• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN KUNJUNGAN PRE-COP PARLIAMENTARY MEETING ROMA ITALIA 8 OKTOBER 2021 BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "LAPORAN KUNJUNGAN PRE-COP PARLIAMENTARY MEETING ROMA ITALIA 8 OKTOBER 2021 BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KUNJUNGAN

PRE-COP PARLIAMENTARY MEETING

ROMA – ITALIA 8 OKTOBER 2021

BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

(2)

1

LAPORAN KUNJUNGAN

BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Pre-COP26 Parliamentary Meeting Roma, Italia

8 – 9 Oktober 2021

I. PENDAHULUAN

Delegasi DPR RI, dipimpin oleh Dr. Fadli Zon, Ketua BKSAP menghadiri pertemuan Pre- COP26 Parliamentary Meeting di Roma, Italia pada tanggal 8 – 9 Oktober 2021.

Pertemuan ini merupakan pertemuan pendahuluan dari pertemuan para anggota parlemen yang akan diselenggarakan di Glasgow, Inggris pada tanggal 7 November 2021, bertepatan dengan pertemuan the 26th United Nations Climate Change Conference of the Parties (COP26).

COP26 merupakan pertemuan internasional yang fokus pada permasalahan perubahan iklim global. Pertemuan tahunan ini bertujuan untum mempertemukan seluruh pemangku kepentingan global dalam membangun aksi bersama dan memastikan implementasi the Paris Agreement berjalan secara efektif.

Pertemuan pertama para anggota parlemen global ini yang deselenggarakan bersamaan dengan pertemuan COP26 ini, merupakan inisiasi Inter-Parliamentary Union (IPU) dan Parlemen Italia sebagai tuan rumah yang bertujuan untuk menyusun draft pendahuluan deklarasi untuk dibawa dan diadopsi pada pertemuan berikutnya di Glasgow, Inggris.

Deklarasi ini merupakan bentuk komitmen parlemen sebagai salah satu pemangku kepentingan global yang mewakili partisipasi masyarakat sebagai subjek terdepan yang menanggung akibat dari perubahan iklim global. Parlemen berperan penting dalam memastikan segala keputusan penting yang diambil dalam pertemuan COP26 menjunjung tinggi demokrasi dan bersifat inklusif.

(3)

2

A. SUSUNAN DELEGASI

NO NAMA JABATAN POSISI

1 Dr. Fadli Zon, SS, M.Si. Ketua BKSAP/ Anggota Komisi I/

Fraksi Partai Gerindra/A-86

Ketua Delegasi 2 Putu Supadma Rudana, Wakil Ketua BKSAP/Komisi

VI/Fraksi Demorat/A-563

Anggota Delegasi 3 Dr. H. Mardani, M.Eng. Wakil Ketua BKSAP/Komisi

II/Fraksi PKS/A-422

Anggota Delegasi

4 Ir.H.Achmad Hafisz Tohir Wakil Ketua BKSAP/Komisi XI/Fraksi PAN/A-563

Anggota Delegasi

5 Gilang Dhiela Fararez, S.H., LL.M

Anggota BKSAP/Komisi III/Fraksi PDIP/A-179

Anggota Delegasi

6 Puteri Anetta Komarudin, B.Com.

Anggota Delegasi BKSAP/Komisi XI/Fraksi Golkar/A-295

Anggota Delegasi

7 Dr.H Jazuli Juwaini, Lc., M.A.

Anggota Delegasi BKSAP/Komisi I/Fraksi FKS/A-449

Anggota Delegasi

8 Muhammad Iqbal, S.E., M.Com.

Anggota Delegasi BKSAP/Komisi I/Fraksi PPP/A-461

Anggota Delegasi

B. VISI DAN MISI DELEGASI

1. Memberikan pandangan/ide Indonesia terutama dari sudut pandang parlemen sebagai perwakilan masyarakat terkait isu yang menjadi fokus utama pada tahun ini.

2. Melakukan diskusi, berbagi pengalaman, maupun praktek cerdas, dengan para anggota parlemen yang hadir dari berbagai negara.

C. PERSIAPAN PELAKSANAAN TUGAS

Materi yang dijadikan referensi bagi delegasi yang hadir pada persidangan ini dipersiapkan dan diolah oleh Tenaga Ahli dan Sekretariat KSI BKSAP yang berupa Saran Butir Wicara.

(4)

3

II. ISI LAPORAN

A. AGENDA ACARA KAMIS, 7 OKTOBER 2021

09.55am Tiba di Roma

JUMAT, 8 OKTOBER 2021

13.00-14.00 Bilateral Meeting dengan FAO Venue: Gedung FAO

14.00 Registrasi

Venue: (entrance: Piazza Montecitorio) 15:00–16.15 OPENING CEREMONY

• Mr. Roberto Fico, President of the Italian Chamber of Deputies

• Ms. Maria Elisabetta Alberti Casellati, President of the Italian Senate

• Mr. Duarte Pacheco, IPU President

• Mr. Pier Ferdinando Casini, President of the Italian Group to the IPU and Honorary IPU President

Keynote speakers on the theme “Global ambitions to counter climate change”

• Mr. Frans Timmermans, European Commission Executive Vice-President for the European Green Deal (TBC)

• Mr. Luigi Di Maio, Italian Minister of Foreign Affairs and International Cooperation

16:15–16:30 Break

16:30–18:00 SESSION 1: GREEN APPROACHES TO COVID-19 RECOVERY Moderator

• Mr. John Francis McFall of Alcluith, Lord Speaker of the British House of Lords Speakers

• Ms. Maria Neira, Director, Department of Public Health, Environment and Social Determinants of Health, WHO

• Mr. Ajay Mathur, Director General, International Solar Alliance

• Mr. Bruno Pozzi, Director, United Nations Environment Programme Office for Europe

Debat

18:00-19:30 SESSION 2: THE STATE OF COP26 NEGOTIATIONS Moderator

• Mr. Roberto Fico, President of the Italian Chamber of Deputies Keynote speakers

• Mr. Roberto Cingolani, Minister for Ecological Transition, Italy

(5)

4

19:30 20:00

• Mr. Selwin Hart, Special Adviser to the United Nations

Secretary-General on Climate Action and Assistant Secretary- General for the Climate Action Team

Debat

Inspirational talks

• One youth leader reporting on the conclusions and proposals of the 2021 Milan meeting “Youth4Climate: Driving Ambition”

End of the session

20.00 Dinner

SABTU, 9 OKTOBER 2021

9:00 Arrival at Montecitorio

(Entrance: Piazza Montecitorio)

10:00 Visit of Saint Peter’s Basilica Vatican

11.30-12:30 Audience of the Holy Father Francis

13.00 Light Lunch

Venue: Palazzo Montecitorio 13.00-13.45 Bilateral Meeting dengan IFAD

(International Fund for Agriculture) Venue: Gedung IFAD

14:00-15:30 SESSION 3: FUNDING GLOBAL POLICIES FOR CLIMATE Moderator

• Mr. Lindsay Hoyle, Speaker of the British House of Commons Keynote speaker

• Ms. Laurence Maillart-Méhaignerie, Chair of the Committee on Sustainable Development and Land Management of the French National Assembly

Debate

SESSION4: PARLIAMENTARY CONTRIBUTION TO ACHIEVING COP26 GOALS

Moderator

• Mr. Roberto Fico, President of the Italian Chamber of Deputies

Keynote speakers

(6)

5

15.30-17.00

17.00-17.30

• Mr. Antonio López de Uralde Garmendia, Chair of the Committee on Ecological Transition and Demographic Challenge of Spain’s Congress of Deputies

• MPs of the Environment Committees of the invited Parliaments Debate

Adoption of the Revised draft outcome document

• Ms. Alessia Rotta, Chair of the Environment Committee of Italy’s Chamber of Deputies, Pre-COP26 Parliamentary Meeting co-Rapporteur

• Mr. Alex Sobel, Member of the House of Commons, UK, Pre- COP26 Parliamentary Meeting co-Rapporteur

Closing remarks

• Mr. Martin Chungong, IPU Secretary General

• Mr. Duarte Pacheco, IPU President

• Ms. Maria Elisabetta Alberti Casellati, President of the Italian Senate

• Mr. Roberto Fico, President of the Italian Chamber of Deputies End of the Meeting

MINGGU, 10 OKTOBER

17.40 Kembali menuju Jakarta

B. JALANNYA SIDANG

Delegasi DPR RI, Dipimpin oleh Dr. Fadli Zon, Ketua BKSAP DPR RI

(7)

6

Delegasi DPR RI yang diwakili BKSAP menghadiri pertemuan Pre-COP26 di Roma, Italia, 8-9 Oktober 2021. Delegasi Indonesia terdiri dari Dr Fadli Zon, Putu Supadma Rudana MBA, Dr Mardani Ali Sera, Ir Achmad Hafisz Tohir, Puteri Anetta Komarudin B.Com., Dr Jazuli Juwaini, dan Muhammad Iqbal M. Com.

