i
HALAMAN JUDUL
TUGAS AKHIR - TF 141581
OPTIMASI TEKNO-EKONOMI HEAT
EXCHANGER MENGGUNAKAN BEBERAPA TEKNOLOGI OVERALL HEAT TRANSFER COEFFICIENT
SAFIRA NOOR MEIDIANA PUTRI NRP. 2413100126
Dosen Pembimbing Totok Ruki Biyanto, Ph.D Fitri Adi Iskandarianto, M.T
DEPARTEMEN TEKNIK FISIKA Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
ii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
iii
FINAL PROJECT - TF141581
HEAT EXCHANGER TECHNO-ECONOMIC OPTIMIZATION USING SEVERAL OVERALL HEAT TRANSFER COEFFICIENT
TECHNOLOGY
SAFIRA NOOR MEIDIANA PUTRI NRP. 2413100 126
Supervisor
Totok Ruki Biyanto, Ph.D Fitri Adi Iskandarianto, M.T
DEPARTMENT OF ENGINEERING PHYSICS Faculty of Industrial Technology Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017
iv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Safira Noor Meidiana Putri
NRP : 2413100126
Jurusan/Prodi : Teknik Fisika/S1 Teknik Fisika Fakultas : Fakultas Teknologi Industri
Perguruan Tinggi : Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir saya yang berjudul “Optimasi Tekno-Ekonomi Heat Exchanger Menggunakan Beberapa Teknologi Overall Heat Transfer
Coefficient” adalah benar karya saya sendiri dan bukanplagiat dari karya orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat pada Tugas Akhir ini maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh tanggung jawab
Surabaya, 20 Januari 2017
. Yang Membuat Pernyataan
Safira Noor Meidiana Putri
2413100126
vi
“
Halaman ini sengaja dikosongkan”viii
“
Halaman ini sengaja dikosongkan”ix
LEMBAR PENGESAHAN
OPTIMASI TEKNO-EKONOMI HEAT EXCHANGER MENGGUNAKAN BEBERAPA TEKNOLOGI OVERALL HEAT TRANSFER COEFFICIENT
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
pada
Bidang Studi Rekayasa Instrumentasi Program Studi S-1 Departemen Teknik Fisika
Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh :
SAFIRA NOOR M.P NRP. 2413 100 126
Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir : 1. Totok Ruki Biyanto, S.T., MT., PhD. ...(Pe mbimb ing I) 2. Fitri Adi Iskandarianto, S.T., M.T. ...(Pe mbimb ing II) 3. Ir. Purwadi Agus Darwito, M.Sc. ... (Ketua Penguji) 4. Arief Abdurrakhman, S.T., M.T. ... (Penguji 1) 5. Dr. Ing. Doty Dewi Risanti, S.T., M.T. ... (Penguji 2)
SURABAYA Januari, 2017
x
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xi
OPTIMASI TEKNO-EKONOMI HEAT EXCHANGER MENGGUNAKAN BEBERAPA TEKNOLOGI OVERALL HEAT TRANSFER COEFFICIENT Nama Mahasiswa : Safira Noor Meidiana Putri
NRP : 2413 100 126
Departemen : Teknik Fisika FTI-ITS Dosen Pembimbing I : Totok Ruki Biyanto, Ph.D Dosen Pembimbing II : Fitri Adi Iskandarianto, MT Abstrak
Heat exchanger memiliki peran penting untuk sebuah plant maka dari itu kinerja sebuah heat exchanger di optimalkan secara maksimal untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Salah satu penelitian terbaru adalah dengan menambahkan teknologi modern pada sisi shell dan tube. Teknologi modern pada sisi shell dan tube akan memberi keuntungan meningkatkan besaran overall heat transfer coefficient (U). Overall heat transfer coefficient (U) akan mempengaruhi besaran heat transfer area (A), maka dari itu biaya pembuatan dari heat exchanger (HE) juga akan terpengaruh. Namun apabila besaran heat transfer area (A) dibuat sama dengan desain maka besaran heat transfer (Q) akan meningkat sesuai dengan peningkatan overall heat transfer coefficient (U). Besaran heat transfer (Q) yang berubah mempengaruhi cost of energy saving (Se) pada heat exchanger berbeda dengan besaran heat transfer area (A) yang mempengaruhi biaya produksi dari heat exchanger (HE). Untuk itu dilakukan optimasi menggunakan metode generalized reduced gradient (grg) non linear dengan cara menambahkan teknologi pada shell dan tube yang ada seperti internal fins, twisted tape inserts, coil wire insert, dan helical baffles yang akan meningkatkan besaran overall heat transfer coefficient dengan mempertimbangkan harga masing-masing teknologinya. Penelitian pada sebelas heat exchanger ini memp erlihatkan bahwa semakin besar heat transfer desain (Q) dengan teknologi konvensional maka semakin besar heat transfer difference (∆Q) antara heat exchanger teknologi konvensional dan heat exchanger teknologi modern. Teknologi yang ada pada sisi shell dan tube mempengaruhi saving dari sebuah heat exchanger dengan twisted tape insert memberikan saving dengan rentang USD 3256222,64 samp ai USD 42091842,21, internal fins USD 4522531,45 sampai USD 58460891,96, helical baffles USD 8449632,33 sampai USD 87691337,94, dan coil wire insert memberikan saving dengan rentang USD 27135188,68 sampai USD 350765351,78. Walaupun harga per unit area yang lebih mahal oleh teknologi modern, tetap memberikan biaya pembuatan heat exchanger yang lebih murah akibat heat transfer area (A) yang semakin hemat, dengan persentase penurunan heat transfer area oleh teknologi twisted tape insert sebesar
xii
26,47% mampu menghemat biaya sebesar 8,09%, teknologi internal fins sebesar 33,33% mampu menghemat biaya sebesar 30,51%, penurunan heat transfer area oleh teknologi helical baffles sebesar 42,86% mampu menghemat biaya sebesar 30,51% dan coil wire insert menurunkan heat transfer area sebesar 75% dan menghemat biaya sebesar 50%. Coil wire insert adalah teknologi terbaik dalam memberikan selisih biaya heat exchanger terbesar (𝐽𝑚𝑎𝑥) dibandingkan teknologi modern yang lain dengan menghemat sebesar 50%.
Kata Kunci: Generalized reduced gradient, Internal fins, Twisted tape Inserts, Helical Baffles dan Coil Wire Inserts
xiii
HEAT EXCHANGER TECHNO-ECONOMIC OPTIMIZATION USING SEVERALL OVERALL HEAT
TRANSFER COEFFICIENT TECHNOLOGY Name : Safira Noor Meidiana Putri
NRP : 2413 100 126
Department : Department of Engineering Physics Supervisor I : Totok Ruki Biyanto, Ph.D
Supervisor II : Fitri Adi Iskandarianto, MT Abstract
Heat exchanger has an important role in a plant so that heat exchanger performance is optimized to get the best result. One of the newest experiment is by adding modern technology on shell and tube side. Modern technology on shell and tube side will give an opportunity by increasing the overall heat transfer coefficient (U). Overall heat transfer coefficient will affect the heat transfer area (A) so that it will cost the heat exchanger price less. But if the heat transfer area remain the same like design heat exchanger so the heat transfer (Q) will increase like in the overall heat transfer coefficient (U). Heat transfer (Q) will affect the saving (Se) in heat exchanger different with heat transfer area (A) which affect the production cost of heat exchanger. So optimization is done by using generalized reduced gradient non linear method by adding internal fins, twisted tape inserts, coil wire insert, and helical baffles which will optimize the overall heat transfer coefficient (U) with considering the production price. This eleven heat exchanger show that the bigger the design heat transfer (Q) is, the bigger the heat transfer difference (∆Q) betwenn conventional technology heat exchanger and modern technology heat exchanger. The technology which attach on the shell and tube side affect the saving of a heat exchanger with twisted tape insert give saving from USD 3256222,64 until USD 42091842,21, internal fins USD 4522531,45 until USD 58460891,96, helical baffles USD 8449632,33 until USD 87691337,94 and coil wire insert gives saving from USD 27135188,68 until USD 35076351,78.
