• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ICHTHYOLOGY IKAN SIDAT (Anguilla bicolor), IKAN PATIN (Pangasius hypophtalmus), dan IKAN BAWAL (Colossoma macropomum) Oleh: Tamamu Azizid Daroini 150341100064 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 2016 I. PEND

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH ICHTHYOLOGY IKAN SIDAT (Anguilla bicolor), IKAN PATIN (Pangasius hypophtalmus), dan IKAN BAWAL (Colossoma macropomum) Oleh: Tamamu Azizid Daroini 150341100064 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 2016 I. PEND"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ICHTHYOLOGY

IKAN SIDAT (Anguilla bicolor), IKAN PATIN (Pangasius

hypophtalmus), dan IKAN BAWAL (Colossoma macropomum)

Oleh:

Tamamu Azizid Daroini 150341100064

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ichthyologi merupakan suatu ilmu yang khusus mempelajari ikan dari segala aspek kehidupannya, termasuk di dalamnya bentuk luar (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta identifikasinya. Ichtyologi berasal dari kata Yunani, yaitu ichthyes yang berarti ikan dan logos yang berarti ilmu. Sehingga secara singkat dapat dikatakan bahwa ichtylogi adalah ilmu yang mempelajari ikan dengan segala aspek kehidupannya. Ikan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai binatang vertebrata yang berdarah dingin yang hidup dalam lingkungan air. Adapun pergerakan dan keseimbangan badannya menggunakan sirip dan umumnya bernafas dengan insang. Bentuk ikan akan beradaptasi dengan lingkungan tempat hidupnya. Dengan kata lain, habitat atau tempat hidup ikan akan berpengaruh terhadap bentuk tubuh dan fungsi alat tubuh. Sedangkan cara bergerak maupun tingkah lakunya akan berbeda dari satu habitat ke habitat lainnya. Ikan akan tnenyesuaikan diri dengan faktor fisika, kimia, dan biologinya dari habitat itu sendiri (Saanin 1968).

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta identifikasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor)?

2. Bagaimana bentuk (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta identifikasi Ikan Patin (Pangasius hypophtalmus)?

3. Bagaimana bentuk (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta identifikasi Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta identifikasi Ikan Sidat (Anguilla bicolor).

2. Mengetahui (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta identifikasi Ikan Patin (Pangasius hypophtalmus).

3. Mengetahui (morfologi), anatomi, fisiologi, taksonomi serta identifikasi Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum).

(3)

PEMBAHASAN

2.1 IKAN SIDAT (Anguilla bicolor)

Gambar 2.1 Ikan Sidat (Anguilla bicolor)

A. Klasifikasi Ikan Sidat

Menurut Kordi (2005) ikan sidat diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii Subkelas : Neopterygii

Division : Teleostei

Ordo : Anguilliformes Famili : Anguillidae

Genus : Anguilla

Species : Anguilla bicolor

Sidat (Anguilla bicolor) merupakan ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis penting baik untuk pasar lokal maupun luar negeri. Permintaan pasar akan ikan sidat sangat tinggi mencapai 500.000 ton per tahun terutama dari Jepang dan Korea, pemasok utama sidat adalah China dan Taiwan (Pratiwi 1998). Sidat yang dikenal dengan ’unagi’ di Jepang sangat mahal harganya karena memiliki kandungan protein 16,4% dan vitamin A yang tinggi sebesar 4700IU.

(4)

Gambar 2.2 Morfologi Ikan Sidat (Anguilla bicolor)

Tubuh sidat berbentuk bulat memanjang, sekilas mirip dengan belut yang biasa dijumpai di areal persawahan. Salah satu karakter/bagian tubuh sidat yang membedakannya dari belut adalah keberadaan sirip dada yang relatif kecil dan terletak tepat di belakang kepala sehingga mirip seperti daun telinga sehingga dinamakan pula belut bertelinga. Bentuk tubuh yang memanjang seperti ular memudahkan bagi sidat untuk berenang diantara celah-celah sempit dan lubang di dasar perairan.

Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-125 cm. Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah kulit pada sisi lateral. Perbedaan diantara jenis ikan sidat dapat dilihat antara lain dari perbandingan antara panjang preanal (sebelum sirip dubur) dan predorsal (sebelum sirip punggung), struktur gigi pada rahang atas, bentuk kepala dan jumlah tulang belakang.

C. Habitat dan Siklus Ikan Sidat

Sidat termasuk ikan katadromus, yaitu ikan yang dewasa berada di hulu sungai atau danau, tetapi bila sudah matang gonad akan beruaya dan memijah disana. Memijah di kedalaman laut hingga lebih dari 6.000 m, telur-telur naik ke permukaan dan menetas menjadi larva. Larva sidat yang terbawa arus, bermetamorfosa menjadi leptocephalus (berbentuk seperti daun), dan terus mengarungi samudera menuju kepantai/perairan tawar.

(5)

pada awal musim hujan akan tetapi pada musim tersebut faktor arus sungai dan keadaan bulan sangat mempengaruhi intensitas ruayanya.

Pada ekosistem aslinya ikan sidat termasuk ke dalam strata hewan karnivora pada rantai makanan. Diperairan umum ikan sidat memakan berbagai hewan khususnya organisme benthik seperti crustaceae (udang dan kepiting), polichaeta (cacing, larva chironomus) dan bivalvia serta gastropoda. Ikan sidat aktif malakukan aktivitas makan pada saat malam hari (nocturnal).

Larva Ikan sidat hidup pada lingkungan yang mempunyai karakteristik fisik pada suhu berkisar antara 29 – 31 oC. Salinitas, salinitas yang baik untuk

pertumbuhan ikan sidat adalah 0 – 3 ppt. Oksigen Terlarut (DO), kandungan oksigen terlarut minimal yang dapat ditolelir oleh ikan sidat berkisar antara 3 – 4 ppm. pH , pH optimal untuk pertumbuhan ikan sidat adalah 7 – 8 (Pratiwi 1998).

D. Makanan Ikan Sidat (Anguilla Bicolor)

Sidat bersifat omnivora sewaktu kecil dan karnivora saat dewasa. Sebagai karnivora,sidat memakan ikan dan binatang air yang berukuran lebih kecil dari bukaan mulutnya. Sidat juga bisa memakan sesamanya (kanibal). Saat masih kecil, sidat bersifat omnivora, memakan organisme-organisme invertebrata. Sidat bisa memakan hewan-hewan kecil seperti anak kepiting, anak-anak ikan, cacing kecil, anak kerang atau siput dan tanaman air yang masih lembut. Teknologi budidaya yang cukup berperan penting dalam menunjang berkembangnya budidaya ikan ini antara lain adalah bahwa ikan ini sudah mau memakan pelet, dari yang sebelumnya sebagai pakan buatannya adalah dalam bentuk pasta. Pakan pasta cukup merepotkan dalam budidaya sidat; selain penyiapannya memakan energi, juga air media budidaya menjadi cepat kotor.

(6)

Gambar 2.3 Ikan Patin (Pangasius hypophtalmus)

A. Taksonomi dan Morfologi Ikan Patin

Ikan patin (Pangasius hypophtalmus) adalah salah satu ikan asli perairan Indonesia yang telah berhasil didomestikasi. Jenis–jenis ikan patin di Indonesia sangat banyak, antara lain Pangasius pangasius atau Pangasius jambal, Pangasius humeralis, Pangasius lithostoma, Pangasius nasutus, pangasius polyuranodon, Pangasius niewenhuisii. Sedangkan Pangasius sutchi dan Pangasius hypophtalmus

yang dikenal sebagai jambal siam atau lele bangkok merupakan ikan introduksi dari Thailand (Kordi 2005).

Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak ke bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. Sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari–jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari–jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6 – 7 buah (Kordi 2005).

(7)

Gambar 2.4 Morfologi Ikan Patin

Menurut Santoso (1996), kedudukan taksonomi ikan patin (Pangasius hypophtalmus) adalah sebagai berikut :

Ordo : Ostariophysi Sub-ordo : Siluroidea

Famili : Pangasidae Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius hypophtalmus

Nama Inggris : catfish

Nama lokal : ikan patin

B. Anatomi Ikan Patin

Gambar 2.5 Anatomi Ikan Patin

(8)

Habitat ikan patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di muara – muara sungai serta danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan patin yang letaknya sedikit agak ke bawah, maka ikan patin termasuk ikan yang hidup di dasar perairan. Ikan patin sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat karena daging ikan patin sangat gurih dan lezat untuk dikonsumsi (Susanto Heru dan Khairul Amri 1997). Patin dikenal sebagai hewan yang bersifat nokturnal, yakni melakukan aktivitas atau yang aktif pada malam hari. Ikan ini suka bersembunyi di liang – liang tepi sungai. Benih patin di alam biasanya bergerombol dan sesekali muncul di permukaan air untuk menghirup oksigen langsung dari udara pada menjelang fajar.

Menurut Kordi (2005), Air yang digunakan untuk pemeliharaan ikan patin harus memenuhi kebutuhan optimal ikan. Air yang digunakan kualitasnya harus baik. Ada beberapa faktor yang dijadikan parameter dalam menilai kualitas suatu perairan, sebagai berikut:

1. Oksigen (O2) terlarut antara 3 – 7 ppm, optimal 5 – 6 ppm. 2. Suhu 25 – 33 oC

3. pH air 6,5 – 9,0 ; optimal 7 – 8,5.

4. Karbondioksida (CO2) tidak lebih dari 10 ppm

5. Amonia (NH3) dan asam belerang (H2S) tidak lebih dari 0,1 ppm. 6. Kesadahan 3 – 8 dGH (degress of German total Hardness)

C. Manfaat ikan patin bagi kesehatan

Manfaat ikan patin bagi kesehatan ditandai dengan adanya kandungan yang terutama dua asam lemak esensial DHA yaitu kira-kira sebesar 5,45 % dan EPA yaitu kira-kira sebesar 0,78 %. Kedua jenis omega-3 asam lemak ini biasanya dihasilkan dari jenis ikan yang hidup di air dingin seperti ikan salmon, ikan tuna, dan ikan sarden. Sedangkan, kadar lemak total yang terkandung dalam daging ikan patin adalah sebesar 2,55 % sampai dengan 3,42 %, dimana asam lemak tak jenuh nya adalah di atas 50 %. Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh tunggal yang paling banyak terkandung di dalam daging ikan patin yaitu sebesar 7,43 % (Kordi 2005).

D. Kandungan ikan patin

Berdasarkan hasil dari penelitian, kandungan gizi di dalam ikan patin yang berupa lemak tak jenuh (USFA sebesar 50 %) sangatlah bagus untuk mencegah terjadinya resiko penyakit Kardiovaskular. Lemak tak jenuh juga bermanfaat untuk menurunkan besarnya kadar kolesterol total dan kolesterol LDL.

(9)

Gambar 2.6 Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)

A. Klasifikasi Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum)

Klasifikasi ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Craniata

Kelas : Pisces

Subkelas : Neopterigii

Ordo : Cypriniformes

Subordo : Cyprinoidea

Famili : Characidae

Genus : Colossoma

Species : Colossoma Macropomum

B. Morfologi Ikan Bawal Air Tawar

(10)

grass carp, tetapi lambat seperti ikan gurame dan tambakan. Sisiknya kecil berbentuk ctenoid, di mana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih. Pada ikan bawal dewasa, bagian tepi sirip perut, sirip anus dan bagian bawah sirip ekor berwarna merah. Warna merah ini merupakan ciri khusus ikan bawal tawar (Colossoma macropomum) (Effendi 2003).

Gambar 2.7 Morfologi Ikan Bawal Air Tawar

Kepala ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) berukuran kecil yang terletak di ujung kepala tetapi agak sedikit ke atas. Bawal memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anus dan sirip ekor. Sirip punggung tinggi kecil dengan sebuah jari-jari tegak keras, tetapi tidak tajam, sedangkan jari-jari lainnya lemah. Sirip punggung pada ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) terletak agak ke belakang. Sirip dada, sirip perut dan sirip anus kecil dan jari-jarinya lemah. Demikian pula dengan sirip ekor, jari-jarinya lemah tetapi berbentuk cagak (Budi 2014).

(11)

mempunyai gurat sisik yang banyak seperti ikan belanak, maka dihitung satu garis saja diambil yang garisnya terletak di tengah (Budi 2014).

C. Anatomi Ikan Bawal (Colossoma macropomum)

Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Di dalam rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga mulut makanan masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang. Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang, dan bila tidak dilalui makanan lumennya menyempit. Dari kerongkongan makanan di dorong masuk ke lambung, lambung pada umum-nya membesar, tidak jelas batasnya dengan usus. Pada beberapa jenis ikan, terdapat tonjolan buntu untuk memperluas bidang penyerapan makanan. Dari lambung, makanan masuk ke usus yang berupa pipa panjang berkelokkelok dan sama besarnya. Usus bermuara pada anus. saluran pencernaan mulai dari muka ke belakang, saluran pencernaan tersebut terdiri dari mulut, rongga mulut, farings, esofagus, lambung, pilorus, usus, rektum dan anus (Budi 2014).

Sistem Urogenitalia ini akan nampak dengan cara mengangkat bagian-bagian pada sistem digestoria. Bagian-bagian yang nampak adalah berupa organ genital seperti gonat, sinus urogenitalis dan porus urogenitalis. System urogenitalia. Bagian ventral terdapat anus, dan lubang urogenital. Colossoma macropomum betina memiliki satu lubang urogenital, namun jantung lubangnya terpisah antara lubang geniotal dengan lubang urinnya. Terdapat siripnya bersinar/mengkilap dengan dilapisi membrane yang licin, sirip berfungsi menjaga kesetabilan ikan dan mengatur pergerakannya (Budi 2014).

D. Lingkungan Hidup

Sama seperti ikan lainnya, bawal pun menghendaki lingkungan yang baik dan sesuai untuk hidupnya. Untuk mengetahuinya, dilakukan pengamatan di habitat aslinya. Di Brazil, bawal banyak ditemukan di sungai Amazon dan sering juga ditemukan di sungai Orinoko, Venezuela. Hidupnya bergerombol di daerah yang aliran sungainya deras, tetapi ditemukan pula di daerah yang aliran sungainya tenang, terutama saat benih. Untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi bawal ada banyak hal yang harus diperhatikan, terutama dalam memilih lahan usaha, di antaranya ketinggian tempat, jenis tanah, dan air.

(12)

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bawal tergolong omnivora. Meskipun tergolong omnivora, ternyata pada masa kecilnya (larva), bawal lebih bersifat karnivora. Jenis hewan yang paling disukai adalah crustacea, cladocera, copepoda, dan ostracoda.

Pada umur dua hari setelah menetas, mulut larva mulai terbuka, tetapi belum bisa menerima makanan dari luar tubuh, makanannya masih dari kuning telurnya. Umur empat hari, kuning yang diserap oleh tubuh sudah habis dan pada saat itulah larva mulai mengonsumsi makanan dari luar. Apabila diamati kebiasaan makannya, bawal tergolong ikan yang lebih suka makan di bagian tengah perairan. Dengan kata lain, bawal bukanlah ikan yang biasa makan di dasar perairan (bottom feeder) atau di permukaan perairan (surface feeder).

F. Reproduksi

Membedakan bawal jantan dan betina pada saat masih kecil memang sulit. Beberapa tanda yang bisa dilihat adalah bawal betina memiliki tubuh yang lebih gemuk, sedangkan bawal jantan selain lebih langsing, warna merah pada perutnya lebih menyala. Apabila sudah matang gonat, perut betina akan terlihat gendut dan gerakannya lamban. Adapun bawal jantan selain agresif juga akan mengeluarkan cairan berwarna putih susu bila dipijat ke arah anus.

Seperti ikan lainnya, bawal pun biasanya memijah pada awal dan selama musim hujan. Di Brazil dan Venezuela, kejadian itu terjadi pada bulan Juni dan Juli. Adapun di negara-negara lainnya, bawal dapat mengikuti musim yang ada, misalnya di Indonesia kematangan gonad bawal terjadi pada bulan Oktober sampai April.

Sebelum musim pemijahan tiba, induk yang sudah matang akan mencari tempat yang cocok untuk melakukan pemijahan. Daerah yang paling disukai adalah hulu sungai yang biasanya pada musim kemarau kering, sedangkan pada musim hujan tergenang. Daerah yang seperti ini memberikan rangsangan dalam memijah.

Saat pemijahan berlangsung, induk jantan akan mengejar induk betina. Induk betina kerap kali akan membalas dengan cara menempelkan perut ke kepala induk jantan. Apabila telah sampai puncaknya, induk betina akan mengeluarkan telur dan induk jantan akan mengeluarkan sperma. Telur yang telah keluar akan dibuahi dalam air (di luar tubuh).

(13)

3.1 Kesimpulan

Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-125 cm. Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah kulit pada sisi lateral. Ikan sidat tumbuh diperairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai dewasa setelah itu ikan sidat dewasa akan beruaya ke laut dalam untuk melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang dan berangsur-angsur terbawa arus kerperairan pantai.

Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak memiliki sisik, kepala ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak ke bawah. Panjang tubuhnya dapat mencapai 120 cm. Sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari–jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari–jari lunak pada sirip punggungnya terdapat 6 – 7 buah.

Tubuh ikan bawal tampak membulat (oval) dengan perbandingan antara panjang dan tinggi 2 : 1. Bila dipotong secara vertikal, bawal memiliki bentuk tubuh pipih (compressed) dengan perbandingan antara tinggi dan lebar tubuh 4:1. Sisiknya kecil berbentuk ctenoid, di mana setengah bagian sisik belakang menutupi sisik bagian depan. Warna tubuh bagian atas abu-abu gelap, sedangkan bagian bawah berwarna putih. Pada ikan bawal dewasa, bagian tepi sirip perut, sirip anus dan bagian bawah sirip ekor berwarna merah. Warna merah ini merupakan ciri khusus ikan bawal tawar (Colossoma macropomum).

3.2 Saran

Perairan Indonesia memiliki populasi biota perikanan yang beragam. Setiap biota memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing. Hal tersebut harus diimbangi dengan selalu menjaga kelestarian habitat dan keanekaragaman biota perikanan. Langkah ini harus didukung dari setiap lapisan masyarakat. Agar kelak anak cucu kita dapat mengenal keindahan dan keunikan biota perikanan yang berasal dari Indonesia.

(14)

Budi Samadi. 2014. Sukses Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Bawal Air Tawar. Jakarta: Andi Publisher.

Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Ekha Putri, 2014 Laporan Morfologi dan Anatomi Ikan Bawal (Ikhtiologi)

http://ekhaputr.blogspot.co.id/. Diakses pada tanggal 20 Maret pukul 15.00 WIB.

Kordi, K.M.G.H., 2005. Budidaya Ikan Patin Biologi, Pembenihan dan Pembesaran.

Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Pratiwi, E. 1998. Mengenal Lebih Dekat Tentang Perikanan Sidat (Anguilla spp.). Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Jurnal Perikanan Vol. 4(4): 8-12.

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan II. Bandung: Binatjipta.

Santoso, H., dan Amri K. 1996. Budidaya Ikan Patin. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.

Gambar

Gambar 2.1 Ikan Sidat (Anguilla bicolor)
Gambar 2.2 Morfologi Ikan Sidat (Anguilla bicolor)
Gambar 2.3 Ikan Patin (Pangasius hypophtalmus)
Gambar 2.4 Morfologi Ikan Patin
+3

Referensi

Dokumen terkait