• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO PADA ANGGOTA DI BMT SYAMIL AMPEL BOYOLALI SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO PADA ANGGOTA DI BMT SYAMIL AMPEL BOYOLALI SKRIPSI"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO PADA ANGGOTA DI BMT SYAMIL AMPEL

BOYOLALI

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh :

REZA FAISAL HUSEIN NIM. 14.51.3.1.101

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

vi ¤ MOTTO ¤

“Jika Saya Menyerah, Maka Saya Kalah” (Reza Faisal Husein)

“Maka Nikmat Tuhanmu Yang Manakah Yang Kamu Dustakan ?” (Ar-Rahman : 13)

“ Allah Tidak Membebani Seseorang Melainkan Sesuai Dengan Kesanggupannya, Ia Mendapat Pahala (Dari Kebajikan) Yang Diusahakannya Dan Ia Mendapat

Siksa (Dari kejahatan) Yang Dikerjakannya” “Sesungguhnya Bersama Kesulitan Ada Kemudahan”

(Al-Insyirah : 6) “Stay Hungry, Stay Foolish

(8)

vii

 Kedua orang tua saya Bapak Wagiman dan Ibu Suratmi yang telah membesarkan, mendidik dan selalu mendoakanku dengan tulus dan penuh kasih sayang.

 Dan tidak lupa pula kakak saya Wahyu Pahlewi yang selalu membimbing dan memberi dukungan serta semangat.

 Keluarga besar saya yang ada di solo dan klaten yang telah menerima saya dengan baik di kota ini dalam perjalanan saya menyelesaikan kuliah.

 Dosen Pembimbing Skripsi Bapak Muhammad Endy Saputro, S.Th.I. M.A yang tiada lelah membimbing saya selama menyelesaikan skripsi.

 Keluarga besar Perbankan Syariah C 2014 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih selama 4 tahunnya.

 “Aliansi Pejuang Skripsi” (Intan Rahmawati, Wulandri Dwi S, Anita Sulistyani, Erna Aprilia, Moch. Giorardo Rekan Wirayudha, Bintang Ramadhan Putra, Fauzi Asrori dan Bagas Bramantyo). Terima kasih telah bersedia menjadi salah satu saksi perjuangan saya melawan malas dan pelipur penat saya.

 Keluarga Besar HMJ Perbankan Syariah 2016-2018 yang telah memberikan saya pengalaman yang berharga dalam berorganisasi.

 Seluruh jajaran pengurus BMT Syamil Ampel dan Arifah Ninuk yang telah membantu penelitian saya.

(9)

viii

 Keluarga besar Kos Nara yang telah memberikan banyak arti kehidupan selama saya di kos.

 Teman-teman KKN Cabeyan 2017, terima kasih semangatnya.

 Kampus IAIN Surakarta yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman-pengalaman untuk bekal dikehidupan pasca kuliah.

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum. Wr. Wb

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PERAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DALAM

PENGEMBANGAN USAHA MIKRO PADA ANGGOTA DI BMT SYAMIL AMPEL BOYOLALI”. Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Jenjang Strata 1 (S1) pada Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya, telah banyak mendapatkan dukungan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak yang telah menyumbangkan pikiran, waktu, tenaga dan sebagainya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan setulus hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr.Mudofir, S.Ag, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta atas izin yang diberikannya untuk penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Drs. H. Sri Walyoto, M.M., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Islam IAIN Surakarta.

3. Bapak Budi Sukardi, S.E.I, M.SI., Selaku Ketua Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam IAIN Surakarta.

4. Bapak Muhammad Endy Saputro, S.Th.I. M.A sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama proses pengerjaan skripsi dari awal hingga selesai.

5. Bapak Rais Sani Muharrami, SEI., MEI. Selaku Biro Skripsi Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam atas bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi.

(11)

x

6. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

7. Ayah, mamah dan kakak penulis tercinta, yang selalu mendoakan, menyayangi dan memberikan dorongan materiil serta spiritual kepada penulis hingga akhirnya sampai pada selesainya skripsi ini, rasa sayang dan terimakasih yang tak terbatas.

8. Semua pihak yang oleh penulis tidak mampu menyebutkan satu persatu, yang mana beliau-beliau ini tidak kecil sumbangannya terhadap penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis tidak dapat membalas apapun atas kebaikan beliau semua, penulis hanya mampu mendoakan semoga amal beliau semua menjadi amal yang baik dan diridhoi Allah SWT. Amin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.

Surakarta, 20 Oktober 2018

(12)

xi

The approach of this study was quantitative. The subjects of this study were 7 informants. One of them is the Manajer of BMT Syamil and 6 other peoples are members of Murabahah financing of BMT Syamil. BMT Syamil in the Murabahah financing procedure using the precautionary principle, namely the 5C. The 5C principle consist of Character, Capacity, Capital, Condition, Colleteral which is based on the principle of procedure.

The role of Murabahah Financing in the development of micro businesses is very helpful in daily life for additional production of sales (materials). Customers of BMT Syamil feel the benefits of Murabahah financing in addition to their working capital. Thus, customers can increase and develop their businesses and their income increases. In addition, other benefots that already felt by customers from this financing are easy to submission process and rapid disbursment with the result that customers can immediately fullfil their needs.

(13)

xii

Ampel Boyolali.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Adapun yang menjadi subyek penelitian ini adalah 7 orang informan. 1 orang Manajer BMT Syamil dan 6 orang anggota pembiayaan murabahah BMT Syamil. BMT Syamil dalam prosedur pengajuan pembiayaan murabahah menggunakan prinsip kehati-hatian yaitu prinsip 5C. Prinsip 5C sendiri terdiri dari Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral yang didasarkan kepada prinsip kehati-hatian.

Peran Pembiayaan Murabahah dalam pengembangan usaha mikro sangat membantu dalam kehidupan sehari-hari untuk tambahan produksi penjualan (bahan). Nasabah di BMT Syamil merasakan manfaat pembiayaan Murabahah

sebagai tambahan modal kerja mereka. Sehingga, nasabah bisa meningkatkan dan mengembangkan usahanya serta pendapatan mereka jadi bertambah. Selain itu manfaat lain yang dirasakan oleh nasabah dari pembiayaan ini adalah proses pengajuannya yang mudah dan pencairannya yang cepat sehingga nasabah bisa segera memenuhi kebutuhan usahanya.

(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN BIRO SKRIPSI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI ... iv

HALAMAN NOTA DINAS ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

ABSTRACT ... xi

ABSTRAK ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 8

1.3.Batasan Masalah ... 8

1.4.Rumusan Masalah ... 8

1.5.Tujuan Penelitian ... 9

1.6.Manfaat Penelitian ... 9

1.7.Hasil Penelitian Yang Relevan ... 10

(15)

xiv

1.9.Sistematika Penulisan ... 16

BAB II LANDASAN TEORI ... 19

2.1. Peran Pembiayaan ... 19 2.1.1. Peran ... 19 1. Pengertian Peran ... 19 2.1.2. Pembiayaan ... 21 1. Pengertian Pembiayaan ... 21 2. Jenis Pembiayaan ... 22 3. Prosedur Pembiayaan ... 26 2.2. Pembiayaan Murabahah ... 28

