• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Status Gizi, Pemberian ASI Eksklusif, Status Imunisasi Dasar dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Status Gizi, Pemberian ASI Eksklusif, Status Imunisasi Dasar dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kota Medan"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN STATUS GIZI, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF, STATUS IMUNISASI DASAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK USIA 12-24

BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLUGUR DARAT MEDAN Nomor Sampel

I. Data Umum Responden

1. Nomor Responden : 2. Nama Responden :

3. Umur : tahun

4. Pekerjaan Responden : 1. IRT 4. Pegawai Swasta 2. Petani 5. Pegawai Negeri 3. Wiraswasta

5. Pendidikan Terakhir : 1. Tidak Sekolah / Tidak Tamat SD 2. SD

3. SMP 4. SMA

5. Akademik / Perguruan Tinggi 6. Status Rumah : 1. Rumah Pribadi

2. Kontrak/Sewa (lebih dari 1 tahun) 7. Status Perokok dalam Rumah : 1. Ada

2. Tidak Ada

II. Data Umum Anak

7. Nama Anak :

8. Umur : bulan

9. Tanggal Lahir :

10. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

11. Berat Badan : kg

III. Status ASI

12. Apakah baduta mendapatkan ASI? 1. Ya

(2)

13. Jika Ya, sampai umur berapa? 1. Kurang dari 6 bulan 2. 6 bulan atau lebih

14. Apakah baduta mendapatkan makanan tambahan? 1. Ya

2. Tidak (lanjut ke pertanyaan 16) 15. Jika Ya, sejak umur berapa?

1. Kurang dari 6 bulan 2. 6 bulan atau lebih

IV. Status Imunisasi

16. Apakah balita mendapat imunisasi? 1. Ya

2. Tidak (lanjut ke pertanyaan 18)

17. Jika Ya, sudah mendapatkan imunisasi apa saja? (sesuaikan dengan KMS)

1. BCG ….. kali

2. Polio ….. kali

3. DPT ….. kali

4. Campak ….. kali 5. Hepatitis B ….. kali

II. Riwayat Kejadian ISPA

18. Apakah balita menderita batuk dan atau pilek selama 1 bulan terakhir? 1. Ya

2. Tidak ( dijadikan sampel kontrol)

19. Jika Ya, apakah batuk dan atau pilek disertai dengan demam? 1. Ya (dijadikan sampel kasus)

(3)
(4)
(5)
(6)

Lampiran 5

OUTPUT ANALISIS DATA Kelompok Kasus

Karakteristik Responden

Umur Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 25 tahun 5 16.7 16.7 16.7

25 - 34 tahun 19 63.3 63.3 80.0

35 - 44 tahun 3 10.0 10.0 90.0

> 54 tahun 3 10.0 10.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pekerjaan Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid IRT 24 80.0 80.0 80.0

Wiraswasta 2 6.7 6.7 86.7

Pegawai Swasta 4 13.3 13.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pendidikan Terakhir Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Tidak Sekolah/Tidak Tamat

SD 1 3.3 3.3 3.3

SD 5 16.7 16.7 20.0

SMP 3 10.0 10.0 30.0

(7)

Akademik/Perguruan Tinggi 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Status Rumah Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Rumah Pribadii 20 66.7 66.7 66.7

Kontrak/Sewa 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Status Perokok dalam rumah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 25 83.3 83.3 83.3

Tidak Ada 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Karakteristik Anak

Umur Anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 12-18 bulan 18 60.0 60.0 60.0

19-24 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Jenis Kelamin Anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 12 40.0 40.0 40.0

(8)

Jenis Kelamin Anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 12 40.0 40.0 40.0

Perempuan 18 60.0 60.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Kelompok Kontrol Karakteristik Responden

Umur Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 25 tahun 6 20.0 20.0 20.0

25 - 34 tahun 15 50.0 50.0 70.0

35 - 44 tahun 8 26.7 26.7 96.7

45 - 54 tahun 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pekerjaan Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid IRT 25 83.3 83.3 83.3

Wiraswasta 3 10.0 10.0 93.3

Pegawai Swasta 1 3.3 3.3 96.7

Pegawai Negeri 1 3.3 3.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Pendidikan Terakhir Responden

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

(9)

SMP 8 26.7 26.7 30.0

SMA 19 63.3 63.3 93.3

Akademik/Perguruan Tinggi 2 6.7 6.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Status Rumah Responden

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Rumah Pribadii 20 66.7 66.7 66.7

Kontrak/Sewa 10 33.3 33.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Status Perokok dalam rumah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Ada 25 83.3 83.3 83.3

Tidak Ada 5 16.7 16.7 100.0

Total 30 100.0 100.0

Karakteristik Anak

Umur Anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 12-18 bulan 18 60.0 60.0 60.0

19-24 12 40.0 40.0 100.0

Total 30 100.0 100.0

Jenis Kelamin Anak

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(10)

Perempuan 13 43.3 43.3 100.0

Total 30 100.0 100.0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Status Gizi * Kejadian ISPA 60 100.0% 0 .0% 60 100.0% ASI Eksklusif * Kejadian

ISPA 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Status Imunisasi * Kejadian

ISPA 60 100.0% 0 .0% 60 100.0%

Status Gizi * Kejadian ISPA

Crosstab Count

Kejadian ISPA

Total

Ya Tidak

Status Gizi Tidak Baik 12 5 17

Baik 18 25 43

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.022a 1 .045 Continuity Correctionb 2.955 1 .086

(11)

Fisher's Exact Test .084 .042 Linear-by-Linear

Association 3.955 1 .047

N of Valid Casesb 60

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.50. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Status Gizi (Tidak Baik /

Baik) 3.333 .998 11.139

For cohort Kejadian ISPA = Ya 1.686 1.057 2.690

For cohort Kejadian ISPA = Tidak .506 .232 1.102

N of Valid Cases 60

ASI Eksklusif * Kejadian ISPA

Crosstab Count

Kejadian ISPA

Total

Ya Tidak

ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif 23 15 38

ASI Eksklusif 7 15 22

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 4.593a 1 .032 Continuity Correctionb 3.517 1 .061

(12)

Fisher's Exact Test .060 .030 Linear-by-Linear

Association 4.517 1 .034

N of Valid Casesb 60

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.00. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for ASI Eksklusif (Tidak ASI

Eksklusif / ASI Eksklusif) 3.286 1.085 9.952

For cohort Kejadian ISPA = Ya 1.902 .980 3.693

For cohort Kejadian ISPA = Tidak .579 .356 .942

N of Valid Cases 60

Status Imunisasi * Kejadian ISPA

Crosstab Count

Kejadian ISPA

Total

Ya Tidak

Status Imunisasi Tidak Lengkap 11 4 15

Lengkap 19 26 45

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

(13)

Likelihood Ratio 4.490 1 .034

Fisher's Exact Test .072 .036

Linear-by-Linear

Association 4.283 1 .038

N of Valid Casesb 60

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.50. b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

Value

95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Status Imunisasi (Tidak

Lengkap / Lengkap) 3.763 1.038 13.646

For cohort Kejadian ISPA = Ya 1.737 1.098 2.746

For cohort Kejadian ISPA = Tidak .462 .192 1.108

(14)

Lampiran 6

MASTER DATA

Nomor ISPA Umur Responden

Umur_KRes ponden

Pekerjaan Pendidikan Perokok

dalam Rumah Umur Anak

Jenis Kelamin Berat Badan 1 1 26 25 - 34 th Pegawai Swasta SMA Ada 18 Perempuan 10.0

