• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Budaya Asia Berbasiskan Mosaik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Membangun Budaya Asia Berbasiskan Mosaik"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Membangun Budaya Asia Berbasiskan Mosaik Kearifan Budaya Lokal

Jaya Arjuna

1. Pendahuluan

Bahasa menunjukkan bangsa (Soemantri, 2008). Ungkapan yang merupakan kata-kata mutiara dalam bahasa Indonesia tersebut terkait dengan penentuan tingkat kebudayaan suatu sistem kemasyarakatan melalui bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Secara individu, bahasa yang digunakan seseorang dalam bertutur kata akan menunjukkan kapasitas dan kualitas dirinya. Pengunaan bahasa menunjukkan bagaimana kondisi lingkungan keluarga dan juga masyarakat dari seseorang yang mengalami masa pertumbuhan fisik dan belajar tentang kehidupan. Cara bertutur dalam keluarga akan memberi warna terhadap pembentukan jati diri, terutama membangun kesopansantunan berkomunikasi mengutarakan pendapat dan fikiran. Pengunaan bahasa dapat menunjukkan ketinggian akal budi dan fikiran yang merupakan unsur penting dalam membangun kebudayaan. Penciptaan oleh akal budi akan menghasilkan bentuk kepercayaan, kesenian, adat istiadat, bahasa dan lain-lain. Pengolahan akal dan fikiran akan menghasilkan teknologi.

Perjalanan pencarian terhadap nilai kehidupan suatu bangsa dapat ditelusuri dari bahasa ungkapan-ungkapan yang berkembang di tengah masyarakatnya. Bahasa ungkapan adalah kelompok kata yang memiliki makna khusus, sehingga ada yang menyebutnya sebagai kata bijak. Dalam bahasa Indonesia, kata bijak ini dikenal juga dengan kata mutiara sebagai kata yang sangat berharga, atau juga dapat juga dalam bentuk peribahasa. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008), peribahasa adalah ungkapan atau kalimat ringkas, padat dan berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku. Sadikin (2010: 31-32) menulis tentang Peribahasa:

Peribahasa adalah bentuk pengucapan yang banyak dijumpai dalam kesusatraan lama, sebagai wakil cara berfikir bangsa kita di zaman lama itu. Perhubungan mereka yang rapat dengan sekelilingnya menimbulkan ilham dan kaca perbandingan bagi mereka, terutama ahli-ahli fikirnya.

(2)

Kata-kata mutiara lahir dan digali dari simpul-simpul pandangan hidup yang bersumber pada agama, kepercayaan, mitos, religi, falsafah, serta ajaran para cerdik pandai, pujangga, wali, raja atau datu di masa lalu yang terbukti ampuh menjadi pedoman hidup mereka

Kata mutiara sebagai sari pemikiran tentang kehidupan dan diyakini dalam rentang waktu cukup lama telah menjadi pedoman hidup dalam perjalanan kebudayaan suatu bangsa. Sehingga, kata mutiara yang hidup dan jadi pegangan pada suatu masyarakat dapat dijadikan bahan pelajaran untuk melihat bagaimana masyarakat tersebut memaknai suatu kehidupan.

Dalam tulisan ini penulis menyatakan ungkapan, kata bijak atau peribahasa dengan istilah kata-kata mutiara. Hal ini semata untuk menghargai makna yang dikandung dalam rangkaian kata tersebut, sehingga nilai dan keindahannya disamakan dengan mutiara.

Setiap bangsa atau etnik yang memiliki bahasa komunikasi atau bahkan tulisan sendiri, biasanya memiliki kata-kata mutiara yang hidup dan mewarnai nilai kebudayaannya. Sebagai daerah yang sangat kaya dengan keberagaman etniknya, di Indonesia kita dapat menjumpai ribuan kata mutiara. Makin tinggi nilai kebudayaan suatu etnik, makin banyak kata mutiara yang terbentuk dalam kehidupan sosial mereka. Masing-masing aspek kehidupan biasanya diwujudkan maknanya dengan kata-kata mutiara yang bahkan mungkin lebih dari satu. Sebagian kata-kata mutiara itu bahkan sedemikian sangat kuatnya menggambarkan prinsip hidup suatu etnik, sehingga dapat disebut sebagai kata pembentuk jati diri. Walaupun kata-kata mutiara merupakan warisan budaya yang sangat berharga, saat ini sebagian masyarakat bahkan ada yang tidak tahu atau tidak mau tahu walaupun secara harfiah dari kata mutiara tersebut, apalagi maknanya.

Tulisan ini membahas kata mutiara dari beberapa daerah di Indonesia yang memberi pengaruh kuat terhadap nilai budaya yang hidup di tengah masyarakatnya. Kata mutiara tersebut umumnya hampir tidak diketahui lagi oleh generasi sekarang. Kata-kata tersebut hanya terdengar diucapkan dalam upacara adat atau kalangan tertentu saja. Sementara upacara adat sendiri adalah hal yang dianggap generasi muda sebagai suatu ritual yang sudah tidak diperlukan lagi saat ini.

(3)

atau kejadian, kumpulkanlah legenda atau mitosnya dari bahasa tutur. Legenda atau mitos yang hidup di tengah masyarakat secara turun temurun tanpa ada yang membantahnya, mungkin ada mengandung kebenaran. Tergantung dari sisi mana kebenaran itu akan kita ungkap.

Penulis sudah lama meminati makna sakral dari kata-kata mutiara yang hidup di tengah masyarakat. Melalui tulisan ini penulis akan mengangkat kata mutiara yang berpengaruh paling kuat pada lima daerah di Indonesia yaitu Jawa, Minang, Aceh, Karo dan Batak. Kata mutiara coba dirangkum untuk dapat mengkaji kekuatannya dalam mewarnai kehidupan masyarakat suatu etnis. Kata mutiara diyakini dapat membangun karakter moral suatu etnik. Atau bukan tidak mungkin pula sebaliknya karakter moral yang hidup pada suatu etnik di suatu daerah telah dirumuskan oleh pemimpin adatnya menjadi satu ungkapan kata. Kata-kata mutiara yang dipilih dari berbagai daerah ini cukup dikenal hingga saat ini, serta masih sering terdengar diucapkan dalam kehidupan sehari-hari, walau dalam kalangan penutur terbatas.

