• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dan Pejabat Pembuat Akta Sementara (PPAT Sementara) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Beserta Akibat Hukumnya Dari Segi Hukum Agraria"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundang-undangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dapat memberikan kepastian hukum terhadap hak atas tanah, yaitu memberikan data fisik yang jelas mengenai luas tanah, letak dan batas-batas tanah.1 Pendaftaran tanah tersebut diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional, yang dibantu oleh PPAT dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, mengenai pendaftaran tanah. Pejabat lain dalam hal ini dimaksud adalah Camat sebagai PPAT Sementara. Kedudukan dan fungsi Camat sebagai PPAT Sementara dalam melakukan pelayanan pendaftaran tanah, ternyata masih ditemukan persoalan di lapangan, terutama dalam pelayanan untuk membuat akta-akta tanah.2

Peran PPAT dalam pendaftaran tanah merupakan membantu kepala kantor pertanahan Kabupaten/Kota dalam kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah berupa pembuatan atas pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun kecuali lelang, pembuatan akta pembagian hak bersama, dan pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah.3 Dalam pengelolaan bidang

1

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta : Penerbit Kencana, 2011), hal 16

2

Vuji Ervina, Pelayanan Pendaftaran Tanah Oleh Camatsebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara di Kantor Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan, Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013

3

(2)

pertanahan di Indonesia, terutama dalam kegiatan pendaftaran tanah, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), merupakan pejabat umum yang menjadi mitra instansi BPN guna membantu menguatkan/mengukuhkan setiap perbuatan hukum atas bidang tanah yang dilakukan oleh subyek hak yang bersangkutan yang dituangkan dalam suatu akta otentik. “Segala Warga Negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum

dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” Ungkapan kalimat tersebut

mengandung pengertian bahwa semua Warga Negara Indonesia mempunyai kedudukan yang sama di muka hukum, dan berkewajiban tunduk pada hukum yang berlaku. Dalam ketentuan Hukum Tanah Nasional yaitu Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960 mengatur bahwa semua Peralihan Hak Atas Tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah yang kemudian disingkat PPAT sebagai Warga Negara sekaligus Pejabat yang berwenang membuat akta otentik mengenai segala sesuatu perbuatan hukum berkaitan dengan peralihan Hak Atas Tanah, tunduk pada hukum dan peraturan perundangan yang berlaku.4

Tanah tidak hanya merupakan tempat membangun rumah tinggal tetapi dari tanah kita juga mendapatkan bahan makanan, pakaian, serta kebutuhan lain-nya

4

(3)

yang bersifat primer, akibat keter-batasan luas tanah ini menyebabkan kepemilikan hak atas suatu tanah sering kali berujung sengketa akibat tidak dimilikinya dasar hukum yang kuat sebagai pegangan dan bukti atas kepemilikan suatu tanah. Untuk memperoleh hak kepemilikan atas suatu tanah dapat diperoleh dengan beberapa cara salah satunya dapat diperoleh melalui proses jual beli.5 Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dalam mana pihak yang satu (sipenjual) berjanji untuk me-nyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya (sipembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.6

Keharusan jual beli tanah dihadapan PPAT atau PPAT Sementara, maka telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah jo Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Kesatuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Penerbitan peraturan tersebut dilakukan dalam rangka program pelayanan masyarakat dalam pembuatan akta PPAT. Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, maka jual beli juga harus dilakukan para pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat akta. Dengan dilakukannya jual beli dihadapan PPAT, dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan

5

Ermasyanti, Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Proses Jual Beli Tanah, Keadilan Progresif Volume 3 Nomor 1 Maret 2012

6

(4)

hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Untuk dibuatkan akta jual beli tanah tersebut, pihak yang memindahkan hak, harus memenuhi syarat yaitu berwenang memindahkan hak tersebut, sedangkan pihak yang menerima harus memenuhi syarat subyek dari tanah yang akan dibelinya itu. Serta harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi.7 Cacat hukum pada suatu akta dapat menyebabkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dilakukan kemudian. Berkaitan dengan hal tersebut, PPAT atau PPAT Sementara yang bersangkutan dapat melakukan pembelaan meskipun didalam ketentuan hukum tentang PPAT belum diatur mengenai hal tersebut; dengan adanya jaminan kebenaran yang diberikan oleh penghadap yang dimuat didalam akta tersebut sebagai akta partij (akta para pihak) yang sesuai dengan kehendak/keterangan yang telah diberikan dimana PPAT atau PPAT Sementara bukanlah pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan atas kebenaran dan keaslian dari identitas penghadap, melainkan bertindak berdasarkan bukti materiil yang telah lengkap yang diberikan kepadanya. Apabila PPAT atau PPAT Sementara dituntut oleh pihak ketiga yang merasa dirugikan ataupun diminta sebagai saksi di Pengadilan maka hal tersebut hanya sebatas dimintakan keterangan sehubungan akta yang dibuatnya, disamping itu PPAT atau PPAT Sementara pun dapat meminta perlindungan hukum/upaya pembelaan kepada IPPAT sebagai suatu organisasi profesi dimana ia bernaung.8