2 1 40 35 - 44 th IRT SD Tidak Ada 18 Laki-laki 7.9

3 1 21 < 25 th IRT Tidak Sekolah / Tidak Tamat SD Ada 14 Perempuan 5.5

4 1 33 25 - 34 th IRT SD Ada 15 Laki-laki 6.7

5 1 23 < 25 th Pegawai Swasta SMA Ada 20 Laki-laki 9.4

6 1 25 25 - 34 th IRT SMA Ada 22 Laki-laki 10.8

7 1 57 > 54 th IRT SMA Ada 12 Perempuan 7.5

8 1 29 25 - 34 th Pegawai Swasta Akademi / Perguruan Tinggi Ada 22 Laki-laki 9.0 9 1 32 25 - 34 th IRT SMA Tidak Ada 12 Perempuan 8.0 10 1 32 25 - 34 th IRT SMA Tidak Ada 19 Perempuan 7.0 11 1 30 25 - 34 th IRT Akademi / Perguruan Tinggi Tidak Ada 16 Perempuan 7.5

12 1 30 25 - 34 th IRT SD Ada 12 Perempuan 6.5

13 1 35 25 - 34 th IRT SMA Ada 17 Laki-laki 8.0

14 1 38 25 - 34 th IRT SMA Ada 24 Perempuan 9.0

15 1 33 25 - 34 th IRT SMP Ada 12 Perempuan 7.1

16 1 34 25 - 34 th IRT SMA Ada 24 Laki-laki 11.0

17 1 22 < 25 th IRT SMA Ada 18 Perempuan 9.0

18 1 58 > 54 th IRT SD Ada 15 Perempuan 9.0

19 1 25 25 - 34 th IRT SMA Ada 14 Laki-laki 9.0

20 1 28 25 - 34 th Wiraswasta SMA Ada 12 Perempuan 6.5

21 1 34 25 - 34 th IRT SMA Ada 21 Perempuan 9.0

22 1 18 < 25 th IRT SMP Ada 18 Perempuan 7.0

23 1 34 25 - 34 th IRT SMA Ada 24 Laki-laki 10.0

24 1 29 25 - 34 th IRT Akademi / Perguruan Tinggi Ada 20 Laki-laki 13.0 25 1 25 25 - 34 th Pegawai Swasta Akademi / Perguruan Tinggi Ada 14 Laki-laki 7.3 26 1 64 > 54 th Wiraswasta SMA Ada 23 Perempuan 9.5 27 1 23 < 25 th IRT SMA Tidak Ada 13 Perempuan 7.5

28 1 31 25 - 34 th IRT SD Ada 17 Perempuan 8.5

(15)

30 1 28 25 - 34 th IRT SMP Ada 23 Perempuan 10.9

31 2 32 25 - 34 th IRT SMA Ada 21 Perempuan 9.0

32 2 35 35 - 44 th IRT SD Ada 12 Laki-laki 6.8

33 2 25 25 - 34 th IRT SMA Ada 15 Laki-laki 8.5

34 2 24 < 25 th IRT SMP Ada 24 Perempuan 9.5

35 2 31 25 - 34 th IRT SMP Ada 12 Perempuan 9.4

36 2 38 35 - 44 th IRT SMA Ada 12 Perempuan 6.0

37 2 40 35 - 44 th IRT SMP Tidak Ada 22 Laki-laki 12.0

38 2 45 45 - 54 th IRT SMA Ada 16 Laki-laki 7.5

39 2 38 35 - 44 th Wiraswasta SMP Ada 18 Perempuan 9.5

40 2 34 25 - 34 th IRT SMP Ada 16 Laki-laki 8.5

41 2 42 35 - 44 th Wiraswasta SMA Ada 12 Perempuan 10.5 42 2 38 35 - 44 th Pegawai Swasta SMA Ada 14 Perempuan 8.1

43 2 23 < 25 th IRT SMA Ada 16 Perempuan 10.5

44 2 30 25 - 34 th IRT SMA Tidak Ada 12 Laki-laki 8.2

45 2 20 < 25 th IRT SMA Ada 13 Laki-laki 8.0

46 2 42 35 - 44 th IRT SMA Ada 19 Laki-laki 11.5

47 2 28 25 - 34 th IRT SMA Ada 13 Perempuan 7.6

48 2 24 < 25 th IRT SMP Ada 13 Laki-laki 8.0

49 2 26 25 - 34 th IRT Akademi / Perguruan Tinggi Tidak Ada 21 Perempuan 12.0

50 2 34 25 - 34 th IRT SMA Ada 19 Perempuan 10.5

51 2 20 < 25 th IRT SMA Ada 19 Perempuan 8.4

52 2 26 25 - 34 th IRT SMP Tidak Ada 12 Laki-laki 7.9

53 2 34 25 - 34 th IRT SMA Ada 20 Laki-laki 8.6

54 2 33 25 - 34 th IRT SMA Ada 22 Laki-laki 11.0

55 2 28 25 - 34 th Wiraswasta SMA Ada 22 Laki-laki 10.0

56 2 39 35 - 44 th IRT SMA Ada 24 Perempuan 10.0

57 2 22 < 25 th IRT SMA Ada 20 Laki-laki 11.9

58 2 31 25 - 34 th IRT SMP Ada 16 Laki-laki 7.5

59 2 30 25 - 34 th Pegawai Negeri Akademi / Perguruan Tinggi Tidak Ada 15 Laki-laki 10.0

(16)

Nomor Z-Score Status Gizi Status Gizi_K Pemberian

ASI Umur ASI ASI Eksklusif

Makanan Tambahan

Umur Makanan

(17)
(18)

Nomor Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4 DPT 1 DPT 2 DPT 3 Campak HB 1 HB 2 HB 3 Imunisasi Batuk/Pilek Demam

1 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

2 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

3 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Lengkap Ya Ya 4 Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Ya Ya Tidak Tidak Lengkap Ya Ya

5 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Lengkap Ya Ya

6 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Lengkap Ya Ya

7 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

8 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

9 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

10 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

11 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

12 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Lengkap Ya Ya

13 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Lengkap Ya Ya

14 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

15 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

16 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

17 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

18 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

19 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

20 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Lengkap Ya Ya

21 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

22 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Lengkap Ya Ya

23 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Tidak

24 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Lengkap Ya Tidak

25 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

26 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Ya

27 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Lengkap Ya Ya

28 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Lengkap Ya Tidak

29 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Tidak

30 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Tidak

31 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

(19)

33 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

34 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

35 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

36 Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Ya Tidak Tidak Tidak Lengkap Tidak Tidak

37 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

38 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Lengkap Tidak Tidak

39 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

40 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak Ya Ya Ya Tidak Lengkap Tidak Tidak 41 Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Lengkap Tidak Tidak

42 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

43 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

44 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

45 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

46 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

47 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

48 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

49 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

50 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

51 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

52 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Tidak Tidak

53 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Tidak

54 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Tidak

55 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Tidak

56 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Tidak

57 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Tidak

58 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Tidak

59 Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Lengkap Ya Tidak

(20)

Kemenkes. 2011. Imunisasi efektif menekan angka kesakitan dan kematian bayi. Jakarta

Kemenkes. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional. Balitbangkes. Jakarta

Lewis. 2003. Menyiapkan Makanan Bayi. Esensi Erlangga Group : Jakarta

Moehji, S. 1988. Pemeliharaan Gizi dan Balita, Penerbit Bhratara Karya Aksara : Jakarta

Roesli, U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Trubus Agriwidya : Jakarta Roesli, U. 2005. Panduan Praktis Menyusui. Puspa Swara : Jakarta

Rosalina, S. 2008. Strategi Penanggulangan Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada Anak Balita Melalui Analisis Faktor Determinan di Tiga Kecamatan Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan Tahun 2006. Tesis FKM USU. Medan

Sastroasmoro, S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto : Jakarta

SP2TP. 2013. Laporan Bulanan P2-ISPA. Puskesmas Glugur Darat. Medan

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Sihotang, D. J. 2009. Hubungan antara Tingkat Keparahan ISPA dengan Status

Gizi pada Anak Balita di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2009. Skripsi FKM USU. Medan

Singarimbun, M. 1988. Kelangsungan Hidup Anak. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Sukarmin, S. R. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak.Graha Ilmu : Yogyakarta Supariasa, N.D.I, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC:

Jakarta

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A. 1985. Epidemiologi dan Kontrol Penyakit yang Ditularkan Melalui Udara.Majalah Kesehatan Masyarakat. Tahun XV No.7

Cicih, L. H.M. 2011. Pengaruh Perilaku Ibu terhadap Status Kesehatan Anak Baduta di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Sari Pediatri. Vol. 13, No. 1

DepkesRI. 1998.Pedoman Program P2 ISPA untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta

Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan Pneumonia pada Balita. Jakarta

Depkes RI. 2002. Pedoman Operasional Program Imunisasi. Jakarta

Depkes RI. 2004. Keluarga Sadar gizi Mewujudkan Keluarga Cerdas dan Mandiri.Jakarta

Depkes RI. 2005. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta

Depkes RI. 2007. Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan. Jakarta

Depkes RI. 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Dirjen PP & PL. Jakarta.

Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Jakarta

Dinkes Provsu. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2012.

Medan

Djaja, S. 2000. Prevalensi Pneumonia Dan Demam Pada Bayi Dan Anak Balita, SDKI 1991, 1994, 1997. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol.26, No.4

Gibney, M.J. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerbit EGC : Jakarta

(22)

Triton. 2006. Mengasuh dan Perkembangan Balita. Oryza : Yogyakarta

Tupasi et al, 1998. Determinants of Morbidity And Mortality Due to Acute Respiratory Infections: Implications of Intervention. The Journal Of Infectious Disease, Vol. 157 ( No 4).

Valentina. 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Batita di Kelurahan Glugur Darat I Kecamatan Medan Timur Tahun 2011. Skripsi FKM USU. Medan

WHO. 2002. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Negara Berkembang. Pedoman untuk Dokter dan Petugas Kesehatan Senior.

Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

WHO dan UNICEF.2003.Global Strategy of Infant and Young Child Feeding. Geneva, Switzerland

WHO. 2013. MDG 4 : reducechildmortality

(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi analitik observasional dengan menggunakan desain kasus kontroldengan cara memilih dan membandingkan kasus (yang menderita ISPA) dan kontrol (yang tidak menderita ISPA) untuk mengetahui hubungan status gizi, pemberian ASI eksklusif, status imunisasi dasar dengan kejadian ISPA pada baduta. Dalam penelitian studi kasus kontrol, dibuat alur penelitian sebagai berikut :

Gambar 2. Rancangan PenelitianStudi Kasus Kontrol Faktor Resiko (+)

Status Gizi Tidak Baik, Tidak ASI Eksklusif, Status

Imunisasi Tidak Lengkap

Faktor Resiko (-) Status Gizi Baik, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

Lengkap

Faktor Resiko (+) Status Gizi Tidak Baik, Tidak ASI Eksklusif, Status

Imunisasi Tidak Lengkap

Faktor Resiko (-) Status Gizi Baik, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

Lengkap

Kasus (menderita ISPA)

Kontrol (tidak menderita ISPA)

(24)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Glugur DaratKota Medan dengan pertimbangan:

1. Puskesmas Glugur Darat memiliki wilayah kerja yang cukup luas dengan karakteristik penduduk yang bervariasi.

2. Puskesmas Glugur Darat memiliki fasilitas rawat inap dan merupakan puskesmas rujukan serta mempunyai bagian rekam medik yang memiliki pencatatan kartu status pasien, dan terdapat data yang dibutuhkan dalam penelitian.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 sampai dengan Agustus 2014.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

1. Populasi Kasus

Populasi kasus dalam penelitian ini adalah seluruh anak yang menderita ISPA berusia 12-24 bulan yang tercatat dalam rekam medik Puskesmas Glugur Darat dan berada dalam wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat.

2. Populasi Kontrol

(25)

3.3.2 Sampel

1. Sampel Kasus

Sampel kasus dalam penelitian ini adalah anak yang menderita ISPA berusia 12-24 bulan yang tercatat dalam rekam medik Puskesmas Glugur Darat dan berada dalam wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat, yaitu 30 orang.

Kriteria inklusi dari sampel kasus, yaitu : a. anak usia 12-24 bulan

b. menderita ISPA berdasarkan data Puskesmas Glugur Darat dan berada dalam wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat

c. responden,yaitu ibu/wali anak bersedia menjadi subyek penelitian. Kriteria eksklusi dari sampel kasus, yaitu :

a. anak usia 12-24 bulan menderita penyakit/kelainan bawaan dari lahir

b. tidak memiliki tempat tinggal yang tetap dan tidak berada dalam wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat

2. Sampel Kontrol

Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah anak yang tidak menderita ISPA berusia 12-24 bulan yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat. Sampel diambil sebanding dengan jumlah sampel kasus dengan perbandingan 1:1, maka jumlah kontrol sebanyak 30 orang.

(26)

b. tidak menderita ISPA dan berada dalam wilayah kerja Puskesmas GlugurDarat

c. responden, yaitu ibu/wali anak bersedia menjadi subyek penelitian. Kriteria eksklusi dari sampel, yaitu :

a. tidak memiliki tempat tinggal yang tetap dan tidak berada dalam wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat

3. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subyek penelitian pada populasi target dan pada populasi terjangkau. Kriteria eksklusi adalah subyek yang memenuhi kriteria inklusi yang harus dikeluarkan dari penelitian karena pelbagai sebab (Sastroasmoro, 2010). Responden dalam penelitian ini adalah ibu/wali baduta yang terpilih sebagai sampel kasus dan kontrol.

Selain berdasarkan kriteria diatas, pemilihan kontrol disesuaikan dengan bulan kejadian kasus dan dengan memperhatikan matching keberadaan perokok dalam rumah. Matching dilakukan untuk mengurangi bias penelitian dan memperkecil faktor resiko ISPA pada baduta.

3.4 Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

(27)

berat badan, riwayat pemberian ASI, status imunisasi dasar, dan kejadian ISPA.

2. Data Sekunder

Data Sekunder meliputi gambaran umum wilayah penelitian, profilpuskesmas, data baduta penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat,dan sumber-sumber lain yang dianggap relevan dengan tujuan penelitian.

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

1. Variabel terikat (dependen)

Kejadian ISPA pada anak adalah penyakit yang pernah atau sedang dideritaoleh anakdalam satu bulan terakhir dengan gejala batukdan atau pilek, disertai demam dan telah didiagnosa oleh dokter.

2. Variabel bebas (independen) a. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan baduta yang ditentukandenganmelakukan pengukuran antropometri, yaitu berat badan menurut umur sesuai standar WHO-Anthro 2005. Berat badan dan umur baduta yang diambil adalah berat badan dan umur pada saat penelitian dilakukan.

b. Pemberian ASI Eksklusif

(28)

c. Status Imunisasi Dasar

Status imunisasi dasar adalah keadaan lengkap atau tidak lengkapnya vaksinasi yang sudah didapatkan oleh baduta sesuai dengan batas waktu pemberian, usia, dan frekuensi mendapatkannya (BCG 1x :0-11 bulan, DPT 3x :2-11 bulan, polio 4x :0-11 bulan, campak 1x :9-11 bulan, hepatitis B 3x : 0–11 bulan).

3.6 Aspek Pengukuran

1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Kejadian ISPA diukur dengan menggunakan kuesioner dan dikategorikan sebagai berikut :

- ISPA (batuk dan atau pilek, disertai demam atau tidak)

- Tidak ISPA (apabila tidak terdapat salah satu dari tanda-tanda diatas) 2. Status Gizi

Status gizi diukur dengan menggunakan indikator berat badanmenurutumur (BB/U) melalui penilaian nilai Z-score sesuai baku rujukan WHO-Anthro 2005.Data berat badan diperoleh dari hasil penimbangan di posyandu atau puskesmas,sedangkan umur dan jenis kelamin diperoleh dari KMS dan wawancara langsung denganibu/wali baduta, dikategorikan atas :

- Tidak Baik, bila :

nilai Z-Score terletak antara -3 SD≤Z<-2 SD (gizi kurang) nilai Z-Score <-3 SD (gizi buruk)

(29)

3. Pemberian ASI Eksklusif

Pemberian ASIeksklusif diukur dengan kuesioner melalui wawancara dengan ibu/wali baduta. Menurut Depkes (2003), dikategorikan atas:

- Tidak ASI eksklusif , bila baduta tidak diberi ASI atau diberikan ASI sampai kurang dari 6 bulan dan diberi makanan tambahan

- ASI eksklusif, bila baduta diberikan ASI sejak lahir sampai 6 bulan tanpa makanan/minuman tambahan.