Seharusnya suatu bangsa atau negara membangun karakter nasionalnya berdasarkan unsur karakter etnik yang jadi kekayaan budaya negaranya. Tiap etnik atau bangsa pasti memiliki karakter baik yang jadi acuan kehidupan masyarakatnya. Negara tidak boleh membiarkan karakter nasionalnya dibentuk oleh pengaruh negara lain dengan alasan dalam era globalisasi semua orang memiliki hak untuk menentukan jalan kehidupannya. Keterbukaan informasi dan kebebasan berdemokrasi hanya efektif membangun suatu bangsa bila didasari oleh karakter nasional yang sudah kuat. Dan hal yang terpenting adalah sistem pendidikannya harus baik. Tanpa kedua hal tersebut, maka nasionalisme suatu bangsa, terutama generasi mudanya akan menurun dan kehilangan jati dirinya. Kewajiban pemerintah suatu negara merumuskan karakter nasionalnya dan menjadikannya sebagai pedoman berkehidupan bagi masyarakatnya.

2. Pemilihan Daerah Asal Kata-Kata Mutiara

Makalah ini hanya mewakili lima daerah asal etnik dari sekitar 300 etnik yang ada di Indonesia. Etnik yang dipilih ini memiliki ciri budaya, bahasa dan tulisan sendiri yang berbeda satu dengan yang lainnya. Budaya etnik tersebut telah berkembang selama berabad-abad, dan warna dari kata mutiara yang dipilih terlihat jelas punya pengaruh besar dalam kehidupan sosial kemasyarakatannya. Empat etnik yang dipilih berdiam di Sumatera. Etnik Jawa, walaupun lain pulau tetapi pengaruhnya cukup kuat di Sumatera, karena banyaknya orang Jawa pindah dan menetap di Sumatera. Masing-masing etnik memiliki keunikan masing-masing baik sejarahnya maupun kata mutiara yang menggambarkan keunikan daerah tersebut.

(4)

Semenanjung Malaysia dan Suriname. Kebudayaam Jawa banyak dipengaruhi oleh agama Hindu, Budha dan Islam. Jawa memiliki bahasa dan tulisan sendiri. Kata mutiara yang diambil dari Etnik Jawa adalah “ngewongke wong”, yang artinya memanusiakan manusia. Falsafah hidup Jawa memang sarat dengan nilai kemanusiaan. Sejarah kebudayaan Jawa erat dengan gelombang pendatang yang masing-masing membawa kebudayaannya, serta diterima dengan baik menjadi bagian dari kebudayaan Jawa.

Minangkabau merupakan etnik di Indonesia yang menganut sistem matrilineal dengan pusat perkembangan dan kebudayaannya di Sumatera Barat. Etnik Minangkabau terkenal sebagai perantau ulung dan juga ahli dalam berkata-kata. Daerah Minangkabau di Indonesia memiliki belahan adat yang sama dengan Negeri Sembilan di Malaysia. Kesamaan ini terjadi karena raja-raja di Negeri Sembilan berasal dari Minangkabau. Pepatah-petitih Minang banyak mewarnai dunia sastra Indonesia, demikian juga dengan serapan Bahasa Indonesia banyak diperkaya oleh bahasa Minang. Alam takambang jadi guru, adalah kata mutiara yang menyatakan bahwa guru terbaik itu adalah alam semesta dengan seluruh isi dan proses kejadiannya.

Meeunyo kah Pakat, Lampoh Jrat Jeut ta Pegalah berasal dari etnik Aceh yang artinya bila kita sudah sepakat, maka kuburanpun bisa di jual. Aceh merupakan daerah paling Utara dari Indonesia. Etnik Aceh memiliki pengaruh yang kuat dari Arab, Cina, Eropah dan India. Rakyat Aceh terkenal sangat gigih mempertahankan prinsipnya. Satu-satunya daerah Indonesia yang tidak pernah takluk kepada Belanda adalah Aceh. Pejuang Aceh yang sangat heroik memberikan kerugian yang sangat besar bagi tentara Belanda yang akan menaklukkan daerahnya. Sepakat adalah kata kunci bagi masyarakat Aceh untuk segala hal yang berhubungan dengan keduniaan. Organisasi masyarakat yang ada di perantauan dikenal melalui organisasi yang diberi nama Aceh Sepakat, baik untuk sektor perdagangan maupun sektor sosial kemasyarakatan. Dahulu, sebagai sebuah kerajaan, Aceh memiliki kekuasaan yang cukup besar di Nusantara yang meliputi daerah Sumatera dan Malaysia. Aceh memiliki hubungan dengan negara lain seperti Inggris, Ottoman, Belanda dan Potugal baik dalam hubungan dagang maupun kontak peperangan. Aceh terkenal dengan sistem pemerintahan yang kuat, hubungan diplomatik yang baik dengan negara asing, serta memiliki pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Sejarah panjang etnik Aceh yang mencacat kemampuan mereka melakukan peperangan dan tidak pernah dikalahkan terutama dengan bangsa Eropah adalah karena komitmen kesepakatan mengusir penjajah dan dukungan sistem pendidikan militernya yang cukup baik.

(5)

tidak pernah dipermasalahkan dalam sistem kekerabatan Karo. Kata memberi dan menerima dituliskan pada sendok nasi yang terbuat dari bambu bahkan dijadikan benda keramat yang dapat menolak segala bencana yang datang. Kalau etnik lain hanya menyampaikan kata mutiaranya menggunakan bahasa tutur, Etnik Karo menuliskan pada satu wadah peralatan makan yang digunakan setiap hari.

Poda na Lima atau Pesan yang Lima adalah kata mutiara yang hingga saat ini banyak dipampangkan pada dinding sekolah maupun halaman fasilitas umum di daerah Batak Angkola (Mandailing) dan Batak Toba. Batak Angkola dan Batak Toba termasuk dalam wilayah Sumatera Utara di sekitar Danau Toba hingga ke selatannya yang berbatasan dengan Sumatera Barat. Melihat wilayah sebaran serta sasarannya adalah seluruh anggota masyarakat, maka bila pesan ini sampai dan dihayati secara efektif, daerah tersebut akan bersih fisik maupun non fisik, aman sejahtera lahir dan bathin. Apalagi rentang waktu sosialisasinya sudah cukup lama. Tidak ada anak sekolah yang berasal dari daerah Batak yang belum pernah mengucapkan Poda Na Lima.