Eventough the unit per area price is more expensive by modern technology still give a heat exchanger production cost cheaper because the heat transfer area(A) decreasing with percentage 26,47% by twisted tape insert and could save cost 8,09% , internal fins 33,33% could save cost 30,51%, helical baffle could decreasing heat transfer area 42,86% and save cost 30,51% and coil wire insert decreasing by 75% and save cost by 50%. Coil wire insert is the best technology compare to other modern technology by saving cost 50% .
Keyword: Generalized reduced gradient, Internal fins, Twisted tape Inserts, Helical Baffles dan Coil Wire Inserts
xiv
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T, karena rahmat dan hikmat-Nya sehingga penulis diberikan kesehatan, kemudahan, dan kelancaran dalam menyusun laporan tugas akhir ini. Tidak lupa juga penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada keluarga dan para sahabat. Oleh karena dukungan mereka, penulis mampu menyusun laporan tugas akhir yang berjudul:
“OPTIMASI TEKNO-EKONOMI HEAT EXCHANGER MENGGUNAKAN BEBERAPA TEKNOLOGI OVERALL HEAT TRANSFER COEFFICIENT” Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan akademik yang harus dipenuhi dalam Program Studi S-1 Teknik Fisika FTI- ITS. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Totok Ruki Biyanto, Ph.D dan bapak Fitri Adi Iskandarianto, MT selaku dosen pembimbing tugas akhir ini, yang selalu memberikan semangat dan ide-ide baru.
2. Agus Muhamad Hatta, ST, MSi, Ph.D. selaku ketua departemen Teknik Fisika ITS.
3. Segenap Bapak/Ibu dosen pengajar di departemen Teknik Fisika - ITS.
4. Papa dan mama yang selalu memberikan penulis motivasi, kebahagiaan dan tidak henti-hentinya memberi doa.
5. Teman dekat penulis Fadilah dan Lidya yang membagi kebahagiaan kepada penulis.
6. Teman-teman perkumpulan Devita, Sari, Brina dan Onya yang memberikan penulis motivasi, kebahagiaan, dan informasi kepada penulis.
7. Teman-teman F48 yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.
8. Riza Rifaldy yang membelikan penulis makanan, membantu penulis dan memberikan motivasi.
9. Teman-teman organisasi di luar kampus yang membuat penulis semangat untuk terus menyelesaikan tugas akhir ini
xvi
Penulis menyadari bahwa mungkin masih ada kekurangan dalam laporan ini, sehingga kritik dan saran penulis terima.
Semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membacanya.
Surabaya,20 Januari 2017 Penulis
xvii
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL ...i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...v
LEMBAR PENGESAHAN ...vii
Abstrak...xi
Abstract... ...xiii
KATA PENGANTAR ...xv
DAFTAR ISI...xvii
DAFTAR GAMBAR ...xix
DAFTAR TABEL ...xxi
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan ... 3
1.4. Lingkup Kerja ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5
2.1. Heat Exchanger ... 5
2.2. Teknologi Modern Overall Heat Transfer Coefficient ... 6
2.3. Persamaan Steady State Heat Exchanger... 10
2.4. Optimasi ... 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...21
3.1. Pengambilan Data pada Heat Exchanger... 22
3.2. Penentuan Objective Function dan Constraint ... 22
3.3. Pemodelan Heat Exchanger ... 23
3.4. Perhitungan Selisih Biaya Produksi Heat Exchanger dan Saving ... 24
3.5. Optimasi dengan GRG ... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...31
4.1. Perhitungan Laju Panas Heat Exchanger... 31
4.2. Optimasi Heat Exchanger ... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...63
5.1. Kesimpulan... 63
5.2. Saran ... 64
DAFTAR PUSTAKA ...65
xviii
LAMPIRAN A Daftar Simbol... 67 LAMPIRAN B Grafik Hasil Optimasi Kedua ... 69 LAMPIRAN C Grafik Hasil Optimasi Pertama... 81
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Shell and Tube heat Exchanger (Thulukkanam,
2000) ... 5
Gambar 2.2 Heat exchanger teknologi konvensional (Lei, He, & Li, 2008) ... 6
Gambar 2.3 Internal Fins (Macdonald, 1979)... 7
Gambar 2.4 Twisted Tape Inserts (Webb, 1984) ... 8
Gambar 2.5 Coil Wire Inserts (Ray & Jhinge, 2014) ... 8
Gambar 2.6 Helical Baffles (Jayachandriahe, 2015) ... 9
Gambar 2.7 Diagram alir grg non linear... 9
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian ... 21
Gambar 3.2 Diagram alir perhitungan saving heat exchanger ... 24
Gambar 3.3 Diagram alir perhitungan selisih biaya heat exchanger... 26
Gambar 4. 1 Grafik perbandingan antara besaran heat transfer difference dan overall heat transfer coefficient dari HE E-1101 ... 46
Gambar 4. 2 Grafik perbandingan antara besaran heat transfer difference dan saving dari HE E-1101 ... 47
Gambar 4. 3 Grafik perbandingan antara besaran overall heat transfer area dan overall heat transfer coefficient dari HE E-1101 ... 59
Gambar 4. 4 Grafik perbandingan antara besaran heat transfer area dan biaya heat exchanger dari HE E-1101 ... 60
xx
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
xxi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Proses Input dan Properties pada HE ... 31 Tabel 4.2 Laju Panas dari Heat Exchanger dengan Teknologi Konvensional... 32 Tabel 4.3 Ketersediaan Teknologi dari Heat Exchanger
... 33 Tabel 4.4 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Twisted Tape Inserts Terhadap Nilai U ... 34 Tabel 4.5 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Internal Fins Terhadap Nilai U ... 35 Tabel 4.6 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Coil Wire Inserts Terhadap Nilai U ... 36 Tabel 4.7 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Helical baffles Terhadap Nilai U... 37 Tabel 4.8 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Twisted Tape Inserts Terhadap Nilai Q ... 38 Tabel 4.9 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Internal Fins Terhadap Nilai Q ... 39 Tabel 4.10 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Helical baffles Terhadap Nilai Q... 41 Tabel 4.11 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Coil Wire Inserts Terhadap Nilai Q ... 42 Tabel 4.12 Hasil Penghematan Energi HE Menggunakan Twisted Tape Inserts ... 44 Tabel 4.13 Hasil Penghematan Energi HE Menggunakan Internal Fins... 45 Tabel 4.14 Hasil Penghematan Energi HE Menggunakan Coil Wire Inserts...
