• Tidak ada hasil yang ditemukan

KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN PARAMETER BANGUNAN Standar Perencanaan Irigasi – KP 06

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KRITERIA PERENCANAAN BAGIAN PARAMETER BANGUNAN Standar Perencanaan Irigasi – KP 06"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

STANDAR PERENCANAAN

IRIGASI

KRITERIA PERENCANAAN

BAGIAN

PARAMETER BANGUNAN

(2)

© 1986 DIREKTORAT JENDERAL PENGAIRAN DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

Cetakan pertama : 1986

Dicetak oleh : CV. GALANG PERSADA, Bandung

Disusun oleh :

Sub-Direktorat Perencanaan Teknis, Direktorat Irigasi I,

Direktorat Jenderal Pengairan, Departemen Pekerjaan Umum

Dibantu oleh DHV Consulting Engineers

(3)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAIRAN

pelaksanaan/penyelenggaraan pembangunan Irigasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pengairan perlu adanya keseragaman dalam kegiatan perencanaan pembangunan Irigasi;

b. bahwa hasil pertemuan “Diskusi Pemantapan Standardisasi Perencanaan Irigasi", yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Pengairan pada bulan Agustus 1986, dipandang memadai untuk dikukuhkan sebagai Standar Perencanaan Irigasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pengairan;

c. bahwa untuk maksud tersebut perlu diatur dengan Surat Keputusan ;

Mengingat : 1. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 15/M Tahun 1982; 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44 Tahun 1974; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 15 Tahun 1984; 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 211/KPTS/1984; 5. Keputusan Direktur Jenderal Pengairan No. 45/KPTS/A/1984;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERTAMA : Mengukuhkan hasil pertemuan "Diskusi Pemantapan Standardisasi Perencanaan Irigasi", sebagai Standar Perencanaan Irigasi terdiri dari :

KRITERIA PERENCANAAN :

(4)

6. KP - 06 Kriteria Perencanaan - Bagian Parameter Bangunan 7. KP - 07 Kriteria Perencanaan - Bagian Standar

Penggambaran

BANGUNAN IRIGASI :

8. BI - 01 Tipe Bangunan Irigasi 9. BI - 02 Standar Bangunan Irigasi

PERSYARATAN TEKNIS :

10. PT - 01 Persyaratan Teknis - Bagian Perencanaan Jaringan Irigasi

11. PT - 02 Persyaratan Teknis - Bagian Pengukuran

12. PT - 03 Persyaratan Teknis - Bagian Penyelidikan Geoteknik 13. PT - 04 Persyaratan Teknis - Bagian Penyelidikan Model

Hidrolis

KEDUA : Semua pihak yang melakukan kegiatan pembangunan irigasi, wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tercantum pada Diktum PERTAMA.

KETIGA : Direktur Irigasi I bertugas memonitor pelaksanaan Surat Keputusan ini dan menampung umpan batik guna penyempurnaan Standar Perencanaan Irigasi sebagaimana tersebut pada Diktum PERTAMA, sesuai dengan perkembangan.

KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada hari/tanggal ditetapkan dengan ketentuan akan diadakan perubahan dan perbaikan seperlunya apabila dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapannya.

TEMBUSAN : Surat Keputusan ini disampaikan kepada Yth :

1. Bapak Menteri Pekerjaan Umum

2. Sekretaris Jenderal Departemen Pekerjaan Umum 3. Inspektur Jenderal Departemen Pekerjaan Umum 4. Kepala Balitbang Departemen Pekerjaan Umum 5. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengairan

(5)

9. Para Kepala Biro Departemen Pekerjaan Umum

10. Para Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal Pengairan 11. Kepala Puslitbang Pengairan

12. Para Kepala Bagian dan Kepala Sub Dit. di lingkungan Direktorat Jenderal Pengairan

13. Kepala Bidang Diktat Pengairan

14. Para Pemimpin Proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Pengairan

15. A r s i p

(6)

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENGAIRAN

SAMBUTAN

Pembangunan irigasi di Indonesia sudah berjalan lebih dari satu abad, maka kita telah dapat mengumpulkan pengalaman-pengalaman berharga yang sangat bermanfaat bagi pengembangan irigasi selanjutnya. Pengalaman-pengalaman tersebut didapatkan baik pada tahap studi, perencanaan maupun pada tahap pelaksanaan dan eksploatasi & pemeliharaan.

Kekuatan dan kelemahan sistem irigasi kita, baik yang bersifat teknik sipil maupun teknik hidrolik dan segi-segi lain seperti kebutuhan air irigasi, telah diamati, dicatat dan diteliti guna bahan penyempurnaan pembangunan irigasi di Indonesia.

Sejak pelita I Pemerintah Orde Baru melaksanakan pembangunan di segala bidang termasuk bidang pengairan dengan salah satu aspeknya pembangunan irigasi, untuk menunjang peningkatan produksi pertanian dan untuk kenaikan pendapatan dan kesejahteraan para petani.

Setelah pembangunan irigasi ini berlangsung hampir selama 4 Pelita, maka untuk tujuan efisiensi dan keseragaman perencanaan, dirasa perlu untuk mengembangkan standar perencanaan irigasi, yang cocok dengan kondisi di Indonesia untuk dipakai oleh para perencana irigasi.

Direktorat Irigasi I yang mempunyai tugas pembinaan dan pengaturan di bidang keirigasian , dalam menyiapkan standar ini telah menghabiskan waktu tidak kurang dari 28 bulan.

