PERANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH (PAD) DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1
Program Study Ilmu Hukum
Diajukan Oleh :
Nama : Indra Kodratika
NIM : 20120610132
Program Study : Ilmu Hukum
Bagian : Hukum Administrasi Negara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
PERANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH (PAD) DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1
Program Study Ilmu Hukum
Diajukan Oleh :
Nama : Indra Kodratika
NIM : 20120610132
Program Study : Ilmu Hukum
Bagian : Hukum Administrasi Negara
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta, Udju Djuhaeni dan Tati Hartati yang selalu
memberikan dukungan, semangat dan tidak luput mendoakan selama penulis
menempuh pendidikan di perguruan tinggi.
2. Kaka kandung sodaraku, Dian Juwita, Iman Ramadhana, Nia Dina Fitriani dan ka’Labsin yang banyak memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
3. Terimakasih Kepada Dinda Fatkhania Hamdah Fainusah, tidak luput untuk
memberikan dukungan dan doa kepada penulis.
4. Terimakasih kepada keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Islam Mpo
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
HALAMAN MOTO
“Dan janganlah kamu bersikap lemah, jangan pula kamu bersedih hati, dan kamulah yang derjatnya paling tinggi, jika kamu orang yang beriman”
( QS Ali Imran: 139)
“Tidak ada orang bodoh, mereka hanya lemah di bidang akademik”
(Arbert Eistein)
“Yakinkan dengan iman, Usahakan dengan ilmu, Sampaikan dengan amal”
(Anonim Himpunan Mahasiswa Islam)
“DUIT (Doa, Usaha, Ihktiar, Tawakal) adalah sebagai pedoman awal dalam menjalankan kesuksesan atas keridhoan Allah SWT”
(Indra Kodratika)
KATA PENGANTAR
Puji sykur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik
hidayah dan inayah-Nya Hanaya dengan kehendak-Nya penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “PERANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) DALAM MENINGKATKAN PENDAPATKAN ASLI DAERAH
DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT” sebagai syarat untuk memperoleh gelar
sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yoagyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, skripsi
ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Bapak. Dr. Leli Joko Suryono, S.H.,M.Hum. selaku Ketua Prodi Studi Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Bapak Sunarno, S.H.,M.,Hum dan Bapak Bagus Sarnawa, S.H.,M.Hum. selaku
Dosen Pembimbing yang telah dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan
dan arahan serta memberikan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing
saya dalam hal menyusun skripsi ini.
4. Bapak Nono Sunarno selaku kepala bidang PBB P2 dan para jajaran-jajaran
petugas Kantor Dispenda Kabupaten Kuningan yang telah meluangkan waktu
untuk wawancara dan memberikan ilmunya sehingga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini.
5. Dosen-dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama saya
belajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah.
6. Jajaran-jajaran TU dan Bapak Maman yang telah membantu dalam hal administrasi
dan dukungannya.
7. Untuk keluarga tercinta yang telah memberikan semangat, doa dan dukunggan saya
belajar di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
8. Dinda Fatkhania Hamdah Fainusah, Miftha Humaira, dan Adinda Hasrin yang
telah membantu dan memberikan semangat, doa serta dukungan atas penulisanan
skripsi.
9. Untuk keluarga tercinta di Yogyakarta Himpunan Mahasiswa Islam MPO (
10. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
11.Teman-teman pejuang skripsi angkatan 2012 bagian HAN yang selama ini selalu
memberikan semangat dan optimis atas terselesaikannya penulisan skripsi.
12.Ibu dan bapak Kos serta teman-teman kosan yang memberikan doa dan dukungan
atas penulisan skripsi.
Semoga amal baik yang telah dilakukan oleh semua pihak diatas mendapatkan pahala
dari Allah SWT. Penulis berharap semoga hasil penulisan ini bisa bermanfaat bagi semua
pihak.
