Makalah tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia menurut
Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 28 G ayat 2
“
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain.”
[Pembantaian Muslim
Rohingya di Myanmar]
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, hidayah, dan inayahNYA sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat
tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari
berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Dalam beberapa minggu terakhir, isu tentang konflik Rohingya di Myanmar kembali mencuat ketika ribuan pengungsi Rohingya dari Myanmar terdampar di Aceh setelah diselamatkan para nelayan. Berita-berita tentang konflik etnis di Rakhine, salah satu negara bagian Myanmar yang berbatasan dengan Bangladesh ini pun kembali bermunculan dan menjadi topik hangat di berbagai media sosial setelah sebelumnya sempat tenggelam sejak pemberitaan terakhir tentang kerusuhan etnis tersebut pada tahun 2012 yang silam.
Pembantaian kaum Muslim Rohingya menyita perhatian dunia internasional. Sebagai etnis yang menempati salah satu wilayah Myanmar, etnis Rohingya sampai saat ini tidak memiliki kewarganegaraan. Tidak hanya itu, program pembersihan etnis diperkirakan dilakukan pemerintah Myanmar dengan berbagai metode yang kejam.
B. Rumusan Masalah
Apa yang dialami etnis Rohingya?
Apa yang menyebabkan terjadinya kasus HAM Rohingya?
BAB II Landasan Teori
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah suatu hal yang dipercaya oleh sebagian penganut asas demokrasi sebagai bentuk nilai universal dalam kehidupan. Nilai universal di sini memiliki arti bahwa tidak adanya batas ruang dan waktu, selanjutnya nilai-nilai universal tersebut dituangkan dalam berbagai macam bentuk instrumen. Salah satu instrumen yang digunakan yaitu melalui hukum. Termasuk juga berbagai macam bentuk perjanjian-perjanjian dan kesepakatan internasional di bidang HAM yang kini sudah banyak dibuat seperti halnya
International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) dan United Declarations of Human Rights (UDHR). Kedua bentuk perjanjian internasional tersebut di bentuk atas dasar kemanusiaan. Namun kenyataannya bahwa nilai universal yang ada dalam HAM itu tidak memiliki keselarasan dan keseragaman dalam prakteknya.
Hak Asasi Manusia atau HAM adalah hak-hak yang sudah dipunyai oleh seseorang sejak ia masih dalam kandungan. Hak asasi manusia dapat berlaku secara universal. Dasar-dasar HAM yang tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat atau Declaration of Independence of USA serta yang tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti yang terdapat pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 31 ayat 1, serta pasal 30 ayat 1. Dalam teori perjanjian bernegara, terdapat Pactum Unionis serta Pactum Subjectionis. Pactum unionis merupakan suatu perjanjian antarindividu guna membentuk negara, sedangkan pactum subjectionis merupakan suatu perjanjian antara individu serta negara yang dibentuk. Thomas Hobbes mengakui Pactum Subjectionis dan tidak mengakui Pactum Unionis. John Lock mengakui keduanya yaitu Pactum Unionis dan Pactum Subjectionis, sedangkan JJ Roessaeu hanya mengakui Pactum Unionis.
Ketiga paham ini berpendapat demikian. Namun pada dasarnya teori perjanjian tersebut mengamanahkan adanya suatu perlindungan Hak Asasi Warga Negara yang wajib dijamin oleh penguasa dan bentuk jaminan tersebut haruslah tertuang dalam konstitusi.
` Dalam kaitannya dengan hal tersebut, HAM merupakan hak fundamental yang tidak dapat dicabut karena ia adalah seorang manusia. HAM yang dirujuk sekarang merupakan seperangkat hak yang dikembangkan PBB sejak awal berakhirnya perang dunia II. Sebagai konsekuensinya, negara-negara tidak dapat berkelit untuk tidak melindungi hak asasi manusia yang bukan warga negaranya.
asasi manusia dengan hak-hak lainnya yang dimiliki oleh warga negara. Alasan di atas pula yang dapat menyebabkan hak asasi manusia merupakan bagian integral dari tiap kajian dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karena itu bukan sesuatu yang kontroversial lagi apabila suatu komunitas internasional mempunyai kepedulian yang serius dan bersifat nyata terhadap berbagai isu tentang hak asasi manusida tingkat domestik. Peran komunitas internasional sangat pokok sebagai perlindungan HAM karena sifat serta watak HAM itu sendiri merupakan suatu mekanisme pertahanan dan perlindungan setiap individu terhadap kekuasaan negara yang rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana yang sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri.
BAB III Pembahasan
Melihat Sejarah, Muslim Rohingya ternyata sudah lebih dulu dibandingkan dengan Burma (Myanmar). Sebagai etnis, Rohingya sudah hidup di wilayah Burma sejak abad 7 Masehi. Pada tahun 1430 sampai 1784 Masehi wilayah etnis Rohingya dikuasai oleh muslim dengan nama Kerajaan Arakan. Selama sekitar 3,5 abad Rohingya dalam kekuasaan kerajaan Muslim hingga kemudian Arakan diserang oleh Kerajaan Burma, dan dikuasai oleh Inggris.
Negara Burma (Myanmar) memperoleh kemerdekaan pada tahun 1948. Myanmar mencatat terdapat 137 etnis sebagai suku asli. Namun demikian, etnis Rohingya tidak terdaftar sebagai salah satu suku lokal. Myanmar tetap memasukkan negara bagian Arakan sebagai salah satu wilayahnya. Hal ini menyebabkan etnis Rohingya hingga saat ini tidak diakui sebagai etnis yang tinggal di wilayah Arakan. (Sumber: Heru Susetyo, Praktisi Hukum Universitas Indonesia dalam hidayatullah.com 26 Juli 2012)
Upaya pembersihan etnis Rohingya sudah sering terjadi. Media internasional menyebutkan ratusan desa dibakar, ribuan jiwa muslim Rohingya tewas dan ratusan ribu orang lainnya terusir dari kampung halaman dan hidup sebagai pengungsi. Orang Rohingya dianggap minoritas dan bukan bagian dari Burma. (Sumber: antaranews.com, 31 Juli 2012)
Kerusuhan besar kembali terjadi pada awal Juni 2012. Tragedi ini dipicu oleh pemerkosaan dan pembunuhan seorang gadis yang dituduhkan kepada tiga orang pemuda Muslim Arakan. Kejadian ini menyulut kemarahan etnis mayoritas dan melampiaskan kepada warga Muslim Rohingya. Pada tanggal 4 Juni 2012, 10 orang muslim yang hendak pergi berziarah tewas oleh 300 warga yang melampiaskan kekesalannya. Semenjak itu konflik terus memanas di kawasan Arakan.
Konflik berdarah di Provinsi Arakan telah menewaskan sedikitnya 77 orang dari etnis Rohingya dan Buddha Rakhine. laporan dari pemerintah, saksi mata memperkirakan jumlah korban lebih banyak lagi. Human Right Watch (HWC) melaporkan, tentara pemerintah turut andil dalam pembunuhan, perkosaan dan pembakaran rumah warga Rohingya.
D. Korelasi dengan Pasal 28G ayat 2
Setiap warga Negara berhak untuk mendapatkan perlindungan dari Negara baik bagi dirinya sendiri, keluarga, kehormatan maupun martabat dan harta benda yang dia miliki dibawah kekuasaannya. Setiap orang pun berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman untuk berbuat atau bertindak yang tidak sesuai dengan hak asasi manusia. Dan bagi orang yang melakukan kekerasan ataupun mencoba untuk melakukan tindakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, maka orang tersebut dapat dipidanakan dan mendapatkan hukuman yang telah diatur oleh Negara tersebut. Warga Negara pun berhak untuk bebas dari tindakan penyiksaan dan perlakuan yang dapat merendahkan derajat dan martabat manusia. Dan untuk melindungi warganya, maka negara membentuk lembaga di bidang hukum untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan dan kejahatan di masyarakat. Setiap warga negara pun berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
B. Peran yang dapat dilakukan Indonesia
Pertama, Indonesia dapat melakukan pendekatan terhadap pemerintah Myanmar, hal ini mengingat bahwa permasalahan mengenai HAM adalah salah satu tujuan utama yang ada di dalam Piagam ASEAN, yaitu “to strengthen democracy, enhance good governance and the rule of law, and to promote and protect human rights and fundamental freedoms, with due regard to the rights and responsibilities of the Member States of ASEAN”. Melihat peristiwa seperti ini harusnya Pemerintah Indonesia dapat merespon dan berperan aktif untuk mengambil tindakan, hal tersebut penting karena menyangkut posisi Indonesia sebagai populasi masyarakat muslim terbesar di dunia dan selain itu saat ini Indonesia juga sebagai Ketua ASEAN yang dilihat oleh dunia internasional.