4. Status Imunisasi Dasar

Status imunisasi dasar diukur dengan menggunakan kuesioner melalui wawancara dengan ibu/wali baduta, melihat KMS, dan menyesuaikan jenis, frekuensi, dan waktu pemberian imunisasi berdasarkan petunjuk pelaksanaan program imunisasi di Indonesia. Menurut Depkes (2005), dikategorikan atas : - Tidak lengkap, bila baduta tidak mendapatkan imunisasi yang seharusnya

diperolehnya sesuai umur.

- Lengkap, bila baduta sudah mendapatkan imunisasi yang harus diperolehnya sesuai dengan batas usianya (BCG 1x: 0-11 bulan, DPT 3x: 2-11 bulan, polio 4x: 0-11 bulan, campak 1x: 9-11 bulan, hepatits B 3x: 0-11 bulan).

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu melakukan editing (menyeleksi dan mengecek kelengkapan data), coding(memberi kode pada data), dan tabulating(mengelompokkan data yang sudah diberi kode ke dalam bentuk

(30)

Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi atau karakteristik setiap variabel penelitian, yaitu kejadian ISPA pada baduta, status gizi, pemberian ASI eksklusif, dan status imunisasi dasar. Sedangkan analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen) dengan menggunakan chi-square. Analisis ini akan menghasilkan ada atau tidaknya hubungan antara status gizi, pemberian ASI eksklusif, status imunisasi dasar dengan kejadian ISPA pada baduta dengan taraf signifikan 5%.

Selain itu, digunakan juga perhitungan Odds Ratio (OR) yaitu rasio perbandingan pajanan di antara kelompok kasus terhadap pajanan kelompok kontrol untuk melihat estimasi resiko terjadinya outcome. Estimasi Confidence Interval (CI) untuk OR ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%. Interpretasinya adalah :

a. Bila OR > 1 berarti faktor yang diteliti merupakan faktor resiko yang menyebabkan terjadinya outcome.

b. Bila OR = 1 berarti tidak ada pengaruh, faktor yang diteliti bukan merupakan faktor resiko dengan terjadinya outcome.

(31)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian 4.1.1 Geografis

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat yang berada pada Kecamatan Medan Timur. Luas wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat adalah 776 Ha dengan batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kecamatan Medan Deli

- Sebelah Timur : Kecamatan Medan Perjuangan dan Kecamatan Medan Tembung

- Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Kota - Sebelah Barat : Kecamatan Medan Barat

Puskesmas Glugur Darat melakukan pelayanan kesehatan terhadap 11 kelurahan yang ada di wilayah kerja Kecamatan Medan Timur, yaitu Kelurahan Pulo Brayan Bengkel Baru, Kelurahan Pulo Brayan Bengkel, Kelurahan Pulo Brayan Darat I, Kelurahan Pulo Brayan Darat II, Kelurahan Glugur Darat I, Kelurahan Glugur Darat II, Kelurahan Sidodadi, Kelurahan Gang Buntu, Kelurahan Perintis, Kelurahan Gaharu, dan Kelurahan Durian yang terbagi dalam 128 lingkungan.

(32)

4.1.2 Demografi

Adapun jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat adalah sebanyak 147.086 jiwa yang terdiri dari 28.230 KK sebagai berikut.

Tabel 4.1.Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Wilayah KerjaPuskesmas Glugur Darat Tahun 2013

No Kelurahan Jumlah

Lingk Jumlah Pddk Jumlah Bayi Jumlah Batita Jumlah Balita Jumlah Bumil Jumlah Posyandu

1 G. Darat I 13 15.285 306 1.177 1.834 336 8

2 G. Darat II 12 15.132 303 1.165 1.816 333 10

3 PBD I 14 21.815 436 1.680 2.618 480 9

4 PBD II 15 18.091 362 1.393 2.171 398 7

5 PBB 11 17.730 355 1.365 2.128 390 11

6 PBB. Baru 12 13.367 267 1.029 1.604 294 8

7 Durian 12 12.350 247 951 1.482 272 8

8 Gaharu 12 12.561 251 967 1.507 276 9

9 Sidodadi 11 8.266 165 637 992 181 3

10 Perintis 5 6.029 120 464 723 133 4

11 Gg Buntu 11 6.460 129 497 775 142 1

Jumlah 128 147.086 2.941 11.325 17.650 3.235 78

Sumber : Laporan SP2TP Puskesmas Glugur Darat Tahun 2013

[image:32.612.111.534.232.435.2]

Berdasarkan tabel 4.1. di atas dapat diketahui bahwa jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat adalah sebanyak 17.650 orang, sementara jumlah batita di Puskesmas Glugur Darat adalah sebanyak 11.325 orang.

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di WilayahKerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2013

No. Jenis Kelamin Jumlah %

1. Perempuan 94.544 64

2. Laki-laki 52.524 36

Jumlah 147.086 100 %

[image:32.612.107.535.548.624.2]

Sumber : Laporan SP2TP Puskesmas Glugur Darat Tahun 2013

(33)

perempuan yakni sebanyak 94.544 orang (64%) sedangkan penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 52.524 orang (36%).

Tabel 4.3.Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur Tahun 2013

No. Pekerjaan Jumlah %

1. Pegawai Swasta 21.043 39,05

2. Pedagang 2.008 3,80

3. PNS 4.421 8,20

4. Pensiunan 4.101 7,60

5. TNI 4.121 8,20

6. Buruh 2.476 4,50

7. Petani 80 0,15

8. Dll 15.252 28,30

Jumlah 53.882 100

[image:33.612.107.532.166.340.2] [image:33.612.111.531.179.332.2]

Sumber : Laporan SP2TP Puskesmas Glugur Darat Tahun 2013

Tabel 4.3. menunjukkan bahwa pekerjaan masyarakat di wilayah kerjaPuskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timurpada umumnya adalah pegawai swasta yaitu sebanyak 21.043 orang (39,05%), sedangkan yang paling sedikit yaitu masyarakat yang bekerja sebagai petani yakni sebesar 80 orang (0,15%).

Tabel 4.4. Distribusi Proporsi Sepuluh Penyakit Terbesar Puskesmas GlugurDarat Kecamatan Medan Timur Tahun 2013

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Glugur Darat Tahun 2013

No. Penyakit Jumlah %

1. Gigi dan Mulut 3.186 38,0

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. ISPA Hipertensi Penyakit Kulit Diabetes Mellitus Infeksi Telinga Diare Penyakit Sendi

Infeksi Saluran Kemih Mata 1.331 912 526 494 479 433 317 303 179 15,8 10,8 8,7 6,3 5,7 5,2 3,8 3,6 2,1

[image:33.612.100.534.509.668.2]
(34)

Tabel 4.4. menunjukkan urutan penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat, yaitupenyakit gigi dan mulut (GIMUL) 3.186kasus (38%), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1.331kasus (15,8%), hipertensi 912 kasus (10,8%),penyakit kulit 526 kasus (8,7%), Diabetes Melitus 494 kasus (6,3%), Infeksi Telinga 479 kasus (5,7 %), diare 433 kasus (5,2%),penyakit sendi 317 kasus (3,8%), Infeksi Saluran Kemih (ISK) 303 kasus (3,6%), dan penyakit mata 179 kasus (2,1%).