Yogyakarta, 10 Desember 2016
Penulis,
Indra Kodratika
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN...ii
HALAMAN PENGESAHAN...iii
HALAMAN KENYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...iv
HALAMAN PERSEMBAHAN...v
HALAMAN MOTO...vi
ABSTRAK...vii
KATA PENGANTAR...viii
DAFTAR ISI...ix
DAFTAR TABEL...xii
DAFTAR SKEMA...xii
DAFTAR LAMPIRAN...xiv
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang...1
B. Rumusan Masalah...9
C. Tujuan Penelitian...9
D. Manfaat Penelitian...10
BAB II TINJAUAN Tentang Pajak...11
A. TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN
KUNINGAN JAWA BARAT...11
1. Pengertian Pajak...11
2. Pengertian Pajak Daerah...12
3. Pengertian Pendapatan Daerah...16
4. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan ...17
5. Pengertian PBB P2...20
6. Ketetapan Pendaerah PBB P2...22
7. Manfaat Pengalihan PBB P2...23
8. Dampak Pengalihan PBB P2...24
BAB III METODE PENELITIAN...27
A. Jenis Penelitian...27
B. Data Penelitian...27
C. Lokasi Penelitian...29
D. Teknik Analisis Data...30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...31
A. Pelaksanaan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Kuningan...31
1. Realisasi Perbandingan Ketentuan Pokok PBB P2 dari tahun 2012-2016...43
2. Realisasi Perbandingan terhadap PAD kabupaten Kuningan dari Tahun 2012-2016...45
3. Proses Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan...48
B. Faktor penghambat terhadap Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Kuningan Jawa Barat...55
1. Kepatuhan Wajib Pajak...57
2. Perencanaan Realisasi Penerimaan...66
3. Faktor-faktor dalam Meningkatkan Wajib Pajak...67
4. Upaya-upaya dalam Meningkatka Wajib Pajak Penerimaan PBB P2...70
5. Kendala terhadap Wajib Pajak dalam Penerimaan PBB P2...71
BAB V PENUTUP...73
A. Kesimpulan...73
B. Saran...74
DAFTAR PUSTAKA...77
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Laporan Realisasi Ketetapan Pokok PBB P2 Kabupaten Kuningan dari
Tahun 2012-2016...44
Tabel.2. Target dan Realisasi Terhadap PAD Kabupaten Kuningan Tahun 2010-2016...46
DAFTAR SKEMA
Skema Alur Pendaftaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perdesaan...48
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian, Kepada. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Kuningan.
2. Surat Izin Penelitian, Kepada. Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Kuningan.
3. Surat Rekomendasi Penelitian, Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik Kabupaten Kuningan.
ABSTRAK
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah. Pemerintah pusat mengalihkan kewenangan pengelolaan
Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan kepada pemerintah
daerah. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah harus mempersiapkan segala
keperluan agar proses pengalihan tersebut berjalan dengan lancar. Setidaknya ada
empat perubahan fundamental yang diatur dalam undang-undang tersebut.
Pertama, mengubah penetapan pajak daerah dan retribusi daerah. kedua,
memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah melalui perluasan basis
pajak daerah dan retribusi daerah, penambah jenis pajak baru yang dapat dipungut
oleh daerah, dan pemberian diskresi kepada daerah untuk menetapkan tarif sesuai
batas tarif maksimum dan minimum yang ditentukan, ketiga, memperbaiki sistem pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah melalui kebijakan bagi hasil pajak
provinsi kepada kabupaten/kota dan kebijakan eamarking untuk jenis pajak daerah tertentu. Keempat, meningkatkan efektivitas pungutan daerah dengan mengubah mekanisme pengawasan dari sistem represif menjadi sistem preventif dan korektif.
Pajak baru yang dapat dipungut oleh daerah adalah Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2). PBB P2 yang sebelumnya
merupakan pajak pusat, dialihkan menjadi pajak daerah kabupaten/kota, dengan
berbagai pertimbangan. Pertama, secara konseptual PBB P2 dapat dipungut oleh daerah karena lebih bersifat lokal, visibilitas, objek pajak tidak berpindah-pindah
dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang meningkmati hasil
pajak tersebut. Kedua, pengalihan PBB P2 kepada daerah diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan memperbaiki struktur APBD. Ketiga,
pengalihan PBB P2 kepada daerah dapat meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, dan memperbaiki aspek transparansi dan akuntabilitas dalam
PBB P2 merupakan jenis pajak baru bagi daerah khususnya adalah daerah
Kabupaten Kuningan yang telah menjalankan pengelolaan PBB P2 pada tahun
2014, dalam pengelolaan PBB P2 masih terdapat beberapa permasalahan yang
dihadapi oleh daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah, lemahnya sistem
basis data objek, subjek dan wajib pajak, dan lemahnya sistem administrasi dan
pelayanan kepada masyarakat wajib pajak. Hal tersebut semuanya terkait dengan
terbatasnya kesiapan sarana/prasarana, organisasi, dan SDM di daerah khususnya
Kabupaten Kuningan. Oleh karena itu, Dispenda Kabupaten Kuningan lebih
instensif dalam pengelolaan peranan PBB P2 dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah.
Kata Kunci: Peranan PBB P2, dan meningkatan PAD.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk meningkatkan
kesejahteraan hidup manusia yang menuntut adanya perubahan sosial budaya
sebagai pendukung keberhasilannya dan menghasilkan perubahan sosial budaya.
Pembangunan nasional adalah suatu harapan untuk rakyat Indonesia yang
mencita-citakan Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera baik secara moral dan spiritual.1
Pemerintah Indonesia melakukan perubahan sistem pemerintahan dari
sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi. Perubahan tersebut memberikan
harapan yang besar bagi bangsa Indonesia untuk menciptakan kesejahteraan.
