• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Peresepan Obat Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja Tahun 2014 Sarmalina Simamora

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Evaluasi Peresepan Obat Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja Tahun 2014 Sarmalina Simamora"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Peresepan Obat Diabetes Mellitus Tipe 2 Pada Pasien

Rawat Inap Di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja Tahun 2014

Sarmalina Simamora1) 1)

Dosen Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Palembang

sarmalina@poltekkespalembang.ac.id ABSTRAK

Penggunaan obat yang tidak rasional adalah masalah yang terjadi di seluruh dunia. WHO mengestimasi lebih dari 50% obat yang diresepkan dibagikan dan dijual tidak tepat dan 50% pasien tidak mengkonsumsi obat dalam aturan yang benar.Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui dan mengevaluasi peresepan obat diabetes mellitus (DM) tipe 2 pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja, periode Januari-Mei 2014.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan pendekatan diskriptifnon analitik,terhadap beberapa indikator yang umum dilakukan dalam evaluasi penggunaan obat. Pengambilan data bersifat retrospektif terhadap data rekam medik pasien dengan diagnosa DM tipe 2 umur 45-55 tahun, dengan kadar glukosa sewaktu lebih dari 200mg/dl, dan diberikan terapi obat antidiabetic, kemudian dibandingkan dengan Standar Pengobatan DM tipe 2 menurut Perkeni 2006.

Dari 30 sampel pasien DM tipe 2 rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja kasus yang terbanyak terjadi pada pasien umur 50-55 tahun sebesar 70%, 21 kasus penderita DM tipe 2 terjadi pada wanita (70%). Diagnosa DM tipe 2 dengan penyakit penyerta sebanyak 29 kasus (96,6%).

Hasil evaluasi peresepan obat pada penderita DM tipe 2 pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja, Januari-Mei 2014 adalah, tepat indikasi 100%, tepat obat 96.55%, tepat penderita 96,55%, tepat dosis 96,55% dan potensi terjadinya efek samping serta interaksi obat sebesar 37,93%.

(2)

PENDAHULUAN

Penggunaan obat yang tidak rasional adalah masalah yang terjadi diseluruh dunia. WHO mengestimasi lebih dari 50 % obat yang diresepkan, dibagikan, dan dijual dengan tidak tepat dan sekitar 50% pasien tidak mengkonsumsi obat dalam aturan yang benar. Menurut WHO, penggunaan obat tidak rasional dapat berdampak negatif, dari segi ekonomi terjadi pemborosan, dari segi pelayanan terjadi penurunan mutu pelayanan yang ditandai dengan meningkatnya efek samping obat, meningkatnya resistensi anti mikroba, terjadinya kegagalan dalam pengobatan.1). Di Amerika Serikat, kematian akibat efek samping obat mencapai posisi keenam sebagai penyebab kematian terbanyak. Dalam sudut pandang keuangan pemberian obat yang tidak perlu dan pemberian obat yang terlalu banyak ,terutama di negara berkembang yang tidak memiliki asuransi kesehatan sangatlah tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh WHO pada tahun 2000, memperlihatkan hasil bahwa sekitar 60% antibiotik yang tidak perlu diresepkan di Negeria dan sekitar 50 % di Nepal, sehinga rata-rata pemberian antibiotik tidak perlu diseluruh dunia mencapai angka 50% 1). Definisi penggunaan obat rasional menurut

(3)

