• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship P-ISSN: Vol 1, No 2 (September 2021) E-ISSN: X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship P-ISSN: Vol 1, No 2 (September 2021) E-ISSN: X"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 135

Temisien

Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship

ISSN: 2775-8842 (media cetak); 2775-720X (media online) Vol. 1, No. 2 (September 2021)

Published By: Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia Jakarta

IMAN DAN PERBUATAN DALAM TEOLOGI PAULUS DAN YAKOBUS:

Sebuah Eksegesis Surat Roma 3:28, Efesus 2:8-10 dan Yakobus 2:24

Heri Lim

Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung

Abstract: One of the most heated discussions in Christianity is the discussion about faith and works which are contradictory in the theology of James and Paul. This article has the position that Paul and James are not contradicting one another, even their perspective is important to complete the Christian perspective as a whole when discussing faith and works in the doctrine of salvation. Within the framework of this article, the author will briefly examine the context of these letters, then exegesis some of the passages that become theological debate, and have implications for the lives of believers.

Keywords: Faith, Works, Justified, Salvation

Abstrak: Salah satu diskusi paling panas dalam kekristenan adalah diskusi tentang iman dan perbuatan yang bertentangan dalam teologi Yakobus dan Paulus. Artikel ini memiliki posisi bahwa Paulus dan Yakobus tidak saling bertentangan, bahkan perspektif mereka penting untuk melengkapi perspektif Kristen secara keseluruhan ketika membahas iman dan perbuatan dalam doktrin keselamatan. Dalam kerangka artikel ini, penulis akan mengkaji secara singkat konteks surat-surat tersebut, kemudian menafsirkan beberapa bagian yang menjadi perdebatan teologis, dan berimplikasi pada kehidupan orang percaya.

Kata kunci: Iman, Pekerjaan, Dibenarkan, Keselamatan.

PENDAHULUAN

Salah satu diskusi yang hangat dalam kekristenan adalah pembahasan tentang iman dan perbuatan yang tampaknya kontradiksi dalam teologi Yakobus dan Paulus. Beberapa contoh kontradiksi yang tampak ini dapat dilihat ketika seorang pembaca dan penafsir Alkitab membandingkan Rm 3:28, Ef 2:8-10 dengan Yak 2:24. Para penafsir telah berupaya untuk menanggapi kontradiksi yang tampaknya terjadi antara surat Paulus dan Yakobus tentang doktrin pembenaran oleh iman. Beberapa pandangan berpendapat bahwa kontradiksi konsep yang

diungkapkan oleh Paulus dan Yakobus tampaknya tidak dapat didamaikan, sedangkan pandangan yang lain memegang pendapat yang sebaliknya. Alih-alih melihat harmoni dari bagian-bagian tersebut, Martin Luther berpendapat bahwa surat Yakobus merupakan salah satu

Article History Submitted : Accepted : Published :

(2)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 136 tulisan non-kanonik.1 S. Laws berpendapat bahwa upaya untuk menyelaraskan Yakobus dan Paulus akan berujung kepada konsensus yang tampaknya tidak membuahkan hasil.2 Demikian pula JT Sanders memposisikan Paulus dan Yakobus dalam pertentangan yang tajam, sehingga pembacanya tidak ada pilihan selain memilih salah satu dari yang lain.3

Pada sisi yang lain, beberapa penafsir melihat bahwa surat Paulus dan Yakobus tidak berkontradiksi dalam membicarakan topik ini. John Calvin menyakini bahwa Paulus dan Yakobus tidak berkontradiksi satu sama lain.4 Dalam posisi yang sama, G.E Ladd tidak melihat kontradiksi di antara mereka juga, di mana ia berpendapat bahwa kedua penulis itu menggunakan kata-kata yang mirip untuk mengajarkan konsep yang berbeda.5 Douglas Moo juga dalam posisi ini, di mana kedua bagian yang itu perlu dipahami dalam konteks mereka sendiri dan dengan cermat dilihat dari cara penulis masing-masing menggunakan kata penting tertentu. Bagi Moo, Yakobus dan Paulus tidak kontradiktif, malahan saling melengkapi.6 Adapun artikel ini adalah mencoba untuk melakukan penelusuran pada bagian surat Yakobus dan surat Paulus yang tampaknya berkontradisi dalam melihat iman dan perbuatan terkait dengan keselamatan dalam diri orang percaya. Artikel ini memiliki posisi bahwa Paulus dan Yakobus tidak bertentangan satu dangan yang lain, bahkan perspektif mereka penting untuk melengkapi cara pandang

kekristenan secara utuh ketika mengupas iman dan perbuatan dalam doktrin keselamatan. Dalam kerangka artikel ini, penulis akan mengupas konteks secara singkat dari surat-surat tersebut, kemudian melakukan eksegesis kepada beberapa bagian ayat yang menjadi perdebatan teologis, serta memberikan implikasi bagi kehidupan orang percaya.

* Penulis adalah Dosen Biblika dan Filsafat di STTII Jakarta. Penulis juga melayani sebagai

Gembala Sidang di GKRI “Agape” Tegal Alur. Makalah ini dibuat sebagai bagian untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Analisis PB dalam Prodi Doktoral yang diampu oleh Petrus Maryono, Ph.D. Terkait kepentingan korespondensi, dapat mengirimkan email kepada penulis dengan alamat: heri.lim@sttiijakarta.ac.id.

1 Martin Luther, Luther's Works: American Edition (Philadelphia: Fortress Press, 1960), 35. Bdk. Jason D Lane, Luther’s Epistle of Straw: The Voice of St. James in Reformation Preaching Vol. 16. (Boston:Walter de Gruyter GmbH, 2018), 12-13.

2 S. Laws, A Commentary on the Epistle of James (San Francisco: Harper and Row, 1980), 132-133.

3 J.T. Sanders, Ethics in the New Testament (Philadelphia: Fortress, 1975), 115.

4 John Calvin, Commentaries on the Catholic Epistles, (Grand Rapids, MI:Baker Book House, 1998), 276.

5 George Eldon Ladd, A Theology of The New Testament (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1993), 639.

6 Douglas J. Moo, James: An Introduction and Commentary. Tyndale New Testament Commentaries (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1985), 45-46.

(3)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 137 METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode gabungan dari eksegesis dan studi pustaka. Istilah eksegese sendiri berasal dari bahasa Yunani "ἐξηγεῖσθαι" (eksigisthe) yang dalam bentuk dasarnya berarti "membawa ke luar atau mengeluarkan". Kata bendanya sendiri berarti "tafsiran" atau "penjelasan". Inti dari eksegese adalah dapat menangkap inti pesan yang disampaikan oleh teks-teks yang kita baca. Menafsir yang dimaksud adalah menjelaskan secara tepat prinsip-prinsip yang digunakan untuk menafsirkan makna yang dimaksud oleh penulis.

eksegesis mencakup makna teks asli dan juga makna lain pada masa kini. Eksegesis penting karena akan memampukan seseorang untuk beralih dari teks ke konteks, mengijinkan makna yang diinspirasikan Allah dari Firman itu untuk berbicara pada hari ini dengan kesegaran dan kekuatan yang sama seperti sebelumnya di dalam latar belakang aslinya. Hanya eksegesis yang dapat membuat seseorang dapat menemukan kebenaran sesuai dengan teks. Dan juga penelitian ini akan melakukan studi pustaka. Data yang sudah dikumpulkan akan dianalisis dan diolah untuk kemudian dinarasikan sehingga menjadi suatu karya penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konteks Surat Yakobus

Surat Yakobus ditujukan kepada orang-orang Yahudi Kristen yang berdiaspora, yang disebut sebagai “kedua belas suku di perantauan (Yak 1:1).” Surat Yakobus secara kuat memiliki kedekatan dengan PL dan literatur Helenistik Yahudi. Beberapa diksi Yudaisme, seperti

“hukum” (νόμος, Yak 2:9,10,11,12) dan “sinagoga” (συναγωγὴν, Yak 2:2). Metafora PL dan עַ֖ מ ְׁש dari Ul 6:4 dapat ditemukan pararelnya dengan εἷς ἐστιν ὁ θεός dalam Yak 2:19. Surat Yakobus juga menyingkapkan istilah dan konsep serupa dari literatur Yudaisme periode Bait Suci Kedua, seperti Perjanjian Dua Belas Leluhur, Sirakh, Philo dan Kebijaksanaan Salomo, di mana tampakya surat ini disusun terkait dengan Sidang Yerusalem (Kis. 15), yang dipimpin oleh Yakobus pada tahun 48 atau 49 M.7

7 Moo, James: An Introduction and Commentary, 414. Pandangan ini mendapat dukungan bahwa isi surat Yakobus tampaknya mengacu pada Konsili Yerusalem, di mana keduanya memiliki kesamaan untuk melihat hukum taurat dalam kehidupan orang kristen. Pada sisi yang lain, pandangan ini juga tidak memiliki dukungan eksplisit dari Akitab. Demikian pula fakta bahwa nama Yakobus secara umum digunakan pada abad pertama di Palestina

membuatnya menjadi adanya kemungkinan perdebatan kepenulisan yang dapat merujuk kepada Yakobus yang lain.

Kemungkinan Yakobus putra Zebedeus, saudara laki-laki Yohanes juga dipertimbangkan sebagai penulisnya.

(4)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 138 Pencermatan atas isi surat Yakobus, dapat dilihat bahwa surat ini ditujukan kepada para antinomian, yang menyalah-gunakan kebebasan dalam Injil Kristus untuk berperilaku seolah- olah iman yang benar adalah tentang iman yang terpisah dari kewajiban dalam melakukan perbuatan baik. Pemahaman palsu mereka tentang hubungan antara iman dan perbuatan disimpulkan secara berat sebelah bahwa dalam keselamatan oleh iman, berarti hukum harus dihilangkan. Dengan pemahaman yang tidak seimbang ini, mereka mengakomodir penafsiran tentang kebebasan Kristen bahwa iman kepada Kristus membenarkan perbuatan mereka. Dalam menanggapi orang kristen yang antinomian ini, maka surat Yakobus menekankan pentingnya perbuatan nyata yang bersumber dari iman, di mana orang kristen harus membuktikan

pengakuan imannya dengan demonstrasi buah kehidupannya (Yak 2:14-26). Surat ini juga untuk mendorong para pendengarnya yang teraniaya untuk menghadapi sejumlah pencobaan yang akan terjadi. Dalam konteks dan alasan inilah, penulis Yakobus tampaknya menulis surat ini tentang serangkaian ujian di awal suratnya (Yak 1:2-4, 12), maupun di akhir suratnya (Yak 5:7-11).

Konteks Surat Roma

Kepenulisan Paulus untuk surat Roma hampir tidak mengalami perdebatan yang cukup signifikan dibandingkan surat-suratnya di dalam penjara, maupun surat-surat pastoralnya. Paulus bukanlah pendiri jemaat di Roma, meskipun dia menyebutkan beberapa pemimpin dan jemaat di sana. Paulus tampaknya juga belum pernah mengunjungi jemaat di sana, di mana hal itu

diungkapkannya melalui bagian awal surat tentang keinginannya untuk memberitakan Injil kepada mereka (Rm 1:15) yang belum terwujud. Kemungkinan Paulus menulis surat ini di Korintus antara tahun 56 dan 57 M selama perjalanan misinya yang ketiga.8 Alih-alih merupakan sebuah gereja yang besar, jemaat Roma tampaknya terdiri dari beberapa jemaat rumah tangga (Rm 16: 5, 10, 11,14, 15). Surat ini tertuju kepada orang Yahudi (Rm. 1: 18-4: 25) maupun non- Yahudi (Rm 1: 5;11:3). Dengan kata lain, penerima surat Roma adalah orang Kristen, baik dari Yahudi maupun non-Yahudi. Tampaknya ada ketegangan di antara mereka, tentang arti

Sejarah mencatat bahwa Yakobus, putra Zebedeus martir dalam persekusi di tangan Herodes (Kis 12: 1), mungkin sekitar tahun 44 M. Jika ini benar bahwa ia menulis surat Yakobus, maka waktu penulisan adalah sebelum 44 M.

Hal ini membuat perdebatan tentang penulis dan waktu penulisan Yakobus tampaknya belum mencapai titik temu.

Artikel ini melihat bahwa diskusi kepenulisan tersebut tetap bersifat hipotesis. Band. Donald A. Hagner, The New Testament: A Historical and Theological Introduction (Grand Rapids, MI: Baker Academic, 2012), 672.

8 Douglas J. Moo, Wycliffe Exegetical Commentary, ed. Charles F. Pfeiffer and Everett F. Harrison (Chicago: Moody Press, 1991), 3

(5)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 139 sebenarnya dari Injil dan bagaimana cara menjalankannya, terutama terkait dangan adat istiadat dan pemeliharaan hari-hari suci.

Konteks dekat Rm. 3:28 tidak terlepas dari unit kecil teksnya, yakni Rm. 3:21-31 yang mengupas tentang kebenaran hanya oleh iman. Rm 3:21-31 ini merupakan bagian dari konteks yang lebih besar yang membahas tentang apakah kebenaran Ilahi itu (δικαιοσύνη θεοῦ). Dalam konteks setelahnya juga masih menjadi bagian δικαιοσύνη θεοῦ yang mengulas dasar kebenaran yang ditunjukan dalam kehidupan Abraham (Rm 4:1-5), Daud (4:6-8), hubungan Abraham dengan sunat (Rm 4:9-12), serta janji Tuhan kepada Abraham (Rm 4:13-25). Paulus tampaknya menanggapi praktik legalistik Yahudi yang mencoba menyamakan perbuatan hukum dengan iman yang menyelamatkan dan menonjolkan tindakan tersebut sebagai satu-satunya instrumen pembenaran dan keadilan dari Allah.9

Oleh karena itu, Paulus membuat surat ini untuk melawan orang Yahudi yang percaya bahwa keselamatan bergantung pada perbuatan hukum taurat dan mengharuskan orang non- Yahudi untuk memahami dan memelihara pagar-pagar iman Yahudi yang dinyatakan melalui ajaran Yudaisme. Paulus tampaknya mengerti bahwa orang kristen di Roma prihatin atas keadaan ini, di mana hal ini mungkin didapatinya melalui Akuila dan Priskila. Kemungkinan, Paulus menulis surat ini yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan mereka, terutama

menyangkut pengajaran kekristenan yang melampaui praktik legalistik Yahudi. Melalui surat ini, Paulus juga berharap adanya penyelesaian dari perpecahan dalam jemaat Roma, yakni antara orang Yahudi yang menonjolkan identitas mereka dan orang bukan Yahudi yang menginginkan kebebasan total dari Yudaisme.

Konteks Surat Efesus

Kitab Efesus merupakan salah satu surat yang ditulis oleh Paulus dari dalam penjara.

Tidak diketahui secara pasti kepada siapa surat Efesus pada awalnya ditujukan.10 Nama “Efesus”

tampaknya tidak ditulis sebagai alamatnya berdasarkan manuskrip teks yang tertua dan otoritatif.11 Datif “di Efesus (ἐν Ἐφέσῳ)” kemungkinan besar ditambahkan dalam manuskrip

9 Moo, Wycliffe Exegetical Commentary, 46

10 D. A. Carson, Douglas J. Moo dan Leon Morris, An Introduction to the New Testament (Grand Rapids, Mich: Zondervan, 1992), 311.

11 FF Bruce, The Epistle to the Ephesians (Grand Rapids: Baker Books, 1984), 13.

(6)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 140 yang lebih muda. Keberatan lain terkait alamat surat ini juga tampaknya disebabkan oleh

karakter surat yang tidak terlalu hangat dan pribadi, tidak membahas masalah atau situasi tertentu seperti yang dituliskan dalam surat-surat Paulus yang lain. Dengan demikian alamat tujuan surat ini masih menjadi sebuah hipotetis, mengingat Paulus berada di Efesus selama tiga tahun, di mana ikatan kasih begitu kuat digambarkan antara jemaat dan Paulus (KPR 20:17-38). Kendati demikian pandangan yang paling diterima terkait dengan alamat surat tersebut adalah bahwa surat itu beredar secara sirkular dan ditujukan untuk beberapa jemaat di Asia yang diketahui oleh Paulus.12 Efesus adalah jemaat yang paling dikenal di Asia, mengingat Efesus sendiri merupakan ibukota provinsi Romawi di Asia, di mana surat-surat itu akan dibaca terlebih dahulu di sana.13

Penekanan Paulus dalam surat ini terkait anugerah dan iman, memiliki kedekatan teologis dengan surat Roma. Dalam konteks dekatnya, Paulus mengontraskan hubungan antara manusia lama yang ada di bawah dosa Adam, dengan mereka yang dilahirkan kembali di dalam Kristus Yesus dan dipersatukan oleh iman. Dalam representasi keberdosaan Adam, manusia adalah budak dari dunia, iblis, dan daging, di mana mereka diperbudak untuk melakukan perbuatan yang tidak benar. Pada sisi yang lain, manusia di dalam Kristus adalah ciptaan baru yang dibebaskan dari perbudakan dosa dan diciptakan baru untuk tujuan melakukan perbuatan yang benar. Efesus 2:8-10 yang akan dieksegesis dalam artikel ini merupakan bagian ketiga dari unit teks Ef 2:1-10. Ef 2:1-3 menggambarkan manusia sebelum diselamatkan, yaitu manusia yang mati dalam pelanggaran dan dosa. Selanjutnya Ef 2:4-7 menjelaskan tentang orang percaya yang dipersatukan di dalam Kristus dan akibatnya adalah hidup yang diubahkan oleh kasih karunia. Ef 2:8-10 meringkas injil yang Paulus beritakan yang dijelaskan melalui sifat dan tujuan

keselamatan di dalam Kristus. Bagian terakhir ini terkait dengan bagian tengah yang mengalami pengulangan dengan beberapa tambahan dari ay. 5b, yakni “oleh kasih karunia kamu telah diselamatkan.” Bagian tersebut ditekankan di awal ay. 8 untuk memberikan transisi kepada kesimpulan yang meringkas tentang hubungan kasih karunia dan perbuatan baik. Dengan demikian Ef 2:8-10 tidak dapat diartikan tanpa referensi kepada ay. 5b dan konteksnya dari bagian tengah tersebut.

Perbandingan Eksegesis

12 Charles R. Erdman, The Epistle of Paul to the Ephesians (Philadelphia: Westminster Press, 1931), 13.

13 Ibid, 14.

(7)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 141 Baik Paulus dan Yakobus menggunakan kemiripan diksi dalam surat mereka. Dalam bagian ini, penulis akan menelusuri apakah yang dimaksudkan oleh mereka adalah hal sama atau tidak. Artikel ini akan memeriksa secara eksegesis bagian yang terkait dengan penggunaan istilah tersebut dalam masing-masing surat, dengan membandingkan tiga bagian ayat yang sering kali diperdebatkan:

Yak 2:24 BNT menyatakan, ὁρᾶτε ὅτι ἐξ ἔργων δικαιοῦται ἄνθρωπος καὶ οὐκ ἐκ πίστεως μόνον

Versi ESV Versi NIV Versi KJV

You see that a person is justified by works and not by faith alone.

You see that a person is considered righteous by what they do and not by faith alone

Ye see then how that by works a man is justified, and not by faith only.

Roma 3:28 BNT menyatakan, λογιζόμεθα γὰρ δικαιοῦσθαι πίστει ἄνθρωπον χωρὶς ἔργων νόμου.

Versi ESV Versi NIV Versi KJV

For we hold that one is justified by faith apart from works of the law.

For we maintain that a person is justified by faith apart from the works of the law.

Therefore we conclude that a man is justified by faith without the deeds of the law.

Efesus 2:8 BNT menyatakan, Τῇ γὰρ χάριτί ἐστε σεσῳσμένοι διὰ πίστεως· καὶ τοῦτο οὐκ ἐξ ὑμῶν, θεοῦ τὸ δῶρον·

Versi ESV Versi NIV Versi KJV

For by grace you have been saved through faith. And this is not your own doing; it is the gift of God.

For it is by grace you have been saved, through faith-- and this is not from yourselves, it is the gift of God.

For by grace are ye saved through faith; and that not of yourselves: it is the gift of God.

Yakobus memulai bagian ini dengan kata ὁρᾶτε, di mana ini merupakan kata kerja indikatif kini aktif orang kedua jamak dari kata ὁράω. Verba ini tampaknya memiliki kemiripan denganβλέπεις dalam Yak 2:22, yang juga ditulis dalam bentuk indikatif untuk menjawab pertanyaan dari ay. 21. Demikian pula preposisi genetif ἐξ ἔργων ditempatkan di awal setelah ὅτι, untuk memberikan penekanan padanya. Kata δικαιοῦται tampaknya memiliki arti yang sama seperti dalam yak 2:21. Pola sintaksis Yak 2:24 dapat dilihat dalam bagan berikut:14

14 NT Diagram, Bibleworks9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.

(8)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 142 Pembenaran (δικαιοῦται) yang Yakobus maksudkan, bukanlah yang dengannya orang percaya menerima pengampunan atas dosa-dosa melalui iman, sebagaimana Paulus menekankan hal itu dalam suratnya. Hal ini seperti dapat dilihat dari hubungan seluruh bagian, di mana δικαιοῦται terjadi pada orang percaya, yang telah membuktikan imannya yang hidup melalui ἔργων yang dipertanggung-jawabkan pada hari penghakiman. Penekanan penghakiman ini juga dapat dilihat dari bagian dalam unit teks besarnya (ἐν τῇ κρίσει, ἐν τῷ κρίνεσθαι), di mana orang percaya menerima σωτηρία (Yak 2:14).

Pada sisi yang lain, Paulus menekankan Rm 3:28 dengan maksud yang berbeda dari Yakobus. Paulus menggunakan konjungsi γὰρ untuk menghubungkan bagian ini dengan ay.27.

Konjungsi γὰρ di sini tampaknya lebih sesuai daripada οῦν, sebagimana yang dapat ditemukan dalam Textus Receptus. Di samping kunjungsi ini tampaknya didukung oleh banyaknya manuskrip yang lebih kuno, namun γὰρ juga lebih cocok untuk melihat jalan pikiran yang memperjelas alasan untuk penegasan dari ayat sebelumnya. Pola sintaksis Rm 3:28 dapat dilihat dalam bagan berikut:15

Dalam surat Roma, manusia dibenarkan oleh iman, bukan oleh perbuatan. Perbuatan yang ditekankan di sini diperjelas sebagai ἔργων νόμου yang tampaknya berbeda dengan yang Yakobus maksudkan. Frase ἔργων νόμου di sini mengacu kepada law of works yang diyakini sebagai prinsip pembenaran, sehingga Paulus dalam bagian ini menekankan aspek negatif dari ἔργων. Dalam bagian ini perlu diamati juga bahwa χωρὶς ἔργων νόμου bukan untuk

membenarkan konsep tentang antinomian. Dengan begitu seorang penafsir tidak boleh

15 Ibid.

(X) o`ra/te

a;nqrwpoj dikaiou/tai o[ti

evx e;rgwn

evk pi,stewj kai,

ouvk mo,non

ga,r

(X) logizo,meqa

dikaiou/sqai a;nqrwpon

cwri,j e;rgwn pi,stei

no,mou

(9)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 143 membenturkan ἔργων yang dimaksud Paulus dan Yakobus. Demikian pula kata δικαιόω dalam bagian ini memiliki penekanan yang berbeda dengan yang dimaksudkan oleh Yakobus. Hal ini akan dielaborasi dalam bagian eksegesis berikutnya.

Dalam bagian surat Paulus yang lain, seorang penafsir juga dapat menemukan bahwa Paulus menekankan pentingnya iman yang bukan didasari oleh perbuatan. Paulus menekankan bahwa Frase melalui iman (διὰ πίστεως) digunakan sebagai instrumen atau sarana. Paulus tidak mengatakan διὰ τὴν πίστιν, seolah-olah iman adalah dasar atau pengadaan penyebab

keselamatan. Dasar keselamatan dalam hal ini adalah χάριτι, bukan πίστεως, di mana hal tersebut diperjelas bahwa itu bukan berasal dari hasil atau upaya manusia (καὶ τοῦτο οὐκ ἐξ ἡμῶν). Pola sintaksis dari Ef 2:8-9 dapat dilihat sebagai berikut:16

Dalam pola kalimat tersebut, iman (πίστεως) yang dimiliki orang percaya, bukan dilihat sebagai hasil usaha mereka sendiri, tetapi berasal dari kasih karunia (χάριτι) Tuhan. Keselamatan (σεσῳσμένοι) tampaknya adalah ide utama dalam bagian ini, sehingga mungkin lebih baik jika memahami καὶ τοῦτο sebagai rujukan kepada σεσῳσμένοι itu. Frase θεοῦ τὸ δῶρον juga memperjelas hal ini bahwa itu adalah anugerah Tuhan. Pernyataan tentang sifat keselamatan yang besar dan tidak layak untuk diterima ini juga dibuat lebih kuat, tidak hanya dengan

16 NT Diagram, Bibleworks9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.

ga,r (X) evste sesw|sme,noi

kai,

th/| ca,riti dia, pi,stewj tou/to $evstin%

$tou/to% $evstin%

$tou/to% $evstin% to. dw/ron evx u`mw/n

evx e;rgwn tij kauch,shtai

i[na mh,

qeou/

ouvk

ouvk

(10)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 144 keterangan yang diberikan, tetapi dengan kontras dengan ay. 9 (οὐκ ἐξ ἔργων) dengan

menggunakan partikel penghubung yang mengontraskan bagian tersebut.

Kata perbuatan dalam Ef.2:10, memiliki dimensi yang dinamis yang bersumber dari perbuatan Allah dan diteruskan melalui perbuatan manusia baru. Klausa karena kita ini buatan Allah (αὐτοῦ γάρ ἐσμεν ποίημα), dipertegas dengan genitif αὐτοῦ yang menekankan hasil perbuatan Allah. Kata ποίημα hanya muncul sekali lagi dalam PB, yakni Rm 1:20, yang mengacu kepada karya Allah dalam menjadikan alam semesta. Klausa tersebut memberikan dasar bahwa keselamatan orang percaya bukanlah hasil pekerjaan mereka. Orang percaya sendiri adalah sebuah karya atau hasil karya Tuhan, yang dibuat baru oleh-Nya. Dengan kata lain, keselamatan adalah berasal dari Allah, bukan untuk diri sendiri. Dengan demikian klausa diciptakan dalam Kristus Yesus untuk pekerjaan yang baik (κτισθέντες ἐν Χριστῷ Ἰησοῦ ἐπὶ ἔργοις ἀγαθοῖς) dan dipertegas dengan ποίημα αὐτοῦ, menunjukan bahwa keselamatan adalah hasil karya Tuhan. Jadi orang percaya dijadikan manusia baru di dalam kasih karunia-Nya.

Konteks ciptaan baru di dalam Kristus juga ditunjukan melalui unit kecil teks di atasnya (Ef 2:15). Perbuatan baik yang dilakukan orang percaya hanya dimungkinkan melalui persatuan orang percaya dengan Kristus.

Kemudian preposisi datif (ἐπί) digunakan di sini untuk menyatakan objek tidak langsung.

Jadi orang percaya telah diciptakan kembali oleh Tuhan, sehingga perbuatan baik dapat menjadi obyek yang dilihat dari ciptaan baru tersebut. Itu bukan dilihat sebagai penyebab, sehingga tidak mungkin ada ruang untuk bermegah, tetapi dilihat sebagai anugerah. Klausa yang telah disiapkan Tuhan sebelumnya (οἶς προητοίμασεν ὁ Θεὸς) semakin mempertegas penggunaan ini. Kata ganti οἶς membutuhkan penyisipan ἡμᾶς untuk memperjelas objek di sini. Klausa subjungtif “kita harus berjalan di dalamnya (ἵνα ἐν αὐτοῖς περιπατήσωμεν)” memperjelas tujuan Tuhan menjadikan manusia baru untuk melakukan perbuatan baik. Tujuan yang Allah maksudkan adalah menjadikan perbuatan baik sebagai bagian kehidupan, di mana itu menjadi penjelas dari kata kerja utama προητοίμασεν yang dinyatakan dengan verba indikatif. Dengan demikian hal ini akan membentuk cara pandang berbeda bagi kekristenan dalam memandang perbuatan baik, bukan sebagai syarat keselamatan, tetapi sebagai hasil karya-Nya, di mana manusia dibuat baru oleh-Nya di dalam Kristus.

Perbuatan (ἔργων) dan Perbuatan Hukum (ἔργων νόμου)

(11)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 145 Kedua penulis menggunakan istilah “perbuatan (ἔργων),” meskipun Paulus

menggunakannya dalam istilah “perbuatan hukum (ἔργων νόμου).” Penggunaan istilah ἔργων sendiri juga dapat merujuk kepada beberapa kemungkinan arti, seperti: deed, action, work, occupation, task, work in the passive sense, indicating what is produced by work, thing, matter.17 Paulus menggunakan ἔργων dalam kaitannya dengan νόμου. Bagi Paulus, perbuatan tidak diperlukan untuk pembenaran, karena pembenaran itulah yang menghasilkan perbuatan baik.

Pada sisi lain, bagi Yakobus, perbuatan (ἔργων) adalah komponen penting dari iman yang menyelamatkan, karena itu tidak mungkin dipisahkan dari pembenaran oleh iman. Pemahaman atas ungkapan “ἔργων νόμου” sangat penting dalam mengeksegesis bagian ini. Paulus

menggunakan frasa “ἔργων νόμου” delapan kali dalam suratnya (Rm 3:20; 3 kali dalam Gal 2:16; Gal 3: 2, 5, 10). Tidak ada bukti bahwa istilah tersebut digunakan dalam Alkitab Ibrani, tetapi PB menggunakan beberapa kali frase tersebut terlepas dari klaim oleh beberapa penafsir bahwa beberapa tulisan non-kanonik Yahudi juga menggunakan frase tersebut.18 Penafsir biasanya terbagi atas pemahaman dalam arti frasa ini. Pandangan pertama, adalah penafsir yang mempertimbangkan νόμου sebagai genitif subjektif dalam frasa tersebut dan menerjemahkannya sebagai pekerjaan dari hukum itu.

Dalam hal ini, νόμου yang dimaksud Paulus adalah pekerjaan-pekerjaan yang dihasilkan oleh hukum tersebut. Penafsiran ini menganggap bahwa pekerjaan yang dihasilkan oleh hukum tersebut sebagai kejahatan. Hal ini tampaknya didukung dari Roma 7, di mana hukum taurat menghasilkan lebih banyak lagi dosa. Kendati demikian posisi ini tampaknya tidak mungkin, karena meskipun Paulus berpendapat bahwa seseorang tidak dapat dibenarkan oleh perbuatan hukum, dia sama sekali tidak menggambarkan ἔργων νόμου ini sebagai kejahatan. Interpretasi lain adalah bahwa ἔργων νόμου yang dimaksud sama dengan legalisme yang dipraktikkan saat itu. Dalam hal ini ἔργων νόμου mengacu pada upaya manusia dalam memelihara hukum sebagai sarana untuk mendapatkan perkenanan Tuhan. Pemahaman ini telah menjadi salah satu

penafsiran yang cukup dipertimbangkan dalam memahami frase tersebut dan tampaknya

didukung oleh Rm 4:4-5, di mana ἔργων dalam ay. 2 dipahami sebagai perbuatan yang dilakukan

17 BDAG Lexicon, Bibleworks9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0.

18 Thomas Schreiner, 40 Questions about Christians and Biblical Law (Grand Rapids, MI: Kregel Academic and Professional, 2010), 41.

(12)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 146 untuk mendapatkan pahala sebagai kontras terhadap iman yang dibenarkan bukan oleh

melakukan hukum taurat.

Pada sisi yang lain, Paulus dalam Ef 2:8-10, menggunakan istilah ἔργων dalam dua cara yang berbeda. Pertama, Paulus menggunakannya dalam arti negatif dalam Ef 2:8-9, di mana dikatakan bahwa, “sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu (ἔργων): jangan ada orang yang memegahkan diri.” Pada bagian ini Paulus memberi penekanan negatif kepada ἔργων, karena menyangkal kecukupan anugerah Tuhan melalui iman. Penggunaan ἔργων di sini telah menempatkan manusia dengan kesombongannya untuk merasa diri berjasa, sehingga ia dibenarkan dan diselamatkan. Jadi Paulus menekankan di sini bahwa keselamatan manusia adalah untuk kemuliaan Tuhan, sehingga ἔργων bukanlah untuk kemuliaan manusia.

Pada bagian berikutnya dalam surat Ef 2:10, Paulus mengunakan perbuatan dalam arti yang positif, di mana dia menyatakan bahwa: “karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik.” Pemahaman tentang ayat 10 secara efektif berarti menekankan bahwa orang percaya diciptakan dalam Kristus Yesus untuk tujuan

pekerjaan yang baik. Dalam hal ini Preposisi ἐπὶ menyatukan iman dengan perbuatan. Menurut Paulus, iman memiliki dua aspek, yakni aspek pembenaran dan aspek kelahiran kembali di dalam Kristus. Kedua aspek ini selalu hadir bersama dan tidak pernah berdiri sendiri. Jika seseorang dibenarkan, maka dia dilahirkan kembali dan begitu pula sebaliknya. Mereka diciptakan Tuhan untuk melakukan perbuatan baik. Jadi Paulus melanjutkan bahwa dengan iman, maka orang percaya dibenarkan dan diciptakan di dalam Kristus untuk melakukan pekerjaan yang baik.

Paulus secara eksplisit menyebut Tuhan sebagai yang aktif bekerja menciptakan manusia.

Manusia itu telah mati dalam dosa, kemudian dijadikan hidup oleh Allah. Kristus yang telah mati dan bangkit, telah memberi kuasa kebangkitkan bagi manusia untuk menuju hidup baru. Dengan kata lain, surat Ef 2:10 menekankan bahwa semua perbuatan baik adalah buah dari kelahiran kembali, sehingga pekerjaan (ἔργων) yang baik merupakan bagian dari kasih karunia. Efesus pasal 2 menggambarkan manusia dalam dua representasi. Pertama, manusia yang menjadi keturunan dari Adam, yang telah rusak dan diperbudak oleh dosa. Kedua manusia yang dilahirkan oleh Roh untuk melakukan perbuatan yang benar. Jadi dalam bagian ini perbuatan

(13)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 147 (ἔργων) baik adalah juga bagian dari anugerah Tuhan dan bukan atas jasa dan usaha manusia semata.

Diskusi teologi Paulus tentang pembenaran oleh iman, belakangan ini mendapat tantangan cukup besar dari para penafsir New Perspective on Paul (NPP). Penafsiran Luther yang memahami surat Paulus (khususnya Roma dan Efesus) tentang pembenaran oleh iman yang dianggap melawan praktek legalistik Yudaisme, saat ini kembali diperdebatkan. Kaum NPP berpendapat bahwa Yudaisme legalistik yang mengajarkan pembenaran datang berdasarkan melakukan hukum tersebut adalah tidak berdasar.19 NPP adalah kelompok yang menyanggah pandangan tradisional dengan menyimpulkan bahwa Yudaisme Bait Suci Kedua sebagai keyakinan yang didasari atas anugerah adalah tidak didukung oleh data yang tersedia. J.D.G Dunn dan N.T Wright, pendukung utama dari perspektif ini, menyamakan ἔργων νόμου dengan identitas penanda (sunat, sabat, hukum tentang makanan) yang membedakan orang Yahudi dari non-Yahudi.20 Frase ἔργων νόμου mengacu pada perbuatan yang diamanatkan oleh bagian tertentu dari hukum, di mana seorang pendukung pandangan ini meyakini tidak terdapat dukungan bahwa hal tersebut sebagai sesuatu yang merujuk pada perbuatan yang salah atau legalisme. Jika pandangan itu diterima, maka Paulus dalam hal ini dilihat sebagai seseorang yang sedang mengkonfrontasi pemisahan Yudaisme dan eksklusivisme pada zamannya dan bukan berbicara tentang doktrin pembenaran oleh iman. Dunn juga mengklaim dukungan ini dari 4QMMT, sebuah dokumen yang berisi berbagai peraturan tentang pengorbanan dan kesucian, yang dia sebut sebagai ἔργων νόμου.21

Kendati demikian literatur Bait Suci Kedua tampaknya menggunakan frase ἔργων νόμου bukan hanya mengacu kepada sebagian hukum atau identitas penanda saja, seperti kaum NPP melihatnya. Literatur Bait Suci Kedua juga menggunakan frase ἔργων νόμου sebagai suatu pekerjaan yang mengacu pada keseluruhan hukum dan perbuatan yang diperlukan. Ada beberapa argumentasi untuk mendukung pandangan ini. Pertama, Penemuan naskah Qurman juga berisi dokumen tentang peraturan penyucian diri yang terkait dengan bait suci, serta penggunaan bahasa yang terkait dengan segregasi dengan masalah moral, seperti percabulan, berkat dan kutuk (Ul. 26-28), serta perzinahan Daud dengan Batsyeba. Berdasarkan keragaman isi yang

19 J.D.G. Dunn, The Theology of Paul the Apostle (Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing, 2006)

20 Schreiner, 40 Questions about Christians and Biblical Law, 42.

21 Dunn, The Theology of Paul the Apostle, 358.

(14)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 148 didokumentasikan tersebut, maka disimpulkan bahwa dokumen tersebut mengacu ἔργων νόμου pada keseluruhan hukum dan bukan hanya sebagian darinya. Kedua, gagasan bahwa ἔργων νόμου mengacu pada seluruh hukum juga mendapatkan dukungan dari Galatia dan Roma.22 Selanjutnya, teks Ibrani dari literatur Yahudi Bait Kedua memberikan dukungan untuk posisi ini.

Frase ἔργων νόμου juga digunakan dalam 4QFlor 1: 7 untuk merujuk pada pekerjaan yang dituntut oleh seluruh hukum. Ekspresi ἔργων νόμου yang secara khusus merujuk kepada taurat juga ditemukan dalam 1QS 5:21; 6:18. Pembacaan frase ini bersama dengan 1QS 5-7

mengungkapkan bahwa penekanan penulis adalah pada kepatuhan atas seluruh hukum.23

Interpretasi Yudaisme Bait Suci Kedua tidak terfokus hanya pada identitas etnis dan kepatuhan sebagai penanda perjanjian, tetapi juga terkait kuat dengan ketaatan yang konkret dan ketat kepada hukum Musa secara keseluruhan. Frase ἔργων νόμου dalam Rm 3:27-28 tidak dapat dibatasi hanya sekadar bagian Hukum yang berfungsi sebagai penanda batas bagi orang-orang Yahudi. Demikian pula jika ἔργων νόμου mengacu pada seluruh hukum, maka frase itu tidak hanya merujuk pada penanda batas identitas seperti yang diusulkan oleh beberapa penafsir dari New Perspective on Paul.

Dalam konteks Roma 3:28, perhatian Paulus adalah bukan pada eksklusivisme Yahudi, tetapi kepada peran Hukum dan Perjanjian Musa dalam keselamatan orang berdosa. Pada sisi lain apa yang Yakobus maksud dengan νόμου dalam konteks suratnya adalah menggunakan νόμου dalam arti positif. Yakobus menggunakan ἔργων dalam bentuk plural daripada bentuk tunggal untuk menandakan harapannya bahwa perbuatan atau tindakan iman orang Kristen harus berkelanjutan. Bagi Yakobus, ἔργων mengacu pada cinta kasih, kebaikan, dan ketaatan akan Tuhan. Perbuatan apapun yang dilakukan dalam ketaatan kepada Tuhan adalah aspek penting dari iman yang membawa keselamatan, sehingga perbuatan dan iman menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan. Karena itu, ἔργων Yakobus mengacu pada perilaku etis Kristen, ibarat sebuah saluran yang muncul dari kehidupan baru di dalam Kristus. Pada sisi yang lain Paulus

menggunakan istilah ἔργων νόμου dalam arti yang berbeda untuk menunjukkan tanggapan atas persyaratan lama yang perlu ditinggalkan, dan tidak mampu menyelamatkan seseorang.

22 Schreiner, 40 Questions about Christians and Biblical Law, 43. Schreiner memberikan contoh berikut sebagai bagian, di mana Paulus mengacu pada keseluruhan hukum daripada sebagian, atau legalisme yang memisahkan orang Yahudi dari non-Yahudi: Gal. 2:19,21; 3:11, 13, 17, 18; 5: 3, 54; 6:13 lih. Rm. 8: 7; Rm. 3: 20- 22; 4:13, 14; 7:4.

23 Ibid, 43.

(15)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 149 Dengan demikian penafsir yang berpendapat bahwa Injil membatalkan hukum, ataupun pendapat sebaliknya bahwa hukum membatalkan Injil tidak dapat menemukan dukungan baik di dalam surat Yakobus maupun Paulus. Hal ini ditunjukan, di mana ἔργων yang Paulus tekankan mengikuti iman dalam Kristus, sementara Yakobus mencatat bahwa ἔργων memberikan bukti iman di dalam Kristus. Dengan demikian perbedaan maksud penggunaan istilah ini menunjukkan bahwa Yakobus tidak berkontradiksi dengan Paulus. Dalam surat Roma pun, Paulus secara jelas menekankan bahwa ἔργων harus muncul di dalam iman orang percaya, tetapi dia tidak pernah mengatakan bahwa pembenaran itu berasal dari ἔργων.24 Pada sisi lain, Yakobus menggunakan istilah ini secara berbeda dari cara Paulus menggunakannya ketika seseorang mengupas topik tentang iman atau perbuatan hukum. Jadi seseorang dibenarkan oleh iman, tetapi iman yang membenarkan dibuktikan melalui pekerjaan baik. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa ἔργων νόμου yang digunakan Paulus dan ἔργων digunakan Yakobus mengacu pada dua realitas yang berbeda.

Iman (πίστις)

Paulus menekankan iman (πίστις) sebagai kepercayaan total kepada Tuhan, sehingga keselamatan dapat diterima sebagai sebuah anugerah terlepas dari pekerjaan atau jasa manusia.

Ladd mengatakan apa yang Paulus maksudkan dengan iman adalah menerima Injil dan

berkomitmen kepada pribadi Kristus yang diberitakan.25 Iman (πίστις) bukanlah sekadar percaya, melainkan mempercayakan diri kepada Tuhan yang membawa damai sejahtera dalam segala keadaan (Roma 5:1-5). Bagi Yakobus, πίστις dapat digunakan dalam dua pengertian. Di satu sisi, itu adalah penerimaan intelektual dari pernyataan teologis, khususnya keyakinan monotheistik.

Yakobus mengecam pemahaman tentang πίστις yang dimiliki oleh seseorang saat itu, yang tidak terbukti dalam perbuatan baik dan Yakobus mengecam bahwa πίστις seperti itu tidak membawa pembenaran. Bagi Yakobus πίστις seperti ini adalah bukan iman Kristen sejati. Dalam Yak 2:14b, Yakobus bertanya, “dapatkah iman semacam itu menyelamatkannya? Dengan demikian iman yang ditentang oleh Yakobus adalah iman palsu yang tidak memiliki perbuatan baik (Yak 2:14a, 18b). Itu bukanlah iman yang menyelamatkan (Yak 2:14b), iman yang mati (Yak 2:17) dan iman yang tidak sertai dengan perbuatan (Yak 2:18a). Yakobus secara keras menyebut iblis

24 James Hardy Ropes, A Critical and Exegetical Commentary on the Epistle of St. James (Edinburg: T. &

T. Clark, 1991), 205.

25 George E. Ladd, A Theology of the New Testament (Grand Rapids: William B. Eerdmans. 1993), 639.

(16)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 150 pun percaya dan kepercayaan seperti itu hanya mengarah kepada iman yang palsu (Yak 2:19) dan iman yang kosong (Yak 2:20).

Pada bagian berikutnya, Yakobus mengontraskan πίστις dengan pengertian lain, yakni menunjuk ke sebuah iman yang dibuktikan melalui perbuatan baik (Yak 2:18c, 22a). Penekanan iman, di mana Yakobus menggunakan πίστις dalam ayat ini berbeda dengan bagaimana Paulus menggunakannya. Iman (πίστις) bagi Paulus adalah kepercayaan secara mendalam dengan mempercayakan diri kepada pribadi yang diimani, sementara bagi Yakobus, πίστις adalah sebuah keyakinan ortodoksi yang harus berlanjut kepada ortopraksi. Dengan demikian bagi Yakobus, iman dan perbuatan adalah seperti dua sisi mata uang untuk menjelaskan tentang orang yang dibenarkan. Iman itu tidak dapat dipisahkan dari sebuah kehidupan Kristen yang benar (Yakobus 2:18), yang disebut sebagai iman Abraham (Yak 2: 21-22). Yakobus menegaskan bahwa πίστις apapun yang tidak mengarah pada ἔργων adalah mati. Kalaupun Yakobus memberikan kontras, tampaknya itu bukan kepada Paulus sendiri, sebagaimana eksegesis dari bagian yang

diperdebatkan tersebut telah dijabarkan. Memang ada kemungkinan bahwa Yakobus memberikan tanggapan keras, tetapi kecaman keras itu bukan ditujukan kepada Paulus, melainkan kepada penyimpangan yang dilakukan oleh individu atau komunitas, mungkin atas ajaran tertentu demi mengakomodasi kebebasan mereka. Hipotesis itupun masih dapat

diperdebatkan, karena penulis Yakobus tidak menyatakan secara eksplisit apakah surat-surat Paulus sudah diketahui atau tidak, di mana hal ini berbeda dengan surat Petrus (2 Ptr 3:15-16).

Dari uraian di atas, seorang penerima surat Yakobus dapat menyadari pentingnya iman yang benar dan dikontraskan dengan iman yang palsu. Yakobus tidak menekankan bahwa ἔργων itu perlu untuk membantu iman, sehingga kemudian seseorang dapat diselamatkan. Sebaliknya, Yakobus berpendapat bahwa iman yang sejati harus diikuti oleh perbuatan baik, di mana baik hukum taurat maupun Injil merujuk ἔργων ini secara harmonis sebagai kasih kepada Allah dan sesama ( Ul.6: 4-5; Im.19:18; Yer. 31:31-34; Mat. 5:43-46; 12:30; Yoh 13:34).

Dibenarkan (δικαιόω)

Beberapa pandangan telah menafsirkan penggunaan kata δικαιόω oleh Paulus, berarti menyatakan bahwa seseorang dinyatakan benar, karena Yesus telah memenuhi semua

persyaratan hukum bagi mereka, sedangkan Yakobus menggunakannya dalam arti seseorang

(17)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 151 yang membuktikan atau menunjukkan kebenarannya di depan orang.26 Pada sisi yang lain, ada pula yang berpendapat bahwa baik Paulus dan Yakobus menggunakan istilah δικαιόω dalam arti yang sama, di mana istilah itu merujuk kepada pernyataan justifikasi dari Tuhan bahwa

seseorang itu dinyatakan benar, bukan berdasarkan usaha manusia. Compton memberikan argumentasi pandangan tersebut dengan melihat penekanan yang sama ketika Paulus dan Yakobus mengutip Kej 15:6 untuk menjelaskan pembenaran Abraham dalam Rm 4: 3 dan Yak 2:23. Kedua bagian surat tersebut tidak mengindikasikan kebenaran berdasarkan usaha atau jasa Abraham. Dengan demikian δικαιόω merupakan suatu kebenaran yang diimputasikan dari Allah kepada orang percaya. Pandangan ini melihat bahwa, δικαιόω memiliki arti serupa bagi Yakobus dan Paulus, di mana Allah menyatakan status seseorang sebagai yang dibenarkan.

Paulus menggunakan istilah δικαιόω, dengan dipertegas oleh penambahan frasa seperti di hadapan Allah (παρὰ τῷ θεῷ; Rm 2:13). Penggunaan istilah ini secara kontras juga ditunjukan melalui tindakan Allah yang membenarkan dan menyatakan bersalah dalam Rm 8:33-34. Seperti orang Yahudi sezamannya, Paulus berpandangan bahwa covenant baru untuk orang-orang Yahudi pasca-pembuangan yang telah dinubuatkan para nabi merujuk kepada pengharapan masa depan bagi Israel. Pada hari ketika semua janji (mis. Yes.40-55) terpenuhi, Israel akan

dijustifikasi di hadapan dunia dan berkat Abraham yang dijanjikan kepada semua bangsa akan dipenuhi. Dengan kata lain, istilah δικαιόω digunakan dan dilihat dalam makna deklaratif.

Penggunaan makna deklaratif dari istilah δικαιόω juga merupakan pilihan arti yang umum, seperti yang digunakan dalam Septuaginta, Pseudepigrapha dan sering kali dalam PB.27 Ketika penulis Yakobus mencontohkan pembenaran deklaratif dalam Kej.15:6, dia mungkin memaksudkan juga makna pembenaran deklaratif pada bagian selanjutnya (Yak. 2:20-24).

Konteks langsung dari PL dan yang lebih besar, Kej.15:6 tampaknya menggambarkan pembenaran Abraham sebagai tindakan penentuan dari Tuhan. Pembenaran Abraham tidak diperoleh berdasarkan perbuatannya, tetapi dia dibenarkan karena percaya kepada Tuhan. Jadi jelas bahwa fokus Yak 2:14-26 bukanlah pada demonstrasi iman tetapi penganugerahan karunia keselamatan.

26 John Calvin, Institutes of the Christian Religion (Louisville, KY: Westminster John Knox Press, 2006), 3: 12.

27 Robert V. Rakestraw, “James 2:14-26: Does James Contradict The Pauline Soteriology?,” Criswell Theological Review 4, no. 1 (1986), 40.

(18)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 152 Tampaknya Yak 2:21 menyatakan bahwa δικαιόω didasarkan pada perbuatan Abraham.

Hal ini menjadi kontradiksi dengan apa yang dinyatakan oleh Paulus, bahwa Abraham

dibenarkan karena iman. Kendati demikian rujukan Yakobus tentang tindakan Abraham yang mengorbankan anaknya dalam Yak 2:21-24 tidak boleh ditafsirkan berlawanan dengan analisis Paulus dalam Rm. 4:2-12 tentang pembenaran Abraham oleh iman (Gal 3: 6). Tradisi kerabian menunjukan bahwa perbuatan untuk mengasihi sesama (Im 19:18) merupakan prinsip dasar dari seluruh Taurat.28 Yakobus tampaknya menggunakan tradisi ini dengan menyimpulkan bahwa keyakinan tentang Allah yang Esa juga harus didemonstrasikan dalam memenuhi perintah Taurat. Oleh karena itu perintah untuk mengasihi Allah juga ditunjukan melalui ketaatan pada perintah-perintah untuk mencintai sesama seperti diri sendirinya sendiri. Keduanya seperti dua sisi dari mata uang yang sama (Yak 2:18-19).

Cara penulis Yakobus menggunakan istilah yang ada, tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang berkontradiksi dengan Paulus. Cara penggunaan kisah iman Abraham, tampaknya justru dipengaruhi oleh Yudaisme Bait Suci Kedua dan sumber literatur rabinik mula-mula yang menunjukkan bahwa Abraham memelihara Taurat dengan benar. Hal ini dapat dilihat dalam catatan Ben Sirakh 44:19-21 bahwa Abraham menaati hukum taurat dan dinyatakan sebagai seorang yang setia dan taat, saat dia diuji (Kej 26:5).29 Oleh karena itu, alih-alih penafsir saat ini menggunakan bagian tersebut sebagai polemik untuk membenturkan teologi Paulus, tampaknya Yakobus lebih menggunakan δικαιόω perbuatan Abraham berdasarkan tradisi penafsiran rabinik dari periode Bait Suci Kedua. Hal ini akan memberikan penekanan yang khas dalam menafsirkan surat Yakobus, sebagai cara beretorika yang lazim pada zaman itu untuk mendorong

pendengarnya mengasihi sesamanya, sebagai prinsip dasar dari keseluruhan Taurat. Berbeda dengan surat Roma, Yakobus tidak menggunakan perbuatan Abraham sebagai aplikasi kristologis atau misteri rencana Allah bagi orang non-Yahudi, sebagaimana Paulus

menggunakannya. Sebaliknya, Yakobus menggunakannya dalam pengertian dan penafsiran Yahudi yang lazim saat itu. Dengan demikian perbuatan sunat tidak dapat disimpulkan sebagai tindakan perbuatan benar dari Abraham, melainkan tindakan iman Abraham yang taat untuk mempersembahan Ishak yang dilhat sebagai kebenaran.

28 Gary Anderson, Ruth Clements dan David Satran, New Approaches to the Study of Biblical Interpretation in Judaism of the Second Temple and in Early Christianity (Brill: Hotei Publishing, 2013), 98.

29 Yubileum 17:15-18 (cf. Yubileum16:18; Bandingkan 1 Mak. 2:52; 4Q226 Pseudo- Yubileum7:1).

(19)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 153 Setelah pembahasan dalam Yak 2:21-23, penulis surat membawa pendengarnya kepada kesimpulan dalam Yak 2:24. Penulis Yakobus menggunakan kata keterangan μόνον, di mana tampaknya penanda ini akan menjadi salah satu alasan penafsir dalam melihat pertentangannya dengan Paulus (Rom 3:28). Arti teks pada bagian ini tampaknya akan sangat tergantung pada bagaimana cara seseorang penafsir menafsirkan istilah μόνον . Jika μόνον dilihat sebagai tanda pengubah kata sifat dari iman, maka Yakobus akan mengacu pada iman itu sendiri yang

terisolasi, atau tanpa disertai oleh perbuatan baik. Dalam hal ini penggunaan μόνον tidak dapat mempengaruhi kenyataan. Ini adalah jenis iman yang digambarkan dalam ay. 17 sebagai iman yang mati, kosong dan tidak realistis. Pemahaman PL dari Yakobus tentang ibadah dan keadilan sosial memberi pengaruh kepada caranya dalam menafsirkan kembali bagian ini. Dengan begitu gagasan tentang keadilan sosial harus dipahami dalam terang hubungan covenantal antara Allah dan umat-Nya, serta bagaimana mereka berhubungan satu sama lain. Keadilan itu sendiri diidentikkan dengan kebenaran, yakni kebenaran yang diekspresikan dalam nilai-nilai keadilan sebagai bagian dari iman yang sejati. Dalam terang ini, Yak 2:24, sedang melawan iman yang tidak menghasilkan perbuatan baik. Yakobus melihat iman kosong seperti ini bukanlah sesuatu yang benar, karena bertentangan dengan keadilan Allah yang menekankan tentang kasih kepada orang lain.

Jika μόνον dilihat sebagai penanda (modifier) dari verba δικαιόω, maka akan terdapat dua implikasi yang disebabkannya. Opsi pertama dapat dilihat bahwa seseorang dibenarkan oleh perbuatan dan tidak hanya oleh iman. Dengan kata lain, seseorang dibenarkan tidak hanya oleh iman tetapi juga oleh perbuatan. Opsi kedua dapat dilihat bahwa seseorang dibenarkan oleh iman yang menghasilkan perbuatan baik. Opsi kedua tidak menyangkali adanya pembenaran oleh iman, tetapi membutuhkan iman yang pada awalnya membenarkan dan selanjutnya

menghasilkan perbuatan baik. Jika Opsi kedua adalah pilihan yang benar, maka subjek

perdebatan sekarang bergeser kepada waktu yang tepat dari bukti iman dalam perbuatan tersebut.

Dengan kata lain, Yakobus sedang melihat iman yang benar dalam kehidupan berikutnya dari orang percaya.

Paulus menulis tentang keselamatan kekal, sementara Yakobus menulis tentang

pembebasan dari efek dosa dari mereka yang sudah diselamatkan. Yakobus dan Paulus memiliki tujuan yang berbeda untuk penulisan surat mereka. Mereka masing-masing menggunakan istilah dengan arti yang berbeda. Paulus lebih memberi penekanan kepada dasar orang pecaya memiliki

(20)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 154 status yang benar di hadapan Tuhan. Pada sisi lain, Yakobus menekankan kepada demonstrasi iman yang sejati dari orang percaya yang dibenarkan. Yakobus bermaksud menuliskan ini untuk melawan pemahaman antinomianisme yang sedang ia hadapi dalam komunitasnya. Paulus menulis bagian kecil tersebut dalam konteks besar deklarasi kebenaran Allah (δικαιοσύνη θεοῦ).

Pada sisi yang lain, Yakobus sedang mengajarkan bahwa iman yang benar dibuktikan dengan perbuatan.

Berdasarkan penggunaan istilah tersebut, mungkin jika Paulus dan Yakobus

menggunakan beberapa kata ini (ἔργων, πίστις dan δικαιόω) dengan cara yang sama, maka para pembaca dan penafsir tampaknya akan dihadapkan pada kontradiksi yang nyata. Kendati demikian pemeriksaan secara cermat atas istilah-istilah tersebut dalam konteks masing-masing menunjukkan hal sebaliknya. Yakobus telah memberikan bukti dalam ayat-ayat sebelumnya bahwa seseorang dibenarkan oleh iman tetapi bukan oleh iman berdiri sendiri, karena perbuatan selalu menyertai iman yang menyelamatkan. Jadi, Yakobus menekankan pengertian di mana iman dan perbuatan saling berhubungan satu sama lain. Jadi Yakobus 2:24 menyimpulkan bukti yang telah dia berikan dalam ayat sebelumnya. Demikian pula, Paulus menekankan kepada pendengarnya alasan pebenaran tersebut terlepas dari perbuatan hukum seperti yang telah diungkapkan bahwa seseorang dibenarkan oleh iman dari awal sampai akhir. Paulus

menyimpulkan bahwa anugerah Allah memberikan δικαιόω kepada orang percaya dan bukan berdasarkan pada ἔργων. Paulus tidak mengatakan bahwa πίστις yang menyelamatkan berdiri sendiri dan terpisah dari iman yang ditunjukan dalam ἔργων νόμου.

Implikasi Dalam Hidup Orang Percaya

Di balik setiap orthopraxy dalam kehidupan orang percaya tentunya ada orthodoxy yang mendasarinya. Ajaran Yakobus dan Paulus, sebagaimana dipahami dengan benar ternyata tidak berkontradiksi satu sama lain. Hasil eksegesis yang telah dijabarkan di atas menunjukan hal demikian yang juga menunjukan keharmonisan dalam pengajaran mereka dan saling melengkapi bagi kehidupan orang percaya. Yakobus dan Paulus mengingatkan kepada pembaca Alkitab zaman ini juga bahwa teologi yang setia harus terwujud nyata dalam perbuatan baik, yaitu mengasihi Allah dan sesama. Demikian pula iman dan perbuatan adalah dua sisi mata uang yang harus selalu ada dalam kehidupan orang percaya. Ada dua bandul ekstrim yang terjadi dalam konteks pendengar mula-mula juga dapat terjadi pada pendengar masa kini. Bandul pertama

(21)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 155 adalah mereka yang menafsirkan bahwa manusia diselamatkan oleh iman saja. Pemahaman tentang pembenaran hanya oleh iman, dapat dipahami secara tidak seimbang tanpa mencermati kepada maksud dari Paulus dalam menuliskan suratnya.

Penafsiran yang berat sebelah akan menghasilkan ortopraksi yang cenderung menekankan iman yang mereduksi pentingnya perbuatan. Penafsiran seperti ini dapat

menyebabkan seseorang terjatuh kepada tindakan anomia yang tidak menghargai keagungan hukum Allah. Seorang kristen dipanggil untuk mengagungkan kebenaran Alkitab baik PL maupun PB, di mana keduanya sama mulia dan dipelihara oleh orang percaya sebagai tulisan yang diilhamkan oleh Allah. Dengan kata lain orang percaya harus kembali melihat iman dan perbuatan sebagai sesuatu yang berkelanjutan, sebagaimana Paulus berkata, “karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya (Ef 2:10).”