1. Pengertian Pembiayaan Murabahah ... 28

2. Landasan Hukum ... 29

3. Jenis Murabahah ... 30

4. Konsep Dasar Pembiayaan Murabahah ... 31

5. Rukun dan Syarat Pembiayaan Murabahah ... 32

6. Resiko Pembiayaan Murabahah ... 34

2.2.1. Murabahah Bil Wakalah ... 35

1. Pengertian Murabahah Bil Wakalah ... 35

2. Rukun Murabahah Bil Wakalah ... 36

3. Syarat Murabahah Bil Wakalah ... 36

4. Skema Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah ... 37

2.3. Usaha Mikro ... 38

(16)

xv

2. Karakteristik Usaha Mikro ... 38

3. Kriteria Usaha Mikro ... 40

2.4.Perkembangan Usaha ... 41

2.5.Baitul Mal Wat Tamwil ... 42

1. Pengertian Baitul Mal Wat Tamwil ... 42

2. Fungsi Baitul Maal Wat Tamwil ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 44

3.1 Desain Penelitian ... 44

3.2 Subyek Penelitian ... 45

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.3.1 Survei ... 46

3.3.2 Wawancara ... 46

3.4 Teknik Analisis Data ... 47

3.4.1 Reduksi Data ... 48

3.4.2 Data Displai ... 48

3.4.3 Penarikan Kesimpulan ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 50

4.1.1 Profil BMT Syamil Ampel ... 50

4.1.2 Pengelola BMT Syamil Ampel ... 50

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 52

4.2.1 Prosedur Pembiayaan Murabahah di BMT Syamil ... 52

(17)

xvi BAB V PENUTUP ... 64 5.1 Kesimpulan ... 64 5.2 Keterbatasan Penelitian ... 64 5.3 Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA ……….. 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Rekapitulasi Pembiayaan Global Tahun 2017 ... 7 Tabel 1.2 Penelitian Yang Relevan ... 10

(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Pembiayaan Murabahah Tahun

2013-2017 ... 5 Gambar 1.2 Grafik Perkembangan Nasabah Pembiayaan Murabahah Tahun

2013-2017 ... 6 Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah di Lembaga

Keuangan Syariah ... 37 Gambar 3.1 Form Catatan Wawancara ... 44

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pelaku usaha di Indonesia merupakan salah satu pihak yang ikut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan perekonomian Indonesia. Pelaku usaha meliputi pedagang dan pengusaha. Namun, tumbuh dan berkembangnya pelaku usaha dapat terganggu oleh adanya krisis ekonomi. Dalam masa krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 hanya hanya sebagian pelaku usaha mikro yang mampu menunjukkan kemampuan untuk bertahan. Karena pada dasarnya para pelaku usaha mikro masih memiliki beberapa titik kelemahan (Prastiawati & Darma, 2016: 197).

Beberapa titik kelemahan yang dimiliki para pelaku usaha mikro yaitu meliputi berbagai indikator yang mana salah satu dengan yang lainnya saling berkaitan antara lain adalah kurangnya permodalan baik itu jumlah maupun sumbernya, kurangnya kemampuan manajerial dan keterampilan beroperasi dalam mengorganisir dan terbatasnya pemasaran. Kelemahan yang terdapat pada para pelaku usaha mikro tersebut merupakan tantangan bagi para pelaku usaha mikro untuk meningkatkan kemampuan usaha yang kompleks (Suci, 2017: 52).

Menurut Kara (2013: 271) pada kelemahan tersebut, permasalahan utama yang dihadapi para pelaku usaha mikro adalah masalah permodalan yang terkadang dalam memperoleh modal dari lembaga perbankan mereka mengalami kesulitan. Salah satu sebabnya adalah diperlukannya adanya jaminan kebendaan

(21)

dalam memperoleh kredit yang sulit mereka penuhi. Dalam pemberian fasilitas kredit pada lembaga perbankan pada dasarnya memiliki ciri yang sama sejak dulu.

Lembaga perbankan di Indonesia sendiri memiliki sistem dan prosedur yang baku dalam melakukan pembiayaan terhadap para pelaku usaha. Pada umumnya lembaga perbankan hanya melakukan pembiayaan terhadap para pelaku usaha yang mempunyai syarat-syarat formal (Suyoto & Endratno, 2015: 42). Dengan demikian maka lembaga perbankan tidak mampu menjangkau para pelaku usaha mikro. Prosedur baku yang terdapat pada lembaga perbankan termasuk perbankan syariah, membuat para pelaku usaha mikro tidak mampu mengakses sumber pendanaan dari lembaga perbankan.

Menurut Pradhana & Nafik (2016: 326) dibutuhkan sebuah Lembaga Keuangan Syariah Non Bank (LKSNB) untuk menguatkan sektor usaha mikro dalam mengatasi permasalahan permodalan bagi para pelaku usaha mikro. Salah satu lembaganya adalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), yaitu dengan berbagai kemudahan yang tidak dimiliki oleh lembaga perbankan. Dengan adanya LKSNB khususnya BMT diharapkan mampu mengatasi permasalahan permodalan yang dialami oleh para pelaku usaha mikro.

BMT menjadi salah satu Lembaga Keuangan Syariah Non Bank (LKSNB) yang mampu melindungi masyarakat menengah kebawah terutama para pelaku usaha mikro dari sistem bunga yang diterapkan oleh lembaga konvensional serta dari rentenir yang mematok bunga tinggi pada nasabahnya. Dalam hal ini BMT cenderung memberikan pembiayaan berupa modal kerja kepada masyarakat yang

(22)

mempunyai usaha mikro agar masyarakat didorong untuk lebih kreatif dan produktif (Prastiawati & Darma, 2016: 198). Hal ini berdampak untuk kemajuan ekonomi masyarakat menengah kebawah terutama bagi para pelaku usaha mikro yang berada di daerah pedesaan.

Sementara itu BMT sebaga Lembaga Keuangan Syariah Non Bank berusaha memadukan dua macam kegiatan sekaligus, yaitu kegiatan sosial sebagai kegiatan penunjang (Baitul Maal) dan kegiatan bisnis sebagai kegiatan utama (Baitul Tamwil). BMT sebagai lembaga sosial berfungsi menghimpun dana-dana sosial yang bersumber dari zakat, infak dan shadaqah atau dari sumber lain yang halal kemudian didistribusikan kepada mustahiq (yang berhak) dan bersifat nirlaba (Yusuf, 2014: 71).

Baitul Maal wa tamwiil sebagai lembaga keuangan syariah non bank (LKSNB) mempunyai akad dan prinsip operasional yang sama dengan perbankan syariah. BMT dan Perbankan Syariah mempunyai perbedaan yaitu besarnya aset yang dimiliki oleh kedua lembaga keuangan tersebut. BMT memiliki ruang gerak produk yang lebih luas dibandingkan dengan lembaga keuangan dengan sistem bunga. BMT memiliki sistem jual beli dan sewa menyewa disamping sistem bagi hasil, sebagai contohnya adalah produk murabahah, salam, istishna, dan sewa menyewa (ijarah) (Wibowo, 2015: 116).

Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pembiayaan dengan akad jual beli murabahah. Pembiayaan murabahah selalu menjadi primadona dibandingkan dengan produk pembiayaan BMT lainnya. Hal ini salah satunya

(23)

disebabkan oleh sistem penentuan marginnya yang transparan karena dalam

murabahah harga pokok dan keuntungan disepakati diantara kedua belah pihak.

Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati (Afrida, 2016: 155).

Menurut Ibu Miati selaku manajer di BMT Syamil Ampel Boyolali Lahirnya BMT Syamil tidak lepas dari gerakan pendirian BMT secara nasional yang diprakarsai oleh Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil, yaitu dalam menyikapi program pemerintah untuk penanggulangan pengangguran tenaga kerja dan juga berupaya untuk mengambil peran sebagai lembaga keuangan yang turut membantu dalam mengatasi masalah permodalan bagi para pelaku usaha mikro.

