BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pada Era globalisasi yang semakin berkembang maka pertumbuhan
ekonomi semakin meningkat, hal ini menyebabkan taraf memenuhi kebutuhan
hidup dan angka pertumbuhan masyarakat juga meningkat. Sulitnya memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dan banyaknya jumlah anggota keluarga dalam satu
rumah tangga menjadi faktor terjadinya masalah sosial. Dengan keadaaan tersebut
maka tingkat persaingan semakin ketat, sulitnya mencapai kebutuhan mulai dari
indikator pekerjaan, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan.
Persaingan antar masyarakat tentu memicu adanya kesenjangan sosial,
terlebih persaingan sumber daya manusia (SDM) yang semakin hari semakin
ketat akibat banyaknya para pencari lowongan pekerjaan serta prasyarat
mengenai peluang kerja yang menetapkan batasan kesempatan kerja, sedikitnya
lapangan kerja serta rendahnya tingkat pendidikan merupakan faktor yang
menentukan kualitas pekerjaan dan sumber daya manusia menyebabkan
timbulnya banyak pengangguran.
Pengangguran ini disebabkan oleh daya saing yang lebih ketat dan juga
dalam sebuah persaingan tersebut yang diutamakan adalah sumber daya
manusianya agar produktifitas tenaga kerja semakin meningkat. Dampak adanya
pengangguran tersebut menimbulkan tingginya kemiskinan.
Berbicara sosal kemiskinan berarti berbicara tentang harkat dan martabat
manusia, hal ini menjadi topik yang sngat penting dan krusial. Kemiskinan
menampakkan dirinya dalam wajah: orang yang tidak berpunya, tidak hanya
punya kesehatan yang baik serta tidak ada pengaruh atau kekuasaan di desa.
Kemiskinan dikatakan suatu sindrome yang artinya suatu jalinan fenomena yang
saling mengait sehingga masalah kemiskinan susah diberantas terutama di desa.
Kategori miskin menurut
sebagai berikut :
Tidak miskin, mereka yang pengeluaran per orang per bulan lebih dari
Rp 350.610. Hampir Tidak Miskin, dengan pengeluaran per bulan per kepala
antara Rp 280.488.s/d. – Rp 350.610.- atau sekitar antara Rp 9.350 s/d. Rp11.687.-
per orang per hari. Jumlanya mencapai 27,12 juta jiwa. Hampir Miskin, dengan
pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 233.740.- s/d Rp 280.488.- atau sekitar
antara Rp 7.780.- s/d Rp 9.350.- per orang per hari. Jumlahnya mencapai 30,02 juta.
Miskin, dengan pengeluaran per orang perbulan per kepala Rp 233.740.-kebawah
atau sekitar Rp 7.780.- kebawah per orang per hari. Jumlahnya mencapai 31 juta.
Sangat Miskin (kronis), tidak ada kriteria berapa pengeluaran per orang per hari.
Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlas pastinya. Namun, diperkirakan
mencapai sekitar 15 juta.
Berdasarkan kriteria kemiskinan yang dilansir oleh BPS tersebut
menunjukan jumlah keluarga miskin di Indonesia cukup besar. Total jumlah
penduduk Indonesia kalau dihitung dengan kriteria pengeluaran per orang hari
Rp 11.687.- kebawah, mencapai sekitar 103,14 juta jiwa. Selain itu, sebaran angka
kemiskinan dari BPS, sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2011, jumlah
penduduk miskin di desa selalu lebih besar dibanding dengan di kota. Salah satu
sumbangan kenaikan angka kemiskinan di desa antara lain, rendahnya tingkat
pendidikan, banyak yang jadi buruh tani karena ketiadaan lahan dan banyaknya
63,2 % ada di desa, sedang 36,8 % berada di perkotaan. Kemiskinan di perkotaan
disebabkan, lowongan kerja sempit dan rendahnya kualitas sumber daya manusia.
Angka kemiskinan tersebut tentu sangat besar untuk ukuran negara kaya
sumber daya alam seperti Indonesia. Namun, hal tersebut tak membantu masyarakat
mengatasi kekurangannya karena kita lihat dalam persentasi kemiskinan yang ada di
Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan sebagai berikut :
Pada bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia
mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang
dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang
(10,96 persen). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September
2014 sebesar 8,16 persen, naik menjadi 8,29 persen pada Maret 2015. Sementara
persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13,76 persen pada
September 2014 menjadi 14,21 persen pada Maret 2015. Selama periode September
2014–Maret 2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 0,29
juta orang (dari 10,36 juta orang pada September 2014 menjadi 10, 65 juta orang
pada Maret 2015), sementara di daerah perdesaan naik sebanyak 0,57 juta orang
(dari 17,37 juta orang pada September 2014 menjadi 17,94 juta orang pada Maret
2015)
Meningkatnya kemiskinan membuat negara gagal dalam
menyejahterahkan warganya dan menimbulkan permasalahan sosial baru karena
mereka akan berlomba - lomba untuk melakukan segala cara untuk dapat
memenuhi kebutuhan mereka yang tak menutup kemungkinan untuk melakukan
khususnya dalam kasus pembunuhan pada bulan pertama tahun 2016, tergolong
tinggi.
Dari data Indonesian Police Watch (IPW), tercatat sebanyak 34 orang tewas
dibunuh di Indonesia. Terdiri dari 22 lelaki dan tujuh wanita, dan lima polisi juga
tewas dibunu
Selain tindakan kriminal, untuk memenuhi kebutuhan setiap orang yang
menganggur terpaksa bekerja di sektor informal. Dari data BPS (2013), tercatat
jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai petani adalah 118,2 juta orang yang terdiri
dari 47,5 juta orang (40,19%) di bidang sektor formal dan 70,7 juta orang (59,81%)
dibidang sektor informal.