maupun pasien rawat jalan menduduki posisi sepuluh besar dari seluruh kasus penyakit yang ada di Rumah Sakit Santo Antonio. Untuk pasien dengan diagnosa DM tipe 2, menurut data yang diperoleh dari catatan medik Rumah Sakit Santo Antonio: 50% pasien DM tipe 2 juga menderita penyakit penyerta DM yang berakibat memperburuk keadaan pasien serta meningkatkan biaya pengobatan. Dari informasi data Instalasi Farmasi untuk pasien rawat jalan, rata- rata terapi yang diberikan dalam waktu sepuluh sampai tiga puluh hari. Obat yang diberikan adalahhipoglikemik oral golongan sulfonilurea (glimepirid ) dan golongan tiazolidindion (pioglitazon = Actos 30) dengan rata-rata biaya obat Rp.185.000,- s/d Rp.550.000,- itu belum termasuk pemberian obat untuk pasien dengan penyakit penyerta. Maka dipandang perlu melakukan evaluasi peresepan obat untuk penyakit DM Tipe 2 pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja sehingga informasinya dapat menjadi dasar bagi manajemen rumah sakit untuk peningkatan pelayanan bagi pasien yang berobat kesana, demi menjaga mutu rumah sakit.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah non eksperimental dengan rancangan penelitian diskriptif non analitik dengan menggunakan indikator yang telah ditetapkan, pengambilan data bersifat retrospektif. Jumlah sampel 30 catatan medik sesuai kriteria inklusi, yaitu pasien dengan kadar gula glukosa sewaktu ≥200 mg/dL dan mendapat terapi pengobatan DM tipe 2, umur antara 45-55 tahun pada rawat inap resep rawat inap pasien dikumpulkan secara manual, kemudian dicatat nomor rekam medik pasien, umur pasien, golongan obat DM dan obat penyerta yang dipakai, dosis obat, cara pemakaian, lama pemakaian, biaya pengobatan. Kemudian dibandingkan dengan Standar pengobatan DM menurut Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia Tahun 2006 (Perkeni 2006).

Hasil Dan Pembahasan

(4)

Tabel.2. Distr ibusi Pasien DM Berdasarkan Jenis Kelamin.

No Jenis Kelamin Jumlah Kasus Persentase

1. Laki-laki 9 30

2. Perempuan 21 70

Jumlah 30 100

Profil Klinik Responden

Tabel. 3.Distribusi Pasien DM Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl).

No Kadar glukosa Jumlah Kasus Persentase

1 200-299 10 33,3

2 300-399 17 56,6

3 400-499 1 3,3

4 ˃ 500 2 6,6

(5)

Tabel.4 Distribusi Pasien DM Berdasarkan Diagnosis

No. Diagnosis Jumlah

Kasus

Persentase

1 DM tipe 2 tanpa penyakit penyerta 1 3,3 2 DM tipe 2 dengan penyakit penyerta 29 96,6

Jumlah 30 100

Dari 29 kasus pasien DM tipe 2 dengan penyakit penyerta, di kelompokan dari beberapa penyakit penyerta seperti pada tabel 5

Tabel.5 Distribusi Pasien DM Berdasarkan Diagnosis dan Penyakit Penyerta. No Diagnosis dan Penyakit Penyerta Jumlah

Kasus

Persentase

1 DM tipe 2 dengan Demam Tifoid 10 34

2 DM tipe 2 dengan Gangren 5 17

3 DM tipe 2 dengan HHD ( Hipertensi Heart Disiase)

3 10

4 DM tipe 2 dengan Hipertensi 2 6,89

5 DM tipe 2 dengan SNH (Stroke Non Hemoragik)

2 6,89

6 DM tipe 2 dengan Stroke 2 6,89

7 DM tipe 2 dengan Gagal ginjal 1 3,4

8 DM tipe 2 dengan Vulnus funktum 1 3,4

9 DM tipe 2 dengan TB Paru 1 3,4

10 DM tipe 2 dengan Abses Vagina 1 3,4

11 DM tipe 2 dengan Colatiasis 1 3,4

12 DM tipe 2 dengan Bronchitis 1 3,4

(6)

Penggunaan Obat Antidiabetik

Tabel 6. Distribusi Penggunaan Antidiabetik

No Golongan Obat Jenis Obat Kasus Persentesi

1 Biguanid Metformin 6 20,68

2 Sulfonilurea Glimepirid 8 27,58

3 Kombinasi Glimepirid+metformin 2 6,89

Glimepirid+pioglitazon 5 17,24 Insulin+Glimepirid 2 6,89 4

Kombinasi tetap Pioglitazon+metformin 4 13,79

5 Insulin Insulin 2 6,89

Jumlah 29 100

Penggunaan Obat Penyerta DM Tipe 2 Penggunaan obat penyerta, untuk pasien DM tipe 2 dengan kasus demam tifoid diberikan obat antibiotik injeksi golongan sefalosforin (4 pasien dengan pengobatan antibiotik ceftriaxon, 2 pasien dengan pengobatan antibiotik cefepim, 4 pasien dengan pengobatan antibiotik ceptazidim ) setelah pasien dijinkan pulang oleh dokter, untuk pengobatan antibiotik lanjutan diberikan antibiotik oral golongan kuinolon (2 pasien dengan ciprofloxacin, 2 pasien dengan levofloxacin, 1 pasien dengan pefloxacin). Sedangkan untuk pemakaian antibiotik