Di daerah Boyolali sebagian penduduknya memiliki usaha, seperti pertanian, penjahit, peternak, toko kelontong dan lain sebagainya. Namun di daerah ini juga masih membutuhkan tambahan modal untuk meningkatkan usaha dan taraf hidup mereka. BMT Syamil Ampel yang berada di wilayah Boyolali, merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan syariah non bank yang telah memberikan banyak manfaat bagi masyarakat luas, bukan hanya pengusaha besar dan luas saja, namun juga memberi manfaat kepada para pelaku mikro.

BMT Syamil saat ini berupaya dalam memajukan usaha mikro sebagai salah satu usaha yang diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan adanya dukungan pembiayaan dari BMT tersebut. Setiap tahunnya pembiayaan yang disalurkan oleh BMT Syamil mengalami kenaikan, dan pada

(24)

tahun 2017 mengalami kenaikan jumlah pembiayaan sehingga menjadi Rp. 2.746.627.621,-.

Pembiayaan yang disalurkan oleh BMT Syamil dalam kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami peningkatan. Terdiri dari pembiayaan murabahah, pembiayaan mudharabah, pembiayaan ijarah, pembiayaan hawalah dan pembiayaan qardhul hasan. Dari seluruh pembiayaan yang disalurkan oleh BMT Syamil yang sering dialokasikan sebagai pembiayaan usaha adalah pembiayaan

murabahah yang berprinsip jual beli.

Gambar 1.1

Grafik Perkembangan Pembiayaan Murabahah

Tahun 2013-2017

Sumber: Data Pembiayaan Murabahah BMT Syamil, 2017

Berdasarkan gambar 1.1 tentang pembiayaan murabahah periode 2013-2017 dapat kita ketahui bahwasanya pada tahun 2013 ke 2014 mengalami kenaikan sebesar Rp. 703.564.000. Selama kurun waktu (2014-2016) mengalami penurunan dalam memberikan pembiayaan murabahah sebesar Rp. 521.671.000

655011 1358575 1077531 836904 1430900 0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 2013 2014 2015 2016 2017 Pembiayaan Murabahah

(25)

Kemudian pada tahun 2016 menuju tahun 2017 mengalami kenaikan dalam memberikan pembiayaan murabahah sebesar Rp. 593.996.000. Sehingga diketahui bahwa perkembangan pembiayaan murabahah mengalami fluktuasi selama kurun 5 tahun terakhir.

Gambar 1.2

Grafik Perkembangan Nasabah Pembiayaan Murabahah

Tahun 2013-2017

Sumber: Data Nasabah Pembiayaan Murabahah BMT Syamil, 2017

Dari gambar 1.2 menunjukan bahwa dalam waktu lima tahun terakhir pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh BMT Syamil mengalami kenaikan dan penurunan yang fluktuatif. Dalam kurun waktu lima tahun (2013-2017), BMT Syamil telah menyalurkan pembiayaan murabahah kepada 441 nasabah, dan pada tahun 2017 terdapat 99 nasabah pembiayan murabahah yang masih aktif.

93 103 79 67 99 0 20 40 60 80 100 120 2013 2014 2015 2016 2017 Pembiayaan Murabahah

(26)

Tabel 1.1

Rekapitulasi Pembiayaan Global Tahun 2017

Jenis Pembiayaan Debitur Akhir Saldo Pembiayaan

Piutang Al Murabahah 99 1.430.900.485,11 Pembiayaan Al Mudharabah 26 950.689.391,39 Jasa Al Ijarah 7 149.925.595,48 Jasa Al Hawalah 1 195.112.150,00 Qord 3 20.000.000,00 Total 136 2.746.627.621,98

Sumber: Data Rekapitulasi Pembiayaan Global BMT Syamil Tahun 2017

Dari tabel 1.1 di BMT Syamil Ampel Boyolali pada tahun 2017 terdapat 99 nasabah pembiayaan murabahah dengan total saldo pembiayaan Rp. 1.430.900.485,-. Di BMT Syamil sendiri perkembangan nasabah pembiayaan untuk para pelaku usaha mikro setiap tahunnya mengalami perkembangan begitu juga dengan dana alokasi yang diberikan kepada para pelaku usaha mikro.

Dalam kurun 5 tahun (2013-2017) terakhir pembiayaan murabahah

mengalami kenaikan dan penurunan yang fluktuatif dan pada tahun 2017 yang paling banyak digunakan adalah pembiayaan murabahah dengan prinsip jual beli. Akan tetapi pembiayaan murabahah tersebut kurang maksimal karena belum sesuai dengan target peningkatan usaha yang diinginkan oleh anggota terutama para pelaku usaha mikro. Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Peran Pembiayaan Murabahah Dalam Pengembangan Usaha Mikro Pada Anggota Di BMT Syamil Ampel Boyolali”.

(27)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang masalah tersebut, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini yaitu Permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha adalah ketersediaan modal. Para pengusaha mikro merasa kesulitan dalam mengakses modal di dunia perbankan. Sehingga perlu adanya inovasi dalam penyediaan akses permodalan di dunia perbankan bagi para pelaku usaha mikro.

BMT Syamil Ampel merupakan salah satu lembaga keuangan non bank yang memberikan salah satu solusi bagi para pelaku usaha mikro dalam mengakses permodalan yaitu dengan adanya pembiayaan murabahah. Pembiayaan murabahah sendiri dilakukan oleh BMT Syamil Ampel setiap tahun untuk membantu permodalan bagi usaha mikro. Akan tetapi pembiayaan murabahah ini belum mencukupi kebutuhan permodalan secara keseluruhan oleh para pelaku usaha mikro.

1.3. Batasan Masalah

Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan lebih terarah pada obyek yang akan di teliti maka perlu adanya batasan masalah yaitu peran pembiayaan

Murabahah dalam pengembangan usaha mikro pada anggota di BMT Syamil Ampel Kabupaten Boyolali.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini yaitu:

(28)

2. Bagaimana peran pembiayaan murabahah dalam pengembangan usaha mikro pada anggota di BMT Syamil Ampel Boyolali ?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarakan rumusan diatas, maka diperoleh tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui prosedur pembiayaan murabahah di BMT Syamil dan untuk mengetahui peran pembiayaan Murabahah dalam pengembangan usaha mikro pada anggota di BMT Syamil Ampel Boyolali.

1.6. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah dan tujuan penelitian diatas maka penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Bagi akademisi

Agar menambah referensi peran pembiayaan Murabahah dalam pengembangan usaha mikro di BMT Syamil Ampel. Sehingga diharapkan penelitian ini dapat dijadikan studi literature untuk penelitian selanjutnya.

2. Bagi praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi motivasi BMT Syamil Ampel untuk mengoptimalkan produk-produk pembiayaan, salah satunya produk

(29)

1.7. Hasil Penelitian Yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan merupakan penelaahan dari hasil penelitian terdahulu yang di pergunakan untuk mempertajam penelitian yang akan di gunakan. Beberapa hasil penelitian yang relevan terhadap judul penelitian yaitu :

Tabel 1.2

Penelitian Yang Relevan

Judul Peneliti, Metode, Sampel Hasil Penelitian Saran Penelitian Peran Pembiayaan Baitul Maal Wat Tamwil Terhadap Perkembangan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Anggotanya dari Sektor Mikro Pedagang Pasar Tradisional Fitriani Prastiawati, Emile Satia Darma, Metode yang digunakan Struktural Equation Model (SEM), Sampel dalam penelitian ini adalah Pedagang Pasar Tradisional di Bantul yang Sudah Menjadi Pembiayaan BMT pada pedagang pasar tradisional yang menjadi anggota BMT di Bantul, tidak ber-pengaruh signifikan terhadap persepsi pedagang tersebut tentang perkembangan usahanya dan pe-ningkatan Diharapkan dapat menambah variabel penelitian (missal kondisi pasar, tingkat persaingan usaha, maupun variabel lainnya). Mungkin perlu diklasifikasi pula jenis-jenis akad

(30)

pem-Anggota BMT kesejahteraannya (walaupun arahnya sudah benar positif). biayaannya Kontribusi Pembiayaan Perbankan Syariah Terhadap Pengembangan Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) Di Kota Makasar Muslimin Kara (2013), - Pembiayaan perbankan syariah di kota makasar berfluktuasi dan belum optimal. Perkembangan pembiayaan perbankan syariah rata-rata periode januari-desember 2010 adalah 14,23% dan januaria-september 2011 adalah 18,43% Penguatan Modal Usaha Mikro, Kecil Heppy Prasetyo Pradhana, Muhammad pembiayaan BMT Mandiri Sejahtera

(31)

Dan Menengah Melalui Pembiayaan Di Bmt Mandiri Sejahtera Gresik Nafik H, Metode yang digunakan Pendekatan Kualitatif, Sampel dalam penelitian ini adalah Pengelola BMT dan Nasabah UMKM BMT berperan dalam menguatkan modal dari anggota usaha mikro, kecil dan menengah yang menerima pembiayaan. Penguatan modal yang terjadi ditandai dengan meningkatnya pendapatan dan laba, aset yang dimiliki anggota pembiayaan serta peningkatan struktur modal dari UMKM Peran Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Dalam Suyoto, Hermin Endratno, Metode yang digunakan BMT memiliki peran yang cukup strategis untuk

(32)

Meningkatkan Kinerja Usaha Rumah Tangga Di Purwokerto kombinasi penelitian kualitatif dan kuantitatif (mix approach research), Sampel dalam penelitian ini adalah BMT dan Nasabahnya meningkatkan kinerja usaha skala rumah tangga karena BMT menjembatani kebutuhan pembiayaan antara pelaku usaha dengan lembaga pembiayaan. Peran Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Dalam Pengembangan Umkm Dan Agribisnis Pedesaan Di Sumatera Barat Sri Maryati, Metode yang digunakan analisa deskriptif-kualitatif berbasis kajian kepustakaan Besarnya pembiayaan produktif (K), aset usaha yang dimiliki UMKM (A), dan jumlah tenaga kerja (L) mempengaruhi nilai produksi usaha UMKM (Y) secara

(33)

signifikan. Pembiayaan produktif dan aset usaha berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai produksi usaha. Sedangkan, banyaknya tenaga kerja berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai produksi usaha. Peran Perbankan Syariah terhadap Eksistensi UMKM

Hana Zunia Rini, 2017, Metode yang digunakan pendekatan kualitatif Peran perbankan syariah terhadap eksistensi UMKM industri rumah tangga dibidang batik

(34)

Industri Rumah Tangga Batik Laweyan deskriptif, Sampel dalam penelitian ini adalah pelaku usaha batik laweyan laweyan masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya partisipasi bank syariah dalam memecahkan masalah yang dihadapi UMKM batik di Laweyan terutama masalah permodalan. Oleh karena itu, bank syariah perlu melakukan pendekatan terhadap UMKM batik Laweyan dengan cara sosialisasi

(35)

Berdasarkan beberapa hasil penelitian relevan yang diatas diketahui bahwasanya menurut Pradhana & Nafik (2016), Suyoto & Endratno (2015) dan Maryati (2014) menjelaskan pembiayaan yang dilakukan oleh BMT dan BPRS memiliki peran dalam menguatkan atau meningkatkan modal dari anggota usahanya.

Menurut Prastiawati & Darma (2016) menjelaskan pembiayaan BMT pada pedagang pasar tradisional yang menjadi anggota BMT di Bantul tidak berpengaruh signifikan terhadap persepsi pedagang tentang perkembangan usahanya dan peningkatan kesejahteraannya (walaupun arahnya sudah positif).

Menurut Kara (2013) menjelaskan pembiayaan perbankan syariah di kota makasar berfluktuasi dan belum optimal. Dan sedangkan menurut Rini (2017) menjelaskan peran perbankan syariah terhadap eksistensi UMKM industri rumah tangga di bidang batik laweyan masih kurang. Adapun perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terdapat pada pembiayaannya (murabahah) dan objeknya (BMT Syamil Ampel Boyolali).

1.8. Jadwal Penelitian

Terlampir

1.9. Sistematika Penulisan Skripsi

Penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab, dimana setiap bab akan disusun secara sistematis sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai alasan yang mendasari penulis dalam mengambil judul dan tema penelitian ini. Disamping

(36)

itu juga menjelaskan tujuan serta manfaat dari penelitian yang dilakukan penulis. Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hasil penelitian yang relevan, jadwal penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai fokus dan subfokus penelitian yang diangkat oleh penulis. Teori-teori yang berhubungan dengan fokus serta sub fokus penelitian yang diangkat oleh penulis. BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas terkait metode dan desain penelitian yang digunakan oleh penulis. Metode dan desain penelitian yang akan dibahas pada bab ini adalah metode dan desain penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi dokumentasi, observasi, dan wawancara. Bab ini terdiri dari desain penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan menyampaikan serta membahas mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan teknik studi dokumentasi, observasi, dan wawancara. Disamping itu juga, penulis akan menganalisis hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan atau jawaban dari rumusan masalah yang diperoleh dari hasil penelitian, keterbatasan penelitian,

(37)

dan saran-saran yang perlu disampaikan dan diajukan oleh penulis sebagai bahan pertimbangan penelitian berikutnya.

(38)

BAB II

LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pembiayaan

2.1.1. Peran

1. Pengertian Peran

Teori peran merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi maupun disiplin ilmu. istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam teater (sandiwara) tersebut kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat (Nasikhah & Setyowati, 2015: 349).

Menurut Hermansyah (2015: 352-353) peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun secara informal. Peran didasarkan pada ketentuan dan harapan peran yang menerangkan apa yang individu harus lakukan dalam suatu situasi tertentu agar dapat memenuhi harapan mereka sendiri atau harapan orang lain yang menyangkut peran-peran tersebut.

Pada dasarnya peran sedikitnya mencakup 3 hal, peran merupakan suatu konsep mengenai apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat, peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat dan peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat (Imanuel, 2015: 1184-1185).

(39)

Menurut Imanuel (2015: 1184-1185) peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran. Peran yang bisa disebutjuga dengan peranan (role) memiliki beberapa arti:

a. Aspek dinamis dari kedudukan.

b. Perangkat hak-hak dan kewajiban-kewajiban. c. Perilaku aktual dari pemegang kedudukan.

d. Bagian dan aktivitas yang dimainkan oleh seseorang.

