• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Data Klinis dengan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri Hasil Kateterisasi pada Penderita Jantung Koroner

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan antara Data Klinis dengan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri Hasil Kateterisasi pada Penderita Jantung Koroner"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan antara Data Klinis dengan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri

Hasil Kateterisasi pada Penderita Jantung Koroner

*Abdul Gani, **Daulat Manurung

**Div. Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta

*Universitas Negeri Malikussaleh, Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam

Abstrak: Dewasa ini penyakit jantung koroner merupakan jenis penyakit yang dapat menimbulkan banyak kematian pada penderita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara data klinis dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK) hasil Kateterisasi pada Penderita Jantung Koroner. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, periode 1 Juni 2006 sampai 31 Agustus 2006 dengan jumlah responden 60 orang penderita penyakit jantung koroner. Desain penelitian ini berbentuk korelatif dengan pendekatan Cross Sectional studi untuk mencari adanya hubungan antara data klinis dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK). Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan komputerisasi menggunakan program SPSS 14 dan uji Chi Square Tes untuk mencari adanya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini memperlihatkan bahwa kelompok FEVK akurate estimate (26,7%) dan non akurate estimate (73,3%) dengan detailnya adalah FEVK < 30% (under estimate) akurasinya 16,7% (10 penderita), sedangkan pada kelompok FEVK 31%-50% (akurat estimate) akurasinya 26,7% (16 penderita) selebihnya 56,7% (34 penderita) sebagai FEVK > 51% (over estimate). Selanjutnya untuk korelasi masing-masing variabel adalah sebagai berikut: pemeriksaan fisik (p = 0,138), elektrokardiogram (p = 0,243), foto toraks (p = 0,391), penyumbatan pembuluh darah koroner (p = 0,876), penggunaan obat-obatan (p = 0,223) dan bagaimanapun sub variabel penyumbatan pembuluh darah kiri menurun (p = 0,012) dan diikuti oleh kardiomegali (p = 0,030) mempunyai hubungan dengan FEVK. Dari hasil penelitian ini disarankan bagi peneliti yang akan datang hendaknya jumlah penderita yang diambil data klinisnya dan pengukuran keakuratan FEVK dalam jumlah besar dengan inklude kriteria dan nilai present yang adekuat untuk diikut sertakan dalam analisa inferential statistik

Kata kunci: data klinis, FEVK, kateterisasi, penyakit jantung koroner.

Abstract: Nowadays coronary heart disease is a type of disease that may cause a lot of death in patients. The objective of this study is to find out the relation between clinical data and left ventricle ejection fraction (FEVK). The design of the study was cross sectional study of 60 the coronary heart disease patients and conducted from June to August 31, 2006. Data processing and analysis were done by computer using SPSS 14 program and chi square test to determine relation between independent variable and dependent variable. The study result showed that FEVK accurate estimate (26,7%) group and non accurate estimate (73,3%) with the details are FEVK < 30% (under estimate) the accuracy was 16,7% (10 patients), while on 31%-50% FEVK group (accurate estimate) the accuracy was 26,7% (16 patients), the other 56,7% (34 patients) were FEVK >51% (over estimate). The relation of each variable was as follows physical check (p=0,138), eletrocardigram (p=243), thorax photo (p=391), coronary blood vessel obstruction (p=876), drug use (p=223) and same how left blood vessel obstruction decrease (p=0,012) and followed by cardiomegaly (p=0,030) have a relation with FEVK. It is required a longitudinal study with large number and longer period that include complete clinical data and the maesurement of the FEVK accuracy are in a great number and suitable criteria to be involved inferential statistical analysis.

