• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTEMUAN III TEORI-TEORI KUALIFIKASI HPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERTEMUAN III TEORI-TEORI KUALIFIKASI HPI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

HUKUM PERDATA

INTERNASIONAL

Devica Rully SH., MH., LLM.

(2)

PERTEMUAN III

TEORI-TEORI KUALIFIKASI

HPI

Teori Kualifiasi Lex Fori

Teori Kualifiasi Lex Cause
(3)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Inti Teori :

“Kualifiaai harua dilaiuian berdaaarian huium dari pengadilan yang mengadili periara (lex fori) iarena aiatem iualifiaai adalah bagian dari huium intern lex fori teraebut.”

Tokoh Kualifkasi Lex Fori :

1. Franz Kahn (Jerman)

(4)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

FRANZ KAHN mengatakan bahwa kualifkasi harus dilakukan berdasakan lex fori karena :

A. Kesederhanaan (simplicity)

Pengertian, batasan dan konsep-konsep hukum yang digunakan dalam penyelesaian sengketa adalah yang paling dikenal oleh hakim.

B. Kepastian (certainty)

(5)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

BARTIN mengatakan bahwa kualifkasi harus dilakukan dengan Lex Fori karena :

• Seorang hakim telah disumpah untuk menegakkan hukumnya sendiri dan bukan sistem hukum asing mana pun.

• Pemberlakuan hukum asing hanya sebagai wujud kesukarelaan forum untuk membatasi kedaulatan hukumnya.

(6)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Pengecualian penerapan kualifkasi Lex Fori :

a. Jika perkara yang dihadapi menyangkut penentuan hakikat suatu benda sebagai benda tetap atau benda

bergerak  Lex Situa (hukum dari tempat benda terletak). b. Jika perkara menyangkut kontrak-kontrak yang dibuat

(7)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Keunggulan:

Perkara lebih mudah diselesaikan, mengingat digunakannya konsep-konsep hukum Lex Fori yang paling dikenal oleh hakim.

Kelemahan:

(8)

Langkah Kualifkasi Lex Fori

• Kualifkasikan peristiwa X dengan kaidah intern lex fori;

• Tentukan titik taut sekunder dengan melihat pada kaidah HPI lex fori;

• Tentukan lex cause;

• Selesaikan perkara dengan menggunakan kaidah intern lex cause.

(9)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

KASUS OGDEN Vs. OGDEN (1908)

• Philip, pria warga negara Perancis, berdomisili di Perancis, dan berusia 19 tahun.

• Philip menikah dengan Sarah (wanita) yang berkewarganegaraan Inggris.

• Pernikahan Philip dan Sarah dilangsungkan dan diresmikan di Inggris tahun 1898.

(10)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Tahun 1901, Philip pulang ke Perancis dan mengajukan permohonan di pengadilan Perancis untuk pembatalan perkawinan dengan Sarah dengan alasan bahwa perkawinan itu dilangsungkan tanpa izin orang tua.

Permohonan dikabulkan oleh pengadilan Perancis dan Philip kemudian menikah dnegan seorang wanita Prancis di Perancis.
(11)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Tahun 1904, Sarah yang sudah merasa tidak

terikat

dalam

perkawinan

dengan

Philip,

kemudian menikah kembali dengan Ogden (WN

Inggris), dan dilangsungkan di Inggris.

(12)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Ogden kemudian mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dengan Sarah, dengan dasar hukum bahwa istrinya telah berpoligami.
(13)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Proses Penyelesaian Sengketa:

Untuk menerima atau menolak permohonan Ogden, hakim harus menentukan terlebih dahulu apakah perkawinan Philip dan Sarah sah atau tidak.
(14)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Kaidah HPI Inggris :

1. Persyaratan essensial untuk sahnya perkawinan, termasuk tentang kemampuan hukum serorang pria untuk menikah (legal capacity to marry) harus diatur oleh lex domicili (dalam hal ini menunjukkan ke arah hukum Perancis).

(15)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Kualifikasi :

Prancis mengkualifkasikan izin orang tua sebagai

persyaratan essensial berdasarkan Pasal 148 Code Civil.

(16)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Kaidah Intern Inggris :

Tidak terpenuhinya persyaratan essensial akan menyebabkan pembatalan perkawinan.