Strategi dan struktur organisasi juga terbukti mempengaruhi peran dan prestasi peran atau bahasa inggrisnya adalah “role perception”. Dilihat dari

perilaku organisasi, peran ini merupakan salah satu komponen dari sistem sosial organisasi, selain norma dan budaya organisasi. Di sisni secara umum peran dapat didefinisikan sebagai “expections about appropriate behavior in a job posisition

(leader, subordinate)”. Menurut Hermansyah (2015: 352-353) ada dua jenis

perilaku yang diterapkan dalam suatu pekerjaan, yaitu:

a. Role Pereptioption yaitu penilaian seseorang mengenai cara orang tersebut berperilaku atau dengan kata lain adalah pemahaman atau kesadaran mengenai pola perilaku atau fungsi yang diharapkan dari orang tersebut. b. Role Expectation yaitu cara orang lain menerima perilaku seseorang dalam

situasi tertentu. Dengan peran yang dijalankan seseorang dalam organisasi, akan terbentuk suatu komponen penting dalam identitas dan kemampuan orang itu untuk bekerja. Dalam hal ini, suatu organisasi harus memastikan bahwa peran-peran tersebut telah diartikan dengan jelas.

(40)

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa peranan yang di maksud disini adalah suatu institusi atau lembaga yaitu BMT Syamil Ampel yang berusaha memenuhi kewajiban-kewajibannya maupun hak-haknya dalam membantu pembiayaan-pembiayaan kepada usaha-usaha yang produktif serta investasi. Membantu pengusaha kecil bawah dalam rangka memperbaiki perekonomiannya untuk mencapai kehidupan yang layak dan sejahtera.

2.1.2. Pembiayaan

1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, seperti BMT kepada anggota. Menurut (Antonio 2001: 160) menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank (BMT) yaitu pemberian fasilitas dana dan memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.

Pembiayaan yang diberikan oleh lembaga keuangan syariah berbeda dengan kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan konvensional. Dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan bahwa pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank (BMT) dengan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikkan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

(41)

Berdasarkan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 pasal 25 tentang perbankan syariah Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’. d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh.

e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.

Penyaluran pembiayaan BMT akan menambah modal finansial bagi para pelaku usaha mikro. Pembiayaan tersebut dapat digunakan sebagai modal awal maupun sebagai modal tambahan untuk mengembangkan usaha, baik menambah barang dagangan atau memperluas dan menambah tempat usaha. Pembiayaan yaitu pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga (Prastiawati & Darma, 2016: 199).

2. Jenis Pembiayaan

Pembiayaan pada bank (BMT) dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:

a. Pembiayaan dilihat dari tujuan penggunaan.

Dilihat dari tujuan pengunaannya pembiayaan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

(42)

1) Pembiayaan investasi

Pembiayaan diberikan oleh Bank (BMT) kepada anggota untuk pengadaan barang-barang modal (asset tetap) yang mempunyai nilai ekonomi lebih dari satu tahun. Pembiayaan investasi umumnya diberikan dalam nominal besar, serta jangka panjang dan menengah.

2) Pembiayaan modal kerja

Digunakan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang biasanya habis dalam satu siklus usaha. Pembiayaan modal kerja ini diberikan dalam jangka pendek yaitu selama-lamanya satu tahun.

3) Pembiayaan konsumsi

Diberikan kepada anggota untuk membeli barang-barang keperluan pribadi dan tidak untuk keperluan usaha.

b. Pembiayaan dilihat dari jangka waktunya 1) Pembiayaan jangka pendek

Pembiayaan yang diberikan dengan jangka waktu maksimal satu tahun. Pembiayaan jangka pendek biasanya diberikan oleh Bank (BMT) untuk membiayai modal kerja perusahaan yang mempunyai siklus dalam satu tahun, dan pengembaliannya disesuaikan oleh kemampuan anggota.

2) Pembiayaan jangka menengah

Diberikan dengan jangka antara satu tahun hingga tiga tahun. Pembiayaan ini dapat diberikan dalam bentuk pembiayaan modal kerja. Investasi dan konsumsi.

(43)

Pembiayaan yang jangka waktunya lebih dari tiga tahun. Pembiayaan ini pada umumnya diberikan dalam bentuk pembiayaan investasi.

c. Pembiayaan dilihat dari sektor usaha 1) Sektor industri

Pembiayaan yang diberikan kepada anggota yang bergerak dalam sektor industri yaitu sektor usaha yang mengubah bentuk dari bahan baku menjadi barang jadi atau mengubah suatu barang menjadi barang lain yang memiliki faedah lebih tinggi.

2) Sektor perdagangan

Pembiayaan ini diberikan kepada pengusaha yang bergerak dalam bidang perdagangan, baik pedagang kecil, menengah, dan besar. Pembiayaan ini diberikan dengan tujuan untuk memperluas usaha anggota dalam usaha perdagangan, misalnya untuk memperbesar jumlah penjualan.

3) Sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan

Pembiayaan ini diberikan dalam rangka meningkatkan hasil usaha pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan serta perikanan.

4) Sektor jasa a) Jasa pendidikan

Pada kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, jasa pendidikan merupakan jasa yang menarik bagi BMT, karena jenis usaha ini mudah diestimasikan pendapatannya.

(44)

Pembiayaan yang diberikan untuk sektor angkutan, misalnya pembiayaan kepada lembaga sekolah untuk membeli bus digunakan untuk mengantar jemput siswa yang mencari ilmu di lembaga sekolah islam tersebut.

d. Pembiayaan dilihat dari segi jaminan

Pembiayaan dengan jaminan merupakan jenis pembiayaan yang didukung dengan jaminan (agunan) yang cukup. Agunan atau jaminan dapat digolongkan menjadi jaminan perorangan, benda berwujud dan tidak berwujud.

1) Jaminan perorangan

Jaminan perorangan merupakan jenis pembiayaan yang didukung dengan jaminan seseorang (personal securities) atau badan sebagai pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung jawab apabila terjadi wanprestasi dari pihak anggota.

2) Jaminan benda berwujud

Merupakan jaminan kebendaan yang terdiri dari barang bergerak maupun tidak bergerak, misalnya kendaraan bermotor dan barang dagangan.

3) Jaminan benda tidak berwujud

Beberapa jenis pembiayaan yang dapat diterima adalah jaminan benda tidak berwujud, jaminan ini dapat diikat dengan cara pemindahtanganan. 4) Pembiayaan tanpa jaminan

Pembiayaan yang diberikan kepada anggota tanpa didukung adanya jaminan, pembiayaan ini diberikan oleh BMT atas dasar kepercayaan,

(45)

pembiayaan tanpa jaminan ini beresiko tinggi karena tidak ada pengaman yang dimiliki oleh BMT apabila anggota wanprestasi.

5) Pembiayaan dilihat dari jumlahnya

Pembiayaan retail merupakan pembiyaan yang doberikan kepada individu atau pengusaha kecil. Pembiayaan ini dapat diberikan dengan tujuan konsumsi, dan pembiayaan modal kerja (Ismail, 2011: 113). Sedangkan menurut Antonio (2001: 160) dari sifat penggunaannya, pembiayaan dibagi menjadi 2 hal sebagai berikut :

a) Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi, dalam arti luas yaitu untuk peningkatan usaha.

b) Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

3. Prosedur Pembiayaan

Prinsip-prinsip analisa pembiayaan juga harus digunakan dalam melakukan penilaian permohonan atau pengajuan pembiayaan. Seorang petugas bagian pembiayaan harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang diberikan dengan kondisi secara keseluruhan calon penerima. Dalam memaksimalkan dan dilihat dari segi prosedur pengelolaan pembiayaan, dan menekan resiko maka harus melakukan analisa 5 C, yaitu :

a. Character yaitu penilaian karakter nasabah untuk mengetahui itikad baik nasabah untuk memenuhi kewajibannya dan untuk mengetahui moral, watak maupun sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Karakter

(46)

merupakan faktor yang dominan dan penting sebab walaupun calon nasabah tersebut cukup mampu untuk menyelesaikan utangnya tetapi kalau tidak mempunyai itikad baik tentu akan membawa berbagai kesulitan bagi bank di kemudian hari.

b. Capacity yaitu penilaian secara subyektif tentang kemmapuan penerima untuk melakukan pembayaran. Kemampuan ini diukur dengan catatan prestasi penerima masalalu yang didukung dengan pengamatan di lapangan atas usaha anggota, cara berusaha dan tempat usaha.

c. Capital yaitu menilai jumlah modal sendiri yang diinvestasikan oleh nasabah dalam usahanya termasuk kemampuan untuk menambah modal apabila diperlukan sejalan dengan perkembangan usahanya.

d. Condition yaitu bagian pembiayaan BMT harus melihat kondisi perekonomian secara umum, khususnya yang terkait dengan jenis usaha calon penerima, hal tersebut dilakukan karena eksternal usaha yang dibiayai.

e. Collateral yaitu barang jaminan yang diserahkan oleh peminjam atau anggota sebagai jaminan atas kredit yang diterimanya. Hal ini bertujuan untuk alat pengaman jika usaha yang dibiayai dengan kredit tersebut gagal atau sebab-sebab lain dimana anggota tidak mampu melunasi kreditnya dari hasil usahanya yang normal (Usanti, 2015: 414-416).

Dalam hal ini BMT wajib memiliki aturan tertulis yang mengatur mengenai prosedur pembiayaan kepada koperasi lain dan anggotanya harus tetap memperhatikan prinsip pembiayaan yang didasarkan kepada prinsip kehati-hatian

(47)

dan selalu mempertmbangkan bahwa pembiyaan akan memberi manfaat kepada orang yang menerima dan diyakini bahwa pembiayaan dapat dibayar kembali oleh anggota pembiayaan sesuai dengan pertimbangan kondisi dan kelayakan ekonominya.

2.2. Pembiayaan Murabahah

1. Pengertian Pembiayaan Murabahah

Ba’i Al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan yang disepkati. Dalam Bai’ Al-Murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahanya. Dalam konotasi islam pada dasarnya berarti penjualan. Penjualan pada murabahah secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diperoleh pada nilai tersebut (Antonio, 2001: 101).

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan margin disepakati oleh penjual dan pembeli, dengan pembayaran atas akad murabahah dapat dilakukan secara tangguh atau tunai. Perbedaan murabahah dengan penjualan biasa adalah pada murabahah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli tentang harga pokok pembelian produk tersebut dan besar keuntungan yang akan diambil oleh penjual.

Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan dana dari pemilik modal, baik Lembaga Keuangan Syariah Non Bank maupun Bank Syariah kepada nasabah untuk membeli barang dengan menegaskan harga belinya barang dan pembeli (nasabah) akan membayarnya dengan harga yang lebih, sebagai keuntungan

(48)

pemilik modal sesuai yang disepakati bersama. Harga tidak boleh berubah sepanjang akad dan apabila terjadi kesulitan membayar, dapat dilakukan restrukrusisasi dan kalau tidak membayar karena lalai dapat dikenakan denda (Muljono, 2015: 143).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa murabahah adalah akad jual beli dimana penjual memberitahukan harga pokok atau harga awal beli dari barang yang akan ia jual, dan menyebutkan keuntungan yang ia ambil dari penjualan barangnya kepada pembeli. Maka yang menjadi harga jual dari barangnya itu adalah hasil dari harga pokok ditambah keuntungan.

2. Landasan Hukum

Dasar-dasar hukum yang digunakan dalam pelaksanaan akad Murabahah

adalah: a. Al-Qur’an QS. Al-Baqarah ayat 275 :





























































































275. orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

(49)

mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

b. Al-Hadist

Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah

(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah) (Antonio, 2001: 102).

c. Fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000

Pembiayaan murabahah adalah suatu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang sudah disepakati.

d. Ijma’

Umat manusia telah berkosensus tentang keabsahan jual beli, karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki orang lain. Oleh karena jual beli ini adalah salah satu jalan untuk mendapatkan secara sah, dengan demikian mudahlah bagi setiap individu untuk memenuhi kebutuhannya (Afrida, 2016: 159).

Dari dasar hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa transaksi Murabahah itu dibolehkan dan tidak bertentangan dengan ajaran syari’at Islam serta memberikan keringanan kepada pembeli untuk memperoleh barang yang diinginkan walaupun dengan pembayaran yang tidak tunai.

3. Jenis Murabahah

(50)

macam, yaitu :

a. Murabahah tanpa pesanan adalah ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan barang daganganya. Penyediaan barang pada murabahah ini tidak berpengaruh atau terikat;

b. Murabahah berdasarkan pesanan adalah bank syariah baru akan melakukan transaksi murabahah atau jual beli apabila ada nasabah yang memesan barang, sehingga penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Pada murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung atau terkait langsung dengan pesanan atau pembelian barang tersebut.

4. Konsep Dasar Pembiayaan Murabahah

Menurut Ascarya (2015: 85) kegiatan murabahah yang dilakukan antar pihak BMT dan pihak nasabah mempunyai beberapa konsep dasar yang harus dipahami satu sama lain, yaitu :

a. Pembiayaan murabahah bukan pinjaman yang diberikan dengan bunga. Pembiayaan murabahah adalah jual beli komoditas dengan harga tangguh yang termasuk margin keuntungan diatas biaya perolehan yang disetujui bersama.

b. BMT akan memberikan pembiayaan murabahah sebesar harga barang modal atau harga barang dagangan yang paling baik yang diajukan oleh penerima kredit, Bank Islam akan membayarkan secara tunai langsung kepada pemasok yang ditunjuk atas nama penerima kredit.

(51)

c. Sebagai bentuk jual beli dan bukan betuk pinjaman, pembiayaan

murabahah harus memenuhi semua syarat-syarat yang diperlukan untuk jual beli yang sah.

d. Murabahah dapat digunakan nasabah ketika memerlukan dana untuk membeli suatu komoditas atau barang (terutama bagi pengusaha produsen yang hendak memperluas usaha dengan cara menambah peralatan modalnya seperti mesin-mesin, dan sebagainya berikut akan ditunjukkan kepada usaha-usaha yang dapat menunjang pengembangan pengusaha produsen seperti kredit untuk penambahan modal kerja, kredit untuk pedagang perantara, dan kredit untuk peningkatan daya beli konsumen barang-barang yang dihasilkan pengusaha produsen nasabah BMT).

e. Penerima kredit memilih sendiri barang apapun yang diperlukan, memilih pemasok yang dipercaya, tawar-menawar untuk memperoleh harga yang paling baik dengan pemasok, kemudian mengajukan permohonan kredit murabahah sebesar harga barang yang diperlukan kepada BMT.

5. Rukun dan Syarat Pembiayaan Murabahah

Menurut Ascarya (2015: 82), rukun dari akad murabahah yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu :

a. Pelaku akad, yaitu penjual adalah pihak yang memiliki barang untuk dijual, dan pembeli adalah pihak yang memerlukan dan akan membeli barang.

b. Objek akad, yaitu barang dagangan dan harga. c. Shighah, yaitu ijab dan qabul.