(2)

PENDAHULUAN

Fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK) merupakan indikator klinis yang dianggap telah umum dipakai untuk menilai fungsi ventrikel kiri1)

. Indikator klinis ini mempunyai nilai prognosis yang kuat bagi penderita infark miokard akut, penyakit jantung koroner kronis dan penyakit jantung katup (2)

. Pengukuran fraksi ejeksi dapat dilakukan dengan menggunakan angiografi dan radionuklir ventrikulografi, akan tetapi biaya kedua pemeriksaan tersebut cukup mahal dan untuk Indonesia hanya dapat dilakukan di pusat kesehatan tertentu. Di samping itu pengukuran dengan menggunakan angiografi dilakukan secara invasif dengan resiko dan derajat ketidaknyamanan yang tinggi (1)

. Menurut Eagle data klinis sederhana yang diperoleh dari evaluasi rutin penderita dapat digunakan untuk FEVK dengan hasil yang cukup akurat (3)

. Data klinis yang diperoleh dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto toraks telah terbukti ada hubungannya dengan FEVK(1,3,4)

. Eagle membuktikan adanya korelasi yang kuat antara kardiomegali, gambaran hipertensi arteri pulmonalis, hipotensi, denyut apeks ventrikel kiri yang lama (“sustained”) dan bunyi jantung 3 dengan penurunan FEVK. Sedangkan Sanford membuktikan bahwa infark anterior (transmural ataupun non-transmural), kardiomegali pada foto toraks, ronkhi sampai dengan 2/3 lapangan paru, riwayat infark miokard, infark miokard transmural, denyut jantung di atas 100 kali per menit ternyata mempunyai korelasi yang kuat dengan FEVK(5)

. Pada penderita hipertensi gangguan fungsi yang terjadi meliputi sistolik dan diastolik, (sedangkan pada penyakit paru kronis interpretasi gambaran foto toraks sulit dilakukan dengan tepat)(3)

. Biasanya fraksi ejeksi ventrikel kiri diperoleh dari hasil perhitungan sebagai berikut:

VDA – VSA

FEVK = --- x 100% VDA

VDA = volume diastolik akhir VSA = volume sistolik akhir

Indikator klinis ini sangat mudah diukur (5) dan secara akurat pengukuran fraksi ejeksi ventrikel kiri dapat dilakukan dengan menggunakan angiografi ataupun dengan

menggunakan radionuklir ventrikulografi (6,7).

Cara Kerja

Rancangan penelitian ini berbentuk Cross

Sectional Study yang bersifat korelatif yaitu

untuk mengetahui adanya hubungan fraksi ejeksi ventrikel kiri dengan data klinis pada penyakit jantung koroner. Penelitian ini dilakukan terhadap penderita penyakit jantung koroner yang menjalani penyadapan jantung di Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN dr. Ciptomangunkusumo Jakarta selama 3 bulan. Penderita dimasukkan dalam penelitian ini apabila memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

Inklusi

1. Penderita penyakit jantung koroner dengan penyempitan lebih dari 75% sekurang-kurangnya pada satu arteri koroner utama, atau penderita yang pernah mengalami infark miokard akut, atau penderita dengan riwayat angina pektoris.

2. Penderita berumur antara 30–65 tahun.

Eksklusi

1 Penderita dalam keadaan sakit berat, yaitu dalam kondisi syok kardiogenik, dalam serangan infark akut dan tidak dalam kondisi hemodinamis stabil.

2 Penderita dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung katup dan kardiomiopati dikeluarkan dari penelitian ini.

Pengambilan data penderita dilakukan pada hari penyadapan jantung, kecuali pemeriksaan foto toraks dapat dilakukan sekurang-kurangnya 6 hari sebelum atau sesudah penyadapan jantung dilakukan.

Pengambilan data penderita meliputi:

1. Pemeriksaan fisik penderita untuk menilai apakah ada:

1.1. Takikardi, bila denyut nadi melebihi 100 denyut per menit

1.2. Takipnu, bila pernafasan melebihi 20 kali per menit

1.3. Hipotensi, bila tekanan sistolik dibawah 90 mmHg

1.4. Hipertensi, bila tekanan sistolik diatas 140 mmHg

(3)

diukur pada posisi tubuh membentuk sudut 300 dengan bidang datar.