4.2 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variabel-variabel independen yang berhubungan dengan variabel dependen. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka variabel yang dianalisis secara univariat adalah sebagai berikut :

4.2.1 Karakteristik Responden

[image:34.612.107.536.548.691.2]

Secara umum karakteristik ibu/wali yang berada di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat yang meliputi umur, pekerjaan, dan pendidikan disajikan pada Tabel 4.5. sebagai berikut:

Tabel 4.5. Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat

Karakteristik Responden Kasus Kontrol

Jlh % Jlh %

1. Kelompok Umur Ibu / Wali

< 25 tahun 25-34 tahun 35-44 tahun 45-54 tahun > 54 tahun

5 19 3 0 3 13,3 63,3 13,3 0 10,0 6 15 8 1 0 20,0 50,0 26,7 3,3 0

(35)

Karakteristik Responden Kasus Kontrol

Jlh % Jlh %

2. Pendidikan Ibu / Wali

Tidak Sekolah / Tidak Tamat SD SD

SMP SMA

Akademi / PT

1 5 3 16 5 3,3 16,7 10,0 53,3 16,7 0 1 8 19 2 0 3,3 26,7 63,3 6,7

Total 30 100,0 30 100,0

3. Pekerjaan Ibu / Wali

Ibu Rumah Tangga Wiraswasta Pegawai Swasta Pegawai Negeri 24 2 4 0 80,0 6,7 13,3 0 25 3 1 1 83,3 10,0 3,3 3,3

Total 30 100,0 30 100,0

4. Keberadaan Perokok dalam Rumah

Tidak Merokok Merokok 5 25 16,7 83,3 5 25 16,7 83,3

[image:35.612.108.536.112.370.2]

Total 30 100,0 30 100,0

(36)

4.2.2 Karakteristik Anak

Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh anak usia 12-24 bulan yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat. Sampel penelitian ini sebanyak 60 orang, yaitu kasus 30 orang dan kontrol 30 orang, yang dapat dilihat pada tabel 4.6. sebagai berikut :

Tabel 4.6. Karakteristik Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat

Karakteristik Anak Kasus Kontrol

Jumlah % Jumlah %

1. Kelompok Umur

12 – 18 bulan 19 – 24 bulan

18 12 60,0 40,0 18 12 60,0 40,0

Total 30 100,0 30 100,0

2. Jenis Kelamin

Laki-Laki Perempuan 12 18 40,0 60,0 17 13 56,7 43,3

Total 30 100,0 30 100,0

[image:36.612.107.533.282.457.2]
(37)

4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Hubungan Variabel Independen terhadap Kejadian ISPA

[image:37.612.110.535.284.507.2]

Hasil analisis bivariat yang dilakukan antara variabel independenterhadap kejadian ISPA antara kelompok kasus dan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 4.7. sebagai berikut :

Tabel 4.7. Distribusi Proporsi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Variabel Independen, Nilai ρ, Odds Ratio dengan 95% Confidence Interval pada Anak Usia 12-24 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat

Variabel Independen Kasus Kontrol X

2

(ρ-value)

/

OR/(CI 95%)

N % n %

Status Gizi Tidak Baik Baik 12 18 40,0 60,0 5 25 16,7 83,3 4,022 / (0,045)* 3,333 (0,998–11,139)

Total 30 100,0 30 100,0

Pemberian ASI

Tidak ASI Eksklusif ASI Eksklusif 23 7 76,7 23,3 15 15 50,0 50,0 4,593 / (0,032)* 3,286 (1,085–9,952)

Total 30 100,0 30 100,0

Status Imunisasi Tidak Lengkap Lengkap 11 19 36,7 63,3 4 26 13,3 86,7 4,356 / (0,037)* 3,763 (1,038–13,646)

Total 30 100,0 30 100,0

Ket: * = signifikan

4.3.2 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA

(38)

baikdibandingkandengan anak usia 12-24 bulan yang tidak menderita ISPA pada tingkatkepercayaan 95% diyakini nilai OR berada pada interval 0,998 -11,139.

4.3.3 Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai ρ=0,032 artinya terdapat hubungan yangbermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA, yaitu anak usia 12 24 bulan yang tidak mendapatkan ASI eksklusif secara bermakna proporsinya lebih tinggi pada kasus (76,7%) dibandingkan dengan kontrol (50%). Nilai OR=3,286(CI95%: 1,085 – 9,952), menunjukkan bahwa anak usia 12-24 bulan yang menderita infeksi saluran pernapasan akut kemungkinan besar 3,2 kali tidak mendapat ASI eksklusif dibandingkan dengan anak usia 12-24 bulan yang tidak menderita infeksi saluran pernapasan akut, pada tingkat kepercayaan 95% diyakini nilai OR berada pada interval 1,085 – 9,952.

4.3.4 Hubungan Status Imunisasi Dasar dengan Kejadian ISPA

(39)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Kejadian ISPA pada Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat

Usia anak bawah dua tahun (baduta) merupakan usia yang sangat menentukan perkembangan seorang anak di masa depan. Masa baduta adalah masa kritis dalam kesehatan dan masa emas dalam pertumbuhan otak. Namun, usia baduta juga merupakan usia yang rentan terhadap penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Sebagian besar penyebab kesakitan dan kematian tersebut dikarenakan penyakit seperti ISPA, diare, malaria, campak, dan malnutrisi (Cicih, 2011).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dapat berlangsung sampai 14 hari yang secara klinis tanda dan gejala akut akibat infeksi terjadi di setiap bagian saluran pernapasan tidak lebih dari 14 hari (Depkes RI, 1998). Periode Prevalence ISPA di Sumatera Utara adalah sebesar 10,9% (Kemenkes, 2013). Pada tahun 2012, prevalensi ISPA di Medan mencapai 25,5% dan berada di urutan kedua sebagai kota yang memiliki prevalensi ISPA tertinggi dari seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara (Dinkes Provsu, 2013).

(40)

penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevalensi ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Penelitian Koch (2003) di Negara Denmark menunjukkan bahwa angka kesakitan ISPA pada anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki sering pada anak usia kurang dari 2 tahun.

Hasil penelitian ini pada tabel 4.5. menunjukkan bahwa pada baduta yang menderita ISPA maupun tidak menderita ISPA memiliki perokok dalam rumah (83,3%). Paparan asap rokok merupakan penyebab signifikan masalah kesehatan seperti ISPA pada anak. Namun pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan karena keberadaan perokok dalam rumah merupakan kriteria matching.

5.2 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Status gizi dapat mempengaruhi kekebalan tubuh seorang balita.Gizi kurang terutama kurang energi, vitamin A, Zn, dan Fe menyebabkan masa bayi dan masa dini anak-anak sering mendapat penyakit infeksi(Hartriyanti, 2007).

(41)

3,3 kali status gizinya tidak baik dibandingkan anak usia 12-24 bulan yang tidak menderita ISPA.Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rosalina dengan desain case control menunjukkan bahwa anak balita yang menderita ISPA kemungkinan 6,5 kali status gizinya kurang dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita ISPA (CI 95%: 3,444-12,291).

Keadaan gizi yang tidak baik muncul sebagai faktor yang penting untuk terjadinya penyakit infeksi. Anak dengan gizi tidak baik akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan anak dengan gizi baik karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi akan menyebabkan anak tidak nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Anak yang menderita ISPA jika diberikan perawatan yang baik seperti vitamin dan perawatan waktu sakit yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak sehingga penyakit ISPA yang diderita tidak terlalu mempengaruhi status gizi anak (Moehji, 1988).

Hasil penelitian ini juga menunjukan 9 orang baduta (15%) berstatus gizi buruk dan 8 orang baduta (13,3%) berstatus gizi kurang.Jika dibandingkan dengan prevalensi Nasional (5,4%) dan prevalensi gizi buruk Sumatera Utara (8,4%), maka prevalensi gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat ini cukup tinggidan perlu diperhatikan.

