• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

86

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

Martono

Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, Jl.dr.Djundjunan 133, Bandung, 40173 E-mail : martono_lapan@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Monsun Musim Panas Laut China Selatan terhadap curah hujan di beberapa wilayah Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan metode korelasi. Data yang digunakan adalah Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan dan curah hujan rata-rata bulan Mei-Agustus, Juni- September dan Juli-Oktober dari tahun 1973-2003 yang meliputi Aceh, Solok, Jambi, Palembang, Padang, Lampung, Jakarta, Cilacap, Banyuwangi, Surabaya, Makasar, Manado, Maros dan Pontianak. Hasil analisis menunjukkan adanya korelasi negatif antara Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan dengan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia. Korelasi paling tinggi terjadi di Makasar dengan nilai -0,5, sedangkan di wilayah lain lebih kecil dari -0,5.

Kata kunci : Monsun Musim Panas Laut China Selatan, korelasi, curah hujan

Abstract

This research was conducted to understand the influence of the South Sea China Summer Monsoon on rainfall in some parts of Indonesia. In this research using correlation method. The data used were of the South Sea China Summer Monsoon Index and the average rainfall in May to August, June to September and from July to October from the year 1973-2003 covering Aceh, Solok, Jambi, Palembang, Padang, Lampung, Jakarta, Cilacap, Banyuwangi, Surabaya, Makassar, Manado, Maros and Pontianak. The results showed a negative correlation between the index of the Summer Monsoon in South China Sea, with rainfall in some parts of Indonesia. The highest correlation occurred in Makassar to the value -0.5, while in other regions is less than -0.5.

Keywords :The South Sea China Summer Monsoon, correlation, rainfall

1. Pendahuluan

Dinamika atmosfer dan laut dipengaruhi oleh beberapa faktor dan gejala yang seringkali saling mempengaruhi antara satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor yang berperan dalam menggerakkan dinamika atmosfer dan laut dapat bersifat lokal, regional dan global. Parameter-parameter atmosfer dan oseanografi yang memegang peranan penting dalam menggerakkan dinamika atmosfer dan laut antara lain sirkulasi angin permukaan, tekanan udara, suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, suhu permukaan laut dan sirkulasi arus laut. Selain dipengaruhi oleh proses-proses fisis yang terjadi baik di lingkungan atmosfer maupun lingkungan laut sendiri, dinamika atmosfer dan laut juga dipengaruhi oleh proses interaksi antara atmosfer dan laut di lapisan batas.

Interaksi laut-atmosfer sangat kompleks dan berlangsung secara terus menerus. Interaksi laut-atmosfer mempunyai peranan yang sangat penting terhadap dinamika dan kondisi baik perairan laut maupun lingkungan atmosfer. Interaksi ini meliputi pertukaran momentum, pertukaran energi dan pertukaran massa. Perubahan kondisi atmosfer akan mempengaruhi kondisi laut dan sebaliknya. Angin misalnya dapat menyebabkan terjadinya gelombang laut dan arus permukaan laut, curah hujan dapat mempengaruhi kadar salinitas air laut [1], [2], [3], [4]. Sebaliknya proses fisis di laut seperti upwelling dan downwelling dapat mempengaruhi kondisi atmosfer. Upwelling dan downwelling akan mengubah suhu permukaan laut, perubahan suhu permukaan laut

(2)

87

akan mengubah suhu udara, perubahan suhu udara akan mengubah tekanan udara, dan perubahan tekanan udara akan mengubah sirkulasi angin. Proses ini terjadi secara terus menerus dan sangat kompleks.

Laut China Selatan merupakan perairan semi tertutup. Sumber massa air Laut China Selatan berasal dari Samudera Pasifik Di atas Laut China Selatan terdapat sistem monsun yang dikenal dengan nama Monsun Laut China Selatan. Monsun Laut China Selatan merupakan salah satu sub sistem dari Monsun Asia-Australia dan baru-baru ini telah mendapat banyak perhatian Lau et al, 2000 dalam [5]. Monsun Laut China Selatan mencakup wilayah antara 0O-25O LU dan 100O-125O BT seperti diperlihatkan pada Gambar 1.1. Monsun ini diindikasikan dengan indeks yang dikenal dengan Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan bulan Juni-September.

Gambar 1.1. Wilayah Monsun Laut China Selatan

Daerah ini mempunyai karakteristik yang berbeda dengan monsun di atas Samudera Hindia dan subbenua India.