1.6. Bunyi jantung 3, ataupun bunyi jantung 4

1.7. Impuls apeks ventrikel kiri yang lama: impuls apeks melewati bunyi fase sistol, diukur dengan berpatokan pada bunyi jantung 1 dan bunyi jantung 2. Impuls apeks berpindah, apeks jantung terletak di lateral garis mid-klavikularis. Apeks jantung ditetapkan pada garis mid-klavikularis kiri setinggi sela iga 5, diukur pada posisi terlentang.

1.8. Ronkhi, apabila ditemukan pada kedua (”bilateral”) dengan lokasi sekurang-kurangnya 5 cm dari basal paru yang menetap sesudah batuk ataupun setelah inspirasi dalam yang berulang (8)

.

1.9. Edema perifer, akumulasi cairan interstisial yang simetris pada daerah perifer.

2. Pembuatan foto toraks dilakukan sekurang-kurangnya 6 hari sebelum atau sesudah pengukuran fraksi ejeksi secara angiografi dilakukan. Alat yang digunakan adalah radiografi buatan ”Siemens”.

3. Dilakukan pengukuran fraksi ejeksi dengan menggunakan rumus empiris Eagle(3)

. FEVK =

102,7+ (- 7,0 X Kardiomegali) X100%

+ (-5,7 X Hipertensi Arteri Pulmonalis) X100%

+ (- 7,2 X Hipotensi) X100% + (+ 5,0 X Riwayat Hipertensi)

X100%

+ (- 3,8 X Denyut apeks yang lama) X100%

+ (- 3,8 X Bunyi Jantung 3) X100% Bila variabel di atas tidak dijumpai dinilai 2, bila mungkin ada dinilai 3, bila jelas ada dinilai 4. dinyatakan akurat apabila nilai FEVK sama dengan nilai FEVK secara kateterisasi ± 10%.

4. Dilakukan penyadapan jantung kiri meliputi arteriografi koroner dan ventrikulogram kiri pada proyeksi oblik anterior kanan dengan sudut 300

4.1. Penyempitan koroner dinyatakan bermakna apabila dijumpai penyempitan lebih atau sama dengan 75% pada berbagai posisi, kecuali pembuluh kiri utama penyempitan

bermakna apabila lebih atau sama dengan 50% (8,9,10)

.

4.2. Derajat stenosis (pengurangan diameter) ditentukan secara visual kemudian diukur dengan menggunakan metode Quantitative Coronery Angiography (QCA). Derajat stenosis dibagi menjadi: Grade 0 stenosis < 25%, grade l: stenosis 25 – 49%, grade 2 stenosis < 50 – 74%, grade 3: stenosis 75 – 94%, grade 4: stenosis > 95%. Pembagian segmen arteri koronaria mengikuti pembagian yang dipakai pada penelitian BARI (29 segmen dan 8 cabang utama arteri koronaria)

Coronary score jumlah arteri

koroner yang mempunyai stenosis (pengurangan diameter) lebih dari 75% (grade 3 atau 4).

01. Extent score: jumlah segment

yang mempunyai stenosis grade >1.

02. Severity score rata-rata derajat

stenosis (grade 1 atau lebih) segmen yang sakit.

03. Atherosclerotic score: rata-rata

derajat stenosis dari semua segmen.

04. Lesi proksimal: adalah lesi di left main, LAD proksimal, LCX proksimal, RCA proksimal.

05. Lesi distal adalah lesi selain lesi proksimal (9)

.

HASIL PENELITIAN

Penderita penyakit jantung koroner yang menjalani penyadapan jantung di laboratorium kateterisasi jantung Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta selama 3 bulan periode 1 Juni 2006 sampai 31 Agustus 2006 dan telah terpilih 60 penderita yang memenuhi kriteria penelitian. Dari 60 penderita yang ikut penelitian laki-laki 42 orang (70%) wanita 18 orang (30%), umur berkisar antara 30–70 tahun (rata-rata 56,22 ± 8,2). Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Tabel 1.