Sistem desentralisasi ini dilaksanakan dengan melalui kebijakan otonomi daerah.
Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk
mengatur rumah tangganya sendiri. Pemerintah daerah melaksanakan roda
pemerintahaan secara mandiri, tetapi tetap melakukan kordinasi dan pengawasan
dari pemerintah pusat. Diharapkan dengan otonomi daerah ini, bisa membuat
pemerintah dekat dengan masyarakat. Pemerintah daerah bisa dengan cepat
melakukan kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan oleh masyarakat tanpa menunggu
arahan dari pemerintah pusat. Salah satu hal yang sangat mempengaruhi jalannya
pemerintahan pada otonomi daerah yaitu masalah pendanaan.
1
2
Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan
desentralisasi fiskal dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Kebijakan
fiskal ini memberikan pengaruh yang signifikan dalam pengelolaan secara mandiri
ketika pemerintah daerah memaksimalkan kebijakan ini mengoptimalkan
pendapatan dari daerahnya sendiri. Adanya kebijakan desentralisasi fiskal membuat
pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menggali dan mengoptimalkan
sumber daya yang ada di daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
Konsekuensi dilaksanakannya otonomi daerah ini adalah diberikan
kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Tujuannya adalah antara lain untuk lebih mendekatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk
memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Kewenangan yang lebih besar ini akan membutuhkan
biaya yang begitu besar. Diharapkan dengan banyaknya biaya yang dibutuhkan ini,
pemerintah daerah tidak bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat.
Pemerintah daerah diharapkan dapat mengoptimalkan sumber daya yang
ada pada daerah agar tidak terlalu bergantung pada dana transfer dari pemerintah
pusat. Salah satu langkah yang dapat diambil yaitu melalui kebijakan fiskal.
Kebijakan fiskal berarti penggunaan pajak, pinjaman masyarakat, pengeluaran
masyarakat oleh pemerintah untuk tujuan stabilisasi atau pembangunan. Kebijakan
fiskal khususnya perpajakan bisa membantu dalam menopang otonomi daerah,
3
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).2 undang- undang ini merupakan salah
satu langkah pemerintah pusat dalam membantu pelaksanaan otonomi daerah
khususnya yang berkaitan dengan desentralisasi fiskal dalam bidang perpajakan.
Hal itu di tunjukan dengan pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah, yaitu
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), sebagaimana yang
telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009.
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 ini, maka seluruh kewenangan
dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2)
diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) menjadi salah satu sumber
pendapatan yang sangat potensial bagi daerah (Kabupaten/Kota). Pengalihan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) ini memberikan
kewenangan kepada pemerintah daerah mempunyai kekuasaan penuh untuk
mengelola hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2)
tanpa dibagi kepada pemerintah pusat. Kebijakan ini dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, dan
meningkatkan pelayanan publik serta penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu
juga dengan adanya kebijakan ini diharapkan pemerintah daerah menjadi lebih
mandiri dalam pembiayaannya.
Pelaksanaan kebijakan pengalihan PBB P2 tidak langsung dilakukan
serentak di seluruh kabupaten/kota di Indonesia melainkan dilakukan secara
bertahap. Pada tahun 2012 baru terdaftar dua kabupaten yaitu Kabupaten Bogor dan
2
4
Kabupaten Depok dan 15 Kabupaten/Kota yang telah mendapat pengalihan atas
pengelolaan PBB P2. Tahun 2013, ada 11 Kabupaten/Kota di Jawa Barat belum
melaksanakan pengelolaan PBB P23. Pada tahun 2014 seluruh kabupaten/kota di
Indonesia sudah sepenuhnya melakukan pengelolaan PBB P2.
Kabupaten Kuningan pada tahun 2013 menerima pengalihan PBB P2
sebagai pajak daerah pada tahun 2013. Kepala Dinas Pendapatan Kabupaten
Kuningan juga menuturkan bahwa potensi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Kuningan sebesar Rp. 15,55
Milyar dimana angka tersebut merupakan potensi pajak yang paling besar dalam
komponen pajak daerah di Kabupaten Kuningan. “Untuk itu kami berharap
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dapat
berjalan dengan optimal dan terealisasi dengan 100%, kami optimis dengan target
pencapian tersebut, mengingat bahwa Kabupaten Kuningan merupakan salah satu
kabupaten tercepat dalam pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan (PBB-P2) di Provinsi Jawa Barat”.