1. Opening Ceremony

Sesi pembukaan dihadiri H.E. Roberto Fico (Ketua DPR Italia), H.E. Maria Casellati (Ketua Senat Italia), Mr. Duerte Pacheco (Presiden IPU), Mr. Pier Casini (Ketua Grup Parlemen Italia untuk IPU). Sesi ini menampilkan tiga pembicara kunci, yaitu Mr.

Giorgio Parisi (pemenang Nobel Fisika), H.E. Nancy Pelosi (Ketua DPR AS), H.E. Luigi Di Maio (Menteri Luar Negeri Italia)

Beberapa poin penting dari sejumlah sambutan di acara pembuka adalah:

Memasukkan perlindungan lingkungan ke dalam undang-undang dan konstitusi adalah sinyal politik yang sangat penting, seperti halnya mayoritas besar kepentingan konstituen. Dunia membutuhkan komitmen bersama untuk melindungi planet Bumi.

Oleh sebab itu, reformasi konstitusi tentang perlindungan lingkungan yang mendasar diperlukan untuk generasi mendatang.

Menekankan laporan IPCC (The Intergovernmental Panel on Climate Change) yang membuktikan peran manusia dalam krisis linkungan sudah tidak diragukan lagi.

Walhasil, target 1,5 derajat celcius tergelincir di luar jangkauan sementara waktu terus berjalan. Terdapat kebutuhan untuk mengambil tindakan segera untuk menghindari krisis yang tidak dapat diubah.

Perang melawan perubahan iklim tidak dapat terbatas pada satu negara saja, ini adalah tantangan global yang memengaruhi seluruh umat manusia.

Poin-poin penting dari para pembicara kunci adalah sebagai berikut:

a. Mr. Giorgio Parisi (Pemenang Nobel Fisika 2021) menyampaikan sebagai berikut:

Pemenang Nobel Fisika teranyar, Giorgio Parisi menilai fakta ketidakmungkinan mengekang pemanasan global tanpa sekaligus mengekang pertumbuhan ekonomi. Ia menilai PDB bukan sebagai ukuran kesejahteraan yang memadai dan bahwa menjadikan PDB sebagai parameter pemerintah dalam kesejahteraan adalah kutukan untuk ‘masa depan yang menyedihkan’.

Sekarang PDB, lanjut Prisi, bukanlah ukuran ekonomi yang baik. PDB memotret kuantitas, tetapi bukan kualitas pertumbuhan. Berbagai indeks yang berbeda telah diusulkan termasuk Indeks Pembangunan Berkelanjutan dan Indeks Kesejahteraan Ekonomi Berkelanjutan. Jika PDB tetap menjadi pusat perhatian seperti sekarang, masa depan kita akan sangat menyedihkan. Semua yang merencanakan masa

(8)

7

depan manusia harus menggunakan indeks yang mempertimbangkan aspek lain selain PDB.

Parisi meminta umat manusia harus membuat pilihan penting, harus memerangi perubahan iklim dengan kuat. Selama beberapa dekade, sains telah memperingatkan bahwa perilaku manusia sedang menyiapkan panggung untuk peningkatan suhu di planet Bumi. Sayangnya, tindakan yang diambil oleh pemerintah duni belum menjawab tantangan ini dan sejauh ini hasilnya benar- benar sederhana. Dalam beberapa tahun terakhir, efek dari perubahan iklim ada untuk dilihat semua orang: banjir, angin topan, gelombang panas, dan kebakaran hebat, dan itu gambaran sekilas tentang apa yang akan terjadi di masa depan dalam skala besar.

b. H.E. Nancy Pelosi (Ketua DPR Amerika Serikat) menyampaikan sebagai berikut:

Nancy Pelosi menekankan urgensi sains dalam menjawab pelbagai tantangan. Dia juga mengingatkan pentingnya parlemen untuk kerja sama multilateralisme. Lebih lanjut ia menilai krisis iklim merupakan ancaman eksistensial bagi planet bumi.

Krisis lingkungan adalah prioritas bagi kesehatan masyarakat untuk air bersih dan udara bersih, prioritas untuk ekonomi, prioritas untuk keamanan nasional untuk mencegah konflik dari migrasi dan dari persaingan untuk habitat dan sumber daya yang mengikutinya. Krisis lingkungan juga merupakan masalah moral untuk mentransfer planet ini ke generasi mendatang dengan cara yang bertanggung jawab.

c. H.E. Luigi Di Maio (Menteri Luar Negeri Italia) menyampaikan sebagai berikut:

Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio menegaskan perlunya segera tindakan bersama dalam menjawab perubahan iklim dan komitmen global terkait perubahan iklim. Ditambahkan bahwa transisi hijau akan semakin efektif ketika komitmen dibuat berdasarkan prinsip multilateralisme dan saling menguntungkan. Oleh karena itu, forum internasional akan menjadi peluang penting bagi upaya bersama untuk mencapai kesepakatan tertentu.

2. Sesi 1: Green Approaches to COVID-19 Recovery

Sesi ini dimoderatori John Francis Mcfall (Parlemen Inggris) dan menampilkan tiga pembicara kunci, yaitu Maria Neira (World Health Organization), Ajay Mathur (International Solar Alliance), dan Bruno Pozzi (United Nations Environment Programme Eropa). Beberapa poin penting yang disampaikan tiga pembicara kunci adalah:

Peran parlemen sangat kuat untuk mengatasi perubahan iklim secara cepat dimana yang perlu ditekankan adalah aksi nyata.

(9)

8

Kesepakatan Paris sangat positif bagi kesehatan, ekonomi, dan politik. Perlu terus implementasi kesepakatan tersebut dimana dampak perubahan iklim telah banyak memakan korban. Menurut WHO, polusi udara menyebabkan 7 juta kematian dini per tahun dan menempatkan polusi udara setara dengan merokok atau pola makan yang tidak sehat.

Krisis iklim adalah salah satu keadaan darurat kesehatan paling mendesak yang dihadapi dunia. Menurunkan polusi udara ke tingkat pedoman WHO, misalnya, akan mengurangi jumlah kematian global akibat polusi udara hingga 80% sekaligus secara dramatis mengurangi emisi gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim.

Pergeseran ke pola makan nabati yang lebih bergizi sesuai dengan rekomendasi WHO, sebagai contoh lain, dapat mengurangi emisi global secara signifikan, memastikan sistem pangan yang lebih tangguh, dan menghindari hingga 5,1 juta kematian terkait pola makan per tahun pada tahun 2050.

Pandemi virus corona telah menciptakan peluang (silver lining) untuk menerapkan ekonomi sirkular yang lebih hijau. Namun sangat disayangkan bahwa aliran paket pinjaman pembangunan baru untuk negara-negara berkembang dan miskin tidak dijalankan atas dasar ekonnomi hijau.

Saat ini direncanakan pada tahun 2030 dunia hanya akan memiliki sekitar 50% energi bersumber dari fosil. Ke depan perlu terus ditingkatkan kapasitas renewable energy.

International Solar Alliance (ISA) berupaya solarisasi energi di seluruh dunia. Solar akan menjadi sumber energi pilihan jika mudah dilakukan, menciptakan lapangan kerja dan jika mendapatkan uang untuk melakukannya relatif lebih mudah dibandingkan dengan mendapatkan uang untuk melakukan proyek berbasis bahan bakar fosil. Tahun ini, ISA akan melakukan penilaian ini untuk 98 negara. Solarisasi akan membutuhkan orang dan sistem, membutuhkan kapasitas manusia, kelembagaan dan keuangan. ISA menghadirkan sejumlah program pelatihan di seluruh siklus untuk para bankir, pembuat kebijakan, dan lainnya. Poin lainnya adalah bagaimana kita membawa uang ke dalamnya.

Pada tahun 2015, saat dunia menyepakti Kesepakatan Paris, tercatat kurang dari 5%

listrik berasal dari gabungan tenaga surya dan angin. Saat ini, tenaga surya/solar saja sekitar 11% dan di tahun-tahun mendatang solar plus angin plus hydro besar plus nuklir akan menjadi 40% jika dunia mampu memenuhi kurva biaya. ISA mengharapkan dua kali lipat dari 11% dari solar menjadi 22 menjadi 24% pada tahun 2030.

Parlemen merupakan mitra sangat penting dalam menyediakan kebijakan yang mendukung dan mendorong investasi dalam energi terbarukan.

(10)

9

Menghadapi perubahan iklim, kehilangan keanekaragaman hayati dan polusi, dunia tidak punya pilihan selain bertindak. Aksi melawan perubahan iklim harus menjadi perhatian bersama dunia terutama dengan memanfaatkan pemulihan pandemi sebagai peluang untuk ekonomi hijau. Namun disesalkan, menurut sebuah laporan baru yang diterbitkan PBB dan Universitas Oxford bahwa banyak negara telah gagal dalam komitmennya untuk membangun kembali dengan lebih baik setelah pandemi COVID-19, dengan hanya 18 persen dari pengeluaran pemulihan yang diumumkan menuju investasi 'hijau'.

Transpostasi adalah penyumbang besar bagi emisi. Industri minyak dan gas sangat berpengaruh pada sektor otomotif. Secara global, 99% atau 1,4 miliar mobil yang dikendarai adalah mobil konvensional dengan internal combustion engine (ICE) yang mengonsumsi bahan bakar fosil.

Dunia perlu mengambil beberapa tindakan antara lain: menguatkan konsep natural capital, investasi untuk clean/green research, dan dekarbonisasi industri.

Dr. Fadli Zon, Ketua BKSAP / F-Gerindra menyampaikan sebagai berikut:

Pandemi COVID-19 memberi peluang untuk perubahan paradigma menuju ekonomi hijau dan membangun masa depan rendah karbon sesuai kapasitas setiap negara didasarkan atas prinsip keadilan, inklusivitas, dan keterjangkauan.

Dr. Fadli Zon, Ketua BKSAP memberikan intervensi pada Sesi 1

Parlemen adalah pemain kunci untuk membangun pemulihan segera dan jangka panjang yang berkelanjutan. Parlemen harus memastikan bahwa langkah-langkah

(11)

10

legislatif untuk mendukung upaya pemulihan akan sejalan dengan target lingkungan jangka panjang.

Menekankan urgensi kerja sama global dan multilateralisme untuk mengatasi COVID- 19 yang telah memicu krisis kesehatan dan ekonomi global. Parlemen harus mempromosikan kemitraan dan kerja sama antara semua negara dan dengan pemangku kepentingan yang berbeda, untuk mengubah tantangan pemulihan menjadi peluang ekonomi dan mendukung aksi iklim.

3. Sesi 2: The State of COP26 Negotations

Sesi ini dimoderatori oleh Roberto Fico (Ketua DPR Italia) dan menampilkan dua pembicara kunci yaitu Roberto Cingolani (Menteri Transisi Ekologi Italia) dan Selwin Hart (Penasehat PBB untuk Perubahan Iklim). Kedua pembicara kunci menyampaikan sejumlah hal penting yaitu:

Negara-negara kontributor terbesar gas emisi yaitu Cina, India, dan AS didesak untuk menurunkan emisi dan memberikan pembiayaan kepada negara-negara berkembang terkait perubahan iklim dengan tujuan menjaga suhu global agar tidak meningkat lebih dari 2 C, dan idealnya tidak lebih dari 1,5 C pada akhir abad ini.

Sejumlah menteri iklim dan energi pada pertemuan G-20 yang diselenggarakan oleh Italia baru-baru ini menyepakati untuk bekerja menuju tujuan yang lebih ambisius untuk memerangi perubahan iklim daripada yang ditetapkan dalam kesepakatan Paris 2015. Negara-negara G-20 secara kolektif menyumbang sekitar 80 persen dari produk domestik bruto dunia dan sekitar 60 persen dari populasi planet ini.

Carbon Pricing perlu diberlakukan sebagai bagian penting mengatasi perubahan iklim. Dalam kaitan ini, Parlemen Eropa merencanakan Uni Eropa untuk mengurangi emisi setidaknya 55% pada tahun 2030. Untuk diketahui, Uni Eropa menyumbang 9%

dari emisi global.

Penting juga dalam mengatasi perubahan iklim adalah soliditas jaringan global, komitmen pemerintah dengan NDC-nya yang transparan dan realisasi komitmen untuk memobilisasi US$100 miliar setiap tahun dari 2020 hingga 2025 untuk memerangi perubahan iklim untuk negara-negara berkembang.

Dana US$100 miliar tersebut dinilai tidak memadai dan belum terpenuhi. Oleh sebab itu diperlukan sumber-sumber lain terutama dari pilantrofi dan sektor-sektor swasta.

Perlu juga dilakukan kebijakan climate change fiscal frame. Terkait pendanaan tersebut, OECD menunjukkan pendanaan iklim internasional meningkat hanya 2%

dari 2018 hingga 2019, menyebabkan kekurangan $20 miliar untuk target 2020 dan

(12)

11

situasi tersebut memicu gap antara negara-negara maju dan berkembang dalam beradaptasi dan memiliki ketahanan terhadap perubahan iklim.

Diharapkan setidaknya ada 50% dari pendanaan iklim untuk negara-negara berkembang untuk adaptasi, dengan sebagian besar diberikan sebagai hibah yang tidak harus dibayar kembali alias bukan pinjaman.

Ada beberapa langkah prioritas untuk menjaga isu perubahan iklim antara lain:

mobilisasi aksi global, menguatkan narasi perubahan iklim, terus menghidupkan Kesepakatan Paris, memiliki komitmen lebih terkait NDC dan jika diperlukan annual NDC, dan menjaga komitmen US$100 miliar untuk pendanaan perubahan iklim.

4. Sesi 3: Funding Global Policies for Climate

Sesi ini dimoderatori Lindsay Hoyle (Ketua DPR Inggris) dan menampilkan dua pembicara kunci, yaitu Laurence Maillart-Méhaignerie (Ketua Komisi SDGs Parlemen Perancis) dan Vera Songwe (Komisi Ekonomi PBB untuk Afrika). Berikut catatan penting dari sesi 3:

Memerangi perubahan iklim merupakan tantangan global sat ini yang sudah menjadi konsensus dan masyarakat dunia juga telah merasakan dampak langsung perubahan iklim terutama kelompok rentan.

Mengatasi perubahan iklim menutut pendanaan dan investasi yang sangat besar seperti telah ditetapkan mekanisme sejak Kesepakatan Kopenhagen (the Copenhagen Accord) tahun 2009 dan PA tahun 2015. Namun sejauh manakah dunia berkomitmen terhadap pendanaan tersebut terutama terkait janji negara-negara maju untuk menyediakan pendanaan kepada negara-negara belum maju terkait perubahan iklim.

Pendanaan yang dibutuhkan sangat besar sehingga dibutuhkan juga dana-dana dari sektor swasta dan aktor-aktor non-negara. Saat ini komitmen US$100 miliar untuk negara-negara berkembang per September 2021 sudah dipenuhi oleh 69% negara- negara maju. Dana tersebut masih jauh di bawah estimasi Bank Dunia terkait pendanaan untuk perubahan iklim sementara percepatan perubahan iklim sangat mencemaskan. Diharapkan dana tersebut dipergunakan untuk low carbon activities.

APBN Perancis dialokasikan sekitar 30% untuk green economy dan juga gagasan pendirian climate banks dalam kerangka mengurangi 55% emisi gas rumah kaca di Uni Eropa di tahun 2013.

Masyarakat perlu diyakinkan khususnya di level local ihwal perlunya mengatasi perubahan iklim terlebih masyrakat secara langsung sudah merasakan dampaknya.

Rata-rata negara Afrika membelanjakan sekitar 5-11% dari PDB-nya untuk mengatasi perubahan iklim.

(13)

12

Transisi energi di Afrika memerlukan pendanaan untuk energy terbarukan terutama tenaga angin. Perubahan iklim di Afrika berarti memastikan tersedianya pekerjaan dan kesejahteraan. Transisi energi perlu diperhatikan seperti yang terjadi di Eropa yang mengalami krisis gas. Faktanya negara-negara maju masih mengandalkan gas sebagai sumber energinya. Oleh sebab itu, pendanaan energi gas di Afrika yang tidak akan mendapatkan pendanaan merupakan tindakan yang tidak adil sebab banyak perusahaan negara-negara maju mengekplorasi gas di Afrika dan kemudian dipergunakan di negara-negara maju.

Beberapa negara besar Afrika seperti Nigeria dan Tanzania sangat membutuhkan dukungan energy untuk pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja.

Diperlukan segera termasuk di Afrika adalah carbon pricing mechanism dan tidak sekadar mengandalkan komitmen dana US$100 miliar yang belum ada wujudnya.

Parlemen dituntut untuk menyediakan mekanisme terkait carbon pricing dan menentukan mana saja yang green dan mana yang tidak terutama didasarkan atas prinsip transparansi.

Jepang dan Cina memutuskan untuk tidak membiayai energy berbasis batu bara.

5. Sesi 4: Parliamentary Contribution to Achieving COP26 Goals

Sesi ini dimoderatori Roberto Fico (Ketua DPR Italia) dan menampilkan dua pembicara kunci yaitu Juan Antonio Lopez De Uralde Garmendia (Ketua Komisi Transisi Ekologi dan Tantangan Demografi Kongres Spanyol) dan Munaza Hassan (Ketua Komisi Perubahan Iklim Parlemen Pakistan). Kedua pembicara menyampaikan sejumlah hal penting yaitu:

Parlemen memainkan peran kunci dalam mengatasi perubahan iklim dengan berpikir secara global dan melakukan aksi secara lokal. Peran parlemen adalah pertama memberikan tekanan, kemudian mengevaluasi dan mengimplementasi langkah- langkah untuk memastikan bahwa berbagai komitmen dapat dipenuhi.

Keterlibatan parlemen di forum COP adalah sangat esnsial karena didasarkan atas pengalaman terdahulu bahwa komitmen COP tidak ada di realitas.

Parlemen Spanyol beberapa tahun lalu sudah memiliki komisi yang mempelajari perubahan iklim yang bekerja secara intensif dan membuat laporan sebagai masukan bagi pemerintah.

September 2019 DPR Spanyol mengadopsi sebuah deklarasi kedaruratan iklim yang mendesak pemerintah mengambil tindakan secara cepat terkait perubahan iklim.

Lebih jauh, DPR Spanyol juga telah mengesahkan UU Perubahan Iklim dan UU Transisi Energi. Spanyol juga mendirikan De-carbonization Fund yang bertujun untuk

(14)

13

menjamin bahwa ke depan Spanyol memiliki 100% energy terbarukan termasuk untuk listrik 74% tahun 2030 dan memastikan kota-kota Spanyol ke depan menjadi low emission zone. Ditekankan juga transisi energi yang adil (just transition).

Kekayaan sesungguhnya suatu bangsa adalah rakyatnya. Dan tujuan pembangunan adalah untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi masyarakat untuk menikmati hidup yang panjang, sehat, dan kreatif.

Di Pakistan, pemanasan global merupakan ancaman bagi bencana angin musim yang terus menerus dan gletser yang mencair serta degradasi ekosistem dan ancaman keamanan pangan serta dampak-dampak lainnya. Pakistan di peringkat ke-10 sebagai negara yang sangat terdampak oleh perubahan iklim dalam rentang 20 tahun terakhir dan menyebabkan hilangnya 0,53% GDP-nya dan mengalami kerugian ekonomi lebih dari US$4 miliar. Panas permukaan laut di Pakistan dalam dua tahun meningkat 29-31 derajat Celcius yang menyebabkan bencana badai.

Parlemen Pakistan adalah parlemen pertama dunia yang menggunakan energi matahari. Lebih lanjut, Parlemen Pakistan sangat aktif bekerja sama dengan stakeholder terkait isu perubahan iklim.

Putu Supadma Rudana, Wakil Ketua BKSAP memberikan intervensi pada sesi 3

Putu Supadma Rudana, Wakil Ketua BKSAP / F-Partai Demokrat menyampaikan sebagai berikut:

Dunia saat ini tengah menghadapi point of no return dimana dunia tidak bisa menunda respon cepat terhadap perubahan iklim sesuai dengan Perjanjian Paris. Di saat kritis ini, adalah tanggung jawab bersama sebagai anggota parlemen untuk mencermati kebijakan pemerintah tentang isu-isu perubahan iklim nasional dan internasional.

(15)

14

Perl Uterus mempromosikan aksi perubahan iklim dalam konteks pembangunan berkelanjutan sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Paris. Perubahan iklim terkait erat dengan banyak masalah lain dalam mencapai SDGs. Dengan demikian, undang- undang perubahan iklim perlu menjadi bagian dari visi kebijakan yang lebih luas yang mendorong pembangunan berkelanjutan dan inklusif.

Parlemen dapat memimpin dengan memberi contoh dalam berkontribusi pada aksi iklim dengan memperkuat lingkungan yang mendukung melalui undang-undang iklim.

Parlemen harus memperkuat kemitraan global. Dengan menggabungkan kekuatan parlemen bersama, parlemen akan memperkuat pesan parlemen dan mengirimkan dorongan yang lebih kuat bagi pembuat kebijakan untuk bertindak, termasuk di COP 26. Parlemen dapat mendorong pertukaran pengetahuan melalui dialog, lokakarya, dan berbagi praktik terbaik.

Pada saat yang sama, sebagai suara rakyat, parlemen harus meningkatkan kemitraan multi-stakeholder. Pemerintah dapat memberlakukan kebijakan, tetapi aktor non- negaralah yang mengimplementasikan tindakan di lapangan. Oleh karena itu, parlemen harus mendukung inisiatif dari bawah ke atas yang dilakukan oleh rakyat, bisnis inovatif, dan berbagai pemangku kepentingan. Bersama-sama parlemen dapat membuat perbedaan nyata dan membawa perubahan positif bagi planet.

Pada kesempatan sesi 4 tersebut disampaikan juga undangan DPR bagi parlemen- parlemen anggota IPU untuk dapat menghadiri Sidang Umum IPU ke-144 yang akan dihelat di Bali pada Maret 2022.

6. Outcome Document

PreCOP26 dihadiri secara fisik oleh 71 parlemen, 3 associate members, dan 3 observers. Pertemuan ini berhasil mengadopsi draf the Outcome Document yang direvisi dan akan ditetapkan di Glasgow pada 07/11/2021 (draft document terlampir).

7. Pertemuan Bilateral

a. Food & Agriculture Organization (FAO)

Dr. Fadli Zon, Ketua BKSAP menyampaikan sebagai berikut:

• Mengapresiasi atas dukungan dan program FAO di Indonesia.

• Menyampaikan harapan agar Indonesia bisa kembali mendapat penghargaan atas swasembada pangan.

• Pentingnya penguatan kapasitas petani kecil dan keluarga, utamanya dalam mendorong produksi dan ekspor produk pertanian. Karena itulah parlemen

(16)

15

Indonesia terus berupaya mendorong kerjasama internasional untuk mencapai hal ini.

• Mengharapkan dukungan FAO untuk pengembangan produk sawit yang berkelanjutan

Dr. Fadli Zon, Ketua BKSAP melakukan diskusi bersama Mr. Qu Dongyu, Direktur Jenderal FAO

Mr. Qu Dongyu, Direktur Jenderal FAO menyampaikan sebagai berikut:

• FAO senantiasa dukung kebijakan pertanian, pangan, dan pemenuhan nutrisi khususnya di negara berkembang. Hal yang menjadi fokus adalah, peningkatan kapasitas, pengembangan teknologi dan digitalisasi, serta dukungan normative work.

• Memberikan saran untuk Indonesia terkait pengembangan standar internasional bagi produk makanan halal, fokus kepada produk pertanian khusus seperti jagung.

• FAO siap mendukung Presidensi Indonesia di dalam G20, termamsuk penyelenggaraan P20.

(17)

16 Delegasi DPR RI yang hadir pada pertemuan bersama FAO

III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Secara umum keterlibatan Delegasi DPR RI berjalan lancar dan berkontribusi memberikan pandangan positif untuk forum dalam kerangka memperkuat peran parlemen dalam merespon perubahan iklim.

2. Beberapa rekomendasi untuk meningkatkan kualitas keterlibatan DPR terkait perubahan iklim:

3. Mendapatkan masukan lebih mendalam terkait isu perubahan iklim dari mitra terkait terutama dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui antara lain berbentuk masukan tertulis, FGD, dan pendampingan.

4. Meningkatkan kegiatan side event yang tersedia yang dinilai memberikan kemanfaatan bagi perluasan jejaring DPR di level global.

B. KETERANGAN LAMPIRAN

Laporan ini dilengkapi oleh lampiran sebagai berikut:

1. Paparan narasumber 2. Dokumentasi

3. Liputan media elektronik

(18)

17

C. KATA PENUTUP

Demikianlah pokok-pokok Laporan Kegiatan dalam rangka mengikuti sidang Pre- COP26 Parliamentary Meeting di Roma, Italia, 8 – 9 Oktober 2021 Dokumen mengenai sidang akan dijadikan lampiran. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Oktober 2021 Ketua Delegasi,

Dr. Fadli Zon A-86

(19)
(20)

BAHAN PAPARAN DELEGASI

(21)

1 Draft 1 October 2021

(07.00 WIB)

Committee for Inter Parliamentary Cooperation The House of Representatives

of the Republic of Indonesia

Suggested Point of Intervention Pre-COP 26 Parliamentary Meeting

Rome (Italy), 8-9 October 2021

Part 1: Green Approaches to COVID-19

Excellencies, Distinguished Delegates,

Allow me extend our appreciation to the Parliament of Italy and the IPU for organising this important meeting.

I will be very brief by highlighting two points.

First, the COVID-19 pandemic brought challenges to many aspects of our lives, however, it also gives us opportunity for paradigm shifting - to move toward green economy and build a low carbon future. In our endeavor to inject sustainability in our pathway of recovery, there is no one size fits all policy, as countries have different priorities and circumstances. Hence the green approach to recovery must be placed in the context of sustainable development and poverty eradication, so that we will recover with no one left behind. In its process, the transition to a low-carbon economy must be just, inclusive and affordable.

Second, it is important for us to align COVID-19 recovery and climate change

policies. Sustainable economic recovery could not be achieved if we are

(22)

2

simply returning to our pre-COVID practices. Given our powers to enact laws and oversee government policy, Parliament is a key player to establish sustainable immediate and long-term recovery. We have to ensure that legislative measures to support recovery efforts will align with our long-term environmental targets.

Recently, Indonesia has enacted the Omnibus Law on Job Creation, a legislative framework to promote economic development, trade, and investment while balancing out environmental concerns.

Also, the Indonesian House is gradually crafting and improving supportive legislation as a mean of encouraging the development of renewable energy.

We are committed to accelerate the enactment of Energy Bill, which is currently under deliberation. Upon its enactment, the Bill will provide a set of policies for enhancing the use of green energy for the national energy supply through incentives and competitive prices. It will also removing regulatory barrier for renewable energy development.

In addition to these two points and as a conclusion to my intervention, I would like to emphasis on global cooperation and multilateralism. COVID- 19 has triggered global health and economic crisis that calls for greater international cooperation. As Member of Parliament, we must also promote partnership and cooperation between all countries and with different stakeholders, to transform recovery challenges into economic opportunities and support climate action.

I believe with the right measures and concerted effort, there is a real opportunity for us to emerge stronger from this crisis and build forward better.

Thank you.

Part 2: The State of COP 26 Negotiations Excellencies, Distinguished delegates,

In less than 1 month, the biggest climate change event this year will be

convened - the COP 26 UNFCCC. The climate issue is very dear to us, at the

heart and mind of our peoples. The world is waiting for concrete ambitious

actions in fighting climate change. The Paris Agreement and it's entry into

force are a monumental global agreement on tackling climate change. While

celebrating it, we must focus and put our best effort in the implementation.

(23)

3

Thus, as Parliamentarians, we have to send strong support not only for our Governments but also to the international community.

Let me share my view on this matter.

First, we must ensure that our political will to fight against global warming and climate change to implement the Paris Agreement goes beyond the rhetoric. The success of the Paris Agreement will largely depend on the ability of its members in the implementation of their mitigation and adaption plans and strategies through international partnership. However, international partnership is an important element of the SDGs and the Paris Agreement that is yet to be fully realized. Reemphasizing the need of substantial support for Developing countries in terms of technology transfer, investment and finance for their energy transitions, therefore, developed country parties must take the lead and show their commitment to enhancing global partnership towards a green and sustainable world.

Second, raising actions is as important as raising ambitions. All countries are

expected to submit an updated Nationally Determined Contributions

(NDCs) and long-term strategy in reducing emission and achieving net-zero

future. Effective implementation of Nationally Determined Contributions

(NDCs) by the countries is also critical. Parliament must support

Government to transform ambition into tangible actions such as shifting to

renewable energy, investing in adaptation actions, and raising climate

awareness. Indonesia experience has shown us that transformational change

is only possible with the right legal and institutional frameworks, paired with

comprehensive strategies and policies. Indonesia’s ratification of the Paris

Agreement was enhanced with our updated NDC last July to reflect a higher

climate ambition and accelerate the implementation of Agenda 2030. Along

with the submission of Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate

Resilience to achieve Net Zero Emissions by 2060 or sooner. Indonesia has

encouraged the implementation of biofuels (46%) and 30% electrification in

the transportation sector. Indonesia also aims at involving all components

of society (the private sector, students, local governments and community

groups) in reducing greenhouse gas emissions by 29 percent to 41 percent in

2030, which is in line with the elaboration cited on Road Map NDC

Mitigation. All in all, Indonesia reaffirms its strong commitment to the Paris

Agreement and other environmental agreements.

(24)

4

Third, we must resolve the remaining issues in the Paris Agreement Work Programme, prticularly priority issues. These pending issues must be urgently completed so we can effectively scale up global climate action, including optimizing the role of the private sector. We hope that the COP-26 will become the political impetus in maintaining the strong global commitment to the Paris Agreement and we stand ready to work together with all related stakeholders toward the successful COP 26.

Thank you.

(25)

1 Draft 1 October 2021

(07.00 WIB)

Committee for Inter Parliamentary Cooperation The House of Representatives

of the Republic of Indonesia Suggested Point of Intervention

Pre-COP 26 Parliamentary Meeting Rome (Italy), 8-9 October 2021

Part 3: Funding Global Policies for Climate

Excellencies, Distinguished delegates,

Paris Agreement is build upon the spirit of togetherness as climate change is an existential threat to all of us. For the Paris Agreement to take into effect, it requires unparalleled international efforts to ensure the means of implementation.

Means of implementation is the key for climate change mitigation and adaptation actions. Developing countries especially need the support of financing, transfer technology, and capacity building in order to implement the low carbon development. As we have been discussed in our first session yesterday, the transitions to a sustainable and climate- friendly economy will also require substantial investments.

As parliamentarian, there are more we can contribute to support financing for climate change.

First, through our role to scrutinize and approve national budget, we could

request the Government to make allocation of budget to address climate

(26)

2

change. Hence, aligning short term recovery measures with longer term climate and environmental objectives. In addition, with our oversight role, we can scrutinize government’s effort to align economic recovery stimulus package with long-term climate objectives.

Second, we could mobilize all sources of climate finance by encouraging contribution from both public and private finance, including exploring alternative sources of financing. Parliament could provide support through improving the legal and regulatory environment for climate finance and green investment.

For Indonesia, in the last 5 years, we were able to fund around 34 percent of our annual national climate finance needs. In order to fill the remaining gap of 66 percent, it is imperative for us to invite private finance. We continue to mobilize climate funding outside national budget and promote innovative financing to achieve the NDC targets. This includes utilizing new financial instruments, such as green bonds, green sukuk, as well as platforms for private sector’s investment in climate actions, among others utilising blended finance through the establishment of ‘SDG Indonesia One’ and the Environmental Fund Management Agency. Additionally, Indonesia has established the Sustainable Finance Roadmap which requires financial institutions to increase their green portfolios.

Third, we need to continue in forging a global partnership. Aside from the Government and private sector, the international community plays a key role to mobilize climate finance. Through our engagement in inter parliamentarian institutions, such as IPU for instance, we can voice this out at the global level. Developed countries must fulfil their commitments to provide climate finance to support developing countries’ commitments and efforts. International financial institutions can scale up effort to support sustainable and inclusive recovery and provide funding instrument to accelerate low carbon future in developing countries.

As a closing, I would like to re-emphasize once again that addressing climate change is our shared responsibility. If we gather our political will and remain committed to international commitment, I believe that we could mobilize resources to address the biggest ever threat to humanity.

Thank you.

(27)

3

Part 4: Parliamentary Contribution to Achieving COP 26 Goals

Excellencies, Distinguished colleagues,

Currently we are facing point of no return where we could not delay our action in accelerating our response to climate change according to Paris Agreement. In this critical moment, it is our collective responsibility as parliamentarians to scrutinize the government policies on national and international climate change issues. As representative of the people, we also have essential role to ensure the interest of people in accordance of climate justice principle that includes the protection of human rights, the right to development, and sharing equitable burden reflected in every decisions made in both national and global level.

Kindly allow me to elaborate more on the role that parliament could play.

First, promoting climate change actions in the context of sustainable development as is stated in the Paris Agreement. Climate change is closely linked with many other issues in achieving our development goals. Thus, climate change legislation needs to be part of a wider policy vision that promotes sustainable and inclusive development

National legislators can shape policy frameworks that allows low carbon development pathway. Achieving economic goals while at the same time curbing the emission including legislations that promote mitigation adaptation, developing renewable energy, provision of energy access and security.

Second, we can lead by example in contributing to climate actions by strengthening enabling environment through climate legislation. In the House of Representatives, we are currently working on a law on renewable energy to create an ecosystem that supports the development of new and renewable energy in Indonesia This will enhance the implementation of Indonesia’s NDCs and our Long-term Strategies in reducing GHG emissions to have Net Zero Emissions by 2060 or sooner.

Third, we have to strengthen global partnership. By joining our force

together, we shall amplify our messages and send a stronger drive for

(28)

4

policymakers to act, including at the COP 26. We could foster knowledge exchange through dialogues, workshops, and sharing best practices.

At the same time, as the voice of our citizens, we must enhance multi- stakeholders’ partnership. Governments may enact policies, but it is non- state actors who implement actions on the ground. Thus, we must support bottom-up initiatives led by our citizens, innovative businesses, and various stakeholders. Together we can make a real difference and bring positive change for our planet.

Thank you.

(29)

1 Draft as of 04 October 2021

(15.00 WIB)

MEETING WITH FOOD AND AGRICULTURAL ORGANIZATION (FAO)

INTRODUCTORY REMARKS HEAD OF DELEGATION

Mr. Qu Dongyu, Director General of the Food and Agriculture Organization

Thank you for this opportunity.

Kindly allow me to introduce myself. My name is Fadli Zon, Member of the Indonesian House of Representatives and Chairperson of the Committee for Inter Parliamentary Cooperation. Our Committee has the mandate to pursue parliamentary diplomacy and dialogue on global issues, as well as making recommendations to the House of Representatives on issues related to international relations.

I am here today with delegation of the Committee for Inter Parliamentary Cooperation. Aside from being member in this Committee, they are also Member of various House Commisions dealing with variety of issues. This is gives us a unique opportunity to approach international issues from different perspectives and form cooperation with other national parliaments, inter parliamentary institutions and international organizations.

Kindly allow me to introduce them, one by one.

(INTRODUCTION)

As part of the global community and as a responsibility to our people, we

are keen to take part in pursuing the Sustainable Development Goals

(SDGs) as a globally agreed commitment that provide a roadmap to bring

the world onto a path of sustainable development. We have established an

(30)

2

SDGs Task Force to focus on mainstreaming the SDGs within the works of our national parliament.

Last week, we hosted the First Global Parliamentary Meeting on Achieving the SDGs in cooperation with the Inter Parliamentary Union (IPU).

Recognizing the important role of FAO as the custodian UN Agency for 21 indicators and contributing agency for the further five, it is important for us to hold this Meeting with FAO as part of our participation to the Pre- COP Meeting hosted by the Parliament of Italy.

Today, we are facing the multplexity of challenges due to COVID-19 pandemic. The global pandemic not only change the way we live, but also remind us on the importance of investment in sustainable development, which could build greater resilience in the society. In a very short time, the pandemic has evolved from a public health emergency into multidimensional crisis at an unprecedented scale. To this end, the Sustainable Development Goals (SDGs) could be our roadmap to recover better and stronger as it provides a robust and clear framework ensuring inclusiveness, equality, and equity for all by taking a concrete, interconnected, and integrated action.

Ladies and gentlemen,

We are noting with appreciation and support on Indonesia’s position as member of Food and Agriculture Organization Council for the 2021-2024 term. The appointment shows FAO’s acknowledgement to tremendous development of Indonesia’s agricultural sector, which has continue to maintain positive economic growth. I believe that Indonesia’s position in the Council will contribute to the 2030 Sustainable Development Agenda, and transformation to a sustainable agriculture system.

I hope FAO will continue to support agriculture development in Indonesia.

By focusing on strategic areas such as increasing production capacity, diversification of staple food consumption, strengthening food reserves and logistic systems, development of modern agriculture and promoting agriculture experts, I hope we are not only able to increase the resilience of the community but also achieving food security and sovereignty.

We are more than happy to extend parliamentary support to strengthen

the cooperation between FAO and the Government of Indonesia.

(31)

3

As a closing, I would like to reiterate that multiplexity of challenges due to COVID-19 pandemic parliaments have put to a setback to our efforts to achieve SDGs by 2030, particularly goals related to poverty and zero hunger. Therefore, we need engagement with various stakeholders to discuss how to advance SDGs implementation through innovative action and cooperation. I hope we can conclude this Meeting with ideas and innovations to strengthen cooperation between FAO and Indonesia, as well as to enhance our works in the parliament.

