tegas mengatur tentang bentuk hak

atas tanah yang dapat diberikan untuk Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat sehingga terjadi kekosongan hukum yang berimplikasi terjadinya ketidakpastian hukum dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat serta kepastian ekonomi dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional dan penanaman modal.

5.2 Saran - Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Sebaiknya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota se Provinsi Lampung dan pihak-pihak terkait lainnya, untuk melakukan sosialisasi secara intensif kepada Masyarakat Hukum Adat khususnya Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Lampung tentang tata cara dan prosedur Pendaftaran Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat 2. Sebaiknya Pemerintah Daerah Provinsi Lampung, Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota se Provinsi Lampung dan pihak-pihak terkait lainnya segera melakukan penelitian tentang keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat di Provinsi Lampung dengan melibatkan pakar hukum adat, masyarakat adat yang bersangkutan, lembaga swadaya masyarakat, instansi atau pihak lain yang terkait, yang dilanjutnkan menerbitkan Perda tentang Pengakuan dan Penetapan Marga-marga Masyarakat Hukum Adat Lampung dan Tanah Ulayat sebagai Subyek Hak dan Obyek Hak Pendaftaran Tanah;

(7)

3. Sebaiknya ada koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah yang berwenang untuk menentukan keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat dengan Badan Pertanahan Nasional sebagai instansi yang berwenang melaksankan Pendaftaran Tanah, sehingga Penetapan dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat dapat dilaskanakan;

4. Sebaiknya Marga-marga Masyarakat Hukum Adat:

a. Berperan aktif mendesak Pemerintah Daerah segera menerbitkan Perda tentang keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan Tanah Ulayat di Provinsi Lampung;

b. Dapat menjaga harta kekayaan yang dimilikinya terutama Tanah Ulayat yang sampai dengan saat ini masih menjadi miliknya atau belum dialihkan kepada orang atau badan hukum lain, dengan menguasai, memanfaatkan, dan memasang tanda batas tanah, sehingga pada saat dilaksanakan penelitian, dapat dengan mudah ditentukan keberadaan Tanah Ulayat tersebut;

5. Sebaiknya pemerintah pusat menerbitkan peraturan yang lebih dapat mengikat semua pihak tentang penyelesaian masalah, pendaftaran tanah, pemberian bentuk hak atas Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat, khususnya terkait dengan hak penguasaaan bersama atas Tanah Ulayat dari sekedar PMNA/KBPN Nomor: 5 Tahun 1999, menjadi bentuk peraturan yang masuk dalam kerangka hirarkhi peratruan perundang-undangan sesuai dengan Pasal 7 UU Nomor: 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan.

Referensi

Dokumen terkait

Tahapan selanjutnya adalah mengorganisasikan mahasiswa dalam belajar, semua peserta didik bergabung dalam kelompok masing-masing, dosen membagikan lembar kerja

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pola sebaran panas di Kolam Pelabuhan Tambak Lorok Semarang menuju ke arah timur pada bulan Agustus 2012, kemudian ke arah

Kurang mampu menyampaikan dan memahami dengan baik gagasan dan pesan yang disampaikan secara verbal Mampu menyampaikan dan. memahami dengan baik gagasan dan pesan

Meskipun tidak ada subyek yang melaporkan kehamilan ganda, namun jumlah folikel dominan yang lebih banyak pada kelompok letrozole daripada clomiphene citrate menunjukkan hal

[r]

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya pada pengeringan dengan Solar Tunnel Dryer (STD) terhadap mutu produk ditinjau

yang memanjang. 2) Erupsi sentral: magma keluar melalui lubang yang kecil. 3) Erupsi areal: membentuk kawah yang sangat luas. c) Gempa bumi (seisme): getaran kulit bumi akibat

dengan ruang lingkup penelitian sebagai berikut: model yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada JST recurrent tipe Elman, optimasi pembelajaran yang dilakukan