Dian Rachmat Yanuar, Untuk potensi pajak di luar Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Dinas Pendapatan (Dispenda)
Kabupaten Kuningan memiliki trend positif dimana pencapaiannya melebihi target yakni 105,69% dari target sebesar Rp 120,67 Milyar.4 Bupati Kuningan Acep
Purnama juga menuturkan bahwa sampai dengan tahun 2013 angka kemandirian
3Pikiran rakyat, “Sebelas kabupaten/kota di Jawa Barat belum mulai melakukan pengelolaan PBB
P2”, http://www.pikiran-rakyat.com/politik/2013/05/17/235199/sebelas-kabkota-belum-mulai-lakukan-pengelolaan-pbb-p2, diunduh pada tanggal. 1 November 2016, pukul.19:53 Wib.
4 Humas sekda Kabupaten Kuningan “ Pengelolaan PBB P2 dilaunching”,
5
keuangan Kabupaten Kuningan yang dihitung berdasarkan proporsi PAD terhadap
APBD baru mencapai rata-rata sebesar 7,75%, angka tersebut merupakan angka
kemandirian yang ideal, tetapi secara perlahan ada peningkatan kemandirian
keuangan di Kabupaten Kuningan dimana pada tahun 2014 rasio kemandirian
keuangan Kabupaten Kuningan telah mencapai 9,87% dengan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) sebesar Rp. 142,8 Milyar dari total Pendapatan Daerah Sebesar Rp.
1, 45 Trilyun. Pada tahun 2015 berdasarkan data yang disampaikan DISPENDA
(Dinas Pendapatan Daerah) Kabupaten Kuningan, realisasi Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang berhasil dipungut dari wajib pajak
mencapai 102%. Realisasi penerimaan PBB P2 merupakan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) untuk keseluruhan mencapai 89,31%.5
Pendapatan Asli Daerah pada tahun 2016 pada semester pertama
teralisasikan sebesar 63,00% namun ada kendala dalam beberapa SKPD (Satuan
Kerja Perangkat Daerah) yang tergatnya masih dibawah 63,00%, sedangkan
pencapaian target PAD pada semester kedua terealisasi 100% Pendapatan Asli
Daerah target kinerja pada akhir bulan Desember 2016. Dalam setiap tahunnya ada
berbagai potensi peningkatan 10% PAD. Sebagaimana APBD 2016 sebesar
58,06%, Pendapatan Asli Daearah (PAD) dari target teralisasikan sebesar 59,04%.
Khusus pajak daerah dari target teralisasikan sebesar 74,58%, retribusi daerah dari
5Radar Kuningan, “Realisasi PBB Kabupaten Kuningan tahun 2015”,
6
target baru teralisasikan sebesar 56,90%. Sedangkan untuk pajak masih ada 17
kecamatan yang lunas PBB.6
Pemberlakuan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah telah terjadi perubahan paradigma cukup mendasar dalam
pengelolaan pajak daerah. Pemerintah pusat telah melimpahkan kepada pemerintah
daerah dituntut untuk lebih mandiri dalam membiayai pembangunan diantaranya
PBB sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2).
Dasar yang merupakan acuan dari pelaksanaan otonomi daerah adalah
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 8.7 Pelaksanaan otonomi daerah berpedoman
juga pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.8
Kemudian didukung dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan pusat dan keuangan daerah.9 Bahwa yang dimaksud kedua
undang-undang ini adalah keinginan untuk meningkatakan efisiensi dan efektifitas
pengelolaan sumber daya keuangan daerah dalam rangka peningkatan pendapatan
daerah peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Pemerintah pusat terus mengkaji dan berupaya untuk meningkatan fiskal
daerah dengan mengkaji basis-basis pajak yang cukup potensial dan secara kriteria
tepat untuk dijadikan pajak daerah dan retribusi daerah guna mengatasi
ketimpangan yang ada. Berdasarkan hal tersebut, wacana, rencana, agenda untuk
menyerahkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai salah satu basis pajak
6Rakyat Cirebon “Penerimaan Pajak Pendapatan Asli Daerah 2016 kab.Kuningan”,
www.rakyatcirebon.co.id, diunduh pada tanggal.30 Oktober 2016, pukul.17:52Wib.
7 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 8. 8UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
7
daerah merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan taxing power daerah. Pajak bumi dan Banguanan (PBB) tidak memiliki mobilitas tinggi sehingga
memudahkan Pemda untuk memungutnya.