(4)

(1,7%), bunyi jantung tiga didapatkan 4 penderita (6,7%), denyut apek ventrikel kiri yang lama 10 penderita (16,7%), bising mitral regurgitasi 4 penderita (6,7%), Hpf 19 penderita (31,7%) dan 19 penderita (31,7%) ditemui ronki basal paru. Gambaran elektrokardiografi memperlihatkan 29 penderita (48,3%) dengan gambaran EKG infark dinding anterior, 18 penderita (30%) dengan gambaran EKG infark dinding inferior, 29 penderita (48,3%) dengan hipertropi ventrikel kiri, 2 penderita (3,3%) dengan blok berkas cabang kanan, 11 penderita (18,3%) dengan Non Q, 7 penderita (11,7%) dengan IHD dan 6 penderita (10%) dengan sub

endocardial. Gambaran foto toraks polos memperlihatkan 25 penderita (41,7%) dengan kardiomegali, 8 penderita (13,3%) dengan hipertensi arteri pulmonalis, 4 penderita (6,7%) dengan edema interstitial dan 11 penderita (18,3%) dengan edema alveolar.

Dari 60 penderita yang menggunakan obat, 26 penderita (43,3%) menggunakan obat penghambat beta, 13 penderita (21,7%) menggunakan obat penghambat kalsium, 52 penderita (86,7%) menggunakan obat isosorbit dinitrat, 7 penderita (11,7%) diantaranya menggunakan 3 obat, 17 penderita (28,3%) menggunakan digitalis,

Tabel 1.

Distribusi frekuensi data klinis sederhana penderita penyakit jantung koroner di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2006

No Variabel Frekuensi Persentase

1 Jenis Kelamin 3 Hasil pemeriksaan fisik

- Hipertensi - Hipotensi

- bunyi jantung tiga

- denyut apek ventrikel kiri yang lama - Bising Mitral regurgitasi

- Hpf

- Ronkhi pada basal paru.

33 4 Hasil Pemeriksaan EKG

- Infark anterior - Infark inferior

- Hipertropi ventrikel kiri - Blok berkas cabang kanan - Non Q 5 Gambaran foto toraks

- Kardiomegali

- Hipertensi arteri pulmonalis - Edema interstitiel

- Edema alveolar

25 6 Penggunaan Obat

- Penghambat beta - Penghambat Kalsium - Isosorbit dinitrat - Tiga obat 7 Hasil koroner Angiografi

- Penyumb.bermakna pada pemb.utama kiri - Penyumb.bermakna pd pemb.anterior menurun kiri - Penyumb.bermakna pada pemb.sirkumplek kiri - Penyumb.bermakna pada pemb.koroner kanan - Penyumb.bermakna pada 1 pembuluh koroner - Penyumb.bermakna pada 2 pembuluh koroner - Penyumb.bermakna pada 3 pembuluh koroner - Tanpa penyumb. bermakna pada pemb.koroner.

(5)

42 penderita (70%) menggunakan vasodilator, 15 penderita (25%) menggunakan diuretika, 2 penderita (3,3%) menggunakan obat anti aritmia.

Pemeriksaan koroner angiografi mendapatkan 35 penderita (58,3%) dengan penyempitan bermakna pada pembuluh utama kiri, 22 penderita (36,7%) dengan penyempitan bermakna di pembuluh anterior menurun kiri, 21 penderita (35%) dengan penyempitan bermakna pada pembuluh sirkumpleksa kiri, 28 penderita (46,7%) dengan penyempitan bermakna pada pembuluh koroner kanan, 13 penderita (21,7%) dengan penyempitan bermakna pada satu pembuluh koroner, 8 penderita (13,3%) dengan penyempitan bermakna pada dua pembuluh koroner, 15 penderita (25%) dengan penyempitan bermakna pada tiga pembuluh koroner, 10 penderita (16,7%) tanpa penyempitan bermakna pada pembuluh koronernya.

