• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPO METOPEN hampir fix 25 11 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROPO METOPEN hampir fix 25 11 2017"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PENELITIAN

HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP PENGELOLAAN HABITAT KERA E

KOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI SUAKA MARGA SATWA PALIYAN

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Ade Alfathir Rizal (14/362300/KT/07690) 2. Primaditha Putri (14/366451/KT/07773) 3. Nathanael Boyke (15/382903/KT/08105)

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2017

(2)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suaka Margasatwa Paliyan memiliki luas total kawasan yaitu 434,60 ha dan berada pada wilayah Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul merupakan habitat bagi beberapa satwa seperti kera ekor panjang (Macaca fascicularis), burung kutilang (Pycnonotus aurigaster), pentet atau bentet kelabu (Lanius schach), olive backed sunbird (Cinnyris jugularis), dan tekukur (Streptopilia chinensis). Suaka Margasatwa Paliyan merupakan salah satu alih fungsi lahan dari Hutan Produksi menjadi Suaka Margasatwa. Saat kawasan hutan masih berstatus hutan produksi, sekitar 80% kawasannya dirambah oleh masyarakat sebagai areal perladangan hingga saat ini terdapat sekitar 600 petani penggarap berladang di kawasan ini, mereka berasal dari empat desa yaitu desa Karang Asem dan Karang Duwet yang masuk di wilayah Kecamatan Paliyan, serta Desa Jetis dan Desa Kepek yang berada di wilayah Kecamatan Saptosari.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 171/Kpts-II/2000 tentang penunjukan kawasan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta, Hutan Paliyan dialihfungsikan menjadi Suaka Margasatwa (SM) Paliyan. Sejak diresmikannya menjadi Suaka Margasatwa masih banyak petani yang melakukan penggarapan lahan di dalam kawasan SM, menurut PP no 68 th 1998 pasal 15-17 berbunyi “Kegiatan yang bisa dilakukan di Suaka Margasatwa adalah pengambilan herba dan kayu bakar, berkemah, koleksi ilmiah dengan izin, pengelolaan habitat, introduksi non eksotik, eksplorasi mineral, pengendalian margasatwa, pemanfaatan oleh pengunjung”.

Dalam pengelolaan Suaka Margasatwa Paliyan sedikit berbeda, karena memiliki dua tujuan baik tujuan ekologi (konservasi) dengan ditanami tegakan berumur panjang sebagai habitat kera ekor panjang maupun tujuan produksi (ekonomi) sebagai lahan pertanian dengan ditanami tanaman semusim yang berumur pendek untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat (Mahendra, 2009; Arifin 2009). Sistem penggunaan lahan yang menggabungkan tanaman kehutanan dan tanaman pertanian pada petak lahan yang sama lebih dikenal dengan sistem agroforestri (Arifin, 2009).

(3)

dan perilaku makan kera ekor panjang dapat mempengaruhi terjadinya konflik (Sha, dkk. 2009). Konflik merupakan segala interaksi antara dua atau lebih pihak–pihak yang mengakibatkan pengaruh negatif pada kondisi sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan (Hocking & Humle, 2010).

Oleh karena itu perlu mengetahui harapan masyarakat mengenai pengelolaan habitat kera ekor panjang (Macaca fascicularis) oleh pengelola SM Paliyan, agar dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi pengelola SM Paliyan. Sehingga dapat mengurangi atau mengatasi konflik anatara kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan masyarakat di Suaka Margasatwa Paliyan.

1.2 Rumusan Masalah

Pengelolaan lahan di Suaka Margasatwa Paliyan yang melibatkan masyarakat setempat sebagai hutan kebun dan juga penggunaan lahan sekitar Suaka Margasatwa sebagai lahan pertanian bisa menjadi sumber konflik antara manusia dan kera ekor panjang (Macaca fascicularis).

Melihat permasalahan yang ada diatas maka dalam penelitian ini yang menjadi pertanyaan utama adalah “ bagaimana harapan masyarakat terhadap pengelolaan habitat kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang dilakukan pengelola SM Paliyan?” untuk menjawab pertanyaan permasalahan tersebut perlu terlebih dahulu menjawab permasalahan berikut ini :

1. Apakah alih fungsi lahan Hutan Paliyan menjadi Suaka Margasatwa dapat mengurangi konflik antara kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan masyarakat?

2. Bagaimana jenis pengelolaan lahan yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan SM Paliyan?

3. Bagaimana harapan masyarakat terhadap pengelolaan habitat kera ekor panjang

(Macaca fascicularis) yang dilakukan pengelola SM Paliyan?

1.3 Tujuan

(4)

2. Mengetahui jenis pengelolaan lahan yang dilakukan masyarakat dalam kawasan SM Paliyan

3. Mengetahui harapan masyarakat terhadap pengelolaan habitat kera ekor panjang

(Macaca fascicularis) yang dilakukan pengelola SM Paliyan?

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat konflik saat berstatus hutan produksi dengan saat berstatus Suaka Margasatwa, sehingga masyarakat dapat dilakukan pengelolaan lahan yang baik dalam kawasan Suaka Margasatwa Paliyan khususnya untuk kelangsungan hidup kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan habitat kera ekor panjang (Macaca fascicularis) untuk mengurangi bahkan mengatasi konflik antara kera ekor panjang dengan masyarakat sekitar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

(5)

Suaka Margasatwa Paliyan berlokasi di Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari (menempati dua kecamatan) pada Kabupaten Gunung Kidul. Suaka Margasatwa ini total luas 434,834 Ha dimana topografi kawasan berupa perbukitan karst dengan lapisan tanah yang tipis, kelerengan kawasan yang berada di atas 40% pada tingkat ketinggian antara 100 – 300 m dpl. Suaka Margasatwa Paliyan merupakan kawasan yang berada dala naungan Dinas Kehutanan Propinsi D.I Yogyakarta dengan status hutan produksi yang berletak pada petak 136 s/d 141 tepatnya masuk wilayah Resort Polisi Hutan (RPH) Paliyan yang tergabung dalam Bagian Daerah Hutan (BDH)) (Setyawan, 2016).

Kawasan Suaka Margasatwa (SM) Paliyan merupakan hutan dengan luas 434,834 Ha, dimana sebagian besar kawasan telah dirombak penduduk sekitar menjadi lahan garapan pasca reformasi tahun 1998. SM Paliyan masih berhutan dengan tegakan yang cukup rapat hanya dapat ditemukan di bagian timur jalan besar depan PUSLATPUR dan didapat spesies pohon Jati (Tectona grandis). Fungsi hutan sebelum ditetapkan sebagai suaka margasatwa adalah hutan produksi, kelas perusahaan jati, sistem tebang habis dan permudaan buatan (Djuwadi dalam Pramada, 2010).

(6)

2.1 Klasifikasi Monyet Ekor Panjang

Gambar 1. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) (Primate info net, 2006). Menurut Napier dan Napier (1967), klasifikasi monyet ekor panjang adalah

sebagai berikut:

Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Primata Sub ordo : Anthropoidae Family : Cerchopithecidae Genus : Macaca

Spesies : Macaca fascicularis

Nama lokal : Monyet ekor panjang, kera, kethek. Nama inggris : - Long-tailed macaque

- Crab eating macaque

2.2 Morfologi

(7)

Monyet atau primate ini dinamai monyet ekor panjang karena memilki ekor yang panjang, berkisar antara 80% hingga 110% dari total panjang kepala dan tubuh. Bobot tubuh jantan badan 5,4 kg hingga 10,9 kg sedangkan betina mempunyai bobot tubuh 4,3 kg hingga 10,6 kg (Sajuthi, 1983). Supriatna dan Wahyono (2000) menyatakan bahwa monyet ekor panjang memiliki panjang tubuh berkisar antara 385 mm hingga 668 mm. Bobot tubuh jantan dewasa berkisar antara 3,5 kg hingga 8,0 kg, sedangkan bobot tubuh rata-rata betina 3 kg.

2.3 Habitat

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen. Baik komponen fisik maupun komponen biotik, yang merupakan kesatuan dan berfungsi sebagai tempat hidup, penyediaan makanan air, pelindung serta berkembangbiak satwa liar (Alikodra,1990). Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme hidup di dalamnya secara normal. Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme. Kapasitas untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme disebut daya dukung habitat (Irwanto, 2006).

Secara umum untuk mendukung kehidupan satwa liar diperlukan satu kesatuan kawasan yang dapat menjamin segala keperluan hidupnya baik makanan, air, udara bersih, tempat berlindung, berkembang biak, maupun tempat mengasuh anak-anaknya. Kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya satwa liar disebut habitat (Rianto, 2006).

2.4 Perilaku Harian

Monyet ekor panjang aktif secara teratur dari fajar sampai petang (Diurnal) (Payne, Francis, Philips dan Kartikasari, 2000). Aktivitas monyet lebih banyak dilakukan di atas permukaan tanah (semi terrestrial) dibandingkan di atas pohon. Monyet ekor panjang tidur di atas pohon secara berpindah-pindah untuk menghindar dari pemangsa (Napier dan Napier, 1967).

(8)

yang sesuai dengan seleranya (Sutardi, 1980). Monyet ekor panjang sering dianggap sebagai hama bagi penduduk di lahan pertanian karena kadang merusak tanaman padi, jagung, perbenihan karet, dan pohon buah-buahan (Supriatna dan Wahyono, 2000).

3.1 Kondisi Sosial Masyarakat Sekitar Suaka Margasatwa Paliyan

(9)

(264 orang), Desa Kepek (183 orang) yang masuk Kecamatan Saptosari (Balai KSDA Yogyakarta, 2005).

Kawasan Suaka Margasatwa Paliyan termasuk dalam wilayah Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari dengan jumlah penduduk 32.092 orang (Kecamatan Paliyan) dan 38.328 orang (Kecamatan Saptosari). Pada umumnya mata pencaharian penduduk di kedua kecamatan tersebut adalah bertani, hal ini terlihat dari 16.135 orang merupakan petani pemilik tanah, begitupun di Kecamatan Saptosari sekitar 12.255 orang mata pencahariannya petani. Pendidikan masyarakat yang masih berdomisili saat ini di Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosari maksimal SMA, sedangkan yang berpendidikan di atas SMA telah keluar mencari pekerjaan seperti PNS, pedagang, maupun buruh. Jadi mereka yang masih tinggal di desa adalah petani maupun buruh tani, seperti yang masuk kawasan untuk menggarap lahan di kawasan hutan Suaka Margasatwa Paliyan.

(10)

BAB III

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

3.1 Landasan Teori

Suaka Margasatwa Paliyan memiliki luas total kawasan yaitu 434,60 ha. Pada periode pergantian rezim politik dari orde baru ke orde reformasi, masyarakat melakukan penjarahan yang tidak terkendali di Hutan Paliyan. Salah satu cara yang ditempuh oleh pengelola untuk meminimalisir penjarahan oleh masyarakat adalah dilakukannya sistem tumpangsari bersama masyarakat dalam mengelola Hutan Paliyan. Pada tahun 2000, berdasarkan surat Keputusan Menteri Kehutanan No.l71/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 sebagian Hutan Paliyan, seluas 434,6 ha dialihfungsikan menjadi kawasan hutan Suaka Margasatwa dimana sesuai dengan UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

SM Paliyan ditunjuk sebagai Suaka Margasatwa yaitu untuk melindungi habitat kera ekor panjang (Macaca fascicularis). Jenis lahan yang terdapat di sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan sebagian besar berupa lahan kering, bahkan di Desa Karang duwet dan Karangasem tidak mempunyai hutan rakyat sehingga di kedua desa mempunyai tingkat ketergantungan hutan yang cukup tinggi. Tingginya aktifitas masyarakat dalam kawasan SM, pengelolaan lahan yang dilakukan masyarakat menimbulkan degradasi lahan dan kebiasaan kera ekor panjang yang aktif disaat pagi hingga petang menjadi factor- faktor tidak terhindarinya konflik antara kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dengan masyarakat.

3.2 Hipotesis

1. Perbandingan konflik saat berstatus hutan produksi lebih besar dibandingkan saat berstatus Suaka Margasatwa

(11)

3. Masyarakat memiliki harapan positif terhadap pengelolaan SM Paliyan

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 WAKTU DAN TEMPAT

 Lokasi : Suaka Margasatwa Paliyan, Kecamatan Paliyan dan Kecamatan

Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul,Yogyakarta

 Waktu : Jum’at sampai dengan Minggu, 13-20 Januari 2018

4.2 ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Alat tulis : Mencatat data yang di peroleh

2. Kuisioner : Pencatatan data responden

3. Kamera : Mendokumentasikan wawancara responden

Bahan:

1. Responden (masyarakat sekitar Suaka Margasatwa Paliyan)

4.3 PENGAMBILAN DATA

(12)

Hasil deskripsi tersebut akan menggambarkan harapan masyarakat terhadap kehadiran kera di Suaka Margasatwa Paliyan. Jumlah responden sebanyak 30 orang sebagai jumlah minimal data untuk diolah statistik.

Wawancara yang akan dilakukan menggunakan guide kuisioner yang telah disiapkan. Pertanyaan-pertanyaan dalam guide kuisioner terbagi menjadi 2 jenis informasi yang akan diperoleh yaitu profil responden dan harapan responden terhadap pengelolaan Kera Ekor Panjang di Suaka Margasatwa Paliyan. Pertanyaan profil responden meliputi nama responden, jenis kelamin, umur, alamat dan pekerjan. Pertanyaan berjumlah 13 pertanyaan hasil breakdown poin-poin yang menggambarkan harapan masyarakat terhadap pengelolaan Kera Ekor Panjang meliputi pengetahuan tentang Kera Ekor Panjang, aktivitas masyarakat sekitar Suaka Margasatwa Paliyan dengan kehadiran Kera Ekor Panjang, kesaksian melihat Kera Ekor Panjang serta respon yang diberikan serta apakah pernah terjadi ganguan yang dirasakan oleh masyarakat. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut diharapkan dapat menggali apa saja aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan pengelolaan Kera Ekor Panjang.

4.4 ANALISIS DATA

Interpretasi hasilnya dilakukan secara deskriptif yaitu menjelaskan keterkaitan fenomena sosial terhadap pengelolaan Kera Ekor Panjang melalui wawancara purpossive

Gambar

Gambar 1. Monyet ekor panjang  (Macaca fascicularis) (Primate info net, 2006).

Referensi

Dokumen terkait