• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEREMPUAN YANG TIDAK BOLEH DINIKAHI DALA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEREMPUAN YANG TIDAK BOLEH DINIKAHI DALA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan yang dalam istilah Agama adalah “NIKAH” ialah melakukan suatu aqad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara laki-laki dan wanita untuk menghalalkan kelaminnya antara kedua belah pihak1.

Oleh karena itu walaupun laki-laki bisa menikah dengan perempuan mana pun,tetapi disini ada pembatas yang bersifat larangan. Yaitu tidak boleh menikah dengan wanita-wanita yang memang diharamkan yang biasa disebut dengan Mahrom.

Mahrom ini bisa karna hubungan Nasab,hubungan sesusuan, dan hubungan karena perkawinan. Mahrom karena perkawinan yang dulunya keluarga wanita bisa untuk dinikahi tetapi karena setelah akad nikah sehingga keluarga atau saudara wanita tidak bisa untuk dinikahi. Selain itu juga bisa dikarenakan beda Agama yang bukan samawi.

Dalam mahram inilah kemudian juga menjalur menjadi hukum-hukum yang mana jika selain mahram mempunyai larangan-larangan, yang menjadi dampak mahram.

Didalam makalah inilah kami sebagai penulis akan mencoba menjelaskan untuk lebih jelasnya, meskipun mungkin banyak terjadi kesalahan.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian Mahram..?

2. Siapa saja perempuan-perempuan yang tidk boleh dinikahi..? 3. Bagai mana dampak hukum mahram..?

C. Tujuan Penulis

1. Untuk memenuhi Tugas Hukum Perkawinan Islam

2. Untuk mengetahi perempuan-perempuan yang harm untuk dinikahi dan dasar hukumnya

3. Untuk mengetahui Dampak Hukum Mahram

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Mahrom dan dasar hukum mahrom

Istilah mahram adalah istilah yang terdapat di dalam bab fiqih nikah. Berasal dari kata haram yang artinya tidak boleh atau terlarang. Dari asal kata ini kemudian terbentuk istilah mahram, yang pengertiannya wanita atau laki-laki yang haram untuk dinikahi. Atau bisa dikatakan Mahrom adalah wanita yang terlarang mengwaininya2.

(2)

Mahrom ini terbagi menjadi dua, yaitu Mahrom Muabad dan Ghoiru Muabbad. menurut istilah muabbad bermakna abadi, berkesinambungan, terus-terusan, un-limted atau mahrom yang tidak boleh dinikahi selama-lamanya. Dan makna ghairu muabbad adalah lawannya, yaitu untuk sementara waktu, temporal, limited dan terbatas waktunya atau orang yang tidak boleh dinikahi sementara waktu. Yang menjadi Dasar Hukumnya sebagaimana Alloh berfirman dalam Surat An Nisa : 22-24

“22- Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau(Jahiliyah). Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).

23- Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(3)

mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Firman Alloh yang diatas adalah perempuan-perempuan yang menjadi mahrom yang menurut Hukum Islam adalah orang yang tidak boleh dinikahi.

B. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi

Sebagaimana laki-laki maka perempuan adalah merupakan rukun dari perkawinan. Walaupun pada dasarnya tiap laki-laki boleh menikahi wanita mana saja namun demikian juga diberikan batasan-batasannya.

Pembatasan itu bersifat larangan. Sifat larangan itu karena berlainan Agama, Hubungan darah, hubungan susuan dan hubungan semenda. Larangan diatas itu berlaku untuk selama-lamanya, tetapi ada juga yang hanya sementara waktu.