Meluasnya fenomena sektor dan informalisasi tenaga kerja di Indonesia
merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Melihat aspek kehidupan manusia dan
pembangunan yang kompleks, tentu tuntutan manusia juga sangat majemuk.
Sehingga resvonsive sebagai jawaban untuk masalah tersebut juga menjadi jawaban
yang majemuk pula. Salah satu aspek pembangunan adalah dibidang pertanian,
sebab sektor ini sejak dahulu sudah degeluti oleh masyarakat indonesia karena
dikenal dengan negara agraris. Tetapi dengan perkembangan dibidang pertanian
tidak merata disetiap daerah menyebabkan pencarian kerja untuk merantau ke
daerah yang membutuhkan tenaga kerja yang lebih besar di bidang pertanian.
Dorongan pendidikan yang rendah, banyaknya buruh yang tidak memiliki lahan
bertani serta adanya keterampilan khusus di sektor ini, maka mereka merantau dan
mengandalkan kekuatan fisik. Dari sekian banyak isu yang membahas fenomena
yang dialami masyarakat petani yakni mereka golongan masyarakat yang berprofesi
sebagai buruh harian lepas (aron).
Tanah Karo merupakan salah satu daerah yang memiliki perkembangan
sektor pertanian sangat pesat terutama buah-buahan dan sayur mayur. Hal ini
mendorong tumbuhnya lapangan pekerjaan yang baru bagi penduduk setempat
maupun penduduk perantauan. Kesempatan ini sangat dimanfaatkan oleh para
pencari pekerjaan, hal ini dapat kita terlihat ketika ada sekelompok pekerja
(buruh) harian lepas yang disana dikenal dengan sebutan aron.
Mereka bekerja dalam proses menanam, menyiangi serta memanen
hasil-hasil pertanian suatu tanah milik orang lain dengan upah dibayar harian. Setiap hari
mereka berkumpul disuatu tempat–tempat tertentu. Para buruh harian lepas (aron)
yang bekerja bukan hanya lajang namun yang telah berumah tangga juga telah
banyak, melihat kebutuhan ekonomi yang meningkat menuntut mereka harus
memperoleh nafkah yang lebih.
Awal munculnya buruh harian lepas atau yang sering disebut aron oleh
masyarakat di desa Jaranguda Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo tidak dapat
diketahui secara pasti. Bapak Simamora yang sudah menjadi aron di desa tersebut
selama 25 (dua puluh lima) tahun tidak mengetahui kapan awal mula si aron datang
kedesa tersebut. Pedapat ini diutarakan juga oleh salah satu pengguna jasa aron
(mandor) yakni sering dipanggil Bibi Karo petani daun prei, menurutnya jika buruh
harian lepas (aron) tidak ada maka tingkat penghasilan untuk tanaman-tanaman
tersebut tidak akan mencukupi kebutuhan ditambah lagi tanah yang luas memang
sangat membutuhkan tenaga yang lebih, karena jika ada aron mereka dapat
mempekerjakan sesuai waktu yang detentukan serta dapat menggaji sesuai jam dan
Peneliti akan melihat kehidupan sosial ekonomi para buruh harian lepas
(aron) di desa Jaraguda Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo, karena dari data
tenaga kerja BPS (2013) menyatakan jumlah petani khususnya di kabupaten
Merdeka berjumlah 2.295 KK, mudahnya mendapatkan para buruh harian lepas
(aron) di desa ini serta adanya ketertarikan peneliti untuk mngetahui sebab akibat
banyaknya para mandor atau pengguna jasa aron lebih banyak menggunakan jasa
para aron perantauan daripada para aron setempat serta bagaimana mereka
memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mereka. Banyaknya migran yang muncul
didesa ini tentu memicu masalah baru yakni bagaimana kehidupan sosial ekomi
masyarakat buruh harian lepas (aron) setempat maupun mereka yang migran,
bagaimana mereka dalam melakukan persaingan untuk memperoleh kepercayaan
dari sang mandor atau pemilik tanah untuk mengolah tanahnya
Dari uraian latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk meninjau
kehidupan sosial ekonomi buruh harian lepas (aron) di Desa Jaranguda Kecamata
Merdeka Kabupaten Karo.
.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi buruh
harian lepas (aron) di desa Jaranguda, Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam
pengembangan :
1. Secara Akademis, dapat memberikan sumbangan positif terhadap keilmuan di
departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial mengenai tinjauan sosial ekonomi
buruh harian lepas (aron) serta dapat memberi kontribusi keilmuan dalam
menambah referensi badan kajian bagi peneliti atau mahasiswa.
2. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi
pemikiran dan pemahaman serta pandangan baru untuk mengkaji lebih lanjut
serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan melahirkan konsep-konsep
ilmiah dalam mengatasi masalah buruh harian lepas (aron).
3. Secara Praktis, penelitian ini diharap dapan memeberi sumbangan pemikiran
terhadap pembuat kebijakan, pemerintahan daerah serta masyarakat dalam
menyelesaikan masalah –masalah yang ada di tengah buruh harian lepas
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembaca dalam memahami penelitian ini, maka penulis
memyajikan penelitian ini dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang uraian konsep yang berhubungan dengan masalah dan
objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi
operasional.
BAB III: METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian,
teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.
BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITAN
Bab ini berisi tentang gambaran dan sejarah singkat lokasi penelitian dan
data-data lain yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.
BAB V: ANALISIS DATA
Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta
analisis datanya.
BAB VI: PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan