METODE PENENTUAN NASAB DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP HAK WARIS ANAK (Study Pandangan Wahbah
al-Zuḥaily dalam Kitab al-Fiqh al-Islāmy wa Adillatuh)
SKRIPSI
Diajukam kepada Fakultas Syari’ah IAIN Purwokerto untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
ISMAIEL KHASAN NIM. 1423201021
PRORAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
JURUSAN ILMU-ILMU SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO
ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Dengan ini, saya :
Nama : Ismaiel Khasan
NIM : 1423201021
Jenjang : S-1
Fakultas : Syariah
Jurusan/Program Studi : Ilmu-Ilmu Syari‟ah/Hukum Keluarga
Menyatakan bahwa Naskah Skripsi berjudul Metode Penentuan Nasab Dan Implikasinya Terhadap Hak Waris Anak (Study Pandangan Wahbah al-Zuḥaily Dalam Kitab al-Fiqh al-Islāmy Wa Adillatuh)ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Skripsi ini, diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan Skripsi dan gelar akademik yang saya peroleh.
iv
NOTA DINAS PEMBIMBING
Purwokerto, 20 Desember 2018
Kepada Yth,
Dekan Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Purwokerto
Di
Purwokerto
Assalamualaikum Wr. Wb
Setelah melakukan bimbingan, telaah, arahan, dan koreksian terhadap penulisan skripsi dari Ismaiel Khasan, NIM : 1423201021, Jurusan/Prodi : Ilmu-Ilmu Syariah/Hukum Keluarga yang berjudul : Metode Penentuan Nasab Dan Implikasinya Terhadap Hak Waris Anak (Study Pandangan Wahbah al-Zuḥaily Dalam Kitab al-Fiqh al-Islāmy Wa Adillatuh)
Saya berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Purwokerto untuk diujikan dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Purwokerto, 20 Desember 2018 Pembimbing,
Hj. Durotun Nafisah, S.Ag., M.S.I NIP.19730909 200312 2 002
v
Motto
اُءْرَد
ُم ِدِساَفَمل
ِبْلَج ىَلَع ٌمَّدَق
ِحِلاَصَمْلا
“Menolak kerusakan itu didahulukan daripada menarik kebaikan”.*
*
Dikutip dari Moh. Adib Bisri, Terjamah Al-Faraidul Bahiyyah Risalah Qawa-id Fiqh,
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan :
Bapak Sudar Maulana dan Ibu Toyibah selaku kedua orang tuaku sekaligus menjadi guru dunia dan akhirat. Aku bangga menjadi anakmu. Berkat do‟a, pendidikan dan tirakatnya bapak dan ibu yang selalu istiqomah, sehingga skripsi ini terselesaikan.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Azza Wa Jalla, Dzat pemberi petunjuk, pembuka kabut kelamnya kebodohan dalam proses tafaqquh fi ad- din. Lantaran taufiq dan hidayahNya, setiap aktifitas dapat terlaksana, terlebih dengan selesainya penulisan skripsi ini.
Salawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Dengan hidayah pertolongan Allah SWT, alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul: Metode Penentuan Nasab Dan Implikasinya Terhadap Hak Waris Anak (Study Pandangan Wahbah al-Zuḥaily Dalam Kitab al-Fiqh al-Islāmy Wa Adillatuh)
Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Hukum di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto.
Bersamanya dengan selesainya skripsi ini, penulis hanya bisa mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi dan sumbangan sarannya, terutama kepada:
1. Dr. H. Syufa‟at, M. Ag., Dekan Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Purwokerto. Dr. H. Ridwan, M.Ag., Wakil Dekan I Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Purwokerto. Dr. H. Ansori, M. Ag., Wakil Dekan II Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Purwokerto. Bani
viii
Syarif M, M.Ag.,LL.M. Wakil Dekan III Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri Purwokerto.
2. Hj. Durotun Nafisah, S.Ag., M.S.I. Selaku Ketua Kaprodi Hukum Keluarga Islam Institut Agama Islam Negeri Purwokerto sekaligus menjadi pembimbing penulis yang dengan penuh kesabaran dan kesungguhan membimbing penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis hingga sampai pada penulisan skripsi ini dan segenap Staf Administrasi IAIN Purwokerto.
4. Bapak dan Ibu tercinta (Sudar Maulana dan Toyibah) serta adik-adikku (Akilul Fahmi, Ishak, Fahruz Zaman) dan keluarga besar yang telah memberikan dorongan moril maupun spirituil kepada penulis.
5. Guru sekaligus orang tua penulis Bapak Kiyai Hasan Basri, Abah Drs KH. Chabib Makki dan Ibu H Nyai Istiqomah Chabib, Abuya KH. Muhammad Toha Alawy Hafidz dan Ibu H Nyai Tasdiqoh Al-Hafidzoh, Bapak Kiyai Imam Mujahid yang senantiasa memberikan bimbingan dan dukungan serta doa restu kepada penulis.
6. Ustadz dan Ustadzah, Mursyid dan Mursyidah penulis, kawan- kawan di Fakultas Syari‟ah, khususnya Jurusan Hukum Keluarga Islam angkatan 2014, Kawan- kawan P.P.Al-Itqon Karanganyar, P.P.Al-Amin Mersi Purwokerto, P.P.Ath-Thohiriyyah Karangsalam Purwokerto yang senantiasa memberikan support dalam penulisan skripsi ini dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak disebutkan satu persatu.
ix
Tiada kata yang pantas penulis ucapkan selain ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya, semoga amal serta budi baik yang telah diberikan dengan ikhlas kepada penulis mendapatkan balasan pahala berlipat dari Allah SWT. Jazakumullah ahsanaljaza’.
Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan di sana-sini. Oleh karena itu, kritik dan saran selalu penulis harapkan. Akhirnya penulis berdoa semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya. Amin.
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 158/1987 dam Nomor 0543b/U/1987.
Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
ا Alif tidak
dilambangkan tidak dilambangkan
ب ba‟ B Be
ت ta‟ T Te
ث Ša Š es (dengan titik di atas)
ج Jim J Je
ح Ha ḥ ha (dengan titik di bawah)
خ kha‟ Kh ka dan ha
د Dal D De
ذ Źal Ź zet (dengan titik di atas)
ر ra‟ R Er
ز Zai Z Zet
س Sin S Es
ش Syin Sy es dan ye
ص Şad Ş es (dengan titik di bawah)
ض d‟ad d‟ de (dengan titik di bawah)
ط ţa' Ţ te (dengan titik di bawah)
ظ ża‟ Ż zet (dengan titik di bawah)
ع „ain „ koma terbalik ke atas
غ Gain G Ge ف fa‟ F Ef ق Qaf Q Ki ك Kaf K Ka ل Lam L „el م Mim M „em ن Nun N „en و Waw W We
xi
ه ha‟ H Ha
ء Hamzah ' Apostrof
ي ya' Y Ye
Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis rangkap
ةددعتم Ditulis muta’addidah
ةدع Ditulis ‘iddah
Ta’marbutah diakhir kata bila dimatikan tulis h
ةمكح Ditulis ḥikmah
ةيزج Ditulis jizyah
(Ketentuan ini tidak diperlakukan pada kata-kata arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti zakat, salat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)
a. Bila diikuti dengan kata sandang ”al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis dengan h.
ءايلولأا ةمارك Ditulis karāmah al-Auliya’
b. Bila ta‟marbutah hidup atau dengan harakat, fathah atau kasrah atau d‟ammah ditulis dengan t
رطفلا ةاكز Ditulis zakāt al-Fithr
Vokal Pendek
Fathah Ditulis A
Kasrah Ditulis I
Damah Ditulis U
Vokal Panjang
1. Fathah + alif Ditulis Ā
ةيلهاج Ditulis Jāhiliyah
2. Fathah + ya‟ mati Ditulis Ā
ىسنت Ditulis Tansā
xii
يرك
م Ditulis Karīm
4. Dammah + wawu mati Ditulis Ū
ضورف Ditulis Furūd’
Vokal Rangkap
1. Fathah + ya‟ mati Ditulis Ai
مكنيب Ditulis Bainakum
2. Fathah + wawu mati Ditulis Au
لوق Ditulis Qaul
Vokal Pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
متنأأ Ditulis a’antum
تدعأ Ditulis u’iddat
متركش نئل Ditulis la’in syakartum
Kata Sandang Alif + Lam a. Bila diikuti huruf Qomariyyah
نارقلا Ditulis al-Qur’ān
سايقلا Ditulis al-Qiyās
b. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkannya l (el)nya
ءامسلا Ditulis as-Samā’
سمشلا Ditulis asy-Syams
Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
ضورفلا ىوذ Ditulis zawī al-Furūd’
xiii A. Singkatan
SWT : Subhanahu wata‟ala SAW : Sallalahu „alaihiwasallam Q.S : Qur‟an Surat Hlm : Halaman S.H : Sarjana Hukum No : Nomor Terj : Terjemahan Dkk : Dan kawan-kawan
IAIN : Institut Agama Islam Negeri
H : Hijriah
M : Masehi
W : Wafat
xiv
Metode Penentuan Nasab Dan Implikasinya Terhadap Hak Waris Anak (Study Pandangan Wahbah al-Zuḥaily Dalam Kitab al-Fiqh al-Islāmy Wa
Adillatuh) Ismaiel Khasan
e-mail : [email protected] Program Studi Hukum Keluarga
Fakultas Syari‟ah
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto ABSTRAK
Dalam fiqh kedudukan nasab merupakan sesuatu yang sangat penting, karena nasab merupakan salah satu sebab atau salah satu syarat untuk mendapatkan waris. Selain itu, nasab juga merupakan suatu faktor yang menjadikan seseorang haram untuk dinikah, Wahbah al-Zuḥaily merupakan salah satu ulama yang hidup pada era kontemporer ini. Wahbah al-Zuhaily banyak menciptakan karya-karya yang diperuntukkan untuk menjawab problematika-problematika kontemporer yang ada, salah satunya yang berkaitan dengan hukum keluarga khususnya yang membahas tentang metode penentuan nasab yang menjadi salah satu faktor seseorang dapat menerima waris. Dari situ maka perlu adanya penelitian untuk mengetahui lebih jauh argumen Wahbah al-Zuḥaily serta metode penalaran hukum yang digunakan.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan pendekatan deskriptif-analitis. Sumber data primer merujuk pada karya yang membahas metode penentuan nasab dan implikasinya terhadap hak waris anak, yaitu Kitab al-Fiqh al-Islāmy Wa Adillatuh. Sumber data sekunder semua pendapat ulama, dan pakar hukum tentang metode penentuan nasab dan implikasinya terhadap hak waris anak. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik content analysis, yaitu mengkaji permasalahan metode penentuan nasab dan implikasinya terhadap hak waris anak di dalam kitab Kitab al-Fiqh al-Islāmy Wa Adillatuh.
Kesimpulan dari hasil penelitian adalah, bahwa metode penentuan nasab ini ada tiga cara yaitu pernikahan yang sah maupun fasid, pengakuan garis nasab atau keturunan, dan pembuktian. Implikasinya terhadap hak waris anak adalah bahwa ketiganya jika sudah memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan maka hak waris anak dapat di lakukan kepada anak tersebut, namun untuk yang pengakuan yang ditangguhkan oleh orang lain tidak menimbulkan hak waris anak, kecuali jika nasab tersebut terbukti dengan cara yang legal dengan bukti-bukti maka mereka mewarisi dengan kekerabata nasab.
Kata kunci : Metode penentuan nasab, Wahbah Zuḥaily, hak waris, Fiqh al-Islāmy Wa Adillatuh.
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
NOTA DINAS PEMBIMBING ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ... x
ABSTRAK ... xvi
DAFTAR ISI ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Penegasan Istilah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Dan Manfaat... 7
E. Telaah Pustaka... 8
F. Metode Penelitian ... 11
xvi
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG NASAB DAN WARIS DALAM ISLAM
A. Gambaran Umum Tentang Nasab
1. Pengertian Nasab ... 16
2. Tujuan Nasab ... 18
3. Sebab-Sebab Nasab ... 21
B. Waris dalam Islam 1. Pengertian Waris ... 26
2. Tujuan Waris ... 28
3. Sebab-Sebab Mewarisi ... 31
BAB III BIOGRAFI dan PEMIKIRAN WAHBAH AZ-ZUHAILY A. Biografi 1. Latar Belakang Kehidupan Wahbah Az-Zuhaily ... 34
2. Riwayat Pendidikan Wahbah Az-Zuhaily ... 36
3. Guru-Guru dan Murid-Murid Wahbah Az-Zuhaily ... 38
4. Jabatan dan Organisasi ... 42
5. Karya-Karya Wahbah Az-Zuhaily ... 43
B. Sekilas Tentang Kitab Al-Fiqh Al-Islāmy Wa Adillatuh 1. Metode Penulisan ... 48
xvii
BAB IV METODE PENENTUAN NASAB Dan IMPLIKASINYA TERHADAP HAK WARIS ANAK
A. Metode Penentuan Nasab ... 53 B. Implikasi Nasab Dengan Hak Waris ... 63
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 70 B. Saran ... 71 C. Kata Penutup ... 72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Cover Kitab al-Fiqh al-Islāmy Wa Adillatuh
Lampiran 2 : Cover Terjemahan Kitab al-Fiqh al-Islāmy Wa Adillatuh Lampiran 2 : Berita Acara Sidang Judul Skripsi
Lampiran 3 : Surat Kesediaan Pembimbing
Lampiran 4 : Surat Keterangan Lulus Ujian Seminar Proposal Lampiran 5 : Berita Acara Sidang Munaqosyah
Lampiran 6 : Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif Lampiran 7 : Rekomendasi Munaqosyah
Lampiran 8 : Blangko Bimbingan
Lampiran 9 : Sertifikat Aplikasi Komputer Lampiran 10 : Sertifikat KKN
Lampiran 11 : Surat Keterangan Wakaf Perpustakaan Lampiran 12 : Sertifikat Bahasa
Lampiran 13 : Sertifikat PPL Lampiran 14 : Sertifikat-Sertifikat Lampiran 15 : Daftar Riwayat Hidup
1
16 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seorang manusia dalam kehidupan sudah barang tentu membutuhkan orang lain untuk memenuhi hajat hidupnya. Hajat hidup setiap orang pastilah berbeda-beda. Oleh karena itu, antara satu orang dengan orang lain saling mengisi kekurangan masing-masing. Salah satu dari hajat hidup seseorang adalah keinginan untuk memiliki teman semasa hidup hingga ia mati. Untuk memenuhi hajat ini seseorang yang sudah dewasa akan mencari teman hidupnya dengan cara menikah.2
Menikah merupakan sebuah ibadah yang sangat di anjurkan dalam Islam. Pernikahan disyaratkan dengan dalil dari al-Qur‟an, sunnah, dan ijma‟. Dalam al-Qur‟an, Allah SWT berfirman
...
َعاَبُرَو َثلاُثَو َنَْ ثَم ِءاَسِّنلا َنِم ْمُكَل َباَط اَم اوُحِكْناَف
....
...“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi; dua, tiga, atau empat. ....”.3
Karena dengan menikah seseorang akan lebih terjaga syahwatnya terhadap perempuan, sesuai yang dijelaskan didalam sunnah, Nabi Muhammad SAW bersabda,
2
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat (Jakarta: Kencana, 2003), hlm 11-13. 3
Mahmud Yunus, Terjemah al- Qur’an al- Karim (Bandung : Al-Ma‟arif, 1990), hlm 308.
2
ْنَع
ْبَع َلاَقَ ف ,ِللها ِدْبَع ىَلَع ِدَوْسَْلْاَو َةَمَقْلَع َعَم ُتْلَخَد َلاَق َدْيِزَي ِنْبا ِنَْحَّْرلا ِدْبَع
ىَّلَص ِِّبَِّنلا َعَم اَّنُك ِللها ُد
َرَشْعَماَي َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ُلْوُسَر اَنَل َلاَقَ ف ,اًئْيَش ُدَِنَ َلَ اًباَبَش َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها
َعاََََْسا ِنَم ِباَبَّشلا
َصَبْلِل ُّضَغَأ ُهَّنِإَف ْجَّوَزَ ََيْلَ ف َةَءاَبْلا ُمُكْنِم
ُهَل ُهَّنِإَف ِمْوَّصلاِب ِهْيَلَعَ ف ْعَََِْسَي َْلَ ْنَمَو ِجْرَفْلِل ُنَصْحَأَو ِر
ٌءاَجِو
“Dari Abdurrahman bin Yazid katanya: saya masuk bersama Alqamah dan Al-Aswad kepada Abdullah, lantas Abdullah berkata: adalah kami bersama Nabi SAW sebagai pemuda yang tidak punya apa-apa, maka Rasulullah SAW bersabda kepada kami wahai golongan pemuda, barang siapa yang mampu menyediakan ongkos kawin, maka hendaklah ia kawin. Karena sesungguhnya perkawinan itu lebih menjaga mata dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang tidak mampu kawin hendaklah dia puasa, karena dengan puasa hawa nafsunya terhadap perempuan akan berkurang.”4
Selain itu, menikah merupakan suatu konsepsi yang memiliki tujuan untuk melindungi nasab seseorang. Sebagaimana maklum, menikah merupakan suatu jalan untuk mendapatkan keturunan yang sah.5 Nasab merupakan salah satu fondasi kuat yang menopang berdirinya keluarga, karena nasab mengikat antar anggota keluarga dengan pertalian darah. Seorang anak adalah bagian dari ayahnya dan ayah adalah bagian dari anaknya. Pertalian nasab adalah ikatan sebuah keluarga yang tidak mudah diputuskan karena merupakan nikmat agung yang diberikan Allah kepada manusia dan juga menjaga nasab termasuk salah satu dari lima maqoshid syari‟ah.6
Dalam kehidupan rumah tangga, mendapat keturunan merupakan suatu idaman bagi setiap keluarga. Tidak jarang orang yang telah menikah namun tidak mendapat keturunan akhirnya bercerai dengan alasan tersebut, namun
4
Abu Abdillah Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari Juz III (Beirut, Lebanon : Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 1971), hlm. 422.
5
Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh Juz 7 ( Suriah: Dar al-Fikr, 1984), hlm. 31.
6
3
ada juga yang tetap mempertahankan pernikahannya dan berobat dengan biaya yang tidak sedikit agar mereka dapat memiliki keturunan. Keturunan bagi seseorang memang sangat berharga bahkan lebih berharga dari harta apapun, namun bagi sebagian orang memiliki keturunan justru menjadi suatu aib bagi dirinya. Hal ini di karenakan ia memiliki keturunan sedangkan dia belum berkeluarga, sehingga untuk menutupi aib tersebut ia meminta pasangannya untuk menikahinya.