5.3 Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian ISPA

(42)

ASI mengandung gizi yang cukup lengkap dan mengandung imun untuk kekebalan tubuh bayi (Depkes RI, 2004).

Hasil penelitian pada tabel 4.7. menunjukkan bahwa proporsi anak usia 12-24 bulan yang tidakmendapatkan ASI eksklusif pada kelompok kasus sebesar 76,7% dan kontrol 50%. Sedangkan proporsi anak usia 12-24 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif pada kelompok kasus sebesar 23,3% dan kontrol 50%. Berdasarkan aanalisis statistik dengan uji Chi Square,diperoleh nilai ρ=0,032 (ρ<0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif pada anak usia 12-24 bulan dengan kejadian ISPA.Selain itu,melaluiperhitungan OR, diperoleh OR=3,286yang menunjukkan bahwa anak usia 12-24 bulan yang menderita ISPA kemungkinan 3,3 kali tidak diberikan ASI eksklusif dibandingkan anak balita yang tidak menderita ISPA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rosalina dengan desain case control didapatkan bahwa proporsi anak balita yang tidak mendapatkan ASI

eksklusif pada kelompok kasus sebesar 80,9% dan kontrol 23,4% memiliki OR=13,8 (p=0,000). Hal ini menunjukkan bahwa anak balita yang menderita ISPA kemungkinan 13,8 kali tidak mendapat ASI eksklusif dibandingan dengan anak balita yang tidak menderita ISPA (CI 95%: 6,852-27,865).

(43)

ASI merupakan makanan terbaik bagi anak terutama pada bulan-bulanpertama karena dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal sampai berusia 6 bulan. ASI juga kaya akan antibodi yang dapat melindungi bayi dari berbagai macam infeksi bakteri, virus, dan alergi serta mampu merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi itu sendiri.WHO dan UNICEF (2003)merekomendasikan 4 (empat) pola makanterbaik bagi anak dari lahir sampai usia 2tahun yang dikenal dengan Goldenstandart Infant feeding (standart emasmakanan bayi).Standart ini terdiri dari Inisiasi menyusu dini (IMD), ASI Ekslusif sampai 6 bulan,berikan MP-ASI sejak bayi berusia 6bulan dan teruskan ASI sampai 2 tahun.MP-ASI dini dan makanan pralaktal akan mengakibatkan resiko diare dan ISPA pada bayi.

5.4 Hubungan Status Imunisasi Dasar dengan Kejadian ISPA

Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Depkes RI, 2005). Anak balita yang telah memperoleh imunisasi yang lengkap sesuai dengan umurnya otomatis sudah memiliki kekebalan terhadap penyakit tertentu, maka jika ada kuman yang masuk ketubuhnya secara langsung tubuh akan membentuk antibodi terhadap kuman tersebut (Depkes RI, 2002).

(44)

dan kontrol 86,7%. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji Chi Square,diperoleh nilai ρ=0,037 (ρ<0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kelengkapan status imunisasi dasar pada anak usia 12-24 bulan dengan kejadian ISPA. Selain itu, melalui perhitungan OR, diperoleh OR=3,763yang menunjukkan bahwa anak usia 12-24 bulan yang menderita ISPA kemungkinan 3,8 kali tidak memiliki imunisasi dasar yang lengkap dibandingkan anak balita yang tidak menderita ISPA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Valentina dengan desain cross sectional diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi

dengan kejadian ISPA pada bayi dengan nilai ρ=0,020 dan Ratio Prevalens 1,597 (95% CI: 1,095-2,330) yang artinya bayi dengan status imunisasi tidak lengkap kemungkinan berisiko mengalami ISPA 1,6 kali lebih besar dibandingkan batita dengan status imunisasi lengkap.

(45)
(46)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian pembahasan, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat (ρ=0,045). Baduta yang menderita ISPA kemungkinan 3,3 kali status gizinya tidak baik dibandingkan baduta yang tidak menderita ISPA (OR=3,333).

2. Ada hubungan pemberian ASI dengan kejadian ISPA pada anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat (ρ=0,032). Baduta yang menderita ISPA kemungkinan besar 3,3 kali tidak mendapat ASI eksklusif dibandingkan dengan baduta yang tidak menderita ISPA (OR=3,286).

3. Ada hubungan status imunisasi dasar dengan kejadian ISPA pada anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Glugur Darat (ρ=0,037). Baduta yang menderita ISPA kemungkinan besar 3,8 kali tidak memiliki imunisasi dasar yang lengkap dibandingkan dengan baduta yang tidak menderita ISPA (OR = 3,763).

6.2. Saran

(47)

2. Anak yang sudah berumur lebih dari 6 bulan agar tetap diberikan ASI hingga berumur 2 tahun selain makanan tambahan

3. Bagi para ibudianjurkan secara rutin maupun berkala untuk memeriksakan kesehatan dan tumbuh kembang anaknyake posyandu/puskesmas terutama anak yang beresiko untuk mencegahpenyakit ISPA, peningkatan status gizi anak, dan untukmendapatkan imunisasi.

(48)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 2.1.1 Pengertian ISPA

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan istilah yang diadopsi dari ARI (Acute Respiratory Infection) dan diperkenalkan pada tahun 1984dalam lokakarya nasional ISPA di Cipanas (Depkes RI, 1998).

Menurut Depkes (1998), istilah ISPA meliputi tiga unsur, yaitu: 1. Infeksi

Adalah masuk dan berkembangbiaknya kuman atau mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh manusia sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran pernapasan

Adalah organ tubuh yang dimulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

3. Infeksi Akut

(49)

2.1.2 Klasifikasi ISPA

WHO (2002) mengklasifikasikan ISPA menjadi 2 bagian berdasarkanlokasianatomik, yaitu:

1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Atas (ISPaA), yaitu infeksi yangmenyerang hidung sampai epiglotis, misalnya rhinitis akut, faringitis akut, sinusitisakut dan sebagainya.

2. Infeksi Saluran Pernafasan Akut bagian Bawah (ISPbA), dinamakan sesuaidengan organ saluran pernafasan mulai dari bagian epiglotis sampaialveoli paru misalnya laringitis, trakhetis, bronkhitis akut, pneumonia dan sebagainya.

Depkes (2007)melalui ProgramPemberantasan ISPA (P2-ISPA),mengklasifikasikan ISPA berdasarkan kelompok umur sebagai berikut:

1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas :

a. Pneumonia berat :Bila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.

b. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) :Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat. 2. Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun diklasifikasikan atas :

(50)

b. Pneumonia :Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun. c. Bukan pneumonia : Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 50 kali per menit padaanak umur 2 – <12 bulan dan kurang dari 40 kali permenit 12 bulan – <5 tahun.

2.1.3 Faktor Resiko ISPA

Menurut Depkes (2004) faktor resiko terjadinya ISPA terbagi atas dua kelompok yaitu:

1. Faktor internal merupakan suatu keadaan didalam diri penderita (balita) yang memudahkan untuk terpapar dengan bibit penyakit (agent) ISPA yang meliputi jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, status ASI, dan status imunisasi. 2. Faktor eksternal merupakan suatu keadaan yang berada diluar diri penderita

(balita) berupa lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang memudahkan penderita untuk terpapar bibit penyakit (agent) meliputi polusi asap rokok, polusi asap dapur, kepadatan tempat tinggal, keadaan geografis, ventilasi dan pencahayaan.

2.1.4 Penularan ISPA

(51)

kepada orang di sekitar penderita dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting masuknya kuman penyebab ISPA kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang dihirup. Penularan juga dapat terjadi dengan cara penularan tidak langsung yaitu bila memegang/menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar, 1985).

2.1.5 Tanda dan Gejala ISPA

Penyakit ISPA pada anak dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan demam (Depkes RI, 2007).