Perempuan yang haram untuk di nikahi terdapat dua macam pembagian : 1. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk selama-lamanya

Perempuan yang haram dinikahi selama-lamanya terbagi menjadi tiga macam: a. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena nasab (keturunan)

Adalah :

1. Ibu, nenek (dari garis Ayah atau ibu) seterusnya keatas

2. Anak perempuan, cucu perempuan, seterusnya dalam garis lurus kebawah

3. Saudara perempuan kandung maupun saudara perempuan seayah maupun seibu

4. Bibi, yaitu saudara perempuan ayah maupun Ibu, sekandung seayah maupun seibu, seterusnya keatas, yaitu saudara kakek maupun nenek

5. Kemenakan perempuan, yaitu anak perempuan dari saudara laki-laki maupun saudara perempuan dan seterusnya kebawah3.

Adapun dari segi kaharaman perempuan-perempuan dengan nasab (keturunan), sungguh Alloh telah menetapkan bagi manusia atas fitrah yang menjauhkan diri memikirkan syahwat terhadap perempuan-perempuan yang diharamkannya. Termasuk hal yang mustahil secarah fitrah adalah orang yang merasakan syahwat dengan sejenis seperti terhadap Ibunya atau ia hendak berpikir untuk bersenang-senang dengan Ibunya, karena cinta kasih yang terjalin4.

b. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena semenda(ikatan pernikahan)

Adalah :

(4)

1. Mertua, adalah Ibu kandung si Istri demikian pula nenek si istri dari garis ibu maupun Ayah dan seterusnya keatas. Haram meikah dengan mertua dan seterusnya keatas, tidak di syaratkan telah terjadi persetubuhan antara suami-istri bersangkutan. Tetapi begitu akan nikah telah selesai dilaksanakan, maka Mertua dan seterusnya keatas menjadi Haram untuk di nikahi

2. Anak Tiri, dengan syarat telah terjadinya persetubuhan antara suami istri tersebut, jika kemungkina sebelum terjadi persetubuhan suami dan istri itu bercerai maka boleh untuk menikahi anak tirinya.

3. Menantu, yaitu istri-istri, cucu-cucunya demikian seterusnya kebawah tanpa syarat apapun

4. Ibu tiri, yaitu janda Ayah tanpa syarat pernah terjadi perseubuhan suami istri. Dengan terjadnya akad nikah antara Ayah dengan seorang perempuan menjadikannya haram nikah antara anak dengan ibu tirinya.

c. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena sepersusuan

Mengenai haram karena sepersusuan ini kedudukannya sama seperti haram karena keturunan. Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhori-muslim, Abu Daud, Nasai dan Ibnu Majahdari Aisyah RA yang menyatakan : “ Diharamkan karena hubungan sepersusuan adalah sama dengan haram karena hubungan darah/nasab”5.

Sesungguhnya seseorang yang menyusu dari perempuan maka sebagian fisiknya adalah bagian dari perempuan tersebut, karena ia tumbuh dari susunya maka ia menjadi seperti Ibu yang telah melahirkannya. Anak-anaknya menjadi saudara baginya, dan lain sebagainya.

Berdasarkan pada Hadis Nabi Tersebut, maka yang termasuk Mahram (Haram untuk dinikahi) karena sepersusuan itu ialah :

a) Ibu Susuan yaitu Ibu yang menyusui anak itu

b) Nenek Susuan yaitu Ibu dari susuan dan Ibu dari Ayah susuan dan seterusnya keatas

c) Kemenakan perempuan susuan, yaitu cucu-cucu dai ibu susuan d) Bibi susuan yaitu saudara perempuan dari Ibu susuan maupun

saudara perempuan dari Ayah susuan, dan sterusnya keatas

e) Saudara perempuan sesusuan, baik sekandung, seayah maupun seibu. Saudara perempuan sesusuan sekandung ialah saudara perempuan dari Ibu sesusuan dan Ayah sesusuan. Sedangkan

(5)

saudara sesusuan seayah ialah anak-anak perempuan ayah susuan dengan wanita lain. Saudara perempuan sesusuan seibu ialah anak perempuan ibu susuan dengan laki-laki lain.

Beberapa Ulama memberikan penjelasan-penjelasan dan pembatasan mengenai larangan waktunya menyusu dan berapa kali menyusu serta berapa banyak air susu ibu setiap kali menyusu itu, baru berakibat menjadikan orang-orang bersangkutan menjadi saudara sesusuan karena Hukum.

Dilihat dari segi waktunya terjadinya penyusuan, para ahli-ahli Agama sepakat, bahwa saat itu haruslah selagi umur sibayi masih menjadikan air susu ibunya atau wanita lain menjadi sumber makanan pokok untuk pertumbuhan jasmaninya. Selain itu seluruhnya harus dilakukan ketika sibayi belum disapih. Apabila ha itu dilakukan setelah masa disapih atau sebagian dilakukan sebelum masa itu sedang sebagian yang lain sesudahnya, maka perempuan itu dianggap bukan ibu susuannya6. Tetapi dengan banyaknya bilangan berbeda-beda pendapat

Mengenai berapa bilangan susuan yang mengharamkan, ada beberapa pendapat yang dikemukakan, antara lain7:

a) Para

Ulama Madzhab Hanafi dan Maliki tidak memperhatikan bilangan, sedikit atau banyak, asalkan benar-benar menyusui kenyang menyebabkan Haram untuk dinikahi

b) Ima

m Syafi’i membatasi paling sedikit lima susuan kenyang.

Disini kita harus tahu bahwa kerabat anak ini (selain anak keturunannya) tidak ada hubungan apa pun dengan perempuan penyusu itu, karenanya diperbolehkan bagi saudara senasab anak ini jika menikah dengan ibu yang menyusui atau saudara sesusuan. Tetapi keturunan anak ini otomatis menjadi cucu-cucu perempuan itu dengan suaminya (yang memiliki air susu).

d. Perempuan yang telah terkena sumpah Li’an (ketika sudah suami istri) Apabila seorang suami menuduh sang istri berbuat zina tanpa ada saksi yang cukup, maka sebagai gantinya suami mengucapkan persaksian kapada Alloh bahwa ia di pihak yang benar dalam tuduhannya itu sampai

6 M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah

Tangga. Risalah Gusti,1991. Hal 08

(6)

empat kali, dan kelimanya ia bersedia menerima laknat Alloh apabila ternyata ia berdusta dalam tuduhannya. Sedangkan istri yang dituduh akan bebas dari hukuman zina apabila ia menyatakan persaksian terhadap Alloh bahwa suaminya berdusta sampai empat kali, dan yang kelimanya bersedia menerima laknat Alloh apabila suaminya benar.

Sumpak laknat seperti di atas disebut sumpah li’an. Ketentuan mengenai ketentua sumpah li’an ini di cantumkan dakam Al-Qur’an Surah An Nur : 6-9.

Artinya :

“6. Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.

7. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta

8.Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk

orang-orang yang dusta.

9. dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar”.( An Nur : 6-9.)

Akibat dari diucapkannya sumpah li’an itu maka hubungan suami istri ini menjadi putus, dan diantara keduanya haram untuk menikah kembali (Rujuk) selamanya.

Dalam Undang-undang Perkawinan, larangan perkawinan ini atur dalam pasal 8. Ketentuan dalam pasal 8 itu telah sangat mendekati ketentuan-ketentuan larangan perkawinan dalam islam. Hanya mengenai larangan dengan anak tiri, yang menurut Hukum Perkawinan Islam ada syarat tertentu seperti yang telah diterangkan diatas tadi,

Bunyi pasal 8 8:

Perkawinan dilarang antara dua orang yang :

a. Berhubungan darah dalam geris keturunan lurus keatas dan kebawah b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara

saudara orang tua dan antara saudara dengan saudara neneknya

c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, ibu/bapak tiri d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, dan sudara

susuan dan bibi atau paman susuan

8 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal

(7)

e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang

f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.

Larangan-larangan perkawinan yang dirumuskan dalam pasal 8 tersebut diatas, adalah larangan-larangan perkawinan yang bersifatnya adalah untuk selama-lamanya.

2. Perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk sementara waktu

Mereka adalah perempuan yang sebab keharamannya suatu perkara yang dapat dihilangkan. Oleh karena itu, keharamannya masih ada selagi perkaranya masih ada Seperti perempuan musyrik atau menjadi istri orang lain. Perkara-perkara ini dapat hilang, jika telah hilang maka hilang pula keharamannya.

a. Mengumpulkan dua orang perempuan yang masih saudara, baik saudara kandung maupun saudara seayah atau saudar siIbu maupun saudara sepersusuan. Kecuali secara bergantian9. Misalnya, kawin dengan kakaknya kemudian dicerai, dan diganti dengan mengambil adiknya, atau salah satu meninggal, kemudian menggambil yang satunya lagi sebagai istri. Ketentuan mengenai larangan ini terdapat dalam :

1) Firman Alloh :

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu...dan wanita yang bersaudara, kecuali apa yang telah terdahulu...(QS. An Nisa :23)

2) Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhori-Muslim, dari Abu Hurairah bahwa “Dilarang mengumpulkan (sebagai istri)antara seorang wanita dengan saudara ayahnya yang perempuan, dan dengan saorang wanitadengan saudara ibunya yang perempuan” Adapun sebabnya mengapa dilarang mengumpulkan dua orang perempuan yang masih saudara adalah supaya hubungan darah tidak putus.

b. Perempuan yang terpelihara, yaitu perempuan yang masih bersuami, tetapi jika ia dicerai oleh suaminya atau ditinggal mati suaminya sebelum masa ‘iddah-nya selesai maka perempuan ini tidak boleh dinikahi, jika telah selesai maka boleh untuk dinikahi10.

c. Wanita yang ditalak tiga kali oleh suaminya, maka haram untuk dikawini lagi oleh bekas suaminya, kecuali jika perempuan itu menikah dengan

9 Ny.Soemiyati,S.H. Hukum perkawinan Islam dan UU perkawinan.(Liberty : Yogyakarta, 2007). Hal 35

10M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah

(8)

laki-laki lain, kemudian bercerai dan habis masa ‘iddah-nya, maka ini boleh dikawini lagi oleh bekas suami yang dulu11.

d. Pernikahan yang kelima, selama masih berada dalam ikatan pernikahan yang keempat, maka tidak halal bagi seorang lai-laki menikah kelima kalinya hingga ia berpisah dengan salah satunya dan telah habis masa iddahnya, tidaklah terkumpul antara lima atau lebih dalam pernikahan, karena islam tidak memperblehkan mengumpulkan yang lebih dari empat, mengumpulkan dalam masa ‘iddah seperti mengumpulkan dalam masa nikah, karena ia masih dalam masa ‘iddah sehingga pernikahan masih terjalin secara hukum. Karena itu jika dinkahi perempuan yang kelima sebagian darikeempat istri atau masing-masing mereka masih dalam keadaan iddah maka ia tetap dalam keadaan menikah secara hukum yang kelima ini tidak boleh, baik ketika ia dalam massa iddah akibat talak Raj’i atau Ba’in Qubra. Berbeda dengan Asy-Syafi’i yang memperblehkan menikah yang kelima jika perempuannya dalam ‘iddahnya dengan talak ba’in qubra,karena pernikahan dianggap hilangdan selesai dengan talak ba’in qubra meskipun ia masih dalam keadaan ‘iddah.

e. Menikahi budak perempuan sedangkan terdapat perempuan merdeka. Oleh karenanya yang menikahi perempuan merdeka maka tidak boleh baginya untuk menikahi budak perempuan hingga istrinya yang merdeka dicerai dan habis masa’iddahnya.

Alloh berfirman QS.An Nissa:25

”Dan barangsiapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain[285], karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan

berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita-wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemasyakatan menjaga diri (dari

(9)

perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Sebab tidak dibolehkannya karena dalam menikahi budak perempuan atas perempuan merdeka perendahan baginya dan menyakitkan karena kehormatannya, oleh karenanya hal itu tidak boleh

f. Perempuan yang beda Agama kecuali Agama Samawi. Para ulama Fiqh sepakat bahwa seorang muslim tidak boleh menikah dengan perempuan yang beda Agama yang tidak samawi. Yang dimaksud Ulama Fiqh dengan Agama samawi adalah Agama yang memilki kitab yang diturunkan pada saat kemunculan Agama tersebut, ia memiliki nabi yang diutus yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang mulia yaitu Nasrani dan Yahudi12.

Maka bagi setiap perempuan yang tidak beragama dengan Agama samawi dengan dasar ini tidak halal untuk menikah dengannnya. Ia dianggap seperti seorang permpuan musyrik yang tidak boleh berakad dengannya.

Alloh berfirman dalam QS.Al Baqarah : 221: Artinya :

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.( QS.Al Baqarah : 221) g. Perempuan Murtad. Tidak halal bagi seorang muslim dan tidak tetap

pernikahannya atas orang kafir dan tidak pula bagi seorang murtad karena ia telah keluar pada akidah dan petunjuk yang benar.

Alloh berfirman dalam QS. Al Mumtahanah:10

“Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir...”( QS. Al Mumtahanah:10)

h. Perempuan yang memiliki budak laki-laki, maka ia haram baginya dikarenakan tidak terpenuhinya hak-hak antara mereka.

i. Perempuan yang sedang berihram baik yang melakukan akad nikah untuk diri sendiri maupun diwakilkan13. Menurut pendapat ulama jumhur

(10)

berdasarkan sabda Nabi : “ Orang yang berihram tidak menikah dan tidak dinikahkan dan tidak boleh pula meminang”

j. Kawin dengan pezina, ini berlaku bagi laki-laki yang baik dengan wanita pelacur, ataupun antara wanita-wanita yang baik dengan laki-laki pezina maka haram hukumnya, kecuali setelah masing-masing menyatakan bertaubat.

Berdasarkan firman Alloh dalam QS.An Nur :03 Artinya :

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”( QS.An Nur :03)

C. Dampak Hukum Mahram

Ketika seorang menjadi mahramnya maka dampak dari hukum tidak boleh untuk mengawininya sebagaimana seperti ayat diatas, tetapi halal dinikahi dengan selain mahramnya. Selain itu jika dengan mahram Halal baginya bersalaman dan berduaan walau ditempat yang sepi. Halal ini hanya berlaku untuk dengan mahramnya, tetapi jika dengan selain mahramnya maka haram hukumnya untuk bersalaman maupun berduaan.

Sebagaimana Rosululloh SAW bersabda :

“sungguh jika kepala seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum besi,itu lebih baik bagi dia dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya”(HR.Thabrani dan Baihaqi)

Selain itu juga Rosululloh mencontohkan bahwa jika seorang wanita tidak halal maka Roulolloh tidak menyentuhnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Aisyah R.A :

- - – menyentuh wanita sama sekali sebagaimana yang Allah perintahkan. Tangan beliau tidaklah pernah menyentuh tangan mereka. Ketika baiat, beliau hanya membaiat melalui ucapan dengan berkata, “Aku telah membaiat kalian.” (HR. Muslim no. 1866).

13M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar Hukum Hidup Berumah

(11)

Disini jelas bahwa Rosululloh tidak pernah menyentuh wanita walaupun ketika rosul membai’at, sehingga disini dapat disimpulkan bahwa menyentuh wanita lain yang bukan muhrim maka itu tidak boleh.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi. Haram menikahi disini ada dua yaitu yang bersifat selamanya dan yang bersifat sementara. Haram selamanya mempunyai sebab-sebab antara lain Nasab/keturunan, susuan,pernikahan, dan karena sumpah Li’an.

Bersifat sementara karena ada suatu hal yang menjadi pengahalang seorang yang pada waktu itu haram untuk menikahi wanita tertentu, tetapi apabila penghalang itu telah hilang maka halal untuk menikahi wanita tersebut.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ali Yusuf As Subki. Fiqih keluarga:pedoman berkeluarga dalam islam. Amazah.Jakarta.2010

2. Kamal mukhtar. Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan.bulan Bintang.1993 3. M.Saleh al Usmani, A.Aziz Ibn Muhammad Daud. Pernikahan Islami: Dasar

Hukum Hidup Berumah Tangga. Risalah Gusti,1991

Referensi

Dokumen terkait