i
PENGELOLAAN HIGH ALERT MEDICATION DI RUANGAN ICU RSUP Dr. WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR
IIN AYU LESTARI N111 13 039
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
PENGELOLAAN HIGH ALERT MEDICATION DI RUANGAN ICU RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
IIN AYU LESTARI N111 13 039
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iii
iv
v
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan lancer, Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW.
Selama proses pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini, tentunya penulis mendapatkan begitu banyak bantuan, dukungan, dan nasihat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa hormat dan kasih sayang, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kepada Pembimbing yang luar biasa Ibunda Prof. rer.nat. Marianti A.
manggau., Apt, Ibunda Hubby, S.Si., M.Farm.Klin., Apt dan Bapak Anshar Saud, S.Si., M.Farm., Apt. dengan penuh kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya telah memberikan banyak ilmu, dorongan, pengertian, dan menyumbangkan pikiran bahkan finansial dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Kepada Dosen penguji, Ibu Dr. Latifah Rahman, DESS., Apt., Bapak Usmar, S.Si., M.Si., Apt., dan Ibu Sumarheni, S.Si., M.Sc., Apt., yang
vi
vii
telah memberikan saran yang membangun kepada penulis demi penyempurnaan skripsi ini.
3. Kepada Ibunda Prof. rer.nat. Marianti A. Manggau., Apt selaku penasehat akademik penulis yang selalu memberikan nasehat yang membangun selama penulis kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.
4. Kepada seluruh keluarga Farmasi Unhas, khususnya saudara- saudaraku angkatan 2013 (Theobromine) yang telah memberikan banyak informasi dan momen kebersamaan, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu dan telah banyak membantu penulis, baik dalam penyelesaian skripsi, maupun dalam kehidupan sehari-hari.
5. Kepada sahabat-sahabatku Rivi Privita, Dewi Cosye, Fadhlia Ramadhani, Yayu Permatasari, Yaumil Chaeriah, Fadillah Fitriah, Jumriati dan Sakinah Rusdi dan teman seperjuangan selama melakukan penelitian Yunita Boron. Terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya selama ini.
6. Kepada teman seperjuangan penelitian farmasi klinik Nurul Husna Syarif, Siti Hajar, Nurfajri Utami, Rivi Privita dan Musfira Dewi Suardi yang telah banyak berpartisipasi dalam kelancaran proses penelitian saya.
viii
ix
ABSTRAK
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high alert medications) adalah obat yang dapat menyebabkan terjadi kesalahan dan/ atau kejadian sentinel (sentinel event). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana penyimpanan, penandaan, penyiapan dan pemberian obat High Alert di ruangan ICU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan pengamatan prospektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan obat high alert pada penyimpanan, penandaan, penyiapan dan pemberian elektrolit pekat, narkotika dan obat high alert jenis lainnya sudah memenuhi prosedur yang ada pada peraturan Permenkes No 1691 tahun 2011 dengan mengurangi kejadian yang tidak diharapkan yang dapat menyebabkan cedera.
Kata kunci : Obat high alert, permenkes, icu
ix
x ABSTRACT
High alert medications are drugs that can cause errors and/or sentinel events. This research aims to describe storage, marking, preparation and administration of High Alert Medication in ICU Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. This research used the observation method with prospective observation. The results showed that high alert drug management on the storage, labeling, preparation and administration of concentrated electrolytes, narcotics and other High Alert medicines do meet the existing procedures of Regulation Number 1691 of 2011 by reducing unexpected events that can cause errors.