3. Kajian Kata Mutiara Pilihan.

3.1. Ngewongke wong (Jawa)

Ngewongke Wong artinya memanusiakan manusia. Masyarakat Jawa menjadikan kata tersebut sebagai panduan berkehidupan untuk menjamin tidak adanya konflik antar manusia di tengah masyarakatnya. Jawa memiliki catatan sejarah kebudayaan yang sangat panjang dengan keberadaan manusia. Mulai dari manusia Trinil yang dianggap sebagai manusia purba, hingga kedatangan berbagai suku bangsa dengan adat kebudayaannya. Kebudayaan Jawa banyak memiliki ungkapan atau kata mutiara yang menunjuk ajar bagaimana harus memanusiakan manusia. Kedatangan orang India, Cina, Arab dan Eropah serta ajaran agama yang dibawanya berbekas jelas dalam sejarah peradaban Jawa. Sejarah Jawa cukup dipenuhi oleh intrik dan peperangan antar dan inter kerajaan yang berkuasa. Namun sikap masyarakatnya yang menghargai nilai kemanusiaan dan terus menggali filosofi dari perjalanan kehidupan, menghasilkan banyak ungkapan kata yang dapat melambangkan watak dan karakter masyarakat Jawa.

Ajaran agama Hindu, Budha, Islam dan Kristen adalah ajaran agama yang dibawa para pendatang ke tanah Jawa. Masing-masing berpengaruh sangat kuat dalam pertumbuhan kebudayaan Jawa. Adanya ajaran tenggang rasa untuk tetap menghormati keyakinan dan pendapat orang lain, adakalanya menyebabkan orang Jawa bahkan bersedia membangun keyakinan baru atau ritual baru terhadap perbedaan kebudayaan yang datang. Kedatangan Hindu dan Budha tidak dipemasalahkan bagi orang Jawa. Candi berlandaskan agama Hindu dan Budha dibangun dengan megah seperti Prambanan dan Borobudur serta ratusan candi lainnya. Kehidupan orang dituntut untuk mempercantik kecantikan dunia,

(6)

pendakwah Islam yang dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat Jawa, baik yang sudah menjadi pengikut Hindu atau Budha, maupun yang masih belum menganut agama apapun (animisme). Kedatangan bangsa Eropah yang membawa misi pengembangan agama Kristen juga mendapat sambutan oleh masyarakat Jawa.

Karena tidak ingin adanya pertentangan, maka orang Jawa semampunya meramu ajaran agama Islam dengan ritual agama Hindu yang sudah lama diamalkan penganutnya. Pertentangan ajaran agama baru dengan ajaran agama yang kepercayaan dan ritualnya sudah mengakar lama dapat dihindari. Islam tidak mengajarkan kegiatan bakar kemenyan dalam ibadahnya, tetapi di Jawa sudah ada ajaran hindu yang membakar dupa dalam setiap ritualnya. Sekarang kita dapat menemukan berbagai ritual yang manteranya dalam bahasa arab, tetapi lakonnya dalam ajaran Hindu. Bahkan wayang kulit yang diciptakan oleh Walisongo sebagai media dakwah menggunakan latar belakang cerita Ramayana dan Mahabrata. Ajaran memanusiakan manusia dengan menghargai pendapat dan fikirannya tidak membiarkan ada orang merasa terhina. Kemenangan dalam pemikiran orang Jawa harus direbut tanpa mengalahkan secara fisik, dan juga tidak boleh menunjukkan kebanggaan karena telah berhasil mengalahkan musuh yang dikenal dengan kata:

“Menyerang tanpa membawa pasukan, menang tanpa merendahkan lawan yang sudah dikalahkan."

Memanusiakan manusia terkait dengan wawasan dan perilaku. Dalam wawasan, manusia diminta untuk tidak menunjukkan kelebihannya pada orang lain, dan dalam perilaku orang harus bisa mengalah. Jangan hanya merasa mampu tetapi harus mampu merasa adalah kata mutiara yang melarang orang untuk merasa bangga dengan kemampuan yang dimiliki. Yang paling penting adalah mampu merasa, sehingga dapat mengasah emphati untuk memiliki kepedulian dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Kemampuan merasakan apa yang ada di sekitar kita, akan meningkatkan saling menghormati dan saling menghargai sesama anggota masyarakat. Bila memiliki kemampuan untuk merasa, maka wawasan dalam bertindak akan penuh kehati-hatian.

Ambil ikannya jangan sampai keruh airnya, begitulah pesan kehati-hatian dalam bertindak, sehingga tidak ada yang tersinggung atau direndahkan nilai kemanusiaannya.

Manusia Jawa dituntut untuk berperilaku baik. Memanusiakan manusia sangat terkait dengan sikap diri untuk tidak meremehkan orang lain. Segala yang kita miliki tidak harus membuat perilaku menunjukkan kelebihan dari yang lain. Orang Jawa menyatakannya dengan kata-kata kalau kaya jangan berlagak kaya, kalau pandai jangan berlagak pandai.

(7)

Persaudaraan sangat penting bagi orang Jawa. Biarlah kehilangan uang asal jangan kehilangan saudara, menyatakan bahwa nilai persaudaraan dan kemanusiaan sangat berharga dalam kehidupan. Semua orang yang terlibat dalam satu kejadian bisa dianggap sebagai saudara. Saudara yang baik adalah saudara yang mampu menunjukkan kesalahan. Sebagai manusia kita akan sulit melihat kesalahan sendiri, sehingga diperlukan orang lain untuk melihat dan menyampaikan kesalahan tersebut kepada kita. Orang tidak bisa mengaca tengkuknya sendiri kalau tidak menggunakan bantuan orang lain. Saudara adalah orang yang paling dapat dipercaya untuk melihat diri kita secara jujur.

