• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERKAITAN DESENTRALISASI OTONOMI DAERA DAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KETERKAITAN DESENTRALISASI OTONOMI DAERA DAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITAN DESENTRALISASI OTONOMI DAERAH TERHADAP SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DAN DAERAH

MAKALAH

Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Ketahanan Nasional Dibawah Bimbingan Dosen DR. I. Dewa K.G Astika, SH, MH

Oleh :

Aditya Pranata (1271010039)

KELAS B PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA

TIMUR SURABAYA

(2)

RUMUSAN MASALAH :

1. APA YANG DIMAKSUD SISTEM PERENCANAAN NASIONAL DAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

2. PENGERTIAN DARI OTONOMI DAERAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004

3. PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DAN IMPLEMENTASINYA

4. BENTUK – BENTUK DESENTRALISASI DALAM PRAKTEKNYA 5. PENJELASAN TENTANG KEWAJIBAN DAERAH YANG

TERMUAT DALAM UU NOMOR 32 TAHUN 2004

(3)

DESENTRALISASI OTONOMI DAERAH TERHADAP SISTEM undang. Kebijakan otonomi daerah di satu sisi dan dihapuskannya GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) yang selama ini menjadi landasan perencanaan nasional dan daerah di sisi yang lain, membawa implikasi akan perlunya kerangka kebijakan yang mengatur sistem perencanaan nasional yang bersifat sistematis dan harmonis. Alasan itulah antara lain sebagai landasan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Pengelolaan keuangan negara dan daerah selama ini juga masih mengacu pada peraturan perundang-undangan pada zaman pemerintahan Hindia Belanda yaitu ICW (Indische Comtabiliteitswet). Kebijakan pengelolaan keuangan ini tentu tidak sesuai lagi dengan kondisi dan situasi saat ini dimana pengelolaan keuangan negara berkembang semakin kompleks. Untuk mengantisipasi hal itu, pemerintah telah mengeluarkan tiga paket Undang-undang keuangan negara yang melandasi pengaturan pengelolaan keuangan, di mana salah satunya adalah Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pada Undang-undang ini selain mengatur proses pengelolaan keuangan dan penganggaran secara nasional, di dalamnya juga mengatur proses pengelolaan keuangan dan penganggaran daerah.

(4)

perencanaan dan penganggaran daerah. Padahal Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 menjelaskan sistem perencanaan pembangunan di daerah sebagaimana juga dijelaskan secara lebih rinci oleh Undang-undang Nomor 25 tahun 2004. Sedangkan Bab IX Undang-undang, Nomor 33 tahun 2004 menjelaskan sistem pengenggaran daerah sebagaimana juga dijelaskan dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2003, dengan judul ‘pengelolaan keuangan dalam rangka desentralisasi”.

Proses perencanaan dan penganggaran daerah ke depan harus mengacu pada ke empat undang-undang ini. Pada aparat perencana di daerah tentu harus sangat hati-hati dalam mengimplementasikan empat undang-undang ini, karena tidak menutup kemungkinan ke-empat peraturan perundang-undangan dengan kekuatan hukum yang sama ini dapat menimbulkan multiintepretasi. Keempat undang-undang ini selain memiliki kekuatan hukum yang sama, ke-empatnya juga mengatur substansi yang saling terkait satu sama lain.

Kebijakan Perencanaan Pembangunan dan Penganggaran Daerah

Perencanaan Pembangunan Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 dan Undang -undang Nomor 32 Tahun 2004

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan pembangunan sangat diperlukan suatu negara salam mencapai tujuan bernegara. Salah satu alasan penting perlunya sistem perencanaan pembangunan nasional adalah untuk menjamin agar pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran.

Tujuan sistem perencanaan pembangunan nasional antara lain adalah: (1) mendukung koordinasi antarperlaku pembangunan,

(2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antar ruang, antar waktu, antarfungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah, (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan,

(5)

(5) menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengatur rahapan perencanaan pembangunan jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun) maupun jangka pendek (1tahun), baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat (termasuk kementerian/lembaga =KL) maupun pemerintah daerah (termasuk satuan kerja perangkat daerah = SKPD). Pada tingkat daerah, perencanaan pembangunan yang dihasilkan berupa dokumen-dokumen: Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP Daerah) untuk jangka panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM Daerah) dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD) untuk jangka menengah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) serta Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) untuk jangka pendek.