FEVK kateterisasi penderita berkisar antara 20% - 90% (rata-rata 54,5% ± 18,17%). Kelompok FEVK dengan akurasi < 30% (under estimate) 16,7% (10 penderita), sedangkan pada kelompok FEVK 31%-50% (akurat estimate) 26,7% (16 penderita) selebihnya FEVK dengan akurasi > 51% (over estimate) 56,7% (34 penderita). Selanjutnya dalam analisa inferential dikelompokkan sebagai kelompok ”Accurate estimate” dan ”Non Accurate estimate”. Analisis univariat antara data klinis (pemeriksaan fisik) dengan FEVK adalah hipertensi (p = 0,481), hipotensi (p = 0,1000), bunyi jantung 3 (p = 0,212), denyut apek ventrikel kiri yang lama (p = 0,263), bising mitral regurgitasi (p = 0,1000), Hpf (p = 0,503) dan ronckhi basal paru (p = 0,503). Analisis univariat antara hasil elektrokardiogram dengan FEVK diperoleh hasil sebagai berikut: gambaran EKG infark anterior (p = 0,668), gambaran EKG infark inferior (p = 0, 1000), hipertropi ventrikel kiri (p = 0,459), right bundle branch block (p = 0,1000), non Q (p = 0,710), IHD (0,663), dan sub endocardial (p = 0,179) mempunyai korelasi dengan FEVK.

Analisis univariat antara hasil pemeriksaan foto toraks dengan FEVK diperoleh hasil: kardiomegali (p = 0,030), hipertensi arteri pulmolis (p = 0,095), edeme

interstitiel (p = 0,565) dan edema alveolar (p = 0,1000).

Analisis univariat antara penyumbatan pembuluh darah koroner dengan FEVK memperlihatkan bahwa sub variabel sebagai berikut: penyumbatan pembuluh utama kiri (p = 0,114), penyumbatan pembuluh anterior menurun kiri (p = 0,012), penyumbatan pembuluh sirkumpleksa kiri (p = 0,807), penyumbatan pembuluh koroner kanan (p = 0,138), penyumbatan pada satu pembuluh koroner (p = 0,481), penyumbatan pada dua pembuluh koroner (p = 0,669), penyumbatan pada tiga pembuluh koroner (p = 0,516), dan tanpa penyumbatan pembuluh koroner (p = 0,263). Selain variabel tersebut di atas analisis univariat juga memperlihatkan; beta bloker (p = 0,969), kalsium antagonis (p = 0,303), isosorbit dinitrat (p = 0,429), tiga obat (p = 0,663), digitalis (p = 0,193), vasodilator (p = 0,1000), diuretika (p = 0,1000), obat anti aritmia dengan (p = 0,466) dalam hubungannya dengan FEVK.

Semua variabel dari kelompok pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, foto toraks, penyumbatan pembuluh darah koroner dan penggunaan obat-obatan diikutsertakan di dalam analisa bivariat untuk mencari hubungan antara data klinis dengan FEVK. Hasil akhir dari analisa ternyata memperlihatkan bahwa korelasi masing-masing variabel adalah sebagai berikut: pemeriksaan fisik (p = 0,138), elektrokardiogram (p = 0,243), foto toraks (p = 0,391), penyumbatan pembuluh darah koroner (p = 0,876), penggunaan obat-obatan (p = 0,223).

PEMBAHASAN

Data penelitian ini menunjukkan bahwa FEVK sering kali dapat diperkirakan cukup akurat berdasarkan pemeriksaan klinis yang teliti(3)

. Walaupun demikian, dengan menggunakan kriteria akurasi sedikit lebih besar dari yang dianjurkan oleh Eagle, penelitian ini hanya menemukan 26,7% FEVK yang akurat, hasil ini hampir sama dengan yang diperoleh Eagle dalam penelitiannya terhadap 125 penderita penyakit jantung yang beragam(3)

. Sanford hanya mampu melakukan secara akurat pada 42% penderita, Gadsboll pada 43% penderita(4,5)

(6)

memperlihatkan hampir semua variabel tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan FEVK dan hanya sub variabel penyumbatan pembuluh darah kiri menurun (p = 0,012) yang mempunyai hubungan dengan FEVK, sedangkan kardiomegali (p = 0,030).