Dalam kehidupan bermasyarakat, orang Jawa diharuskan saling menghormati hak dan nilai kemanusiaan. Dasar bersosialisasi adalah untuk kepentingan bersama. Tidak boleh ada agenda terselubung dalam melakukan sesuatu, apalagi untuk maksud dan tindakan yang tidak baik. Secara tegas namun dalam dan sederhana, orang Jawa menyatakan dalam kata menolong memukul (nulung menthung). Perilaku menolong jangan hanya simbol yang pada kenyataannya menyembunyikan niat tidak baik. Perbuatan yang tidak baik akan selalu kembali berbalik pada pelakunya. Bila kita berbuat baik, maka hasilnya akan baik. Bila berbuat jahat, maka kejahatan itu akan kita tuai kembali. Orang Jawa mengingatkan hal tersebut dengan kata siapa menanam akan menuai.

Memanusiakan manusia bukan hanya untuk orang yang masih hidup. Bukan hanya untuk masa sekarang. Bukan hanya untuk yang berhasil, orang gagal juga harus dihormati. Orang Jawa merumuskan kata yang sangat sederhana tetapi memiliki makna yang sangat dalam untuk menjaga harkat kemanusiaan. Junjung tinggi dan simpan dalam (mikul duwur, mendem jero) adalah kata mutiara Jawa yang menghargai setinggi-tingginya kebaikan yang dilakukan dan menyimpan dalam-dalam kesalahan yang terjadi. Kesalahan adalah sangat manusiawi, sehingga tidak perlu dibeberkan secara terus menerus yang akan memberi aib bagi pelaku dan juga keturunannya, cukup jadi pelajaran agar tidak mengulangi kejadiannya. Kebaikan harus dijunjung tinggi agar dapat jadi contoh dan panutan bagi orang lain.

3.2. Alam takambang jadi guru (Minangkabau)

Alam takambang jadi guru dimaksudkan sebagai pernyataan bahwa guru yang baik dalam kehidupan manusia adalah dari proses yang ada dalam alam. Interaksi makhluk dalam alam dan juga antara manusia dengan alam adalah ilmu yang penuh dengan teori keseimbangan, merupakan ajaran yang paling tepat untuk dijadikan pedoman dalam kehidupan. Masyarakat Minangkabau sejak mulai berdirinya sudah membuktikan bahwa pelajaran dari alamlah yang menyelamatkan negeri mereka dari kehancuran serangan pasukan Majapahit. Pelajaran dari alamlah yang membuat masyarakat Minangkabau tersebar ke seluruh pelosok dunia dan mampu bertahan hidup di perantauan.

(8)

untuk menaklukkan kerajaan yang berdiri di negeri Minang sekarang. Karena meyakini tidak akan mampu melawan, dan kalaupun melawan pasti kalah, masyarakat menawarkan agar peperangan digantikan dengan mengadu kerbau. Pimpinan pasukan Majapahit setuju dan menyiapkan kerbau yang besar untuk diadu. Masyarakat yang sudah mempelajari dari alam perilaku kerbau, hanya menyiapkan seekor anak kerbau yang masih menyusui. Pada kepala anak kerbau tersebut dipasang pisau sebagai tanduknya. Menjelang hari pertandingan berlangsung, anak kerbau tidak diberi kesempatan menyusu pada induknya. Pada hari pertandingan, kerbau besar yang dipersiapkan pasukan Majapahit dilepas ke dalam gelanggang aduan. Masyarakat minang melepas anak kerbau yang kehausan dan menyangka kerbau besar itu adalah induknya. Pada posisi menyusu, tanduk anak kerbau yang terbuat dari pisau melukai perut kerbau Majapahit yang besar. Akhirnya majapahit terpaksa mengaku kalah karena kerbau mereka terluka parah. Masyarakat bergembira dan menyatakan telah menang dalam pertandingan kerbau yang menjadi asal kata Minangkabau. Kemenangan mengadu kerbau dijadikan simbol oleh masyarakat dengan membuat pola tanduk kerbau sebagai atap rumah adat dan juga penutup kepala pakaian kebesaran wanita Minangkabau.

Orang Minang juga belajar dari alam tentang sejarah kehidupan manusia. Pasukan prajurit perang yang datang tidak akan mungkin pulang begitu saja walau sudah dikalahkan. Sebagai pengobat hati, mereka menawarkan pada pimpinan pasukan untuk kawin dengan salah seorang putri mereka. Pimpinan pasukan Majapahit akan diangkat sebagai raja, tetapi harus tunduk pada ketentuan adat yang berlaku di Minangkabau. Adat Minangkabau yang matrilineal mengatur bahwa yang berkuasa adalah pihak perempuan. Seorang suami hanya berhak mengatur isteri, tetapi harta kekayaan isteri yang didapat dari harta turun temurun orang tuanya tidak dapat berpindah jadi hak suami. Harta turun temurun juga tidak boleh diperjual belikan, sehingga kekayaan negeri tidak akan mungkin berkurang. Pihak Majapahit dapat menyatakan bahwa Minang adalah daerah taklukannya, walaupun sebenarnya mereka tidak memegang kekuasaan dalam memerintah negeri. Alam jugalah yang mengajarkan bahwa sekeras-kerasnya hati lelaki, akan lunak bila berhadapan dengan kelembutan, perhatian dan kasih sayang wanita.

(9)

Pertambahan jumlah manusia yang disertai dengan kecepatan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup, memicu persaingan manusia menguasai alam. Menjadikan alam terkembang jadi guru bukanlah hal yang mudah untuk dikerjakan. Untuk belajar dari alam sebagai guru, manusia harus memiliki kepekaan rasa dan ketajaman periksa. Kepekaan rasa adalah kepekaan yang terkait dengan kebutuhan yang ingin dipenuhi dari alam. Berapa banyak yang diperlukan, berapa yang boleh diambil dan apakah dalam proses pengambilan tersebut akan merugikan orang lain atau makhluk lain. Hanya orang yang tajam perasaannya terhadap orang lain dan makhluk lain tidak akan berlaku serakah. Kepekaan memeriksa terkait ukuran dan takaran banyaknya kebutuhan itu dapat dipenuhi tanpa merusak fungsi alam itu sendiri. Alam tetap memberi dan memenuhi kebutuhan yang kita inginkan, dan alam sekaligus mengajarkan bahwa perbuatan yang berlebihan tidak baik. Alam adalah guru yang baik karena alam tidak dibebani nafsu, keinginan dan kebutuhan. Perputaran, pergerakan, pergantian, perubahan, regenerasi dalam alam terjadi karena memang harus terjadi, agar kesetimbangan tetap terjaga. Kata mutiara Minang mengungkapan sari pelajaran dari alam ini dengan satu kalimat, enak sama kita dan orang juga suka. Dalam ilmu manajemen modern prinsip ini diungkapkan dengan kata win-win solution.