Ciri utama yang menunjukan suatu daerah otonomi daerah adalah terletak
pada kemampuan keuangan daerah. Daerah otonomi harus memiliki kemampuan,
kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan
menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya. Ketergantungan kepada pemerintah
pusat harus seminimal mungkin sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus
menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan
keuangan pusat dan daerah sebagai syarat mendasar dalam pemerintahan negara.10
Terlaksananya pembangunan nasional maka diperlukan sarana dan
prasarana yang cukup memadai bukan hanya mengeni desentralisasi, penyerahan
ataupun pelimpahan kewenangan semata, tetapi salah satunya adalah tersedianya
dana yang cukup untuk pembiayaan semua kegiatan tersebut. Berbicara masalah
dana atau biaya, pembangunan daerah pada dasarnya didukung oleh tiga kelompok
sumber dana yaitu dana yang berasal dari:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2. Alokasi dari pusat
3. Dana melalui investasi swasta
10 Koswara E.,”Paradigma Baru Otonomi Daerah yang Berorientasi Kepentingan Rakyat”, dalam
8
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pembiayaan yang paling
penting dimana kompen utamanya adalah penerimaan yang berasal dari kompenen
pajak daerah dan retrubusi daerah. Pajak daerah berdasarkan UU No.28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.11 Berdasarakan
UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah
pemungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberiakan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang-Undang No.33 Tahun
2004 adalah.12
1. Pajak Daerah
2. Retribusi Daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
4. Lain-lain PAD yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi faktor yang sangat penting dimana
PAD akan menjadi sumber dana dari daerah sendiri. Namun demikian, realitas
menunjukan bahwa PAD hanya mampun membiayai belanja pemerintah daerah
yang tinggi sebesar 20%.
11 UU No.28 Tahun 2009 dan penjelasan UU NO.28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah.
9 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
yaitu:
1. Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di Kabupaten Kuningan?
2. Apa faktor penghambat terhadap Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan (PBB P2) dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Kabupaten Kuningan Jawa Barat?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) untuk meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di Kabupaten Kuningan?
2. Untuk mengetahui faktor penghambat terhadap Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di Kabupaten Kuningan Jawa Barat?
D. Manfaat Penelitian
A. Secara Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu
pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum pemerintahan daerah pada
khususnya
10
a. Dapat digunakan pemerintah sebagai rujukan dalam membuat
kebijakan mengenai pemerintahan daerah, khususnya mengenai peran
PBB-P2 dalam meningkatkan PAD.
b. Bagi pemerintah daerah, yakni Pemerintah Kabupaten Kuningan
Provinsi Jawa Barat, penelitian ini diharapkan menjadi bahan
perimbangan dalam pengelolan peran PBB-P2 dalam meningkatkan
11 BAB II
TINJAUAN TENTANG PAJAK
A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN PBB P2 DALAM
MENINGKATKAN PAD DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT
1. Pengertian Pajak
Hukum pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksanakan) yang terhutang oleh yang wajib pajak membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (selanjutnya disebut
wajib pajak).1
Tugasnya adalah menelaah keadaan-keadaan dalam masyarakat
yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak, merumuskannya
dalam peraturan-peraturan hukum dan menafsirkan peraturan-peraturan
hukum ini, dalam pada itu penting sekali bahwa tidak harus diabaikan
dalam masyarakat tersebut.2
Rochmat Soemitro, dalam buku Erly Suandy Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan “surplus” nya digunakan untuk
1 Erly Suandy, “Hukum Pajak”,
jakarta: Salemba Empat, 2014, hlm.7.
2 R. Santoso Brotodihardjo, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, Edisi ketiga, Cetakan
12 public saving yang merupakan sumber utama membiayai public investment.3
Penyelenggaraan pemerintah dalam aturan Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2007 pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Pajak Daerah
Penyelenggaraan pemerintah dalam aturan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 pajak daerah adalah iuran yang wajib
dikeluarkan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.4
Pajak daerah, sebagai salah satu Pendapatan Asli Daerah
diharapkan menjadi salah satu sumber pembiayaan penyelengaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk meningkatkan dan
memeratakan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, daerah
mampu melaksankan otonomi, yaitu mampu mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Meskipun beberapa jenis pajak daerah sudah
3 Ibid, hlm.9
13
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, daerah
kabupaten/kota dibeli peluang dalam menggali potensi sumber-sumber
keuangan dengan menetapkan jenis pajak selain yang telah ditetapkan,
sepanjang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan sesuai
aspirasi masyarakat.
Kriteria pajak daerah selain yang ditetapkan UU bagi
kabupaten/kota:
a. Bersifat pajak dan bukan retribusi.
b. Objek pajak terletak atau terdapat diwilayah kabupaten/kota
yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup
rendah hanya melayani masyarakat di wilayah
kabupaten/kota.
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum.
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan
objek pajak pusat.
e. Potensinya memadai.
f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat,
dan
h. Menjaga kelestarian lingkungan.
1) Jenis Pajak Daerah
14
a) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
Pajak kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda dua
atau lebih yang digunakan disemua jenis jalan, sedangkan
kendaraan di atas air adalah semua kendaraan yang digerakan
oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya
suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga kendaraan
bermotor yang digunakan di atas air.
b) Bea balik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
Pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan
kendaraan di atas air sebagai akibat perjanjian dua pihak atau
perbuatan sepihak atau terajdi jual beli, pemasukan ke badan
usaha.
c) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor
Pajak atas bahan bakar yang disediakan atau dianggap untuk
kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan.
d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan
Pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah/air
permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan,
kecuali keperluan rumah tangga dan pertanian. Air bawah
tanah adalah air yang berada di perut bumi yang muncul secara
alamiah. Air permukaan adalah air yang berada atas
15
2) Jenis pajak kabupaten/kota:
a. Pajak hotel
Yaitu pajak atas pelayanan yang khusus disediakan bagi orang
untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan
fasilitas lainnya dengan dipungut biaya bayaran, kecuali untuk
pertokoan dan perkantoran.
b. Pajak Restoran
Yaitu pajak atas pelayanan restoran, tempat makanan atau
minuman yang disedikan dengan dipungut biaya, tidak termasuk
usaha boga atau catering.
c. Pajak Hiburan
Yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan yang meliputi semua
jenis pertunjukan, permainan yang ditonton atau dinikmati oleh
setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk dengan
penggunaan fasilitas.
d. Pajak Reklame
Yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame, dipergunakan untuk
memperkenalkan suatu barang atau jenis lainnya yang menarik
perhatian masyarakat.
e. Pajak Penerangan Jalan
Adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan
bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan,
16
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol C
Pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian golongan C
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g. Pajak Parkir
Pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar
badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok
usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha.
3. Pendapatan daerah
Penyelenggaraan pemerintah dalam aturan Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam
periode tahun yang bersangkutan. Pendapatan daerah terdiri dari
pendapatan asli daerah, dana perimbangan, lain-lain pendapatan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan. PAD bertujuan untuk
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai
pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai
perwujudan desentralisasi. PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
lain-lain PAD yang sah.
Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan
17
kebutuhaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana
perimbangan terbagi dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana
alokasi khusus. Dana perimbangan tersebut ditetapkan setiap tahun
anggaran dalam APBN. Lain-lain pendapatan daerah yang sah terdiri
dari hibah, dana darurat, dana bagi hasil pajak provinsi dan pemerintah
daerah lainnya, dana penyesuaian dan dana khusus, bantuan keuangan
dari provinsi atau pemda lainnya.
4. Pajak Bumi dan Bangunan a. Definisi
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak negara yang
dikenakan terhadap bumi dan bangunan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 PBB
adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak
terhutang ditentukan oleh keadaan obyek yaitu bumi/tanah dan atau
bangunan. Keadaan subjek (siapa saja membayar) tidak ikut
menentukan besarnya pajak.5
b. Objek
Sebagaimana tercantum dalam UU PBB yang menjadi objek
PBB adalah Bumi dan Bangunan. Sebagaimana tercantum dalam UU
PBB yang menjadi objek PBB adalah Bumi dan Bangunan. Jadi yang
menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan itu adalah tanah (perairan)
5
18
dan tubuh bumi.6 Undang-Undang PBB selanjutnya dalam Pasal 1
menjelaskan, bahwa bumi adalah perrmukaan bumi (perairan) dan
tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi itu sebetulnya tidak
lain dari pada tanah. Jadi yang menjadi objek pajak bumi dan bangunan
itu adalah tanah dan tubuh bumi.7 Bangunan yang dijadikan objek PBB
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada
tanah (perairan), yang diperuntukan secara tetap sebagai tempat
berusaha atau tempat yang dapat diusahakan. Selanjutnya dalam UU
(Pasal 1 ayat 2) menguraikan lebih lanjut bahwa termasuk lingkungan
dalam pengertian bangunan adalah.8
a) Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek
bangunan;
b) Kolam renang;
c) Pagar mewah;
d) Tempat olah raga;
e) Galangan kapal dermaga;
f) Taman mewah
g) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa
minyak;
h) Fasilitas lain yang memberikan manfaat
i) Jalan tol.
6 Rochmat Soemitro, 1989, Pajak Bumi dan Bangunan,
eresco, Bandung, hlm.9.
7 Rochamt Soemitro, loc. cit
8
19 c. Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunaan
Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan
adalah objek pajak, yakni:9
a) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum
di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan
kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan.
b) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu;
c) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggembalan yang dikuasi oleh desa,
dan tanah negara yang belum di bebani oleh suatu hak;
d) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Mentri Keuangan.
d. Subjek
Subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai hak atas bumi dan bangunan.10 Mempunyai hak atas bumi
dan bangunan, adalah menurut ketentuan undang-undang yang berlaku.
Subjek pajak PBB, belum tentu merupakan Wajib Pajak PBB. Subjek
pajak baru merupakan Wajib Pajak PBB jika memenuhi syarat objektif,
yaitu mempunyai objek PBB yang dikenakan pajak. Hal ini berarti
9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 12
Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan
10
20
mempunyai hak atas objek yang dikenakan pajak, memiliki, menguasai,
atau memperoleh dari objek kena pajak.11
5. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
a) Definisi
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah
pajak atas bumi dan Bangunan yang dimiliki, dikuasi, dan dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk
usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.12
b) Objek
Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
adalah Bumi atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan
oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk
kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Termasuk
dalam pengertian Bangunan adalah.13
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam satu komplek bangunan
seperti hotel, pabrik dan emplasemennya, yang merupakan
suatu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut;
b. Jalan tol;
c. Kolam renang;
d. Pagar mewah;
e. Tempat olah raga;
11
Rochamt Soemitro, loc. cit 12
Undanng Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Bumi dan Retribusi Daerah
21
f. Galangan kapal, dermaga;
g. Taman mewah
h. Tempat penampungan atau kalang minyak, air dan gas, pipa
minyak; dan
i. Menara.
c) Subjek
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
adalah orang pribadi atau badan usaha yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas Bumi dan Bangunan memperoleh manfaat atas Bumi, dan
memiliki, menguasi, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang
pribadi atau badan usaha yang secara nyata mempunyai suatu hak atas
Bumi dan memperoleh manfaat atas Bumi, dan/ atau memiliki,
menguasi, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.14
d) Tarif
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% ?(nol koma tiga persen). Tarif
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dengan
Perda.15
14
Pasal 78 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
15
22
e) Dasar pengenaan
Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Besarnya Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
setiap 3 (tiga) tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu ditetapkan setiap
tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya. Penetapan besarnya
NJOP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepala
daerah.16
f) Pemeriksaan Pajak
Pemeriksaan pajak adalah pegawai negeri sipil di lingkungan
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah atau tenaga
ahli yang ditunjuk oleh Bupati yang diberi tugas, wewenang, dan
tanggung jawab untuk melaksankan pemeriksaan pajak.17
6. Ketetapan Pendaerah PBB-P2
Pengesahan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 oleh DPR
RI, sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 42 tahun 2000,
merupakan bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan
desentralisasi fiskal. Pemikiran otonomi yang seluas-luasnya bagi
Indonesia dalam bidang ekonomi dan fiskal ini untuk membutuhkan
iklim demokrasi yang lebih terbuka, jujur dan adil. Pemberian otonomi
daerah ini berupa pengalihaan pengelolaan Bea Perolehan Hak atas
16
Pasal 80 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
17
23
Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah. Dengan pengalihan ini maka kegiatan proses pendataan,
penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan/penagihan dan
pelayanan PBB-P2 akan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah
(Kabupataen/Kota).
Tujuan pengalihan pengelolaan PBB-P2 menjadi pajak daerah
sesuai dengan undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
adalah :
a. Meningkatkan akutabilitas penyelenggaraan otonomi daerah
b. Memberikan peluang baru kepada daerah untuk mengenakan
pungutan baru (menambah jenis pajak daerah dan retribusi
daerah)
c. Memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan
retribusi dengan memperluas pajak daerah
d. Memberikan kewenangan kepada daerah dalam menetapan
tarif pajak daerah
e. Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumen penganggaran
dan pengaturan pada daerah.
7. Manfaat pengalihan PBB-P2 dan BPHTB
Dengan pengalihan ini, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehaan Hak atas Tanah
24
kabupaten/kota sehingga diharapkan mampu meningkatkan jumlah
pendapatan asli daerah. Pada saat PBB-P2 dikelola oleh pemerintah
pusat, pemerintah kabupaten/kota hanya mendapatkan bagian sebesar
64,8% dan BPHTB hanya mendapatkan 64%. Setelah pengalihan ini,
semua pendapatan dari sektor PBB-P22 dan BPHTB akan masuk ke
dalam kas pemerintahan daerah.
8. Dampak Pengalihan PBB-P2
Menurut darwin dalam Ramadhan (2014) pendaerahan PBB-P2
memiliki dampak, yaitu :
a. Dampak positif
1) Akurasi data objek dan subjek PBB-P2 dapat lebih ditingkatkan
karena aparat pemerintah daerah lebih menguasai wilayahnya
apabila dibandingkan dengan aparat pemerintahan pusat
sehingga dapat meminimalisir pengajuan keberatan dari para
wajib pajak PBB-P2.
2) Daerah memiliki kemampuan meningkatkan potensi PBB-P2
sepanjang penentuan NJOP selama ini oleh pemerintah pusat
dinilai masih dibawah nilai pasar objek yang bersangkutan
(optimalisasi NJOP).
