• Tidak ada hasil yang ditemukan

SANKSI PIDANA DALAM HUKUM ADMINISTRASI N (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SANKSI PIDANA DALAM HUKUM ADMINISTRASI N (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

SANKSI PIDANA DALAM HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DAN PIDANA PENJARA PENDEK

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Pidana

Disusun Oleh : Maya Novia Pramesthi

E0013271

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

SANKSI PIDANA DALAM HUKUM ADMINISTRASI

1. Pengertian

A.Pengertian Hukum Administrasi  Kusumadi Pudjosewojo

“Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut adalah keseluruhan aturan hukum yang menentukan cara bagaimana negara sebagai penguasa itu menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugas-tugasnya, atau bagaimana cara penguasa itu seharusnya bertingkah laku dalam mengusahakan tugas-tugasnya.”

 Oppen Hein

“Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenagnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara.”

Jadi dari pengertian hukum administrasi negara di atas kemudian dapat disimpulkan bahwa, Hukum Administrasi Negara adalah Peraturan hukum mengenai administrasi dalam suatu negara, dimana hubungan antar warga negara dan pemerintahannya dapat berjalan dengan baik dan aman.

W.G Vegting mengatakan bahwa Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara mempelajari satu bidang peraturan yang sama, namun cara pendekatan yang digunakan berbeda. Ilmu hukum tata negara bertujuan mengetahui tentang organisasi negara dan pengorganisasian alat-alat perlengkapan suatu negara, sedangkan ilmu hukum administrasi negara bertujuan mengetahui tentang cara tingkah laku negara dan alat-alat perlengkapan negara.1

(3)

Untuk pengertian Hukum Pidana Administrasi, dalam Black’s Law Dictionary, kata administrative crime sebagai padanan kata tindak pidana administrasi diartikan: “An offense consisting of a violation of an administrative rule or regulation that carries with a criminal sanction”.2

Menurut Barda Nawawi Arif, hukum pidana administrasi merupakan hukum pidana di bidang pelanggaran-pelanggaran administrasi.3 Pada hakikatnya,

hukum pidana administrasi merupakan perwujudan dari kebijakan menggunakan hukum pidana sebagai sarana untuk menegakkan/melaksanakan

hukum administrasi. Jadi merupakan

fungsionalisasi/operasionalisasi/instrumentalisasi hukum pidana di bidang hukum administrasi.

Pendefinisian tindak pidana administrasi sebagai pendayagunaan hukum pidana untuk menegakkan hukum administrasi membawa hukum pidana hanya dapat diterapkan pada suatu peristiwa tertentu tergantung apakah peristiwa tersebut tergolong perbuatan melawan hukum dalam hukum administrasi atau tidak.

2. Kebijakan Hukum Pidana Administrasi dalam Perundang-Undangan Indonesia

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa masalah penggunaan hukum/sanksi pidana dalam hukum administrasi pada hakikatnya termasuk bagian dari “kebijakan hukum pidana”. Dari berbagai bab “Ketentuan Pidana” dalam kebijakan legislasi yang mengandung aspek hukum administrasi, dapat diidentifikasikan tidak adanya keseragaman pola kebijakan penal, antara lain: a. Ada yang menganut “double track system” atau pemberian sanksi pidana pokok

dan tambahan, ada pula yang hanya “single track system” yang hanya memberi

2Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Editor in Chief Bryan A. Garner, West Publishing, United State of America, 2004, hlm 399

(4)

sanksi pidana saja, bahkan ada pula yang “semu” yakni menyebut sebagai sanksi pidana tetapi jika ditelaah ternyata terkesan seperti sanksi administrasi. 1) Yang menganut double track system antara lain:

a) Undang-Undang No 7/1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi  Pidana : Pasal 6 (pokok) dan Pasal 7 (tambahan)

 Tindakan Tata Tertib : Pasal 8

b) Undang-Undang No 5/1984 tentang Perindustrian

 Pidana tambahan berupa “pencabutan izin industri” Pasal 24 dan Pasal 26. Sanksi ini bersifat tindakan administratif.