Keyword: high alert medication, ministry of health regulation,icu
xi DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
LEMBAR PENGESAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR SINGKATAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
II.1 Pelayanan Kefarmasian ... 4
II.2 Asuhan Kefarmasian... 5
II.3 Keselamatan Pasien ... 5
xii
II.3.1 Keselamatan Pasien Dalam Kefarmasian ... 7
II.4 High Alert Medication ... 9
II.5 Farmakologi ... 12
II.5.1 Insulin ... 12
II.5.1.1 Preparat Insulin ... 13
1. Preparat insulin kerja cepat ... 13
2. Preparat insulin kerja sedang... 13
3. Preparat insulin kerja lama ... 14
II.5.2 Analgetik Narkotik ... 15
II.5.2.1 Morfin ... 16
II.5.2.2 Pethidin ... 16
II.5.2.3 Fentanil ... 17
II.5.3 Kalsium Glukonat ... 17
II.5.4 Elektrolit Pekat... ... 17
II.5.4.1 Kalium klorida ... 17
II.5.4.2 Natrium klorida ... 19
II.5.4.3 Natrium bikarbonat ... 21
II.5.5 Vecuronium Bromida dan Atracurum ... 22
xiii
BAB III METODE PENELITIAN... 24
III.1 Tempat Penelitian ... 24
III.2 Rancangan Penelitian………24
III.3. Pupulasi dan Sampel Penelitian ... 24
III.3.1 Populasi Penelitian ... 24
III.3.2 Sampel Penelitian ... 24
III.4 Pengumpulan Data ... 24
III.5 Analisis Data ... 25
III.6 Pengambilan Kesimpulan ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
V.1 Kesimpulan ... 32
V.2 Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
LAMPIRAN ... 36
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Istilah – istilah dalam kejadian keselamatan pasien ... 7
Tabel 2.2 Daftar Obat High Alert ... 10
Tabel 2.3 Daftar Obat LASA ... 11
Tabel 4.1 Obat High Alert yang ada di ruangan DEPO ICU ... 26
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Lemari penyimpanan elektrolit pekat ... 36
Gambar 2 Penandaan pada setiap obat elektrolit pekat ... 36
Gambar 3 Lemari penyimpanan obat narkotika ... 37
Gambar 4 Lemari penyimpanan obat High Alert lainnya... 37
Gambar 5 Penandaan obat High Alert berbentuk persegi berwarna merah di setiap obatnya ... 37
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Skema Kerja ... 35 Lampiran II. Gambar Penelitian ... 36
xvii
DAFTAR SINGKATAN
ICU : Intensive Care Unit
NORUM : Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip
LASA : Look Alike Sound Alike
mEq : Miliekuvalen
KARS : Komisi Akreditasi Rumah Sakit
JCI : Joint Comission International
WHO : World Health Organization
ISMP MERP : Institute for Safe Medication Practices Medication Errors Reporting and Prevention
SKP : Sasaran Keselamatan Pasien
CSF : Cerebrospinal Fluid
TPN : Total Parenteral Nutrition
KCl : Kalium klorida
NaCl : Natrium klorida
NaHCO3 : Natrium bikarbonat
1 BAB I
PENDAHULUAN
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik (1).
Peranan farmasis di rumah sakit sangatlah penting salah satunya adalah secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/ atau prosedur untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Tindakan yang dimaksud antara lain menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai, menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya, dan pada akhirnya pemberiannya kepada pasien, sehingga membatasi akses untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera (2).
Obat yang perlu diwaspadai diatur dalam Permenkes RI Nomor 1691 tahun 2011 yang menjelaskan bahwa obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering menyebabkan terjadinya kesalahan serius (sentinel event), dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip seperti Nama Obat
2
Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), atau Look Alike Sound Alike (LASA) termasuk pula elektrolit konsentrasi tinggi, narkotika dan obat-obat sitostatika. Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2 mEq/mL atau yang lebih pekat, kaliumfosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9% , dan magnesium sulfat 50% atau lebih pekat) (2).
Obat yang perlu diwaspadai berada di logistik farmasi dan pelayanan farmasi, khusus High Alert Medications terdapat juga di unit pelayanan, yaitu ICU (Intensive Care Unit) dan kamar bersalin dalam jumlah yang terbatas. Penggunaan obat High Alert di ruangan ICU ini memerlukan kewaspadaan tinggi dan dapat menyebabkan cedera serius pada pasien jika terjadi kesalahan dalam penggunaan (3).
Kejadian Medication Error mengenai High Alert Medication dapat terjadi jika kesalahan pengambilan seperti insiden yang ditemukan pada bulan maret 2004 yaitu seorang pasien yang melakukan hemofiltrasi di ICU Foothills Medical Centre di Kanada meninggal dunia. Hal ini terjadi karena petugas tidak sengaja mengambil kalium klorida yang seharusnya natrium klorida untuk digunakan sebagai larutan selama dialisis berlangsung sehingga pasien mengalami hiperkalemia dengan dampak lebih lanjut asidosis dan nekrosis jaringan (4).
Kejadian Medication Error dari hasil penelitian Michael R.Cohen (2011) mengenai salah satu High Alert Medication yang terdapat di ICU
3
yaitu obat warfarin dengan insiden penggunaan dosis yang tidak tepat akibat dari kesalahan memasukkan data dan penggunaannya untuk pasien yang salah (5). Kekurangan pengetahuan staf medis juga dapat menyebabkan banyak kesalahan pemberian obat 84,12% orang dari para staf medis yang tidak mengetahui obat risiko tinggi dan hanya 38,17%
orang yang memahami obat risiko tinggi tersebut (6).
Berdasarkan uraian tersebut dilakukan penelitian mengenai High Alert Medication yang terdapat di ruangan ICU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode observasional menggunakan desain cross sectional dan pengambilan data dilakukan secara pengamatan prospektif dimulai dari penyimpanan, penandaan, penyiapan dan pemberian obat yang tergolong High Alert.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan mulai dari penyimpanan, penandaan, penyiapan dan pemberian High Alert Medication di ruangan ICU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah menilai keamanan obat yang perlu diwaspadai (High Alert) dengan memperkecil resiko kejadian sentinel kepada pasien di ruangan ICU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
4
4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Standar pelayanan kefarmasian merupakan tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (1).
Pelayanan kefarmasian bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (Drug Oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (Patient Oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care) (1).
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan (1).
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen pengunaan obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang
5
sekurang-kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu
rumah sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem mutu dan keselamatan penggunaan obat yang berkelanjutan (1).
II.2 Asuhan Kefarmasian
Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah tanggung jawab langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tetapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada pasien (5).
Seorang apoteker yang berperan dalam mikrosistem yang meliputi apotek, puskesmas, instalasi farmasi rumah sakit dan sarana pelayanan farmasi lain dalam membangun keselamatan pasien harus mampu mengelola dengan baik elemen–elemen dalam mikrosistem tersebut, yaitu system pelayanan, sumber daya, system inventori, keuangan dan teknologi informasi (9).
II.3 Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien (Patient Safety) secara sederhana didefinisikan sebagai suatu upaya untuk mencegah bahaya yang terjadi
6
pada pasien. Walaupun mempunyai definisi yang sangat sederhana, tetapi upaya untuk menjamin keselamatan pasien di fasilitas kesehatan sangatlah kompleks dan banyak hambatan (8).
Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Penyusunan sasaran ini mengacu pada WHO Patient Safety tahun 2007 yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI) dan dari Joint Comission International (JCI) (1).
World Health Organization (WHO) telah mengeluarkan suatu resolusi untuk membentuk program manajemen risiko untuk keselamatan pasien yang terdiri dari 4 aspek utama, yaitu :
1) Penentuan tentang norma-norma global standar pedoman untuk definisi, pengukuran dan pelaporan dalam mengambil tindakan pencegahan dan menerapkan ukuran untuk mengurangi resiko.
2) Penyusunan kebijakan bukti dalam standar global yang akan meningkatkan pelayanan kepada pasien dengan penekanan tertentu pada beberapa aspek seperti keamanan produk, praktek klinik yang aman sesuai dengan pedoman, penggunaan produk obat dan alat kesehatan yang aman dan menciptakan suatu budaya keselamatan pada petugas kesehatan dan institusi pendidikan.
3) Pengembangan mekanisme melalui akreditasi dan instrument lain, untuk mengenali karakteristik penyedia pelayanan kesehatan yang
7
unggul dalam keselamatan pasien secara internasional.
4) Mendorong penelitian tentang keselamatan pasien.
II.3.1 Keselamatan Pasien Dalam Kefarmasian
Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu dipahami dan disepakati bersama sehingga dapat membedakan dan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang berkaitan dengan cedera akibat penggunaan obat dalam melaksanakan program keselamatan pasien.
Istilah – istilah tersebut diantaranya adalah : (8) a. Kejadian Tidak Diharapkan (Adverse Event) b. Kejadian Nyaris Cedera (Near Event)
c. Kejadian Sentinel
d. Kejadian tentang obat yang tidak diharapkan (Adverse Drug Event) e. Reaksi obat yang tidak diharapkan (Adverse Drug Reaction)
f. Medication Error g. Efek Samping Obat
Menurut Nebeker JR dalam tulisannya Clarifying Adverse Drug Events: A clinician’s Guide to terminology disimpulkan dalam tabel berikut : (10)
Tabel 2.1 Istilah-istilah dalam kejadian keselamatan pasien
No. Istilah Definisi Contoh
1 Kejadian yang tidak diharapkan (Adverse Event)
Kejadian cedera pada pasien selama proses terapi/penatalaksanaan medis mencakup seluruh aspek pelayanan.