1. Gejala dari ISPA Ringan

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu ataulebih gejala-gejala sebagai berikut :

a. Batuk

b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 2. Gejala dari ISPA Sedang

C

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dariISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :

(52)

sampai<12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan sampai <5 tahun.

b. Suhu lebih dari 390

c. Tenggorokan berwarna merah

C (diukur dengan termometer)

d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur) 3. Gejala dari ISPA Berat

` Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut : a. Bibir atau kulit membiru

b. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

c. Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah d. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas

e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba f. Tenggorokan berwarna merah

2.2 Status Gizi

2.2.1 Pengertian Status Gizi

(53)

sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Status Gizi

Soekirman (2000) mengutarakan bahwa status gizi seorang anak pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktorsebagai berikut :

1. Penyebab langsung, yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya.Begitu juga sebaliknya anak yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya.

2. Penyebab tidak langsungterdiri dari:

a. Ketahanan pangan di keluarga, terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.

(54)

c. Akses atau keterjangkauan terhadap air bersih danpelayanan kesehatan yang baik seperti imunisasi, pemeriksaan kehamilan,pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan dan giziserta sarana kesehatan yang baik seperi posyandu, puskesmas, praktek bidan atau dokter,dan rumah sakit. Makin tersedia air bersih yang cukup untukkeluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan saranakesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, semakin kecilresiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi.

2.2.3 Penilaian Status Gizi

Metode dalam Penilaian Status Gizi dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu: 1. Penilaian secara langsung yang terdiri dari pemeriksaan tanda-tanda klinis, tes

laboratorium, metode biofisik, dan antropometri.

2. Penilaian dengan melihat statistik kesehatan yang biasa disebut dengan penilaian status gizi tidak langsung.

3. Penilaian dengan melihat variabel ekologi (Hartriyanti, 2007).

(55)

Ada 3 indikator pengukuran dalam menentukan status gizi, yaitu BB/U, TB/U atau PB/U, dan BB/TB. Indikator BB/U menggambarkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah namun tidak spesifik karena BB dipengaruhi TB selain U. Indikator TB/U atau PB/U menggambarkan status gizi masa lalu. Indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini. Indikator pengukuran yang terbaik dilakukan adalah BB/TB (Soekirman, 2000).

[image:55.612.105.537.333.510.2]

Terdapat beberapa kategori status gizi untuk menilai status gizi menurutindikator yang digunakan dan batas-batasnya, seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Kategori Status Gizi berdasarkan indikator yang digunakan

Indikator Status Gizi Keterangan

BB/U Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk

> +2 SD

≥ -2 SD s/d +2 SD < -2 SD s/d ≥ -3 SD < -3 SD

TB/U Normal Pendek

≥ -2 SD s/d +2 SD < -2 SD

BB/TB Gemuk Normal Kurus Kurus Sekali

> +2 SD

≥ -2 SD s/d +2 SD < -2 SD s/d ≥ -3 SD < -3 SD

Sumber: Depkes RI, 2002

2.2.4 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Baduta

(56)

Gizi kurang terutama kurang energi, vitamin A, Zn, dan Fe menyebabkan masa bayi dan masa dini anak-anak sering kali mendapat penyakit infeksi. Infeksi yang diderita pada masa dini anak-anak dan pertumbuhan yang kurang memadai berlanjut ke masa anak-anak sekolah (Hartriyanti, 2007).

Keadaan gizi kurang dan penyakit infeksi merupakan lingkaran sebab dan akibat, maka untuk menurunkan penyakit infeksi, seperti ISPA, keadaan gizi perlu ditingkatkan (Singarimbun, 1988).

Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang penting untukterjadinya penyakit infeksi. Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap infeksi. Jika keadaan gizi menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti kemampuan tubuh mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Penurunan zatantibodi akan mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk ke dalam dinding usus. Dinding usus dapat mengalami kemunduran dan dapat juga mengganggu produksi berbagai enzim untuk pencernaan makanan. Makanan tidak dapat dicerna dengan baik berarti penyerapan zat gizi akan mengalami gangguan, sehingga dapatmemperburuk keadaan gizi. Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan pertanda awal dari terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi (Moehji, 1988).

(57)

pernapasan akut. Dalam penelitian ini proporsi anakbalita yang status gizinya kurang secara bermakna proporsinya lebih tinggi padakasus (73,4%) dibandingkan dengan kontrol (29,8%).

2.3 Pemberian ASI 2.3.1 PengertianASI

ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan bayi yang paling sempurna, bersih dan sehat serta praktis karena mudah diberikan setiap saat. ASI dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal sampai berusia 6 bulan). ASI mengandung gizi yang cukup lengkap dan mengandung imun untuk kekebalan tubuh bayi. Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi sehingga zat gizi cepat terserap. Berbeda dengan susu formula atau makanan tambahan yang diberikan secara dini pada bayi. Susu formula sangat susah diserap usus bayi sehingga dapat menyebabkan susah buang air besar pada bayi Proses pembuatan susu formula yang tidak steril menyebabkan bayi rentan terkena diare. Hal ini akan menjadi pemicu terjadinya kurang gizi pada anak dan akibat dari kurang gizi anak lebih mudah terserang penyakit infeksi (Depkes RI, 2004).

2.3.2 ASI Eksklusif

(58)

mulai diperkenalkan dengan makanan padat sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih (Roesli, 2000).

Dalam deklarasi Innoceti tentang perlindungan, promosi dan dukungan pada pemberian ASI antara perwakilan WHO dan UNICEF pada tahun 1991, pemberian makanan bayi yang optimal adalah pemberian ASI eksklusif mulai dari saat lahir hingga usia 4-6 bulan dan terus berlanjut hingga tahun kedua kehidupannya. Makanan tambahan yang sesuai baru diberikan ketika bayi berusia sekitar 6 bulan. Selanjutnya, WHO menyelenggarakan konvensi Expert Panel Meeting yang meninjau lebih dari 3000 makalah riset dan menyimpulkan bahwa periode 6 bulan merupakan usia bayi yang optimal untuk pemberian ASI eksklusif (Gibney, 2008).

2.3.3 Makanan Pendamping ASI

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kemampuan alat pencernaan bayi dalam menerima MP-ASI (Depkes RI, 2004).

(59)

Adapun waktu yang baik dalam memulai pemberian MP-ASI pada bayi adalah umur 6 bulan. Pemberian makanan pendamping pada bayi sebelum umur tersebut akan menimbulkan risiko sebagai berikut :

1. Rusaknya sistem pencernaan karena perkembangan usus bayi dan pembentukan enzim yang dibutuhkan untuk pencernaan memerlukan waktu 6 bulan. Sebelum sampai usia ini, ginjal belum cukup berkembang untuk dapat menguraikan sisa yang dihasilkan oleh makanan padat.

2. Tersedak disebabkan sampai usia 6 bulan, koordinasi syaraf otot (neuromuscular) bayi belum cukup berkembang untuk mengendalikan gerak kepala dan leher ketika duduk dikursi. Jadi, bayi masih sulit menelan makanan dengan menggerakan makanan dari bagian depan ke bagian belakang mulutnya, karena gerakan ini melibatkan susunan refleks yang berbeda dengan minum susu.

3. Meningkatkan resiko terjadinya alergi seperti asma, demam tinggi , penyakit seliak atau alergi gluten (protein dalam gandum).

4. Batuk. Penelitian bangsa Scotlandia adanya hubungan antara pengenalan makanan pada umur 4 bulan dengan batuk yang berkesinambungan.

(60)

2.3.3 Hubungan Pemberian ASI dengan kejadian ISPA

Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui plasenta. Tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi ASI (Roesli, 2005).