(7)

(bisoprolol). Untuk pasien DM tipe 2 dengan TB paru diberikan terapi pengobatan rifampicin 450, dengan kombinasi pyrazynamide 100 mg dan etambutol 250. Pasien DM tipe 2 dengan colatiasis diberi terapi asam urdodioksikolat. Dari data yang diperoleh satu pasien bisa mendapatkan 2 macam

antibiotik sekaligus tetapi waktu pemberiannya berbeda, untuk antibiotik injeksi diberikan saat pasein rawat inap dengan pemberian parenteral, sedang untuk antibiotika oral diberikan pada saat pasien diijinkan pulang sebagai terapi lanjutan.

Kesesuaian Penggunaan Antidiabetik pada Pasien DM tipe 2. Tabel.7.Kesesuaian Penggunaan Antidiabetik

No Golongan Obat Jenis Obat Kasus Kesesuaian Standar

Persen tase

1 Biguanid Metformin 6 6 100

2 Sulfonilurea Glimepirid 8 8 100

3 Insulin Actravid Human 2 2 100

4 Kombinasi tetap Pioglitazon+Metformin 4 4 100

Sulfonilurea+Bigunid 2 2 100

Sulfonilurea+Tiazolidin 5 4 80

5 Kombinasi Dion

Insulin+Sulfonilurea 2 2 100

Jumlah 29 28 96,5%

Keterangan : Standar Perkeni 2006 Kesesuain obat antidiabetik dari pasien rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja periode Januari-Mei 2014 96,5%. Dari 29 kasus satu pasien .DM tipe 2 dengan penyakit penyerta gagal

ginjal, diberikan terapi antidiabetik golongan sulfonilurea yang dikontra indikasikan untuk pasien gagal ginjal/gangguan ginjal5)

(8)

Cara Penggunaan Obat

Tabel .8. Kesesuaian Pemberian Dosis dan cara Penggunaan pada Pasien DM tipe 2 Rawat Inap di RS.Santo Antonio Selama Bulan Januari s/d Mei 2014

No Jenis Obat Dosis Standar Dosis Pemberian

Jumlah Kasus

Tepat Dosis

Presenta se

1 Biguanid 500-3000 mg 500-1000mg 6 6 100

2 Sulfonilurea (Glimepirid) 1-6 mg 1-3mg 8 8 100

3 Insulin 40UI/ml 2 2 100

4 Tiazolidindion + Biguanid (Pioglitazon + Metformin)

15mg+500mg- 30mg+1000mg 15mg+850mg

15mg+500mg- 30+1000mg

4 4 100

5 Tiazolidindion+Sulfonilurea (Pioglitazon+Glimepirid)

15mg+1mg- 45mg+4mg

15mg+2mg 30mg+2mg 30mg+3mg

1 3

1 2

100 66,6 100 6 Sulfonilurea + Biguanid

(Glimepirid+Metformin)

1mg/250mg 2mg/500mg

2mg/500mg 2 2 100

7 Insulin+Sulfonilurea (Insulin+Glimepirid)

40UI/ml+1- 6mg

40UI+2mg 2 2 100

(9)

Tabel .9. Kesesuaian Pemberian Antidiabetik

N o

Jenis Obat Kontra Indikasi Kasus Kesesuaian dengan Standar 1 Metformin Pasien dengan gangguan

fungsi hati atau ginjal, gagal jantung, infeksi atau trauma berat, dehidrasi, wanita

6 6

2 Sulfonilurea (glimepirid)

Pasien dengan gangguan fungsi hati,wanita hamil, wanita menyusui, pasien yang mendapat beta blocker atau

8 8

3 Tiazolidindion +Sulfonilurea

Pasien dengan jantung, gangguan hati, terapi kombinasi dengan insulin menyusui, gangguan fungsi hati dan gangguan fungsi ginjal.

2 2

6 Tiazolidindion + biguanid

Pasien dengan gagal jantung, gangguan fungsi hati, atau gangguan fungsi

4 4

7 Sulfoniurea+bi guanid

Pasien dengan gangguan fungsi hati atau gangguan fungsi ginjal, wanita hamil,

2 2

Total 29 28

Keterangan: Standar IONI 2000 +ISO Farmakoterapi 2006

Dari penelitian ini kesesuaian pasien dalam memberikan obat antidiabetik presentasinya 96,55%. Data yang diperoleh, satu kasus pasien DM tipe 2 dengan penyakit penyerta gagal ginjal, diberikan terapi antidiabetik

golongan sulfonilurea , yang dikombinasi dengan obat antidiabetik golongan tiazolidindion sedangkan sulfonilurea dikontraindikasikan untuk pasien yang mempunyai gangguan ginjal.

(10)

83 diberikan secara bersamaan. Antidiabetik yang diberikan bersamaan dengan obat lain mempuyai potensi berinteraksi sehingga efek antidiabetik dapat

dihambat atau ditingkatkan. Dari penggunaan obat-obat penyerta DM ada obat yang dapat meningkatkan efek hipoglikemik obat antidiabetik golongan biguanid, sulfonilurea. Obat-obat yang dapat meningkatkan efek hioglikemik pada antidiabetik golongan sulfonilurea dari data yang diperoleh adalah obat golongan antihistamin antagonis H2

blocker yaitu ranitidin. Dan obat yang dapat meningkatkan efek hipoglikemik pada obat antidiabetik golongan biguanid yaitu obat-obat deuretik yaitu furosemid. Hal tersebut akan dikaji dalam pembahasan potensi interaksi obat. umur pada umur 51-55 tahun sebanyak 70 %. Data ini sesuai dengan pernyataan dari

American Diabetes Association bahwa usia

diatas 45 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DM 6). Dan hasil penelitian Trisnawat,S., dkk usia diatas 50 tahun merupakan faktor reisiko 7). Pada orang berusia lebih dari 45 tahun dengan pengaturan diet

penyusutan sel-sel beta pankreas. Sel beta pankreas yang tersisa umumnya aktif, tetapi sekresi insulinnya semakin berkurang 8). b. Jenis Kelamin

Dalam hal ini jenis kelamin memang bukan faktor risiko tetapi kondisi obesitas yang banyak terjadi pada perempuan menjadikan perempuan rentan menderita DM Tipe 2. Namun ada sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak terkena DM disbanding laki laki7). c.Diagnosa

(11)

83 Indikasi ditetapkan dari gejala klasik DM, dimana glukosa plasma sewaktu ≤ 200 mg/dl.Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Kedua gejala klasik DM dengan kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Ketiga kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl. TTGO. Semua pasien yang dinyatakan DM sudah tepat indikasi Tepat Obat

Kesesuaian penggunaan antidiabetik sebesar 96,55% (dihitung berdasarkan jumlah pasien tepat indikasi). Sulfonilurea merupakan obat antidiabetes yang paling banyak digunakan untuk terapi DM tipe 2 yaitu sebanyak 8 kasus, sedangkan penggunaan metformin sebanyak 6 kasus. Hal ini telah sesuai dengan alogaritma terapi Perkeni 2006 yang menyatakan bahwa terapi farmakologi DM tipe 2 pertama kali menggunakan antidiabetik per oral, apabila kadar glukosa darah tidak turun maka dikombinasikan pemakaian antidiabetik oral misalnya golongan biguanid dan sulfonilurea 5).

Tepat Dosis

Pengobatan pasien DM tipe 2 rawat inap di Rumah Sakit Santo Antonio Baturaja periode Januari-Mei 2014 dinyatakan 96,55% tepat dosis, dan 3,45% tidak tepat dosis menurut

Tepat Pasien

Penggunaan glimepirid sebanyak 8 kasus memiliki kesesuaian 100% karena kedelapan pasien tersebut tidak memiliki gangguan funsi hati dan ginjal, serta bukan wanita menyusui, pada penggunaan metformin dan insulin memiliki kesesuian sebesar 100%. Sedangkan untuk kombinasi sulfonilurea dan pioglitazon mempunyai kesesuian 80% dari karena 1

kasus pasien dengan penyakit penyerta DM gagal ginjal, diberikan sulfonilurea (glimepirid 2mg) yang dikombinasikan dengan golongan tiazolidindion (piglitazon 30 mg) , dimana sulfonilurea dikontra indikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati, wanita hamil, wanita menyusui.

Potensi Interaksi Antidiabetik dengan Obat Lain

Penggunaan obat antidiabetik setelah dikaji dan diteliti ada potensi interaksi yang dapat meningkatkan efek hipogglikemik obat antidiabetik. Untuk golongan sulfonilurea ada potensi interaksi dengan obat antgonis H2

(12)

83 Dalam hal ini ranitidin diberikan untuk mengatasi mual dan kembung pada penderita demam tifoid, serta untuk mengatasi iritasi lambung akibat terap[obat tertentu. Penyakit penyerta hipertensi jantung diberi terapi obat antidiabetik golongan biguanid (dua kali sehari) dengan obat deuretik yaitu furosemid (2 tablet diminum pagi). Pasien DM tipe 2 dengan strok diberikan terapi antidiabetik golongan biguanid (satu kali sehari) dan diuretik (furosemid diminum 2 tablet pagi) bila obat tersebut diberikanbersamaan furosemid dapat meningkatkan kadar plasma metformin yang berakibat efek hipoglikemik metformin meningkat. klinik penderita dan ketepatan dosis sudah termasuk kategori baik, namun potensi efek samping dan resiko terjadinya interaksi obat masih cukup besar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Herdian.TR.2014. Klik dokter menuju sehat, penggunaan obat rasional (http/klikdokter.com/heath

Januari 2014).

2. Quick JD, Rankin JR., Laing RO., dkk (1997). Managing Drug Supply, Edisi ke-2, Management Sciences for Health in Collaboration with the World Health Organization. Kumarian Press, Connecticut, USA 3. Kemenkes, 2013. Infodatin, Situasi

dan Analisis Diabetes. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (http:// www.depkes.go.id/infodatin.pdf) 4. Siregar,C.J.P.,2006. Farmasi Klinik

Teori dan Penerapan. Buku Kedokteran EGC.

5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2006. Konsensus pengelolaan dan p e n c e g a h a n d i a b e t e s m e l l i t u s t i p e 2 d i I n d o n e s i a 2 0 0 6 (www.pbpapdi.org/papdi.php?pb = Kesehatan & kd_penyakit = 12. Diakses 23 Desember 2013)

6. American Diabetes Association, 2012.

Standar of Medial Care in Diabetes,

(care. diabetes journals, org, 1 January 2012. Diakses 5 Januari 2014).

7. Trisnawati,S.,Widarsa,T.,Suastika, K.,2013. Laporan hasil penelitian

:Faktor risiko diabetes mellitus tipe

2 pasien rawat jalan di Puskesmas

(13)

83 Diakses 7 Januari 2014).

8. Tan HJ. dan Rahardja K., 2007. Obat-obat Penting dan Khasiatnya.Edisi ke-enam, PT.Elex Media Komputindo.Jakarta.

9. Waspadji,S.,2006. Buku ajar ilmu

penyakit dalam: Kaki Diabetes.

1933.

10. Asdie,A.H., 2000. Patogenesis dan

terapi diabetes mellitus tipe 2. Hal

18-19, Medika, Fakultas Kedokteran

(14)

Gambar

Tabel.2. Distr ibusi Pasien DM Berdasarkan Jenis Kelamin.
Tabel 6. Distribusi Penggunaan Antidiabetik
Tabel .8. Kesesuaian Pemberian Dosis dan cara Penggunaan pada Pasien
Tabel .9. Kesesuaian Pemberian Antidiabetik

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Ahmad Syafii Maarif, MA adalah seorang cendekiawan yang berada dalam posisi otoritatif untuk berbicara tentang politik Islam terutama dalam kaitannya dengan masalah Islam dan

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah mendapatkan penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh

komplikasi hipertensi. Hasil penelitian menyatakan bahwa Pelaksanaan.. konseling dalam home care berpengaruh terhadap peningkatan kepatuhan pasien dalam penggunaan

[r]

Penentuan sampel lembaga pemasaran di Kelurahan Blumbang dengan menggunakan metode snow ball sampling yaitu penelusuran saluran pemasaran wortel yang ada di

Dari hasil analisis hubungan bernilai positif dari variabel pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung terhadap efektivitas kerja maka sudah saatnya pimpinan

Mata Pelajaran Ekonomi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial yang dipelajari di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) yang diharapkan dapat mencapai