Peneliti sebelumnya seperti Sanford, Mc Namara juga mendapatkan bahwa keempat variabel di atas mempunyai korelasi dengan FEVK. Sanford dan kawan-kawan telah meneliti 100 penderita penyakit jantung koroner yang keseluruhannya menderita infark miokard akut. Ada 6 variabel yang identifikasi berpengaruh terhadap penurunan FEVK yaitu infark miokard anterior, gambaran radiologis toraks yang abnormal, ronkhi paru, riwayat infark miokard, infark transmural dan takikardi(4,10)

. Sanford juga mendapatkan bahwa gelombang Q infark miokard mempunyai korelasi dengan FEVK(4)

, Namun dalam penelitian ini hanya 11 penderita (18,3%) dengan gelombang Q, karena jumlah present sedikit sehingga tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan FEVK.

Beberapa peneliti menemukan bahwa gambaran bendungan arteri pulmonalis pada foto toraks merupakan manifestasi peningkatan tekanan kapiler paru(1)

. Cease dan Gyorup juga mendapatkan ukuran jantung dan gambaran vaskular paru pada foto toraks merupakan prediktor penurunan FEVK(1,12)

. Gambaran radiologis kongestif paru telah dibuktikan oleh Mc Namara sebagai salah satu prediktor FEVK (10)

, Mc Namara mendapatkan variabel tersebut bersama-sama variabel infark miokard dinding anterior, riwayat miokard akut dan konsentrasi kreatinin kinase mempunyai korelasi dengan FEVK (10)

. Dengan menggunakan rasio Odds. Mc Namara memperlihatkan kongestif paru berada pada kedudukan kedua di bawah infark dinding anterior dalam menentukan FEVK. Mc Namara menyatakan bahwa penderita dengan variabel kongestif paru mempunyai kemungkinan 2,9 kali lebih besar untuk mendapatkan FEVK < 40%. Gadsboll juga membuktikan bahwa gambaran radiologis bendungan paru dan kardiomegali mempunyai korelasi yang kuat dengan FEVK (p < 0,001)(8)

. Data penelitian ini memperlihatkan bahwa hipertensi arteri pulmonalis mempunyai nilai p yang tidak kecil (p = 0,95)

dibanding variabel lainnya, variabel ini tidak mempunyai korelasi kuat, hal ini dikarenakan hanya 8 (18,3%) penderita yang mempunyai nilai present, sedangkan 52 (86,7%) not present sehingga sangat mempengaruhi analisa data dalam mencari hubungan dengan FEVK kateterisasi. Eagle dan kawan-kawannya mencoba melakukan FEVK secara langsung dari gambaran radiologis kongestif. Ternyata gambaran kongestif paru yang ditemui pada foto toraks selama masa perawatan cukup akurat untuk mendeteksi FEVK yang abnormal (FEVK < 51%) dengan sensitivitas 52% dan spesifisitas 74% dan nilai prediktif 73%. Eagle dan kawan-kawan mendapatkan bunyi jantung 3 sebagai salah satu variabel yang menyebabkan penurunan FEVK. Penelitian ini tidak mendapatkan variabel tersebut, mempunyai korelasi dengan FEVK penderita penyakit jantung koroner. Raco melaporkan bahwa hanya pada 40% penderita infark miokard bunyi jantung 3 dapat didengar dan bunyi jantung 4 ternyata mempunyai korelasi dengan kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (TADVK).(13)

. Penelitian ini tidak mendapatkan adanya korelasi antara riwayat hipertensi dengan FEVK seperti yang dibuktikan oleh Eagle, hal yang sama juga diperoleh Mc Namara dalam penelitiannya terhadap penderita infark miokard akut(3,10)

. Sanford menjumpai 42% penderita gagal jantung kongestif ini dengan fungsi sistolik yang normal. Strauer mendapatkan 36% penderita gagal jantung kongestif dengan fungsi sistolik yang normal dan 38% dengan gangguan fungsi diastolik(4,11).