2) Yang menganut single track system antara lain:

a) Undang-Undang No 23/1992 tentang Kesehatan. Pasal 80-84 b) Undang-Undang No 15/1992 tentang Penerbangan, Pasal 54-72

b. Dalam pemberian sanksi pidana ada yang hanya memberi sanksi pidana pokok saja, akan tetapi ada pula yang memberi sanksi pidana pokok dan pidana tambahan.

1) Yang hanya memberi sanksi pidana pokok ialah:

a) Undang-Undang No 3/1972 tentang Pokok Transmigrasi, Pasal 16-21 b) Undang-Undang No 9/1992 tentang Keimigrasian, Pasal 48-61 2) Yang memberi sanksi pidana pokok dan tambahan ialah:

a) Undang-Undang No 15/1985 tentang Ketenagalistrikan

b) Undang-Undang No 31/1972 tentang Pokok Tenaga Atom, Pasal 23-24 c. Dalam menggunakan pidana pokok, ada yang hanya menggunakan pidana

denda, ada yang menggunakan pidana penjara kurungan dan denda, bahkan ada yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup. Contohnya adalah Undang-Undang No 31/1972 tentang Pokok Tenaga Atom

(5)

1) Kumulasi sanksi pidana seperti yang ada dalam UU No 22/1997 tentang Psikotropika, seperti mengakumulasikan pidana mati/penjara seumur hidup dengan pidana denda.

e. Ada yang menggunakan pidana minimal (khusus), ada yang tidak.

1) Pada UU Perbankan No 7/1992 tidak memuat ancaman pidana minimal, tetapi pada UU 10/1998 ada sanksi minimalnya.

2) Pada UU No 5/1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, ada sanksi pidana minimum berupa sanksi denda, akan tetapi tidak ada pedoman penerapannya.

f. Ada sanksi administratif yang berdiri sendiri, tetapi ada juga yang dioperasionalisasi dan diintegrasikan ke dalam sistem pemidanaan.

1) Undang-Undang No 8/1992 tentang Pasar Modal , ada sanksi berupa tindakan yang disebut “sanksi administratif” (Pasal 102) tetapi tidak diintegrasikan dalam sistem pertanggungjawaban pidana karena hanya dapat dijatuhkan oleh Bapepam.

g. Perbedaan dalam hal penggunaan istilah “sanksi administratif” dan “tindakan administratif”

1) Yang memakai istilah “sanksi administratif” antara lain:

 Undang-Undang No 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Pasal 30

 Undang-Undang No 101998 tentang Perbankan, Pasal 52-53 2) Yang memakai istilah “tindakan administratif” antara lain:

 Undang-Undang No 5/1999 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Pasal 47

(6)

i. Ada yang mencantumkan “korporasi” sebagai subjek tindak pidana, ada juga yang tidak mencantumkan pertanggungjawaban pidananya.

1) Yang mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi antara lain:  Undang-Undang No 10/1998 tentang Perbankan, Pasal 46

 Undang-Undang No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

2) Yang tidak mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi antara lain:  Undang-Undang No 16/1985 tentang Rumah Susun

 Undang-Undang No 15/1985 tentang Ketenagalistrikan

j. Ada yang menyebutkan kualifikasi deliknya dan ada yang tidak, misalnya UU 31/1964, UU 4/1992 dan UU 8/1999. Bahkan ada UU yang semula mencantumkan pasal mengenai kualifikasi deliknya, tapi kemudian dalam perubahan UU pasal itu dihapuskan, misalnya UU 9/1994 menghapus Pasal 42 UU 6/1983.4

(7)

PIDANA PENJARA PENDEK

Banyak kritik ditujukan terhadap pidana penjara. Secara garis besar, kritik tersebut terdiri dari kritik yang moderat dan kritik ekstrim. Kritik moderat yaitu pada intinya masih mempertahankan pidana penjara, tetapi penggunaannya dibatasi. Sedangkan kritik ekstrem menghendaki hapusnya sama sekali pidana penjara. Gerakan penghapusan pidana penjara (prison abolition) terlihat dalam International Conference on Prison Abolition (ICOPA) di Toronto, Kanada Mei 1983, Amsterdam, Belanda Juni 1985 dan Montreal, Kanada 1987.

Salah satu tokoh gerakan “prison abolition”, Prof.Herman Bianchi mengatakan “lembaga penjara dan pidana penjara harus dihapuskan untuk selama-lamanya dan secara menyeluruh. Tidak satu pun (bekas) yang patut diambil dari sisi yang gelap didalam sejarah kemanusiaan ini.” Begitu pula dengan Prof. Hazairin yang mengemukakan “Negara Tanpa Penjara”

Pandangan moderat terhadap pidana penjara dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) kritik, yaitu:

1. Dari sudut strafmodus, melihat dari sudut pelaksanaan pidana penjara (termasuk didalamnya sistem pembinaan / treatment dan kelembagaan/institusinya)

2. Dari sudut strafmaat, melihat dari sudut lamanya pidana penjara khususnya ingin membatasi atau mengurangi penggunaan pidana penjara pendek.

3. Dari sudut strafsoort, ditujukan terhadap penggunaan atau penjatuhan pidana penjara sebagai jenis pidana yaitu adanya kecenderungan untuk mengurangi atau membatasi penjatuhan pidana penjara secara limitatif dan selektif.

(8)

1. Rekomendasi Kongres ke-2.PBB mengenai The prevention Of Crime and The Treatment Of Offenders menyatakan antara lain :

a. Kongres mengakui bahwa dalam banyak hal, pidana penjara pendek mungkin berbahaya, yaitu di pelanggar dapat terkontaminasi dan sedikit/tidak memberi kesempatan untuk menjalani pelatihan yang konstruktif, sehingga penggunaannya secara luas tidak dikehendaki.

b. Kongres menyadari bahwa dalam prakteknya penghapusan menyeluruh pidana penjara pendek tidaklah mungkin, pemecahan yang realistik hanya dapat dicapai dengan mengurangi jumlah penggunaannya.

c. Pengurangan berangsur-angsur itu dengan meningkatkan bentuk-bentuk pengganti / alternatif (pidana pengawasan/probation, denda, pekerjaan diluar lembaga dan tindakan-tindakan lain yang tidak mengandung perampasan kemerdekaan)

d. Dalam hal pidana penjara pendek tidak dapat dihindari, pelaksanaannya harus terpisah/tersendiri dari yang dijatuhi pidana penjara untuk waktu yang lama dan pembinaanya harus bersifat konstruktif dan dalam lembaga terbuka (open institution)

2. Menurut Wolff Middendoft

a. Pidana pendek (misal 6 bulan kebawah) tidak mempunyai reputasi yang baik, tetapi pada umumnya diyakini lebih baik dan tidak dapat dihindari.

b. Kebanyakan dijatuhkan, khususnya pada kasus lalu lintas, untuk kasus drinken driving.

c. Penggunaan pidana pendek seharusnya dikenakan pada white collar crime, dimana sering pidana denda tidak mempunyai pengaruh.

d. Dibeberapa negara, seperti Belanda, pidana penjara dilaksanakan dalam lembaga minimum security dengan keberhasilan yang memadai.

(9)

3. Menurut Johannes Andenaes

a. Walaupun telah menjadi dogma, pidana penjara pendek merupakan pemecahan yang buruk karena tidak memberikan kesempatan untuk melakukan pekerjaan rehabilitasi, tetapi sedikit bukti bahwa pidana penjara lama memberikan hasil yang lebih baik daripada pidana penjara pendek.

b. Pidana penjara pendek tidak memberikan kemungkinan untuk merehabilitasi si pelanggar tetapi cukup mencap dia dengan stigma penjara dan membuat / menetapkan kontak-kontak yang tidak menyenangkan. Ide ini berpengaruh terhadap hukum Inggris dan Jerman, yang membatasi penerapan pidana penjara pendek.

4. Menurut SR Brody

a. Lamanya waktu yang dijalani didalam penjara, tampaknya tidak berpengaruh pada adanya penghukuman kembali (reconviction). Tidak ada bukti bahwa pidana penjara yang lama, membawa hasil yang lebih baik daripada pidana penjara pendek

5. Menurut Sir Rupert Cross5

a. Alasan untuk memastikan bahwa pidana penjara pendek sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan untuk mencegah si pelanggar dan membuat/menyebabkan penghargaan bagi sasaran–sasaran lain dari penjara.

b. Tidak setuju dengan pernyataan bahwa pidana penjara tidak efektif sebagai sarana pencegahan / penangkal individu, karena kenyataannya, banyak orang yang dipidana penjara untuk pertama kali, tidak kembali lagi (75%), diperkirakan kebanyakan dijatuhi penjara 6 bulan atau kurang, (karena pengalaman mereka didalam penjara. )

6. Menurut K. Pokleeski – Koziell

a. Pidana penjara bukan sama sekali tidak perlu / tidak penting.

b. perlu untuk mengenakan goncangan / kejutan jiwa, yang diperlukan. 7. Manuel Lopez-Rey

(10)

a. Mengkritik short term imprisonment karena dengan waktu terbatas tersebut, meniadakan prospek-prospek rehabilitation. Khusus untuk yang dibawah 6 bulan dan dibawah 3 bulan.

8. Menurut Christiansen dan Bernsten

a. Short term incarceration dapat menjadi sanksi efektif, tetapi hanya:  Dalam keadaan-keadaan khusus (under special circumstances)  Untuk tipe-tipe pelanggar tertentu (for certain types of offenders)

 Ketika digunakan sebagai langkah awal dalam proses resosialisasi. (when it is utilized as the first step in the process of resocialization).

Kesimpulan

Hukum administrasi dan hukum pidana administrasi memiliki pengertian yang jelas berbeda. Hukum pidana administrasi lebih menekankan kepada pemidanaan administrasi yang ada dalam Undang-Undang. Dalam perundang-undangan di Indonesia aspek hukum administrasi diatur berbeda-beda berdasarkan masing-masing Undang-Undang sehingga hal ini dapat diindentifikasikan tidak adanya keseragaman pola mulasi kebijakan penal.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Barda Nawawie Arief. 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti

Titik Triwulan Tutik, 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Prestasi Pustakaraya

Jurnal

Black’s Law Dictionary, Eight Edition, Editor in Chief Bryan A. Garner, West Publishing, United State of America, 2004, hlm 399

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam aktivitas model konseptual menunjukkan bahwa peningkatan kompetensi sumber daya manusia didahului dengan aktivitas menganalisis tugas apa yang dibutuhkan

standar kinerja (Simamora, 2006:338) Penilaian kinerja dapat dibagi menjadi dua yaitu penilaian kinerja secara objektif yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja

menunjukkan bahwa saluran pemasaran ojol pada petani pola swadaya di Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan hanya ada satu saluran yaitu dari petani yang

Programer, yaitu orang-orang yang mampu menyusun instruksi – instruksi bagi komputer atau mampu membuat program yang dibutuhkan dalam suatu sistem pengolahan data.. Operator,

RELEVANSI KONSEPSI PENDIDIKAN HAMKA DENGAN KONSEP PENDIDIKAN NILAI DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Perbedaan tingkat persepsi di Dusun Banjarharjo II didominasi oleh persepsi yang sangat baik terhadap hak-hak perempuan pada kategori tingkat pendidikan Sekolah Dasar dan SMA

Observasi yang dimaksudkan di sini berbeda dari catatan anekdot (anecdotal record). Catatan anekdot tidak terencana dan merekam suatu peristiwa hanya apabila peristiwa

(2) Untuk mencapai tujuan termaktub dalam ayat (1), BPU mengadakan kerja sama dan kesatuan tindakan dalam mengurus Perusahaan-perusahaan Perkebunan Negara Aneka Tanaman, yang