Melalui proses yang cukup panjang telah dilakukan pengumpulan, pengkajian dan penelitian terhadap perencanaan yang sudah berjalan, laporan-laporan, kriteria yang dipergunakan di proyek-proyek, pedoman dan standar di bidang lain yang berlaku di Indonesia serta referensi perencanaan irigasi dari luar Indonesia. Banyak pendapat dan saran para ahli irigasi di Indonesia telah ditampung melalui acara diskusi, kemudian dianalisis dan kesimpulannya dimasukkan dalam standar ini.

Standar Perencanaan Irigasi ini tidak bersifat statis, dan di masa mendatang masih perlu dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kemajuan teknologi keirigasian. Namun demikian, apa yang dimuat dalam standar ini sudah mencakup dan mencerminkan perkembangan konsepkonsep irigasi akhir-akhir ini.

(7)

Badan-badan lain yang mempunyai kepentingan dalam pembangunan irigasi dianjurkan untuk memakai standar ini juga.

Akhirnya, kami mengucapkan selamat atas terbitnya standar perencanaan irigasi ini, dan patut kiranya kita semua memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak atas sumbangan yang sangat besar bagi pengembangan standar ini.

Jakarta,1 Desember 1986

DIREKTUR JENDERAL PENGAIRAN

(8)

PENGANTAR

Standar Perencanaan Irigasi ini telah disiapkan dan disusun dalam 3 kelompok : 1. Kriteria Perencanaan

2. Gambar Bangunan Irigasi 3. Persyaratan Teknis

Kriteria Perencanaan terdiri atas 7 bagian, berisi instruksi, Standar dan prosedur bagi perencana dalam merencanakan irigasi teknis. Kriteria Perencanaan terdiri atas 7 buku berisikan kriteria perencanaan teknis untuk Perencanaan Irigasi (System Planning), Perencanaan Bangunan Irigasi Jaringan Utama dan Jaringan Tersier, Parameter Bangunan dan Standar Penggambaran.

Gambar Bangunan Irigasi terdiri atas 2 bagian, yaitu: Tipe Bangunan Irigasi, yang berisi kumpulan gambar-gambar contoh sebagai informasi dan memberikan gambaran bentuk dan model bangunan. Standar Bangunan Irigasi yang berisi kumpulan gambar-gambar bangunan yang telah distandardisasi dan langsung bisa dipakai. Untuk yang pertama, perencana masih harus melakukan usaha khusus berupa analisis, perhitungan dan penyesuaian dalam perencanaan teknis.

Persyaratan Teknis terdiri atas 4 bagian, berisi syarat-syarat teknis yang minimal harus dipenuhi dalam merencanakan pembangunan Irigasi. Tambahan persyaratan dimungkinkan tergantung keadaan setempat dan keperluannya.

Meskipun Standar Perencanaan Irigasi ini, dengan batasan-batasan dan syarat berlakunya seperti tertuang dalam tiap bagian buku, telah dibuat sedemikian sehingga siap pakai, untuk perekayasa yang belum memiliki banyak pengalaman, tetapi dalam penerapannya masih memerlukan kajian teknik dari pemakainya. Dengan demikian siapa pun yang akan menggunakan Standar ini tidak akan lepas dari tanggung jawabnya sebagai perencana dalam merencanakan bangunan irigasi yang aman dan memadai.

Setiap masalah di luar batasan-batasan dan syarat berlakunya Standar ini, harus dipecahkan dengan keahlian khusus dan/atau lewat konsultasi khusus dengan badan-badan yang ditugaskan melakukan pembinaan keirigasian, yaitu :

(9)

Semoga Standar Perencanaan Irigasi ini bisa bermanfaat dan memberikan sumbangan dalam pengembangan irigasi di Indonesia. Kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan ke arah kesempurnaan Standar ini.

Jakarta, 1 Desember 1986

(10)

DAFTAR ISI

Hal

1. PENDAHULUAN

1.1 Umum ... 1

1.2 Sistem SI ... 1

1.3 Persyaratan dan Kode Praktek... 1

2. BAHAN BANGUNAN 2.1 Persyaratan Bahan... 2

2.2 Sifat-sifat Bahan Bangunan... 2

2.2.1 Berat Volume... 2

2.3 Tanah 2.3.1 Sistem klasifikasi tanah menurut Unified Soil Classification System... 3

2.3.2 Stabilitas lereng... 6

2.3.3 Daya dukung tanah bawah untuk Pondasi... 11

2.3.4 Penurunan tanah dasar... 13

3. TEGANG RENCANA 3.1 Beban ... 14

3.1.1 Beban mati... 14

3.1.2 Beban hidup... 14

3.2 Tekanan Tanah dan Tekanan Lumpur ... 17

3.2.1 Tekanan tanah... 17

3.4 Beban akibat Gempa... 28

3.5 Kombinasi Pembebanan... 32

3.6 Tegangan Izin dan Faktor Keamanan... 33

3.6.1 Tegangan izin... 33

(11)