Alam sangat teratur, tepat saat, disiplin, adil sehingga keseimbangan tidak pernah terganggu. Tidak ada ketidak adilan dan kezaliman dalam peristiwa alam. Tidak ada keserakahan. Yang ada hanyalah tugas untuk melanjutkan kehidupan. Masing masing makhluk sudah diberi peran, fungsi dan tanggung jawab untuk menjaga kesetimbangan alam. Dalam mencari rezeki, masyarakat Minang yakin bahwa setiap orang sudah ditentukan rezekinya masing-masing. Kewajibannya adalah untuk bekerja mengumpulkan rezeki tersebut. Dimanapun pasti ada rezeki di permukaan bumi ini. Keyakinan ini membuat masyarakat Minang terkenal sebagai perantau. Ungkapan bahasa Minang menyatakan bahwa rezeki elang tidak akan dapat oleh musang. Alam menunjukkan bahwa walaupun musang berada di permukaan tanah, tidak akan semua ayam jadi rezekinya. Sebagian pasti ada untuk elang yang mencari dari udara. Pelajaran ini mengajarkan bahwa tidak perlu cemas tidak akan dapat rezeki, namun jangan serakah dengan mengambil hak orang lain secara paksa. Keyakinan alam pasti akan memberi rezeki membuat masyarakat Minangkabau siap merantau kemana saja. Selagi punya niat baik dan bekerja baik, maka kemanapun mereka pergi tidak akan sia-sia. Dicampakkan kelaut akan jadi pulau, dicampakkan ke darat akan jadi bukit, demikian keyakinan orang Minangkabau yang akan pergi merantau. Tetap eksis dan berguna untuk orang lain.

3.3. Meeunyo ka pakat, lampoh jrat jeut ta pegalah (Aceh)

(10)

perlawanan dengan imperialis Eropah. Kekuatan perlawanan rakyat Aceh bukan untuk mempertahankan kekuasaan. Tapi mempertahankan prinsip dan kesepakatan untuk mengusir penjajah. Kesepakatan ini dikukuhkan oleh para ulama. Kesepakatan untuk hal apapun adalah harga mati bagi rakyat Aceh untuk dijalankan, sehingga diungkapkan dengan kata kalau sudah sepakat, kuburanpun bisa dijual. Kuburan masyarakat Aceh biasanya terletak di halaman depan rumah tinggal. Menjual rumah juga berarti menjual kuburan. Tetapi bila diperlukan harus menjual rumah untuk perjuangan, maka dengan adanya hasil kesepakatan, semua warga akan membenarkannya. Kearifan ini sekaligus untuk meninggikan nilai rumah dan tanah agar keluarga tidak mudah menjualnya karena adanya kuburan terdapat pada tanah tersebut yang bukan hanya milik generasi sekarang, tetapi juga milik gerenasi terdahulu.

Kesepakatan terhadap hukum yang berlaku pada satu daerah sangat dihargai oleh masyarakatnya sebagaimana dinyatakan dalam kata mutiara, hukum negara untuk pakaian, hukum Tuhan untuk mahkota. Hukum negara dipatuhi sebagai acuan dalam bermasyarakat, tetapi hukum Tuhan harus dijunjung tinggi sebagai pedoman dalam kehidupan. Sebagai penganut agama Islam, orang Aceh menetapkan bahwa tujuan hidupnya adalah untuk membela kehormatan diri, keluarga dan tanah air, serta matinya adalah untuk membela kebenaran agama sebagaimana diungkapkan dengan kata udep saree, matee sahid atau hidup harus terhormat dan kalau mati jadi sahid

Kehidupan sosial masyarakat Aceh sejak dahulu sudah diatur dalam hukum, baik hukum adat maupun hukum agama. Aturan tersebut sangat jelas dan harus dipatuhi agar tidak menimbulkan konflik. Hak buaya dalam sungai, hak harimau dalam hutan adalah kata mutiara yang mengungkapkan perasaan orang Aceh tentang kekuasaan. Lingkungan hidup buaya jelas sangat berbeda dengan harimau. Masing-masing punya hak dan kewajiban serta wilayah kekuasaan yang berbeda. Demikian juga dengan aturan dalam bermasyarakat harus ada aturan yang jelas dan tegas. Masyarakat Aceh mengungkapkan dengan kata sawah berpematang, orang berpemimpin, rumah beradat. Prinsip hidup inilah mengakibatkan banyak terjadi konflik dengan pendatang, baik sebelum zaman kemerdekaan maupun setelah Indonesia merdeka. Masyarakat Aceh sangat terkenal dengan keteguhannya memegang prinsip hidup dan hukum adat. Umumnya konflik akan terjadi bila mereka merasa haknya dilanggar atau diatur oleh orang lain.

(11)

melawan penjajah dari Eropah, tetapi juga dengan pemerintah Indonesia sendiri yang cukup memakan waktu sangat lama.

Pemimpin dituntut berlaku adil secara tegas. Masyarakat Aceh tidak menghargai pemimpin yang lemah serta tidak bijaksana. Aceh mengungkapkan masalah karakter kepemimpinan ini dengan kata bila tanah lembek, maka kerbau akan berkubang. Bila pemimpinnya tidak tegas, maka kekacauan akan terjadi. Semua orang akan bertindak sesukanya. Rakyat Aceh pernah dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda sebagai Sultan Aceh yang kedua belas dan dikenal sangat tegas berlandaskan keadilan. Pada zaman kepemimpinan Iskandar Muda Aceh mengalami kejayaan baik pengembangan wilayah kekuasaan maupun pertumbuhan ekonomi. Iskandar Muda menegakkan keadilan dan bahkan menghukum dengan keras terhadap kesalahan yang dilakukan anaknya sendiri. Kepemimpinan seperti ini melegenda bagi masyarakat Aceh, dan terbukti bahwa segala titahnya dilaksanakan dengan patuh oleh rakyatnya.

Masyarakat Aceh sangat bangga dengan adat yang mereka miliki dan amalkan. Upaya untuk tetap memegang teguh adat diungkapkan dengan kata mati anak ada kuburannya, mati adat kemana harus mencarinya. Tentu saja falsafah ini dipercaya dapat menjaga masyarakat Aceh untuk tidak kehilangan jati diri, selama masih ada yang mengamalkanya. Perkembangan zaman dan tuntutan pertumbuhan ekonomi kadangkala membuat masyarakat terpaksa melupakan adat dan kebiasaan serta falsafah hidupnya. Generasi muda sekarang bahkan sudah mulai kurang memahami lagi warisan adat yang sepatutnya mereka jaga. Kesepakatan-kesepakatan yang dulunya jadi pedoman hidup mulai dilupakan. Dikhawatirkan suatu saat proses ini akan membalikkan ungkapan yang dulunya pernah dikenal dalam masyarakat Aceh, apabila perasaan tidak tersinggung, ia akan memberi segala-galanya menjadi hal yang negatif. Generasi muda akan melupakan adat budaya dan rela menggantinya dengan yang baru selama mereka menganggap bahwa budaya yang baru tidak menyinggung perasaan mereka.

3.4. Endi-enta (Karo)

(12)

Mengapa kata memberi dan menerima harus dicantumkan pada sendok nasi, bukan pada peralatan rumah tangga lain? Makan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan tiga kali sehari. Sendok merupakan peralatan yang tetap terpakai selama kegiatan makan dilakukan. Sangat tepat bila ada pesan yang harus disampaikan untuk tetap diingat adalah melalui alat yang selalu dipakai dalam kehidupan sehari hari. Ritual makan itu sendiri mengingatkan bahwa makanan tersebut merupakan pemberian dari yang Maha Kuasa. Kita sebagai manusia adalah penerima. Yang memberi tingkatannya lebih tinggi dari yang menerima. Memberi dan menerima merupakan falsafah hidup etnis Karo yang menggariskan bahwa dalam memberi kehidupan, kita harus memberi terlebih dahulu memberi sebelum menerima. Ini dulu, baru itu. Laksanakan kewajiban baru tuntut hak. Ajaran yang dikandung dalam kata mutiara ini menjadi akar kehidupan masyarakat Karo yang dasarnya adalah petani. Petani adalah pekerjaan yang memang paling taat dengan falsafah memberi dan menerima. Tidak ada petani yang dapat panen sebelum menanam. Seorang petani harus memberikan waktu, modal dan perhatian untuk tanamannya. Mulai dari menanam benih, memelihara hingga panen. Semuanya diawali dengan memberi. Setelah waktunya tiba, maka petani akan menerima hasil payah kerjanya. Panen.

Masyarakat Karo juga sangat tergantung pada hutan yang ada di sekitar kampung mereka. Falsafah memberi dan menerima juga mengingatkan pada mereka bahwa tidak boleh menebang kayu di hutan bila tidak ikut menanamnya. Kalaupun terpaksa harus menebang untuk keperluan membangun rumah, harus segera menanam kembali. Jangan mengambil lebih dari yang diberikan. Tanam lebih banyak dari yang ditebang. Bila dilaksanakan falsafah yang terkandung dalam kata mutiara ini, maka kehidupan akan berlangsung secara lestari. Alam akan memelihara dan menjamin kebutuhan kehidupan manusia, bila kita juga memberi perhatian untuk memeliharanya.

Pentingnya memberi dari menerima juga terlihat pada tujuan hidup masyarakat Karo yang diungkapan dengan kata Tuah, Sangap Mejuah-juah yang artinya kehidupan cukup dari segi ekonomi, punya sanak saudara yang banyak serta bisa hidup sejahtera. Kecukupan dari segi ekonomi tidak semata hanya untuk keperluan pribadi maupun keluarga saja. Bagi orang Karo mereka tidak perduli hartanya habis, asalkan habisnya untuk kebaikan serta persahabatan. Persahabatan dan persaudaraan lebih penting dari harta. Dalam kehidupan sehari-hari mereka juga mewujudkannya dalam perilaku kebiasaan turun temurun dengan pernyataan bahwa mereka merelakan air nira hasil sadapan dari pohon enau yang ditampung menggunakan wadah bambu diminum siapa saja, asal mengantungkan kembali wadah penampungnya.

3.5. Poda na Lima (Batak)

(13)

pelihara pekaranganmu. Pesan ini secara tegas menyatakan tahapan yang harus diamalkan agar manusia terpandang baik dalam bermasyarakat. Kita hanya dapat menjadikan sekeliling kita lebih baik bila kita sendiri sudah punya hati yang bersih dan niat yang baik, serta mencontohkan dengan perbuatan yang baik. Kebaikan hidup mulai dari hati yang bersih. Hati yang bersih tidak akan berbuat sesuatu yang akan menyakitkan lain maupun bagi orang lain. Orang yang berhati bersih tidak akan serakah, tamak serta berperilaku sebagai perusak bagi masyarakat sekitarnya. Hati yang bersih tercermin pada wajah, dan terwujudkan dalam bentuk perilaku yang baik dalam hidup bermasyarakat.

Hati yang bersih harus diikuti dengan badan yang sehat. Badan yang sehat akan berguna bagi orang lain dan makhluk lain. Badan yang sehat harus dihiasi dengan pakaian yang baik. Pakaian dapat juga dinyatakan sebagai penampilan. Hati bersih, badan yang sehat serta penampilan baik merupakan persyaratan yang harus dimiliki seorang pemimpin di tengah masyarakat. Setiap orang sebenarnya merupakan pemimpin bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain, sehingga setiap orang juga harus memperhatikan hatinya, kesehatannya dan juga penampilannya. Perilaku baik akan dapat menggambarkan niat serta cara hidup seseorang.

Pesan yang keempat adalah bersihkan rumahmu. Rumah mencakup seluruh keluarga dan kebutuhannya. Membersihkan rumah tidak hanya dari segi fisik. Pembangunan rumah harus dilakukan menggunakan sesuatu yang baik. Tidak boleh membangun dan menghiasi rumah dengan harta yang tidak baik atau diperoleh dari jalan yang bertentangan dengan hukum. Rumah yang bersih secara fisik juga harus dibersihkan secara non fisik. Sebuah rumah yang baik terlihat dari hubungan yang harmonis antar keluarga. Bila setiap rumah tangga sudah baik, maka masyarakat akan jadi baik. Membangun negara yang baik hanya dapat dilakukan bila masyarakatnya baik.

Pesan kelima adalah pelihara pekarangan atau lingkunganmu. Halaman rumah mencakup tetangga dan alam sekitarnya. Sebagai anggota masyarakat, orang Batak menuntut masing-masing warganya bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup bagi orang Batak adalah sesuatu yang sangat penting karena kehidupan mereka sangat tergantung kepada hasil pertanian dan perkebunan.

(14)

menghormati manusia dan alam sebagai makhluk yang sama berhak hidup untuk saling melengkapi.

Bukan hanya dari segi sosial kemanusiaan dan wilayah pemerintahan, orang Batak juga membagi ketinggian permukaan bumi atas lima satuan tingkatan. Mulai dari daerah datar yang baik untuk pertanian, kemudian ada yang disebut dengan daerah bergelombang, bukit, anak gunung dan gunung. Masing-masing ketinggian ini akan diperlakukan sesuai dengan potensinya untuk mendukung kehidupan. Orang Batak juga membagi lima sistem pengelolan alam mulai dari kebun, ladang, hutan, hutan lebat dan hutan belantara. Pemanfaatan sumber daya alam harus diatur sesuai dengan fungsinya. Ada lahan untuk diusahakan dan ada yang harus dilestarikan. Bagi orang Batak, hutan belantara adalah daerah yang harus ada dan tidak boleh diganggu karena keberadaanya bukan hanya untuk manusia saja, tetapi juga untuk seluruh kehidupan. Hewan dan tumbuhan yang hidup di hutan merupakan penyempurna bagi kehidupan manusia. Bila hutan sudah rusak, maka kualitas hidup akan menurun. Kearifan untuk memelihara bumi agar tidak rusak sudah dimiliki dan dijadikan falsafah hidup bagi orang Batak sejak dahulu

Hidup masyarakat Batak yang didominasi oleh kegiatan pertanian sangat tergantung dengan alam. Masyarakat Batak sudah tahu bahwa setiap perusakan hutan akan merusak sumber air, karena mereka melihat adanya tetesan air pada akar pohon. Kumpulan tetesan air akan membentuk aliran air yang akhirnya berkumpul membentuk anak sungai dan menyatu sebagai sungai. Tanah tanpa air, akan mencabut orang Batak dari akar kehidupannya. Pamahaman terhadap perlunya air untuk memenuhi kebutuhan hidup ini menyebabkan masyarakatnya harus berhati-hati menjaga sumber daya air yang secara tidak langsung harus menjaga keberadaan hutan. Orang Batak mengajarkan bahwa

sesempurna tempat kehidupan adalah bila ada tanah dan ada sumber airnya. Memang menarik sekali klasifikasi yang disimpulkan orang Batak terhadap lingkungan hidup fisik dan sosialnya. Semua diwakili melalui Pesan yang Lima.

4. Analisis

Kebudayaan itu mewakili wawasan, perilaku dan upaya suatu bangsa untuk berkehidupan dalam rentang waktu tertentu. Tingkatan pencapaiannya sangat tergantung kepada kelompok manusia yang hidup pada zaman tersebut. Walaupun ada panduan atau contoh dari kehidupan masyarakat sebelumnya, masyarakat generasi berikutnya tidak akan mungkin dapat melaksanakan hal yang sama. Masing-masing etnik akan menghasilkan hal yang terbaik untuk masyarakatnya dan untuk zaman kehidupannya. Adaptasi adalah kata kunci yang dimiliki manusia untuk mampu terus hidup, walaupun terjadi perubahan mendasar dari lingkungan sekitar kehidupannya.

(15)

mereka, namun jati diri itu tetap dapat dipertahankan. Secara geografis, antara masyarakat Minang, Karo dan Batak berada pada suatu hamparan yang saling berbatasan langsung. Tetapi jati diri masing-masing tampaknya tidak saling bisa mempengaruhi. Demikian juga dengan agama, walaupun sama kepercayaan dan ritualnya, namun juga tidak bisa menyamakan jati diri antar etnik penganutnya.

Adalah suatu upaya yang sia-sia untuk menyatukan hal yang terbaik dari semua etnik untuk kemudian membangunnya jadi suatu jati diri yang baru untuk diamalkan secara seragam. Alam takambang jadi guru sebagai acuan masyarakat Minangkabau berkehidupan membuat mereka bisa hidup sukses di perantauan. Walaupun tingkat adaptasi tinggi, namun mereka tetap menjaga jati diri yang sebagai kebanggaan atas etnik asalnya. Demikian juga untuk menyatukan jati diri masyarakat Aceh dengan Jawa adalah suatu hal yang tidak mungkin. Walau Etnik Jawa memiliki tingkat toleransi yang tinggi dan sangat menghargai nilai kemanusiaan orang lain, dan etnik Aceh akan memberikan apapun yang terbaik bila sudah terjadi kesepakatan, tapi untuk membuat suatu keseragaman atau penyatuan prinsip juga tidak akan mungkin terjadi. Prinsip kesepakatan Aceh adalah hal terbaik yang sebenarnya diperlukan untuk membangun suatu masyarakat yang lebih maju. Untuk menyatukan prinsip kesepakatan Aceh dengan kebersihan niat serta perbuatan suatu hal terbaik yang dianut masyarakat Batak juga tidak pernah dapat dilakukan. Walaupun secara teori itulah yang terbaik.

Manusia itu adalah makhluk sosial yang cerdas dan diciptakan untuk dapat memperbaiki tingkat dan nilai kehidupannya secara terus menerus, baik secara individual maupun secara berkelompok. Manusia bisa menemukan hal yang terbaik dari apa yang ada disekitarnya, namun belum tentu mampu untuk melaksanakan dalam kehidupannya. Falsafah hidup untuk menghargai orang lain dan kelebihan orang lain mungkin merupakan kata kunci untuk kebudayaan manusia baru yang hanya dapat ditanamkan melalui sistem pendidikan masing-masing etnik atau bangsa. Galilah kebaikan dan keunggulan falsafah hidup dari masing-masing jati diri etnik maupun bangsa, ajarkan kepada generasi mudanya. Dengan adanya kemajuan sistem pendidikan dan bantuan teknologi informasi, sebarkan masing-masing ajaran kebaikan tersebut. Kita hanya bisa menunggu hasil pendidikan tersebut. Sampai dimana satu generasi bisa terpengaruh dan memperbaiki wawasan dan perilakunya dengan ajaran kebaikan yang diterimanya. Kalaupun untuk mencari wajah baru adalah suatu hal yang sukar, namun yang paling penting adalah munculnya rasa saling menghargai dan dapat memupuk kesepakatan untuk dapat hidup saling berdampingan dan saling memajukan kualitas kehidupan.

5. Kesimpulan

(16)

merupakan suatu keseragaman jati diri yang diramu dari hal terbaik dari masing-masing akar budaya. Kita harus menerima bahwa masing-masing etnik dan bangsa memiliki sisi terbaik, namun belum tentu bisa berlaku universal. Selain punya kodrat untuk belajar dan adaptasi, manusia juga punya pertahanan diri. Tergantung sisi mana yang dapat lebih dominan.

Suatu bangsa yang disatukan secara ideologi maupun politik dalam sebuah bentuk kekuasaan dan disebut dengan negara, belum berarti masyarakatnya juga sudah menyatu pada satu nilai kebangsaannya. Perbedaan dalam memahami nilai persatuan dalam satu kebangsaan dari masing-masing anggota masyarakat juga sangat berbeda. Sesuai dengan kodrat penciptaan manusia, perbedaan-perbedaan itulah yang menyebabkan hidup ini menjadi lebih indah. Masing-masing orang punya kelebihan dan kekurangan. Menyatukan semua kelebihan dan menghilangkan semua kekurangan adalah hal yang mustahil karena mengingkari kodrat penciptaan itu sendiri. Bangunan yang terbaik dari kelompok manusia adalah merekat sisi baik dan sisi kelemahannya secara bersamaan, karena baik atau buruk dalam suatu kejadian pasti ada maknanya bagi keberlanjutan kehidupan itu sendiri. Yang diperlukan adalah saling memahami terhadap adanya perbedaan tersebut, serta dapat menghargai bahwa pada perbedaan terdapat ujian bagi manusia untuk menghargai nilai kemanusiaan itu sendiri.

Bangsa Asia mungkin saja berasal dari akar budaya yang sama. Setelah melalui rentang waktu lama, masing-masing bangsa mulai menemukan jati dirinya sendiri. Kelebihan yang dimiliki satu bangsa akan dilengkapi oleh kekurangan dari satu bangsa yang lain. Selama masih menghargai nilai kemanusiaan, maka bangsa yang lebih maju akan tetap menghormati bangsa yang belum beruntung. Falsafah Jawa untuk memanusiakan manusia merupakan perekat yang baik bagi membina hubungan sosial dan kemasyarakatan antar manusia dan antar negara.

Hidup pada era globalisasi ini mengharuskan setiap bangsa untuk menghormati bangsa yang lain. Tidak ada bangsa yang bisa hidup sendiri. Alam mengajarkan bagaimana daun menerima gas sisa pembakaran dan mengembalikannya dalam bentuk oksigen yang dibutuhkanoleh semua makhluk. Berikan yang baik maka kita akan menerima yang terbaik. Beban membangun dunia masa depan jelas tidak akan mungkin dengan satu pola, walau merupakan bukti dari hasil pilihan terbaik yang dilakukan oleh satu bangsa. Namun yang terbaik adalah bila kita dapat menentukan kesepakatan hal terbaik apa yang bisa kita lakukan agar dunia dan kehidupan ini menjadi lebih baik. Tentunya masing-masing bangsa harus mampu memberikan sisi terbaik dari mosaik kebaikan yang dimiliki masyarakatnya.

References

(17)

http://antaranews.com/ANTARA News Kata Mutiara Rangsang Simulasi Intelektual.mht. senin, 25 Oktober 2010 11:00

Harahap Basyral Hamidy, (2007). Holong Mengalap Holong, retirieved November 15, 2010 from http://basyral-hamidy-harahap.com/blog/index.php?itemid=26 Blog of Basyral Hamidy Harahap, [email protected]

Imam Budi Santosa, (2009). Kumpulan Peribahasa Indonesia dari Aceh sampai Papua, Yogyakarta: Indonesia Tera

Muarif, (2009). Rahasia Sukses Orang Minang di Perantauan, Yogyakarta: Pinus Book Publisher.

Munandar, A. A (2009). Kawasan Asia Tenggara Dalam Dinamika Sejarah Kebudayaan, retrieved November 1, 2010 from http://www.fib.ui.ac.id/ index. php? option =com_content&view=article&id=192:kawasan-asia-tenggara-dalam-dinamika-sejarah-kebudayaan&catid=39:artikel-ilmiah& Itemid=122&lang=in-ID

Sadikin, Mustofa, S.S. (2010). Kumpulan Sastra Indonesia Edisi Terlengkap, Jakarta: Gudang Ilmu

Setyo Untoro, (2009). Peribahasa Bahasa-Bahasa Daerah Sebagai Cermin Keanekaragaman Budaya Indonesia, retrieved Desember 1 from www: http://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2010/01 090 -Setyo-Untoro-Pusat-Bahasa-Peribahasa-Bahasa-bahasa-Daerah-.-.-..pdf

Simuh,(2000). Keunikan Interaksi Islam dan Budaya Jawa, retrieved November 15 2010 from www: http://www.heritageofjava.com/ebook/Keunikan Interaksi_Islam_dan_Budaya_jawa.pdf

Soemantri, T.K (2008) Bahasa (Masihkah) Menunjukkan Bangsa? , Retrieved November 15, 2010 from WWW: http://guyubbahasa.blogspot.com/

Tim Penyusun, (2008). Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa, retrieved November 10, 2010 http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa, retrieved November 10, 2010

http://www.goodreads.com/book/show/1975463.Psikologi_Jawa, retrieved November 10, 2010

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Minangkabau, retrieved November 20, 2010

Referensi

Dokumen terkait