Salah satu siftat onset monsun musim panas di atas Laut China Selatan yang berbeda dengan daerah-daerah Asia adalah bahwa monsun selalu muncul pertama di atas Laut China Selatan kemudian meluas ke utara dan barat laut. Sifat-sifat lain onset monsun musim panas di atas Laut China Selatan adalah gerakan angin dari barat daya atau barat yang lebih rendah dari lapisan troposfer, penguatan aliran udara dari belahan bumi selatan, inversi musiman sel-sel vertikal dan perubahan musiman yang tiba-tiba dalam hal sirkulasi angin dan hujan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Monsun Musim Panas Laut China Selatan terhadap curah hujan di beberapa wilayah Indonesia.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi linier antara Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan dengan curah hujan. Data yang digunakan meliputi Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan, data curah hujan dan angin permukaan rata-rata bulanan. Data curah hujan ini meliputi daerah Aceh, Solok, Jambi, Palembang, Padang, Lampung, Jakarta, Cilacap, Banyuwangi, Surabaya, Makasar, Manada, Maros dan Pontianak dari periode tahun 1974-2003 yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

Data arah dan kecepatan angin mempunyai resolusi horisontal 0,5O x 0,5O diperoleh dari Satelit QSCAT dengan rentang waktu antara 2000-2008. Korelasi dilakukan untuk rata-rata bulan Mei-Agustus (MJJA), Juni-September (JJAS) dan Juli-Oktober (JASO).

(3)

88

3. Hasil

Hasil korelasi antara Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan rata-rata bulan Mei-Agustus (MJJA), Juni-September (JJAS) dan Juli-Oktober (JASO) dengan data curah hujan di Aceh, Solok, Jambi, Palembang, Padang, Lampung, Jakarta, Cilacap, Banyuwangi, Surabaya, Makasar, Manado, Maros dan Pontianak diperlihatkan pada Tabel 3.1-3.3. Hasil ini tidak mewakili suatu daerah, tetapi hanya mewakili satu titik stasiun pengamatan.

Tebel 3.1. Korelasi Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan dengan Curah Hujan di Wilayah Sumatra

Kota MJJA JJAS JASO

Aceh 0.02 0.1 0.1

Solok -0.1 -0.2 -0.3

Jambi -0.2 -0.3 -0.4

Palembang -0.3 -0.4 -0.4

Padang -0.2 -0.2 -0.1

Lampung -0.1 -0.3 -0.4

Tabel 3.2. Korelasi Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan dengan Curah Hujan di Wilayah Jawa

Kota MJJA JJAS JASO

Jakarta -0.2 -0.1 -0.3

Cilacap -0.3 -0.2 -0.4

Banyuwangi -0.2 -0.2 -0.2

Surabaya -0.3 -0.3 -0.4

Tabel 3.3. Korelasi Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan dengan Curah Hujan di Wilayah Sulawesi dan Kalimantan

Kota MJJA JJAS JASO

Makasar -0.5 -0.6 -0.6

Manado -0.3 -0.5 -0.5

Maros -0.5 -0.5 -0.5

Pontianak -0.2 -0.3 -0.3

4. Pembahasan

Kondisi geografis wilayah kepulauan Indonesia yang terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia dan di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, menyebabkan dinamika atmosfer dan perairan Indonesia dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi di wilayah tersebut. Dari segi atmosfer, kondisi cuaca dan iklim Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh sistem angin musim. Sistem angin musim ini berhubungan dengan adanya sistem tekanan udara tinggi dan tekanan udara rendah di atas Benua Asia dan Benua Australia. Berdasarkan sistem angin ini di Indonesia dikenal ada musim barat, musim timur dan musim peralihan. Sementara itu, dari segi oseanografi perairan Indonesia merupakan satu-satunya perairan yang menghubungkan dua samudera yang besar dan bersuhu hangat. Dengan demikian, kondisi dan dinamika yang terjadi di kedua samudera tersebut berpengaruh terhadap kondisi dan dinamika perairan Indonesia.

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa secara umum korelasi antara Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan dengan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia menunjukkan nilai negatif yang rendah yaitu dibawah -0,5. Ini berarti bahwa curah hujan di sebagian wilayah Indonesia mempunyai pola yang berlawanan dengan Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan. Pada saat bulan Juni, Juli, Agustus dan September posisi matahari berada di belahan bumi bagian utara, sehingga terjadi gerakan angin dari belahan bumi bagian selatan ke belahan bumi bagian utara seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1-4.4. Pada bulan ini di atas Wilayah Indonesia berkembang monsun Australia. Pada saat monsun Australia sebagian besar wilayah Indonesia sedang mengalami musim kemarau, sebaliknya wilayah di sebelah utara Laut China Selatan secara umum mengalami musim hujan.

