• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memahami Matem atika Kedudukan Kontribusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Memahami Matem atika Kedudukan Kontribusi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

MEMAHAMI MATEMATIKA:

KEDUDUKAN, KONTRIBUSI, DAN IMPLIKASI SOSIAL

1

Dr. Herdito Sandi Pratama

2

Pengantar

Saat tulisan ini disusun, terdengar kabar Hilary Putnam (1926-2016) wafat pada 13 Maret 2016. Putnam adalah pemikir besar dengan minat dan kedalaman yang mengagumkan. Di saat kita tidak lagi mudah menemui ion genius sebagaimana Da Vinci, yang menguasai banyak wilayah pengetahuan dan keterampilan, Putnam adalah segelintir pemikir yang memiliki keunikan. Ia Profesor Filsafat Harvard University yang banyak menulis karya dalam bidang logika, filsafat matematika, filsafat ilmu pengetahuan, metafisika, filsafat kesadaran, etika, pemikiran politik, filsafat ekonomi, filsafat sastra, filsafat teologi, hingga ilmu komputer. Dalam keseluruhan minatnya itu, Putnam menggunakan pendekatan analitik terhadap sejumlah besar minatnya. Maka, tidak mengherankan, ia banyak berkontemplasi mengenai makna dari pengetahuan, matematika, logika, kenyataan, dan berusaha menganalisisnya dalam formalisme berpikir yang ketat sekaligus terbuka terhadap kritik. Putnam adalah satu filsuf kontemporer (sama halnya seperti Bertrand Russell) yang dalam usianya yang relatif panjang, banyak mengubah pandangannya seiring dengan bukti baru dan kritik yang kemudian dianggapnya lebih baik.3 Dunia kehilangan satu pemikir penting abad ini.

Kematian Putnam, yang sekaligus pemikir besar dalam bidang filsafat, matematika, dan teknologi, membangkitkan kembali minat kita terhadap kedudukan pengetahuan, khususnya pengetahuan formal dan analitis, aplikasinya dalam ilmu pengetahuan empiris dan teknologi, dan perannya bagi kemanusiaan.

Kedudukan Matematika terhadap Filsafat dan Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan secara historis adalah perkembangan lanjut dari filsafat. Dengan kata lain, filsafat adalah proto-ilmu; cikal bakal ilmu pengetahuan modern.4

Sebagaimana frasa ‘mother of sciences’, filsafat dikenal luas sebagai induk segala ilmu pengetahuan. Sejak pertama kali dipraktikkan pada abad 5 SM, pertama kali oleh Thales, filsafat mengalami perkembangan yang cukup kompleks dalam sejarahnya

hingga hari ini. Seluruh penyelidikan mengenai “Ada” atau totalitas realitas, menjadi

objek kajian filsafat. Namun, dalam perkembangannya, metode ilmiah berkembang dari dalam tubuh filsafat dan pada akhirnya mendorong tumbuhnya ilmu pengetahuan modern, yang hingga kini semakin beragam, disipliner, dan spesifik. Spesialisasi

1 Disampaikan dalam Seminar Nasional Parsial INFORMATECH, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 19 Maret 2016.

2 Dosen di Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.

Bidang pengajaran meliputi jenjang S1, S2, dan S3, di antaranya Logika (Tradisional dan Simbolik), Epistemologi, Filsafat Analitik, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Konstruktivisme, dan Filsafat Ekonomi.

3 Lihat uraian Martha Nussbaum dalam Huffpost and Cultures,

http://www.huffingtonpost.com/martha-c-nussbaum/hilary-putnam-1926-2016_b_9457774.html

4Anthony O’Hear (ed.). 2009. Conceptions of Philosophy (London: Cambridge University Press),

(2)

menjadi karakter dari penyelidikan ilmiah. Realitas tidak lagi dipahami sebagai realitas an sich, melainkan terklasifikasi berdasarkan penekanan pada objek material dan khususnya objek formal yang digunakan. Sebagai contoh, fisika mempelajari realitas fisik; hukum-hukum yang mengaturnya, perilaku objek fisik dan sebagainya. Biologi mempelajari realitas bios (makhluk hidup). Sehingga, pada satu titik, filsafat kehilangan objek kajian yang definitif karena sudah diambil-alih oleh ilmu pengetahuan. Filsafat kini, kendati banyak diperdebatkan, berfungsi sebagai disiplin lapis kedua (second-order discipline) yang utamanya tidak lagi berurusan langsung dengan realitas an sich, melainkan lebih sebagai peralatan analitik untuk memeriksa investigasi rasional ilmu pengetahuan. Dalam kerjanya, filsafat tetap menggunakan sistematika yang secara komprehensif berkaitan dengan ontologi (studi mengenai hakikat sesuatu/kenyataan), epistemologi (studi mengenai hakikat pengetahuan), dan aksiologi (studi mengenai nilai). Pendekatan komprehensif filsafat mempertahankan spekulasi rasional terhadap

the big questions’ yang sejak mula mengundang pertanyaan reflektif umat manusia, mengenai hal-hal besar seperti hakikat kenyataan, posisi manusia, pengetahuan, dan nilai. Pentingnya filsafat terletak di dalam hakikat kita sebagai makhluk rasional (rational inquirer), yakni sebagai ‘being’ yang memiliki pertanyaan-pertanyaan, membutuhkan jawaban-jawaban, dan menginginkan jawaban-jawaban tersebut menjadi jawaban yang meyakinkan.5

Pembuktian filosofis tidak sama dengan pembuktian matematis berupa demonstrasi formal, juga tidak persis dengan pembuktian ilmu-ilmu deskriptif. Jadi, teori filsafat tidak diuji melalui observasi. Dalam hal ini penting menyimak pendapat A.J. Ayer bahwa teori filsafat bersifat netral terhadap fakta-fakta material.6 Filsafat__induk segala

ilmu itu__merupakan bidang penyelidikan rasional dengan karakteristik abstrak, reflektif,

spekulatif, radikal, integral, komprehensif, dan kontinum; dengan seluruh karakteristik dan metodenya, ia dibedakan dari disiplin lainnya. Tetapi, benarkah seluruh ilmu pengetahuan menginduk pada filsafat?

Ernest Gellner berargumen bahwa filsafat seringkali lebih berperan sebagai apologi terhadap realitas sosiologis.7 Artinya, fakta atau peristiwa sosial dipraktikkan

lebih dahulu untuk kemudian direfleksikan melalui penyelidikan filosofis. Kita bisa ambil contoh pandangan filosofis mengenai demokrasi, yang datang lebih belakangan dibanding praktik demokrasi terbatas di Yunani. Terlebih, filsafat datang dalam semangat transfigurasi mitos ke logos, artinya filsafat merupakan respon terhadap pengetahuan atau praktik sosial yang ada lebih dahulu. Dengan kata lain, gagasan epistemik (pengetahuan) dan praktik-praktik sosial yang hidup dalam masyarakat mengundang refleksi filosofis, yang kemudian akan terus berkembang, dipertajam, diperdebatkan, diumpan-balik, dan bahkan pada beberapa kasus menjadi schools (mazhab) tersendiri dalam studi filsafat.

Hal yang sama berlaku bagi matematika. Sebagai suatu bidang ilmu, matematika memiliki kemiripan dengan filsafat dalam hal abstraksi. Matematika tidak berurusan__kecuali secara tidak langsung__dengan kenyataan material. Ia mengejar

5 Nicholas Rescher. 2007. Philosophical Reasoning (New York: Oxford University Press), hal. 7. 6 A.J. Ayer. “The Methods of Philosophy” dalam Nigel Warburton. 1999. Philosophy: Basic

Readings (London: Routledge), hal. 8

7 Nicholas H. Smith. 1997. Strong Hermeneutics: Contingency and Moral Identity (New York:

(3)

prinsip-prinsip yang secara koheren bekerja dalam suatu sistem penalaran matematis. Uniknya, tidak seperti kebanyakan ilmu lainnya yang tumbuh belakangan dan menginduk pada filsafat, matematika justru datang bersamaan atau bahkan lebih mula dari filsafat. Dari sudut pandang ini, matematika yang belakangan kita tahu sangat formal, pada dasarnya adalah aktivitas manusiawi, suatu fenomena sosial yang sekaligus merupakan bagian dari kebudayaan manusia, yang berevolusi dalam sejarah, dan terpahami dalam suatu konteks sosial.8 Pengertian semacam ini hanya bisa didapat

jika kita menempatkan matematika dalam sudut pandang historis. Darinya kita bisa melihat bagaimana “pengetahuan lengkap” matematika merupakan akumulasi dan pengorganisasian, dan sistematisasi terhadap temuan-temuan parsial dari pengetahuan masyarakat.

Matematika dengan demikian adalah aktivitas manusia, suatu produk, dan suatu karakteristik dari kebudayaan dan masyarakat. Dalam hal inilah, matematika hadir lebih mula dari filsafat. Ia hadir lebih dahulu, barulah para filsuf berfilsafat mengenainya. Memang perlu diakui, pendekatan historis terhadap matematika tidak langsung relevan

dengan pertanyaan dasar “apa itu matematika?” Namun, mendudukkan matematika

dalam konteks historisnya sebagai suatu upaya pengetahuan manusia, merupakan jalan yang saya kira tepat untuk nantinya memperlihatkan bagaimana matematika pada dasarnya sangat terkait dengan dimensi kemanusiaan kita. Lepas dari segala formalisme berpikirnya, matematika menubuh pada ruang-ruang sosial, dan kiranya dapat memperbaiki kehidupan umat manusia.

Terdapat berbagai pandangan mengenai asal-muasal dari matematika, terutama dengan melihat matematika dari sudut pandang kontemporer, di mana bidang ini telah mengalami berbagai perkembangan yang luar biasa dengan ditandai oleh sejumlah pencapaian para jeniusnya (Pythagoras, Plato, Rene Descartes, Leibniz, Frege, Tarski, Peano, Russell, Godel, Brouwer, Hilbert, dan lainnya) dan dapat dilihat juga bahwa terdapat sejumlah schools (mazhab, aliran) dalam bidang matematika itu sendiri seperti logisisme, Platonisme, Fregeian, dan lainnya. Saya tidak berpretensi menjelaskan semua ini, tetapi perlulah sekurang-kurangnya kita memahami bahwa dalam konteks sejarah awalnya, kita bisa bedakan dua jalur perkembangan matematika.

Pertama, dimulai oleh Pythagoras dan Plato, yang melahirkan idealisme dan absolutisme, yang memandang matematika bersifat adi-manusiawi atau non-manusiawi. Konsepsi-konsepsi abstrak matematis merupakan prinsip dasar yang menjadi fondasi kenyataan, di mana kenyataan tersebut bukanlah kenyataan historis manusia itu sendiri. Baik Pythagoras maupun Plato terobsesi pada suatu prinsip harmoni, suatu dunia ide, yang membentuk atau menentukan kenyataan material. Pada pemikir rasionalis modern abad 17, seperti Rene Descartes, tampak bagaimana matematika dan geometri dianggap sebagai suatu fondasi kenyataan, bahkan merupakan ide bawaan (innate ideas)

Kedua, dimulai oleh Aristoteles, yang melihat matematika sebagai aktivitas manusiawi.9 Dalam tradisi empirisme yang berkembang di Inggris pada abad 16 hingga

18, akan tampak lebih jelas bagaimana munculnya pandangan bahwa matematika bukanlah suatu prinsip adi-manusiawi yang dikenali oleh intelek manusia atau ide

(4)

bawaan, melainkan hasil dari abstraksi manusia terhadap dunia pengalaman yang dipersepsinya. Dengan kata lain, bagi Pythagoras dan Plato, realitas matematika adalah fondasi kenyataan yang bersifat adi-manusiawi sementara manusia mengenalinya melalui akivitas berpikir. Sedangkan Aristoteles dan para empirisis melihat dasar matematika adalah dunia pengalaman inderawi, yang perlahan-lahan diabstraksikan menjadi konsep-konsep fondasional matematis, seperti bilangan.

Filsafat dan matematika sama-sama disiplin intelektual abstrak. Matematika sendiri, sebagai ilmu pengetahuan, tentu saja merupakan satu sektor dalam pencarian atas kebenaran. Yang diinvestigasi dalam matematika adalah objek-objek matematis dan struktur matematis. Satu hal yang cukup jelas adalah bahwa matematika cukup berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya. Dalam perkembangannya, perdebatan mengenai fondasi yang tak-teragukan (certum fundamentum) dalam matematika memang mulai luruh sejak upaya sejumlah pemikir pada era 1920-1930an, juga ditandai oleh incompleteness theorem Kurt Godel. Namun, pada dasarnya matematika memang berurusan dengan fondasi.

Ada perbedaan hakikat teori yang digunakan dalam matematika dengan di dalam ilmu-ilmu empiris. Pembuktian formal matematika memang tidak sama dengan pembuktian empiris. Memang, ilmu empiris seperti fisika mempraktikkan penalaran deduktif dari premis-premis awal sebagaimana dalam matematika. Namun, fisika dan matematika memainkan peranan yang berbeda. Tujuan dalam matematika adalah memapankan teorema, yaitu kebenaran matematis. Sementara, dalam ilmu empiris seperti fisika, mereka banyak memperlihatkan konsekuensi dari suatu teori yang dapat digunakan untuk membuat eksplanasi maupun prediksi.10 Pengertian teori sendiri-pun

berbeda antara yang dipahami dalam ilmu empiris dan matematika. Dalam ilmu-ilmu empiris, teori berkedudukan dan berkonotasi dengan hipotesis, dengan kata lain sekuat apapun suatu teori empiris, ia senantiasa terbuka terhadap penyangkalan (refutation) dan revisi. Sementara, dalam matematika, teori tidak berkonotasi demikian. Tidak ada observasi yang dapat dirancang untuk menguji teori-teori matematika.11

Upaya menunjukkan karakter empiris dari matematika setidaknya dimulai oleh John Stuart Mill di abad 19, dengan pikiran pokok: matematika dapat diterapkan pada realitas empiris.

Kontribusi Matematika terhadap Ilmu Empiris dan Teknologi

Penerapan matematika, dan khususnya beberapa cabang matematika seperti statistika, dalam ilmu empiris sangatlah dominan. Tidak hanya dalam ilmu-ilmu alam seperti fisika, biologi, astronomi, dan kimia, juga dalam ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi dan ekonomi. Dalam ekonomi, sejumlah pemodelan matematika digunakan secara luas untuk menjelaskan perilaku ekonomi agen ekonomi, dalam hal ini bisa berupa individu, perusahaan, masyarakat, maupun negara. Pemodelan matematika berguna untuk

10 Eksplanasi adalah salah satu dari lima tujuan ilmu pengetahuan: tipologi, eksplanasi, prediksi,

pemahaman, dan kontrol. Lihat Paul Davidson Reynolds. 2006. A Primer in Theory Construction

(New York: Routledge), hal. 7-15.

11 Michael Dummett. “What is Mathematics About?” dalam Alexandre George (ed.). 1994.

(5)

menyusun eksplanasi dan prediksi atas realitas ekonomi.12 Dalam perumusan rekayasa

sosial dan kebijakan publik, matematika-pun berperan penting dalam menyajikan data dan analisis terhadapnya bagi pembuat kebijakan. Memang, pengambilan kebijakan publik sangat ditentukan oleh kehendak politik, tetapi terlepas dari itu, matematika mampu menjadi instrumen untuk menghasilkan rekayasa dan kebijakan yang lebih adekuat.

Di saat yang sama, perkembangan multidisipliner telah sampai pada titik di mana matematika tidak hanya diaplikasikan ke dalam metode ilmu-ilmu empiris (ilmu alam dan sosial), melainkan juga menjadi dasar dari perkembangan teknologi. Satu revolusi penting di abad 21 adalah revolusi teknologi informasi yang dimulai di Silicon Valley, California. Matematika menjadi dasar dalam algoritma komputer dan dengan sendirinya berperan besar dalam melahirkan teknologi komputer.13 Perkembangan masif teknologi

komputer ditandai secara fenomenal dengan revolusi teknologi informasi, yang kelak mengubah dunia sosial kita menjadi terhubung dalam jejaring informasi berskala global. Lahirnya ilmu informatika simultan dengan temuan-temuan teknologis di bidang ini. Memang, tidak semua informasi diproses melalui komputer, tetapi prinsipnya satu: informasi, dalam entitas dan media apapun, dikelola secara adekuat melalui aplikasi matematika.

Informatika terkait dengan aspek kognitif dan sosial sekaligus, dengan pengelolaan informasi yang mencakup berbagai bidang. Mulai dari ilmu perpustakaan, teknologi informasi, bioinformatika, hingga informatika medis. Sebagai sebuah ilmu, informatika merupakan studi terhadap fakta berlambang berupa data dan informasi yang berbasis pada komputasi. Sehingga, cukup tepat dikatakan bahwa matematika-lah yang memungkinkan cabang ilmu ini berkembang.

Implikasi Sosial

Revolusi teknologi informasi telah mengubah dunia begitu cepat sejak 1970-an, dan khususnya sejak internet digunakan luas di akhir era 90-an. Berdasar perspektif filsafat, dapat dikatakan informasi kini menjadi basis ontologi (kenyataan) sosial. Dengan medium teknologi mutahir, yakni teknologi informasi yang menggunakan wahana komputer, masyarakat kini bertransformasi menjadi masyarakat jejaring (network society), sebagaimana teori dari sosiolog Manuel Castells. Masyarakat jejaring memiliki tiga ciri: informasionalisme, berjejaring, dan global.14

Informasionalisme artinya informasi kini menjadi entitas primer dalam hubungan antar-manusia. Kita bisa lihat bentuk vulgarnya pada fakta bagaimana eksistensi seseorang kini diwakilkan oleh satuan-satuan informasi, yang dapat diekspresikan dalam bentuk nomor induk pegawai, nomor induk mahasiswa, no KTP, angka di rekening bank, dan sebagainya. Berjejaring artinya interaksi sosial kita kini dimediasi dalam jejaring berkat teknologi internet. Setiap orang kini dapat berinteraksi dalam satu jaring

12Paul Hudson. “Simple Mathematics in Simple Economic Modelling” dalam The Mathematical

Gazette, Vol. 61, No. 416 (Jun., 1977), hal. 105-119.

13 Bentuk pertama komputer sederhana, berupa kalkulator, pertama kali diciptakan oleh Leibniz,

filsuf dan matematikawan Jerman abad 18. Leibniz juga, bersama dengan Newton, yang menciptakan kalkulus diferensial. Apa yang dimulai oleh Leibniz di kemudian hari mendorong inovasi komputer.

(6)

tunggal dan sebetulnya yang dipertukarkan di sana adalah informasi. Global artinya, jejaring itu bersifat global. Apa yang terjadi di satu lokasi dapat segera diketahui secara real-time secara global.15 Dunia, meminjam istilah dari Castells, semakin bernuansa timeless-time dan spaceless space. Batasan waktu dan ruang meluruh.

Dengan tiga ciri tersebut, teknologi informasi, yang berdasar aplikasi matematika, telah mengubah cara masyarakat hidup. Bahkan, dari sudut pandang filsafat dapat dikatakan bahwa ontologi masyarakat berubah akibat determinasi teknologi. Teknologi sejatinya memang upaya manusia, tetapi teknologi sekaligus mendeterminasi manusia dan masyarakat, dengan segala properti yang dikandungnya. Kita bisa bayangkan misalnya jika Aristoteles telah memiliki teknologi teleskop yang mumpuni, maka pandangan kosmologi yang dipikirkannya juga akan berbeda. Dengan kata lain, ada hubungan yang sangat kuat antara teknologi dengan manusia, menyangkut bentuk sosialnya, budayanya, bahkan pada alam pikiran yang mampu dihasilkannya.

Dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir, sejumlah implikasi patut dipertimbangkan. Dunia berubah seiring perkembangan teknologi. Kini umat manusia terwakili sebagai kumpulan unit informasi yang saling bertukar dalam jejaring dan berinteraksi dengan logika jejaring melalui fasilitas teknologi informasi.16 Salah satu

persoalan adalah mengenai surveillance, di mana seluruh informasi yang kita pertukarkan dalam jejaring terakumulasi dalam The Big Data. Implikasinya luas, dari persoalan eksistensial, politik, etika, hukum, pendidikan, kebudayaan, dan ekonomi.

Penutup

Berdasarkan uraian sebelumnya, saya hendak mempertajam beberapa gagasan pokok dalam tulisan ini. Pertama, matematika adalah investigasi rasional abstrak yang tidak lahir dari filsafat, melainkan berbarengan atau lebih dahulu dari filsafat. Kedua, kendati banyak pendapat mengenai hakikat dari matematika, saya berpendapat bahwa matematika merupakan bidang ilmu bercorak sosial, sebagai hasil dari proses pengetahuan yang tumbuh dan berkembang dalam konteks sosio-budaya dan institusional yang pada akhirnya baru kemudian memperoleh sistematisasi dan semakin formal seiring perkembangan disiplinernya. Ketiga, teknologi, khususnya teknologi informasi, yang berkembang berkat penerapan ilmu, dalam hal ini matematika, juga merupakan produk sosio-historis yang tidak lepas dari eksistensi manusia. Oleh karena itu, pertimbangan kemanusiaan tetap menjadi parameter dalam menilai kemajuan teknologi. Keempat, perkembangan informatika dan revolusi teknologi informasi telah menghasilkan bentuk masyarakat baru, masyarakat jejaring, sekaligus menempatkan kita dalam situasi teknokultur, di mana teknologi menjadi basis pemaknaan masyarakat.17 Kelima, dengan menginsyafi bahwa ada karakter sosial dalam

matematika, juga seluruh ilmu pengetahuan, kita dapat mendudukkan kembali fungsi perkembangan ilmu dan teknologi dalam rangka perbaikan kehidupan umat manusia. Di

15 Jan Van Dick. 2006. The Network Society (London: SAGE Publishing), hal 51-55.

16 Castells, Manuel. “Information Technology, Globalization, and Social Development” dalam

UNRISD Discussion Paper, vol. 114 September 1999.

17 Harding, Robert. “Manuel Castells's Technocultural Epoch in ‘The Information Age’” dalam

(7)

situ, kita bisa melihat hubungan tegas antara perkembangan ilmu dan teknologi dengan perhatian humanistik kita.18

Terakhir, dengan memahami hakikat, sejarah, karakter, dan urgensi matematika bagi kemajuan kemanusiaan dan masyarakat, maka dalam konteks Indonesia, perlu dilakukan upaya-upaya meningkatkan literasi matematika di masyarakat.19 Kemampuan

berpikir formal dan analitis__logis dan matematis__adalah satu faktor penting dalam

mengembangkan suasana publik yang sehat, di mana argumentasi dan percakapan publik dapat disusun dalam bentuk yang logis dan adekuat. Pada gilirannya, akan membantu menumbuhkan kematangan pikiran masyarakat dalam merespon perubahan zaman.

Referensi Buku

Castells, Manuel. 2000. The Rise of Network Society (Oxford Wiley-Blackwell) Dick, Jan Van. 2006. The Network Society (London: SAGE Publishing)

George, Alexandre (ed.). 1994. Mathematics and Mind (Oxford: Oxford University Press) Hers, Reubens. 1997. What is Mathematics, Really? (Oxford: Oxford University Press)

O’Hear, Anthony (ed.). 2009. Conceptions of Philosophy (London: Cambridge University Press)

Rescher, Nicholas. 1980. Unpopular Essays on Technological Progress (New York: University of Pittsburgh Press)

Rescher, Nicholas. 2007. Philosophical Reasoning (New York: Oxford University Press) Reynolds, Paul Davidson. 2006. A Primer in Theory Construction (New York: Routledge) Smith, Nicholas H. 1997. Strong Hermeneutics: Contingency and Moral Identity (New

York: Routledge)

Warburton, Nigel. 1999. Philosophy: Basic Readings (London: Routledge)

Jurnal, Paper, dan Internet

Castells, Manuel. “Information Technology, Globalization, and Social Development”

dalam UNRISD Discussion Paper, vol. 114 September 1999.

Harding, Robert. “Manuel Castells's Technocultural Epoch in The Information Age,

Jurnal Science Fiction Studies, Vol. 33, No. 1, Technoculture and Science Fiction (Maret 2006)

Hudson, Paul. “Simple Mathematics in Simple Economic Modelling” Jurnal The Mathematical Gazette, Vol. 61, No. 416 (Jun., 1977), hal. 105-119.

Nussbaum, Martha, Huffpost and Cultures, http://www.huffingtonpost.com/martha-c-nussbaum/hilary-putnam-1926-2016_b_9457774.html

18 Nicholas Rescher. 1980. Unpopular Essays on Technological Progress (New York: University

of Pittsburgh Press), hal. 3-5.

19 Dalam pemeringkatan yang dilakukan tiga tahunan oleh Programme for International Student

Referensi

Dokumen terkait

Lokakarya Ketahanan Pangan Rumah Tangga tahun 1996 merumuskan bahwa ketahanan pangan rumah tangga adalah kemampuan untuk memenuhi pangan anggota keluarga dari waktu ke

Pengadaan Pekerjaan Pengamanan System IT Dengan Penerapan Network Access Control (NAC) PT PJB Unit Pembangkitan Gresik.. Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa

Namun sejauh ini belum banyak informasi dan penelitian tentang penggorengan dengan pasir sebagai media penghantar panas, terutama yang terkait dengan perubahan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh risiko sistematis dan kesempatan bertumbuh terhadap kualitas laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa

Setelah melakukan penelitian ini, peneliti menyarankan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange dapat dijadikan salah satu solusi untuk

Selain tugas pengawasan, pengawas sekolah juga berperan dalam mengevaluasi pelaksanaan program pengawasan akademik dan pengawasan manajerial serta melaksanakan

Salah satunya adalah dengan pembuatan sebuah produk yang memenuhi kriteria berbahan sederhana, bercita rasa tinggi, harga terjangkau dan bernilai gizi.. Produk yang

Kadar COD tinggi pada segmen 1, segmen 4 dan 5 Hal ini terjadi karena bagian hulu dipengaruhi eutrofikasi waduk dan bagian hilir dipengaruhi oleh padatnya pemukiman dengan