(52)

Menurut Wiroso (2005: 17-18), dalam murabahah dibutuhkan beberapa syarat , antara lain :

a. Mengetahui harga pertama (harga pembelian) yaitu pembeli kedua hendaknya mengetahui harga pembelian karena hal itu adalaha syarat sahnya transaksi jual beli. Syarat ini meliputi semua transaksi yang terkait dengan murabahah, seperti pelimpahan wewenang (tauliyah), kerja sama (isyrak), dan kerugian (wadhi’ah), karena semua transaksi ini berdasar pada harga pertama yang merupakan modal. Jika tidak mengetahuinya, maka jual beli tersebut tidak sah hingga ditempat transaksi. Jika tidak diketahui hingga keduanya meninggalkan tempat tersebut, maka gugurlah transaksi itu.

b. Mengetahui besarnya keuntungan adalah keharusan, karena ia merupakan bagian dari harga (tsaman), sedangkan mengetahui harga adalah syarat sahnya jual beli.

c. Modal hendaknya komoditas yang memiliki kesamaan dan sejenis, seperti benda-benda yang ditakar, ditimbang dan dihitung.

d. Sistem murabahah dalam harta riba hendaknya tidak menisbatkan riba tersebut terhadap harga pertama. Seperti membeli barang yang ditakar atau ditimbang dengan barang sejenis dengan takaran yang sama, maka tidak boleh menjualnya dengan sistem murabahah. Hal semacam ini tidak diperbolehkan karena tambahan, sedangkan tambahan terhadap harta riba hukumnya adalah riba dan bukan keuntungan.

(53)

e. Transaksi pertama haruslah sah secara syara’, jika transaksi pertama tidak sah, maka tidak boleh dilakukan jual beli secara murabahah, karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan dan hak milik jual beli yang tidak sah ditetapkan dengan nilai barang atau dengan barang yang semisal bukan dengan harga, karena tidak benarnya penamaan.

6. Resiko Pembiayaan Murabahah

Menurut Antonio (2001: 107), resiko pembiayaan murabahah yang bisa terjadi adalah :

a. Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran lembaga keuangan syariah (BMT).

b. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila bila harga suatu barang dipasar naik setelah BMT membelikanya untuk nasabah. BMT tidak bisa merubah harga jual beli tersebut.

c. Penolakan nasabah, yaitu barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab, misalnya rusak dalam perjalanan, maka dari itu sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang berbeda dengan yang dipesan. Apabila bank atau BMT telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank atau BMT. Dengan demikian, bank atau BMT mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.

(54)

d. Dijual karena murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani barang tersebut menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap asset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, resiko untuk default akan semakin besar.

2.2.1. Murabahah Bil Wakalah

1. Pengertian Murabahah Bil Wakalah

Murabahah bil wakalah adalah jual beli dengan sistem wakalah. Dalam jual beli sistem ini pihak penjual mewakilkan pembeliannya kepada nasabah, dengan demikian akad pertama adalah akad wakalah setelah akad wakalah berakhir yang ditandai dengan penyerahan barang dari nasabah ke Lembaga Keuangan Syariah kemudian pihak lembaga memberikan akad murabahah.

Sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:04/DSN-MUI/IV/2000 pasal 1 ayat 9: “jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.” Sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN MUI akad murabahah bil wakalah dapat dilakukan dengan syarat jika barang yang dibeli oleh nasabah sepenuhnya sudah milik lembaga keuangan syariah, kemudian setelah barang tersebut dimiliki lembaga keuangan syariah maka akad murabahah dapat dilakukan.

Akad murabahah bil waakalah adalah jual beli dimana lembaga keuangan syariah mewakilkan pembelian produk kepada nasabah kemudian setelah produk tersebut di dapatkan oleh nasabah kemudian nasabah memberikannya kepada

(55)

pihak lembaga keuangan syariah. Setelah barang tersebut di miliki pihak lembaga dan harga dari barang tersebut jelas maka pihak lembaga menentukan margin yang didapatkan serta jangka waktu pengembalian yang akan disepakati oleh pihak lembaga keuangan syariah dan nasabah.

2. Rukun Murabahah bil Wakalah

Dalam rukun murabahah bil wakalah sama dengan akad murabahah, namun perbedaan dalam akad murabahah bil wakalah terdapat wakil dalam pembelian barang :

a. Penjual b. Pembeli

c. Barang yang dibeli

d. Harga barang, dalam hal ini harga barang harus diketahui secara jelas yaitu harga beli dan margin yang akan disepakati oleh kedua belah pihak. Sehingga kedua belah pihak akan melakukan keputusan harga jual dan jangka waktu pengangsuran.

e. Muwakil atau pemberi kuasa adalah pihak yang memberikan kuasa kepada pihak lain.

f. Taukil atau objek akad g. Shigat atau ijab dan Qabul 3. Syarat Murabahah Bil Wakalah

a. Barang yang diperjual belikan harus halal dan bebas dari najis b. Penjual memberitahu modal yang akan diberikan kepada nasabah c. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan

(56)

d. Kontrak harus bebas dari riba

e. Penjual harus memberitahu atau menjelaskan bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian

f. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian tersebut dilakukan secara utang

g. Objek barang yang akan dibeli harus jelas dan diwakilkan kepada nasabah yang mengajukan pembiayaan dengan akad murabahah bil wakalah

h. Tidak bertentangan dengan syariat islam 4. Skema Pembiayaan Murabahah Bil Wakalah

Gambar 2.1

(57)

Penjelasan dari skema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Anggota mengajukan pembiayaan Murabahah bil wakalah kepada bank dengan membawa persyaratan.

b. BMT mewakilkan pembelian barang kepada anggota. c. Anggota membeli barang dari suplier atas nama BMT.

d. Setelah akad wakalah selesai selanjutnya akad jual beli secara kredit. e. Anggota membayar angsuran secara kredit kepada lembaga keuangan

syariah atau BMT.

2.3. Usaha Mikro

1. Pengertian Usaha Mikro

Usaha mikro merupakan usaha yang dikelola oleh individu atau keluarga atau beberapa orang yang belum memiliki izin usaha secara lengkap. Pengertian lain dikemukakan Warkum Sumitro, usaha mikro kecil dan menengah adalah usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan dengan tenaga kerja yang digunakan tidak melebihi dari 50 orang. Usaha skala mikro merupakan sebagian besar dari bentuk usaha mikro dan usaha kecil misalnya pedagang kaki lima, kerajinan tangan, usaha souvenir, dan sejenisnya (Kara, 2013: 274).

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM bahwa unit usaha mikro adalah usaha produktif yang dimiliki orang per orang dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana yang diatur dalam udang-undang.

(58)

Usaha skala mikro merupakan bagian integral dan penting untuk dikembangkan karena dapat menjadi alternatif bagi para urban sehingga dapat mendorong pengendalian dampak negatif urbanisasi, khususnya di kota-kota besar. Berdasarkan data tahun 2007, jumlah pelaku usaha mikro sekitar 47,702 juta unit atau 95,70% dari seluruh jumlah pelaku usaha di Indonesia.