Tabel 4.15 Hasil Penghematan Energi HE Menggunakan Helical Baffles ... 45 Tabel 4.16 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Twisted Tape Inserts Terhadap Nilai A ... 49
xxii
Tabel 4.17 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Internal Fins Terhadap Nilai A ... 50 Tabel 4.18 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Coil Wire Inserts Terhadap Nilai A ... 51 Tabel 4.19 Pengaruh Ketersediaan Teknologi Helical baffles Terhadap Nilai A ... 52 Tabel 4.20 Harga Awal Heat Exchanger ... 53 Tabel 4.21 Perbandingan Harga Desain HE dengan Harga HE Setelah Optimasi dengan teknologi Twisted Tape Inserts ... 55 Tabel 4.22 Perbandingan Harga Desain HE dengan Harga HE Setelah Optimasi dengan teknologi Internal Fins ... 55 Tabel 4.23 Perbandingan Harga Desain HE dengan Harga HE Setelah Optimasi dengan teknologi Coil Wire Inserts... 56 Tabel 4.24 Perbandingan Harga Desain HE dengan Harga HE Setelah Optimasi dengan teknologi Helical Baffles ... 57 bel 1.1 Jad
wal Kerja PraktekNo table of contents entries found... 2 Tabel 2.1 Karakteristik HRSG ... 25 Tabel 3.1 Ziegler Nichols-Kurva S
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar BelakangDi era yang semakin modern, kebutuhan manusia akan hasil olahan energi semakin meningkat. Maka dari itu didirikan banyak perusahaan agar memenuhi kebutuhan tersebut, namun seiring dengan banyaknya perusahaan yang didirikan akan memberikan dampak pada industri yaitu persaingan ketat di dalamnya. Maka setiap perusahaan akan berlomba-lomba memberikan hasil yang terbaik agar dapat bertahan di dalam industri. Salah satu usaha yang dilakukan perusahaan adalah melakukan optimasi. Lalu setiap proses di industri pastinya membutuhkan heat exchanger.
Heat Exchanger adalah alat penukar panas yang dapat digunakan untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida lain. Proses perpindahan panas ini biasanya terjadi dari fase cair ke fase cair atau dari fase uap ke fase cair. Heat exchanger memiliki peran penting untuk sebuah plant maka dari itu kinerja sebuah heat exchanger di optimalkan secara maksimal untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Pada masa kini sudah banyak penelitian untuk meningkatkan performansi dari heat exchanger (HE). Salah satu penelitian terbaru adalah dengan menambahkan teknologi modern pada sisi shell dan tube (Biyanto dkk., 2015). Pada penelitian tersebut teknologi modern yang dipasang pada sisi shell dan tube memberi keuntungan meningkatkan besaran overall heat transfer coefficient (U) namun belum memperhatikan dari segi biaya.
Teknologi-teknologi modern pada penelitian tersebut diantaranya adalah internal fins (Macdonald, 1979), twisted tape inserts (Mokkapati dan Lin, 2014), helical baffles (Lei dkk., 2008), dan coil wire inserts (Garcia dkk., 2007).
Besaran overall heat transfer coefficient (U) yang meningkat dengan teknologi-teknologi yang akan ditambahkan akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan, maka dari itu
optimasi kali ini juga mempertimbangkan biayanya maka dari itu dilakukan optimasi tekno-ekonomi.
Optimasi tekno-ekonomi termasuk krusial terhadap desain dari suatu proses, fungsinya adalah untuk mengevaluasi pilihan desain dan keuntungan proyek secara keseluruhan agar plant dapat teroptimasi secara ekonomi maupun teknologi.
Optimasi tekno-ekonomi sendiri sangat diperhatikan bagi perusahaan besar dalam industri yang bergerak di bidang energi.
Overall heat transfer coefficient (U) disini akan mempengaruhi besaran heat transfer area (A) maka dari itu biaya pembuatan dari heat exchanger juga akan terpengaruh. Dengan meningkatkan besaran overall heat transfer coefficient (U) maka akan mampu memberikan penurunan pada heat transfer area (A) pada kondisi yang sama akan memberi penurunan pada biaya heat exchanger (J). Maka dari itu dilakukan optimasi dengan menambahkan teknologi modern pada sisi shell dan tube dengan metode generalized reduced gradien (grg) non linear karena fungsi objektif dan salah satu persamaannya adalah non linear.
Hal ini disebabkan oleh besaran log mean temperature difference (LMTD).
Besaran overall heat transfer coefficient (U) yang meningkat juga mampu meningkatkan besaran heat transfer (Q) dari sebuah heat exchanger (HE).Besaran heat transfer (Q) yang berubah mempengaruhi saving (Se) pada heat exchanger berbeda dengan besaran heat transfer area (A) yang mempengaruhi biaya produksi dari heat exchanger. Maka dari itu pada laporan akhir kali ini dilakukan optimasi dengan dua skenario yaitu yang pertama dengan mempertimbangkan heat transfer area (A) dan yang kedua mempertimbangkan besaran heat transfer (Q).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang diambil dalam tugas akhir ini yaitu:
Bagaimana hasil optimasi dari heat exchanger dengan mempertimbangkan besaran heat transfer area, heat transfer dan teknologi yang ada ?
Bagaimana hasil saving antara heat exchanger teknologi modern dan heat exchanger teknologi konvensional?
Bagaimana hasil selisih biaya heat exchanger teknologi konvensional dan heat exchanger teknologi modern?
1.3. Tujuan
Tujuan dilakukan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui hasil optimasi dari heat exchanger dengan mempertimbangkan besaran heat transfer area, heat transfer dan teknologi yang ada.
Mengetahui hasil saving antara heat exchanger teknologi modern dan heat exchanger teknologi konvensional.
Mengetahui hasil selisih biaya heat exchanger teknologi konvensional dan heat exchanger teknologi modern.
1.4. Lingkup Kerja
Adapun lingkup kerja yang diangkat adalah sebagai berikut :
Teknologi yang dipakai pada optimasi kali ini adalah coil wire insert, internal fin, helical baffles, dan twisted tape inserts.
Heat exchanger yang digunakan kali ini adalah tipe shell and tube heat exchanger.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Exchanger
Heat exchanger adalah alat penukar panas yang dapat digunakan untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida lain. Proses perpindahan panas ini biasanya terjadi dari fase cair ke fase cair atau dari fase uap ke fase cair. Heat exchanger memiliki dua fungsi yaitu memanfaatkan fluida dingin dan menggunakan fluida panas yang didinginkan. Hampir tidak ada panas yang hilang di dalam perpindahan panas. Tipe heat exchanger yang banyak digunakan adalah tipe shell and tube dan tipe double pipe. Gambar 2.1 adalah contoh heat exchanger tipe shell and tube.
Gambar 2. 1 Shell and Tube heat Exchanger (Thulukkanam, 2000)
2.1.1 Shell and Tube Heat Exchanger
Heat exchanger yang paling banyak digunakan adalah heat exchanger jenis shell and tube karena shell and tube heat exchanger dapat digunakan pada kondisi tekanan tinggi dan suhu yang tinggi terutama pada proses industri, selain itu banyak digunakan karena industri membutuhkan jumlah hairpin double
pipe yang cukup banyak. Tipe ini melibatkan tube sebagai komponen utamanya. Salah satu fluida mengalir di dalam tube, sedangkan fluida lainnya mengalir di luar tube. Pipa-pipa tube didesain berada di dalam sebuah ruang berbentuk silinder yang disebut dengan shell, sedemikian rupa sehingga pipa-pipa tube tersebut berada sejajar dengan sumbu shell. Komponen- komponen utama dari heat exchanger tipe shell and tube adalah shell,nozzles, channels, channels covers dan baffles.
Gambar 2.2 Heat exchanger teknologi konvensional (Lei dkk., 2008)
Gambar 2.2 adalah gambar dari heat exchanger jenis shell and tube heat exchanger dengan teknologi konvensional dari sisi shell dan tube dari heat exchanger dengan baffle yang dipakai adalah jenis segmental baffle, jenis ini adalah jenis teknologi konvensional.
2.2 Teknologi Modern Overall Heat Transfer Coefficient Untuk meningkatkan overall heat transfer coefficient (U) pada penelitian kali ini dibutuhkan teknologi yang ditambahkan pada sisi tube dan shell heat exchanger. Berikut adalah macam-macam teknologi tersebut yaitu
a. Internal Fins
Internally finned tube atau internal fins adalah salah satu teknologi yang di dalam tube pada sebuah heat exchanger. Pada sebuah eksperimen didapatkan bahwa dengan menyusun 6 buah fin dengan tinggi 15 mm dan ketebalan 3 mm pada sebuah tube akan menaikkan overall heat transfer coefficient sebesar 52 % (Huq dkk., 1998).
Gambar 2.3 Internal Fins (Macdonald, 1979)
Gambar 2.3 adalah gambaran perspektif dari internal fins yang dimasukkan dalam sebuah tube. Hubungan antara fins dan permukaan dinding tube harus erat agar tidak ada jarak diantaranya saat aliran panas melewati. Hal tersebut adalah kriteria yang dibutuhkan agar internal fins dapat bekerja dengan baik. (Macdonald, 1979).
b. Twisted tape inserts
Teknologi ini memiliki fungsi yang sama, berfungsi meningkatkan overall heat transfer coefficient. Twisted tape insert meningkatkan overall heat transfer coefficient sampai sebesar 35,5 %. Gambar dibawah adalah bentuk dari twisted tape insert (Mokkapati dan Lin, 2014).
Gambar 2. 4 Twisted Tape Inserts (Webb, 1984)
Gambar 2.4 adalah contoh dari twisted tape inserts yang dimasukkan di dalam sebuah tube. Dengan bentuk twisted tape inserts yang mengulir maka akan membuat gaya sentrifugal terjadi pada alirannya (Webb, 1984).
c.Coil wire inserts
Salah satu teknologi yang ditambahkan untuk meningkatkan overall heat transfer coefficient pada tube adalah coil wire insert.
Coil wire insert adalah salah satu teknologi yang umum digunakan untuk meningkatkan heat transfer. Teknologi coil wire insert memungkinkan peningkatan overall heat transfer coefficient sebesar 300 %. Berikut adalah gambar coil wire inserts (Garcia dkk., 2008).
Gambar 2. 5 Coil Wire Inserts (Ray dan Jhinge, 2014)
Gambar 2.5 adalah desain dari coil wire inserts yang berada di dalam tube. Coil wire insert yang berada di dalam tube akan mempercepat flow yang terjebak pada tube bagian pinggir dengan aliran mengulir yang dihasilkan coil wire insert (Ray dan Jhinge, 2014).
d. Helical baffles.
Helical baffles merupakan salah satu teknologi yang ditambahkan pada shell untuk meningkatkan overall heat transfer coefficient. Tidak hanya meningkatkan overall heat transfer pada heat exchanger, dengan helical b affles mampu mengurangi pressure drop, mengurangi fouling pada shell side, mengurangi bypass effects dan mencegah vibrasi pada alirannya. Teknologi ini mampu memberi peningkatkan pada overall heat transfer coefficient sebesar 75 % dan mengurangi pressure drop 50 % (Lei dkk., 2008). Berikut adalah gambar dari helical baffles
Gambar 2. 6 Helical Baffles (Jayachandriahe, 2015) Gambar 2.6 adalah desain dari helical baffle. Apabila dibandingkan dengan heat exchanger dengan desain segmental baffle, segmental baffle lebih rawan terhadap fouling serta banyak aliran yang bocor yang membuat heat transfer
mengalami bypass. Keadaan inilah yang membuat overall heat transfer coefficient kecil (Vishwakarma dan Jain, 2013). Maka dari itu helical baffles akan lebih menguntungkan karena desainnya yang dapat mengurangi bypass dan meningkatkan overall heat transfer coefficient.
2.3 Persamaan Steady State Heat Exchanger
Hukum pertama pada ilmu termodinamika harus dipenuhi dahulu untuk prosedur desain heat exchanger. Dengan besaran energi pada aliran fluida panas dan energi pada aliran fluida dingin sama maka didapatkan (Thulukkanam, 2000)
Qh = Qc
(2.1)
dimana,
Qh = Panas yang dihasilkan oleh fluida panas (J) Qc = Panas yang dihasilkan oleh fluida dingin (J)
Dengan besaran panas yang dihasilkan didapatkan dari persamaan sebagai berikut,
dimana,
Q = laju perpindahan panas (J)
M = massa dari fluida yang mengalir (Kg) cp = kalor jenis dari fluida (J/Kg.K)
Ti = temperatur fluida pada inlet heat exchanger (K) To = temperatur fluida pada outlet heat exchanger (K)
Dengan menggabungkan persamaan (2.1) dan persamaan (2.2) maka didapatkan rumus kesetimbangan energi untuk semua Q = M cp (Ti-To) (2.2)
two fluid heat exchanger ialah sebagai berikut (Thulukkanam, 2000)
Q = Mh cp,h (Th,i-Th,o) = Mc cp,c (Tc,o-Tc,i) (2.3) dimana,
Mh = massa dari fluida panas yang mengalir (produk)(Kg) cp,h= kalor jenis dari fluida panas (J/Kg.K)
Th,i = temperatur fluida panas pada inlet heat exchanger(K) Th,o= temperatur fluida panas pada outlet HE (K)
Mc = massa dari fluida dingin yang mengalir (crude) (Kg) cp,c = kalor jenis dari fluida dingin (J/Kg.K)
Tc,i = temperatur fluida dingin pada inlet HE (K) Tc,o= temperatur fluida dingin pada outlet HE (K)
Sebelum melakukan optimasi tentunya harus mencari besaran laju perpindahan panas (Q) dari heat exchanger.
Persamaan laju perpindahan panas pada heat exchanger yang berlangsung antara sisi tube dan shell (Thulukkanam, 2000), yaitu
Q = U A Tm (2.4)
dimana,
U = overall heat transfer coefficient (J/s.m2.K) A = overall heat transfer area (m2)
` Tm= log mean temperature difference (K) 2.3.1 Log Mean Temperature Difference (LMTD)
LMTD adalah temperatur rata-rata perbedaan antara aliran panas dan aliran dingin (Thulukkanam, 2000). Persamaan dari LMTD adalah
𝑇𝑚= 𝐿𝑀𝑇𝐷 =𝑡1− 𝑡2 ln(𝑡1
𝑡2)
(2.5)
𝑡1= 𝑇ℎ𝑜𝑡𝑖𝑛− 𝑇𝑐𝑜𝑙𝑑𝑖𝑛 (2.6) 𝑡2= 𝑇ℎ𝑜𝑡𝑜𝑢𝑡− 𝑇𝑐𝑜𝑙𝑑𝑜𝑢𝑡 (2.7) Dengan t1 adalah selisih dari temperatur panas yang masuk dan temperatur dingin yang keluar. Sedangkan t2 adalah selisih temperatur panas yang keluar dan temperature dingin yang keluar.