Dalam fiqh kedudukan nasab merupakan sesuatu yang sangat penting, karena nasab merupakan salah satu sebab atau salah satu syarat untuk mendapatkan waris. Selain itu, nasab juga merupakan suatu faktor yang menjadikan seseorang haram untuk dinikah.7
Karena kedudukan nasab yang penting ini para ilmuanpun menciptakan metode penentuan nasab selain karena pernikahan juga yang lebih modern lagi adalah melalui tes DNA peternitas telah dapat menentukan apakah seseorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak. Dalam hukum Islam misalnya, untuk menghindari percampuran nasab pada orang-orang yang tidak berhak, para ulama dalam menentukan sah, menggunakan patokan enam bulan kehamilan sebagai batas minimal.8
Sebagaimana maklum dunia ini terus berkembang dengan cepat sehingga memunculkan permasalahan-permasalahan baru yang di timbulkan dari perkembangan dunia ini. Segala bentuk problematika yang ada pada
7
Fatchur Rahman, Ilmu Waris (Bandung: Al-Ma‟arif, 1971), hlm. 116. 8
Habiburrahman, “Anak Luar Nikah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi,” Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan. edisi No. 75(Jakarta Pusat : Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), 2012), hlm. 57.
4
masa kini sudah dapat dipastikan berbeda dengan problematika yang ada pada zaman dulu. Oleh karenanya hukum Islam juga ikut berkembang untuk menjawab tantangan perubahan zaman yang ada. Perkembangan hukum Islam ini sudah barang tentu merupakan hasil pengembangan dari hukum-hukum yang ada oleh ulama-ulama kontemporer.
Wahbah al-Zuḥaili merupakan salah satu ulama yang hidup pada era kontemporer ini. Sebagai ulama yang hidup di era modern, Wahbah al-Zuhaily banyak menciptakan karya-karya yang diperuntukkan untuk menjawab problematika-problematika kontemporer yang ada, salah satunya yang berkaitan dengan hukum keluarga khususnya yang membahas tentang metode penentuan nasab yang menjadi salah satu faktor seseorang dapat menerima waris.
Wahbah al-Zuḥaily menggunakan tiga metode untuk menentukan nasab seseorang yakni :
1. Pernikahan yang sah atau pernikahan yang fasid.
Pernikahan yang sah dan pernikahan yang fasid termasuk salah satu sebab penentu garis keturunan.
2. Pengakuan seseorang akan garis keturunan.
Pengakuan nasab ada dua macam, iqrar nasab untuk dirinya sendiri dan yang dibebankan pada orang lain.
5
3. Pembuktian.
Pembuktian adalah dalil yang tidak hanya berlaku bagi orang yang mengaku atau berikrar, namun juga bagi orang lain.9
Dari tiga metode yang dipaparkan oleh Wahbah Az-Zuḥaily maka dapat diterapkan pada era zaman sekarang yang sering terjadi masalah-masalah kontemporer semisal adanya bayi yang tertukar dan dalam metodenya Wahbah Az-Zuḥaily memaparkan tentang metode dengan pembuktian.
Mengingat di era modern ini, kasus yang berhubungan nasab beraneka ragam bentuknya. Misalnya anak temuan yang ditemukan oleh orang lain selain orang tuanya, di mana anak tersebut tidak diketahui orang tuanya atau keluarganya. Pada masa sekarang banyak peristiwa, di mana sering anak atau bayi yang belum dewasa sengaja ditinggal atau dibuang oleh orang tuanya di suatu tempat, yang kemudian anak tersebut dipungut orang lain dan selanjutnya dipelihara.
Motivasi pembuangan anak tersebut bermacam-macam antara lain : kemiskinan, malu karena hamil diluar nikah, akhir-akhir ini marak terjadi pula pemerkosaan dalam hal sexual, jika akibat pemerkosaan tersebut menimbulkan kehamilan dan melahirkan seorang anak, kepada siapa anak tersebut harus dinasabkan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk memperjelas anak siapa bayi tersebut sebenarnya. Karena kejelasan nasab menjadikan ia berhak mendapat waris dari kedua orangtuanya.10
9
Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh Juz 7 ( Suriah: Dar al-Fikr, 1984), hlm. 689-690.
10
Habiburrahman, , “Anak Luar Nikah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi,”hlm. 170-173.
6
Bila terjadi ikatan pernikahan, dan keduanya melakukan hubungan kelamin sehingga menyebabkan istrinya hamil dan melahirkan, maka antara suami dan anak yang terlahir terjalin hubungan kekerabatan anak dan ayah selama anka tersebut lahir dalam masa jarak waktu minimal dan maksimal yang ditetapkan, bila akad nikah itu dilakukan secara sah menurut hukum Islam, dengan meninggalnya salah satu pihak, maka pihak yang masih hidup adalah ahli waris, meskipun keduanya telah bercerai dalam bentuk talak raj‟i.11
Dari sedikit uraian di atas, hemat penulis metode penentuan nasab yang di rumuskan oleh Wahbah Az-Zuḥaily menarik di bahas lebih lanjut dengan judul “Pandangan Wahbah Az-Zuḥaily Terhadap Metode Penentuan Nasab dan Implikasinya Terhadap Waris Anak”.
B. Penegasan Istilah Pokok
Sebelum sampai pada pembahasan yang selanjutnya perlu kiranya penulis jelaskan mengenai istilah-istilah pokok yang ada dalam judul tersebut sehingga tidak terjadi kesalahpahaman arti yang terkandung di dalamnya. 1. Wahbah Az-Zuḥaily, dilahirkan di dair „Athiyah, Damaskus, pada tahun
1932, adalah seorang tokoh yang terkenal dalam bidang pengetahuan, selain terkenal dalam bidang tafsir juga seorang ahli fiqh. 12 Wahbah
11
Hajar M, “Legitimasi Ahli Waris di Pengadilan Agama dalam Perspektif Fiqh,” Jurnal Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam. (Jakarta Pusat : Al-Hikmah dan DITBINBAPERA Islam, 1998), hlm. 41.
12
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir al-Qur’an (Yogyakarta : Pustaka Insan Madani, 2008), hlm. 174.
7
Zuḥaily wafat pada hari Sabtu sore, 8 Agustus 2015 dalam usia 83 tahun.13.