Posisi PPAT atau PPAT Sementara sebatas sebagai saksi dan PPAT atau PPAT Sementara tidak bertanggung gugat atas ketidakbenaran materiil yang dikemukakan oleh para pihak, apabila kesalahan disebabkan oleh para pihak. Tapi

7

Habib Adjie. Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan tentang Notaris dan PPAT).(Bandung : Citra Aditya Bakti, 2009), hal 74

8

Bachtiar Effendie. Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksanaannya.

(5)

apabila PPAT atau PPAT Sementara terbukti bersalah maka ia dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana juga tidak tertutup kemungkinan dituntut ganti rugi oleh pihak yang dirugikan secara perdata.9

Salah satu perbuatan hukum yang membutuhkan kepastian hukum yaitu perbuatan peralihan hak atas tanah yang dibuat dengan akta oleh pejabat yang berwenang. Salah satu pejabat yang berwenang terhadap akta tanah adalah Camat sebagai PPAT Sementara menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998. Dalam rangka pencapaian tujuan hukum dimaksud, maka penegakan hukum mutlak adanya. Hanya saja dalam praktek penegakan hukum sering mendapat pengaruh dan beberapa faktor, baik yang ada pada diri manusia maupun faktor dari luar atau diluar kemampuan manusia.10

Dalam praktek pelaksanaan jabatan Camat selaku PPAT Sementara wewenang yang dimiliki oleh Camat tersebut adalah sama dengan PPAT pada umumnya sebagaimana telah diuraikan di atas. Akan tetapi di daerah-daerah terpencil di mana Camat ditunjuk dan diangkat sebagai PPAT Sementara dalam melaksanakan tugasnya juga melakukan perbuatan hukum yang berada di luar kewenangannya selaku PPAT. Salah satu perbuatan hukum Camat yang berada di luar kewenangannya tersebut adalah melakukan pembuatan akta jual beli tanah yang belum/tanpa bersertipikat. Perbuatan hukum melakukan pembuatan akta jual beli terhadap tanah yang tidak memiliki sertipikat tersebut adalah suatu perbuatan

9

Mustofa, Tuntutan Pembuatan Akta-Akta PPAT, (Yogyakarta: Karya Media, 2010), hal 46

10

(6)

yang berada di luar kewenangan Camat selaku PPAT Sementara sebagaimana Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi: ”Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak karena lelang hanya dapat didaftarkan, jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.11

PPAT mempunyai peranan besar dalam peralihan hak atas tanah karena memiliki tugas membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam rangka melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang merupakan akta otentik. Sebagai akta otentik akta PPAT haruslah memenuhi tata cara pembuatan akta PPAT sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang dan peraturan-peraturan lainnya. Pembuatan akta yang tidak sesuai dengan tata cara pembuatan akta PPAT dapat membuat suatu akta batal demi hukum dan akan mengakibatkan kerugian bagi salah satu pihak dalam akta tersebut.12 Apapun yang terjadi, seorang PPAT atau PPAT Sementara dalam menjalankan tugas jabatannya harus disertai dengan tanggung jawab dan kepercayaan diri yang penuh, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan benar serta siap untuk bertanggungjawab jika terjadi kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam setiap tindakannya.

11

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah), (Jakarta:Djambatan, 2002), hlm 538-539

12

(7)

Berkaitan dengan problematika produk hukum akta jual beli terhadap tanah tanpa sertipikat yang dibuat oleh Camat selaku PPAT Sementara, maka penelitian ini akan membahas lebih lanjut mengenai permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pembuatan akta tersebut. Oleh karena itu dimaksudkan untuk memaparkan/ menggambarkan permasalahan yang terjadi dalam problematika produk hukum Camat selaku PPAT Sementara berupa akta jual beli yang dibuatnya terhadap tanah tanpa sertipikat beserta segala aspek hukum yang timbul oleh karenanya, sekaligus membahas dan menganalisa permasalahan hukum yang timbul tersebut untuk dapat menemukan solusi yang tepat dalam menjawab permasalahan hukum tersebut. Untuk itulah penelitian ini dilakukan lebih lanjut dalam membahas “TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA SEMENTARA (PPAT

SEMENTARA) DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH

BESERTA AKIBAT HUKUMNYA DARI SEGI HUKUM AGRARIA.”

B. Permasalahan

Atas uraian seperti yang dikemukakan di dalam latar belakang masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Apa peran pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan pejabat pembuat akta sementara (ppat sementara) di Indonesia?

(8)

3. Tanggungjawab apa yang diberikan oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan pejabat pembuat akta sementara (PPAT sementara) dalam pembuatan akta jual beli tanah beserta akibat hukumnya?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan pejabat pembuat akta sementara (ppat sementara) di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan kewajiban PPAT dan PPAT sementara dalam pemeriksaan akta jual beli tanah.

3. Untuk mengetahui tanggungjawab pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan pejabat pembuat akta sementara (PPAT sementara) dalam pembuatan akta jual beli tanah beserta akibat hukumnya.

D. Manfaat Penulisan

Dalam penelitian ini diharapkan ada 2 (dua) manfaat yang dapat dihasilkan yaitu yang bersifat teoritis dan bersifat praktis yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan Hukum Agraria pada khususnya.

(9)

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti

b. Dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pihakpihak yang berkepentingan mengenai pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan pejabat pembuat akta sementara (PPAT sementara) dalam pembuatan akta jual beli tanah.

c. Penulis berharap dengan penelitian ini dapat memberikan masukan kepada PPAT dan PPAT sementara sehingga menyadari akibat-akibat yang dapat ditimbulkan dan dengan demikian dapat menghindarkan PPAT dari kesulitan.

E. Keaslian Penulisan

Adapun judul skripsi ini adalah tanggung jawab pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan pejabat pembuat akta sementara (PPAT sementara) dalam pembuatan akta jual beli tanah beserta akibat hukumnya dari segi hukum agraria merupakan judul skripsi yang belum pernah ditulis sebelumnya, sehingga tulisan ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian, keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Tinjauan Kepustakaan

(10)

yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).13

Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk digunakan atau dimanfaatkan. Diberikannya dan dipunyai tanah dengan hak-hak tersebut tidak akan bermakna jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan bumi saja. Untuk keperluan apa pun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga penggunaan sebagai tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang angkasa yang di permukaan bumi. Oleh karena itu, dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk menggunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang bersangkutan yang disebut "tanah", tetapi juga tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang angkasa yang ada di atasnya, dengan demikian yang dipunyai dengan hak atas tanah adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi, tetapi wewenang menggunakan yang bersumber dengan hak tersebut diperluas hingga meliputi juga penggunaan sebagian tubuh bumi yang ada di bawah tanah, air serta ruang yang ada di atasnya.14

Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam Pasal-Pasal lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar menukar dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam Pasal hanya disebutkan

13

Boedi Harsono, Op.Cit, hal 14

14

(11)

dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli. Apa yang dimaksuddengan jual beli itu sendiri oleh UUPA tidak diterangkan secara jelas, akan tetapi mengingat dalam Pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum Tanah Nasional kita adalah Hukum Adat, berarti kita menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum dan sistemhukum adat.15

Pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat, merupakan perbuatan pemindahan hak, yang sifatnya tunai, riil dan terang. Sifat tunai berarti bahwa penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama. Sifat riil berarti bahwa dengan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja belumlah terjadi jual beli. Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap pemindahan hak atas tanah kecuali yang melalui lelang hanya bisa didaftarkan apabila perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah tersebut didasarkan pada akta PPAT. Notaris dan PPAT sangat berperan dalam persentuhan antara perundang-undangan dan dunia hukum, sosial dan ekonomipraktikal.16

Istilah PPAT sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang merupakan peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau lebih dikenal UUPA. Di dalam peraturan tersebut untuk pertama kalinya PPAT disebutkan sebagai pejabat yang berfungsi membuat akta yang bermaksud memindahkan tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah.17

15

Adrian Sutedi, Op. Cit, hal 76

16

Mustofa, Op.Cit, hal 48

17

(12)

Peranan PPAT sebagai pencatat perbuatan hukum untuk melakukan pembuatan akta jual beli, harus dipenuhi. Sehingga pengalihan ini menjadi sah adanya dan dan dapat didaftarkan balik namanya. Dengan adanya akta PPAT inilah nantiakan kembali diberikan status baru dari permohonan balik nama yang dimohon oleh pihak yang menerima pengalihan haknya. Pembuatan akta jual beli di hadapan PPAT tersebut dilakukan bagi keabsahan dari perjanjian-perjanjian berkenaan dengan hak atas tanah, maka disyaratkan akta yang dibuat dengan oleh PPAT. Namun demikian, apakah kemudian pengalihan hak atas tanah di luar pelibatan PPAT otomatis menjadi tidak sah adalah persoalan lain.18 PPAT Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.19

G. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian guna menemukan dan mengembangkan kejelasan dari sebuah pengetahuan maka diperlukan metode penelitian. Karena dengan menggunakan metode penelitian akan memberikan kemudahan dalam mencapai tujuan dari penelitian maka penulis menggunakan metode penelitian yakni :

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian hukum empiris, yaitu suatu penelitian yang berusaha mengidentifikasikan hukum yang terdapat dalam masyarakat dengan maksud untuk mengetahui gejala-gejala lainnya.20

18

Effendie Bachtiar, Op.Cit, hal 40

19

Ibrahim Naue, Farida Patittingi, Sri Susyanti Nur, Op.Cit, hal 34

20

(13)

2. Sumber Data Penelitian

Pada penelitian yang berupa yuridis normatif, maka sumber-sumber data yang dikumpulkan berasal dari data kepustakaan yang ada dibedakan atas :21

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan di bidang hukum antara lain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-pokok Agraria (UUPA), Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, jurnal, artikel, internet dan sebagainya.

c. Bahan hukum tertier, yaitu kamus-kamus hokum dan lain sebagainya. 3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan teknik pengumpulan data dengan cara : Studi Kepustakaan, dilakukan dengan mempelajari dan menganalisis yang berkaitan dengan topik penelitian, sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari: buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

21

(14)

4. Analisis Data

Data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan-bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada. Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.22

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang masalah, permasalahan, tujuan Penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

22

(15)

BAB II : PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DAN

PEJABAT PEMBUAT AKTA SEMENTARA (PPAT

SEMENTARA) DI INDONESIA

Bab ini berisikan tentang Tinjauan Umum Tentang PPAT, Dasar Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Tinjauan Tentang PPAT Sementara, Dasar Hukum Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Sementara dan Peran PPAT dan Camat Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Jual Beli Tanah.

BAB III : PELAKSANAAN KEWAJIBAN PPAT DAN PPAT

SEMENTARA DALAM PEMERIKSAAN AKTA JUAL BELI TANAH

Bab ini berisikan tentang Kewajiban yang dilakukan oleh PPAT dan PPAT Sementara dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah, Pembinaan dan Pengawasan Pelaksanaan Tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan PPAT Sementara dan Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan PPAT dan Camat Sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.

BAB IV : TANGGUNGJAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DAN PEJABAT PEMBUAT AKTA SEMENTARA (PPAT SEMENTARA) DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA

(16)

segi Hukum Agraria dan Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan PPAT Sementara Terhadap Akta Yang Dibuatnya.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Referensi

Dokumen terkait

“Dampak lingkungan ada mbak masyarakat sekitar menjadi terbiasa dengan memilah sampah kemudian sampah-sampah organik dikembangkan untuk dijadikan pupuk sedangkan

[r]

ignita yang digunakan pada penelitian ini hanya 1 sampel sehingga tidak bisa diungkapkan variasi dan diversitas genetiknya, walaupun merupakan burung endemik

Agar budaya sosialisi di dunia nyata tidak berkurang intensitasnya” Maharina mengharapkan peran bijak user dalam bermedia sosial, bahwa ia jangan digunakan secara berlebihan,

Dari grafik diatas pengaruh variasi panjang lengan terhadap nilai reduksi gerak translasi pada sistem utama , dapat disimpulkan pengaruh variasi panjang lengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya tenaga kerja karet dan biaya tenaga kerja kelapa sawit secara simultan dan parsial berpengaruh nyata terhadap konversi lahan karet