2.3.1 Overall Heat Transfer Coefficient
Salah satu hal penting di dalam perhitungan heat exchanger adalah besaran overall heat transfer coefficien t (U).
Overall heat transfer coefficient (U) adalah total thermal resistance heat transfer diantara dua cairan. Overall heat transfer coefficient (U) dapat ditentukan dengan menghitung resistance dari besaran konveksi dan konduksi antara cairan yang dipisahkan oleh dinding komposit dan dinding silindris.
Pada operasional heat exchanger yang normal biasanya terjadi fouling yang disebabkan oleh beberapa penyebab. Foulin g ini mampu meningkatkan resistance dari heat transfer (Incropera, 2011). Hal ini dapat dihindari dengan menambahkan thermal resistance yaitu fouling factor (Rh). Persamaan (2.8) adalah persamaan dari overall heat transfer coefficient
(2.8)
dimana,
Rf = fouling resistance
h = heat transfer coefficient (J/s·m²·K)
kw = thermal conductivity pada dinding (kW/m.K) d = diameter pipa tube (m)
i = inlet o = outlet
o o f w
i o o
i i f o i i
o
R h k
d d d
d R d h d
d U
1 2
ln 1
,
,
Besaran dari overall heat transfer coefficient pada in let dan outlet dipengaruhi oleh Nusselt number. Hal tersebut dapat dilihat pada persamaan (2.9) (Mokkapati & Lin, 2014).
Nu = h dh / k (2.9) dimana,
Nu = Nusselt number
k = thermal conductivity (kW/m.K)
dh = diameter pipa yang mengalirkan fluida panas (m) Nusselt number dipengaruhi oleh Reynold number dan Prandtl Number yang dapat dilihat dari persamaan korelasi Dittus-Boelter pada persamaan (2.10) (Mokkapati & Lin, 2014).
Nu = 0.024 Re0.8 Pr0.3 (2.10) dimana,
Re = Reynold number Pr = Prandtl number
Reynold number dan Prandtl number dipengaruhi oleh viskositas dari fluida. Hal tersebut dapat dilihat pada persamaan (2.11) dan (2.12) (Mokkapati & Lin, 2014).
Re = ρ v dh / μ (2.11) Pr = cp μ / k (2.12) dimana,
ρ = massa jenis fluida (Kg/m3) v = laju aliran fluida (m/s) μ = viskositas fluida (Kg/m.s) 2.4 Optimasi
Optimasi adalah cara untuk meningkatkan kinerja suatu hal hingga mendapatkan keputusan yang terbaik (minimum atau maksimum). Optimasi sendiri memiliki dua teknik yaitu stokastik
dan deterministik. Metode stokastik adalah metode optimasi yang terdiri dari variabel-variabel acak (random) yang mempunyai distribusi dan probabilitas sedangkan metode deterministik variabelnya bebas dan keragamannya acak sehingga tidak mempunyai distribusi dalam probabilitas. Data pada heat exchanger sendiri menggunakan teknik optimasi deterministik . Selain pada heat exchanger pada proses yang lain juga bisa dilakukan optimasi dengan tujuan yang sama yaitu meningkatkan kinerja dari suatu hal yang ada di dalam proses tersebut..
Mengurangi material atau energi dan juga biaya adalah fungsi objektif dari optimasi heat exchanger.
Optimasi untuk meningkatkan overall heat transfer coefficient dapat menggunakan teknologi yang dipasang pada sisi shell dan tube sebagai tambahan teknologi modern (Biyanto dkk ., 2015). Namun, dengan memasang suatu teknologi tentunya akan memberi tambahan biaya. Tidak hanya menambahkan teknologi, menambahkan besar flow rate juga bisa memberikan optimasi pada heat exchanger. Dengan menambahkan besaran flow rate juga menambahkan biaya pada produksi karena sama saja dengan menambahkan energi pada fan atau pump pada prosesnya . Maka dari itu dilakukan optimasi tekno-ekonomi dimana selain meningkatkan kinerja dari teknologi tetap memperhitungkan biaya yang akan dikeluarkan seperti definisi dari process techno- economics yaitu dilakukannya proses teknologi adalah untuk mendapatkan keuntungan (Incropera, 2011).
Dikarenakan, persamaan yang dipakai pada model heat exchanger adalah model non linear yaitu sesuai dengan persamaan (2.2) dimana log mean temperature difference yang akan membuat persamaan itu model non linear. Maka teknik optimasi yang digunakan harus bisa mengatasi permasalahan non linear. Walaupun banyak metode yang mampu memecahkan masalah non linear namun menurut penelitian oleh Kao generalized reduced gradient (grg) non linear adalah salah satu metode penelitian yang tepat agar mampu menemukan local optimum dari optimasi tersebut.
2.4.1 Generalized Reduced Gradient (GRG)
Berdasarkan beberapa penelitian Generalized Reduced Gradient (GRG) dan Sequential Quadratic Programmin g (S QP) adalah dua cara yang terbaik untuk menemukan local optimization (Kao, 1998). Diagram alir optimasi grg non linear ini ditunjukkan pada Gambar 2.7
Gambar 2.7 Diagram alir optimasi grg non linear
Pada gambar 2.7 ditunjukkan diagram alir ditunjukkan tahapan dari grg non linear. Generalized reduced gradient non linear atau biasa disebut GRG non linear pertama kali ditemukan oleh Abadie dan Carpentier (Lee dkk., 2004). GRG non linear adalah metode yang berbasis dari sebuah gradien yang akan memecahkan masalah non linear dan menemukan local optimum dari masalah tersebut. Local optimum adalah sebuah solusi setipe yang optimal (maksimal atau minimum). Berbeda dengan global optimum, global optimum adalah sebuah solusi yang optimal dari semua solusi yang ada (Lasdun dkk., 1978).
Konsep dari reduced gradient method ini membagi variabel menjadi dua sub variabel yaitu basic variable dan non basic variable. GRG sendiri memiliki konsep implicit variable elimination untuk menyatakan basic variable dengan non basic variable. Maka konstrainnya akan tereliminasi dan space variable hanya untuk non basic variable. Dengan proses diatas maka akan didapatkan solusi yang optimal (Kao, 1998).
Dengan mengambil konsep dasar dari non linear programming dapat dituliskan persamaan sebagai berikut (Kao, 1998)
Maximize 𝑓(𝑥) (2.13) Subject to ℎ𝑖(𝑥) = 0 , i=1,....,m (2.14)
Berdasarkan persamaan (2.14) 𝑓(𝑥) adalah objective function dari optimasi ini atau biasa juga disebut criterion function. Sedangkan sesuai dengan persamaan (2.15) ℎ𝑖(𝑥) adalah sebuah konstrain dan jenis konstrain ini adalah equality constraints. Konstrain ini pastinya bekerja dalam suatu daerah maka dapat dilihat pada persamaan (2.15) adalah daerah dari optimasi ini. Dari daerah tersebut apabila vektor hasil dapat memenuhi semua konstrain maka akan didapatkan feasible solution.
Subject to 𝑥𝑙𝑘≤ 𝑥𝑘 ≤ 𝑥𝑢𝑘 k=1,...,n (2.15)
Sebelum melakukan ke tahap selanjutnya hal yang harus dilakukan adalah mengetahui persamaan dari objective function dan konstrain dari local feasible solution x1 (Kao, 1998)
.
Dengan besaran i=1,…,m dapat diketahui secara berurutan dari persamaan (2.16) dan persamaan (2.17) persamaan dari objective function dan konstrain local feasible solution.
Variabel dari persamaan-persamaan tersebut dapat dibagi menjadi dua subset, satu bagian untuk basic variable dengan simbol 𝑥̂ dan bagian lainnya untuk non basic variable mempunyai simbol 𝑥̅.
Lalu dilakukan pembenahan ulang terhadap koefisien ∇ℎ𝑖(𝑥) pada konstrain menjadi ∇ℎ̂ (𝑥) dan∇ℎ𝑖 ̅ (𝑥) untuk basic dan non 𝑖 basic variable constraints secara berurutan. Agar dapat melangkah pada tahap selanjutnya perubahan ini dapat dinyatakan dalam bentuk matriks seperti pada persamaan (2.18) dan (2.19) dibawah (Kao, 1998)
𝐵
𝑚∗𝑚= [ ∇ℎ ̂
1∇ℎ
2⋮
∇ℎ ̂
𝑚̂ ]
(2.18)
𝐴̅
𝑚∗(𝑛−𝑚)= [
∇ℎ ̅̅̅
1∇ℎ ̅̅̅
2⋮
∇ℎ ̅̅̅̅
𝑚̂ ]
(2.19)
Karena 𝑥1adalah feasible solution dari keadaan awal maka sudah pasti menjadi feasible solution dari keadaan yang ingin diketahui. Maka dari persamaan (2.18) apabila konstrain
𝑓̃(𝑥, 𝑥
1) = 𝑓(𝑥
𝑖) + ∇𝑓(𝑥
1)(𝑥 − 𝑥
1)
(2.16)ℎ ̃ (𝑥,𝑥
𝑖 1) = ℎ
𝑖(𝑥
𝑖) + ∇ℎ
𝑖(𝑥
𝑖)(𝑥 − 𝑥
1)
(2.17)dengan basic dan non basic variables diubah menjadi bentuk matriks maka akan didapatkan
[𝐵𝐴̅] [ 𝑥̂ −𝑥 ̂
1𝑥̅ −𝑥 ̅̅̅
1] = 0
(2.20) Dari persamaan (2.20) diketahui bahwa [B] adalah matriks dari konstrain basic variables dan [A] adalah matriks dari konstrain non-basic variables. Maka dari itu dapat diketahui persamaan akhir dari basic variables pada persamaan (2.21)𝑥̂ = 𝑥̂ − 𝐵
−1𝐴̅(𝑥̅ − 𝑥 ̅̅̅)
1 (2.21) Dengan melakukan substitusi basic variables ke dalam objective function seperti pada persamaan (2.16), maka didapatkan hasil pada (2.21) dari subtitusi tersebut yang akan menghilangkan konstrain dan akan didapatkan besaran𝑑̅.
Setelah itu apabila 𝑥1adalah solusi yang optimal maka gradient objective function harus bernilai 0. Maka dari itu dapat diketahui𝜕𝑓 ̃
𝜕𝑥 ̅̅̅ = 𝜕𝑓 ̃ 𝜕𝑥 ̂
𝜕𝑥 ̂𝜕𝑥 ̅̅̅ + 𝜕𝑓 ̃
𝜕𝑥
1̅̅̅̅̅
(2.22)
∇𝑓̅(𝑥
1) − ∇𝑓̂(𝑥
1)𝐵
−1𝐴̅ = 0
(2.23) Persamaan (2.22) adalah turunan parsial dari fungsi objektif maupun konstrain yang akan menghasilkan persamaan reduced gradient seperti pada persamaan (2.23). Apabila persamaan reduced gradient ini memiliki hasil sama dengan vektor 0 maka akan dapat memenuhi Lagrange equation. Apabila tidak maka harus melakukan invers terhadap hasil gradient tersebut agar dapat mengecilkan hasilnya hingga mendekati 0.Dari hasil itu akan didapatkan persamaan (2.24)
𝑑̂ = −𝐵
−1𝐴̅𝑑̅
(2.24) Dengan persamaan (2.24) maka didapatkan,𝑑̂ = [𝑑 ̂
𝑑̅ ]
(2.25)Dari logaritma di atas maka akan didapatkan solusi yang optimal. Dengan 𝑑̂ adalah hasil dari gradien basic variables dan 𝑑̅
adalah hasil dari gradien non basic variables.
“Halaman ini sengaja dikosongkan”
21
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN
Diagram alir dari penelitian ini ditunjukkan pada Gambar (3.1).
Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian
3.1 Pengambilan Data pada Heat Exchanger
Penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan data pada heat exchanger (HE). Data didapatkan dari sebuah industri pengolahan minyak mentah. Setelah itu mengumpulkan data harga dari heat exchanger berteknologi konvensional dan masing- masing heat exchanger berteknologi modern yaitu harga dari teknologi coil wire insert, twisted tape insert, internal fins dan helical baffle. Data-data ini didapatkan dari vendor-vendor perusahaan engineering procrument dan construction (EPC).
3.2 Penentuan Objective Function dan Constraint
Objective function harus ditentukan agar dapat mengetahui ke arah mana penelitian ini dioptimasikan. Optimasi tekno- ekonomi heat exchanger skenario pertama memiliki objective function saving dari heat exchanger (𝑆𝐸). Persamaan (3.3) adalah persamaan dari saving (𝑆𝐸) dengan unit cost of energy (CE) sebesar 2.48 USD per GJ. Pemakaian heat exchanger sendiri di estimasikan selama 10 tahun dan dioperasikan 24 jam sehari.
Optimasi tekno-ekonomi skenario kedua dengan fungsi objektifnya adalah memaksimalkan selisih biaya heat exchanger.
Selisih biaya heat exchanger didapatkan dari hasil perhitungan biaya heat exchanger teknologi konvensional pada persamaan (3.5) dan persamaan (3.6) untuk perhitungan biaya heat exchanger teknologi modern. Selisih biaya heat exchanger didapatkan dari persamaan (3.4).
Optimasi pada penelitian kali ini mempunyai dua skenario dengan metode optimasi yang sama yaitu grg non linear.
Konstrain pada skenario pertama dan kedua memiliki satu perbedaan yaitu pada skenario pertama konstrainnnya adalah besaran heat transfer area dengan teknologi modern dan besaran heat transfer area teknologi konvensional dijaga agar tetap sama.
Pada skenario kedua, konstrain yang berbeda dengan skenario pertama adalah besaran heat transfer teknologi modern dan heat transfer dari teknologi konvensional sama. Sedangkan pada setiap skenario memiliki konstrain yang sama yaitu besaran overall heat transfer coefficient hasil optimasi tidak boleh lebih
dari overall heat transfer coefficient maksimum dengan teknologi modern. Selain itu konstrain yang sama dari kedua skenario adalah besaran t1 dan t2 harus lebih kecil atau sama dengan 3.
3.3 Pemodelan Heat Exchanger
Pemodelan heat exchanger dilakukan dengan menggunakan persamaan steady state oleh persamaan (3.1) dan persamaan steady state rate equation (3.2). Yaitu dengan persamaan
Q = Mh cp,h (Th,i-Th,o) = Mc cp,c (Tc,o-Tc,i) (3.1) dimana,
Mh = massa dari fluida panas yang mengalir (produk)(Kg) cp,h= kalor jenis dari fluida panas (J/Kg.K)
Th,i = temperatur fluida panas pada inlet heat exchanger(K) Th,o= temperatur fluida panas pada outlet HE (K)
Mc = massa dari fluida dingin yang mengalir (crude) (Kg) cp,c = kalor jenis dari fluida dingin (J/Kg.K)
Tc,i = temperatur fluida dingin pada inlet HE (K) Tc,o= temperatur fluida dingin pada outlet HE (K)
Apabila laju panas yang masuk sudah sama dengan laju panas yang keluar maka dapat ditentukan laju perpindahan panas pada shell dan tube. Persamaan laju perpindahan panas pada h ea t exchanger yang berlangsung antara sisi tube dan shell (Thulukkanam, 2000), yaitu
Q = U A Tm (3.2)
dimana,
U = overall heat transfer coefficient (J/s.m2.K) A = overall heat transfer area (m2)
Tm= log mean temperature difference (K)
3.4 Perhitungan Selisih Biaya Produksi Heat Excha nger dan Saving
Dengan menambahkan teknologi modern pada suatu heat exchanger maka akan didapatkan hasil heat transfer (Q) yang baru ataupun heat transfer area (A) yang baru hal itu diakibatkan oleh besaran U yang berubah akibat teknologi modern.
3.4.1 Perhitungan Saving dari Heat Exchanger
Dengan heat transfer yang baru maka mampu didapatkan hasil saving energy. Diagram alir perhitungan saving ditunjukan pada Gambar (3.2).
Gambar 3. 2 Diagram alir perhitungan saving heat exchanger
3.4.1.1 Perhitungan Heat Transfer Heat Exchanger Teknolo gi Konvensional dan Modern
Untuk menghitung besaran heat transfer dari heat exchanger teknologi konvensional menggunakan persamaan (2.4). Untuk heat transfer dari heat exchanger teknologi konvensional, besaran U dan A adalah berasal dari heat exchanger teknologi konvensional.
Sedangkan untuk menghitung besaran heat transfer dari heat exchanger teknologi modern menggunakan persamaan yang sama yaitu persamaan (2.4) namun besaran U yang dipakai adalah dari heat exchanger teknologi modern dan besaran A maupun LMTD tetap sama seperti heat exchanger teknologi konvensional.
3.4.1.2 Perhitungan Heat Transfer Difference
Dengan besaran heat transfer yang berubah akibat diberi tambahan teknologi modern overall heat transfer coefficient maka dapat diketahui selisih heat transfer dari teknologi konvensional dan modern. Melalui persamaan (3.3) didapatkan heat transfer difference dari heat exchanger
∆𝑄 = 𝑄 − 𝑄𝑜𝑝 (3.3)
dimana,
∆𝑄 = selisih heat transfer
Q = heat transfer teknologi konvensional 𝑄𝑜𝑝 = heat transfer teknologi modern
Persamaan (3.3) menunjukan selisih heat transfer dari heat exchanger teknologi konvensional dan masing-masing heat exchanger berteknologi modern baik itu internal fins, helical baffles, twisted tape inserts, dan coil wire inserts.
3.4.1.2 Perhitungan Saving
Untuk menghitung besaran saving yang didapatkan melalui persamaan (3.4)
𝑆𝐸= ∆𝑄𝐶𝐸𝑡 (3.4) dimana,
𝑆𝐸 = Saving heat exchanger
∆Q = selisih heat transfer CE = cost of unit energy
t = waktu operasional heat exchanger 3.4.2 Perhitungan Selisih Biaya Heat Exchanger
Pada Gambar (3.3) menunjukkan diagram alir perhitungan dari selisih biaya heat exchanger
Gambar 3. 3 Diagram alir perhitungan selisih biaya heat exchanger
Dengan besaran overall heat transfer coefficient yang berubah akan mempengaruhi besaran heat transfer area apabila heat transfer dijaga agar tetap. Besaran heat transfer area ini yang mempengaruhi biaya produksi dari heat exchanger. Dimana dengan perubahan biaya produksi heat exchanger akan menghasilkan selisih biaya heat exchanger.
3.4.2.1 Perhitungan Heat Transfer Area Heat Exchanger Teknologi Konvensional dan Modern
Dengan menambahkan teknologi overall heat transfer coefficient akan memberikan besaran heat transfer area yang baru. Maka dari itu besaran heat transfer area pada heat exchanger oleh teknologi modern dihitung kembali dengan persamaan (3.5)
𝐴𝑜= 𝑄 𝑈𝑜𝑇𝑚
(3.5)
dimana,
𝐴𝑜 =Heat transfer area dengan teknologi modern 𝑄 =Heat transfer desain
𝑈𝑜 =Overall heat transfer coeficient teknologi modern
𝑇𝑚 =Log mean temperature difference
3.4.2.2 Perhitungan Biaya Produksi Heat Exchanger Teknologi Kovensional dan Modern
Menghitung biaya heat exchanger dengan teknologi konvensional dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan (3.6) dan biaya heat exchanger dengan teknologi modern dengan menggunakan persamaan (3.7).
𝐽𝑑 = 𝐽𝑎𝐴𝑑 (3.6) dimana,
𝐽𝑑 =Biaya heat exchanger desain 𝐽𝑎 =Biaya heat exchanger awal
𝐴𝑑 =Heat transfer area desain
𝐽𝑜𝑝= 𝐽𝑎𝑡𝐴𝑜𝑝 (3.7) dimana,
𝐽𝑜𝑝 =Biaya heat exchanger dengan teknologi 𝐽𝑎𝑡 =Biaya heat exchanger unit teknologi modern 𝐴𝑜𝑝 =Heat transfer area dengan teknologi
Persamaan (3.6) adalah persamaan yang digunakan untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan oleh heat exchanger dengan teknologi konvensional dimana
𝐽
𝑎
adalah biaya heat exchanger awal desain per satuan area heat transfer. Begitu pula dengan persamaan (3.7) adalah persamaan yang digunakan untuk mengetahui biaya dari heat exchanger teknologi modern dimana𝐽
𝑎𝑡 adalah biaya heat exchanger awal dengan teknologi modern per satuan area heat transfer, dimana masing-masing teknologi overall heat transfer coefficient mempunyai biaya per satuan area heat transfer berbeda-beda.3.4.2.2 Perhitungan Selisih Biaya Heat exchanger
Karena biaya produksi yang berubah akibat heat transfer area yang berubah maka mampu ditentukan besaran selisih dari biaya produksi heat exchanger tersebut. Selisih biaya heat exchanger tersebut dapat dilihat pada persamaan (3.8)
𝐽𝑚𝑎𝑥= 𝐽𝑑− 𝐽𝑜𝑝 (3.8) dimana,
𝐽𝑚𝑎𝑥 =Selisih biaya heat exchanger 𝐽𝑑 =Biaya heat exchanger desain
𝐽𝑜𝑝 =Biaya heat exchanger dengan teknologi 3.5 Optimasi dengan GRG
Agar mampu menentukan hasil yang optimal baik dari skenario pertama yaitu saving dari heat exchanger dan skenario
kedua yaitu selisih biaya heat exchanger. Melalui Gambar 2.7 maka didapatkan diagram alir dari sebuah optimasi menggunakan grg non linear. Dengan fungsi objektif dari skenario pertama adalah saving maka 𝑓(𝑥) pada optimasi skenario pertama ini adalah saving dari heat exchanger dengan nilai 𝑥1adalah nilai untuk heat transfer area dengan teknologi, nilai 𝑥2 adalah nilai untuk overall heat transfer coefficient heat exchanger hasil optimasi, nilai 𝑥3 adalah nilai untuk t1 dan 𝑥4 adalah nilai untuk t2. Variabel-variabel ini akan diubah menjadi variable basic dan non basic, diasumsikan variable basic dari optimasi ini adalah 𝑥1 dan variable non-basic dari optimasi kali ini adalah 𝑥2, 𝑥3, dan 𝑥4. Setiap fungsi objektif dan konstrain dicari fungsi derivative.
Lalu didapatkan ∇𝑓̅ dan ∇𝑓̂ yaitu secara berurutan variabel basic hasil derivative dari fungsi objektif skenario pertama dan variabel non basic dari fungsi objektif skenario pertama. Setelah itu ditentukan 𝐵dan𝐴̅ dimana secara berurutan adalah variabel non basic hasil derivative dari konstrain dan variabel basic hasil derivative dari konstrain. Lalu dengan persamaan (2.23) dan dari persamaan (2.24) didapatkan arah dari logaritma tersebut. Nilai feasible solution belum diketahui maka harus diasumsikan dengan harga tertentu untuk masing-masing variabel. Maka setelah mengetahui arah dari logaritma optimasi harus dimasukkan ke dalam persamaan (3.7) dimana 𝑥𝑡 adalah variabel feasible solution dan 𝛼𝑡 diasumsikan 1.
𝑥(𝑡+1)= 𝑥𝑡+ 𝛼𝑡[𝑑̂
𝑑̅] (3.9)
Optimasi dengan skenario kedua yang memiliki fungsi objektif selisih biaya heat exchanger maka 𝑓2(𝑥) adalah variabel untuk fungsi objektif skenario kedua ini dengan nilai 𝑥1adalah nilai untuk heat transfer dengan teknologi, nilai 𝑥2 adalah nilai untuk overall heat transfer coefficient heat exchanger hasil optimasi, nilai 𝑥3 adalah nilai untuk t1 dan 𝑥4 adalah nilai untuk t2. Variabel-variabel ini akan diubah menjadi variable basic dan non basic diasumsikan variable basic dari optimasi ini adalah 𝑥1 dan variable non-basic dari optimasi kali ini adalah 𝑥2, 𝑥3, dan
𝑥4. Setiap fungsi objektif dan konstrain dicari fungsi derivative.
Lalu didapatkan ∇𝑓̅dan ∇𝑓̂ yaitu secara berurutan variabel basic hasil derivative dari fungsi objektif skenario pertama dan variabel non basic dari fungsi objektif skenario pertama. Setelah itu ditentukan 𝐵dan𝐴̅ dimana secara berurutan adalah variabel non basic hasil derivative dari konstrain dan variabel basic hasil derivative dari konstrain. Lalu dengan persamaan (2.23) dan dari persamaan (2.24) didapatkan arah dari logaritma tersebut. Maka setelah mengetahui arah dari logaritma optimasi harus dimasukkan ke dalam persamaan (3.9) dimana 𝑥𝑡 adalah variabel feasible solution dan 𝛼𝑡 diasumsikan 1.
31
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perhitungan Laju Panas Heat Exchanger
Sebelum melakukan optimasi pada heat exchanger (HE), ada beberapa variabel yang harus diketahui terlebih dahulu untuk memenuhi persamaan-persamaan yang dibutuhkan, variabel- variabel ini ada pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Proses Input dan Properties pada HE Tag
Number HE
Aliran massa (kg/h)
Tmasuk
(oC) Shell
side
Tkeluar
(oC) Shell
side
Tmasuk
(oC) Tube
side
Tkeluar
(oC) Tube
side
LMTD Corrected
(oC) E-1101 276253,1 140,17 123,42 100,60 118,11 19.64 E-1102 9923,2 138,28 76,78 73,21 87,07 13.64 E-1103 78517 178,08 126,68 80,82 92,87 56.76 E-1104 276253,1 115,75 91,60 84,86 99,84 7.99 E-1105 444820,4 152,54 108,08 99,84 108,49 18.43 E-1106 222327,9 164,40 141,76 131,75 136,71 15.37 E-1107 95224,1 171,97 138,26 124,63 132,35 21.46 E-1108 16284,1 302,27 138,09 132,35 138,89 41.24 E-1109 80098,9 224,09 148,22 140,46 155,82 23.08 E-1110 210089,6 264,60 189,30 155,82 185,38 45.99 E-1111 74411,00 316,69 220,61 189,86 211,77 52.88 Setelah mengetahui properties pada HE, sebelum melakukan optimasi dilakukan pemodelan pada heat exchanger.
Dengan persamaan (2.2) maka didapatkan hasil pemodelan setiap heat exchanger pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Laju Panas dari Heat Exchanger dengan Teknologi Konvensional
Tag Number
HE
Heat transfer
rate Q (MW)
Heat transfer
area A (m2)
LMTD Corrected
(oC)
Overall heat transfer coefficient
Ud (W/m2 °C)
E-1101 14,93 1621,60 19,64 468,7
E-1102 4,48 650,03 13.64 453,96
E-1103 2,87 574,46 56.76 87,89
E-1104 4,30 1142,73 7,99 291,48
E-1105 2,50 743,60 18,43 505,08
E-1106 1,41 237,30 15,37 387,52
E-1107 2,23 259,13 21,46 471,10
E-1108 1,89 295,26 41,24 118,12
E-1109 3,76 581,04 23,08 182,62
E-1110 9,66 493,64 45,99 58,46
E-1111 6,35 242,96 52,88 296,05
4.2. Optimasi Heat Exchanger
Optimasi pada heat exchanger baik pada skenario pertama maupun skenario kedua dilakukan dengan menambahkan teknologi modern pada sisi shell dan tube. Berikut adalah data ketersediaan teknologi modern dan persentase peningkatan overall heat transfer coefficient (U) yang didapat dari teknologi modern tersebut.
Tabel 4.3 Ketersediaan Teknologi dari Heat Exchanger Teknologi Heat Exchanger Peningkatan U
Twisted Tape Insert 35,5 %
Internal Fins 52 %
Coil Wire Insert 300 %
Helical Baffle 75 %
Dengan menggunakan persentase peningkatan besaran U pada Tabel 4.3 maka didapatkan besaran kenaikan U masing- masing sesuai dengan ketersediaan teknologi yang ada.
Persentase yang ada pada Tabel 4.3 adalah persentase peningkatan yang paling maksimum dari masing-masing teknologi untuk dicapai oleh heat exchanger. Berikut adalah hasil dari peningkatan besaran U dari masing-masing teknologi baik dari optimasi skenario pertama maupun kedua.