KEDUDUKAN KONSUL KEHORMATAN DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL
(STUDI KASUS: KUNJUNGAN PADA KONSUL KEHORMATAN FILIPINA DI SURABAYA)
DISUSUN OLEH:
MEIKE BINSNEYDER 1311600036
PETRUS HABA PAU 1311600038
NURINA AYUNINGTYAS 1311600142
TUNG ANGGORO 1311600190
FAKULTAS HUKUM 2016/2017
A. LATAR BELAKANG
Manusia sebagai makhluk yang selalu hidup bermasyarakat sudah tentu tidak dapat bertahan tanpa manusia lainnya. Begitu pula dengan negara yang merupakan suatu organisasi besar terdiri dari sekumpulan masyarakat yang memiliki berbagai kepentingan, sudah tentu akan sulit bertahan tanpa berhubungan dengan negara lainnya.
Kebutuhan bangsa-bangsa untuk hidup berdampingan secara teratur ini merupakan suatu keharusan kenyataan sosial yang tak dapat dielakkan. Adanya sejumlah negara dan kebutuhan negara-negara tersebut untuk mengadakan hubungan satu sama lain, menjadi dasar sosiologis hukum internasional.1
Hukum internasional yang mengatur hubungan antar negara berasal dari hukum kebiasaan yang dapat ditemukan dalam praktik pelaksanaan hubungan antar bangsa yang telah ada bahkan jauh sebelum hukum internasional dikenal. Setelah proses yang panjang, praktik-praktik kebiasaan tersebut dikodifkasikan dalam bentuk aturan tertulis. Salah satunya adalah sampai pada konvensi-konvensi yang mengatur tentang hubungan antar negara seperti Konvensi Wina 1961 (mengatur hubungan diplomatik) dan Konvensi Wina 1963 (mengatur hubungan konsuler). Kedua konvensi ini juga disertai dengan protokol-protokol tambahan.
Dalam hubungan antar negara, secara umum dibagi atas dua
lembaga yaitu lemabaga diplomatik dan lembaga konsuler. Kedua lembaga tersebut sama-sama berfungsi untuk mengurus hubungan antar dua negara di luar yurisdiksi nasional yang pelaksanaannya didasari oleh aturan-aturan maupun kebiasaan internasional. Yang membedakan kedua lembaga tersebut adalah wilayah dan ruang lingkup kerjanya. Dimana lembaga diplomatik biasanya berkedudukan di ibukota suatu negara, sedangkan lembaga konsuler berkedudukan di kota-kota lainnya. Lembaga diplomatik biasanya lebih mengurus hal-hal yang bersifat politis dan
diplomatis. Sedangkan lembaga konsuler hanya mengurusi hal-hal yang bersifat administratif dan non-politis. Meskipun demikian, keduanya tetap
1Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung, 2015,
mempunyai garis singgung karena dalam praktik antara urusan perwakilan diplomatik dengan perwakilan konsuler sering terjadi pembauran.2
Indonesia sendiri mengakui keberadaan Konsul Kehormatan dalam hubungan diplomatik dan konsuler. Selain telah meratifkasi Konvensi 1963 dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982, Indonesia juga mengakui pembedaan antara Pejabat Konsul Karir dan Pejabat Konsul Kehormatan. Indonesia juga telah mengangkat puluhan Konsul Kehormatan di berbagai kota. Salah satunya adalah pengangkatan Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana hubungan konsuler antara Indonesia dan Filipina? 2. Apa sajakah tugas dan fungsi Konsul Kehormatan Filipina di
Surabaya?
3. Bagaimana hak-hak istimewa yang diperoleh Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya?
C. PEMBAHASAN
1. Hubungan Konsuler antara Indonesia-Filipina
- Perihal Hubungan Diplomatik dan Konsuler Indonesia dengan Filipina
Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dan kemerdekaan Filipina pada tanggal 4 Juli 1946, hubungan baik antara Indonesia dan Filipina mulai dibangun. Pada awal tahun 1949 kedua negara telah menjalin hubungan diplomatik secara resmi. Sejak tahun 1949, Pemerintah Indonesia telah membuka kantor perwakilannya (Kantor Konsulat) di Manila, kemudian tidak sampai awal 1950-an kantor diplomatik
(Kedutaan) didirikan dan dipimpin oleh Duta Besar. Untuk melembagakan hubungan antara kedua negara, perjanjian
persahabatan ditandatangani pada tanggal 21 Juni 1951. Kedua
2 Widodo, Hukum Diplomatik dan Konsuler Pada Era Globalisasi, LakBang Justitia,
negara telah mendirikan kedutaan besar di masing-masing ibu kota, Indonesia memiliki kedutaan (KBRI) di Manila dan konsulat di Davao City, sementara Filipina memiliki kedutaan mereka di Jakarta dan konsulat di Manado dan Surabaya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa antara Indonesia Filipina telah mengadakan hubungan diplomatik dan konsuler. Bila kedua negara telah mengadakan hubungan
konsuler dan ingin membuka kantor perwakilan, mengacu pada pasal 4 ayat (1) Konvensi Wina 1963, maka diperlukan
persetujuan dari negara tempat kantor tersebut akan dibuka. Oleh karena itu, dalam pembukaan Konsulat Kehormatan Filipina di Surabaya, yang diperlukan adalah persetujuan dan izin dari Indonesia untuk Filipina membuka konsulatnya di wilayah Indonesia.
- Pengangkatan Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya Pengangkatan Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya
mengacu pada pasal 10 Konvensi Wina 1963. Dimana hal-hal yang utama yaitu mengenai pengangkatan Konsul Kehormatan oleh negara pengirim dan pengakuan terhadap Konsul Kehormatan tersebut oleh negara penerima. Meskipun tetap tunduk kepada ketentuan Konvensi Wina 1963, formalitas mengenai
pengangkatan dan pengakuan tersebut biasanya ditentukan oleh hukum maupun kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di negara pengirim maupun negara penerima. Walaupun terkadang tidak selalu terdapat perjanjian khusus yang mengatur formalitas tersebut.
Pemerintah Republik Filipina mengangkat Eddy Surohadi sebagai Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya. Pengangkatan Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya melalui surat telah
ditandatangani Marty M. Natalegawa selaku menteri luar negeri Indonesia pada 17 September 2013. Jabatan Konsul Kehormatan tidak memiliki jangka waktu tertentu. Namun Konsul Kehormatan dapat diberhentikan kapan saja apabila terjadi kondisi-kondisi yang menyebabkan pejabat Konsul Kehormatan harus
diberhentikan.
Pemilihan Surabaya sebagai tempat dibukanya kantor konsulat, diperkirakan akan mempermudah tugas Kedutaan maupun
berjumlah lebih dari 200 orang, dimana jumlah tersebut terbilang cukup banyak dibanding daerah lainnya.
2. Tugas dan Fungsi Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya
Fungsi kekonsuleran yang dilaksanakan oleh Konsul
Kehormatan Filipina di Surabaya tidak jauh berbeda dengan fungsi-fungsi yang telah dijabarkan dalam Konvensi Wina 1963, meskipun fungsi Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya sendiri tidak seluas seperti di dalam Konvensi. Secara umum fungsi Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya adalah sebagai bentuk kerjasama antara
Indonesia dan Filipina terutama mencakup hubungan bilateral, dan juga sebagai perpanjangan tangan Kedutaan Besar Filipina di
Jakarta.
Konsul Kehormatan Filipina yang berkedudukan di Surabaya memiliki wilayah yurisdiksi meliputi Jawa Timur dan Bali. Namun tidak menutup kemungkinan wilayah kerja Konsul Kehormatan di Surabaya dapat mencakup Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, tentu saja hal tersebut memerlukan izin dari Kedutaan.
Konsul Kehormatan tidak digaji seperti layaknya seorang pejabat pemerintahan, biaya operasional dalam menjalankan tugas-tugasnya akan diganti oleh Kedutaan Besar Filipina di Jakarta. Untuk membantu melaksanakan fungsi dan tugas kekonsuleran, Konsul Kehormatan mengangkat seorang staf administrasi atau asisten. Konsul Kehormatan Eddy Surohadi tidak bekerja sebagai Konsul secara full-time, beliau juga memiliki pekerjaan dan profesi lain di luar Konsul Kehormatan, yaitu sebagai pengusaha, dimana beberapa bidang usahanya masih memiliki hubungan yang bersifat privat (hukum privat internasional) dengan Republik Filipina.
Mengenai fungsi administratif, biasanya Konsul Kehormatan bertugas mengesahkan dokumen-dokumen berupa acknowledgement. Seperti pengesahan dokumen-dokumen sebagai syarat bekerja di Indonesia bagi Warga Negara Filipina sebelum mereka tiba di
Indonesia. Dalam hal pengurusan visa, Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya hanya memiliki wewenang untuk menguruskan visa tipe 9A (turis dan bisnis) dan 9C (seamen dan crewlist). Selebihnya
jangka waktu tinggal lebih dari tiga bulan. Biasanya, permohonan untuk mengajukan visa dapat dilakukan di kantor Konsulat
Kehormatan, namun Konsulat tidak memiliki wewenang untuk menerbitkan visa tersebut. Konsulat hanya memeriksa dan meneliti kelengkapan dokumen sebagai syarat pengajuan visa, yang kemudian diteruskan kepada Kedutaan. Kedutaanlah yang akan mengeluarkan visa yang selanjutnya akan diberikan kepada pemohon melalui
Konsulat Kehormatan.