(6)

Keterkaitan antar dokumen perencanaan berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 :

a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dengan periode waktu 20 tahun memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah. Sehingga kedudukan RPJP Daerah ini menggantikan kedudukan Pola Dasar Pembangunan (POLDAS) Daerah yang selama ini menjadi dokumen induk pemerintah daerah atau ”GBHN-nya” daerah. RPJP Daerah menurut undang-undang ini ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Perda) sehingga tidak menjamin bahwa dalam 20 tahun tersebut dokumen RPJP Daerah tidak berubah seiring dengan pergantian pimpinan daerah. Jika setiap 5 tahun sekali diubah maka nasib dokumen RPJP Daerah itu mungkin tidak berbeda dengan RPJP Daerah yang setiap 5 tahun sekali disusun.

b. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJM) Daerah merupakan penjabaran visi, misi dan arah pembangunan daerah yang ada dalam RPJP Daerah. RPJM Daerah memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam rangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJM Daerah disusun berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional. Prosedur itu memungkinkan terjadi ketidaksinkronan antara RPJM Daerah dengan RPJM Nasional. RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah terpilih sedangkan RPJM Nasional adalah penjabaran visi, misi dan Program Presiden terpilih. Misalnya, Presiden terpilih dati partai A dengan ideologi X, sementara di daerah tertentu Kepala Daerah terpilih dari partai B dengan ideologi Y, sehingga akibatnya RPJM nasional dapat saja berbeda jauh dengan RPJM Daerah tertentu tersebut.

(7)

diatur supaya melibatkan masyarakat secara aktif. Penyusunan RKPD yang berjangka waktu tahunan dan produk perencanaan yang paling up to date serta langsung dapat dirasakan masyarakat, penyusunannya justru tidak diatur harus melibatkan masyarakat. Demikian pula dengan kekuatan hukum bagi RKPD itu yang dapat ditetapkan hanya dengan Peraturan Kepala Daerah, padahal dokumen RKPD itu menjadi acuan bagi penyusunan RAPBD dan RAPBD memiliki kekuatan hukum ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

d. Penganggaran program atau kegiatan di daerah dalam undang – undang ini tercermin dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Penyusunan RAPBD dalam peraturan perundangan ini mengacu pada Rencana Kegiatan Pemerintah Daerah (RKPD).

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga mengatur tata cara perencanaan pembangunan dan penganggaran di daerah. Kesan yang muncul pada lahirnya undang-undang ini adalah bahwa undang-undang ini mengatur sistem perencanaan pembangunan sebagaimana yang diatur secara rinci dalam Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional dan pengelolaan keuangan atau penganggaran daerah yang diatur dalam undang-undang nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Produk dokumen perencanaan yang harus ada di daerah menurut Undang–undang Nomor 32 Tahun 2004 ini tidak jauh berbeda produk dokumen perencanaan berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004. Perbedaan yang sangat membingungkan dari kedua Undang-undang itu adalah pada kekuatan hukum dokumen RPJM Daerah.

(8)

bagi legislatif (DPRD) untuk menjamin keterlibatan masyarakat yang direpresentasikan melalui wakilnya, penetapan RPJM daerah dengan Peraturan Daerah (Perda) tentu yang lebih dipilih.

Terlepas dari pro kontra penggunaan dasar hukum yang lebih tepat bagi penyusunan dokumen perencanaan di daerah, pada masa yang akan datang daerah akan disibukkan dengan penyusunan dokumen-dokumen perencanaan pembangunan dari RPJP Daerah, RPJM Daerah, Renstra SKPD, RKPD dan Renja SKPD yang semuanya relatif baru. Badan Perencana di daerah mana akan sibuk mempersiapkan dokumen awal RPJP Daerah, RPJM daerah maupun RKPD.

