• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pajak Penghasilan Badan Terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pajak Penghasilan Badan Terhadap Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Kinerja Keuangan

Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan merupakan salah satu informasi yang dapat digunakan dalam menilai kinerja keuangan perusahaan karena laporan keuangan mencerminkan kondisi keuangan perusahaan dalam kurun waktu tertentu.

PSAK No.1 Paragraf ke 9 (Revisi 2015) menyatakan bahwa:

Laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi.Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi: aset, liabilitas, ekuitas, penghasilan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, dan arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lain yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan entitas dan khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.

(2)

oleh perusahaan yang bersangkutan dan itu tercermin dari informasi yang diperoleh pada laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, dan laporan arus kas, serta hal-hal lain yang turut mendukung sebagai penguat penilaian kinerja keuangantersebut.

Kinerja keuangan perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu.Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan. Penilaian kinerja keuangan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Menurut Fahmi (2014: 2), “Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.”Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan yang telah memenuhi standar dan ketentuan dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan), GAAP (General Accepted Accounting Principles), dan lainnya.

2.1.1.1. Tahap-tahap Analisis Kinerja Keuangan

(3)

1. Melakukan review terhadap data laporan keuangan

Review dilakukan dengan tujuan agar laporan keuangan yang dibuat sesuai dengan penerapan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku, sehingga hasil laporan keuangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

2. Melakukan perhitungan

Penerapan metode perhitungan disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan yang sedang dilakukan sehingga hasil dari perhitungan tersebut akan memberikan suatu kesimpulan sesuai dengan analisis yang diinginkan.

3. Melakukan perbandingan terhadap hasil hitungan yang telah diperoleh Dari hasil hitungan yang sudah diperoleh tersebut kemudian dilakukan perbandingan dengan hasil hitungan dari berbagai perusahaan lainnya. Metode yang paling umum digunakan untuk melakukan perbandingan ini ada 2, yaitu :

a. Time series analysis, yaitu membandingkan secara antar-waktu atau antar periode, dengan tujuan itu nantinya akan terlihat secara grafik. b. Cross sectional approach, yaitu melakukan perbandingan terhadap

hasil hitungan rasio-rasio yang telah dilakukan antara satu perusahaan dan perusahaan lainnya dalam ruang lingkup yang sejenis yang dilakukan secara bersamaan.

Dari hasil penggunaan kedua metode ini diharapkan nantinya akan dapat dibuat suatu kesimpulan yang menyatakan kondisi posisi perusahaan tersebut.

4. Melakukan penafsiran (interpretation) terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan

Pada tahap ini, penafsiran digunakan untuk melihat apa-apa saja permasalahan dan kendala-kendala yang dialami oleh perusahaan tersebut. 5. Mencari dan memberikan pemecahan masalah dari berbagai permasalahan

yang ditemukan

Setelah tahap-tahap yang sebelumnya dilakukan, maka pada tahap terakhir ini dilakukan solusi guna memberikan suatu input atau masukan agar kendala dan hambatan dapat terselesaikan.

2.1.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan

(4)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan menurut Harjosoemarto (1994) dalam Mulyati (2011), yaitu,:

1. Faktor Internal

a. Manajemen personalia

Berkaitan dengan SDM agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi.

b. Manajemen pemasaran

Berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan.

c. Manajemen produksi

Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa yang dihasilkan sesuai yang diharapkan.

d. Manajemen keuangan

Berkaitan dengan perencanaan, mencari dan memanfaatkan dana untuk memaksimalkan efisiensi perusahaan.

2. Faktor Eksternal

a. Kodisi perekonomian

Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas politik ekonomi, sosial dan lain-lain.

b. Kondisi industri

Meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan dan lain-lain. 2.1.1.3. Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan.Penelitian ini menggunakan rasio profitabilitas karena tujuan utama suatu perusahaan didirikan adalah untuk memperoleh laba, sehingga dengan menggunakan metode ini kita dapat mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.

Menurut PSAK, kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan, Paragraf 17 (Revisi 2015) menyatakan bahwa:

(5)

pertimbangan tentang efektivitas entitas dalam memanfaatkan tambahan sumber daya.

Menurut Kasmir (2008:196), “Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan.Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan.” 2.1.1.4. Tujuan dan Manfaat Profitabilitas

Adapun tujuan dan manfaat profitabilitas menurut Kasmir (2008:197) adalah sebagai berikut:

1. Tujuan rasio profitabilitas bagi perusahaan maupun bagi pihak luar perusahaan, yaitu:

a. Untuk mengukur laba yang diperoleh perusahaan atau dalam periode tertentu,

b. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang,

c. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu,

d. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri,

e. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri,

f. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri.

2. Manfaat yang diperoleh adalah untuk:

a. Mengetahui besarnya tingkat laba yang diperoleh oleh perusahaan dalam suatu periode,

b. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang,

c. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu,

d. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri, e. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang

(6)

2.1.1.5. Macam-macam Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas tergantung dari laba dan modal yang diperhitungkan.Jenis laba perusahaan bermacam-macam tingkatannya mulai dari laba kotor, laba usaha, laba sebelum bunga dan pajak, laba kena pajak dan laba bersih perusahaan.demikian juga modal yang digunakan bermacam-macam seperti modal usaha/operasional, modal utang, modal sendiri atau modal keseluruhan. Agar rasio profitabilitas ini mempunyai arti, maka rasio laba dengan modal harus disesuaikan dengan dari mana laba dan untuk apa modal tersebut ditujukan.

Secara umum rasio profitabilitas dalam perusahaan dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Gross Profit Margin

Rasio yang mengukur seberapa besar tingkat laba kotor perusahaan dari setiap penjualannya, artinya disini belum memperhitungkan biaya operasi perusahaan. Rumus Gross Profit Margin adalah:

����������������� = �����������

�����

2. Operating Profit Margin

Mengukur seberapa besar tingkat laba operasional/usaha perusahaan dari setiap penjualannya.Artinya disini belum memperhitungkan biaya bunga dan pajak perusahaan. Rumus Operating Profit Margin adalah:

���������������������= ���������������

(7)

3. Net Profit Margin

Rasio yang mengukur seberapa besar tingkat laba bersih perusahaan dari setiap penjualannya, artinya disini telah memperhatikan biaya operasi, bunga, dan pajak perusahaan. Rumus Net Profit Margin adalah:

��������������� = ���������

�����

4. Return on Investment / Asset (ROI/ROA)

Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba bersih dari jumlah dana yang diinvestasikan perusahaan atau total aset perusahaan. Untuk menentukan jumlah dana yang diinvestasikan, dalam beberapa literatur jumlah investasi disamakan dengan total aset, hal ini dapat diterima selama semua aset dioperasionalkan dalam operasi utama perusahaan. artinya tidak ada aset yang masih belum dioperasionalkan atau dioperasionalkan tetapi bukan untuk operasional utama perusahaan. dalam keadaan seperti itu, maka pengembalian investasi identik dengan pengembalian aset. Rumus Return on Asset adalah:

ROA = ���������

�����������

5. Return on Equity

(8)

mengukur tingkat kemakmuran atas kepemilikannya dalam perusahaan. Rumus Return on Equity adalah:

ROE = ���������

������

Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan dalam penelitian ini adalah Return on Asset (ROA). Alasan peneliti memilih ROA sebagai rasio untuk mengukur kinerja keuangan dikarenakan ROA dapat menghitung kinerja perusahaan secara keseluruhan. Berdasarkan teori Du Pont perhitungan ROA adalah:

ROA =����������������������������������

ROA =���������

����� �

�����

�����������

Jika berdiri sendiri, baik net profit margin maupun total asset turnover tidak dapat memberikan pengukuran yang memadai atas efisiensi dan efektivitas perusahaan secara keseluruhan. Net profit margin berfungsi untuk mengukur profitabilitas yang berkaitan dengan penjualan yang dihasilkan, sedangkan total asset turnover untuk mengukur efisiensi dalam penggunaan aset untuk menghasilkan penjualan. Jadi, disini ROA tidak hanya mampu mengukur profitabilitas penjualan, namun juga mampu mengukur efisiensi dalam penggunaan aset dalam penjualan.

(9)

2.1.2. Pajak Penghasilan Badan

2.1.2.1. Pengertian Pajak Penghasilan Badan

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Yang dimaksud Badan menurut Pasal 2(1) UU PPh No.36 Tahun 2008adalah:

Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha meliputi: perseroan terbatas, perseroan comanditer, perseroan lainnya, BUMN, BUMD dengan nama dan bentuk apapun, termasuk firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

(10)

2.1.2.2. Subjek dan Objek PPh Badan

Subjek pajak penghasilan badan terbagi dua, yaitu: 1. Dalam Negeri

Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.Kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.

2. Luar Negeri

Badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan di Indonesia baik melalui BUT maupun tidak.Kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat menjalankan usaha melalui BUT ataupun pada saat menerima dan memperoleh penghasilan.Sedangkan berakhirnya pada saat tidak lagi menjalankan usaha di Indonesia dengan melalui BUT atau tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia.

Objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Yang menjadi objek pajak badan yaitu: 1. Laba usaha

(11)

a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal

b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya. c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun

d. Keuntungan karena pengalihan harta

3. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak

4. Bunga termasuk premium diskonto 5. Dividen

6. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

7. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 8. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

9. Keuntungan karena pembebasan utang 10. Keuntungan selisih kurs mata uang asing 11. Selisih lebih karena penilaian kembali aset 12. Premi asuransi

13. Imbalan bunga

2.1.2.3. Perencanaan Pajak

(12)

perpajakan menjadi satu hal yang patut untuk terus diperhatikan. Terdapat berbagai kasus dalam sistem perpajakan indonesia, hal ini terjadi karena terdapat perbedaan kepentingan antara wajib pajak dengan pemerintah. Pemerintah memerlukan ketaatan

dalam membayar pajak, sebab pemerintah memerlukan dana untuk pembiayaan penyelenggaran pemerintahan bagi kesejahteraan masyarakatnya. Namun berbeda dengan wajib pajak yang berusaha untuk menghindari pembayaran pajak baik secara legal maupun ilegal.Upaya dalam melakukan penghindaran pajak secara legal dapat dilakukan melalui manajemen pajak.

Manajemen perpajakan menurut Pohan (2016: 13) adalah “usaha menyeluruh yang dilakukan tax manager dalam suatu perusahaan atau organisasi agar hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat dikelola dengan baik, efisien, dan ekonomis, sehingga memberi kontribusi maksimum bagi perusahaan”.

(13)

Pengertian perencanaan pajak menurut Dictionary of Tax Terms yang disusun oleh D. Larry CPA, Ph.D., Jack P. Friedman, CPA,Ph.D., dan Susan B. Anders, CPA, M.S. (Pohan, 2016: 16) adalah “Tax planning is the systematic analysis of differing tax option aimed at the minimization of tax liability in current and future tax periods”.

Perencanaan pajak dimulai pada saat mendirikan perusahaan (pemilihan bentuk usaha, pemilihan metode pembukuan, pemilihan lokasi usaha), saat menjalankan usaha (pemilihan transaksi-transaksi yang akan dilakukan dalam kegiatan operasional usaha, pemilihan metode akuntansi dan perpajakan, tanggung jawab terhadap stakeholders), dan saat akan menutup usaha (restrukturisasi perusahaan, likuidasi, merger, dan sebagainya)

Tujuan utama perencanaan pajak adalah mencari berbagai celah yang dapat ditempuh dalam koridor peraturan perpajakan (loopholes), agar perusahaan dapat membayar pajak dalam jumlah minimal. Dalam tax planning ada 3 macam cara yang dapat dilakukan wajib pajak untuk menekan jumlah beban pajaknya, yakni:

1. Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)

(14)

2. Tax Evasion (Penyelundupan Pajak)

Tax Evasion adalah strategi dan teknik penghindaran pajak dilakukan secara ilegal dan tidak aman bagi wajib pajak, dan cara penyelundupan pajak ini bertentangan dengan ketentuan perpajakan, karena metode dan teknik yang digunakan tidak berada dalam koridor undang-undang dan peraturan perpajakan. Cara yang ditempuh beresiko tinggi dan berpotensi dikenakannya sanksi pelanggaran hukum atau tindak pidana fiskal.

3. Tax Saving (Penghematan Pajak)

Tax Savingadalah upaya memperkecil jumlah pajak yang tidak termasuk dalam ruang lingkup pemajakan.Misalnya, wajib pajak menghindari utang pajaknya dengan menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya.

Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari perencanaan pajak yang dilakukan secara cermat, yaitu:

1. Penghematan kas keluar, karena beban pajak yang merupakan unsur biaya dapat dikurangi.

2. Mengatur aliran kas masuk dan keluar (cash fow), karena dengan perencanaan pajak yang matang dapat diperkirakan kebutuhan kas untuk pajak, dan menentukan saat pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat.

2.1.2.4. Penghindaran Pajak

(15)

melakukan penghindaran pajak (tax avoidance). Penghindaran pajak menurut Robert H. Anderson dalam (Zain, 2007: 50) adalah, “cara mengurangi pajak yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak”.

Dengan demikian, secara moral pun tidak dianggap salah, apabilapengurangan beban pajak melalui penghindaran pajak tersebut masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara. Merksdalam (Zain,2007:55) menyatakan sebagai berikut:

1. Memindahkan subjek pajak dan/atau objek pajak ke negara-negarayang memberikan perlakuan pajak khusus atau keringanan pajak (tax havencountry) atas suatu jenis penghasilan (substantive tax planning) 2. Usaha penghindaran pajak dengan mempertahankan substansiekonomi

dari transaksi melalui pemilihan formal yang memberikanbeban pajak yang paling rendah (formal tax planning)

3. Ketentuan Anti Avoidance atas transaksi transfer pricing, thincapitalization,treaty shopping, dan controlled foreign coorporation(Specific Anti Avoidance Rule), serta transaksi yang tidak mempunyaisubstansi bisnis (General Anti Avoidance Rule).

Dalam penghindaran pajak, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang atau menafsirkan undang-undang, namun tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pembuatan undang-undang.Aktivitas penghindaran pajak yang dilakukan oleh manjemen suatu perusahaan dilakukan semata-mata untuk meminimalisasi kewajiban pajak perusahaan.

(16)

dilaporkan dalam laporan keuangan , sehingga besar pajak yang akan dibayarkan pun akan berkurang. Namun penghindaran pajak menjadi dilema bagi perusahaan juga bagi negara, khususnya negara-negara yang pendapatan negara terbesar berasal dari pajak. Serta bagi perusahaan akanmenajadi bumerang jika tidak cermat dalam melakukan penghindaran pajakmelalui perencanaan pajak yang tidak tepat.

Komite urusan fiskal dari OECD (Organization for Economic Coorporation and Development) menyebutkan ada tiga tipe karakter tax avoidance, yaitu:

1. Adanya unsur afisiliasi di mana berbagi pengaturan seolah-olahterdapat di dalamnya, padahal tidak, dan ini dilakukan karenaketiadaan faktor pajak

2. Skema semacam ini sering memanfaatkan loopholes dari undang-undangatau menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagaitujuan, padahal bukan itu sebelumnya dimaksudkan oleh pembuatundang-undang.

3. Kerahasian juga sebagai betuk dari skema ini dimana umumnya parakonsultan menunjukan alat atau cara untuk melakukan tax avoidancedengan syarat wajib pajak menjaga serahasia mungkin.

(17)

diperoleh wajib pajak. Franket dalam Sibarani(2012) menyatakan bahwa, ”Tarif pajak efektif menunjukkan efektifitas penghindaran pajak, karena tarif pajak efektif dapat mencerminkan perbedaan laba buku dengan laba fiskal”. Dalam penelitian ini, proksi pengukuran penghindaran pajak menggunakan proksi pengukuran penelitian Hanlon dan Heitzman (2010) seperti yang digunakan oleh Sibarani (2012) dan Bambang (2014) yaitu dengan menggunakan model CashEffective Tax Rate (Cash ETR) yang diharapkan mampu menilai tingkat keagresifan penghindaran pajak yang terjadi dalam perusahaan.Semakin rendah nilai Cash ETR menggambarkan semakin tingginya aktivitas penghindaran pajak yang dilakukan perusahaan.Menurut Dyreng et al.(2009) dalam Sibarani (2012) “Cash ETR dapat menggambarkan semua aktivitas penghindaran pajak yang mengurangi pembayaran pajak kepada otoritas perpajakan”. Dalam jurnal Hanlon & Heitzman (2010) disebutkan bahwa “long run cash ETR dan Cash ETR memiliki karateristik yang sama, hanya saja untuk pengukuran dalam jangka panjang digunakan pengukuran long run cash ETR”. Rumus menilai penghindaran pajak dengan proksi cashETR sebagai berikut:

Cash ETR = ���ℎ�������

���������������� ������ x 100% Keterangan:

Cash ETR = tarif pajak efektif berdasarkan jumlah pajak yang dibayarkan perusahaan secara kas pada tahun berjalan

(18)

Pre tax accounting income = laba sebelum pajak yang berdasarkan laporan keuangan perusahaan

2.1.3. Ukuran Perusahaan

MenurutNiresh dan Velnampy (2014), “ukuran perusahaan adalah banyaknya jumlah dan jenis kapasitas produksi dan kemampuan yang dimiliki perusahaan atau banyaknya jumlah dan jenis layanan yang dapat disediakan oleh perusahaan secara bersamaan untuk pelanggannya.Ukuran perusahaan adalah faktor utama untuk menentukan profitabilitas dari suatu perusahaan dengan konsep yang biasa dikenal dengan skala ekonomi”.

Maksud skala ekonomi ialah merujuk kepada keuntungan biaya rendah yang didapat oleh perusahaan besar karena dapat menghasilkan produk dengan harga per unit yang rendah. Perusahaan dengan ukuran besar membeli bahan baku dalam jumlah yang besar sehingga perusahaan akan mendapat potongan harga lebih banyak dari pemasok. Dimana tingkat biaya yang rendah merupakan unsur untuk mencapai laba yang diinginkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Disamping itu perusahaan dengan skala besar akan lebih mempunyai kemungkinan untuk memenangkan persaingan dalam bisnis.

(19)

kepastian laba sangat tinggi.Sebaliknya bagi perusahaan kecil yang dianggap belum mapan, besar kemungkinan laba yang diperoleh juga belum stabil karena kepastian laba lebih rendah (Sugiarto, 1997, dalam Sembiring, 2008).

Perusahaan yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber sehingga untuk memperoleh pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri.

Sudarmadji dan Sularto (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa: Penentuan ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aset, total penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin besar total aset, total penjualan dan kapitalisasi pasar maka semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Semakin besar aset maka semakin besar modal yang ditanam, semakin banyak penjualan maka semakin banyak perputaran uang, dan semakin besar kapitalisasi pasar maka semakin besar pula perusahaan tersebut dikenal masyarakat.

Ukuran perusahaan dalam penelitian ini dilihat berdasarkan dari besarnya total aset yang dimiliki perusahaan. Pengertian aset itu sendiri menurut Kieso (2011:192) adalah “asset is a resource controlled by the entity as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the entity”.

(20)

pihak luar terhadap perusahaan, dimungkinkan pihak kreditur tertarik menanamkan dananya ke perusahaan”.

Penggunaan total aset sebagai alat ukuran perusahaan didasarkan pada penelitian Hesti (2010), Niresh dan Velnampy (2014), dan Putra (2015). Variabel ukuran perusahaan dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

������������ℎ���=�� (�����������)

Total aset digunakan dalam penelitian ini karena menurut Sudarmadji dan Sularto (2007)dalam penelitiannya menyatakan bahwa “nilai aset relatif lebih stabil dibandingkan dengan nilai market capitalized dan penjualan dalam mengukur ukuran perusahaan”.

Variabel ukuran perusahaan diukur dengan logaritma natural (Ln) dari total aset. Hal ini dikarenakan besarnya total aset masing-masing perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar, sehingga dapat menyebabkan nilai yang ekstrim. Untuk menghindari adanya data yang tidak normal tersebut maka data total aset perlu menggunakan logaritma natural.

2.2. Penelitian Terdahulu

(21)

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian J. Aloy Niresh dan

T. Velnampy (2014)

Firm Size and Profitability: A Study of Listed Manufacturing

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan dan

pengaruh yang besar antara ukuran perusahaan dan profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Sri Lanka.

John Gartchie Gatsi, Samuel Gameli Gadzo, dan Holy Kwabla Kportorgbi (2013)

The Effect of Corporate Income Tax on Financial Performance of Listed

Manufacturing Firms in Ghana

Variabel

kinerjakeuangan. Di sisi lain, ukuran

Penelitian ini menemukan korelasi negatif antara effective tax rate, interest rate dan kinerja.

(22)

Linda Ratnasari Otomotif di BEI

Variabel

Likuiditas dan ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap pada Bank Umum di Indonesia Periode Januari 2003 - Februari 2012) - Faktor Eksternal

(Pertumbuhan size, dan volatilitas ROA berpengaruh signifikan terhadap ROA.

Pertumbuhan ekonomi dan Inflasi terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.

Sritharan dan Vinasithamby (2013)

Does Firm Size Influence on Firm’s Profitability? Evidence from Listed Firms of Sri Lanka Hotels and Travels

Surya Fajar Putra (2015) yang Terdaftar di BEI 2011-2013

Variabel Independen: Ukuran Perusahaan Variabel Moderasi: - Leverage

(23)

2.3. Kerangka Konseptual

Berdasarkan pembahasan pada landasan teori sebelumnya, maka diketahui bahwa penelitian ini menggunakan kinerja keuangan sebagai variabel dependen, pajak penghasilan badan dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen. Skema kerangka konseptual adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis Penelitian

“Hipotesis adalah proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris.Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena” (Erlina, 2011: 30).Berdasarkan kerangka konseptual yang telah disusun, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

H1 : Pajak Penghasilan Badan berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan H2 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan

H3 : Pajak Penghasilan Badan dan Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Pajak Penghasilan Badan

(X1)

Kinerja Keuangan (Y)

Ukuran Perusahaan (X2)

Gambar

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Rasio keuangan merupakan salah satu bentuk informasi akuntansi yang penting dalam proses penilaian kinerja perusahaan, sehingga dengan menggunakan rasio keuangan tersebut

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Rasio Keuangan terhadap Return Saham pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan pada perusahaan manufaktur sektor industri pertanian dengan sektor

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio profitabilitas merupakan rasio yang dapat digunakan untuk menilai suatu perusahaan maka sebaiknya perusahaan untuk

Rasio keuangan merupakan salah satu bentuk informasi akuntansi yang penting dalam proses penilaian kinerja perusahaan, sehingga dengan menggunakan rasio keuangan tersebut

Analisis Kinerja Keuangan Untuk Mengukur Tingkat Kesehatan Keuangan Berdasarkan Rasio Profitabilitas Pada Beberapa Perusahaan Manufaktur Erna Chotidjah Suhatmi1, Dessy Ambarsari2 ,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dewan direksi, dewan komisaris independen dan komite audit terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur sektor industri

© Copyright 2015 PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN MANUFAKTUR SEKTOR INDUSTRI BARANG KONSUMSI DI BEI M Wanti ErnitaSianturi1 Abstrak Tujuan penelitian ini adalah