Penderita-penderita tersebut memiliki ukuran jantung yang besar dan atau tanda bendungan arteri pulmonalis yang menonjol pada foto toraks, bunyi jantung 3 serta apeks ventrikel kiri yang lama ataupun berpindah(11)

. Beberapa variabel yang justru dikenal sebagai prediktor penting penurunan fungsi sistolik pada penelitian ini sering dijumpai pada penderita dengan gejala kongestif yang disebabkan oleh abnormalitas fungsi diastolik dan mungkin saja penderita tersebut memiliki FEVK yang normal(3)

.

(7)

timbul apabila sudah terjadi kontraksi regional yang abnormal dan di latasi ventrikel ataupun keduanya (11)

.

Kenyataan pada penelitian ini memperlihatkan bahwa hipertensi mempunyai arti yang bermakna dengan FEVK, ini merupakan bukti lebih lanjut bahwa problem gangguan fungsi sistolik lawan diastolik berperan pada ketidakmampuan FEVK secara tepat pada sebagian penderita(3).

Di samping itu abnormalitas hemodinamik yang mempengaruhi FEVK sangat bervariabel dan dapat dimodifikasi dengan pemberian obat-obatan. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan vasodilator pada pengobatan gagal jantung kongestif oleh karena penurunan fungsi sistolik. Memang benar vasodilatator dapat meningkatkan FEVK pada penderita semacam itu akan tetapi obat tidak mengubah fungsi intrinsik kontraktilitas (3,14)

. Lebih lanjut Eagle melaporkan bahwa bronkodilatator dan timbulnya blok cabang berkas kanan merupakan prediktor batas (borderline) kesalahan FEVK (3)

. Secara keseluruhan data penelitian ini memperlihatkan bahwa ketepatan klinis hanya akurat pada separuh dari jumlah penderita. Penelitian ini tidak dapat menentukan secara tepat pada kasus yang bagaimana FEVK ini secara akurat. Bagaimanapun, penggunaan alat canggih untuk mengukur FEVK tetap diperlukan, apalagi bila penatalaksanaan penderita ditentukan oleh pengukuran FEVK dengan alat tersebut.

KESIMPULAN

1. Pada penelitian ini kelompok FEVK akurate estimate (26,7%) dan non akurat estimate (73,3%) dengan detailnya adalah FEVK < 30% (under estimate) akurasinya 16,7% (10 penderita), sedangkan pada kelompok FEVK 31%-50% (akurat estimate) akurasinya 26,7% (16 penderita) selebihnya 56,7% (34 penderita) sebagai FEVK > 51% (over estimate).

2. FEVK secara klinis mampu melakukan klasifikasi penderita ke dalam kelompok FEVK normal ataupun abnormal dengan nilai akurasi lebih dari 70%.

3. Hasil akhir dari analisa seluruh variabel memperlihatkan bahwa masing-masing variabel adalah sebagai berikut: pemeriksaan fisik (p = 0,138),

elektrokardiogram (p = 0,243), foto toraks (p = 0,391), penyumbatan pembuluh darah koroner (p = 0,876), dan penggunaan obat-obatan (p = 0,223).

SARAN

Penelitian ke depan hendaknya jumlah penderita yang diambil data klinisnya dan pengukuran keakuratan FEVK dalam jumlah besar dengan inklude kriteria dan nilai present yang ada adekuat untuk diikut sertakan dalam analisa inferential statistik

DAFTAR PUSTAKA

1. Cease KB, Nicklas JM. Prediction of left ventricular ejection fraction using simple quantitative clinical information. Am J Med 1986; 81: 429 – 436.

2. Francis GS, Benedict C, Johnstone DE et al. For the Solved Investigator. Comparison of neuroendocrine activation in patients with left ventricular dysfunction with and without congestive heart failure. A substudy of the studies of left ventricular dysfunction (SOLVD). Circulation 1990;82:1724-9

3. Eagle KA, Guartemous MD, Singer DE, Mulley AG, Reder VA, Boucher CA, Strauss HW, Thibault GE. Left ventricular ejection fraction. Physician estimates compare with gated blood pool scan measurement. Arch Intern Med 1988; 148: 882 – 885.

