• Tidak ada hasil yang ditemukan

Krisis Keuangan Internasional Tahun 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Krisis Keuangan Internasional Tahun 2008"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat telah berkembang menjadi masalah serius. Gejolak tersebut mulai mempengaruhi stabilitas ekonomi global di beberapa kawasan. Menurut perspektif ekonomi, perdagangan antar satu negara dengan negara lain saling berkaitan, misalnya melalui aliran barang dan jasa. Impor suatu negara merupakan ekspor bagi negara lain. Dalam hubungan yang sedemikian, dimungkinkan resesi di satu negara akan menular dan mempengaruhi secara global, karena penurunan impor di satu tempat menyebabkan tertekannya ekspor di tempat lain. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lain dengan regulasi moneter tiap negara yang beragam. Akibatnya setiap negara memiliki risiko terkena dampak krisis. Penanganan dampak krisis membutuhkan regulasi yang cepat dan tepat. Di setiap negara cara penanganannya dapat dipastikan akan berbeda, sebagaimana dampak krisis ekonomi yang juga berbeda. Secara umum, negara yang paling rentan terhadap dampak krisis adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Lemahnya fundamental ekonomi sebuah negara salah satunya dapat disebabkan oleh kebijakan yang tidak tepat. Salah satunya berkaitan dengan posisi bank sentral yang memiliki kewajiban mengatur kebijakan moneter. Bank sentral tentu akan memiliki kekuatan intervensi dalam mengatasi berbagai permasalahan ekonomi, misalnya kredit macet ataupun gelembung subprime.

Krisis keuangan global yang bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat memang membawa implikasi pada kondisi ekonomi global secara menyeluruh. Hampir di setiap negara, baik di kawasan Amerika, Eropa, maupun Asia Pasifik, merasakan dampak akibat krisis keuangan global tersebut. Dampak tersebut terjadi karena tiga permasalahan, yaitu adanya investasi langsung, investasi tidak langsung, dan perdagangan. Pemerintah Indonesia optimistis akan mampu mengatasi dampak krisis keuangan dunia. Pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen dan keberhasilan penerapan kebijakan di bidang ekonomi yang lain serta pemberantasan korupsi diyakini sebagai fundamental perekonomian negara yang kuat. Pemerintah juga telah mengeluarkan tiga peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu), yaitu: Perpu No 2/2008 berisi tentang Perubahan Kedua UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU tentang Bank Indonesia. Kedua, Perpu No 3/2008 berisi mengubah nilai simpanan yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan. Dan ketiga, Perpu No 4/2008 berisi tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) Ketiga peraturan darurat tersebut dikeluarkan untuk mengantisipasi ancaman krisis keuangan global.

(2)

dengan melindungi atas kemungkinan dampak krisis. Caranya dengan memastikan semua program pengentasan kemiskinan tersalurkan dan meningkatkan program-program untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam menghadapi krisis keuangan dan resesi ekonomi global, memang dibutuhkan ketenangan semua pihak agar dapat senantiasa berpikir rasional untuk mencarikan jalan dan solusi. Meskipun tidak seluruh masalah berada di jangkauan wilayah kebijakan dan wewenang pemerintah, partisipasi dan peran serta semua pihak dalam mengatasi dampak krisis keuangan global mutlak dibutuhkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana efek domino krisis yang terjadi di amerika serikat ?

2. Bagaimana dampak krisis dari di beberapa kawasan dunia dan antisipasinya ? 1.3 Tujuan

1. Memenuhi tugas indvidu mata kuliah ekonomi politik internasional. 1.4 Manfaat

1. Memahami serta menambah wawasan mengenai terjadinya fenomena krisis global tahun 2008.

(3)

2.1 Efek Domino Krisis Keuangan Amerika Serikat

Krisis keuangan global telah terjadi. Berbagai pihak mengaitkannya dengan kondisi perekonomian negara Amerika Serikat. Ketika kondisi perekonomian sebuah negara adidaya berubah dan mengalami goncangan, dapat dipastikan akan membawa konsekuensi yang luas pada perekonomian dunia. Media massa di berbagai belahan dunia dengan gencar memberitakan krisis keuangan Amerika Serikat yang telah mempengaruhi tatanan sistem keuangan berbagai negara di benua Amerika, Eropa, Asia Pasifik, Asia Selatan, bahkan Timur Tengah.

Bermula dari Subprime Mortgage Sejak tahun 1925, di Amerika Serikat sudah ada Undang-undang Mortgage. Peraturan yang berkaitan dengan sektor properti, termasuk kredit pemilikan rumah. Semua warga AS asalkan memenuhi syarat tertentu-- bisa mendapatkan kemudahan kredit kepemilikan properti, seperti KPR. Kemudahan pemberian kredit terjadi ketika harga properti di AS sedang naik. Kegairahan pasar properti membuat spekulasi di sektor ini meningkat. Para penyedia kredit properti memberikan suku bunga tetap selama tiga tahun. Hal itu membuat banyak orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku bunga disesuaikan.

Permasalahannya, banyak lembaga keuangan pemberi kredit properti di Amerika Serikat menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan pembiayaan. Mereka adalah orang dengan latar belakang non-income non-job non-activity (NINJA) yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi untuk menyelesaikan tanggungan kredit yang mereka pinjam. Situasi tersebut memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime mortgage). Selanjutnya, kre-dit macet di sektor properti mengakibatkan efek domino ambruknya lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Pasalnya, lembaga-lembaga pembiayaan sektor properti pada umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak lain, termasuk lembaga keuangan. Jaminan yang diberikan perusahaan pembiayaan kredit properti adalah surat utang, mirip subprime mortgage securities, yang dijual kepada lembaga-lembaga investasi dan investor di berbagai negara. Padahal, surat utang itu ditopang oleh jaminan debitor yang kemampuan membayar KPR-nya rendah.

(4)

pemerintah Amerika Serikat dan Bank Sentral Amerika (The Fed) mengeluarkan kebijakan untuk membantu beberapa lembaga-lembaga keuangan besar tersebut. Upaya tersebut sekaligus dikemas dalam kebijakan moneter untuk menekan angka inflasi serta menstabilkan nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat. Rangkaian tindakan antisipasi di Amerika Serikat telah dimulai pada tanggal 5 September. Saat itu, pemerintah AS mengambil alih perusahaan pembiayaan Fannie Mae dan Freddie Mac untuk penyehatan arus kas dua perusahaan tersebut.

Selanjutnya, pada tanggal 16 September The Fed mengucurkan pinjaman USD 85 miliar ke American International Group untuk mengambil alih 80 persen saham perusahaan asuransi tersebut. Pada tanggal 18 September 2008, Pemerintah AS meminta Kongres untuk menyetujui paket penyelamatan ekonomi, berupa dana talangan pemerintah (bailout) USD 700 miliar. Presiden George Bush menyatakan perekonomian AS dalam bahaya jika Kongres tidak menyetujui rencana bailout. Meskipun demikian, tanggal 29 September 2008, Kongres AS menolak rencana bailout. Akibatnya, Indeks Dow Jones merosot 778 poin, posisi yang terbesar dalam sejarah pasar saham di Amerika Serikat. Akhirnya tanggal 3 Oktober 2008, Kongres me-nyetujui bailout. Selanjutnya, Presiden Bush menandatangani UU Stabilisasi Ekonomi Darurat 2008. Undang-undang yang memuat rencana pengucuran dana talangan pemerintah (bailout) sebesar USD 700 miliar untuk mengambil alih beberapa perusahaan dan lembaga keuangan yang merugi di pasar modal AS.

2.2 Krisis Keuangan AS yang Mengglobal

Masalah subprime mortgage di Amerika Serikat sebenarnya sudah mulai terlihat sejak Agustus 2007. Hal itu sudah ditengarai akan menjadi gelembung subprime (bubble), akan tetapi pemerintah Amerika Serikat terus mengucurkan uang dan menurunkan suku bunga untuk mengangkat sektor industri teknologi yang mengalami penurunan. Usaha Pemerintah AS dengan mengucurkan dana talangan pemerintah sebesar USD 700, hanya sementara saja dapat meredam gejolak pasar. Pasalnya, mayoritas investor di seluruh dunia terpaksa menjual portofolio saham yang dimiliki secara besar-besaran untuk menutupi kebutuhan likuiditas sehingga mengakibatkan terhempasnya pasar modal dunia.

Secara khusus di Wall Street, mayoritas investor yang mengalami kerugian pada saat indeks saham jatuh 777,7 poin akibat penolakan bailout oleh House of Representative, ikut juga menjual portofolio yang ditanam di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Pada tanggal 10 Oktober, indeks bursa berbagai negara kembali jatuh, sehingga sepuluh bank sentral dari berbagai negara menurunkan suku bunga agar beban utang para investor yang merugi tidak semakin besar. Hingga Agustus 2008, dampak krisis mengakibatkan jumlah penganggur di Inggris melejit menjadi 1,79 juta orang atau 5,7 persen dari angkatan kerja. Menurut International Labour Organization, inilah tingkat pengangguran terparah sejak Juli 1991.

(5)

depan bakal minus 0,1 persen. Gelombang krisis ekonomi juga telah melanda negara-negara Eropa Timur. Kredit yang dulu begitu mudah didapatkan di pasar keuangan sekarang sudah mulai susah didapatkan. Ukraina sudah mengajukan proposal pinjaman ke Dana Moneter Internasional sebesar USD 14 miliar untuk menjaga likuiditas perbankan. Hungaria bahkan sudah memiliki utang dari Bank Sentral Eropa USD 6,7 miliar. Sementara itu, Dana Moneter Internasional memperkirakan Estonia dan Latvia akan menjadi korban terparah. Pertumbuhan ekonomi Estonia tahun ini diperkirakan minus 1,5 persen dan tahun depan 0,5 persen. Ekonomi Latvia, negara di Laut Baltik, tahun ini bakal minus 0,9 persen dan pada 2009 minus 2,2 persen. Beberapa negara lain yang mengandalkan pendapatan dari minyak bumi atau gas, seperti Rusia, juga terpukul akibat kejatuhan harga komoditas tersebut. Melihat situasi tersebut di atas, krisis keuangan yang menimpa Amerika Serikat dengan cepat merembet ke seluruh dunia. Setiap pemerintahan berusaha mencegah agar krisis tidak semakin dalam melumpuhkan perekonomian negara masing-masing.

2.3 Dampak Krisis di Beberapa Kawasan

Dampak krisis ekonomi berbeda di setiap negara akan berbeda karena perbedaan kebijakan yang diambil dan fundamental ekonomi negara bersangkutan. Tentunya, negara yang paling rentan adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Kuatnya dampak krisis ini pun telah menyebabkan Bank Dunia dan IMF mengoreksi proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi berbagai negara dan dunia. Perekonomian AS, misalnya, diprediksi akan melemah menjadi tumbuh sebesar 1,3 persen pada 2008 dari sebelumnya sebesar 2,7 persen pada 2007. Demikian pula, negara-negara di kawasan Eropa, diprediksi akan melemah dari 2,6 persen pada 2007 menjadi 1,4 persen pada 2008. Adapun laju pertumbuhan Indonesia diperkirakan turun dari 6,5 persen 2007 menjadi sekitar 6,0 persen pada 2008 (IMF, 2008).

A. Kawasan Eropa

Salah satu negara yang terkena dampak krisis finansial AS cukup parah adalah Islandia. Sebelumnya, Islandia berada di tingkat ke 4 negara termakmur dengan GNP per kapita sekitar USD60,000 (IMF, 2008). Setelah krisis mata uang Islandia, Krona, terdepresiasi hingga 30 persen. Sementara itu, bank sentral Islandia tidak mampu menjamin simpanan masyarakat disebabkan utang luar negeri perbankan swasta yang besarnya 11 kali lipat dari PDB negara itu. Sebelum krisis, Bank Sentral Islandia menjalankan kebijakan inflation targeting yaitu menaikkan suku bunga apabila inflasi di atas target dan menurunkannya di saat inflasi berada di bawah target. Kebijakan tersebut umumnya berhasil diterapkan pada negara-negara besar, tapi tidak tepat untuk negara kecil seperti Islandia. Selama kebijakan tersebut berlangsung, tingkat inflasi berada di atas rata-rata target inflasi dengan suku bunga yang mencapai lebih dari 15 persen.

(6)

Sistem pasar bebas membuat negara-negara di kawasan Asia Pasifik pun terkena dampak krisis keuangan global tersebut. Salah satu dampak tersebut bisa muncul melalui financial market. Cadangan devisa USD 1 triliun tak menjamin Jepang bebas dari krisis finansial global. Pasar saham di Negeri Matahari Terbit itu juga terkena dampak krisis keuangan global. Ketika investor panik, akhirnya indeks saham Nikkei turun hingga 11,4 persen, penurunan terbesar sejak 1987. Sejak awal Oktober 2008, indeks saham di Negeri Sakura sudah terkoreksi sekitar 20 persen. Hal yang sama juga terjadi di hampir semua pasar modal di Asia. Selama sepekan, indeks Hang Seng Hong Kong sudah turun 10,78 persen. Indeks Strait Times Singapura terkoreksi 9,53 persen dan Indeks Kospi Korea turun 8,37 persen.

Dampak lain yang bisa dilihat adalah anjloknya nilai ekspor negara-negara Asia. Contoh paling dekat adalah perekonomian Singapura dan Hongkong. Singapura dan Hongkong dapat terpengaruh besar, karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke Amerika Serikat Laporan kuartal IV-2007, ekonomi Singapura yang biasanya tumbuh sekitar 9 persen, anjlok ke 6 persen. Itu menunjukkan kemerosotan ekonomi Amerika berdampak terhadap negara-negara Asia lainnya. Bahkan ekonomi Cina, yang dianggap memiliki kekebalan terhadap resesi negara lain, juga terkena imbas. Indeks Shanghai anjlok dan mulai mengantisipasi penurunan ekspornya ke AS dengan mengalihkan ke pasar regional tentunya termasuk Indonesia. Tentu dibutuhkan kebijakan yang tepat bagi kita untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor. Di samping itu, bagi negara-negara lain, perlu juga mewaspadai adanya kemungkinan membanjirnya produk Cina akibat tidak terpenuhinya pasar ekspor mereka di Amerika Serikat.

2.4 Kebijakan Berbagai Negara Mengatasi Dampak Krisis Global

Saat itu hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lainnya, dengan regulasi moneter yang bervariasi dari satu pemerintah ke pemerintah lainnya. Karena semua negara terkait satu sama lainnya dalam ekonomi global yang terintegrasi, semua pun berisiko untuk terimbas krisis. Krisis keuangan Amerika terjadi karena banyak pembeli perumahan tidak dapat membayar kewajiban kepada lembaga pembiayaan perumahan. Baik, karena kenaikan suku bunga pinjaman Bank Sentral Amerika (The Fed), ataupun karena tidak memenuhi syarat sebagai pengguna kredit sektor properti. Padahal, lembaga pembiayaan perumahan tersebut memiliki kewajiban mencairkan subprime mortgage securities yang diperjualbelikan dengan pihak ke tiga (lembaga keuangan lain). Akibat tidak mampu membayar kewajiban, maka perusahaan pembiayaan perumahan tersebut dinyatakan bangkrut.

(7)

mudah dicairkan. Aksi jual portofolio dalam jumlah yang besar itulah yang mengakibatkan kepanikan pasar modal di berbagai negara. Sebab, transaksi yang dilakukan jelas te-rekam dan tercatat dalam pasar modal. Seiring terjadinya kepanikan dalam pasar modal, pasar uang juga mulai bergejolak. Gejolak itu lebih disebabkan karena kebutuhan terhadap mata uang tertentu untuk menjaga likuiditas keuangan. Lembaga-lembaga keuangan yang telah melepas portofolionya di pasar modal, melakukan aksi beli. Terjadinya flukstuasi kurs mata uang di pasar uang regional, lambat laun mengakibatkan pertambahan laju inflasi di beberapa negara, karena terjadinya ketidak-setabilan harga komodi-komoditi tertentu. Pada akhir-nya laju inflasi yang tidak terkontrol akan mengakibatkan resesi dalam suatu negara, akibat runtuhnya sendi-sendi perekonomian negara tersebut.

2.5 Antisipasi Dampak Krisis Ekonomi Global A. Amerika Serikat

Beberapa langkah kebijakan yang diambil pemerintah AS dalam mengatasi dampak krisis keuangan adalah memberikan dana talangan (bailout) sebesar USD700 miliar. Dana ini ditujukan untuk menyelamatkan institusi keuangan dan perbankan demi mencegah krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bailout dilakukan dalam bentuk pembelian surat utang subprime mortgage yang macet dari investor. Langkah berikutnya yang diambil Bank Sentral adalah menurunkan suku bunga 0,5 persen menjadi 1,5 persen. Hal tersebut dilakukan agar dana-dana masyarakat tidak mengendap di bank dan bisa menggerakkan sektor riil. Selain itu, pemerintah juga berjanji membeli surat berharga jangka pendek USD900 miliar. Adapun Bank Sentral Amerika (Federal Reserve) juga mengumumkan rencana radikal untuk menutup sejumlah besar utang jangka pendek yang bertujuan menciptakan terobosan dalam kemacetan kredit yang mengakibatkan krisis finansial global.

B. Kawasan Eropa ( Islandia )

Untuk mengatasi dampak krisis keuangan global, Pemerintah Islandia menasionalisasi Bank Glitnir yang bangkrut. Kemudian memecat Dewan Direksi Landsbanki, bank terbesar di negeri tersebut yang juga mengalami kebangkrutan serta memberikan suntikan dana pada bank-bank bermasalah. Dalam mestabilkan nilai tukar mata uang Krona, yang diperdagangkan hingga 202 Krona per Euro 1 (satu Euro), pemerintah mematok kurs Krona Eslandia setara dengan 131 Krona per Euro 1. Setelah otoritas moneter Islandia tidak mampu lagi menjamin aset-aset bank, Rusia memberikan suntikan dana USD 37 miliar ke bank-bank besar Islandia, demikian juga Swedia ikut turun tangan memberikan suntikan dana sebesar USD 702 juta. Pemerintah Islandia optimis dalam jangka panjang akan bisa recovery karena memiliki potensi cadangan gas alam dan sumber daya manusia yang handal.

(8)

Untuk mengantisipasi dampak krisis ekonomi People’s Bank of China (PBOC) sebagai otoritas moneter menurunkan suku bunga dari 7,2 persen menjadi 6,93 persen. Selanjutnya, Pemerintah China berjanji membantu AS dalam mengatasi krisis.

Korea Selatan

Pemerintah Korea Selatan meminta teknokrat ekonomi menyiapkan rencana-rencana darurat dalam mengantisipasi dampak terburuk krisis keuangan AS dan mengusulkan koordinasi dengan Menteri Keuangan Cina dan Jepang. Pemerintah juga meminta otoritas perbankan menjamin kebutuhan dana perusahaan lokal, termasuk kebutuhan terhadap dolar AS.

Thailand

Federasi Industri Thailand mengajukan langkah-langkah kepada menteri keuangan untuk melakukan:

1. Penurunan bea masuk impor 2. Peningkatan keyakinan konsumen 3. Penurunan pajak korporasi

4. Meminta otoritas moneter untuk mengawasi produk-produk investasi asing yang dapat memperburuk kondisi keuangan Thailand.

(9)

kebijakan fiskal dan moneter untuk memitigasi efek buruk resesi, dan solidnya dukungan dana bagi negara-negara yang kurang maju.

2.6 Ketahanan Ekonomi Indonesia Di Pusaran Krisis Global

Fundamental ekonomi di Indonesia saat ini cukup kuat dalam menghadapi efek domino krisis keuangan global. Hal tersebut bisa dilihat dari beberapa indikator. Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat dari 5,5 persen di tahun 2006 menjadi 6,3 persen pada tahun 2008. Angka tersebut merupakan angka tertinggi sejak krisis tahun 1998. Ekonomi Indonesia masih tumbuh sekitar 6.4% pada semester I 2008 (yoy), dengan tiga sektor yang mengalami pertumbuhan tinggi (qoq) adalah sektor pertanian 5.1%, sektor pengangkutan dan komunikasi 4,1% dan sektor listrik, gas dan air bersih 3.6%. Pertumbuhan tersebut didorong oleh pertumbuhan konsumsi yang meningkat dari 3,2 persen pada tahun 2006 menjadi 5,0 persen pada tahun 2007 dan diprediksikan akan terus meningkat di tahun 2008 dan 2009. Demikian juga pembentukan modal tetap bruto yang meningkat tajam dari 2,5 persen di tahun 2006 menjadi 9,2 persen (2007). Sementara itu pengeluaran pemerintah menurun dari 9,6 persen menjadi 3,9 persen. Pertumbuhan sektor pertanian meningkat dari 3,4 persen (2006) menjadi 3,5 persen (2007). Sektor ekonomi domestik ini tetap kuat di tengah perlambatan perekonomian global. Indikator lain tampak dari terkendalinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (USD), laju inflasi yang relatif terkendali, menurunnya suku bunga (BI Rate), dan penerimaan dalam negeri (pajak) terus meningkat.

Secara regional, inflasi di negara-negara Asia juga merupakan gejolak global yang hampir dialami oleh semua negara berkembang. Inflasi Indonesia YoY sekitar 12,14% pada September 2008 yang lebih disebabkan oleh faktor seasonality yaitu Bulan Puasa dan Lebaran disamping karena imported inflation, sedangkan inflasi tertinggi dialami oleh negara Vetnam sekitar 27.90% dan diikuti oleh Myanmar sekitar 21.40%. Ke depan inflasi Indonesia akan terjaga dimana seiring dengan menurunnya goncangan ekonomi domestik dan fundamental ekonomi Indonesia yang semakin kuat (Aksa, 2008).

2.7 Dampak Krisis Keuangan Global

Krisis keuangan di AS mengakibatkan pengeringan likuiditas sektor perbankan dan institusi keuangan non-bank yang disertai berkurangnya transaksi keuangan. Pengeringan likuiditas akan memaksa para investor dari institusi keuangan AS untuk melepas kepemilikan saham mereka di pasar modal Indonesia untuk memperkuat likuiditas keuangan institusi mereka. Aksi tersebut akan menjatuhkan nilai saham dan mengurangi volume penjualan saham di pasar modal Indonesia. Selain itu, beberapa perusahaan keuangan Indonesia yang menginvetasikan dananya di instrumen investasi lembaga keuangan di AS juga mendapat imbas atas kejatuhan nilai saham tersebut.

(10)

yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini sangat berbahaya mengingat produk eks-por Indonesia sangat bergantung pada negara-negara tersebut, sedangkan di dalam negeri produk-produk tersebut kalah bersaing dengan produk-produk impor China yang lebih murah. Krisis keuangan AS berdampak kepada kondisi keuangan semua negara tidak terkecuali untuk negara-negara Asia dan emerging market lainnya. Nilai tukar mata uang negara-negara Asia mengalami depresiasi terhadap mata uang dolar AS, namun apabila melihat kondisi Rupiah dibandingkan yang lainnya masih menunjukkan kondisi yang lebih baik. Selama 1 Jan- 10 Oktober 2008, Rupiah hanya terdepresiasi sekitar 3%, jauh dibawah nilai mata uang Philipina (16%) dan juga Thailand (17%). Hal ini menunjukkan bahwa, ekonomi kita masih terjaga menghadapi krisis ekonomi.

Dengan demikian krisis keuangan global memberikan dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap perkembangan ekonomi Indonesia. Dampak langsung yang terjadi adalah kerugian pada sebagian kecil investor yang memiliki exposure atas aset-aset yang terkait langsung dengan institusi-institusi keuangan Amerika Serikat yang bermasalah, misalnya lembaga keuangan Indonesia yang menanam dana dalam instrumen Lehman Brothers. Sedangkan dampak tidak langsung krisis finansial global, antara lain;

1. Mempengaruhi momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam bentuk pengeringan likuiditas, lonjakan suku bunga, anjloknya harga komoditas, dan melemahnya pertumbuhan sumber dana.

2. Menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor, dan pasar terhadap berbagai institusi keuangan yang ada.

3. Flight to quality, pasar modal Indonesia terkoreksi akibat indikasi melemahnya mata uang rupiah dan yang paling mengkhawatirkan apabila para investor yang saat ini masih memegang aset keuangan likuid di Indonesia mulai melepas aset-aset tersebut karena alasan kejatuhan nilai saham akibat faktor tertentu.

4. Kurangnya pasokan likuiditas di sektor keuangan karena kebangkrutan berbagai institusi keuangan global khususnya bank-bank investasi akan berdampak pada cash flow sustainability perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Akibatnya, pendanaan ke capital market dan perbankan global akan mengalami kendala dari aspek pricing (suku bunga) dan availability (ketersediaan dana).

5. Menurunnya tingkat permintaan dan harga komoditas utama ekspor Indonesia tanpa diimbangi peredam-an laju impor secara signifikan akan menyebabkan defisit perdagangan yang semakin melebar dalam beberapa waktu mendatang. 6. Selanjutnya defisit perdagangan tersebut akan menyulitkan penggalangan capital

(11)

8. Pasar ekspor utama Indonesia adalah Jepang dan Singapura, kedua negara tersebut sangat merasakan dampaknya dari krisis keuangan global itu. Namun, pemerintah memahami bahwa upaya mengamankan sistem ekonomi secara menyeluruh harus terus dilakukan, khususnya menjaga kekuatan sektor riil

BAB III PENUTUP Kesimpulan

(12)

berkelit dari krisis dibutuhkan kejelian dan kecerdasan untuk menangkap peluang. Konsekuensi logis dari krisis global yang bermula di Amerika Serikat akan membuat pasar di Amerika dan Eropa akan lebih tertutup. Oleh karena itu, diperlukan kecerdasan untuk mencari peluang sasaran ekspor lain atau membuat produk ekspor yang lebih kompetitif dibandingkan produk negara-negara lain. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menyiapkan benteng berlapis untuk memperkuat posisi industri keuangan Indonsia dalam menghadapi situasi krisis sekarang ini. Pertama, Pemerintah dan BI berupaya mengantisipasi dampak krisis keuangan global terhadap nasabah perbankan melalui penaikan batas maksimum nilai simpanan yang berhak ikut program penjaminan dengan menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang/Perpu. Kedua, pemerintah menerbitkan Perpu tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK). Hal itu dilakukan untuk memberikan dasar hukum bagi pemerintah, BI dan LPS dalam melakukan reaksi secara cepat andai saja krisis keuangan merebak. Ketiga, masih berkaitan dengan pengamanan bank. BI akan mengizinkan bank memindahkan portofolio Surat Utang Negara (SUN) dari kategori diperdagangkan ke kategori dimiliki sampai jatuh tempo. Aturan ini jelas mengamankan perbankan dari kerugian karena ada penurunan nilai surat utang di pasar. Selain itu, keempat, BI menurunkan setoran Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan, dari total 9,08 persen menjadi 7,5 persen. Kelima, pemerintah meminta BUMN yang memiliki finansial kuat untuk membeli kembali sahamnya. Keenam, pemerintah akan menjaga likuiditas keuangan domestik melalui belanja anggaran pemerintah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan bahwa kewajiban pemerintah mengeluarkan regulasi, iklim dan insentif agar sektor riil tetap bergerak. Kita semua memang harus bekerja sama, dan Presiden pun meyakinkan bahwa insyaallah Indonesia tidak akan mengalami krisis ekonomi seperti yang terjadi pada 10 tahun yang lalu

Referensi

Arahan Presiden dalam Sidang Kabinet untuk Menghadapi Krisis Global. Pidato. Jakarta, 6 Oktober 2008

(13)

Erwin Aksa. 2008. Dunia Usaha Indonesia dalam Jaringan Kerjasama Bisnis Global

Kuncoro, Mudrajad. 2008. Strategi Pengembangan UMKM di Tengah Krisis Keuangan Global, Oktober 2008

Purna, Ibnu dan Yanuar Agung. 2008 Menyelamatkan Perekonomian Indonesia Dari Krisis Finansial.

BBC Indonesia . IMF keluarkan laporan tahunan .2008

Referensi

Dokumen terkait

Termogram (Gel UO3.2-EH 6 jam), puncak endotermis pertama muncul pada suhu ± 60 0 C dengan lebar dan intensitas yang lebih kecil dibandingkan puncak endotermis pada termogram

We use the Lagrange inversion theorem to characterize the central coefficients of matrices in the Bell subgroup of the Riordan group of matrices.. We give examples of how by

(c) Pada pendapat anda, apakah peranan yang boleh dimainkan oleh persatuan- persatuan yang ada sekarang untuk membantu menjadikan Malaysia sebuah negara yang maju dan

Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam pemeliharaan hutan rakyat.. Berapa kali tanaman dipupuk

Hasil percobaan menggunakan 30 buah citra query dan 80 buah data citra menunjukan bahwa perenggangan kontras menggunakan metode ekualisasi histogram adaptif (AHE)

Sifat dari ion klorida adalah sangat kuat dalam mencegah terjadinya proses pasifasi pada logam berada di dalam lingkungan yang mengandung klorida akan terurai dengan cepat dalam

Butir soal nomor 5 dan 6 sudah sesuai dengan indikator yang ada dalam buku teks. Indikator yang ingin dicapai adalah bisa maca wacan aksara Jawa.. Indikator

Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mempunyai kompetensi: memahami perkembangan terbaru, permasalahan, atau isu-isu penting