EDISI II/TAHUN 2014
48
O
rde Lama (Orla), memroduksi theideological man; manusia sarat ide, slogan, simbol tetapi gagal memenuhi dimensi ekonomi.
Orde Baru (Orba), memroduksi the mechanistic men; manusia mesin yang pikirannya dikosongkan dari ideologi-ideologi dan
diisi hanya dengan ideologi pembangunan, manusia sebagai obyek ketimbang subyek, penyeragaman, standarisasi dan pembatasan atas manusia dengan prinsip industrialisasi pikiran (industrialization of mind) atau produksi massal pikiran (mass produced mind) yang berujung pada in-humanitas. Orde Reformasi, memroduksi fragmented men; fragmentasi besar-besaran manusia karena terbukanya pintu demokratisasi dan kebebasan, manusia-manusia yang mementingkan diri sendiri (selfish man) seperti dilukiskan Hobbes yakni manusia yang dapat melakukan apa saja atas manusia lain dan negara, manusia mengeksploitasi manusia lain sebagai komoditi (man of commodity) seperti yang dilukiskan Marx (Imam Cahyono Kompas, 6/3/2007; Kompas, 13/1/2001). Mengingatkan kita pada hakikat volksnation yakni kebangsaan kerakyatan yaitu kerakyatan yang sarat makna atau sarat dimensi; tidak hanya dimensi politis, tetapi juga etis, sosial dan ekonomi bahkan religius. Konsepsi ini diandaikan menelorkan enerji-enerji plus yang berguna bagi kepentingan bangsa dan negara.
Memperluas Makna Kerakyatan
Reinventing People
Di samping apa yang biasa disebut rakyat atau yang diperintah, ilmu pemerintahan, memperkenalkan konsep lain : makhluk, manusia, orang, penduduk, warga masyarakat, warga bangsa, warga negara, civil society, rakyat, pelanggan dan konsumer, masing-masing dengan peranannya (Ndraha, 2003).
Makhluk (creature), demikian sumber di atas, adalah ciptaan sang khalik/Tuhan Yang Maha Esa. Konsepsi ini, berkonsekuensi logis, tidak hanya berupa
pengakuan dan fasilitasi, tetapi perilaku negara; berkeTuhanan/ agama, menjauhkan diri dari perbuatan tercela atau menegakkan moral dan etika pemerintahan, misalnya.
Makhluk, mencerminkan
hubungan vertikal dan transedental manusia dengan penciptanya. Menelorkan juga sejumlah nilai dan
jaminan-jaminan terhadap manusia tidak hanya dalam dimensi vertikal tetapi juga horisontalnya.
Manusia, adalah fakta dan konsep, dengan sejumlah hak (rights). Mengurus negara berarti mengurus hak-hak. Hak-hak mulai dari yang bersifat asasi sampai yang bersifat non asasi tetapi menuntun perilaku manusia dan lembaga-lembaganya. Jika hak mengandaikan boleh, dapat, memiliki atau memeroleh sesuatu maka mengurus hak, mensyaratkan model mental bernama kewajiban dan tanggung jawab.
Model tanggung jawab
pemerintah (responsibility), dengan demikian, tidak hanya menunjuk pada accountability (laporan dan perhitungan) tetapi obligativeness (kewajiban) dan kehendak bebas (free will). Memanusiakan manusia, memerdekakan bangsa. Tugas kita manusia adalah menjadi manusia. Manusia, dari akar kata manus (roh, jiwa) dan ia (tubuh) tubuh yang mempunyai jiwa, atau, menurut Thomas Aquinas, matter dan form, memiliki potensi suara hati, akal budi dan indera.
Berarti, mengurus negara, tidak hanya mengurus sandang, pangan dan papan, tetapi urus jiwa, akhlak, mental, spiritual, kepribadian, karakter, harkat dan martabat. Pembangunan berpusat pada manusia (people centered development) saatnya mendapat perhatian ekstra. Manusia adalah inti segala persoalan. Jika kita mampu mengurus manusia Indonesia, kita mampu mengurus Indonesia dan kemerdekaanpun
Oleh : Dr. Lery Rupidara
“
Mengurus negara berarti mengurushak-hak. Hak-hak mulai dari yang bersifat asasi sampai yang
ber-sifat non asasi tetapi menuntun perilaku manusia dan