4. Sanford CF, Corbett J, Nicod P, Curry GL, Lewis SE, et al. Value of radionuclide ventriculography in the immediate characterization of patiens with acut myocardial infarction, Am J Cardiol. 1982; 49: 637 – 644.

5. Tapol EJ. Angiography. Textbook of cardiovascular medicine. 2nd ed.2002; 1660-1664.

(8)

7. Leorn F, Reiber JHC, Tuineuberg JC, Koning G, Lesperance J. Coronary angiography and the culprit lesion in acute coronary syndromes. Acute coronary syndromes 2003; 226-230.

8. Gadsboll N, Carlson PFH, Nielsen GG, Berning J, Brunn NE, et al. Symptoms and sign of heart failure in patients with myocardial infarction: reproducibility and relationship to X-ray, radionuclide ventriculography and right heart catheterization. Eur Heart J 1989; 10: 1017 – 1028.

9. Sinha S, Sinha U, Mather R, Goldin J, Fonarow G et al. Estimation of left ventricular ejection fraction using a novel multiphase, dark–blood, breath–hold MR imaging technique. AJR 1997; 169: 101 – 112.

10. Mc Namara RF, Carleen E, Moss AJ. Estimating left ventricular ejection fraction after myocardial infarction by various clinical parameter. Am J Cardiol 1988; 62: 192 – 196.

11. Strauer BE. Ventricular function and coronary hemodinamics in hypertensive heart disease. The Am. Jour of Cardiologi 2004: 44; 999 – 1006

12. Gyorup T, Kelabaek H,

VestergaardMunck O, Godteredsen J. Propective, randomised, double blind study of radionuclide determination of left ventricular ejection fraction in acute myocardial infarction. Lancet 1986; 1: 583 -585

13. Raco DL, Yusuf S. Overview of randomised trials of percutaneous coronary intervention: comparison with medical and surgical therapy for chronic coronary artery disease. In: Grech ED, Ramsdale DR, eds. Practical interventional cardilogy. 2nd ed. London: Martin Dunitz, 2002:263-277.

Gambar

Tabel 1.   Distribusi frekuensi data klinis sederhana penderita penyakit jantung koroner di RSUPN Cipto

Referensi

Dokumen terkait

Berka/a Arkeologi Th.. perpanjangan bidang panjang sudut 3 pada kelompok 1,11 lebih besar dari nilai rata-rata kelompok IIl,IV. Hasil uji D/ma dapat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana interpretasi khalayak sebagai anggota komunitas (interpretive community) terhadap sajian dakwah masa kini yaitu

Hasil penelitian terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang dilakukan sebanyak dua siklus pada pelajaran ilmu pengetahuan alam dikelas IV Sekolah

Indikator kognisi atau tingkat pandangan responden menunjukkan tidak mendukung dilihat dari 23 responden atau 63,8% orang tua memiliki pandangan yang tidak setuju

Beranjak dari hal tersebut, ide yang muncul dari rangsang awal pengalaman pribadi untuk mewujudkan teori dan fenomena aktivitas disaat proses pembuatan gamelan yang tertuang

Komposisi Nirmana Nada Bertautan ini penyajiannya menggunakan kolaborasi in- strumen musik Barat ( saxophone , viola/ bio- la dan cello) dengan gamelan Jawa (rebab,

Urutan berikutnya bunyi b digeser di awal lagu dan bunyi pl menjadi di akhir lagu sehingga menjadi (dibaca ndang ndang tak pulung ) Sebagai urutan yang terakhir bunyi b

Karena jarak usia bayi antara imunisasi Dpt combo dengan campak yang jauh dan terkadang ibu lupa, disaat ibu mendaftarkan nama bayi untuk pelayanan posyandu, apakah ada