Biasanya, dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Konsul Kehormatan Filipina melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat, khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya. Hal tersebut dikarenakan wilayah kerja konsuler memerlukan adanya koordinasi yang baik dengan
pemerintah maupun aparatur daerah setempat. Contohnya saja, pemerintah daerah setempat sering kali mengundang Konsul Kehormatan sebagai perwakilan dari Filipina untuk menghadiri acara-acara resmi, seperti festival budaya, peresmian, maupun perayaan HUT Kemerdekaan RI.
3. Hak-hak Istimewa Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya Hak-hak istimewa seperti pemberian kekebalan dan
keistimewaan biasanya didasari dari isi Konvensi Wina 1963 dan kebiasaan-kebiasaan internasional. Kekebalan dan keistimewaan yang diterima oleh Konsul Kehormatan tidak seluas Konsul Jenderal, terutama bila pejabat Konsul yang ditunjuk merupakan warga negara penerima (dalam hal ini adalah WNI), seperti Konsul Eddy Surohadi. Namun dalam hal menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai Konsul Kehormatan, dalam hal ini Eddy Surohadi tidak dapat dituntut dan diganggu gugat. Berbeda halnya jika Eddy Surohadi sedang tidak menjalankan tugas dan fungsinya, maka perlakuannya tetap menggunakan hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia.
Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya diberikan kartu identitas khusus yang berfungsi sebagai bukti status seseorang
sebagai Konsul Kehormatan, sehingga ia mendapatkan kekebalan dan keistimewaan, walau hanya ketika sedang bertugas menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai Konsul.
Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya juga mendapatkan fasilitas kendaraan (mobil) dengan plat nomor khusus yang
Kehormatan sedang dalam tugas dan funsinya sebagai Konsul, beliau tidak boleh sembarangan ditilang maupun ditangkap.
D. PENUTUP 1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Hubungan konsuler antara Republik Indonesia dan Republik Filipina diwujudkan dalam pembukaan konsulat di masing-masing negara. Salah satunya adalah pembukaan dan pengangkatan Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya dan Manado. Pembukaan konsulat di Surabaya berfungsi untuk menangani masalah kekonsuleran Filipina di dalam wilayah yurisdiksinya, yaitu Jawa Timur dan Bali. Pemilihan pembukaan konsulat di Surabaya dikarenakan untuk mempermudah kerja kedutaan dalam koordinasi dengan WN Filipina yang berjumlah cukup banyak di wilayah Jawa Timur dan Bali.
2. Tugas dan fungsi Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya adalah berdasarkan ketentuan di dalam Konvensi Wina 1963 yang telah diratifkasi menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982. Secara umum fungsi Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya adalah sebagai bentuk kerjasama antara Indonesia dan Filipina terutama mencakup hubungan bilateral, dan juga sebagai perpanjangan tangan Kedutaan Besar Filipina di Jakarta. Secara khusus tugas dari Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya adalah pelayanan di bidang administrasi yaitu, pengesahan dokumen
(acknowledgement) dan pengurusan visa 9A (turis dan bisnis) dan
9C (seamen dan crewlist).
3. Hak-hak istimewa yang didapat oleh Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya adalah kekebalan dan keistimewaan sebatas di dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai Konsul Kehormatan. Di luar itu, perlakuannya tetap berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya juga
mendapatkan kartu identitas dan plat nomorkendaraan khusus yang berfungsi sebagai bukti statusnya sebagai Konsul
hanya sebatas hal-hal yang sehubungan dengan fungsi dan tugas kekonsulerannya.
2. Saran
Di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, ruang lingkup Konsul Kehormatan Filipina di Surabaya sangat sempit. Hanya sebatas bidang administratif tertentu saja. Alangkah baiknya jika Konsul Kehormatan juga dapat meningkatkan perannya terutama dalam penghubung di bidang pariwisata dan budaya. Mengingat mulai tumbuhnya potensi-potensi pariwisata baru di Filipina dan juga sebaliknya. Sehingga mempermudah kedua daerah setempat untuk mempromosikan pariwisata dan kebudayaannya.
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku
Kusumaatmadja, Mochtar, 2015, Pengantar Hukum Internasional, PT Alumni, Bandung.
Widodo, 2009, Hukum Diplomatik dan Konsuler Pada Era Globalisasi, LakBang Justitia, Surabaya.
2. Konvensi dan Peraturan Perundang-Undangan
Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler
Undang-Undang Nomor 1 Tahun1982
3. Lain-lain