Pemberiaan MP-ASI yang terlalu dini dapat menyebabkan penurunan produksi ASI. Karena insting bayi untuk mengisap akan menurun sehingga jumlah ASI yang dikonsumsi juga menurun sehingga kebutuhan bayi tidak tercukupi. Kekurangan gizi banyak terjadi karena pemberian MP-ASI yang terlalu dini. Selain itu dapat menyebabkan ganguan pencernaan karena lambung dan usus belum berfungi secara sempurna sehingga bayi menderita diare, yang apabila terus berlanjut dapat berakibat buruk berupa status gizi yang kurang atau buruk bahkan tidak jarang menyebabkan kematian. Kekurangan gizi menyebabkan bayi mudah terserang penyakit infeksi (Depkes RI, 2002).

(61)

bayi-bayi yang diberi MP-ASI dini mempunyai kemungkinan meninggal karena mencret 14,2 kali lebih banyak daripada bayi ASI eksklusif (Roesli, 2000).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rosalina (2008), didapat hasil bahwa anak balita yang menderita ISPA kemungkinan besar 13,8 kali tidak mendapat ASI eksklusif dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita infeksi saluran pernapasan akut. Dalam penelitian tersebut, proporsi kasus 80,9% dan kontrol 23,4%.

2.4 Status Imunisasi 2.4.1 PengertianImunisasi

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari beberapa jenis penyakit infeksi bahkan dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-penyakit tersebut. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005).

(62)

Pentingnya pemberian imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak danpada awal kehidupan, anak belum mempunyai kekebalan sendiri (humoral), hanya immunoglobulin G yang didapatnya dari ibu. Setelah usia 2 sampai 3 tahun, anak akan membentuk immunoglobulin G sendiri, sedangkan immunoglobulin A dan M sejak lahir mulai diproduksi dan dengan bertambahnya usia anak maka akan meningkat produksinya. Dengan demikian, pada tahun pertama anak perlu mendapat kekebalan yang didapat melalui pemberian imunisasi (Supartini, 2004).

Menurut Supartini (2004), ada dua jenis klasifikasi imunisasi, yaitu: 1. Imunisasi pasif

Imunisasi pasif terbagi atas dua klasifikasi, yaitu menurut terbentuknya dan menurut lokasi dalam tubuh.

a. Menurut terbentuknya

Ada dua kategori menurut klasifikasi ini, yaitu imunisasi pasif bawaan (passive congenital) dan pasif didapat (passive acquired). Imunisasi pasif

(63)

bulan. Imunisasi pasif didapat (passive acquired immunity) didapat dari luar, misalnya gama globulin murni dari darah yang menderita penyakit tertentu (misalnya campak, tetanus, gigitan ular berbisa, rabies).Umumnya imunisasi ini berupa serum dan pemberian serum ini menimbulkan efek samping berupa reaksi atopik, anafilatik, dan alergi. Oleh karena itu, perlu dilakukan skin test sebelumnya.

b. Menurut lokalisasi dalam tubuh

Menurut lokalisasinya, ada dua macam jenis imunisasi, yaitu berasal humoral dan seluler. Imunisasi humoral (humoral immunity) terdapat dalam immunoglobulin (Ig), yaitu Ig G, A, dan M. Imunisasi seluler terdiri atas fagositosis oleh sel-sel sistem retikuloendotelial. Pada dasarnya, imunisasi seluler berhubungan dengan kemampuan sel tubuh untuk menolak benda asing dan dapat ditunjukkan dengan adanya alergi kulit terhadap benda asing. 2. Imunisasi aktif

Imunisasi aktif dapat terjadi apabila terjadi stimulus “sistem imunitas” yang menghasilkan antibodi dan kekebalan seluler dan bertahan lama dibanding kekebalan pasif (Depkes RI, 2000). Ada dua imunisasi aktif, yaitu imunisasi aktif alami dan imunisasi aktif buatan. Imunisasi yang didapat secara alami (naturally acquired) terjadi bila seseorang menderita suatu penyakit, apabila

(64)

memproduksiantibodiuntuk mengembalikan kekuatan imunitas terhadap penyakit tersebut.Imunisasi yang sengaja dibuat dikenal dengan imunisasi dasar dan ulangan (booster), berupa pemberian vaksin (misalnya, cacar dan polio) yang kumannya masih hidup tetapi sudah dilemahkan, virus, kolera, tipus, dan pertusis; toksoid (toksin). Vaksin tersebut akan berinteraksi dengansistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan respon imun. Hasil yang diproduksi akan sama dengan kekebalan seseorang yang mendapat penyakittersebut secara alamiah. Namun, orang yang diberikan vaksin penyakit tertentu akan sakit dan menimbulkan kompikasi.

2.4.2 Jenis – Jenis Imunisasi Dasar

Terdapat lima imunisasi (vaksin) dasar dalam program imunisasi, yaitu : 1. BCG (Bacillus Calmette Guerine)

Diberikanpada umur sebelum 3 bulan. Apabila akan diberikan di atas umur 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. BCG diberikan bila hasil uji tuberkulin negatif.

2. Hepatitis B

Diberikan segera setelah lahir dan merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk memutus rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu ke bayi.

3. DPT (Difteri Pertusis Tetanus)

(65)

4. Polio

Diberikan segera setelah lahir sesuai Pedoman Program Pengembangan Imunisasi (PPI) sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan yang tinggi. 5. Campak

Diberikan pada umur 9 bulan melalui sub kutan dan memiliki efek samping seperti terjadinya ruam pada kulit pada tempat suntikan dan panas. Pada umur kurang dari 9 bulan, kemungkinan besar pembentukan zat kekebalan tubuh anak dihambat karena masih adanya zat kekebalan yang berasal dari darah ibu.

[image:65.612.106.534.494.644.2]

Umur yang tepat untuk mendapatkan imunisasi adalah sebelum bayi mendapat infeksi dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,sedini mungkin segera setelah bayi lahir dan diusahakan melengkapi imunisasi sebelum bayi berumur 1 tahun. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 2.2 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Menurut Frekuensi, Selang Waktu dan Umur Pemberian

Vaksin Pemberian

Imunisasi

Selang Waktu

Pemberian Umur Keterangan

BCG 1 kali - 0-11 bulan Untuk bayi

yang lahir di Rumah Sakit/

Puskesmas Hep-B, BCG

dan Polio dapat segera

diberikan

DPT 3 kali

(DPT 1,2,3) 4 minggu 2-11 bulan

Polio 4 kali

(Polio 1,2,3,4) 4 minggu 0-11 bulan

Campak 1 kali - 9-11 bulan

Hepatitis B 3 kali

(66)

2.4.3 Penyakit yang dapat dicegah dengan Imunisasi (PD3I)

Depkes (2000) menetapkanbahwa ada tujuh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis, campak, dan hepatitis. Berikut ini akan diuraikan tujuh penyakit tersebut satu per satu.

1. Tuberkulosis

Penyakit ini disebabkan oleh

Gambar

Gambar 2. Rancangan PenelitianStudi Kasus Kontrol
Tabel 4.1.Distribusi Proporsi Penduduk Berdasarkan Kelurahan di Wilayah   KerjaPuskesmas Glugur Darat Tahun 2013
Tabel 4.3.Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja
Tabel 4.5. Karakteristik Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Pemberian Asi Eksklusif dengan Kejadian Penyakit Infesi Saluran Pernapasan Akut pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Managaisaki.. Keajaiban ASI

Hubungan Status Gizi, Pemberian ASI Eksklusif, Status Imunisasi Dasar dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah

Kesimpulan secara statistik, tidak ada hubungan yang bermakna antara lama pemberian ASI (Air Susu Ibu) dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita

Setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi Usia

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tambahan di bidang kesehatan tentang hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA, serta

Dari hasil uji Chi-Square pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut ISPA pada

KESIMPULAN DAN SARAN Ada hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi umur 7 – 12 bulan di Puskesmas Banguntapan II Bantul Yogyakarta tahun 2009.

ANALISIS HUBUNGAN STATUS GIZI, ASI EKSKLUSIF, DAN STATUS IMUNISASI DASAR TERHADAP INFEKSI COVID- 19 PADA BAYI USIA 9-24 BULAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai