• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRUKTUR DAN REGENERASI VEGETASI MANGROVE DESA SUNGAI ASAM KECAMATAN RETEH INDRAGIRI HILIR REPOSITORY OLEH : MISNAWATI NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STRUKTUR DAN REGENERASI VEGETASI MANGROVE DESA SUNGAI ASAM KECAMATAN RETEH INDRAGIRI HILIR REPOSITORY OLEH : MISNAWATI NIM."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR DAN REGENERASI VEGETASI

MANGROVE DESA SUNGAI ASAM KECAMATAN RETEH INDRAGIRI HILIR

REPOSITORY

OLEH :

MISNAWATI NIM. 1503112345

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU 2020

(2)

1 STRUKTUR DAN REGENERASI VEGETASI MANGROVE DESA SUNGAI

ASAM KECAMATAN RETEH INDRAGIRI HILIR Misnawati 1), Khairijon2)

1)Mahasiswa Program Studi S1 Biologi

2)Dosen Bidang Ekologi Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau Kampus Bina Widya Pekanbaru, 28293, Indonesia

Misnawati@student.unri.ac.id

ABSTRACT

Mangrove forest is an ecosystem found in tidal areas affecting other ecosystems in the area. If an ecosystem is damaged or disturbedthen surrounding ecosystem will be affected. Good management (rehabilitation) of mangrove forests will affect people’s income especially fishermen and pond farmers because the mangrove forest is one of the determinants of fish abudance or various other marine biota. Research on the structure and regeneration of mangrove vegetation has been carried out in the Sungai Asam village sub-district Reteh Indragiri Hilir regency in October to December 2019.

The purpose of this study was to determine the structure and regeneration of mangrove vegetation. Data was collected directly from the field then followed by data analysis.

The method used is a survey method and determination of the transects point by purposive sampling. The study found five mangrove species namely Rhizophora apiculata, Bruguiera sexangula, Sonneratia alba, Avicennia alba and Nypa fruticans.

The regeneration status of mangrove forests in Sungai Asam village is different namely it is classified categorized sufficient, low and newly regeneration.

Keywords :Mangrove, Regeneration, Vegetation structure.

ABSTRAK

Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang terdapat pada daerah pasang surut yang mempengaruhi ekosistem lain di daerah tersebut. Jika suatu ekosistem rusak atau terganggu maka ekosistem disekitarnya akan terpengaruh. Pengelolaan (rehabilitas) hutan mangrove yang baik akan mempengaruhi penghasilan masyarakat khususnya para nelayan dan petani tambak karena hutan mangrove tersebut merupakan salah satu faktor penentu kelimpahan ikan atau berbagai biota laut lainnya. Penelitian tentang struktur dan regenerasi vegetasi mangrove telah dilakukan di Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir pada Oktober-Desember 2019. Tujuan penelitian untuk mengetahui struktur dan regenerasi mangrove. Data dikumpulkan langsung dari lapangan kemudian dilanjutkan dengan analisis data. Metode yang digunakan adalah metode survei dan penentuan titik transek secara purposive sampling. Hasil penelitian

(3)

2 menemukan lima spesies mangrove yaitu Rhizophora apiculata, Bruguiera sexangula, Sonneratia alba, Avicennia alba dan Nypa fruticans. Status regenerasi hutan mangrove di Desa Sungai Asam berbeda-beda yaitu tergolong dalam kategori cukup, rendah dan baru beregerasi.

Kata Kunci : Mangrove, Regenerasi, Struktur vegetasi.

PENDAHULUAN

Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang terdapat di daerah pasang surut, keberadaannya sangat berpengaruh terhadap ekosistem-ekosistem lain di daerah tersebut. Bila suatu ekosistem mengalami kerusakan atau gangguan maka ekosistem di sekitarnya akan terpengaruh. Sebaliknya bila pengelolaan (rehabilitas) pada hutan mangrove baik maka akan mempengaruhi penghasilan masyarakat khususnya para nelayan dan petani tambak karena hutan mangrove tersebut merupakan salah satu faktor penentu kelimpahan ikan atau berbagai biota laut lainnya (Sudarmadji 2001).

Hutan mangrove memiliki berbagai fungsi yaitu fungsi fisik, biologi dan ekonomi. Fungsi fisik untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, mencegah terjadinya abrasi pantai, melindungi tebing pantai dan sungai serta untuk perangkap zat pencemar. Fungsi biologis hutan mangrove yaitu untuk habitat benih ikan, udang, dan kepiting sebagai tempat hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik. Fungsi ekonomis mangrove berfungsi untuk obat-obatan (Gunarto 2004). Bengen (2004) menyatakan bahwa hutan mangrove merupakan vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut terutama pantai berlumpur seperti:

Rhizophora, Avicennia, Bruguiera dan Sonneratia.

Hilmi (2010) menyatakan bahwa ekosistem mangrove di Kabupaten Inhil luasnya mencapai 121.535,31 Ha. Hutan mangrove di Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh merupakan salah satu kawasan hutan mangrove yang terdapat di Inhil. Kaprisal et al. (2017) menyatakan bahwa spesies mangrove yang ditemukan di hutan mangrove Desa Sungai Asam sebanyak tujuh spesies yaitu: Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera sexangula, Xylocarpus granatum, Avicennia alba, Nypa fruticans dan Acrostichum aureum.

Spesies mangrove yang mendominasi di hutan mangrove Desa Sungai Asam adalah Rhizophora apiculata dan Nypa fruticans. Hutan ini memiliki luas kawasan kurang lebih 40 Ha yang berpotensi wisata berstandar nasional.

Selain itu hutan mangrove di Desa Sungai Asam mendapat penghargaan pada tanggal 5 Juni 2008 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dijadikan sebagai Pusat Pengelolaan Ekoregion Sumatera di lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) RI.

Saat ini hutan mangrove yang ada di kawasan ini mengalami kerusakan antropogenik yaitu aktivitas manusia yang melakukan penebangan liar sehingga dapat mengganggu regenerasi mangrove. Penelitian di kawasan hutan mangrove Desa Sungai Asam masih

(4)

3 sedikit, informasi mengenai status

regenerasi vegetasi belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian tentang status regenerasi vegetasi di hutan mangrove Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh. Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk memberikan perhatian khusus dengan menetapkan kawasan hutan mangrove Desa Sungai Asam sebagai kawasan konservasi dan ekowisata.

METODE PENELITIAN a. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2019 di Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.

Metode yang digunakan dalam penentuan lokasi penelitian adalah metode survei, yaitu peneliti turun langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu menentukan lokasi titik transek penelitian didasarkan atas tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan permasalahan. Metode pengukuran vegetasi mangrove manggunakan metode transek berukuran 200 m sebanyak tiga transek dengan 10 plot pada masing-masing transek. Plot pengamatan berukuran 20 x 20 m digunakan untuk tingkat pohon, sub plot berukuran 5 x 5 m digunakan untuk tingkat pancang, dan sub plot 2 x 2 m digunakan untuk tingkat semai. Titik transek satu berada pada titik depan, titik transek dua pada titik tengah dan titik transek tiga pada titik belakang. Jarak antar titik transek meliputi 50 meter pertitik transek.

Suryawan dan Mahmud (2005) menyatakan bahwa kriteria yang

digunakan untuk tiap fase pertumbuhan adalah :

1. Semai (seedling) : diameter antara 2 cm sampai < 5 cm dan tinggi < 1,5 m 2. Pancang (sapling) : diameter ≥ 5 cm

sampai < 10 cm dan tinggi > 1,5 m 3. Pohon (trees) : diameter ≥ 10 cm

Kemudian semua spesies tumbuhan mangrove diidentifikasi spesiesnya pada tingkat pohon, pancang dan semai.

Pengukuran dilakukan dengan mengukur keliling batang dari jumlah individu.

Dilakukan juga pengukuran faktor lingkungan seperti suhu perairan, pH tanah dan salinitas.

b. Analisis Data

Analisis struktur vegetasi dilakukan dengan cara menghitung Kerapatan (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi (D), Dominansi Relatif (DR) dan Indeks Nilai Penting (INP) dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Kusmana 1997) : Kerapatan (K)

Jumlah individu suatu spesies Luas seluruh petak contoh

Kerapatan relatif (KR) Kerapatan suatu spesies

Kerapatan seluruh spesiesX 100%

Frekuensi (F)

Jumlah petak contoh ditemukan suatu spesies Jumlah seluruh petak contoh

Frekuensi relatif (FR) frekuensi suatu spesies

frekuensi seluruh spesiesX 100%

(5)

4 Dominansi (D)

Jumlah luas bidang dasar suatu spesies(LBDS) Luas petak contoh

LBD = 1⁄(4 )π d2 : D= k/π Dimana :

k = keliling batang (cm)

D = diameter setinggi dada (1,3 m) Π = konstanta dengan nilai 3,14 Dominansi relatif (DR)

Dominansi suatu spesies

Dominansi seluruh spesiesX 100%

Indeks Nilai Penting (INP)

- Untuk tingkat pancang dan semai dengan rumus :

Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR -Untuk tingkat pohon dan tiang dengan rumus :

Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR

Dimana :

INP = Indeks Nilai Penting (%) KR = Kerapatan Relatif (%) FR = Frekuensi Relatif (%) DR = Dominansi Relatif (%) Indeks Keanekaragaman (H’)

Keanekaragaman spesies suatu area dianalisis dengan menggunakan Index Shannon (H’) (Magurran 2004) :

H’ = -Σ pi ln pi (dengan pi =ni/N) Dimana :

H' = Indeks Keanekaragaman Spesies ni = Nilai penting spesies ke i

N = Total nilai penting seluruh spesies Pi = Perbandingan jumlah individu suatu

spesies dengan seluruh spesies.

Barbour et al. (1987) menyatakan bahwa kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan indeks keanekaragaman yaitu :

H’ < 1 = Keanekaragaman rendah H’ 1- 3 = Keanekaragaman sedang H’ > 3 = Kkeanekaragaman tinggi

Shankar (2001) menyatakan status regenerasi adalah :

1. Baik apabila jumlah anakan >

pancang > pohon.

2. Cukup apabila jumlah anakan >

pancang ≤ pohon.

3. Rendah apabila spesies yang mampu hidup hanya pohon.

4. Tidak ada regenerasi apabila tidak ada spesies baik pada tingkat pancang maupun anakan.

5. Baru beregenerasi apabila tidak terdapat pohon tetapi hanya pada tingkat pertumbuhan anakan dan tingkat pertumbuhan pancang.

Data yang diperoleh dari hasil perhitungan jumlah individu setiap tingkatan pertumbuhan kemudian akan diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk mengetahui regenerasi masing-masing spesies.

HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Lingkungan

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter lingkungan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

(6)

5 Tabel 1. Hasil pengukuran parameter lingkungan di hutan mangrove Desa Sungai

Asam Kecamatan Reteh Indragiri Hilir.

No Parameter Hasil

Satuan Titik 1 Titik 2 Titik 3

1 pH tanah 6.8 6.8 6.8 -

2 Suhu 29 29 29 oC

3 Salinitas 5 5 5 ‰

Komposisi Spesies Vegetasi Mangrove Total spesies yang teridentifikasi di Desa Sungai Asam Kecamatan RetehKabupaten Indragiri HilirProvinsi

Riau ditemukan5spesies tumbuhan mangrove dari empat famili. Spesies yang teridentifikasi dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Spesies mangrove yang terdapat di hutan mangrove Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh Inhil.

No Spesies Famili Nama lokal Titik 1

Titik 2

Titik 3 1 Avicennia

alba

Avicenniaceae Api-api √ √ √

2 Bruguiera sexangula

Rhizophoraceae Tumu kuning √ - -

3 Nypa fruticans

Arecaceae Nipa √ √ √

4 Rhizophora apiculata

Rhizophoraceae Bakau puteh, bakau minyak

√ √ √

5 Sonneratia alba

Lythraceae Perepat √ - -

Keterangan : √ = Ada ditemukan - = Tidak ditemukan Pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa

pada titik satu ditemukan lima spesies yaitu Rhizophora apiculata, Bruguiera sexangula, Sonneratia alba, Avicennia albadan Nypa fruticans. Kelima spesies memiliki daya dukung yang cukup baik

untuk pertumbuhan dan

perkembangannya yaitu terhadap kondisi salinitas, suhu perairan, dan pH tanah.

Salinitas pada titik satu adalah 5 ‰, suhu perairan 28oC dan pH tanah 6.8. Noor et al. (2006) menyatakan bahwa genus dari Avicennia dan Rhizophoramasuk ke dalam kategori mangrove sejati yaitu

tumbuhan mangrove utama yang berada pada wilayah payau seperti Avicennia, Rhizhopora, Bruguiera dan Sonneratia, masing-masing dari genus ini tumbuh dan tersebar di wilayah dengan tingkat toleransi terhadap kadar salinitas yang berbeda-beda.

Pada titik dua dan tiga hanya ditemukan tiga spesies yaitu Rhizophora apiculata, Avicennia albadan Nypafruticans. Pada titik dua dan tiga untuk salinitas, suhu perairan dan pH tanah memiliki nilai yang sama seperti pada titik satu. Pada titik dua dan tiga

(7)

6 tidak ditemukan spesies Sonneratia alba

dan Bruguiera sexangula. Hal ini dikarenakan Sonneratia alba tidak dapat tumbuh baik ditempat yang ternaungi.

Sesuai dengan Tomlinson (1986) menyatakan Sonneratia alba merupakan mangrove mayor berjenis sekresi yang menyukai salinitas tinggi dengan tingkat intensitas cahaya yang tinggi, oleh karena itu Sonneratia albasecara zonasi menempati posisi paling dekat dengan laut. Pernyataan ini juga didukung oleh Kusmana et al. (2003) yang menyatakan bahwa semai Sonneratia alba intoleran terhadap naungan sehingga keberadaan naungan dapat mempengaruhi pertumbuhan Sonneratia alba.

Umumnya Sonneratia

albaditemukan pada zona luar dari hutan mangrove yang dekat dengan laut (Tomlinson 1986). Sonneratia alba tumbuh pada salinitas mulai dari air tawar hingga air laut dengan pertumbuhan maksimal berkisar antara 5- 50‰ (Ball dan Pidsley 1995).Pada lokasi penelitian dengan salinitas 5‰ masih sesuai untuk pertumbuhan Sonneratia alba. Sesuai dengan pendapat Badrudin (1993) yang menyatakan bahwa spesies Sonneratia alba tumbuh pada zona yang paling luar dari hutan mangrove.

Sonneratia alba dapat tumbuh dengan baik pada kondisi lingkungan yang berkadar garam tinggi dan tergenang pada saat normal. Spesies ini dapat ditemukan sebagai tegakan pohon yang berukuran besar di tepi pantai (Nursal et al. 2005).

Bruguiera sexangula memiliki pertumbuhan yang terbatas dan penyebaran biji yang tidak merata sehingga spesies ini hanya ditemukan pada titik satu. Noor et al. (2006) menyatakan kadar salinitas optimum

untuk Bruguiera spp adalah kurang dari 2.5‰. Salinitas 5 ‰ pada hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies Bruguiera sexangulamasih dapat tumbuh dan berkembang serta toleransi terhadap kadar salinitas yang berbeda-beda. Amin et al. (2015) menyatakan bahwa mangrove hidup pada kisaran salinitas 5- 30 ‰. Suhu perairan pada hasil penelitian yaitu 28oC. Menurut Bengen (2001) bahwa hutan mangrove tumbuh optimal pada suhu tropik diatas 20oC. pH tanah pada penelitian ini adalah 6.8.

Menurut Islami dan Utomo (1995) bahwa mangrove dapat tumbuh optimal pada pH tanah berkisar 5.0-8.0.

Pada penelitian ini parameter yang diamati adalah: salinitas, suhu perairan dan pH tanah dengan nilai yang sama dari ketiga titik transek. Salinitas yang diperoleh pada penelitian ini adalah 5‰.

Hal ini dikarenakan lokasinya lebih jauh masuk kedalam (kurang lebih 12 km dari pantai) yang dipengaruhi oleh masukan air tawar melalui sungai sehingga salinitas di kawasan tersebut lebih rendah. Nurhayati (2002) menyatakan bahwa salinitas pada suatu perairan dipengaruhi oleh faktor pemasukan air tawar melalui sungai dan penguapan maupun curah hujan. Hutan mangrove di Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh merupakan wilayah yang dinilai masih mendukung untuk kehidupan mangrove.

Hal ini sesuai pendapat Amin et al.

(2015) bahwa mangrove hidup pada kisaran 5-30‰. Menurut Samsumarlinet al. (2015) tingginya salinitas tergantung pada waktu penggenangan air laut dan besar kecilnya air laut yang bercampur dengan air tawar. Semakin besar volume air laut daripada air tawar maka semakin tinggi salinitasnya. Salinitas juga

(8)

7 merupakan salah faktor penentu

penyebaran tumbuhan mangrove.

Suhu perairan pada penelitian ini adalah 28oC. Menurut Kennish (1990) dan Supriharyono (2007) mangrove dapat tumbuh dengan subur di daerah tropis pada kisaran suhu lebih dari 20oC. Suhu dari hasil penelitian menunjukan pertumbuhan dan perkembangan mangrove masih toleran. Hasil penelitian Walsh (1974) dalam Supriharyono (2002) melaporkan bahwa suhu yang baik untuk pertumbuhan mangrove berkisar antara 20–33oC. Menurut Irwanto (2006) mangrove merupakan tumbuhan khas tropis yang hidupnya berkembang baik pada temperature 19oC sampai 40oC. pH tanah pada penelitian ini adalah 6.8 pH tanah tersebut bersifat asam dan baik bagi pertumbuhan akar tanaman mangrove. Menurut Islami dan Utomo (1995) pH tanah dengan kisaran 5.0-8.0 sangat baik untuk pertumbuhan akar, pada pH terlalu rendah maupun terlalu tinggi kebanyakan tumbuhan mangrove tidak dapat hidup.

Secara keseluruhan komposisi mangrove pada Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh didominasi oleh spesies Rhizophora apiculata dan Nypa fruticans. Rhizophora apiculata mendominasi hutan mangrove karena spesies ini sebelumnya sengaja ditanam oleh masyarakat. Spesies Rhizophora apiculata mampu beradaptasi di lingkungan, serta proses perkembang biakan yang cepat sehingga menjadikan spesies tersebut lebih banyak ditemukan di hutan mangrove Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh. Menurut Kaprisal et al. (2017) bahwa hutan mangrove di Desa Sungai Asam didominasi oleh spesies Rhizophora apiculata dan Nypa fruticans. Kedua spesies tersebut mempunyai peran penting dalam pembentukan ekosistem mangrove di Desa Sungai Asam. Peran pentingnya adalah hutan mangrove dapat menjaga kondisi pantai dan sungai agar tetap stabil, mencegah terjadinya abrasi pantai dan melindungi tebing pantai dan sungai (Gunarto 2004).

(9)

8 Struktur Spesies Vegetasi Mangrove

Tabel 3. Indeks Nilai Penting Tumbuhan Mngrove di Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh Indragiri Hilir.

Nilai kerapatan relatif spesies tertinggi yaitu Rhizophora apiculatapada tingkat semai (39%), pancang (94%) dan pohon (91%). Kondisi tersebut menunjukan bahwa Rhizophora apiculatadapat beradaptasi dengan baik dan penyebaran biji tersebar secara merata. Rhizophora apiculata memiliki biji berbentuk vivipar (Kusmana et al.

2008). Rhizophora apiculata memiliki daya adaptasi yang kuat dan dapat toleransi terhadap kadar garam yang tinggi maupun rendah. Sama halnya dengan spesies lain juga dapat beradaptasi dan toleran terhadap garam yang rendah maupun tinggi. Salinitas pada penelitian ini adalah 5‰.

Tumbuhan mangrove dapat tumbuh pada kadar salinitas 2-22‰ hingga air asin.

Kondisi salinitas dapat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai spesies mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.

Beberapa diantaranya secara selektif

mampu menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa spesies lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya (Noor et al. 1999).

Noor et al. (2006) menyatakan bahwa kondisi salinitas dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove.

Jika kadar salinitas tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetasi tersebut seperti perubahan struktur pohon menjadi kerdil dan kemampuan untuk menghasilkan buah menghilang.

Kerapatan relatif spesies terendah yaitu Sonneratia alba pada tingkat semai (7%), pancang (0%) dan pohon (0%). Hal ini dikarenakan semai mengalami gangguan seperti terinjak atau patah pucuk akibat adanya aktifitas manusia seperti penebangan liar hutan mangrove sehingga dapat mengganggu pertumbuhannya. Pada spesies yang lain sama halnya dengan Sonneratia alba yang mengalami kerusakan namun Tingkat

Pertumbuhan

Spesies KR FR DR INP

Semai Avicennia alba 13 17.4 15 45.4

Bruguiera sexangula 11 5.2 9 25.2

Nypa fruticans 30 37.4 34 101.4

Rhizophora apiculata 39 37.4 34 110.4

Sonneratia alba 7 2.6 8 17.6

Pancang Avicennia alba 0 0 0 0

Bruguiera sexangula 1 4 1 6

Nypa fruticans 5 22 5 32

Rhizophora apiculata 94 74 94 262

Sonneratia alba 0 0 0 0

Pohon Avicennia alba 3 17 2 22

Bruguiera sexangula 1 3 1 5

Nypa fruticans 5 33 18 56

Rhizophora apiculata 91 47 79 217

Sonneratia alba 0 0 0 0

(10)

9 jumlah individu setiap spesies lebih

banyak dibandingkan jumlah individu spesies Sonneratia alba sehingga kerapatan relatif spesies dari ke empat spesies yang lain tidak serendah kerapatan relatif spesies Sonneratia alba.

Nilai frekuensi relatif spesies tertinggi yaitu Rhizophora apiculatapada tingkat semai (37.4%), pancang (74%) dan pohon (47%).Spesies yang mempunyai nilai frekeunsi relatif tinggi memiliki penyebaran yang luas dibandingkan spesies-spesies lainnya.Tingginya frekuensi relatif Rhizophora apiculatamenunjukkan bahwa Rhizophora apiculatamemiliki adaptasi yang baik untuk dapat tumbuh dan berkembang (Noor et al. 1999) serta mendominasi di hutan mangrove Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh. Spesies Rhizophora apiculatamempunyai daur hidup khusus dengan benih yang dapat berkecambah pada waktu masih berada pada tumbuhan induk sehingga sangat menunjang proses distribusi yang luas di ekosistem mangrove. Bengen (2002) menjelaskan bahwa hal seperti ini umum terjadi pada spesies bakau (Rhizophora sp.). Noor et al. (1999) menyatakan Rhizophora apiculatamemiliki perkembangan biji secara vivipar yaitu biji atau benih telah berkecambah ketika masih didalam buah yang melekat pada waktu induk. Penyebaran spesies individu memiliki luas batas toleransi yang tinggi terhadap faktor lingkungan juga melalui biji yang dimakan oleh satwa maupun yang diterbangkan oleh angin jatuh cukup jauh dari pohon induknya (Brown 2006).

Nilai dominansi relatif spesies tertinggi adalah Rhizophora apiculatapada tingkat semai (34%), pancang (94%) dan pohon (79%).

Pertumbuhan Rhizophora apiculata didukung dengan faktor lingkungan seperti salinitas, suhu perairan dan pH tanah serta mampu berkompetisi untuk memperoleh unsur hara yang lebih banyak dibandingkan spesies lain.

Pengukuran secara fisik, volume batang cukup besar dan tajuk yang luas sehingga spesies Rhizophora apiculatalebih mendominansi dibandingkan spesies lain.

Dominansi spesies mangrove berbeda untuk setiap spesies pada suatu daerah.

Ukuran batang yang semakin membesar akan mempengaruhi luas dominansinya.

Menurut Nasution (2005) spesies yang memiliki nilai dominansi relatif rendah menunjukkan ketidakmampuannya terhadap kondisi lingkungan. Menurut Kartawinata (1979) dalamSurya (2002) spesies yng memiliki nilai dominansi relatif rendah menunjukkan ketidakmampuan spesies tersebut dalam mengatasi kondisi lingkungan sehingga akan kalah bersaing dengan spesies yang toleran terhadap berbagai faktor lingkungan.

Indeks Nilai Penting digunakan untuk mengetahui dominansi atau penguasaan suatu spesies tumbuhan tersebut di lingkungannya. Apabila INP suatu spesies tinggi, maka akan menunjukkan bahwa spesies tersebut dianggap dominan dengan memiliki nilai kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies yang lain (Setiadi 2004).

Indeks Nilai Penting merupakan hasil penjumlahan dari Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif dan Dominansi Relatif dengan nilai maksimum 300% (Curtis dan McIntosh 1951). Nilai penting menunjukkan kepentingan suatu spesies tumbuhan yang memperlihatkan

(11)

10 berpengaruh atau tidaknya tumbuhan

tersebut di dalam komunitas dan ekosistem (Peters 2004). Hasil analisis Indeks Nilai Penting penelitian ini menunjukkan bahwa INP tertinggi hutan mangrove Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh yaitu Rhizophora apiculatapada tingkat semai (110.4%), pancang (262%) dan pohon (217%). Menurut Supriyanti (2002) spesies tumbuhan dengan nilai penting tertinggi, menunjukkan tingginya tingkat penyusun daerah suatu spesies tersebut dalam menyesuaikan diri dengan faktor lingkungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa spesies Rhizophora apiculatamerupakan spesies yang dapat beradaptasi dengan baik pada ekosistem mangrove. Spesies yang mempunyai nilai penting tertinggi memiliki jumlah individu tertinggi. Penyebaran dan

ukuran batang yang besar sehingga spesies ini mampu menguasai perubahan faktor lingkungan.

Indeks Keanekaragaman (H)

Perhitungan Indeks Keanekaragaman dilakukan untuk menunjukkan struktur komunitas dan mengukur stabilitas komunitas yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya agar tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap kompenen-komponennya (Indriyanto 2006). Perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon-Winners (H’) dilakukan pada seluruh tingkat pertumbuhan (semai, pancang dan pohon). Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh maka dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Indeks Keanekaragaman spesies pada semua tingkatan pertumbuhan vegetasi mangrove.

Tingkat Pertumbuhan Indeks Keanekaragaman (H') Kategori

Semai 1.43 Sedang

Pancang 0.24 Rendah

Pohon 0.39 Rendah

Hasil perhitungan Indeks Keanekaragaman (H’) menunjukkan bahwa semai memiliki keanekaragaman sedang dengan nilai H’ 1-3. Pancang dan pohon memiliki keanekaragaman rendah dengan nilai H’<1. Nilai keanekaragaman suatu komunitas sangat bergantung pada jumlah spesies dan jumlah individu yang terdapat pada komunitas tersebut.

Keanekaragaman spesies suatu komunitas akan tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dan tidak ada spesies yang mendominasi.

Sebaliknya suatu komunitas memiliki nilai keanekaragaman spesies yang rendah, jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies dan ada spesies yang dominan (Indriyanto 2006). Rendahnya keanekaragaman dengan nilai H’<1 pada tingkat pancang dan pohon dikarenakan adanya gangguan dan tekanan dari faktor luar yang akan menyebabkan kerusakan vegetasi hutan mangrove dan adanya aktivitas manusia seperti penebangan liar hutan mangrove. Hal ini sesuai dengan pendapat Irwanto (2006) bahwa

(12)

11

rendahnya keanekaragaman

menunjukkan ekosistem mengalami tekanan atau kondisinya mengalami penurunan. Keanekaragaman sedang dengan nilai H’ 1-3 pada tingkat semai dikarenakan semai kurang dimanfaatkan oleh masyarakat sedangkan pada pancang dan pohon dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

Nilai indeks keanekaragaman spesies pada lokasi penelitian tergolong ke dalam kategori rendah karena nilai H’ kurang dari 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa fungsi dan proses ekologi di lokasi penelitian telah terganggu, dibuktikan dengan adanya aktivitas manusia seperti penebangan liar hutan mangrove.

Menurut Ginting (2011) keanekaragaman spesies akan rendah dalam ekosistem- ekosistem yang secara fisik terkendali.

Menurut Alikodra (1998) ekosistem akan membentuk suatu kesatuan yang mendekati stabil, akan tetapi manusia mengakibatkan keanekaragaman spesies, struktur dan komposisi tumbuhan hutan cenderung berubah menjadi komunitas yang homogen.

Status Regenerasi

Regenerasi merupakan kemampuan suatu individu untuk menghasilkan individu baru. Cara untuk mengetahui dan mengawasi hutan mangrove yang mengalami perubahan adalah dengan menguji struktur hutan tersebut dan parameter yang digunakan antara lain tinggi pohon, diameter pohon dan daerah basal (Triswanto 1997). Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Starus regenerasi spesies pada semua tingkatan pertumbuhan vegetasi mangrove.

Spesies Rhizophora

apiculatamemiliki status regenerasi rendah. Spesies Bruguiera sexangula, Avicennia alba dan Nypa fruticans memiliki status regenerasi cukup dan spesies Sonneratia albamemiliki status regenerasi baru beregenerasi. Menurut Shankar (2001), baik apabila jumlah anakan > pancang > pohon, cukup apabila jumlah anakan >pancang ≤

pohon, rendah apabila jumlah anakan <

pancang > pohon, tidak ada regenerasi apabila tidak ada spesies baik pada tingkat pancang maupun anakan, baru beregenerasi apabila tidak terdapat pohon tetapi hanya pada tingkat pertumbuhan anakan dan tingkat pertumbuhan pancang. Spesies Rhizophora apiculata memiliki status regenerasi rendah dikarenakan adanya aktivitas manusia

Jumlah Individu

Spesies Semai Pancang Pohon Perbandingan Keterangan

Avicennia alba 6 0 26 6>0<26 Cukup

Bruguiera sexangula

5 2 7 5>2<7 Cukup

Nypa fruticans 13 11 48 13>11<48 Cukup Rhizophora

apiculata

17 221 785 17<221<785 Rendah Sonneratia

alba

3 0 0 3>0<0 Baru beregenerasi

(13)

12 seperti penebangan liar hutan mangrove

sehingga menganggu proses regenerasi.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan di hutan mangrove Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau, dapat ditarik kesimpulan yaitu ditemukan 5spesiesmangrovedari empat famili (Rhizophoraceae, Lythraceae, Avicenniaceae dan Arecaceae) dan didominasi oleh spesies Rhizophora apiculata dan Nypa fruticans.INP tertinggi adalah spesies Rhizophora apiculata pada strata pertumbuhan semai (110.4%), pancang (262%) dan pohon (217%) sedangkan INP terendah adalah spesies Sonneratia alba pada strata pertumbuhan semai (17.6%) pancang (0%) dan pohon (0%).Indeks Keanekaragaman pada lokasi penelitian tergolong ke dalam kategori rendah karena nilai H’<1.Status Regenerasi hutan mangrove pada Desa Sungai Asam Kecamatan Reteh yaitu Bruguiera sexangula, Avicennia alba dan Nypa fruticans (cukup), Sonneratia alba (baru beregenerasi) dan Rhizophora apiculata (rendah).

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra HS. 1998. Kebijakan Pengelolaan Hutan Mnagrove di lihat dari Lingkungan Hidup.

Proseding Seminar VI Ekosistem Mangrove. pekanbaru.

Amin DN, Irawan H dan Zulfikar A.

2015. Hubungan Jenis Substrat dengan Kerapatan Vegetasi Rhizophora sp. di Hutan Mangrove

Sungai Nyirih Kecamatan Tanjung Pinang Kota Tanjung Pinang.

Repository UMRAH. Tanjung Pinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Badrudin A.1993. Sekilas Mengenai Hutan Bakau di Provinsi Riau.Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Universitas

Riau.Pekanbaru.

Ball MC dan Pidsley SM. 1995. Growth responses to salinity in relation to distribution of two mangrove species Sonneratia alba and Sonneratia lanceolata in northern Australia. Functional Ecology. 9:

77-85.

Barbour GM, Burk JK dan Pitts WD.

1987. Terresterial Plant Ecology.

Los Angeles: The

Benyamin/Cummings Publishing Company. Inc.

Bengen DG. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan.IPB. Bogor.

Bengen DG. 2002. Ekosistem dan Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya.

Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan, IPB. Bogor.

Bengen DG. 2004. Sinopsis: Ekosistem Dan Sumber Daya Alam Dan Lautan Serta Prinsip Pengelolaan.

Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir Dan Lautan. Institut Pertanian.

Bogor.

(14)

13 Brown B. 2006. Tahap Rehabilitas

Mangrove, Mangrove Action Project dan Yayasan Akar Rumput Laut Indonesia. Yogyakarta.

Indonesia.

Curtis JT dan McIntosh RP. 1951. An Upland Forest Continum in the Praire-forest Border Region of Wisconsin. Ecology. 46(4) ; 478.

Ginting KEM. 2011. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hutan di Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara [Skripsi]. IPB. Bogor.

Gunarto.2004. Konservasi Mangrove Sebagai Pendukung Sumber Hayati Perikanan Pantai.Jurnal Litbang Pertanian. 23 (1) : 15-21.

Hilmi E. 2010. Analisis Biodiversiti Ekosistem Mangrove Di Indragiri Hilir.Dalam: Prosiding Seminar Nasional Biologi – Biodiversitas dan Bioteknologi Sumberdaya Akuatik. 133-141. 26 Juni 2010.

Indonesia. Purwokerto.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta.

Bumi Aksara.

Irwanto.2006. Keanekaragaman Fauna

Pada Habitat

Mangrove.Yogyakarta.

Islami T dan Utomo WH.

1995.Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press.

Semarang.

Kaprisal, Afrizal T dan Dessy Y.

2017.Kajian Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Desa Sungai Asam

Kabupaten Indragiri Hilir.

Universitas Riau. Pekanbaru.

Kartawinata K. 1979. Status Pengetahuan Hutan Bakau di Indonesia.

Prosiding Seminar Ekosistem Hutan Mangrove. MAP LON LIPI.

Jakarta.

Kennish MJ. 1990. Ecology of Estuaries;

Biological aspect. Vol II. CRC Press, Inc. New York. USA. 391 p.

Kusmana C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Kusmana C, Wilarso W, Hilwan I, Pamoengkas P, Wibowo C, Tiryana T, Triswanto A dan Yunasfi H.

2003. Teknik Rehabilitas Mangrove. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Kusmana C, Istimono, Cahyo W, Sri wilarso B R, Iskandar Z S, Tatang T dan Sukristijono S. 2008. Manual of Mangrove Silvikulture in Indonesia. Directorate General of Land Rehabilitation and Social Forestry, Ministry of Forestry and Korea International Cooperation

Agency (KOICA): The

Rehabilitation Mangrove forest and costal area damaged by tsunami in Aceh project. Pp. 217.

Magurran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. Malden (US):

Blackwell.

Nasution SR. 2005.Perbedaan Struktur dan Komposisi Hutan Mangrove di Kawasan Muara Sungai Mesjid

Kota Administratif

(15)

14 Dumai.Skripsi.Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.Pekanbaru.

Noor YR, Khazali M dan Suryadiputra INN. 1999. Panduan pengenalan mangrove di Indonesia. Wetland Internasional Indonesia Programme. Bogor.

Noor YR, Khazali M dan Suryadiputra INN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetland Internasional Indonesia Programme.Bogor.

Nurhayati. 2002. Karakteristik Hidrografi dan Arus di Perairan Selat Malaka. Dalam: Ruyitno, Muchtar M dan Supangat I (eds):

Perairan Indonesia, Oseanografi, Biologi dan Lingkungan. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.

Jakarta.

Nursal Y, Fauziah dan Ismiati. 2005.

Struktur dan Komposisi Vegetasi Mangrove Tanjung Sekodi Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal Biogenesis. 2(1): 1-7.

Peters CM. 2004. Sustainable Harvest Of Non-Timber Plant Resources in Tropical Moist Forest: An Ecological Primer. Section I: The Ecology Of Tropical Trees And Forest. Washington, D.C.A Crash Course. Biodiversity Support Program.

Samsumarlin, Imran R dan Bau T.

2015.Studi Zonasi Vegetasi Mangrove Muara di Desa Umbele Kecamatan Bumi Raya Kabupaten

Morowali Sulawesi Tengah.Warta Rimba. 3 (2): 148-154.

Setiadi D. 2004. Keanekaragaman Spesies Tingkat Pohon di Taman Nasional Alam Ruteng, Nusa Tenggara Timur. Biodiversitas. 6:

118-122.

Shankar U. 2001. A Case Of High Tree Diversity In Sal (Shorea Robusta) Dominated Lowland Forest Of Eastern Himalaya. Floristic Composition, Regenation and Conservation.Department Of Botany, North-Eastern Hill University. Shillong, India. Current Science.81 (7).

Sudarmadji.2001. Rehabilitas Hutan Mangrove dengan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.

Universitas Jember. Surabaya.

Supriharyono. 2002. Pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam di wilayah pesisir. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Supriharyono.2007. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis.

Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Supriyanti. 2002. Komposisi dan Struktur Vegetasi Sapling di Kwasan Hutan Mangrove Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis. Provinsi Riau. Skripsi FKIP Biologi.

Universitas Riau. Pekanbaru.

Surya BA. 2002. Komposisi dan Struktur Vegetasi Seedling di Kawasan Hutan Mangrove Pulau Bengkalis Kabupaten Bengkalis. Provinsi

(16)

15 Riau. Skripsi FKIP Biologi.

Universitas Riau. Pekanbaru.

Suryawan F dan Mahmud AH.2005.

Studi Keanekaragaman Vegetasi dan Kondisi Fisik Kawasan Pesisir Banda Aceh Untuk Mendukung Upaya Konservasi Wilayah Pesisir Pasca-Tsunami.Unsyiah. Banda Aceh.

Tomlinson PB. 1986. The botany of mangrove. Cambridge University

Press. Cambridge, London, New York, New Rochelle, Melbourne, Sydney: p. 413.

Triswanto A. 1997. Tinjauan Pendekatan Ekologis dalam Rehabilitas Hutan Mangrove di Provinsi NTB.[Tesis].

IPB: Bogor.

Walsh GE. 1974. Mangrove: a review. In Reimold, RJ and WH Queen (ed.).

Ecology of Halophytes. Academic Press. New York.

Gambar

Tabel 2.  Spesies  mangrove  yang  terdapat  di  hutan  mangrove  Desa  Sungai  Asam  Kecamatan Reteh Inhil
Tabel 3.  Indeks Nilai Penting Tumbuhan Mngrove di Desa Sungai Asam Kecamatan  Reteh Indragiri Hilir
Tabel 4.  Indeks  Keanekaragaman  spesies  pada  semua  tingkatan  pertumbuhan  vegetasi mangrove
Tabel 5.  Starus  regenerasi  spesies  pada  semua  tingkatan  pertumbuhan  vegetasi  mangrove

Referensi

Dokumen terkait

perempuan biasanya dibawa pada hari yang berbeda ke kuil shinto, bayi laki-laki biasanya pada hari ke 31 dibawa ke kuil sinto sedangkan perempuan dibawa ke kuil shinto pada hari

Contohnya Arial atau Helvetica (Catatan: meski amat mirip dan sering saling mensubstitusi satu sama lain, kedua font ini tidaklah mirip persis. Cobalah sekali-kali

Berdasarkan prinsip profesionalitas, maka guru sebagai tenaga pendidik harus (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk

Analisis uji hipotesis dilakukan untuk menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan angket dan dokumen berupa nilai siswa serta untuk mengetahui adanya

Tidak ada perbedaan efek terapi dry needling terhadap penurunan nyeri dan tenderness pada penderita sindrom nyeri miofasial otot upper trapezius tipe aktif antara menggunakan

Galatada, Yüksek Kaldırım Köşesinde, Minerva hanının alt katında çalışmarına

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang nyata antara spesies kerabat manggis yang digunakan dengan model sambung terhadap semua peubah yang diamati,

Selain itu, pertimbangan hukumnya adalah Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang mengatakan Presiden dapat mengangkat wakil