Thank you.

Suggested intervention for member of delegate

▪ As focal point for parliamentary diplomacy of the Indonesian House of Representatives, our Committee is committed to promote 2030 Global Goals into the parliamentary context and equipped MPs with neccesary knowledge related to the Agenda 2030. Prior to the Global Parliamentary Meeting we have initiated the first global parliamentary forum discussing SDGs namely “World Parliamentary Forum on Sustainable Development”

in 2017 and continued until 2019 consecutively. We are also keen to form partnership with international organization and UN Agencies to advance our works on SDGs. Do you have any suggestion on how to involve MPs in FAO's works as an effort to enhance collaboration in strengthening commitments and actions to achieve SDGs by 2030?

▪ Agriculture, forestry and fisheries are amongst the sectors that are prone to climate change. In order to accelerate climate change mitigation and adaptation actions, means of implementation are the key. The transitions to a sustainable and climate-friendly economy will also require substantial investments. How do we access and effectively use international financing options related to agriculture, forestry and fisheries to facilitate long term transition to climate resilient development pathway?

▪ The complex challenges to food security and nutrition call for greater

synergy and coherence in policy formulation and implementation across

sectors. This means being in the silo is no longer an option. However, it is

sometimes difficult for lawmaker to identify in whivh areas to act in the

food system. How does FAO view on this issue and how FAO helps

parliamentarians to contribute to address the issue of food security and

nutrition?

(32)

4

▪ Women are active in all elements of food system and playing indispensable

role in farming activities. However, women are often disadvantaged by

access to resources and may also have less decision-making power in the

household. What approach can we take to sustainably empower women?

(33)

1 Draft as of 04 October 2021

(06.00 WIB)

MEETING WITH INTERNATIONAL FUND FOR AGRICULTURAL DEVELOPMENT (IFAD)

INTRODUCTORY REMARKS HEAD OF DELEGATION

Mr. Gilbert F. Houngbo, President of IFAD Thank you for making time to meet us today.

Kindly allow me to introduce myself. My name is Fadli Zon, Member of the Indonesian House of Representatives and Chairperson of the Committee for Inter Parliamentary Cooperation.

I am here today with delegation of the Committee for Inter Parliamentary Cooperation. Kindly allow me to introduce them, one by one.

(INTRODUCTION)

Our Committee has the mandate to pursue parliamentary

diplomacy and dialogue on global issues with other national

parliaments as well as international organizations. One of the

issues under our working agenda is the SDGs. Under the

Committee, we have established an SDGs Task Force to focus on

mainstreaming the SDGs within the works of our national

parliament. Last week, we hosted the First Global Parliamentary

Meeting on Achieving the SDGs in cooperation with the Inter

Parliamentary Union (IPU). One of the point in our Meeting

(34)

2

outcomes highlighted that policies to combat poverty and achieving zero hunger should address all dimensions of the problem, not only the economic aspects. Recognizing the central role of IFAD in achieving SDGs particularly SDGs 1 and 2, it is important for us to hold this Meeting with IFAD while we are here in Rome for the Pre-COP Meeting hosted by the Parliament of Italy.

Ladies and gentlemen,

With less than a decade left to achieve the 2030 Agenda and the challenges of COVID-19 still looming over us, it is much needed to be done. The ongoing pandemic has adversely affected global economy, leading to rapid economic downturn in many countries. The economic downturn will potentially have various different impacts. Impacts that are related to IFAD’s works is including slowing down agricultural production and the sale of agricultural commodities, which in turn will undermining the livelihoods and food security of farmers.

Another challenge with a massive impact to agriculture and sustainable farming is climate change. Coupled with natural disasters and a gradual degradation of the productive resource base, those are the growing problems that need our attention.

Without appropriate adaptation and effective mitigation, physical climate risks will only grow exponentially and further expose our agriculture and farming community to detrimental impacts.

As a closing, I would like to reiterate that parliaments have

engaged in multiple ways to implement the SDGs. However,

progress has been stalled and often reversed due to the current

pandemic. In this critical time for sustainable development, we

need engagement with various stakeholders to discuss how to

(35)

3

advance SDG implementation through innovative action and cooperation. I hope we can conclude this Meeting with positive outcomes to enhance our works on SDGs, and in the parliament in general.

Thank you.

Suggested intervention for member of delegate

▪ The economic downturn may reduce the availability of public financial resources due to potential reductions in tax revenues and short-term reallocation of large amounts or resources towards the health emergency. What suggestion do IFAD have to address the challenges of ensuring adequate funding for SDGs against limited resources and competing priorities?

▪ For agriculture and farming, climate change is the biggest risk factor that need to be considered along with other evolving factors that affect agricultural production, such as changes in farming practices and technology. How do we engage people in rural areas on the issue of climate change and increase their awareness on the issue?

▪ One of the highlighted point in the First Global Parliamentary Meeting on Achieving the SDGs is that we should take into consideration the need and specifities of all segments of society, especially those that are in the marginalized and vulnerable situations, including women. What approaches and innovative measures that we can employ to address the underlying causes of gender inequality to ensure equal access by rural women to productive assets and services, and to employment and market opportunities?

▪ The five-year National Medium-Term Development Plan of Indonesia for 2020-2024 targets a GDP growth of 5.4% to 6%, and a reduction of the poverty rate from 9.8% to between 6.5%

and 7%. The new RPJMN also focusses on nutrition and SDG2 of

Zero Hunger, with the targeted objectives of reducing the

(36)

4

prevalence of undernourishment Reto 5.38% by 2024, and a Food Insecurity Experience Scale (FIES) of 4.05% by 2024. In addition, the RPJMN 2020-2024 also focuses on rural and remote areas under the objective of regional development for reducing gaps and improving equal distribution. Based on IFAD’s works in Indonesia, what is your perspectives on the targets and priorities in the National Development Plan and what suggestions for future improvement?

▪ Partnerships are essential for the SDGs. Internal and external

cooperation need to be stronger and of higher quality. Parliament

should engage in inclusive policy dialogue with other

stakeholders. What suggestion do you have in mind to increase

cooperation between IFAD and our Committee on SDGs?

(37)

BAHAN MASUKAN KEMLU

(38)

BAHAN PERTEMUAN

BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN (BKSAP) REPUBLIK INDONESIA DAN FAO (FOOD AND AGRICULTURE ORGANIZATION)

Rome, 8 October 2021 13.30 CEST BACKGROUND INFORMATION

Perkembangan FAO

1. Pertemuan Sesi ke-42 Konferensi FAO sebagai badan pengambil keputusan tertinggi di FAO telah mengesahkan Kerangka Strategis FAO periode 2022-31. Dokumen tersebut menetapkan peta jalan FAO untuk mendukung Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan (khususnya SDG1, SDG2, SDG10) melalui transformasi ke sistem pertanian pangan yang lebih efisien, inklusif, tangguh, dan berkelanjutan untuk Produksi yang Lebih Baik (Better Production), Nutrisi yang Lebih Baik (Better Nutrition), Lingkungan yang Lebih Baik (Better Environment), dan Kehidupan yang Lebih Baik (Better Life), leaving no one behind.

2. Terkait kerangka normatif, negara anggota FAO menyepakati kesepakatan yang bersifat sukarela dan berupa rekomendasi. Pada tahun ini FAO – dalam kerangka Committee on World Food Security (CFS) berhasil menyepakati Voluntary Guidelines on Food Systems and Nutrition (VGFSyN) dan Policy Recommendations and Other Innovative Approaches. Kedua dokumen dimaksud diharapkan dapat memperkuat kebijakan nasional negara terkait sistem pangan, nutrisi, serta praktik pertanian yang berkelanjutan.

3. Selain itu dalam tataran praktis, Sekretariat FAO mengembangkan apa yang disebut Hand-in-Hand Initiative, yang berintikan upaya pengembangan kapasitas bagi negara berkembang, dimana modalitas untuk pengembangan pertanian dan sistem pangan yang berkelanjutan sangat terbatas. Program ini utamanya membantu negara untuk mengatasi berbagai tantangan operasional di bidang pertanian, termasuk dalam mengatasi krisis alam, pandemic, dan sebagainya.

4. Kerja sama Selatan-Selatan dan Triangular juga menjadi fokus program FAO.

Melalui FAO South-South Cooperation Gateway, negara anggota FAO dapat secara langsung bertukar informasi dan keahlian dan menguatkan kolaborasi dan kerja sama dalam bidang pangan dan pertanian.

5. Sementara itu, FAO juga menjadi motor beberapa International Year seperti:

International Years of Fruit and Vegetables (IYFV) 2021, International Year of Artisanal Fisheries and Aquaculture (IYAFA) 2022, United Nations Decade of Family Farming (UNDFF). Inisiatif-inisiatif dimaksud dimaksudkan untuk menggalang penguatan kebijakan dan perhatian secara khusus, dalam rangka memperkuat upaya pencapaian SDGs 2, yaitu pengentasan kelaparan.

6. Terkait penguatan peran small-scales family farmers and fishers, FAO mendorong dukungan utamanya dalam pilar berikut: (i) penguatan kebijakan untuk penguatan pertanian keluarga; (ii) dukungan terhadap kapasitas kaum muda untuk menjamin kelangsungan antar generasi; (iii) penguatan kesetaraan gender untuk small scale

(39)

farmers and fishers; (iv) penguatan organisasi pertanian keluarga; dan (iv) penguatan inovasi untuk pertanian keluarga.

Indonesia dan FAO

7. Kerja sama dan hubungan antara Indonesia dan FAO semakin kuat dengan beberapa pertemuan strategis yaitu:

a. Kunjungan Menteri Pertanian RI pada tanggal 21 Januari 2020 dan melakukan dialog dengan Deputy Director General FAO, yang berintikan:

- pentingnya saran dan panduan FAO sebagai organisasi pusat pengetahuan dan perumusan kebijakan teknis pertanian di tingkat global.

- pentingnya dukungan FAO dalam menghilangkan praktik diskriminasi akses pasar untuk produk-produk pertanian Indonesia dan negara berkembang lainnya, termasuk komoditas kelapa sawit,

- pentingnya penguatan kerja sama Selatan – Selatan dan Triangular (KSST) dengan FAO.

b. penandatanganan Memorandum of Understanding antara FAO dan Kementerian Pertanian RI pada pertemuan bilateral di sela-sela G-20 Agriculture Ministerial Session pada 16 – 18 September 2021

8. Antara Mei 2020 – Maret 2021, Indonesia menjabat sebagai Ketua Kelompok 77 dan RRT menggantikan Sudan Selatan.

Isu prioritas yang diangkat selama masa kepemimpinan Indonesia:

(i) penguatan upaya implementasi Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan, khususnya pencapaian SDGs 1 dan 2;

(ii) persiapan menuju UN Food Systems Summit 2021;

(iii) mendorong peran aktif Rome-based Agencies (RBAs) di dalam respon global terhadap pandemi; dan

(iv) penguatan Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST).

9. Indonesia pada saat ini juga menjabat sebagai Ketua Biro Committee on Commodity Problems (CCP) FAO. Sebagai Ketua Biro CCP, Indonesia terus mendorong upaya penguatan peran perdagangan dan pasar komoditas dalam mengatasi kelaparan dan kekurangan nutrisi, menyeimbangkan ketersediaan pangan global, dan mendorong kelancaran distribusi pangan yang lebih dari satu kawasan ke kawasan lain.

➢ Indonesia berinisiatif mengusulkan pembentukan voluntary guidelines on vegetable oils in support of the SDGs dalam konteks CCP Intergovernmental Group (IGG) on Oilseeds, Oils and Fats. IGG dilaksanakan secara virtual pada Maret 2021 dan usulan tersebut masih dalam proses.

10. Pada paruh kedua 2020, Indonesia juga menduduki posisi sebagai salah satu wakil ketua kelompok regional Asia di FAO. Dalam perannya ini, Indonesia telah secara aktif membantu ketua dan mendorong kelompok untuk lebih aktif menyuarakan kepentingan kelompok dalam pertemuan-pertemuan kunci FAO.

11. Indonesia kembali terpilih sebagai anggota Dewan (Council) FAO untuk periode 2021- 2024 mewakili grup regional Asia pada Sesi ke-42 Konferensi FAO. Hal ini merupakan bentuk pengakuan dunia internasional terhadap kiprah Indonesia dalam upaya

(40)

mewujudkan ketahanan pangan, nutrisi, dan pembangunan pertanian berkelanjutan pada tataran global.

Suggested Points of Intervention Excellencies,

[opening]

Thank you for receiving us today.

[introducing the delegation …]

[let FAO leadership team introduce themselves …]

Thank you for the introduction.

Now, allow me to begin our discussion by conveying three important issues.

First, as members of Indonesian parliament, we have three main functions: legislating, budgeting and monitoring. Therefore, I would like to get your views on how these functions are related to the work of FAO, in particular to enhance the prosperity and well-being of small scale farmers on the ground.

Second, Food security, food resilience and transformation of food system are our priorities in agriculture sector. We thank FAO in supporting countries on these issues.

Indonesia is committed to a more inclusive, resilient, and sustainable agri-food systems, as mandated by our Law No. 18 of 2012 on Food. The transformation of the agri-food system is carried out by prioritizing the following principles: local-oriented, collaborative, transformative, resilient, and sustainable.

We take note of FAO’s Strategic Framework for 2022 – 2031 in which the strategic narrative of the Four Betters reflects the interconnected linkages between economic, social, and environmental dimensions. We encourage that FAO ensure this interconnectedness will be well reflected in the implementation of the Strategic Framework.

In this context, the recently signed Memorandum of Understanding between the Government of Indonesia and FAO in South-South and Triangular Cooperation, I believe, will not only strengthen our bilateral cooperation but also benefit of small-holders and family farmers in developing countries.

Colleagues,

Third issue, that I want to raise, is sustainable vegetable oils. As you may know, Indonesia is main producers for at least two vegetable oils, palm and coconut oils. With the increased world population, the demand for vegetable oils can only increase in the future. Thus, their sustainability, together with all other vegetable oils, should be ensured.

(41)

That is why Indonesia in collaboration with FAO Secretariat has held 31st Session of the Intergovernmental Group on Oilseeds, Oils, and Fats (IGG-OOF) on 4 – 5 March 2021, in which the proposal to develop voluntary guidelines on sustainable vegetable oils was put forward.

We, from the parliament side, support this and, therefore, would like to seek for FAO’s management support to this important initiative.

Thank you.

Referensi

Dokumen terkait

Modifikasi kimia film gelatin sangat penting untuk meningkatkan pembentukan permukaan film gelatin melalui interaksi reaktivitas protein dengan agen pengikat silang sehingga

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang

Penyelesaian sengketa konstitusional ( constitutional dispute ) melalui pengujian konstitusionalitas norma dalam pengaturan kontrak outsourcing Undang-Undang

”The Fourth meeting of the Preparatory Committee for the in-person segment of the 5 th World Conference of Speakers of Parliament (5WCSP) and the 13 th Summit of Women.. Speakers

Tema ini menjadi penting untuk Indonesia angkat mengingat Indonesia (cq DPR RI) merupakan inisiator World Parliamentary Forum on Sustainable Development (WPFSD)

Dalam rangka pengisian jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kampar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil

Analisis ini digunakan untuk mengetahui besar Future Value (nilai yang akan datang) dengan perhitungan NPV dan IRR dari suatu modal kerja yang dikeluarkan oleh

Pada penelitian ini continuous improvement yang dilakukan oleh Pabrik Gula NBH untuk mengurangi angka kecelakaan kerja menitikberatkan pada APD yang disediakan