Infeksi pada kulit karena penggunaan perban
2 Reaksi obat Kejadian cedera pada Steven-johnson
8
yang tidak diharapkan (Adverse drug Reaction)
pasien selama proses terapi akibat penggunaan obat.
syndrome: sulfa, obat epilepsi.
3 Kejadian tentang obat yang tidak diharapkan (Adverse Drug Event)
Respon yang tidak diharapkan terhadap terapi obat dan mengganggu atau menimbulkan cedera pada penggunaan obat dosis normal. Reaksi Obat Yang Tidak Diharapkan (ROTD) ada yang berkaitan
dengan efek
farmakologi (efek samping) ada yang tidak berkaitan dengan efek farmakologi (reaksi hipersensitivitas)
Syok anafilaksi pada penggunaan antibiotik golongan penisilin, mengantuk pada penggunaan CTM
4 Efek obat yang tidak diharapkan (Adverse Drug Effect)
Respon yang tidak diharapkan terhadap terapi obat dan mengganggu atau menimbulkan cedera pada penggunaan obat dosis lazim sama dengan ROTD tapi dilihat dari sudut pandang obat.
Syok anafilaksi pada penggunaan antibiotik golongan penisilin, mengantuk pada penggunaan CTM
5 Cedera dapat terjadi atau tidak terjadi (Medication Error)
Kejadian yang dapat dicegah akibat penggunaan obat yang menyebabkan cedera
Persepan obat yang tidak rasional.
Kesalahan
perhitungan dosis pada peracikan.
[Sumber : Nebeker JR,2004]
Maksud dari keselamatan pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik
9
adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi (2).
II.4 High Alert Medication
High Alert Medication diatur dalam Permenkes RI Nomor 1691 tahun 2011 yang menjelaskan bahwa obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan serius (Sentinel Event), dampak yang tidak diinginkan (Adverse Outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip seperti Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), atau Look Alike Sound Alike (LASA) termasuk pula elektrolit konsentrasi tinggi, narkotika dan obat-obat sitostatika (2).
High Alert Medication diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit berdasarkan sasaran III mengenai peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai (High Alert) dalam standar SKP III, rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki kemanan obat- obat yang perlu diwaspadai. Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien (2).
Kelompok Obat high alert diantaranya: (12).
a. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/ NORUM, atau Look Alike Sound Alike/
LASA)
10
b. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat).
c. Obat-Obat Sitostatika.
Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ ml)], natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat].
Menurut ISMP MERP (Institute for Safe Medication Practices Medication Errors Reporting and Prevention) daftar High Alert medication in Acute Care Settings adalah sebagai berikut : (11)
Tabel 2.2 Daftar Obat High Alert
Kelas Pengobatan Pengobatan Spesifik
Agonis adrenergik IV Epinephrine HCl injeksi 1 mg/ml 1 ml Norepinephrine injeksi 1mg/ 4ml
Antiaritmic IV Lidocaine HCl injeksi 20ml/ml 2 ml
Xylestesin injeksi 2% 1,7 ml Dekstrosa hipertonik (>20%) Glukosa injeksi 40% 25 ml Konsentrat KCl injeksi KCl injeksi 7,46% 25 ml
Injeksi MgSO4 MgSO4 injeksi 20% 25 ml
Oksitosin IV Oksitosin injeksi 10IU/ml 1 ml
Elektrolit Natrium bikarbonat 8,4% 25 ml
[Sumber: ISMP MERS,2014]
11
Tabel 2.3 Daftar Obat LASA
Amlodipine tablet 5 mg Amlodipine tab 10 mg
Asam mefenamat kapsul 500 mg Asam traneksamat tablet 500 mg Difenhidramin injeksi 10mg/ml Dimenhidrinat tab 50 mg
Dulcolax Suppositoria 5 mg Dulcolax Suppositoria 10 mg Furosemide tab 40 mg Isosorbide dinitrat tab 40 mg Glukosa infuse 5% 500 ml Glukosa infuse 10% 500 ml KA-EN 3A larutan infuse 500 ml KA-EN 3B larutan infuse 500 ml Kaptopril tab 12,5 g Kaptopril tab 25mg/tab
Kerolak injeksi 10mg/ml 1 ml Kerolak injeksi 30mg/ml 1 ml Klindamisin kapsul 150 mg Klindamisin kapsul 300 mg Magnesium sulfat injeksi 20% 25ml Magnesium sulfat 40% 25ml Metformin tab 50 mg Metoklopramid HCl tab 10 mg Metilprednisolon tab 4 mg Metilprednisolon tab 16 mg Natrium diklofenak tab 25 mg Natrium diklofenak tab 50 mg
Papaverin tab 40 mg Peroksikam tab 10 mg
Propranolol thioridazine tab 100 mg Propanolol tab 40 mg [Sumber: ISMP MERS,2014]
Standar Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) III rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat- obat yang perlu diwaspadai. Maksud dan tujuannya adalah kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit
12
pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/ atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti IGD atau kamar operasi, serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.
Elemen penilaian Sasaran III, yaitu :
1. Identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan obat-obat yang perlu diwaspadai.
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (12)
II.5 Farmakologi II.5.1. Insulin
Insulin merupakan protein kecil yang mengandung dua rantai polipeptida yang dihubungkan oleh ikatan disulfide. Disintesis sebagai
13
precursor yang mengalami pemisahan proteolitik untuk membentuk insulin dan peptida C. keduanya disekresi oleh sel-β pankreas (21).
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta, yang kemudian akan didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel. Kekurangan insulin menyebabkan glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel. Akibatnya, glukosa darah akan meningkat, dan sebaliknya sel-sel tubuh kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi sebagaimana seharusnya (13)
II.5.1.1 Preparat Insulin (21) 1. Preparat insulin kerja cepat
Insulin regular adalah larutan insulin seng kristalin kerja singkat. Biasanya diberikan secara subkutan (atau dalam keadaan darurat secara intravena) dan menurunkan gula darah dalam beberapa menit.
2. Preparat insulin kerja sedang
a. Suspensi insulin semilente: insulin ini merupakan endapan amorf insulin dengan ion seng dalam buffer asetat yang tidak cocok untuk pemberian intravena. Mula kerja dan efek puncaknya cepat, tetapi agak lebih lambat daripada insulin regular.
14
b. Suspensi insulin isofane: insulin ini, sering disebut neutral protamine hagedorn, NPH, suatu suspensi insulin seng kristalin yang dikombinasi pada pH netral dengan muatan polipetida positif, protamin. Masa kerjanya sedang ini disebabkan oleh lambatnya absorbsi insulin karena konjugasi insulin dengan protamin untuk membentuk kompleks yang kurang larut. NPH seharusnya hanya diberikan secara subkutan dan berguna pada pengobatan semua bentuk diabetes kecuali hiperglikemia darurat.
c. Insulin lente : Insulin ini merupakan campuran 30% insulin semilente (kerja segera) dan 70% insulin ultralente (kerja lama). Kombinasi ini memberikan absorbsi yang relatif cepat, dengan suatu kerja pemeliharaan yang membuat insulin lente digunakan secara luas dan diberikan hanya secara subkutan.
3. Preparat insulin kerja lama
Insulin ultralente merupakan suspense kristal insulin seng dalam buffer asetat dalam komposisi partikel besar yang lambat dipisahkan, menghasilkan awitan kerja lambat dan efek hipoglikemia jangka lama.
Insulin harus disimpan sesuai dengan anjuran produsen obat yang bersangkutan. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Insulin harus disimpan di lemari es pada temperatur 2-8oC. Insulin yang sudah dipakai dapat disimpan selama 6 bulan atau sampai 200 suntikan bila dimasukkan dalam lemari es.
15
b. Insulin dapat disimpan pada suhu kamar bila seluruh isi vial akan digunakan dalam satu bulan. Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang disimpan pada suhu kamar lebih dari 30°C akan lebih cepat kehilangan potensinya. Penderita dianjurkan untuk memberi tanggal pada vial ketika pertama kali memakai dan sesudah satu bulan bila masih tersisa sebaiknya tidak digunakan lagi.
c. Penfill dan pen yang disposable berbeda masa simpannya. Penfill regular dapat disimpan pada suhu kamar selama 30 hari sesudah tutupnya ditusuk.