Pengelola Keuangan (Penganggaran) Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undnag-undang Nomor 33 Tahun 2004.

Bab IV Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 yang terdiri dari pasal 16 sampai dengan pasal 20 mengatur tentang Penyusunan dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Proses penganggaran daerah pada undang-undang ini dilakukan dengan urutan :

a. Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD kepada DPRD (Pasal 18, ayat 1)

b. DPRD membahas kebijakan umum APBD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. (Pasal 18, ayat 2)

c. Pemerintah Daerah dan DPRD menyepakati kebijakan umum APBD. (Pasal 18, ayat 3)

d. Pemerintah Daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk acuan SKPD. (Pasal 18, ayat 3)

e. Kepala SKPD menyusun RKA SKPD dengan pendekatan prestasi kerja yang dicapai. ( Pasal 19, ayat 1 dan 2)

f. RKA SKPD diserahkan kepada DPRD untuk dibahas salam pembicaraan pendahuluan RAPBD. (Pasal 19, ayat 5)

g. Hasil pembahasan RKA SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan RAPBD (Pasal 19, ayat 5)

(9)

i. DPRD membahas dokumen RAPBD dan dapat mengajukan usul. (Pasal 2, ayat 2 dan 3)

j. DPRD mengambil keputusan tentang Raperda APBD untuk menjadi Perda APBD (Pasal 20, ayat 4 dan 5)

(10)

Pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah : “Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Mahfud MD (1996 : 66) mengemukakan pendapatnya bahwa :

(11)

Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara. Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian yang dimaksud dengan otonomi daerah itu adalah bagaimana pemerintah daerah dapat mengelola daerahnya dengan baik dengan tidak adanya kesenjangan antara masyarakat dengan pemerintah dengan swakarsa sendiri guna mencapai tujuan yang tidak menyimpang dari peraturan perundang- undangan. Untuk masalah ini Supriatna, (1992 : 19) mengutarakan bahwa desentralisasi selalu menyangkut persoalan kekuatan dihubungkan dengan pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabatnya di daerah atau lembaga-lembaga pemerintahan di daerah untuk menjalankan urusan-urusan pemerintahan.

Diungkapkan lebih lanjut bahwa bentuk-bentuk desentralisasi dalam prakteknya adalah :

1) Dekonsentrasi atau desentralisasi administrasi yaitu pemindahan beberapa kekuasaan administratif ke kantor-kantor daerah dari Departemen Pemerintah Pusat,

(12)

3) Delegasi yaitu pemindahan tanggungjawab manajerial untuk tugas-tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar struktur pemerintahan pusat,

4) Privatisasi yaitu pemindahan tugas-tugas ke organisasi-organisasi sukarela atau perusahaan swasta baik yang bersifat mencari keuntungan ataupun yang tidak mencari keuntungan.

Desentralisasi dilihat dari sudut pandang kebijakan dan administrasi adalah transfer perencanaan, pengambilan keputusan, atau otoritas administratif dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit-unit administratif lokal, organisasi semi otonom dan organisasai parastatal, pemerintahan lokal, atau organisasi non pemerintah.

Bahwa setidak-tidaknya ada lima kondisi yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan desentralisasi yaitu :

1) Kerangka kerja desentralisasi harus memperhatikan kaitan antara pembiayaan local dan kewenangan fiskal dengan fungsi dan tanggungjawab pemberian pelayanan oleh Pemerintah Daerah;

2) Masyarakat setempat harus diberi informasi mengenai kemungkinan biaya pelayanan dan penyampaian serta sumber- sumbernya, dengan harapan keputusan yang diambil oleh Pemerintah Daerah menjadi bermakna;

3) Masyarakat memerlukan mekanisme untuk menyampaikan pandangannya yang dapat mengikat politikus, sebagai upaya mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;

(13)

5) Instrumen desentralisasi seperti kerangka kerja institusional yang sah, struktur tanggung jawab pemberian pelayanan dan sistem fiskal antar pemerintah harus didesain untuk mendorong sasaran-sasaran politikus.