Pada sisi yang lain penafsiran berat sebelah juga dapat terjadi ketika seorang menekankan pentingnya perbuatan sebagai iman yang menyelamatkan. Penafsiran ini juga dapat terjatuh kepada penempatan jasa dan usaha manusia sebagai dasar untuk dibenarkan dan diselamatkan.

Dasar pembenaran berdasarkan perbuatan akan memberikan tempat bagi manusia untuk

bermegah dalam perbuatannya dan mereduksi pentingnya anugerah Allah yang diberikan dalam seluruh hidup orang percaya. Pengajaran seperti ini juga tidak didukung oleh seluruh bagian Alkitab, bahkan surat Yakobus yang dianggap menekankan pentingnya perbuatan juga

mengagungkan anugerah Allah dalam awal suratnya dengan berkata bahwa, “setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang (Yak 1:17).” Seorang penafsir perlu melihat surat Yakobus dalam pemahaman yang utuh, di mana pada bagian lain pun Yakobus menekankan pentingnya kasih karunia. Dalam hal ini Yakobus berkata, “tetapi kasih karunia, yang dianugerahkan-Nya kepada kita, lebih besar dari pada itu. Karena itu Ia katakan: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati (Yak 4:6).”

Teologi Paulus mungkin sering dianggap memberi penekanan kepada pentingnya anugerah yang diterima melalui iman. Dalam beberapa bagian, pembaca dapat menemukan bahwa Paulus menegaskan manusia diselamatkan oleh iman, bukan oleh perbuatan. Pada sisi yang lain, Paulus juga menekankan bahwa orang percaya adalah buatan Allah yang diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan perbuatan baik. Dengan demikian teologi Paulus tidak

(22)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 156 menekankan pentingnya iman tanpa adanya perbuatan dari orang peraya. Alih-alih menekankan teologi Paulus tentang pembenaran oleh iman, seorang pembaca juga perlu mencermati teologi Paulus secara utuh yang menekankan perbuatan sebagai buah yang harus diwujudkan dalam kehidupan orang percaya.

Teologi Yakobus mungkin sering dianggap memberi penekanan kepada pentingnya perbuatan dalam kehidupan orang percaya. Dalam beberapa bagian, pembaca dapat menemukan bahwa Yakobus menegor iman yang kosong, yakni iman tanpa disertai dengan perbuatan. Pada sisi lain, Yakobus tidak pernah menyatakan bahwa manusia dibenarkan oleh karena perbuatan.

Yakobus menekankan bahwa iman yang sejati harus terwujud dalam perbuatan. Dengan demikian teologi Yakobus tidak boleh direduksi ke dalam pemahaman tentang adanya jasa manusia dalam keselamatan, karena pada bagian lain dalam suratnya, Yakobus juga menekankan anugerah dari Allah dan menegor kesombongan manusia. Alih-alih menekankan teologi

Yakobus tentang perbuatan baik, seorang pembaca perlu juga mencermati teologi Yakobus secara utuh yang menekankan Allah sebagai sumber segala yang baik, yang dari padanya setiap orang percaya dipanggil untuk memiliki iman yang diwujudkan dalam perbuatan baik.

KESIMPULAN

Tidak ada kontradiksi antara apa yang ditekankan oleh Paulus (Rm 3:28 dan Ef 2:8-10) dengan Yakobus (Yak 2:24). Kemiripan kata yang digunakan pun ternyata tetap memiliki perbedaan dalam pola sintaksisnya. Demikian pula pengunaan kata dalam kalimat tersebut memiliki penekanan teologis yang berbeda dari masing-masing penulis surat, ketika dicermati dalam konteks utuhnya. Iman (πίστις) dalam Rm 3:28 merujuk kepada pembenaran (δικαιόω) yang Allah berikan kepada manusia, bukan ditentukan oleh perbuatan hukum (ἔργων νόμου).

Dalam perspektif yang berbeda, Yakobus menggunakan πίστις dalam Yak 2:24 untuk merujuk kepada iman yang berbuah dalam perbuatan (ἔργων) untuk mengasihi Allah dan sesama.

Demikian pula Yakobus merujuk δικαιόω kepada hari penghakiman Ilahi, di mana ἔργων akan diminta pertanggungan-jawab. Kedua perspektif ini tidak harus dilihat sebagai kontradiksi, sebagaimana dalam Ef 2:8-10, kedua perspektif itu dapat berjalan secara harmoni. Efesus 2:8-9 menggunakan kata πίστις merujuk kepada anugerah Allah yang juga berlanjut dalam dalam kehidupan orang percaya (Ef 2:10). Dengan demikian perbuatan baik bukan dipahami sebagai dasar keselamatan, melainkan buah dari keselamatan. Buah tersebut harus nyata dalam

(23)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 157 kehidupan manusia baru yang diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan perbuatan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya.

Daftar Pustaka

Anderson, Gary, Ruth Clements dan David Satran, New Approaches to the Study of Biblical Interpretation in Judaism of the Second Temple and in Early Christianity. Brill: Hotei Publishing, 2013.

BDAG Lexicon, Bibleworks9. Copyright © 2011 bibleworks, LLC Version 9.0 Bruce, F.F, The Epistle to the Ephesians. Grand Rapids: Baker Books, 1984.

Calvin, John. Commentaries on the Catholic Epistles. Grand Rapids, MI:Baker Book House, 1998.

Calvin, John. Institutes of the Christian Religion. Louisville, KY: Westminster John Knox Press, 2006.

Carson, D. A. Douglas J. Moo dan Leon Morris, An Introduction to the New Testament (Grand Rapids, Mich: Zondervan, 1992.

Dunn, J.D.G. The Theology of Paul the Apostle. Grand Rapids, MI: Wm. B. Eerdmans Publishing, 2006.

Erdman, Charles R. The Epistle of Paul to the Ephesians. Philadelphia: Westminster Press, 1931.

Hagner, Donald A. The New Testament: A Historical and Theological Introduction. Grand Rapids, MI: Baker Academic, 2012.

Ladd, George E. A Theology of the New Testament. Grand Rapids: William B. Eerdmans, 1993.

Ladd, George Eldon. A Theology of The New Testament. Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1993.

Lane, Jason D. Luther’s Epistle of Straw: The Voice of St. James in Reformation Preaching Vol.

16. Boston: Walter de Gruyter GmbH, 2018.

Laws, S. A Commentary on the Epistle of James. San Francisco: Harper and Row, 1980.

Luther, Martin. Luther's Works: American Edition. Philadelphia: Fortress Press, 1960.

Moo, Douglas J. James: An Introduction and Commentary. Tyndale New Testament Commentaries. Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1985.

Moo, Douglas J. Wycliffe Exegetical Commentary, ed. Charles F. Pfeiffer and Everett F.

Harrison. Chicago: Moody Press, 1991.

(24)

Copyright© 2021 Temisien Jurnal Teologi Misi dan Enterpreneurship | 158 Rakestraw, Robert V. “James 2:14-26: Does James Contradict The Pauline Soteriology?,”

Criswell Theological Review 4, no. 1 (1986).

Ropes, James Hardy. A Critical and Exegetical Commentary on the Epistle of St. James.

Edinburg: T. & T. Clark, 1991.

Sanders, J.T. Ethics in the New Testament. Philadelphia: Fortress, 1975.

Schreiner, Thomas. 40 Questions about Christians and Biblical Law. Grand Rapids, MI: Kregel Academic and Professional, 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Filipi 2:5-11, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah,

Firman Tuhan di atas bisa menjadi suatu dorongan iman umat percaya untuk selalu memberikan yang terbaik untuk Tuhan, salah satunya adalah dalam pelayanan diakonia

Seperti di dalam Yohanes 13:1-15 menjelaskan bahwa bukan hanya sekedar pembasuhan kaki tetapi bagaimana menjadi seorang pemimpin harus memiliki kerendahan hati Yesus

Data yang diperoleh dari hasil penelitian kem- udian diolah sendiri, yaitu data yang digunakan untuk analisis maupun untuk pembahasan hasil penelitian tentang

Proses dalam membangun system kepemimpinan multistaf adalah yang pertama melalui perekrutan calon pemimpin yang memiliki kualifikasi orang yang cakap dan takut akan

Dengan bersyukur maka ini berarti mengakui dan mengetahui keberadaan Allah dan percaya bahwa Allah juga ikut serta turut mengambil bagian dari hidup, baik dalam segala sesuatu

Berkenaan dengan tantangan iman, Gilbert Lumoindong dalam uraiannya mengatakan bahwa ada beberapa hal yang bisa menjadi musuh yang dapat merusak iman orang percaya antara

Suatu perbuatan yang merupakan hukum publik mempunyai segi satu, dapat dilakukan oleh perangkat pemerintahan didasarkan pada kekuasaan yang bersifat istimewa, dan