d. Untuk mengurangi terjadinya iritasi lokal pada daerah penyuntikan yang sering terjadi bila insulin dingin disuntikkan, dianjurkan untuk mengguling-gulingkan alat suntik di antara telapak tangan atau menempatkan botol insulin pada suhu kamar, sebelum disuntikkan (13)
II.5.2 Analgetik Narkotik (14)
Analgetik narkotik memiliki mekanisme kerja dengan menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif digunakan untuk mengurangi rasa nyeri hebat yang mengikat obat dengan sisi reseptor yang khas pada sel dalam otak maupun spinal cord. Analgetik non narkotik menimbulkan efek analgetik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase sehingga memecah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin,
16
histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin dan ion-ion hydrogen dan kalium yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
Contoh analgetik narkotik yang juga termasuk obat high alert adalah sebagai berikut
II.5.2.1 Morfin (21)
Morfin merupakan obat analgetik utama yang mengandung opium kasar dan juga merupakan prototip agonis. Opoid memperlihatkan efek utamanya dengan berinteraksi dengan reseptor opoid pada system saraf pusat dan saluran cerna. Opoid menyebabkan hiperpolarisasi sel saraf, menghambat peletupan saraf, dan penghambatan presinaptik pelepasan transmitter.
Morfin bekerja pada reseptor µ dalam lamina I dan lamina II dari substansia gelatinosa medulla spinalis dan menurunkan pelepasan substansi P, yang memodulasi persepsi nyeri dalam medulla spinalis.
Morfin juga menghambat pelepasan banyak transmitter eksikator dari ujung saraf terminal yang membawa rangsangan nosiseptif (nyeri).
Morfin menyebabkan analgesia (menghilangkan nyeri tanpa hilang kesadaran). Opoid menghilangkan nyeri dengan meningkatkan ambang rasa nyeri pada tingkat medulla spinalis, dengan mengubah persepsi otak terhadap nyeri. Masa kerja morfin 4-6 jam.
II.5.2.2 Pethidin
Pethidin menimbulkan efek analgesik, efek euforia, efek sedatif, efek depresi nafas dan efek samping lain seperti morfin, kecuali
17
konstipasi.Efek analgesiknya muncul lebih cepat daripada morfin, tetapi durasi kerjanya lebih singkat, hanya 2-4 jam. Diindikasikan untuk obat praoperatif pada waktu anestesi dan untuk analgesik pada persalinan.
II.5.2.3 Fentanil
Fentanil merupakan opioid sintetik, dengan efek analgesik 80 kali lebih kuat dari morfin, tetapi depresi nafas lebih jarang terjadi. Diberikan secara injeksi intravena, dengan waktu paruh hanya 4 jam dan dapat digunakan sebagai obat praoperatif saat anestesi.
II.5.3 Kalsium Glukonat
Kalsium Glukonat terdiri dari sitrat, karbonat solubel, bikarbonat, fosfat, tartreas dan sulfat (15). Kalsium penting untuk mempertahankan integritas fungsional susunan saraf otot, system skelet, membrane sel dan permeabilitas kapiler, juga penting untuk kontraksi jantung. Peningkatan curah jantung mengikuti suatu peningkatan kontaktilitas miokard dan penurunan tahanan vaskuler perifer dan berkaitan dengan penurunan nadi. Dosis Kalsium glukonat 10% dalam 10cc tak boleh melebihi kecepatan 1ml/menit dan penyimpanan pada suhu kamar 15-3oC (16).
II.5.4 Elektrolit Pekat
II.5.4.1 Kalium Klorida (KCl)
Kalium klorida (KCl) adalah senyawa garam yang terbentuk dari unsur kalium dan klor. Wujud umumnya adalah garam kristal berwarna putih atau tak berwarna. Senyawa ini sangat mudah larut dalam air dan terasa asin di lidah, serupa garam dapur (17).
18
Senyawa ini berperan dalam sejumlah proses fisiologi yang penting, seperti menjaga tonisitas intraseluler dan transportasi natrium ke dalam sel membran, metabolisme seluler, transmisi impuls syaraf, kontraksi jantung, keseimbangan asam basa. Kadar normal dalam plasma atau serum untuk kalium adalah 3,5-5,3 mEq/L. (17).
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq).
Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak (23).
Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kalium cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya transpor aktif (transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan natrium) (23).
Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai hipokalemia, dosis dewasa untuk hipokalemia parenteral 40-100 mEq kalium klorida untuk injeksi yang diencerkan dalam jumlah dan jenis larutan yang tepat untuk intravena infus sekali pada tingkat yang tidak melebihi 10 sampai 40 mEq / jam.dan kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai hiperkalemia. Kekurangan ion kalium dapat menyebabkan
19
frekuensi denyut jantung melambat. Peningkatan kalium plasma 3-4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung (22).
Pemberian kalium klorida 3% secara langsung disuntikkan secara cepat dalam dosis yang besar kedalam darah akan terjadi peningkatan kadar kalium secara cepat dalam darah. Peningkatan secara cepat ini akan menyebabkan gangguan irama jantung dan kejang pada otot dimana secara cepat akan menyebabkan gagal nafas dan henti jantung (17).
II.5.4.2 Natrium Klorida (NaCl)
Natrium klorida juga dikenal dengan garam dapur, atau halit, adalah senyawa kimia dengan rumus molekul NaCl. Senyawa ini adalah garam yang paling memengaruhi salinitas laut dan cairan ekstraselular pada banyak organisme multiselular.Natrium merupakan elektrolit utama cairan ekstraseluler yang mempunyai peran penting dalam tonisitas plasma (18).
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil (sekitar 10- 14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90%
tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium (24)
.
Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium
20
dalam cairan ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh adanya transpor aktif dari natrium keluar sel yang bertukar dengan masuknya kalium ke dalam sel (pompa Na+ K+ ) (22).
Keseimbangan Gibbs-Donnan mengakibatkan kadar klorida dalam cairan interstisial lebih tinggi dibanding dalam plasma. Klorida dapat menembus membran sel secara pasif.Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam membran sel (25).
Larutan hipertonik NaCl 3% volume kecil (kurang dari atau sama dengan 12 mL/kg) diberikan pada pasien yang menjalani operasi untuk cedera parah. Larutan NaCl 3% memulihkan tekanan darah, pH, dan urin dengan sekitar satu setengah dari kebutuhan cairan kumulatif pasien yang menerima cairan isotonik (18).
Pada natrium klorida (NaCl) 3% dengan masuknya cairan ke dalam ruang vaskuler akibat pemberian infus natrium konsentrasi tinggi dalam waktu singkat akan meningkatkan tonisitas secara tiba-tiba. Cairan akan berpindah dari intraseluler, pertama eritrosit kemudian sel endotel dan sel jaringan, ke dalam kompartemen ekstraseluler. Berkurangnya endotel menguntungkan pada mikrosirkulasi karena menurunkan resistensi kapiler.
Cairan interstisiel juga bergerak ke dalam kompartemen intravaskuler akibat perbedaan osmotik. Peningkatan kadar natrium yang terlalu cepat akan menyebabkan demyelinisasi otak (18).
21
II.5.4.3 Natrium Bikarbonat (NaHCO3) (19)
Natrium bikarbonat merupakan senyawa berbentuk kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air.
Natrium bikarbonat digunakan untuk mengendalikan asidosis metabolik yang berat (seperti pada gagal ginjal). Karena keadaan ini biasanya diikuti dengan pengosongan natrium, maka sebaiknya keadaan ini diperbaiki dahulu dengan pemberian infus natrium klorida isotonik intravena, sehingga ginjal tidak dipengaruhi dan derajat asidosis tidak begitu berat hingga tidak merusak fungsi ginjal. Dalam keadaan ini natrium klorida isotonik saja biasanya efektif untuk memulihkan kemampuan ginjal. Pada asidosis ginjal atau asidosis metabolik berat yang disebabkan oleh berbagai faktor (misal pH darah kurang dari 7,1) Natrium bikarbonat (1,26%) dapat diberikan berupa infus dengan natrium klorida isotonik dalam bentuk infus bila asidosis tetap tidak menunjukkan respons terhadap koreksi anoksia atau kehilangan cairan, volume total hingga 6 liter (4 liter natrium klorida dan 2 liter natrium bikarbonat) mungkin dibutuhkan pada pasien dewasa.
Pada syok berat misalnya karena henti jantung asidosis metabolik dapat terjadi tanpa pengosongan natrium, dalam keadaan ini natrium bikarbonat paling baik diberikan dalam volume kecil larutan hipertonik, seperti 50 mL larutan 8,4% secara intravena dan pH plasma harus dimonitor. Infus natrium bikarbonat juga digunakan pada penanganan darurat hiperkalemia. Natrium bikarbonat (NaHCO3) 8,4% bila disuntikkan