Kedua, Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah tegas jika upaya diplomasi dengan Myanmar tidak menemukan titik terang. Pemerintah harus bisa melakukan tindakan penyelamatan atau bantuan kepada etnis Muslim Rohingya, tindakan tersebut berupa pemberian suaka politik kepada etnis muslim Rohingya dalam bentuk Temporary Protection Visa (TPV) yang saat ini berada di Kepulauan Riau, atau bagi etnis Muslim Rohingya yang lain jika nanti terdapat lagi mereka yang memerlukan perlindungan untuk mengungsi ke wilayah Indonesia. Suaka politik menurut hukum internasional adalah pemberian izin tinggal bagi warga negara asing di suatu negara atas dasar kemanusiaan. Isu kemanusiaan di sini sama sekali tidak terkait dengan isu perekonomian seperti warga negara dari suatu negara miskin yang hidup atau bekerja di negara maju guna mendapatkan gaji atau pekerjaan, namun lebih kepada isu politik. Warga negara asing yang diberi suaka biasanya adalah mereka yang dikejar-kejar secara politik oleh penguasa setempat atau sedang menghadapi proses hukum atas dakwaan yang sifatnya politis. Misalnya, pertentangan ideologi peminta suaka dengan pemerintah negaranya atau melakukan penentangan kekuasaan pemerintah yang otoriter.
Pemberian suaka politik merupakan hak dari suatu negara yang memberi suaka, akan tetapi segala sesuatu akan bergantung pada penilaian subjektif dari negara yang akan memberikan suaka. Namun dalam prakteknya pemberian suaka tersebut harus di dasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang harus diperhatikan oleh negara si pemberi suaka terhadap warga negara asing. Hal yang harus diperhatikan adalah hubungan sensitivitas antar negara, Indonesia harus dapat memastikan bahwa pemberian suaka tersebut jangan sampai dianggap oleh Myanmar sebagai tindakan permusuhan, lalu kedua negara pemberi suaka (Indonesia) harus memiliki bukti yang kuat bahwa warga negara yang akan diberi suaka tersebut memang sedang dikejar-kejar atau dalam keadaan yang memerlukan perlindungan.
Dalam hal ini, jika nanti terdapat langkah-langkah hukum yang akan dilakukan oleh Myanmar terhadap Indonesia akibat ketidaksenangan Pemerintah Myanmar atas pemberian suaka terhadap warga negaranya oleh Indonesia, misalnya dengan Pemerintah Myanmar
melakukan persona non gratta (penarikan perwakilan duta besar atau penyusutan jumlah perwakilan diplomatik) di Indonesia atau bahkan bisa terjadi adanya kesepakatan untuk membawa masalah ini Mahkamah Internasional, jika hal tersebut sampai terjadi Indonesia harus berani mengambil langkah ini, Pemerintah Indonesia tidak boleh takut karena perihal pembuktian tersebut akan dibantu oleh berbagai kalangan LSM-LSM kemanusiaan yang ada di Indonesia dan ASEAN. Sekali lagi saat ini Indonesia sebagai masyarakat muslim mayoritas di dunia dan juga sebagai Ketua ASEAN akan dilihat oleh seluruh dunia kapasitasnya, khususnya negara-negara mayoritas Islam yang ada di Timur Tengah dan belahan dunia lainnya.
BAB IV Penutup
A. Penutup
B. Saran
Daftar Pustaka
http://www.dakwatuna.com/2012/07/24/21803/upaya-yang-dapat-dilakukan-pemerintah-indonesia-terhadap-etnis-muslim-rohingya/