5. BETON

5.1 Klasifikasi ... 36

5.2 Sifat-sifat Beton... 38

5.3 Tulangan ... 38

5.4 Analisis Kekuatan Batas Beton Bertulang... 39

5.4.1 Notasi ... 39

5.4.2 Penggunaan grafik untuk perencanaan... 41

5.4.3 Batasan ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN 1 ... 53

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Uraian hal

2.1 Kurve-kurve Taylor untuk stabilitas tanggul

(dari Capper, 1976)... 7

2.2 Metode irisan untuk perhitungan stabilitas Lereng... 8

2.3 Faktor-faktor daya dukung: beban garis dekat permukaan (dari Capper, 1976)... 10

2.4 Potongan tanah... 13

3.1 Muatan Bina Marga untuk BM 100 (muatan T)... 15

3.2 Muatan “D” Bina Marga untuk BM 100... 16

3.3 Tegangan samping aktif dan pasif, cara pemecahan Rankine: (a) aktif (b) pasif... 18

3.4 Tekanan aktif (a) dan pasif (b) menurut Rankine... 19

3.5 Tekanan air pada dinding tegak... 21

3.6 Gaya tekan ke atas... 22

3.7 Tekanan hidrodinamik... 22

3.8 Jalur rembesan antara bangunan dan Tanah di sekitarnya... 24

3.9 Konstruksi jaringan aliran menggunakan Analog listrik... 25

3.10 Gaya tekan ke atas pada pondasi bendung... 26

3.11 Metode angka rembesan Lane... 27

3.12 Daerah-daerah Gempa di Indonesia (Barat)... 29

3.13 Daerah-daerah Gempa di Indonesia (Tengah)... 30

3.14 Daerah-daerah Gempa di Indonesia (Timur)... 31

4.1 Blok-blok batu candi... 35

(13)

potongan baja bertulang... 45

DAFTAR TABEL

Tabel Uraian hal 2.1 Berat volume massa ()... 3

2.2 Klasifikasi tanah sistem kelompok... 5

2.3 Standar saringan A.S... 6

2.4 Metode Bishop – memasukkan perhitungan ke Dalam bentuk tabel (Capper, 1976)... 10

2.5 Bentuk telapak pondasi... 11

2.6 Harga-harga perkiraan daya dukung izin (disadur dari British Standard Code of... 12

Practice CP 2004) 2.7 Modulus kemampatan... 13

3.1 Muatan “T”... 15

3.2 Muatan “D”... 16

3.3 Koefisien kejut... 17

3.4 Harga-harga koefisien tegangan aktif Ka untuk dinding miring kasar dengan permukaan tanah datar/horisontal... 19

3.5 Harga-harga koefisien tegangan pasif Kp Untuk dinding miring kasar dengan permukaan Tanah datar... 19

3.6 Harga-harga  dan c... 20

3.7 Harga-harga minimum angka rembesan Lane (C1)... 28

3.8 Koefisien jenis tanah... 28

3.9 Periode ulang dan percepatan dasar gempa ac... 32

3.10 Kombinasi pembebanan (PUBI 1982)... 32

3.11 Faktor keamanan Mt/Mg  Fg *) terhadap guling... 33

(14)

5.5 Transformasi untuk daerah tekan segi empat

Ekuivalen potongan flens... 40 5.6 Indeks baja tarik minimum qmin... 46

DAFTAR TABEL

Tabel Uraian hal

5.7 Indeks lengan dalam maksimum u max... 46 5.8 Indeks gaya tarik minimum... 47 5.9 Faktor tulangan maksimum untuk balok... 47 5.10 Faktor tulangan maksimum untuk bangunan yang

Memakai gaya-gaya samping... 48 5.11 Lebar minimum balok (dlm cm) untuk 3 sampai 7

Batang tulangan dalam satu deret untuk penutup

Beton 2 cm dan begel berdiameter 8 mm... 48 5.12 data-data tulangan... 49 5.13 Luas batang tulangan dalam cm2 untuk

Lebar pelat 100 cm... 50

A.2.1 Momen lembam dan momen tahan (section

(15)
(16)

1. PENDAHULUAN

1.1 Umum

Kriteria Perencanaan Bagian Parameter Bangunan ini merupakan bagian dari Standar Perencanaan Irigasi dari Direktorat Jenderal Pengairan. Standar Kriteria Perencanaan terdiri dari buku-buku berikut :

KP - 01 Perencanaan Jaringan Irigasi KP - 02 Bangunan Utama

KP - 03 Saluran KP - 04 Bangunan KP - 05 Petak Tersier

KP - 06 Parameter Bangunan KP - 07 Standar Penggambaran.

Kriteria Perencanaan ini ditunjang dengan :

- Gambar-gambar Standar Perencanaan,

- Persyaratan untuk Pengukuran, Penyelidikan dan Perencanaan,

- Buku Petunjuk Perencanaan.

Kriteria Perencanaan ini memberikan data-data dasar dan daftar standar-standar yang bisa diterapkan di Indonesia yang diperlukan untuk peren-canaan dan perhitungan bangunan di suatu jaringan irigasi.

1.2 Sistem SI

Seluruh satuan yang digunakan dalam laporan ini mengikuti Sistem International SI (Systeme International d”Unites). Agar lebih mudah digunakan oleh para perekayasa yang sudah terbiasa dengan sistem lama, satuan-satuan dan harga-harga tertentu akan diberi persamaan/keterangan menurut sistem lama. Dalam Lampiran 1 diberikan sebuah tabel yang menunjukkan hubungan antara satuan-satuan ukuran SI Metrik dan Inggris.

1.3 Persyaratan dan Kode Praktek

(17)

digunakan-2. BARANG BANGUNAN

2.1 Persyaratan Bahan

Bahan-bahan bangunan yang cocok sudah diterangkan dengan jelas dalam bentuk persyaratan-persyaratan. Di bawah ini diberikan daf tarnya :

1. PUBI-1982 Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia. PUBI-1982 memberikan persyaratan untuk 115 macam bahan bangunan.

2. NI-2 atau PBI 1971 Peraturan Beton Bertulang Indonesia. Bagian-bagian dari PBI-1971 memberikan persyaratan bahan-bahan yang di-pakai untuk produksi beton dan tulangan, seperti semen, agregat, zat tambahan (admixtures), air dan baja tulangan.

3. NI-7 Syarat-syarat untuk Kapur.

4. NI-20 Peraturan Tras dan Semen Merah. 5. NI-8 Peraturan Semen Portland.

6. NI-1 Bata Merah sebagai Bahan Bangunan.

7. NI-5 atau PKKI-1961 Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 8. NI-13 Peraturan Batu Belah.

9. SII Standar Industri Indonesia, adalah standar untuk berbagai bahan yang tersedia di pasaran Indonesia.

2-2 Sifat-sifat Bahan Bangunan

Untuk tujuan Kriteria Perencanaan, dalam pasal-pasal berikut ini akar, dijelaskan sifat-sifat khusus beberapa jenis bahan penting yang dipakai di dalam konstruksi jaringan irigasi.

2.2.1 Berat volume

Berat volume yang akan digunakan untuk perhitungan perencanaan diberikan pada Tabel 21 Berat volume dalam tabel ini adalah menurut PPI-1983 atau NI-18 (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung). Berat volume ך (kN/m3) adalah berat

(18)

2.3 Tanah

2.3.1 Sistem klasifikasi tanah menurut Unified Soil Classification System

Unified Soil Classification System diperkenalkan oleh US Soil Conservation Service (Dinar Konservasi Tanah di A.S.} Sistem ini digunakan untuk mengklasifikasi tanah untuk tujuan-tujuan teknik. Sistem ini didasarkan pada identifikasi tanah menurut ukuran partikel, gradasi, indeks plastisitas dan batas cair. Gradasi dan ukuran partikel ditentukan dengan analisis saringan (ayak). Batas-batas cair dan plastis ditentukan melalui pengujian di laboratorium dengan menggunakan metode-metode standar.

Sistem ini memiliki ciri-ciri yang menonjol, yakni :

(19)

- Andai Sifat-sifat teknik yang diperoleh dari Sistem ini sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Tabel 22 menyajikan klasifikasi tanah menurut Sistem ini, sebagaimana disadur oleh US Bureau of Reclamation, US Corps of Engineers dan US Soil Conservation Service.

Klasifikasi tanah menurut Sistem 'Kelompok (Unified System), yang didasarkan pada fraksi bahan minus 3 inci (76 mm), menggunakan huruf-huruf sebagai simbol sifat-sifat tanah seperti ditunjukkan di bawah ini.

Kerikil - G Lempung - C Organik - O

Pasir - S Lanau - M Gambut - Pt

(20)
(21)

Tanah yang memiliki sifat-sifat teknik serupa menurut sifat perilakunya dijadikan satu kelompok. Masing-masing kelompok dilukiskan dengan dua dari sifat-sifat (karakteristik) di atas. Sifat teknik yang paling penting dari kelompok ini dicantumkan pads urutan pertama pads daftar, kemudian sifat terpenting berikutnya di tempat kedua.

Ukuran-ukuran saringan A.S. (Amerika Serikat) dipakai untuk memisahkan kelompok-kelompok bahan dari kelompok baku lainnya. Jenis-jenis saringan penting beserta ukuran lubangnya adalah:

2.3.2 Stabilitas lereng

Untuk pedoman pendahuluan perencanaan kemiringan tanggul dapat dipakai Bilangan Stabilitas Taylor. Untuk kemiringan-kemiringan yang lebih penting dibutuhkan analisis yang lebih lengkap, yaitu dengan metode Irisan Bishop (Bishop method of slices).

Gambar 21 menyajikan kurve Taylor, di mana bilangan Stabilitas N adalah jumlah tak berdimensi dan sama dengan :

dimana :

c = faktor kohesi, kN/m2

F = faktor keamanan (=1,2) ך = berat volume, kN/m3

(22)

Gambar 21 menunjukkan Bilangan Stabilitas sebagai fungsi kemiringan (i) tanggul, sudut gesekan ς dan faktor kedalaman untuk tanah dengan ς yang rendah.

Tanggul yang dipakai di proyek irigasi tidak harus direncana untuk (tahan) gempa karena tinggi dan ukurannya tidak menuntut persyaratan ini.

Metode Irisan Bishop

Cara yang lebih tepat untuk menentukan lereng tanggul adalah dengan menyelidiki keseimbangan massa tanah yang cenderung slip di sepanjang lengkung permukaan bidang patahan (lingkaran slip). Dengan cara mengadakan beberapa penyelidikan terhadap kemungkinan adanya permukaan patahan, maka permukaan slip yang paling berbahaya bisa ditemukan, yaitu permukaan yang faktor keamanannya mempunyai harga terendah.

(23)

Masing-masing irisan pada Gambar 2.2 (a), dengan tinggi h dan lebar b adalah seimbang terhadap bekerjanya kelima gaga yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 (b}.

Gaya-gaya yang dimaksud ialah : (i) berat irisan, W = ך h cos ;

di mana :

W = berat irisan, kN

ך = berat volume tanah, kN/m3

h = tinggi irisan, m

 = lebar irisan, m ( = b/cos = b sec )

 = sudut antara permukaan horisontal dan permukaan

slip

(ii) reaksi normal N pada permukaan slip, yang terdiri dari reaksi antar butir N' ditambah dengan gaya U akibat tekanan pori,

(24)

di mana :

c' =tegangan kohesif efektif, kN/m2

=lebar irisan, m

N’ =tegangan normal efektif pads muka slip, kN/m2

F =faktor keamanan.

' =sudut efektif gesekan dalam

(iv) dan (v) reaksi antar irisan En dan En + 1

Dalam metode Bishop, gaya-gaya antar irisan dianggap sebagi horisontal dan konon kesalahan yang ditimbulkan oleh asumsi sederhana ini tidak akan lebih dari satu persen.

Untuk sembarang irisan, dengan menguraikan gaya itu secara vertikal,

W = N cos  + T sin  ….. (23)

dan

T = s / F .… (2.4)

di mana :

s = tegangan geser, kN/m2

t = lebar irisan, m F = faktor keamanan.

(25)
(26)

2.3.3 Daya dukung tanah bawah untuk pondasi

Daya dukung dapat dicari dari rumus berikut (dari Terzaghi) :

qu =  c Nc + ך z Nq + b ך B Nך (210) ..…

di mana :

qu = daya dukung batas, kN/m2

c = kohesi, tegangan kohesif, kN/m2

Nc, Nq dan Nך, adalah faktor-faktor daya dukung tak berdimensi

diberikan pada Gambar 2.3 ך = berat volume tanah, kN/m3

B = lebar telapak pondasi, m

 dan  faktor tak berdimensi, diberikan pada Tabel 2.5 z = kedalaman pondasi di bawah permukaan, m.

Besarnya daya dukung izin bisa dicari dari :

di mana :

qa = daya dukung izin, kN/m2

qu = daya dukung batas, kN/m2

F = faktor keamanan (2 sampai 3) ך = berat volume tanah, kN/m3

z = kedalaman pondasi di bawah permukaan tanah, m.

(27)
(28)

Penurunan dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus logaritmik Terzaghi berikut :

h  k +  k

z = ---- * 1n --- k

di mana:

z = penurunan, m

11 = tebal lapisan yang dapat dimampatkan (dipadatkan), m C = modulus kemampatan tak berdimensi

ak = tegangan butiran awal di tengah lapisan, kN/m2

 k= tambahan tegangan butir akibat beban di permukaan,

(29)

3.1 Beban

3.1.1 Beban mati

Beban mati terdiri dari : a) berat bangunan

b) seluruh beban tetap/permanen pada bangunan.

Untuk berat volume dapat dipakai angka-angka pada Tabel 2.1

3.1.2 Beban hidup

Beban hidup adalah beban yang tidak akan bekerja terus-menerus pada konstruksi. Dalam perhitungan sebaiknya dipakai kemungkinan pembebanan yang paling tidak menguntungkan (unfavourable}. Beban hidup terdiri dari (a) beban kendaraan dan (b) orang, hewan.

(a) Beban Kendaraan

Untuk pembebanan oleh kendaraan, akan diikuti persyaratan yang ditentukan dari Bina Marga (Peraturan Muatan untuk Jembatan Jalan Raya, No. 12/1970).

Pembebanan untuk kelas-kelas ini adalah sebagai berikut :

Kelas I BM 100 (= 100% dari muatan T dan D menurut Peraturan Muatan untuk Jembatan Jalan Raya No. 12/1970 Bina Marga),

(30)
(31)

termasuk kelas II atau III. Jalan-jalan kecil seperti jalan petani dan jalan setapak, tidak termasuk ke dalam klasifikasi ini.

(32)

Koefisien kejut pada-.bangunan yang terpendam bergantung kepada kedalaman tanah yang menutupnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 33.

(b) Beban orang/hewan

Beban orang/hewan diambil sebagai 500 kgf/m2 untuk

bangunan sebagai beban menerus. Untuk beban terpusat (point loading), diambil 80 kgf untuk orang dan harga yang sesuai untuk hewan.

3.2 Tekanan Tanah dan Tekanan Lumpur

(33)

pasif adalah :

gaga tekan : Ea = ½ Ka ך H12 - 2 c H1 K a ….. (3.2 )

(active thrust)

tahanan pasif : Ep = ½ Kp ך H22 + 2 c H2 K p ….. (3.3)

di mana :

Ea = tekanan aktif, kN/m

Ep = tahanan pasif, kN/m

Ka = koefisien tegangan aktif (lihat Tabel 3.4)

Kp = koefisien tegangan pasif (lihat Tabel 3-5)

ך = berat volume tanah, kN/m3

H1 = tinggi tanah untuk tekanan aktif, m

H2 = tinggi tanah untuk tekanan pasif, m

(34)
(35)

 = kemiringan bagian belakang dinding

 = sudut gesekan antara tanah dan dinding

 = sudut geser dalam.

Beberapa harga untuk berbagai jenis tanah diberikan pada Tabel 3.6 berikut untuk dipakai sebagai contoh saja. Harga-harga yang sesungguhnya harus diperoleh dari lapangan dan laboratorium.

3.2.2 Tekanan lumpur

Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau terhadap pintu dapat dihitung sebagai berikut :

di mana:

Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur

yang bekerja secara horisontal ך s = berat lumpur, kN/m

h = dalamnya lumpur, m

(36)

G di mana:

ך s = berat volume keying tanah  16 kN/m3 (= 1600 kfg/m3)

G = berat jenis butir = 2,65

menghasilkan ך s = 10 kN/m3 (= 1000 kgf/m3)

Sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30o untuk kebanyakan

hal, menghasilkan :

Ps = 1,67 h2 ….. (3-6)

3.3 Tekanan Air

3.3.1 Tekanan hidrostatik

Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air dan sama dengan :

PH = ך w z …. (3.7)

di mana :

PH = tekanan hidrostatik, kN/m2

ך w = berat volume air, kN/m3 ( 10)

z = jarak dari permukaan air bebas, m.

(37)

3.3.2 Tekanan hidrodinamik

Harga pasti untuk gaya hidrodinamik jarang diperlukan karena pengaruhnya kecil saja pada jenis bangunan yang digunakan di jaringan irigasi. Prinsip gaya hidrodinamik adalah bahwa jika kecepatan datang (approach velocity) cukup tinggi dan oleh sebab itu tinggi energi besar, maka akan terdapat tekanan yang makin besar pada bagian-bagian dinding (lihat Gambar 3.7).

3.3.3 Rembesan

Rembesan atau, perkolasi air melalui tanah di sekitar bangunan diakibatkan oleh beda tinggi energi pada bangunan itu.

(38)

(a) tekanan ke atas (statik)

(b) erosi bawah tanah/piping (konsentrasi aliran yang mengakibatkan kehilangan bahan)

(c) tekanan aliran (dinamik).

Rembesan dapat membahayakan stabilitas bangunan.

a. Gaya tekan ke atas

Gaya tekan ke atas pada tanah bawah dapat ditemukan dengan membuat jaringan aliran (flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka rembesan (weighted creep theory)

a.l Jaringan aliran

Jaringan aliran dapat dibuat dengan: (1) plot dengan tangan

(2) analog listrik atau

(3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer.

(39)
(40)

kelulusan tanah dan aliran listrik dengan kecepatan air (lihat Gambar 39). Biasanya plot dengan Langan yang dilakukan dengan seksama akan cukup memadai.

a.2 Teori angka rembesan Lane

Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang vertikal.

Ini dapat dipekai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bangunan dengan cars membagi beds tinggi ener&i pada bangunan sesuai dengan panjang relatif di sepanjang pondasi (lihat Gambar 3.10).

Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang dasar bangunan dapat dirumuskan

L = panjang total bidang kontak bangunan dan tanah bawah, m

Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu sampai x,

m

H = beda tinggi energi, m

(41)

menurut cara Lane, bergantung kepada arah bidang tersebu.

Bidang yang membentuk sudut 45° atau lebih terhadap bidang horisontal, dianggap vertikal.

b. Stabilitas terhadap erosi bawah tanah (piping)

Bangunan-bangunan yang harus mengatasi beda tinggi muka air hendaknya dicek stabilitasnya terhadap erosi bawah tanah dan bahaya runtuh akibat naiknya dasar galian (heave) atau rekahnya pangkal hilir bangunan.

Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dicek dengan jalan membuat jaringan aliran/flownet (lihat pasal 3.3.3.a.1) dan dengan beberapa metode empiris, seperti :

(42)

Lane (weighted creep ratio method), adalah cara yang dianjurkan untuk mencek bangunan guna mengetahui adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai. Untuk bangunan-bangunan yang relatif kecil, metode-metode lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit.

Metode Lane diilustrasikan pada Gambar 3.1.0 dan memanfaatkan Tabel 6.5. Metode ini membandingkan panjang jalur rembesan di bawah bangunan di sepanjang bidang bangunan tanah bawah dengan beda tinggi muka air antara kedua sisi bangunan.

Di sepanjang jalur perkolasi ini, kemiringan yang lebih curam dari 45° dianggap vertikal dan yang kurang dari 45° dianggap horisontal. Jalur vertikal dianggap memiliki daya tahan terhadap aliran 3 kali lebih kuat daripada jalur horisontal. Oleh karena itu, rumusnya adalah :

 Lv + 1/3 Lh

CL = --- …… (3.9) H

di mana :

CL = Angka rembesan Lane (lihat Tabel 3.7)  Lv = jumlah panjang vertikal, m

E LH = jumlah panjang horisontal, m

(43)

3.4 Beban akibat Gempa

Faktor-faktor beban akibat gempa yang akan digunakan dalam perencanaan bangunan-bangunan pengairan diberikan dalam bentuk peta yang diterbitkan oleh DPMA dalam tahun 1981 dengan judul : Peta Zona Seismik untuk Perencanaan Bangunan Air Tahan Gempa". Peta tersebut direproduksi lagi seperti tampak pada Gambar 3.12, 3.13 dan 3.14. Pada peta itu pulau-pulau di Indonesia dibagi menjadi 5 daerah dengan parameter gempa yang berbeda-beda.

Koefisien gempa dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

ad = n (ac * z)m

,

….. (3.10)

ad

E = --- ….. (3.11)

g di mana :

ad = percepatan gempa rencana, cm/dt2

n, m = koefisien untuk jenis tanah (lihat Tabel 3.8)

ac = percepatan kejut dasar, cm/dt2 (untuk harga per periode ulang lihat Tabel-3.9).

E = koefisien gempa

g = percepatan gravitasi, cm/dt2 ( 980)

(44)
(45)
(46)
(47)

Faktor gempa E yang dicari dari rumus dan peta di atas dipakai dalam perhitungan stabilitas di mana faktor itu harus dikalikan dengan berat sendiri bangunan dan dipakai sebagai gaya horisontal.

3.5 Kombinasi Pembebanan

Tabel 3.10 menunjukkan kombinasi pembebanan dan kenaikan dalam tegangan izin rencana.

Dalam Table 3.10 : M = Beban mati H = Beban hidup K = Beban kejut T = Beban tanah

(48)

3.6 Tegangan Izin dan Faktor Keamanan

3.6.1 Tegangan izin

Tegangan izin untuk beton (bertulang} baja dan kayu diuraikan dalam standar persyaratan di bawah ini :

(1) PBI-1971 (NI-2) Peraturan Beton Bertulang Indonesia

(2) VOSB-1963 Peraturan-peraturan Perencanaan Bangunan Konstruksi Baja dan PPBBI-1983 Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (Jembatan dan Bangunan)

(3) PKKI-1961 (NI-5) Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia.

Untuk pasangan, tegangan-tegangan izin adalah :

- pasangan batu  d = 7 N/mm2 (= 7 kgf/cm2) - pasangan bata merah  d = 2,5 N/mm2 (=25 kgf/cm2) - tidak boleh ada tegangan tarik pada bangunan dari pasangan.

3.6.2 Faktor keamanan

(a) Harga-harga faktor keamanan terhadap bahaya guling (overturning) diberikan pada Tabel 3.11 untuk berbagai kombinasi pembebanan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.10.

(49)

(c) Faktor keamanan terhadap gaya tekan ke atas sebaiknya diambil antara 1,1 dan 1,5.

4. PASANGAN BATU DAN BATA MERAH

4.1 Umum

Pasangan, khususnya pasangan batu, sering dipakai untuk pembuatan bangunan-bangunan irigasi dan pembuang. Bahan-bahan ini mempunyai kelebihan-kelebihan penting dibandingkan dengan bahan-bahan lain, misalnya :

- awet

- konstruksi sederhana, dapat dikerjakan oleh para pekerja setengah-setengah terampil

- para kontraktor telah terbiasa dengan penggunaan bahan ini - murah jika batu bisa didapat di tempat konstruksi.

Dalam bagian-bagian berikut akan diberikan spesifikasi pokok bahan tersebut.

4.2 Batu

Pasangan yang dipakai untuk bangunan-bangunan irigasi terutama dibuat dari batu kali atau batu galian dan kadang-kadang batu koral. Bata merah dipakai di daerah-daerah di mana jarang terdapat batu alamiah, sedangkan bata merah mudah didapat. Bata merah juga mungkin dipakai untuk membuat bangunan-bangunan kecil di petak-petak tersier di mana pasangan bata merah akan lebih cocok untuk ukuran konstruksi yang diperlukan. Standar yang dapat diterapkan untuk bahan-bahan ini adalah

(50)

Harga kekuatan tekan batu alamiah yang akan digunakan untuk pasangan batu menurut PUBI-1982 adalah 80-150 N/mm2 (800 -1500 kgf/cm2

)

. Kekuatan rata-rata bata merah adalah 2,5 - 25 N/mm2 (25 - 250 kgf/cm2) untuk bata merah kelas 25 sampai 250.

Ada tipe khusus pasangan batu, yakni pasangan dari batu candi yang pada pokoknya berupa batu-batu pecahan yang dipasang rapat untuk meng-hasilkan permukaan yang awet dan tahan gerusan (abrasi). Tipe pasangan ini dipakai sebagai lapisan permukaan untuk bendung pelimpah dan bangunan-bangunan lain yang terkena aliran cepat yang mengangkut sedimen kasar.

Gambar 41 menunjukkan blok-blok batu yang dipakai untuk batu candi

Gambar 4.1 Blok-blok batu candi

Jenis-jenis batu yang dipakai sebagai bahan untuk membuat batu candi ialah : andesit, basal, dasit, diabase, diorit, gabro, granit dan grano-diorit.

4.3 Mortel

Ada berbagai mortelIadukan yang dipakai untuk pekerjaan pasangan, yakni :

(51)

(b) Untuk pasangan batu yang lain :

- 1 semen : 2 pasir untuk konstruksi berkekuatan tinggi;

- 1 semen : 3 pasir untuk mortel yang terkena kontak langsung dengan aliran air, dan

- 1 semen : 4 pasir untuk pondasi dan bagian-bagian yang tidak terkena kontak dengan aliran air.

Untuk konstruksi-konstruksi yang terkena kontak dengan air laut, semen yang dipakai hendaknya semen Portland kelas V yang tahan sulfat.

5. BETON

5.1 Klasifikasi

Beton harus dipakai dan direncana sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia, PBI-1971 atau

NI-2. PBI-1971 memakai klasifikasi beton seperti yang diberikan pada Tabel 5.1.

Beton dengan mutu B 0 dipakai untuk pengedapan (blinding) dan lantai kerja. Campurannya harus paling tidak 1 semen : 8 agregat (kerikil dan pasir dicampur).

(52)
(53)

pat/lapangan dan campurannya harus sesuai dengan persyaratan yang diberikan dalam PBI-1971.

K 225 dipakai untuk bagian-bagian yang berkekuatan tinggi seperti bangunan atas jembatan atau pipa-pipa pracetak. campurannya sesuai dengan ketentuan dalam PBI-1971.

5.2 Sifat-sifat Beton

Tegangan-tegangan izin untuk berbagai mutu beton dan tipe pembebasan diberikan pada Tabel 5.2

Modulus elastisitas untuk semua kelas beton adalah 1,4 * 104 N/mm2 (1,4 = 105 kgf/cm2), sedangkan koefisien ekspansi linier adalah: 1,1 * 10-5/oC

5.3 Tulangan

Penutup beton sebaiknya diambil seperti yang diberikan pada Tabel 5.4.

Di lingkungan yang korosif, misalnya bangunan-bangunan yang kena kontak langsung dengan air laut, air alkali atau tanah, harga-harga dari Tabel 5.4 sebaiknya ditambah dengan 10 mm.

(54)

Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PB1-1971) memperbolehkan penggunaan metode kekuatan batas untuk perencanaan beton bertulang. Karena mengacu kepada perencanaan yang lebih ekonomis, metode ini lebih sesuai daripada metode-n elastik konvensional.

Untuk tujuan-tujuan perencanaan, di sini direproduksi beberapa tabel dan grafik dari sebuah artikel yang ditulis oleh Wiratman Wangsadinata, "Ultimate Strength Analysis of Reinforced Concrete Sections” yang diterbitkan dalam Insinyur Indonesia, 1972 No. 1/3 & 4/6 untuk jenis bangunan yang dipakai di jaringan irigasi.

5.4.1 Notasi

Dalam Gambar 5.1 dan 5.2 ditunjukkan notasi-notasi yang akan digunakan pada Tabel dan Grafik bagian ini.

(55)

Untuk yu > 1,25 t dan bm/bo  5 dapat digunakan Tabel 5.5 untuk

memperkirakan lebar ekuivalen. Untuk menggunakan tabel tersebut kita memperkirakan u guna memperoleh b sampai  untuk harga-harga t/h

(56)

5.4.2 Penggunaan grafik untuk perencanaan

Dengan mempertimbangkan batas-batas yang diberikan pada pasal 5.4.3, penggunaan grafik pada Gambar 5.4 dapat diringkas sebagai berikut :

Perencanaan :

(57)

(ductility requirements) atau harga momen lawan. Masukkan harga-harga q dan u

.

Untuk lentur murni hitunglah baja tarik secara langsung dari

Sedangkan untuk lentur dengan gaya normal, hitunglah i dahulu dari :

dan selanjutnya baja tarik dari :

Untuk lentur dengan gaya tekan normal, potongan itu pada akhirnya harus dicek apakah dengan tulangan yang diperoleh, keluluhan (failure) itu benar-benar dikontrol oleh tarikan, dengan menggunakan :

(58)

Bukannya menggunakan metode-i yang mulai dengan

Persamaan

sekarang harus dipakai untuk mencek tipe dari keluluhan. Jika potongan flens dipertimbangkan, maka andaikan dahulu u < 1,25

t/h dan anggaplah potongan tersebut sebagai potongan segi empat dengan lebar bm. Cek apakah dari bagan itu u  1,25 t/h untuk Cu

dan  yang sudah diketahui Jika demikian analisis dapat

dilanjutkan; jika tidak, perkirakan u untuk mendapatkan  dari

Tabel 5.5 untuk t/h dan bm/bo yang sudah diketahui. Selanjutnya, anggap potongan tersebut sebagai potongan segi empat dengan

b =  bm …. (515)

Dari bagan ceklah kebenaran harga perkiraan u untuk Cu dan 

yang sudah diketahui Kalau uu sudah sesuai dengan harga yang diperkirakan, maka analisis bisa dilanjutkan; jika tidak, prosedur itu harus diulangi lagi dengan harga u yang sudah dikoreksi.

Pengecekan

(59)

yang didapat harus sesuai dengan harga perkiraan, kalau tidak, maka prosedur harus diulangi lagi mulai dengan harga u yang sudah dikoreksi. Kapasitas batas momen didapat dari Persamaan (5.1) atau Persamaan (5.4) untuk lentur murni dan dari Persamaan (5.2) atau Persamaan (5.7) untuk lentur dengan gaya normal. Untuk lentur dengan gaya tekan normal, harus dicek apakah keluluhan benar-benar di kontrol oleh tarikan dengan menggunakan Persamaan (5.10) Bila untuk lentur dengan gaya tekan normal tulangannya simetris, maka harus dipakai Persamaan (5.14) untuk mencek tipe dari keluluhan. Dalam hal ini dianjurkan untuk secara langsung menghitung kapasitas momen batas dari Persamaan (5.11) dan Persamaan (5.12), ini lebih baik daripada menggunakan metode-i yang mulai dengan Persamaan (5.13} Jika dipertimbangkan suatu potongan flens, maka harus diikuti prosedur yang sama seperti untuk perencanaan.

5.4.3 Batasan

Tabel 5.6 dan 5.7 memberikan indeks baja tarik minimum qmin dan lengan dalam maksimum u maks

.

(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)

DAFTAR PUSTAKA

Capper,P.L. & Cassie,W.F, The Mechanics of Engineering Soils, EA F.N. Spon Ltd, London, 1976.

Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Buku Pedoman Perencanaan untuk Struktur Bcton Bertulang Biasa dan Struktur Tembok Bertulang untuk Gedung, 1983,

Djoko Untung Soedarsonojr, Konstruksi Jalan Raya, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta, 1984.

Nasroen Rivai,M,Ir, Kayu sebagai bahan bangunan, Yayasan. Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung, 1979.

NI-2 (PBI-1971}, Peraturan Bcton Bertulang Indonesia, (Specifications for reinforced concrete}

NI-5 (PKKI-1961, Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, (Specifications for timber construction}

NI-7, Syarat-syarat untuk kapur, (Specifications for lime}

N148 Peraturan semen portland, (Specifications for Portland cement}

NI-10, Bata mcrah- sebagai bahan bangunan, (Brick as construction material~

NI-13, Peraturan batu belah,(Specifications for stones}

NI-18 (PPI-19831 Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, (Indonesian loading specifications for buildings

NI-20, Peraturan tras & semen merah, (Specifications for trans and red cement

PPBBI-1983, Peraturan-peraturan perencanaan bangunan baja Indoensia, (Specifications fpr the design of steel building structures).

(67)

VOSB-1963, Peraturan-peraturan untuk merencanakan jembatan konstruksi baja. Wiratman Wangsadinatajr, Ultimate Strength Analysis of Reinforced Concrete Sections, Insinyur Indonesia, 1972 No. 113 & 4/6.

Wiratman Wangsadinatajr, Keamanan Konstruksi dalam Perhitungan Beton (sehubungan dengan peraturan beton bertulang Indonesia 1970), yayasan LPMB, Bandung, 1984.

Wiratman Wangsadinata,Ir, Perhitungan Lentur dengan cara "n" (disesuaikan kepada peraturan beton bertulang Indonesia 1971), Yayasan LPMB, Bandung, 1979.

(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)

Gambar

Gambar
Tabel
Gambar 21 menyajikan kurve Taylor, di mana bilangan StabilitasN adalah jumlah tak berdimensi dan sama dengan :
Gambar  21  menunjukkan  Bilangan  Stabilitas  sebagai  fungsikemiringan (i) tanggul, sudut gesekan ς dan faktor kedalamanuntuk tanah dengan ς yang rendah.
+7

Referensi

Dokumen terkait