Menurut Kara (2013: 277) adapun karakteristik usaha mikro antara lain: a. Akses sumber daya

Usaha mikro adalah pelaku usaha yang dikarakteristikkan dengan akses mereka terhadap sumber daya yang relatif rendah. Secara umum, intensitas pelaku usaha mikro dianggap tidak eksis sebagai bisnis yang legal. Mereka memiliki akses kecil terhadap proteksi hukum atau layanan pemerintah dalam bisnis.

b. Kepemilikan usaha mikro

Usaha skala mikro dimiliki dan dikelola oleh perorangan atau keluarga sehingga mempunyai peran penting bagi ekonomi keluarga, namun ada sebagian kecil ada yang diserahkan untuk dikelola oleh orang lain. Pendapatan utama usaha skala mikro merupakan penyangga utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga bukan hanya sekadar usaha sampingan baik yang dikelola laki-laki (suami) maupun perempuan (istri).

c. Peran usaha mikro

Sebagian besar usaha skala mikro menyerap tenaga kerja kurang dari 5 orang, tetapi hampir semuanya menyerap lebih dari 1 orang setiap unit usaha mikro. Ada juga usaha mikro yang sudah berkembang usahanya

(59)

yang menyerap tenaga kerja antara 5-10 orang. Oleh karena itu, apabila usaha skala mikro tumbuh dan berkembang dengan baik akan menyerap tenaga kerja secara signifikan.

d. Kelembagaan usaha mikro

Karakteristik umum usaha skala mikro tidak memiliki kelembagaan dan izin atau lisensi formal dari lembaga yang berwenang sehingga beroperasi secara informal. Tidak adanya badan usaha yang resmi merupakan salah satu kendala bagi usaha mikro untuk dapat mengakses sumber dana, baik dana dari lembaga keuangan, misalnya perbankan, koperasi, maupun dana dari program-program perberdayaan yang dilakukan pemerintah.

e. Kelayakan usaha

Guna mengetahui kelembagaan usaha skala mikro, dapat diidentifikasi dari berbagai aspek, di antaranya mode (tipe) produksi, teknologi, pemasok, sifat usaha, prospek pengembangan, permintaan produk, produk pengganti, usaha sekitar, dukungan pemerintah.

3. Kriteria Usaha Mikro

Kriteria usaha mikro menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM adalah sebagai berikut :

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000. 4. Adapun Ciri-Ciri Usaha Mikro :

(60)

a. Jenis barang atau komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu bias berganti.

b. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu bisa berpindah tempat.

c. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan sendiri.

d. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa usaha yang memadai.

e. Tingkat pendidikanya rata-rata sangat rendah.

f. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah mengakses kelembaga keuangan non bank.

g. Umumnya tidak memiiki izin usaha atau persyaratan legalitas lainya termasuk NPWP.

2.4. Perkembangan Usaha

Perkembangan usaha adalah suatu bentuk usaha kepada usaha tersebut agar dapat berkembang menjadi lebih baik lagi dan mencapai pada satu titik atau puncak menuju kesuksesan. Indikator perkembangan usaha dapat dilihat dari jumlah pendapatan, laba, nilai penjualan, pelanggan, barang terjual dan perluasan usaha selama jangka waktu tertentu. Pendapatan adalah pengahasilan yang diterima oleh seseorang dari usaha atau kegiatan yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang dapat berupa barang dan jasa.

Besarnya pendapatan dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan suatu usaha. Apabila pendapatan usaha tersebut meningkat yang diikuti dengan

(61)

meningkatnya keuntungan dan jumlah pelanggan maka dapat dikatakan bahwa usaha tersebut mengalami perkembangan. Selain itu, bertambahnya tenaga kerja menunjukkan bahwa permintaan pelanggan terhadap barang yang dijual adalah tinggi, sehingga membutuhkan tambahan tenaga kerja untuk memenuhi keinginan pelanggan (Prastiawati & Darma, 2016: 200).

2.5. Baitul Mal Wat Tamwil

1. Pengertian Baitul Maal Wa Tamwil

Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, mengembangkan bisnis usaha mikro dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan berlandaskan sistem ekonomi yang salaam: keselamatan (berintikan keadilan), kedamaian dan kesejahteraan. Secara harfiah,

Baitul mal berarti rumah dana, sedangkan Baitul Tamwil berarti rumah usaha (Arif, 2012: 317).

Sedangkan menurut Prastiawati & Darma (2016: 198) BMT sebagai lembaga keuangan bertugas menghimpun dana dari masyarakat atau anggota BMT yang mempercayakan dananya disimpan di BMT dan BMT menyalurkan dananya kepada masyarakat atau anggota BMT. Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) merupakan lembaga keuangan syariah non bank yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BMT juga sering disebut sebagai Koperasi Syariah (perizinan sebagai koperasi oleh Kemenkop UKM).

(62)

Menurut Arif (2012: 320-321) dalam perekonomian, Baitul Mal Wat Tamwil harus mampu berfungsi sebagai :

a. Mengidentifikasi, mengorganisasi, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota dan daerah kerjanya.

b. Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih profesional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.

c. Memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.

d. Menjadi perantara keuangan (financial Intermediary), antara agniya sebagai shahibul mal dan dhuafa sebagai mudharib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, wakaf dan hibah.

e. Menjadi perantara keuangan (financial Intermediary), antara pemilik dana (shahibul mal), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dan (mudharib) untuk pengembangan usaha produktif.

Dengan demikian maka dapat diketahui bahwa pengertian BMT adalah sebuah lembaga keuangan syariah non bank (LKSNB) yang berfungsi sebagai lembaga sosial. Maka untuk bisa disebut sebagai BMT, sebuah lembaga keuangan syariah non bank secara nyata harus memiliki dua unit usaha sekaligus dalam bidang pengelolaan ZIS dan pelayanan yang mirip dengan lembaga perbankan.

(63)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Desain Penelitian (research design) merupakan kerangka atau rencana dasar yang membimbing pengumpulan data dan tahapan analisis dari proyek riset. Desain riset merupakan kerangka kerja yang menetapkan jenis informasi yang harus dikumpulkan, sumber data dan prosedur pengumpulan data. Sebuah desain riset yang baik dapat memastikan bahwa informasi yang dikumpulkan dengan prosedur yang ekonomis dan akurat (Amirullah, 2015: 17).

Desain penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Berbeda dengan penelitian kuantitatif, Menurut Amirullah (2015: 32) metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menjelaskan fenomena dalam bentuk kata-kata dan tidak menggunakan angka-angka serta tidak menggunakan berbagai pengukuran. Sedangkan menurut Sudaryono (2017: 91) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berupaya menganalisis kehidupan sosial dengan menggambarkan dunia sosial dari sudut pandang atau interpretasi individu (informan).

Secara umum metode kualitatif dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan secara langsung dan pendekatan tidak langsung. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan secara langsung (direct approach), yaitu pendekatan yang dipakai dengan menjelaskan secara jelas tujuan penelitian kepada responden. Pendeketan ini terdiri dari Interview (wawancara) (Amirullah, 2015: 33-34).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

pembiayaan dengan prinsip Musyarakah pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Insan Kamil. Sedangkan analitis, dilakukan terhadap berbagai aspek hukum yang mengatur

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Fajar cabang Bandar Lampung merupakan lembaga keuangan non bank yang salah satu kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan yang

Penggunaan Istilah Pinjaman Dalam Pembiayaan Murabahah Melalui Jual Beli Emas Di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Mandiri Sejahtera Desa Campurejo Kecamatan Panceng

Skripsi dengan judul “Kesenjangan Antara Harapan Dan Persepsi Nasabah Terhadap Pembiayaan Musyarakah di BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) Ummatan Wasathan Tulungagung Dan BTM

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) AL-FATH IKMI merupakan lembaga keuangan mikro syari'ah yang notabenenya adalah balai usaha mandiri terpadu dengan kegiatannya

BMT BUS kependekandari Baitul Maal Wat Tamwil Bina Ummat Sejahtera lahir pada tanggal 10 November 1996 atas prakarsa ICMI Orsat Rembang dengan modal awal Rp. Abdul Yazid

102 ATAS PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BMT ( BAITUL MAAL WA TAMWIL ) (Studi kasus pada BMT Sidogiri cabang Wirolegi, KJKS BMT Bina Tanjung dan Koperasi Jasa keuangan syariah

Peranan Baitul Maal wat Tamwil BMT Dalam Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM studi kasus pada BMT UB Amanah syariah Lau Dendang.UIN SUMUT... 68 Pramesti,