(4)

89

Pola sirkulasi angin permukaan rata-rata bulan Juni di atas Laut China Selatan diperlihatkan pada Gambar 4.1.

Pada bulan ini secara umum angin permukaan bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 3,2 m/dt. Di atas Selat Karimata angin bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 3,2 m/dt dan di atas Teluk Siam angin bergerak ke arah timur dengan kecepatan sekitar 4,6 m/dt. Pola sirkulasi angin permukaan rata-rata bulan Juli di atas Laut China Selatan diperlihatkan pada Gambar 4.2. Pada bulan ini secara umum angin permukaan bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 3,7 m/dt. Di atas Selat Karimata angin bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 4,2 m/dt dan di atas Teluk Siam angin bergerak ke arah timur dengan kecepatan sekitar 4,7 m/dt.

Gambar 4.1. Sirkulasi angin permukaan rata-rata bulan Juni

Gambar 4.2. Sirkulasi angin permukaan rata-rata bulan Juli

Gambar 4.3. Sirkulasi angin permukaan

rata-rata bulan Agustus Gambar 4.4. Sirkulasi angin permukaan rata-rata bulan September

(5)

90

Pola sirkulasi angin permukaan rata-rata bulan Agustus di perairan Laut China Selatan diperlihatkan pada Gambar 4.3. Pada bulan ini secara umum angin permukaan bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 3,9 m/dt. Di atas Selat Karimata angin bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 4,7 m/dt dan di atas Teluk Siam angin bergerak ke arah timur dengan kecepatan sekitar 5,3 m/dt. Pola sirkulasi angin permukaan rata-rata bulan September di perairan Laut China Selatan diperlihatkan pada Gambar 4.4. Pada bulan ini secara umum angin permukaan bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 2,8 m/dt serta ke arah barat dan barat daya dengan kecepatan sekitar 2 m/dt. Di atas Selat Karimata angin bergerak ke arah utara dengan kecepatan sekitar 3,6 m/dt dan di atas Teluk Siam angin bergerak ke arah timur dengan kecepatan sekitar 3,6 m/dt.

5. Kesimpulan

Berdasarkan analisis hasil di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa hasil analisis menunjukkan adanya korelasi negatif antara Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan dengan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia. Korelasi paling tinggi terjadi di Makasar dan Maros dengan nilai -0,5, sedangkan di wilayah lain lebih kecil dari -0,5.

Daftar Pustaka

[1] Wyrtki, K., 1961, Physical Oceanography of the Southeast Asian Waters, Naga Report Volume 2, Scripps Institution of Oceanography, California.

[2] Nontji, A., 1987, Laut Nusantara, Djambatan, Jakarta. P.45

[3] Arief, D., 1994, Sirkulasi Arus Laut, Diktat Kursus Oseanografi bagi Perwira TNI-AL, LON-LIPI, Jakarta.P.11

[4] Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu., 1996, Pengeloaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta.

[5] Li and Zeng., 2002, A unified monsoon index, GEOPHYSICAL RESEARCH LETTERS, VOL. 29, NO.

8, 10.1029/2001GL013874.

Gambar

Gambar 1.1. Wilayah Monsun Laut China Selatan
Tabel 3.3. Korelasi Indeks Monsun Musim Panas Laut China Selatan dengan Curah Hujan di Wilayah Sulawesi  dan Kalimantan
Gambar  4.3.  Sirkulasi  angin  permukaan

Referensi

Dokumen terkait

[3.3] Menimbang bahwa menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara

rekaman, dalam proses penelitian ini merupakan sumber data utama, dengan menggunakan teknik sampling, yaitu dengan cara mewawancarai kepada pihak kepala madrasah sebagai

Beberapa penelitian yang menggunakan silica sebagai bahan pengisi juga sudah banyak dilakukan seperti pemanfaatan pasir kuarsa untuk bahan pengisi nano composite silica karbida

Bila rekanan telah menandatangani / melaksanakan jenis dan mutu bahan untuk pekerjaan tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan, bahan – bahan tersebut

Salah satu parameter yang menarik untuk dikaji dari perikanan ini diantaranya adalah waktu terjadinya pemijahan dan rekruitmen, contohnya waktu dalam satu

Penelitian dilakukan dengan maksud untuk mengetahui tindak lanjut dari suatu daerah atau entitas tersebut atas rekomendasi- rekomendasi hasil pemeriksaan yang

Menyetor selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulan atas transaksi bulan sebelumnya dan melapor selambatnya tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi mengenai pengaruh dimensi kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan dalam perusahaan yang