2. Nasab, kata nasab berasal dari bahasa Arab, yang antara lain berarti keturunan. Secara istilah nasab adalah keturunan atau ikatan keluarga sebagai hubungan darah, baik karena hubungan darah keatas (bapak, kakek, ibu, nenek, dan seterusnya), ke bawah (anak, cucu, dan seterusnya) maupun menyamping (saudara, paman, dan lain-lain).14
3. Implikasi, adalah keterlibatan atau keadaan terlihat.15 Keterlibatan disini adalah bagaimana metode penentuan tersebut menjadi sebab adanya hak waris anak.
4. Waris, adalah harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal. Islam mengatur pembagian warisan agar tidak menimbulkan masalah dikalangan ahli warisnya. Ilmu yang membahas tentang waris adalah ilmu Faraid.16
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka pokok permasalahan yang akan dijawab dalam kesimpulan akhir penelitian adalah: Bagaimana metode penentuan nasab menurut Wahbah al-Zuḥaili dan implikasinya tehadap hak waris anak Dalam Kitab al-Fiqh al-Islāmi Wa Adillatuh ?
13
http://www.nu.or.id/post/read/61511/warisan-syekh-wahbah-zuhaili, diakses pada
tanggal 11 Januar 2019. 14
Habiburrahman, , “Anak Luar Nikah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi,” hlm. 154-155.
15
Heppy El Rais, Kamus Ilmiah Populer (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 263. 16
Iwan Gayo Glaxo, Encyclopedia Islam Internasional (Jakarta : Andalusia Indonesia Pubisher, 2013), hlm. 1201.
8
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan target yang hendak dicapai melalui serangkaian aktivitas penelitian, karena setiap penelitian pasti mempunyai tujuan tertentu yang sesuai dengan permasalahannya. Begitu pula penelitian ini. Rincian tujuan penelitian ini yaitu :
a. Mengetahui metode penentuan nasab yang dikembangkan oleh Wahbah al Zuḥaili.
b. Mengetahui implikasinya metode penentuan nasab terhadap hak waris anak menurut Wahbah al-Zuḥaili.
2. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini penulis berharap agar tulisan ini mempunyai kegunaan atau kemanfaatan, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Secara akademik dapat menambah dan memperkaya wacana ilmu pengetahuan Hukum Islam tentang metode penentuan nasab dan impilkasinya terhadap hak waris anak dalam pandangan Wahbah Al-Zuhaily.
b. Menambah bahan pustaka bagi IAIN Purwokerto berupa hasil penelitian dan menambah wawasan pengetahuan bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya.
c. Untuk memenuhi sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana hukum.
9
E. Telaah Pustaka
Sejauh yang penulis ketahui, sudah ada penelitian atau karya ilmiah yang membahas tentang konsep nasab dan hak waris. Namun ada beberapa judul skripsi yang memiliki tema yang tidak jauh berbeda ketika kita melihat pada variable di atas, yakni seputar nasab dan waris anak dalam Islam.
Diantaranya yaitu seperti yang dikutip dari Eka Fitriana dalam skripsinya yang berjudul Status Nasab Dan Waris Anak Perkawinan Sedarah (Perbandingan antara Hukum Islam dengan Hukum Perdata di Indonesia) dalam kesimpulannya bahwa menurut hukum Islam status anak hasil perkawinan sedarah, yaitu status nasab anak tetap disandarkan kepada kedua orangtuanya dan status waris anak tetap mendapatkan waris dari kedua orangtuanya. sedangakan menurut hukum perdata status anak hasil perkawinan sedarah, yaitu status nasab anak tetap dapat disandarkan kepada kedua orangtuanya dan status waris juga tetap mendapatkan waris dari kedua orangtuannya.17
Sarmin, dalam tulisan jurnal mimbar hukum dan peradilan edisi No. 75, 2012 yang berjudul Status Nasab Anak Dalam Berbagai Latar Belakang Kelahiran (Sebuah Kajian Menurut Perspektif Hukum Islam) dari uraiannya tentang status nasab anak dalam berbagai latar belakang perkawinan dan hubungan seksual dapat disimpulkan bahwa: Anak yang sah dinasabkan kepada pria yang menikahi ibunya secara sah itu, anak zina dinasabkan kepada ibunya yang melahirkannya, anak lian dinasabkan kepada ibunya,
17
Eka Fitriana, “Status Nasab Dan Waris Anak Perkawinan Sedarah Perbandingan antara Hukum Islam dengan Hukum Perdata di Indonesia”, Skripsi (Purwokerto, STAIN Purwokerto, 2013), hlm. 31.
10
anak nikah batal atau fasid dinasabkan kepada pria yang menikahi ibunya yang perkawinannya batal itu, anak perkawinan terhadap wanita hamil dinasabkan kepada pria yang menikahi ibunya dalam keadaan hamil itu, anak hasil persetubuhan syubhat dinasabkan kepada pria yang melakukan persetubuhan syubhat, anak pengakuan dinasabkan kepada pria yang mengakui sepanjang memenuhi persyaratan, anak temuan dinasabkan kepada pria yang menemukan dan memeliharanya, anak angkat dinasabkan kepada pria sebagai bapak asalnya, anak hasil pemerkosaan dinasabkan kepada ibunya atau kepada pria yang memerkosanya jika ia menikahi permpuan yang diperkosanya.18
Sakirman didalam Jurnal Hunafa : Jurnal Studi Islamyka yang berjudul Telaah Hukum Islam Indonesia Terhadap Nasab Anak menjelaskan bahwa nasab seseorang kepada ibunya terjadi disebabkan kehamilan karena adanya hubungan seksual yang dilakukan dengan seorang laki-laki, baik hubungan itu dilakukan berdasarkan akad nikah maupun tidak.19Sedangkan penetapan nasab seorang anak kepada ayahnya, terjadi bias melalui pernikahan yang sah, pernikahan fasid, atau wati‟ syubhat. Amir Syarifuddin menyebutkan “kalau nasab kepada ibunya bersifat alamiah, maka (nasab) anak kepada ayah adalah hubungan hukum yaitu terjadinya peristiwa hukum sebelumnya, dalam
18
Sarmin, “Status Nasab Anak Dalam Berbagai Latar Belakang Kelahiran (Sebuah Kajian Menurut Perspektif Hukum Islam).” Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan. edisi No. 75. (Jakarta Pusat : Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), 2012), hlm. 174.
19
Sakirman, “Telaah Hukum Islam Indonesia Terhadap Nasab Anak,”Jurnal Hunafa.
11
hal ini adalah perkawinan”.20
Karena itu, uraian diatas mempengaruhi hak waris anak serta bagian-bagian yang diperoleh dari sebab hubungan nasab.
Ulama sepakat bahwa anak seorang wanita yang telah diperistri dengan pernikahan yang sah, atau pernikahan yang rusak tetapi sang suami tidak tahu akan kerusakan pernikahannya, maka anak tersebut dapat dihubungkan kepada sang suami dan mendapatkan hak waris bila terjadi hukum.Jika ada seorang ibu tidak dapat menghubungkan kepada suaminya ssesuatu yang tidak diakui oleh suami, dan tidak dapat pula menetapkan nasab pengakuannya. Bila ia mengajukan bukti, pengakuannya dapat diterima bilamana ia dalam pemeliharaan suami. bila ia tidak bersuami lalu berkata terhadap yang diketahui siapa ayahnya : “ini anakku”, dan tidak ada seorangpun yang membantahnya, ucapannya diterima : ia dan anak-anaknya dapat mewarisi harta anak tadi sebagaimana anak itu dapat mewaris hartanya.21
Dalam hal ini penulis akan meneliti lebih jauh pendapat Wahbah Az-Zuhaily tentang metode penentuan nasab dan implikasinya terhadap hak waris anak. Literature-literatur di atas semua memaparkan secara umum tentang status nasab dan hak waris anak.
F. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
20
Amir Syarifuddin, Meretas Kebekuan Ijtihad ; Isu-Isu Penting Hukum Islam Kontemporer di Indonesia (Jakarta : Ciputat Press, 2002), hlm. 198.
21
Sa‟di Abu Habieb, Ensiklopedi Ijmak, terj Sahal Mahfudz dan Mustofa Bisri (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2011)., hlm. 529.
12
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu suatu bentuk penelitian yang pengumpulan data-data penelitiannya melalui membaca buku-buku referensi, jurnal ilmiah dan bahan-bahan publikasi yang tersedia diperpustakaan.22 Maksudnya adalah menjadikan bahan pustaka sebagai penelitian yang kemudian dianalisis untuk menghasilkan suatu kesimpulan, terutama karya-karya Wahbah al-Zuḥaili serta karya-karya pemikir lain yang terkait dengan permasalahan yang sedang dibahas. 2. Sumber Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan penulis mengumpulkan data dengan menggunakan beberapa sumber data, sebagai berikut :
a. Sumber Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data mengenai pokok pembahasan.23
Adapun sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah karya-karya Wahbah al-Zuḥaily baik berupa buku maupun tulisan lainnya diantaranya: al-Fiqh al-Islāmy wa Adillatuh.
b. Sumber Sekunder
22
Rosadi Ruslan, Metode Penelitian (Publich Relation dan Komunikasi) (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 31.
23
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto (Purwokerto: STAIN PRESS, 2014), hlm. 7.
13
Sumber data sekunder adalah merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.Data sekunder dalam penelitian ini adalah semua buku-buku yang berkaitan erat dengan tema penelitian ini.24 Sumber data sekunder seperti buku, skripsi, jurnal ilmiah dan berbagai hasil penelitian yang berkaitan erat dengan penelitian ini. Sumber data sekunder yang digunakan pada penelitian ini antara lain, Fiǭh Munakahat karya Abdul Rahman Ghozali, Ilmu Waris karya Fatchur Rahman, Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang lengkap dan benar dalam rangka mencari kebenaran ilmiah yang bersifat obyektif dan rasional serta dapat dipertanggungjawabkan, penulis dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi sebagai sarana kepada hal tersebut. Metode dokumentasi adalah mencari hal-hal atau variable yang berupa catatan, transkip, buku, majalah, surat kabar, prasasti, dan sebagainya.25Dalam hal ini data-data yang dikumpulkan adalah yang terkait dengan pemikiran Wahbah al-Zuḥaili, khusunya yang berkaitan dengan masalah metode penentuan nasab dan hak waris anak.
4. Metode Analisis Data
Metode analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah :
24
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Purwokerto (Purwokerto: STAIN PRESS, 2014), hlm. 7.
25
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. ke-15 (Jakarta : Rineka Cipta, 2013), hlm. 274.
14
a. Metode Content Analysis
Content Analysis merupakan metode yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karaktersitik pesan yang dilakukan secara sistemattis dan obyektif.26 Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis dan menyampaikan pemikiran Wahbah al-Zuḥaili khusunya tentang metode penentuan nasab dan hak waris anak dari sumber-sumber dan buku maupun karya tulis lainnya. b. Metode Deskriptif Analisis
Metode deskriptif analisis adalah mendeskripsikan data-data yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang sudah dirumuskan lalu dilakukan analisis.27 Adapun yang akan menjadi bahan untuk menggambarkan adalah bagaimana pandangan Wahbah al-Zuḥaili tentang metode penentuan nasab dan hak waris anak.
G. Sistematika Pembahasan
Agar isi yang termuat dalam tulisan ini mudah dipahami, maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :
Bab I, mencakup pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab II, mencakup tentang gambaran umum mengenai konsep nasab dan waris dalam islam, pembahasan tersebut meliputi pengertian nasab, tujuan
26
Soejono dan Abdurrahman, ed. Metode Penelitian Suatu Pemikiran Penerapan
(Jakarta: Rienka Cipta, 1999), hlm. 18. 27
15
nasab, sebab-sebab nasab, pengertian waris, tujuan waris, senan-sebab mewarisi.
Bab III, mencakup tentang biografi Wahbah al-Zuḥaili, pembahasan tersebut meliputi latar belakang kehidupan, riwayat pendidikan dan perkembangan pemikiran Wahbah Zuḥaili, karya-karya Wahbah al-Zuḥaily, serta sekilas tentang Kitab Al-Fiqh Al-Islāmy Wa Adillatuh.
Bab IV, mencakup tentang analisis terhadap pandangan Wahbah Az-Zuhaily terhadap metode penentuan nasab dan implikasi terhadap hak waris anak yang meliputi metode penentuan nasab, implikasi terhadap hak waris anak dan istinbath hukum yang digunakan oleh Wahbah al-Zuḥaili.
Bab V, setelah diperoleh kejelasan dan pemahaman tentang skripsi ini, akhirnya pembahasan ditutup dengan menarik kesimpulan, saran-saran serta kata penutup yang membangun berkaitan dengan pokok persoalan yang diteliti.
Disamping kelima pembahasan skripsi yang telah dijelaskan di atas, pada bagian terakhir skripsi ini terdapat pula lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup.
16 BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas dapat diketahui bahwasannya, metode penentuan nasab tersebut ada tiga bagian yaitu melalui pernikahan yang sah maupun fasid, iqrar nasab, dan pembuktian yang mana ketiganya tersebut akan mengakibatkan nasab kepada seorang anak. Melalui kitab ini beliau memberikan pandangannya bahwa pernikahan yang sah dan pernikahan yang fasid termasuk salah satu sebab penentu garis nasab keturunan. Secara praktiknya, garis nasab ditentukan setelah pernikahan meskipun fasid, atau nikah urfi, kemudian yang kedua adalah pengakuan nasab atas dirinya sendiri maupun dari orang lain yang mana dilakukan dengan syarat yang telah disebutkan di bab sebelumnya, jika syarat-syarat tersebut telah memenuhi dan sudah terbukti maka nasab seorang anak kepada ayah yang diaku menjadi sah, yang terakhir adalah pembuktian, yang mana dengan syarat adanya kesaksian dari pihak lain ataupun melalui kabar dari mulut ke mulut, jika kesaksian tersebut terbukti sah maka status nasab anak bisa ditentukan.
Adapun mengenai implikasinya terhadap hak waris anak pernikahan yang sah maupun fasid berhak mendapatkan hak waris anak karena pernikahan tersebut menjadi sebab timbul adanya nasab yang hakiki, Kemudian yang kedua adalah pengakuan garis nasab atau keturunan,
17
pengakuan ini seperti yang sudah dijelaskan diatas ada dua, petama iqrar nasab untuk dirinya sendiri dengan syarat-syarat yang telah dijelaskan jika seseorang anak tersebut sudah sah dikatakan anak, maka mendapatkan hak waris sedangkan yang kedua adalah iqrar nasab yang ditangguhkan oleh orang lain atau diakui nasabnya melalui orang lain, menurut Wahbah Al-Zuḥaily mengutip dari pendapat jumhur ulama pengakuan yang seperti ini tidak menimbulkan adanya pewarisan sama sekali, namun jika nasab tersebut terbukti dengan cara yang legal dengan adanya bukti-bukti maka meraka mewarisi dengan kekerabatan, Serta yang terakhir adalah dengan cara pembuktian, seperti yang sudah dijelaskan pada point atas tentang metode penentuan nasab berdasarkan pembuktian boleh dengan menggunakan tasāmu‟ karena metode ini akan memudahkan bagi seorang anak yang jika sudah sah nasabnya maka akan terbangun pula hukum waris anak kepada ayahnya tersebut.
B. Saran
Hukum Islam ditetapkan dengan tujuan untuk memelihara kemaslahatan umat Islam itu sendiri sesuai dengan Māqashid Syariah yang telah disepakati oleh para ulama, oleh sebab itu dalam menetapkan hukum harus melihat kemaslahatan yang terkandung didalamnya. Penentuan nasab merupakan salah satu hak seorang anak yang terpenting dan merupakan sesuatu yang banyak memberikan dampak terhadap kepribadian dan masa depan anak. Seorang anak seharusnya mengetahui tentang keturunanya, sebab
18
asal usul yang menyangkut keturunannya sangat penting untuk menempuh kehidupannya dalam masyarakat.
Penetapan nasab mempunyai dampak yang besar terhadap seseorang, keluarga dan massyarakat. Sehingga setiap orang berkewajiban merefleksikannya dalam masyarakat, dengan demikian diharapkan nasabnya menjadi jelas. Disamping itu, dengan ketidakjelasan nasab akan menghawatirkan terjadinya perkawinan dengan mahram. Untuk itu Islam mengharamkan untuk menisbatkan nasab seseoorang kepada orang lain yang bukan ayah kandungnya.
Maka dari itu pemerintah juga masyarakat harus selalu mengontrol dan mendidik para remaja terutama perempuan agar tidak terjerumus kepada pergaulan yang bebas yang bisa mengakibatkan perbuatan zina, dan penting bagi para pendidik untuk selalu mengajari akhlakul karimah serta pemerintah harus bisa berusaha mengentaskan masalah ekonomi masyarakat yang masih lemah agar tidak mudah dibodohi dengan kondisi sosial serta pergaulan yang tidak mendidik.
Semoga dengan penilitian ini banyak para akademisi yang meneliti tentang pemikiran-pemikiran ulama kontemporer yang mengikuti dan melihat perkembangan zaman dan masalah-masalah furu‟ yang terus muncul dari waktu ke waktu serta tidak terjebak dalam fanatisme, karena persoalan-persoalan yang muncul akan lebih sempurna jika diselesaikan dengan cara bijaksana namun tetap menjaga keutuhan syariat Islam itu sendiri.
19
C. Kata Penutup
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayahnya kepada penulis sehingga dengan segala pertolonganNya disertai usaha yang maksimal akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir di IAIN Purwokerto.
Ini semua tidak lepas dari bantuan serta dorongan motivasi dari berbagai pihak. karena keterbatasan dan kemampuan pengetahuan yang penulis miliki kiranya skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berdoa dan berharap mudah-mudahan hasil karya ini bisa memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang Hukum Islam dan bisa memberikan manfaat bagi penulis serta para pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Andi Syamsu dan Fauzan, M. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif Islam, Jakarta : Kencana. 2008.
Anonim. Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemah Bahasa Indonesia, Kudus : Menara Kudus. 2006.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. ke-15. Jakarta : Rineka Cipta. 2013.
Al-Bukhari, Abu Abdillah. Shahih Al-Bukhar . Beirut, Lebanon : Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah. 1971.
Faroqi, A. “Analisis Ayat-Ayat Mutasyabihat Tafsir Al-Munir Karya Wahbah Az-Zuhaili,” Skripsi. UIN Walisongo Semarang : Fakultas Ushuluddin dan Humaniora. 2016.
Fitriana, Eka. “Status Nasab Dan Waris Anak Perkawinan Sedarah (Perbandingan antara Hukum Islam dengan Hukum Perdata di Indonesia),” Skripsi. Purwokerto,STAIN Purwokerto. 2013.
Ghofur, Saiful Amin. Profil Para Mufasir al-Qur’an. Yogyakarta : Pustaka Insan Madani. 2008.
Glaxo, Iwan Gayo. Encyclopedia Islam Internasional. Jakarta : Andalusia Indonesia Pubisher. 2013.
Habiburrahman. “Anak Luar Nikah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi,” Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan. edisi No. 75(Jakarta Pusat : Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM). 2012. Habieb, Sa‟di Abu. Ensiklopedi Ijmak, terj Sahal Mahfudz dan Mustofa Bisri.
Jakarta : Pustaka Firdaus.
Hayatunnisa, Eka dan Hafidzi, Anwar. “Kriteria Poligami serta Dampaknya melalui Pendekatan Alla Tuqsitu Fi al-Yatama dalam Kitab Fikih Islam Wa Adillatuhu,” Jurnal Syariah : Jurnal Ilmu Hukum dan Pemikiran Vol 17, No 1 Juni 2017. Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam : UIN Antasari Banjarmasin. tt.
Husaeny, Abdul Hamid. “Studi Analisis Terhadap Pemikiran Wahbah al-Zuhaily Tentang Hukum Laki-Laki Muslim Menikahi Wanita Ahl Al-Kitab,” Skripsi : Fakultas Syariah, IAIN Purwokerto. 2015.
Hajar. “ Legitimasi Ahli Waris di Pengadilan Agama dalam Perspektif Fiqh,” Jurnal Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam No. 40. Jakarta Pusat : Al-Hikmah dan DITBINPERA Islam. 1993.
M, Hajar. “Dimensi Keadilan pada Penetapan Ahli Waris,” Jurnal Asy-Syariah Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum. Vol. 47, Fakultas Syari‟ah dan Hukum Uin Sunan Kalijaga : Yogyakarta. 2013.
Manan, Abdul. “Masalah Pengakuan Anak dalam Hukum Islam dan Hubungannya dengan Kewenangan Peradilan Agama,” Jurnal Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam. No. 59 Thn. XIV 2003. Jakarta Pusat : Al-Hikmah dan DITBINPERA Islam. 1999.
Masykuri, M. Saifuddin. Ilmu Faraidl Pembagian Harta Warisan Perbandingan 4 Madzhab, t.k : Santri Salaf Press. 2016. .
Al-Nawawi, Yahya bin Sharif. Sahih Muslim Bi Sharh Al-Nawawi, Beirut : Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah. 2015.
Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Press. 1987.
Nelly, Jumni. “ Nasab Anak Luar Nikah Perspektif Hukum Islam dan Hukum Perkawinan Nassional.” Skripsi. Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN Suska, Pekanbaru, Riau. 2006.
Pedoman transliterasi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Pdoman Transliterasi Arab-Latin Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543 b/u/1987.
Rahman, Abdul Ghozali. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana. 2003. Rahman,Fatchur. Ilmu Waris. Bandung: Al-Ma‟arif. 1971.
Rais, Heppy El. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2012. Ramulyo, Idris. Perbandingan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, edisi Revisi Jakarta : Sinar Grafika Offset. t.t.
Ruslan, Rosadi. Metode Penelitian (Publich Relation dan Komunikasi). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2003.
Saebani, Beni Ahmad. Fiqh Munakahat (Buku I) Bandung : Pustaka Setia. 2001. Saebani, Beni Ahmad. Fiqh Munakahat (Buku II), Bandung : Pustaka Setia. 2001. Sakirman, “Telaah Hukum Islam Indonesia Terhadap Nasab Anak,”Jurnal
Sarmin, “Status Nasab Anak Dalam Berbagai Latar Belakang Kelahiran (Sebuah Kajian Menurut Perspektif Hukum Islam).” Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan. edisi No. 75. Jakarta Pusat : Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM). 2012.
Shahrur, Muhammad. Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, terj, Sahiron Syamsuddin dan Burhanuddin, Yogyakarta : Kalimedia. 2015.
Soejono dan Abdurrahman, ed. Metode Penelitian Suatu Pemikiran Penerapan. Jakarta: Rienka Cipta, 1999.
Syarifuddin, Amir. Meretas Kebekuan Ijtihad ; Isu-Isu penting hukum islam kontemporer di Indonesia, Jakarta : Ciputat Press. 2002.
Tamimi, Muh. “Tes DNA Dalam Menetapkan Hubungan Nasab,” Jurnal Istinbath Hukum Islam Jakarta Pusat : Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM). 2012.
Tim Penyusun. Pedoman Penulisan Skripsi Sekolah Tinggi Agama Islam Negri(STAIN) Purwokerto. Purwokerto: STAIN PRESS. 2014.
Tim Redaksi Nansa Aulia. Kompilasi Hukum Islam; Hukum Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan, Jakarta: CV. Nuansa Aulia. 2008.
Ulum, Muh. Bachrul. “Kedudukan Hasil Tes DNA dalam Penetapan Status Hukum Anak,” Jurnal Kajian Hukum Islam,Al-Manahij. Jurusan Syariah STAIN Purwokerto :Purwokerto. 2009.
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. Panduan Praktis Hukum Waris Menurut al-Qur’an dan al-Sunnah yang shahih, Jakarta : Pustaka Ibnu Katsir. 2010. Utomo, Ginanjar. “Talfiq dalam Perspektif Wahbah al-Zuhaily,” Skripsi :
Fakultas Syariah IAIN, Purwokerto. 2017.
Wasman dan Nuroniyah, Wardah. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Perbandingan Fiqh dan Hukum Positif, Yogyakarta : Teras. 2011.
Yuniati, “Pandangan Syaikh Wahbah Az-Zuhaili Dalam Kitab Fiqih Al-Islam Wa Adillatuhu Tentang Batasan Cacat Sebagai Alsan Perceraian,” Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hukum. Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Sains Al-Qur‟an. 2007.
Yunus, Mahmud. Terjemah al- Qur’an al- Karim. Bandung : Al-Ma‟arif. 1990. Al-Zuhaily, Wahbah. Al-Fiqh Al-Islamy Wa Adillatuh. Suriah : Dar al-Fikr. 2011.
Al-Zuḥaily, Wahbah. Fiqih Imam Syāfi’ī Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadit 1, terj, Muhamad Afifi dkk, Jakarta : Al-Mahira. 2017.
Al-Zuhaily, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayyie al-Kattani,dkk Depok : Gema Insani. 2011.
http://mustaqimcdr.blogspot.com/2014/02/biografi-wahbah-az-zuhayli-tafsirnya.html?m=1.