HUKUM ADAT
Bhn 14
HUKUM ADAT
2
TATA SUSUNAN RAKYAT INDONESIA
DASAR PEMBERLAKUAN HUKUM ADAT PENDAHULUAN
DEFINISI : A D A T
•
Adat merupakan pencerminan drpd
kepribadian suatu bangsa, mrpk salah 1
penjelmaan drpd jiwa bangsa ybs dr waktu
ke waktu.
•
Adat mrpk unsur terpenting yg memberikan
identitas
kpd
bangsa
ybs.
•
Adat di Indonesia :
Adat di Indonesia dikatakan “
Bhineka Tunggal
Ika
”
Maksudnya Indonesia terdiri dr beberapa suku
bangsa yg masing2 memiliki adat istiadat yg
DEFINISI : HUKUM ADAT
TOKOH D E F I N I S IBELLEFROID Peraturan2 hidup yg meskipun tdk diundangkan o/penguasa tetapi
dihormati & ditaati o/ rakyat dgn keyakinan bahwa peraturan2 tsb berlaku sbg hk.
VAN VOLLEN
HOVEN Hk yg tdk bersumber kpd peraturan2 yg dibuat o/ pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat kekuasaan lainnya yg mjd sendinya &
diadakan sendiri o/ kekuasaan Belanda dahulu.
TER HAAR a) Hk. Adat lahir dr & dipelihara o/ keputusan2, keputusan pr
warga masy hk, trtm keputusan berwibawa dr kepala2 rakyat yg membantu pelaksanaan perbuatan2 hk, atau keputusan pr
hakim yg bertugas mengadiki sengketa, sepanjang keputusan2 itu tdk bertentangan dgn keyakinan hk rakyat, melainkan
senapas seirama dgn kesadaran tsb, diterima/diakui atau setidak-tidaknya ditoleransikan o/ nya.
Lanjutan …..
DEFINISI : HUKUM ADAT
TOKOH D E F I N I S I
SUPOMO Hukum yg tdk tertulis di dlm peraturan2 legislatif (unstatutory law)
meliputi peraturan2 hidup yg meskipun tdk ditetapkan o/ yg berwajib, tp tetap ditaati & didukung o/ rakyat berdasarkan a/ keyakinan bahwasanya peraturan2 tsb memp. kekuatan hk.
SUKANTO Kompleks adat2 yg kebanyakan tdk dikitabkan, tdk dikodifisir &
bersifat paksaan, memp. sanksi jd memp. akibat hk.
DJOJODIGOENO Hk yg tdk bersumber kpd peraturan2.
HAZAIRIN Hubungan antara hukum dan adat yaitu sedemikian langsungnya
sehingga istilah “hukum adat” tdk dibutuhkan o/ rakyat biasa yg telah paham bahwa “adat” itu dlm arti sbg (adat) sopan
santun/kesusilaan maupun dlm arti sbg hukum.
6
KESIMPULAN :
HUKUM ADAT
ADALAH SUATU KOMPLEKS NORMA2 YG BERSUMBER PD PERASAAN KEADILAN RAKYAT YG SELALU BERKEMBANG SERTA MELIPUTI PERATURAN2 TINGKAH LAKU MANUSIA
DLM KEHIDUPAN SEHARI-HARI DLM MASYARAKAT, SEBAGIAN BESAR TDK TERTULIS, SENANTIASA DITAATI & DIHORMATI RAKYAT, KARENA MEMPUNYAI AKIBAT HUKUM
(SANGSI DALAM HUKUM ADAT).
ADAT & HUKUM ADAT
HUKUM ADAT ADAT
8
Tidak semua adat mrpk hukum.
Ada perbedaan antara adat istiadat biasa dgn hukum adat.
Tidak semua adat mrpk hukum.
Ada perbedaan antara adat istiadat biasa dgn hukum adat.
VON VOLLEN HOVEN : HANYA ADAT YG BERSANGSI YG MEMPUNYAI SIFAT HUKUM SERTA MRPK HK. ADAT
TER HAAR TEORI KEPUTUSAN : SANGSI HK. ADAT BERUPA REAKSI DR MASY. HK. YBS YG DLM PELAKSANAANNYA SUDAH BARANG TENTU DILAKUKAN
o/ PENGUASA MASY. HK DIMAKSUD, DGN MENJATUHKAN SANGSI THD SI PELANGGAR PERATURAN ADAT, MENJATUHKAN KEPUTUSAN HUKUMAN.
SIFAT HUKUM ADAT
1. HUKUM ADAT ADALAH HUKUM NON STATUTAIR (TIDAK
TERTULIS).
DJOJODIGOENO : “Sumber Hk. Adat Indonesia adl urgeran2
(norma2 kehidupan sehari2) yg langsung timbul sbg
pernyataan kebudayaan orang Indonesia asli, tegasnya sbg
pernyataan rasa keadilannya dlm hub. pamrih (hub.
pamrih=hub. antar orang dgn sesamanya guna usaha
memenuhi kepentingan, misal : business relations, zakelijke
verhoudingen).”
2) HUKUM ADAT TIDAK STATIS.
SOEPOMO : “Hk. Adat terus menerus dlm keadaan tumbuh &
berkembang seperti hidup itu sendiri.”
VAN VOLLEN HOVEN :
“Hk. Adat pd waktu yg telah lampau agak beda isinya; Hk.
Adat menunjukkan perkembangan.”
10
DASAR
SEBELUM
JAMAN PENJAJAHAN
KOLONIAL BELANDA
• Ps. 21 ayat (2) I.S. : “Dlm wil. kerajaan2 yg diberikan hak swapraja, algemene ver ordiningen (peraturan per-UU-an umum) hanya dpt berlaku sepanjang tdk bertentangan dgn hk yg berlaku di daerah2 ybs.”
• Ps. 130 I.S. : “terdapat daerah2 dimana Bangsa Indonesia diberikan kebebasan u/ mmenganut hukumnya sendiri.”
• Ps. 131 ayat (6) I.S. : “Selama ordonansi mengenai hk. Perdata materiil bg orang Indonesia & Timur Asing belum terbentuk, maka akan tetap berlaku hk. Adat mereka.”
• Ps. 75 ayat (3) & (4) RR : “bahwa sekedar per-UU-an bg gol. Bangsa Eropa o/ Gubernur Jenderal Belanda u/ Bangsa Indonesia & sekedar orang Indonesia tdk menyatakan dgn sukarela bahwa ia akan dikuasai o/ hk. Dagang Eropa, mk u/ gol. Bangsa Indonesia, hakim harus melakukan (dlm lap.
perdata) hk. Adat, asalkan hk. Adat itu tdk bertentangan dgn dasar2 keadilan yg diakui umum.”
JAMAN PENJAJAHAN JEPANG
•
Ps. 3 UU No.1 Th.1942 tgl. 7
Maret 1942 :
“Semua badan2
pemerintahan & kekuasaannya,
hukum & UU dr pemerintah yg
dahulu, tetap diakui sah buat
sementara waktu, asal sj tdk
SETELAH
INDONESIA
MERDEKA
UU No. 19 Th. 1964
(Ketentuan2 Pokok Kekuasaan Kehakiman)
• Pasal 3 : “Pengadilan mengadili menurut hukum sebagai alat Revolusi berdasarkan Pancasila menuju masyarakat Sosialis Indonesia.”
Penjelasan Ps. 3 : “Pengadilan mengadili menurut hukum yang dijalankannya dengan
kesadaran, bahwa hukum adalah landasan dan alat Negara dan dimana Negara ada di dalam Revolusi menjadi alat Revolusi, yang memberi Pengayoman agar cita-cita luhur Bangsa
tercapai dan terpelihara dan bahwa sifat-sifat hukum adalah berakar pada kepribadian Bangsa, serta dengan kesadaran bahwa tugas Hakim ialah dengan bertanggung-jawab sepenuhnya kepada negara dan Revolusi turut serta membangun dan menegakkan masyarakat adil dan makmur yang berkepribadian Pancasila, menurut garis-garis besar haluan Negara.”
• Pasal 17 (2) : “Putusan itu harus memuat pasal-pasal tertentu dari peraturan yang
bersangkutan atau apabila hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili, alasan-alasan dan dasar-dasar pengadilannya.”
• Penjelasan Pasal 10 : “Dengan positif ditentukan bahwa hakim wajib mencari dan menemukan hukum. Hakim dianggap mengenal hukum. Karena itu ia tidak boleh menolak memberi
keadilan. Hakim mempunyai kedudukan yang tinggi di dalam masyarakat. Andai kata ia tidak dapat menemukan hukum tertulisnya. Ia wajib mencari hukum tak tertulisnya atau memutus sebagai seorang yang bijaksana dengan bertanggung-jawab kepada Negara dan Revolusi. Ia wajib berani memutus, demi keadilan dan Pengayoman, untuk ikut serta membangun
masyarakat yang adil dan makmur. Penolakannya akan sungguh menurunkan derajat dan martabatnya.”
• Pasal 20 (1) : “Hakim sebagai alat Revolusi wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dengan mengintegrasikan dari dalam masyarakat guna benar-benar mewujudkan fungsi hukum sebagai pengayoman.”
UU No. 14 Th. 1970
(Ketentuan2 Pokok Kekuasaan Kehakiman)
•
Pasal 3 (2) : “Peradilan Negara menerapkan
dan menegakkan hukum dan keadilan yang
berdasarkan Pancasila.”
•
Penjelasan Pasal 14 (1) : “Hakim sebagai
organ pengadilan dianggap memahami
hukum. Pencari keadilan datang padanya
untuk mohon keadilan. Andai kata ia tidak
menemukan hukum tertulis, ia wajib
menggali hukum tidak tertulis untuk
memutus berdasarkan hukum sebagai
seorang yang bijaksana dan
bertanggung-jawab penuh kepada Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, masyarakat, Bangsa dan
Negara.”
16TIDAK BERLAKU !!!
• Pasal 23 (1) : “Segala putusan Pengadilan
selain harus memuat alasan-alasan dan
dasar-dasar putusan itu, juga harus
memuat pula pasal-pasal tertentu dari
peraturan-peraturan yang bersangkutan
atau sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili.”
• Pasal 27 (1) : “Hakim sebagai penegak
hukum dan keadilan wajib menggali,
•
Penjelasan Umum Bagian 7 : “Penegasan bahwa
peradilan adalah Peradilan Negara, dimaksudkan
untuk menutup semua kemungkinan adanya atau
akan diadakannya lagi Peradilan-peradilan
Swapradja atau Peradilan Adat yang dilakukan oleh
bukan badan peradilan Negara. Ketentuan ini
sekali-kali tidak bermaksud untuk mengingkari hukum
tidak tertulis, melainkan hanya akan mengalihkan
perkembangan dan penetrapan hukum itu kepada
Peradilan-peradilan Negara.”
“Dengan ketentuan bahwa Hakim wajib menggali,
mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang
hidup dengan mengintegrasikan diri dalam
masyarakat, telah terjamin sepenuhnya bahwa
perkembangan dari penetrapan hukum tidak tertulis
itu akan berjalan secara wajar.”
kesimpulan : bahwa yg dimaksud dgn “hukum tak
tertulis ” adalah hukum adat.
UU No. 4 Th. 2004
(Kekuasaan Kehakiman)
•
Pasal 3 (2) : ”Peradilan negara menerapkan dan
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila.”
•
Pasal 25 (1) : “Segala putusan pengadilan selain
memuat alasan dan dasar putusan tersebut,
memuat pula pasal tertentu dari peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan atau
sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar
untuk mengadili.”
•
Pasal 28 (1) : “Hakim wajib menggali, mengikuti,
dan memahami nilai-nilai hukum dan
TATA SUSUNAN RAKYAT
INDONESIA
PERSEKUTUAN HUKUM
• PERSEKUTUAN HUKUM mrpk kesatuan2 yg memp. tata susunan yg teratur & kekal serta memiliki pengurus sendiri & kekayaan sendiri, baik kekayaan materiil maupun kekayaan imateriil.
• Contoh PERSEKUTUAN HUKUM :
1. Famili di Minangkabau = persekutuan hukum, sebab memiliki :
a. tata susunan yg tetap, yi tdr a/ bbrp bag. yg disebut “rumah” atau “jurai”, selanjutnya jurai ini tdr a/ bbrp nenek dgn anak2 nya (pa & pi);
b. pengurus sendiri, yi yg diketuai o/ seorang penghulu andiko, sedangkan jurai dikepalai o/ seorang tungganai atau mamak kepala waris;
c. harta pusaka sendiri yg diurus o/ penghulu andiko.
Disamping itu famili bertindak sbg kesatuan thd famili lain, thd orang2 asing serta thd pemerintah atasan.
2. Desa di Jawa = persekutuan hukum, sebab memiliki :
a. tata susunan yg tetap; b. pengurus sendiri;
c. harta kekayaan sendiri.
STRUKTUR PERSEKUTUAN HUKUM
• Struktur Persekutuan Hukum di Indonesia dpt
digolongkan mjd 2:
1. Persekutuan Genealogis;
Struktur persekutuan hukum yg didasarkan pd faktor genealogis, yi faktor yg melandaskan pd kpd pertalian darah suatu
keturunan.
Misal : Persekutuan genealogis di Lampung (suku pubian), di Aceh (suku gayo)
2. Persekutuan Teritorial;
Struktur persekutuan hukum yg didasarkan pd faktor teritorial, yi faktor yg terikat pd suatu daerah ttt atau berdasarkan lingkungan daerah.
Misal : Aceh (Gampong, Meunasah), di Jawa, Bali, Lombok, Madura, Sumatra Selatan, Sumatra Timur, Sulawesi Selatan, Minahasa, Ambon.
• Persekutuan genealogis dalam perkembangannya semakin ditinggalkan dan mengalami teritorialisasi (beralih ke
persekutuan teritorial). Demikian juga persekutuan teritorial jg sudah semakin sulit dicari diakibatkan pergaulan antar daerah yg sdh semakin erat & tjd saling mempengaruhi dlm tata kehidupan sehari2, sehingga memperkecil atau malah menghapus
Persekutuan Genealogis
•
Dasar Persekutuan
Genealogis :
1. Patrilineal
pertalian darah mnrt
garis bapak, misal : pd suku Batak,
Nias, Sumba;
2. Matrilineal
pertalian darah mnrt
garis ibu, misal : di Minangkabau;
3. Parental
pertalian darah mnrt
Persekutuan Teritorial
•
Ada 3 jenis persekutuan teritorial :
1. Persekutuan desa apabila ada segolongan orang terikat pd 1 tmp kediaman yg didalamnya termasuk dukuh2 yg terpencil yg tdk berdiri sendiri, sedang pr pejabat pemerintahan desa semuanya bertempat tinggal di dalam pusat kediaman itu. Misal : desa di Jawa & di Bali.
2. Persekutuan daerah apabila di dalam suatu daerah ttt terletak bbrp desa yg masing2 memp. tata susunan & pengurus sendiri2 yg sejenis, tetapi semuanya mrpk bag. bawahan dr daerah, yg memiliki harta benda & menguasai hutan & rimba, dikelilingi tanah2 yg ditanami maupun tanah2 yg ditinggalkan penduduk desa itu. Misal : marga di Sumatra Selatan dgn dusun2 di dalam daerahnya.
3. Perserikatan (beberapa kampung) apabila bbrp persekutuan kampung yg terletak berdekatan mengadakan permufakatan u/ memelihara kepentingan2 bersama, misalnya akan mengadakan pengairan, dimana u/ memelihara keperluan bersama itu diadakan
suatu badan pengurus yg bersifat kerja sama antar pengurus2 desa itu. Tetapi kekuasaan tertinggi thdp tanah2 di dalam daerah desa/kampung itu tetap ada pd tangan pengurus desa/kampung ybs. Misal :
persekutuan huta-huta di suku Batak.
Muncul struktur persekutuan
hukum gabungan antara
Persekutuan Genealogis dan
Persekutuan Teritorial:
•
Wajib dipenuhi 2 syarat sekaligus, yaitu :
a. harus masuk dlm 1 kesatuan genealogi; &
b. harus berdiam di dalam daerah persekutuan
ybs.
•
Misal :
di P. Mentawai (Uma), P. Nias (Euri),
19 LINGKARAN HK. ADAT / LINGKUNGAN HK.
ADAT
• Oleh VAN VOLLEN HOVEN dlm buku “Adatrecht 1”. Meliputi :
1. Aceh;
2. Tanah Gayo – Alas, Batak, Nias; 3. Daerah Minangkabau & Mentawai; 4. Sumatra Selatan;
5. Daerah Melayu (Sumatra Timur, Jambi, Riau); 6. Bangka & Belitung;
7. Kalimantan;
8. Minahasa;
9. Gorontalo; 10. Daerah Toraja; 11. Sulawesi Selatan; 12. Kepulauan Ternate; 13. Maluku, Ambon; 14. Irian;
15. Kepulauan Timor;
16. Bali, Lombok, Sumbawa Barat; 17. Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura;
18. Daerah2 Swapraja (Surakarta & Yogyakarta); 19. Jawa Barat.
26