• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Kitosan

Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk ke dalam kelompok senyawa polisakarida. Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup sempurna untuk dinamakan poli glukosamin (Panjaitan, 2000). Kitin sendiri merupakan zat padat yang tak berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat. Kitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi dan merupakan molekul polimer berantai lurus dengan nama lain ß-(1-4)-2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin) (Marganof, 2003). Struktur kitin sama dengan selulosa dimana ikatan yang terjadi antara monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi ß-(1-4). Perbedaannya dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang kedua. Pada kitin, gugus ini diganti oleh gugus asetamida (NHCOCH3) sehingga kitin menjadi sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin (Marganof, 2003). Gambar berikut merupakan struktur kimia dari kitin.

(2)

Gugus yang terikat pada rantai C-2 ini juga yang akan membedakan antara kitin dan kitosan.

Sifat utama kitin yang dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan beberapa pelarut organik, reaktivitas rendah serta sangat hidrofobik, menyebabkan penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan derivatnya.

Kitosan yang disebut juga dengan ß-1,4-2amino-2-deoksi-D-glukosa merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedikit larut dalam HCl, HNO3, dan H3PO4 serta tidak larut dalam H2SO4. Kitosan lebih mudah dilarutkan dalam asam asetat. Kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik. Disamping itu kitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan (Widodo dkk, 2005).

Struktur kimia kitosan hampir mirip dengan struktur kimia kitin. Perbedaannya terlihat pada rantai C-2 dimana pada kitosan gugus asetil dari NHCOCH3 sudah dihilangkan sebagian besar dan diubah menjadi NH2. Struktur kimia kitosan dapat dilihat pada gambar 2.2.

(3)

Adanya gugus amina menjadikan kitosan bermuatan parsial positif. Hal ini menyebabkan kitosan dapat larut dalam larutan asam sampai netral. Selain itu, muatan positif tersebut menyebabkan kitosan dapat menarik molekul-molekul yang bermuatan parsial negatif seperti minyak, lemak, dan protein (Kusumawati, 2006).

Polimer kitosan akan selalu berupa komposisi gugus amina dan asetilamin, yang berarti bahwa pada setiap rantai kitosan akan selalu terdapat kedua gugus tersebut secara bersamaan. Faktor yang membedakan antara kitin dan kitosan adalah derajat deasetilasi (DD). Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin. Kualitas dan nilai ekonomi kitosan ditentukan oleh besarnya derajat deasetilasi, semakin tinggi derajat deasetilasi semakin tinggi kualitas dan harga jualnya.

Multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya. Sifat alami tersebut dapat dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas dari kitosan antara lain merupakan polimer poliamin berbentuk linier, mempunyai gugus amino aktif dan mempunyai kemampuan mengkhelat logam. Sifat biologi kitosan diantaranya adalah dapat berikatan dengan mikroba secara agresif, bersifat fungistatik, antikolesterol dan bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai efek samping, tidak beracun dan mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable) (Rismana, 2001).

(4)

Kitosan banyak digunakan oleh berbagai industri antara lain industri farmasi, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah dan kosmetik. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk pengolahan limbah cair terutama sebagai bahan bersifat resin penukar ion untuk minimalisasi logam–logam berat dan untuk mengkoagulasi minyak atau lemak (Rismana, 2001).

Sifat-sifat kitosan dihubungkan dengan adanya gugus-gugus amino dan hidroksil yang terikat. Adanya gugus-gugus tersebut menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyumbang sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai amino pengganti. Adanya gugus amino pada kitosan menyebabkan ia mempunyai kemampuan sebagai ligan pengompleks ion-ion logam transisi seperti Cu, Mo, V, logam-logam alkali dan alkali tanah. Selain itu juga kitosan dapat digunakan sebagai pengompleks ion-ion logam pencemar air buangan seperti Hg, Pb, dan Cd (Panjaitan, 2000).

2.2 Polietilen Glikol (PEG)

Polietilen glikol (PEG) merupakan jenis polieter komersil yang paling penting. Polietilen glikol mempunyai beberapa sifat kimia yang membuatnya istimewa dalam berbagai bidang seperti biologi, kimia dan farmasi. Sifat-sifat tersebut diantaranya, tidak beracun (non-toksik), hidrofilik dan memiliki fleksibilitas yang tinggi. PEG dibuat melalui polimerisasi etilen glikol (gambar 2.3).

(5)

Gambar 2.3 Reaksi polimerisasi etilen glikol Karakteristik polietilen glikol (PEG) disajikan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Karakteristik PEG Polyethylene glycol Rumus Molekul C2nH4n+2On+1 Massa Molekul Relatif Bergantung nilai n Titik Nyala 182 - 287 °C

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Polyethylene glycol

PEG sering digunakan dalam bidang farmasi karena sifat biokompatibilitas dan non-toksik serta kelarutannya yang baik dalam air maupun pelarut umum lainnya. PEG juga sering digunakan sebagai plasticizer yang baik dalam industri polimer (Zhang et al., 2001).

(6)

Beberapa studi terdahulu menunjukkan bahwa membran kitosan murni merupakan membran tidak berpori (non-porous) yang terlihat dari hasil pengukuran dengan scanning electron microscope (SEM). Dari hasil tersebut terlihat tekstur permukaan membran yang polos tanpa pori (Nasir et al., 2005 dan Yoon et al., 2006). Oleh karena itu, perlu ditambahkan suatu aditif sebagai bahan pencampur (blend) membran agar dihasilkan membran berpori. Salah satu bahan yang dapat dipilih adalah polietilen glikol (PEG). Polietilen glikol merupakan salah satu bahan pembentuk pori (Xiaoli et al., 2005).

2.3 Membran Kitosan-PEG 2.3.1 Definisi Membran

Teknologi membran merupakan teknologi yang sedang berkembang dalam beberapa dekade terakhir ini karena sering digunakan dalam berbagai proses pemisahan. Dewasa ini, teknologi membran bisa ditemukan hampir di semua bidang industri seperti industri makanan dan minuman, metalurgi, pulp dan kertas, tekstil, farmasi, industri susu (dairy), bioteknologi dan kimia. Selain itu juga, dalam proses pengolahan air untuk penyediaan air bagi kebutuhan domestik dan industri, proses penggunaan membran menjadi suatu hal yang cukup penting.

Meskipun cukup sulit untuk memberikan definisi eksak dari membran, definisinya secara umum dapat dinyatakan sebagai suatu lapisan penghalang selektif yang memisahkan dua fasa, yaitu fasa campuran yang akan dipisahkan (larutan umpan) dan fasa hasil pemisahan (permeat).

(7)

Membran merupakan suatu fasa yang berlaku sebagai rintangan yang selektif terhadap aliran molekul atau ion yang terdapat dalam cairan atau uap yang berhubungan dengan kedua sisinya. Proses membran adalah pemisahan pada tingkat molekular atau partikel yang sangat halus. Molekul atau partikel yang dipindahkan melalui membran dari satu fasa ke fasa lain disebabkan oleh adanya gradien temperatur (∆T), gradien konsentrasi (∆C), gradien tekanan (∆P) dan gradien energi (∆E) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4.

Sumber : Mulder, 1996

Gambar 2.4 Proses pemisahan melalui membran

Adapun tujuan proses pemisahan dengan membran berdasarkan fungsinya adalah: 1. Konsentrasi: dimana komponen yang diinginkan berada pada konsentrasi yang

rendah dan pelarutnya akan dikeluarkan.

2. Purifikasi: dimana terdapat bahan pengotor yang tidak diinginkan dan harus dikeluarkan.

3. Fraksionasi: dimana suatu campuran harus dipisahkan menjadi dua atau lebih komponen yang sama-sama diinginkan.

(8)

2.3.2 Klasifikasi Membran

Membran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan diantaranya berdasarkan asalnya, fasanya dan fungsi pemisahan partikel.

Berdasarkan asalnya, membran diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu biomembran dan membran sintetik. Biomembran merupakan membran yang terdapat di dalam sel makhluk hidup, bersifat semipermeabel dan berfungsi sebagai pelindung sel dari lingkungannya. Membran sintetik merupakan membran buatan, dapat berasal dari bahan organik maupun bahan anorganik. Adapun yang merupakan golongan penting dari material membran organik yaitu polimer atau makromolekul (Mulder, 1996).

Berdasarkan fasanya, membran diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu membran padat dan membran cair. Untuk membran padat, berdasarkan prinsip pemisahannya, membran ini dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu membran berpori (porous membrane) dan membran tidak berpori (non porous membrane). Membran berpori merupakan membran dimana prinsip pemisahannya didasarkan pada perbedaan ukuran partikel. Ukuran pori membran memegang peranan penting dalam pemisahan dengan menggunakan membran berpori, membran dengan jenis ini biasanya digunakan untuk mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi. Selektifitas yang tinggi bisa diperoleh ketika ukuran partikel zat terlarut lebih besar daripada ukuran pori membran (Mulder, 1996). Membran tidak berpori merupakan jenis membran yang mampu memisahkan molekul yang ukurannya kurang lebih sama satu dengan yang lainnya. Pemisahan terjadi berdasarkan perbedaan kelarutan dan kemampuan

(9)

berdifusi. Hal ini berarti bahwa sifat intrinsik material polimer menentukan tingkat selektifitas dan permeabilitas. Membran jenis ini biasanya digunakan dalam proses pervaporasi, pemisahan gas dan dialisis (Mulder, 1996). Membran cair merupakan jenis membran yang prinsip pemisahannya tidak hanya ditentukan oleh membran itu sendiri, tetapi juga oleh sifat molekul pembawa (carrier) yang spesifik. Dua konsep berbeda dapat terjadi, yaitu molekul pembawa (carrier) berada tetap di dalam matriks membran atau molekul pembawa (carrier) bergerak ketika dilarutkan dalam cairan. Permselektivitas terhadap komponen, utamanya sangat tergantung pada spesifikasi molekul pembawa tersebut. Komponen yang dapat dipisahkan dapat berupa gas atau cairan, ionik atau non ionik (Mulder, 1996).

Berdasarkan fungsi pemisahan partikel, membran yang menggunakan gaya dorong tekanan digolongkan menjadi tiga, yaitu membran mikrofiltrasi, membran ultrafiltrasi serta membran nanofiltrasi dan osmosis balik. Membran mikrofiltrasi dapat memisahkan partikel berukuran 0,2- 10 µm, seperti suspensi atau koloid. Pada proses mikrofiltrasi digunakan tekanan operasional yang cukup rendah yaitu antara 0,1-2,0 bar. Nilai fluks pada tekanan ini di atas 50 L/m2.jam.atm. Pemisahan berlangsung berdasarkan perbedaan ukuran partikel (Yuliani, 2005). Membran ultrafiltrasi digunakan untuk memisahkan partikel berukuran antara 0,1-0,01 µm, diantaranya makromolekul seperti bakteri atau jamur. Pada proses ultrafiltrasi digunakan tekanan sedang yaitu antara 2-10 bar. Nilai fluksnya berkisar antara 10-50 L/m2.jam.atm. Prinsip pemisahan didasarkan pada perbedaan ukuran partikel (Yuliani, 2005). Membran nanofiltrasi dan osmosis balik digunakan untuk

(10)

memisahkan partikel berukuran di bawah 0,01 µm, misalnya pada pemisahan larutan garam, glukosa dan laktosa. Pada proses nanofiltrasi maupun osmosis balik digunakan tekanan operasional yang cukup tinggi, yaitu antara 10-60 bar. Nilai fluksnya hanya sekitar 0,05-10 L/m2.jam.atm. Membran osmosis balik dapat digunakan untuk memisahkan partikel-partikel dengan berat molekul rendah yang memiliki ukuran relatif mirip. Hal ini dimungkinkan karena prinsip pemisahannya didasarkan pada perbedaan kelarutan dan difusitas partikel (Yuliani, 2005).

2.3.3 Pembuatan Membran

Beberapa teknik penting dalam pembuatan membran yaitu sintering,

streching, track-etching dan inversi fasa (Mulder, 1996).

Sintering merupakan teknik yang cukup sederhana untuk mendapatkan

membran berpori dari material organik maupun anorganik. Metode ini melibatkan kompresi bubuk yang terdiri dari partikel berukuran tertentu dan sintering pada suhu tertentu. Suhu yang diperlukan pada proses ini sangat bergantung pada material yang digunakan. Selama proses sintering, antar muka (interface) di antara partikel yang bersentuhan akan menghilang. Hanya membran mikrofiltrasi yang dapat disiapkan melalui metode ini. Porositas dari membran polimer berpori yang dihasilkan umumnya rendah, berkisar antara 10-20% (Mulder, 1996).

Pada teknik streching, film atau foil yang terbuat dari material polimer semikristalin ditarik pada arah tegak lurus dari arah ekstruksi sehingga bagian kristalin berlokasi paralel terhadap arah ekstruksi. Ukuran pori yang dihasilkan antara

(11)

0,1-3 µm. Hanya material polimer semikristalin yang bisa digunakan untuk teknik ini. Porositas membran hasil streching lebih tinggi dibandingkan teknik sintering, hingga mencapai 90% (Mulder, 1996).

Pada teknik track-etching, sebuah film atau foil ditembak oleh radiasi partikel berenergi tinggi dengan arah tegak lurus terhadap film sehingga meninggalkan jejak pada matriks polimer. Film kemudian dicelupkan ke dalam bak berisi asam atau basa dan digores sepanjang jejak yang dihasilkan untuk membentuk pori silindris yang seragam dengan distribusi ukuran pori sempit. Ukuran pori berkisar antara 0,02-10 µm dengan porositas permukaan rendah (maksimum sekitar 10%). Pemilihan material yang digunakan bergantung pada ketebalan film dan energi partikel yang diperlukan. Porositas membran ditentukan oleh waktu radiasi sedangkan diameter pori ditentukan oleh waktu etching (Mulder, 1996).

Inversi fasa merupakan proses dimana polimer mengalami tranformasi terkontrol dari fasa cairan ke fasa padatan. Fasa larutan awal (mengandung polimer dengan konsentrasi tinggi) akan memadat menghasilkan matriks padatan. Ada beberapa teknik inversi fasa yang dapat dilakukan, diantaranya adalah penguapan pelarut, presipitasi melalui penguapan terkontrol, presipitasi termal, presipitasi dari fasa uap dan presipitasi imersi (Mulder, 1996).

Dalam pembuatan membran kitosan ini, teknik yang digunakan adalah teknik inversi fasa dengan metode penguapan pelarut. Penguapan pelarut merupakan metode paling sederhana dalam teknik inversi fasa. Dalam metode ini polimer dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Larutan polimer ini disebut larutan dope yang kemudian

(12)

dicetak pada media yang cocok seperti di atas plat kaca atau media lainnya dan dibiarkan pelarutnya menguap di udara terbuka (Mulder, 1996).

2.3.4 Karakterisasi Membran

Karakteristik membran diperlukan untuk mengetahui kinerja membran. Beberapa parameter yang penting untuk dikarakterisasi adalah morfologi membran, spektra IR membran, permeabilitas membran dan permselektivitas membran. Permeabilitas dan permselektivitas membran merupakan dua parameter penting yang menunjukkan kinerja membran.

2.3.4.1 Morfologi Membran

Teknik karakterisasi yang digunakan untuk mengetahui morfologi membran adalah dengan menggunakan alat Scanning Electron Microscopy (SEM). Pada karakterisasi morfologi ini dapat ditentukan keseragaman ukuran pori dan distribusi pori melalui struktur permukaan dan penampang melintang membran.

Pada teknik SEM, berkas elektron dengan energi kinetik sebesar 1-25 kV ditembakkan pada material. Elektron ini disebut elektron primer yang berenergi tinggi, sedangkan berkas elektron yang dipantulkan disebut sebagai elektron sekunder dengan energi yang rendah. Elektron sekunder merupakan elektron yang dilepaskan oleh atom-atom yang ada di permukaan material. Elektron inilah yang kemudian menghasilkan gambar yang terlihat pada layar. Apabila suatu polimer ditembak oleh berkas elektron maka polimer tersebut dapat terbakar atau rusak, bergantung pada

(13)

jenis polimer dan kecepatan tegangan yang diberikan. Untuk menghindari terjadinya hal ini polimer tersebut dilapisi dengan lapisan tipis emas (Mulder, 1996). Skema alat SEM ditunjukkan oleh gambar 2.5.

Gambar 2.5 Skema Alat SEM

2.3.4.2 Spektra FTIR Membran

Teknik yang digunakan untuk menentukan kandungan gugus fungsi yang terdapat pada membran kitosan-PEG yaitu dengan analisa spektra FTIR menggunakan spektrofotometri inframerah. Spekrofotometri inframerah merupakan suatu metode analisis instrumentasi yang berguna untuk identifikasi material dan identifikasi keberadaan gugus-gugus fungsi yang ada pada suatu senyawa. Senyawa yang berikatan kovalen mempunyai kemampuan menyerap radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah. Spektrum serapan inframerah suatu material mempunyai pola yang khas.

(14)

Absorpsi radiasi inframerah pada material tertentu berkaitan dengan fenomena bergetarnya molekul atau atom.

Atom-atom dalam molekul selalu mengalami vibrasi (getaran atom dalam molekul). Getaran atom dalam molekul tersebut dapat digambarkan dalam tingkat energi vibrasi. Jika suatu molekul menyerap radiasi inframerah, maka molekul tersebut akan tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi. Frekuensi yang diserap haruslah sama dengan frekuensi getaran. Molekul atau atom bergetar dengan frekuensi yang bersesuaian dengan frekuensi radiasi inframerah. Daerah yang sering dianalisa dengan spektroskopi inframerah adalah dalam kisaran 4000-600 cm-1 (~2,5-25µ m). Hasil analisa dicatat dalam modus pemancar (%T) atau serapan(Abs). Skema alat FTIR dapat dilihat pada gambar 2.6.

(15)

2.3.4.3 Permeabilitas Membran

Permeabilitas menunjukkan kemampuan membran untuk melewatkan spesi tertentu yang diindikasikan melalui ukuran kecepatan umpan melewati membran. Permeabilitas membran dinyatakan oleh besaran fluks (J). Fluks adalah perbandingan jumlah volume permeat yang tertampung per satuan waktu dan luas permukaan membran pada tekanan operasional tertentu yang diberikan selama proses dan dirumuskan sebagai berikut:

(2.1)

dimana : J = fluks (L/m2.jam.) V = volume permeat (L)

A = luas permukaan membran (m2) t = waktu (jam)

2.3.4.4 Permselektivitas Membran

Permselektivitas menyatakan kemampuan membran untuk menahan ataupun melewatkan spesi tertentu dari spesi yang lain. Permselektivitas membran dinyatakan melalui besaran persen rejeksi (%R). Persen rejeksi menunjukkan perbandingan konsentrasi spesi tertentu dalam permeat dan konsentrat, seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.2 :

(16)

dimana : % R = persen rejeksi

Cp = konsentrasi spesi dalam permeat Cf = konsentrasi spesi dalam konsentrat

Konsentrasi spesi dalam permeat dan konsentrat ditentukan dengan menggunakan alat UV-VIS Mini. Dari hasil pengukuran larutan konsentrat dan permeat dengan menggunakan UV-VIS Mini diperoleh nilai absorbansi. Nilai absorbansi ini dianggap sebanding dengan nilai konsentrasi sesuai dengan hukum Lambert-Beer :

A= ε b C

Gambar alat untuk uji permeabilitas dan permselektivitas membran dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar

Gambar berikut merupakan struktur kimia dari kitin.
Gambar 2.3 Reaksi polimerisasi etilen glikol   Karakteristik polietilen glikol (PEG) disajikan pada Tabel 2.1
Gambar 2.4 Proses pemisahan melalui membran
Gambar 2.5 Skema Alat SEM
+3

Referensi

Dokumen terkait

Medium Padat yang dapat dicairkan, yaitu medium yang dalam keadaan panas berbentuk cair tapi dalam keadaan dingin berbentuk padat, seperti medium Nutrient

Ketercapaian kinerja indikator sasaran dinas pada tahun 2020 ini didukung oleh 3 program, yaitu Program Pembinaan Ketahanan Pangan dengan kegiatan Pembinaan Konsumsi,

Sehingga dapat disimpulkan secara keseluruhan implementasi sistem penjaminan mutu internal bagian standar pendidikan akademik di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Muhammadiyah Mamuju

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi

Perlu diketahui apakah perusahaan tersebut harga rata-rata saham di setiap periodenya selalu mengalami peningkatan atau penurunan untuk mengetahui harga saham yang akan

Pada gambar 4.11 ini adalah tampilan untuk menampilkan naskah yang hanya dapat digunakan oleh administrator saja, administrator dapat melihat penulis pertama dari naskah yang

Untuk mengetahui peran yang dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam mengatasi kenakalan siswa broken home di SMP Bina Taruna Surabaya..

Namun risikonya adalah selama pasar kedelai internasional dikuasai oleh negara maju yang jumlahnya tidak banyak, maka posisi Indonesia sebagai negara importir besar akan semakin