Bahwa pada kenyataannya ada dua desentralisasi yaitu yang bersifat administratif dan yang bersifat politik, yakni :

1. Desentralisasi administratif adalah delegasi wewenang pelaksanaan kepada pejabat tingkat lokal yang bekerja dalam batas rencana dan sumber anggaran, kekuasaan dan tanggungjawab tertentu sesuai sifat hakikat jasa dan pelayanan tingkat lokal tersebut.

2. Desentralisasi politik atau devolusi berarti wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya yang diberikan kepada pejabat setempat.

Pengertian desentralisasi itu sendiri menurut Sadu Wasistiono (2002 : 15) yang mengutip pandangan Litvack menyatakan bahwa :

Desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat kepada pihak lain, baik kepada daerah bawahan, organisasi pemerintahan yang semi bebas ataupun kepada sektor swasta. Lebih lanjut juga mengemukakan bahwa desentralisasi terbagi menjadi empat tipe

yaitu :

1) Desentralisasi politik

2) Desentralisasi administratif, yaitu memiliki tiga bentuk utama yaitu :

a. Dekonsentrasi; b. Delegasi; c. Devolusi 3) Desentralisasi fiskal;

(14)

Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam kedudukannya sebagai Daerah Otonom, dan dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah, dengan kewenangan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, ditegaskan dalam UU No. 32 Tahun 2004, bahwa Daerah berkewajiban untuk :

a. melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; c. mengembangkan kehidupan demokrasi; d. mewujudkan keadilan dan pemerataan; e. meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; f. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

g. menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; h. mengembangkan sistem jaminan sosial;

i. menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; j. mengembangkan sumber daya produktif di daerah; k. melestarikan lingkungan hidup;

l. mengelola administrasi kependudukan; m. melestarikan nilai sosial budaya;

n. membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangannya; dan

(15)

Pembangunan Daerah

Pembangunan Daerah Adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Menganalisis perekonomian suatu daerah sangat sulit karena :

· Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah modal. Dengan data yang sangat terbatas sangat sukar untuk menggunakan metode yang telah dikembangkan dalam membenikan gambaran mengenai perekonomian suatu daerah.

· Data yang tersedia umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.

· Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan, sebab perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-aliran yang masuk dan kaeluar dan suatu daerah sukar diperoleh

Perencanaan Pembangunan Daerah Terdapat 3 perencanaan pembangunan daerah yaitu :

·

Pola dasar pembangunan daerah

(16)

·

Rencana tahunan dan anggaran pendapatan

Pendapatan dan belanja daerah (APBD) Rencana tahunan merupakan pedoman penyusunan APBD sedangkan APBD merupakan tindakan pelaksanaan Repelita daerah, karena itu harus terlihat jelas kaitan atau hubungan antara anggaran dan repelita, seperti juga halnya hubungan antara GBHN atau pola dasar dengan repelita atau repelita daerah.

Perkembangan Perencanaan Pembangunan Nasional

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan landasan konstitusional penyelenggaraan negara, dalam waktu relatif singkat (1999-2002), telah mengalami 4 (empat) kali perubahan. Dengan berlakunya amandemen UUD 1945 tersebut, telah terjadi perubahan dalam pengelolaan pembangunan, yaitu :

(1) Penguatan kedudukan lembaga legislatif dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);

(2) Ditiadakannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional

(3) Diperkuatnya otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengenai dokumen perencanaan pembangunan nasional yang selama ini dilaksanakan dalam praktek ketatanegaraan adalah dalam bentuk GBHN yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Ketetapan MPR ini menjadi landasan hukum bagi Presiden untuk dijabarkan dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan dengan memperhatikan saran DPR, sekarang tidak ada lagi.

(17)

menata sebuah bangsa, mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman. Perubahan mendasar yang terjadi adalah semenjak bergulirnya reformasi, seperti dilakukannya amandemen UUD 1945, demokratisasi yang melahirkan penguatan desentralisasi dan otonomi daerah (UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 33 Tahun 2004), UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, penguatan prinsip-prinsip Good Governance : transparansi, akuntabilitas, partisipasi, bebas KKN, pelayanan publik yang lebih baik. Disamping itu dokumen perencanaan pembangunan nasional juga dipengaruhi oleh desakan gelombang globalisasi (AFTA, WTO, dsb) dan perubahan peta geopolitik dunia pasca tragedi 11 September 2001.