(17)

TEORI KUALIFIKASI LEX FORI

Kesimpulan :

• Hakim Inggris mengkualifkasikan perkara berdasarkan Lex Fori.

• Berdasarkan hukum Inggris, izin orang tua dianggap sebagai persyaratan formil.

• HPI Inggris menunjuk hukum Inggris sebagai Lex Cauae.

• Menurut hukum Inggris, perkawinan Philip dan Sarah tetap dianggap sah.

• Konsekuensinya, perkawinan Sarah dan Ogden dianggap tidak sah karena salah satu pihak masih terikat dengan perkawinan dengan suami pertamanya.

(18)

TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSAE

Teori Kualifkasi Lex Cause sering pula disebut Kualifkasi Lex Fori yang Diperluas.

Inti Teori :

Teori ini beranggapan bahwa proses kualifkasi dalam perkara HPI dijalankan sesuai dengan sistem serta ukuran-ukuran dari keseluruhan sistem hukum yang berkaitan dengan perkara.

(19)

TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSE

Tindakan kualifkasi dimaksudkan untuk menentukan kaidah HPI mana dari Lex Fori yang paling erat kaitannya dengan kaidah hukum asing yang mungkin diberlakukan.
(20)

TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSE

Prof. Sunaryati Hartono :

Kesulitan mungkin akan timbul jika sistem hukum asing tertentu ternyata tidak memiliki sistem kualifkasi yang cukup lengkap, atau bahkan tidak mengenal klasifkasi lembaga hukum yang sedang dihadapi dalam perkara.

Hakim biasanya menjalankan konstruksi hukum (analogi) dengan memperhatikan cara-cara penyelesaian sengketa hukum yang serupa atau sejenis di dalam sistem-sistem hukum yang dianggap memiliki dasar yang sama.
(21)

TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSE

(22)

Langkah Kualifkasi Lex Cause

1. Kualifkasikan peristiwa x dengan kaidah intern hukum asing;

2. Tentukan titik taut sekunder dengan melihat pada kaidah HPI Lex Fori;

3. Tentukan Lex Cauae;

(23)

Kasus Nicols v. Nicols (1900)

Kasus menyangkut sepasang suami istri berkewarganegaraan Perancis.

Pernikahan mereka diresmikan di Perancis.

Ketika pernikahan dilangsungkan pada tahun 1854, kedua pihak tidak membuat perjanjian / kontrak tentang harta perkawinan.
(24)

Isi testamen ternyata mengabaikan semua

hak istri atas harta perkawinan.

Istri kemudian mengajukan gugatan

terhadap testamen dan menuntut haknya

atas harta bersama.

(25)

Proses Penyelesaian Perkara

• Perkara ini dapat dikualifkasikan sebagai pewarisan testamentair atau kontrak tentang harta perkawinan.

• Hakim Inggris kemudian mengkualifkasikan pekara ini sebagai pewarisan testamentair.

• Kaidah Intern Inggris mengatakan bahwa : “status kepemilikan atas benda-benda bergerak dari sepasang suami istri harus diatur dengan sebuah kontrak (tegas atau diam-diam).

(26)

Kaidah Intern Perancis mengatakan bahwa “Apabila para pihak dalam suatu perkawinan tidak membuat suatu kontrak secara tegas, harta yang ada dalam suatu perkawinan akan menjadi

harta bersama (communaute des biens)”.

Hakim kemudian mengkualifkasikan kembali perkara berdasarkan Kaidah Intern Perancis sebagai perjanjian diam-diam untuk bercampur harta.
(27)

TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSE

Hakim pada akhirnya memutuskan :

(28)

TEORI KUALIFIKASI LEX CAUSE

1.

Kualifkasikan peristiwa x dengan kaidah intern

hukum asing (dalam kasus sebagai communaute

de Biens);

2.

Tentukan titik taut sekunder dengan melihat

pada kaidah HPI

Lex Fori

(dalam kasus sebagia

Lex Loci Celebrationis

);

3.

Tentukan

Lex Cauae

(dalam kasus adalah hukum

Perancis);

(29)

TEORI KUALIFIKASI BERTAHAP

Inti Teori :

Penentuan Lex Cauae dalam perkara HPI hanya dapat dilakukan melalui proses kualifkasi, dan pada tahap penentuan Lex Cause kualifkasi mau tidak mau harus dilakukan berdasarkan Lex Fori terlebih dahulu.

Kualifkasi harus dilakukan melalui 2 tahap.

Tokoh Kualifkasi Bertahap :

(30)

A. Kualifikasi Tahap Pertama

-

Dijalankan pada saat hakim harus menemukan

kaidah HPI yang akan digunakan untuk

menentukan titik taut penentu.

-

Kualifkasi

ini

dilakukan

dalam

rangka

menetapkan

Lex Cauae

.

-

Proses

kualifkasi

dilakukan

dengan

(31)

B. Kualifikasi Tahap Kedua

-

Kualifkasi ini dijalankan setelah Lex Cauae ditetapkan dan dalam rangka menetapkan kategori kaidah atau aturan hukum intern apa dari Lex Cauae yang akan digunakan untuk menyelesaikan perkara.

-

Kualifkasi pada tahap ini harus dijalankan berdasarkan sistem kualifkasi intern yang dikenal pada Lex Cauae.
(32)

LANGKAH-LANGKAH

TEORI KUALIFIKASI BERTAHAP

Tahap I

1. Kualifkasikan perkara dengan menggunakan kaidah intern Lex Fori;

2. Lihat Kaidah HPI Lex Fori dan tentukan Titik Taut Sekunder 3. Tentukan Lex Cauae.

Tahap II

1. Kualifkasikan kembali perkara dengan kaidah intern Lex Cauae.

(33)

Contoh Kasus :

A adalah seorang warga negara Swiss, yang

berdomisili terakhir dan meninggal dunia di

Inggris. Pewaris meninggalkan sejumlah harga

peninggalan berupa benda tetap di Perancis dan

sejumlah benda bergerak di Swiss dan Inggris.

Para ahli waris semuanya adalah warga negara

Swiss yang berdomisili di Swiss dan perkara

pembagian warisan ini diajukan di Pengadilan

Swiss.

(34)

Fakta Hukum :

Hukum Intern Swiss :

Hukum Swiss mengkualifkasikan perkara ini sebagai masalah Pewarisan.

Hukum Intern Inggris :

Hukum Inggris mengkualifkasikan perkara ini menjadi:

Masalah pembagian harta tetap dikualifkasikan sebagai masalah pewarisan benda tetap.

(35)

Kaidah HPI Swiss :

Hukum yang dipergunakan untuk menyelesaikan masalah pewarisan adalah hukum dari domisili terakhir dari pewaris.

Kaidah HPI Inggris :

Untuk benda tetap  Lex Rei Sitae
(36)

Penyelesaian Perkara : Tahap I:

- Kasus dikualifkasikan berdasarkan hukum intern Swiss sebagai masalah Pewarisan.

- HPI Swiss menunjuk hukum dari domisili terakhir dari pewaris sebagai

Lex Cauae.

- Lex Cauae adalah Hukum Inggris.

Tahap II :

- Kualifkasikan kembali perkara dengan kaidah intern Inggris.

- Inggris mengkualifkasi perkara ini ke dalam 2 kualifkasi :

a. Masalah pembagian harta tetap dikategorikan sebagai pewarisan benda tetap.

(37)

Putusan Perkara :

-

Terhadap benda tetap, diterapkan kaidah intern Inggris yang mengatur pewarisan benda tetap.

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa implementasi dari metode DFT yang diimplementasikan pada bahasa pemrograman C untuk menghitung energy keadaan dasar pada

Penentuan jumlah faktor berdasarkan eigenvalues lebih dari satu ini adalah teknik yang paling banyak digunakan (Floyd & Widaman, 1995) Pada faktor pertama terdapat

[r]

Berdasarkan keterangan dari para hakim yang menyidangkan perkara tersebut, hakim memberikan penjelasan bahwa putusan hak asuh anak yang diberikan kepada pemohon

Menurut hasil analisis kegiatan Marketing Public Relations berdasarkan dimensi kegiatan sosial yang keefektivitasannya dilihat dari kegiatan sosial yang dilakukan Yamaha

Kantor Tata Kota dan Bangunan merupakan unsur pelaksana tugas tertentu Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang berada dibawah dan bertanggung jawab

Hipotesis penelitian kedua yang menyatakan bahwa komitmen organisasional memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan bagian produksi di PT Rajawali Citramas

Genetic polymorphisms in metabolic and cellular transport pathway of methotrexate impact clinical outcome of methotrexate monotherapy in Japanese patients with