Perjalanan dokumen perencanaan pembangunan nasional sebagai kompas pembangunan sebuah bangsa, perkembangannya secara garis besar dapat dilihat dalam beberapa periode yakni :

Dokumen perencanaan periode 1958-1967

Pada masa pemerintahan presiden Soekarno (Orde Lama) antara tahun 1959-1967, MPR Sementara (MPRS) menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional yaitu TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara, TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969, dan Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.

Dokumen perencanaan periode 1968-1998

(18)

penyusunannya sangat sentralistik dan bersifat Top-Down, adapun lembaga pembuat perencanaan sangat didominasi oleh pemerintah pusat dan bersifat ekslusif. Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai subjek utama out-put perencanaan kurang dilibatkan secara aktif. Perencanaan dibuat secara seragam, daerah harus mengacu kepada perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat walaupun banyak kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan di daerah. Akibatnya mematikan inovasi dan kreatifitas daerah dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya. Distribusi anggaran negara ibarat piramida terbalik, sedangkan komposisi masyarakat sebagai penikmat anggaran adalah piramida seutuhnya.

Sebenarnya pola perencanaan melalui pendekatan sentralistik/top-down diawal membangun sebuah bangsa adalah sesuatu hal yang sangat baik, namun pola sentralistik tersebut terlambat untuk direposisi walaupun semangat perubahan dan otonomi daerah telah ada jauh sebelum dinamika reformasi terjadi.

Dokumen perencanaan periode 1998-2000

Pada periode ini yang melahirkan perubahan dramatis dan strategis dalam perjalanan bagsa Indonesia yang disebut dengan momentum reformasi, juga membawa konsekuensi besar dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan nasional, sehingga di periode ini boleh dikatakan tidak ada dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dapat dijadikan pegangan dalam pembangunan bangsa, bahkan sewaktu pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid terbersit wacana dan isu menyangkut pembubaran lembaga Perencanaan Pembangunan Nasional, karena diasumsikan lembaga tersebut tidak efisien dan efektif lagi dalam konteks reformasi.

Dokumen perencanaan periode 2000-2004

(19)
(20)

PENUTUP

Akhirnya sebagai penutup perlu kiranya digarisbawahi, bahwa keterkaitan antara kebijakan perencanaan pembangunan dengan penganggaran baik tingkat nasional maupun daerah sangat jelas adanya. Keterkaitan tersebut dapat dilihat pada berbagai Undang–undang yang mengaturnya.

(21)

Daftar Pustaka

Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Undang -Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah

caecarioz.blogspot.com/2012/06/otonomi-daerah-pembangunan-daerah.html?m=1

aldisyar.blogspot.com/2012/06/catatan-untuk-uu-sistem-perencanaan.html?m=1#!/ 2012/06/catatan-untuk-uu-sistem-perencanaan.html

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2015

Manajer Investasi dapat menghitung sendiri Nilai Pasar Wajar dari Efek tersebut dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab berdasarkan metode yang menggunakan asas konservatif

Apabila Pimpinan Perusahaan tidak bisa/berhalangan hadir dapat di wakilkan oleh Pengurus yang namanya tercantum dalam Akte Perusahaan dengan membawa surat Kuasa/ Tugas bermaterai

Mandor Pemasangan Rangka Atap Baja Ringan (TS 056) 1

Mohammad Ibn Ishaaq stated of Wahb Ibn Munbah said that when Allah took Kalih Ibn Yofra (Jephtha) after Joshua, Ezekiel Ibn Buzi succeeded him as the prophet to the Israelites..

[r]

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan penelitian oleh Kelompok Kerja Konstruksi IV (empat) ULP Kabupaten Lampung Tengah menurut ketentuan – ketentuan yang berlaku,

Kontrak Pekerjaan Yang Sedang Dilaksanakan (jika ada) Demikian disampaikan atas perhatiannya diucapkan terima