3) Pemberdayaan local taxing power, yaitu kewenangan penuh daerah dalam penentuan tarif dan pengelolaan administrasi
25 b. Dampak Negatif
1) Peningkatan NJOP yang sama dengan nilai pasar dapat
mengakibatkan naiknya ketetapan PBB-P2 yang dapat
menimbulkan gejolak masyarakat.
2) Penggunaan tarif maksimum guna meningkatkan potensi
PBB-P2 apabila tidak hati-hati dan dikaji secara mendalam dapat
menimbulkan gejolak masyarakat karena penggunaan tarif
maksimum dapat menaikkan PBB-P2 sebesar tiga kali lipat.
3) Dalam rangka pengelolaan PBB-P2, pemerintah daerah harus
mengeluarkan biaya yang cukup mahal, baik untuk
kemungkinan penambahan kantor dan pegawai baru maupun
untuk melengkapi peralatan administrasi, komputerisasi, dan
pelatihan SDM.
4) Kesenjangan penerimaan PBB-P2 antar daerah semakin
meningkat karena disparitas potensi penerimaan pajak daerah
lainnya. Daerah yang memiliki potensi penerimaan pajak daerah
lainnya atau mengadakan bagi hasil lain dari pemerintah pusat,
cenderung mengabaikan pemungutan PBB-P2 dan sebaliknya
daerah yang semata-mata mengandalkan penerimaan PBB-P2
kemungkinan akan menerapkaan tarif yang maksimal guna
menggenjot penerimaannya.
Pendaerahan PBB-P2 dapat mengakibatkan barangnya kebijakan
26
Kena Pajak (NJOPTKP), dan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena
Pajak (NPOPTKP). Perbedaan tersebut dapat mengakibatkan ketidakadilan
baik bagi masyarakat wajib pajak, pelaku bisnis, maupun masyarakat pada
umumnya.18
18
Analisis pengaruh pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan PBB P2 terhadap penerimaan pendapatan daerah kota Kediri tahun 2012,
https://www.scribd.com/doc/253464697/ANALISIS-PENGARUH-PENGALIHAN-PAJAK- BUMI-DAN-BANGUNAN-PEDESAAN-DAN-PERKOTAAN-PBB-P2-TERHADAP-PENERIMAAN-PENDAPATAN-DAERAH-KOTA-KEDIRI-TAHUN-2012-DAN. Jam.19.15.wib, tgl.28.oktober.2016.
17 BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dan normatif.
Yang merupakan penelitian yang menggunakan fakta-fakta empiris
yang di ambil dari perilaku manusia1 dan didukung dari data normatif
yang terkait norma-norma. Metode penelitian normatif-empiris
mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang)
dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi
dalam suatu masyarakat.
2. Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data
primer merupakan bahan penelitian yang berupa fakta-fakta empiris
sebagai perilaku manusia maupun hasil perilaku manusia. Baik dalam
bentuk perilaku verbal, perilaku nyata, maupun perilaku yang
terdokumentasi dalam berbagai hasil perilaku atau catatan-catatan
(arsip). Sedangkan data sekunder merupakaan bahan hukum dalam
penelitian yang diambil dari studi kepustakaan yang terdiri dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum.2
1 Mukti Fajar dan Yulianto Achamd, 2010, “Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris”,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 280.
18
a. Bahan hukum primer
a) Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah;
c) Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 jo Undang Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan;
d) Undang Undang Nomor 12 Tahun 1985 jo Undang Undang
Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;
e) Peraturan Mentri Keuangan Nomor 54/PMK. 09/2008
Tentang Komite Pengawas Perpajakan;
f) Perda Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah.
b. Bahan Hukum Sekunder
a) Buku buku yang berkaitan dengan masalah yang diteliti;
b) Majalah jurnal dan artikel berkaitan dengan masalah yang
diteliti;
c) Hasil penelitian hukum dan hasil karya akademis maupun
praktisi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti;
d) Artikel atau tulisan di situs internet yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti.
19
Bahan hukum lain yang dirasa perlu digunakan untuk
melengkapi bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder.
3. Lokasi Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah yaitu Kabupaten Kuningan,
Provinsi Jawa Barat. Berjudul “PERANAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DALAM
MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI
KABUPATEN KUNINGNAN”, dilakukan di wilayah Kabupaten
Kuningan Jawa Barat. Lokasi yang dimbil sebagai tempat penelitian
adalah Kantor Dinas Pendapatan Kabupaten Kuningan.
b. Populasi dan Sampel
Populasi dalam Penelitian ini adalah Penyelenggaraan
Pemerintah dalam hal Peranan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan (PBB P2) Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Darah
(PAD) di Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Adapun pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan metode probablity sampling yaitu setiap individu dalam populasi tidak mendapatkan kesempatan yanag sama sebab tidak dilakukan secara acak3 namun
dengan penunjukan langsung secara subjektif oleh peneliti dengan
kriteria: lembaga/instansi pemerintah yang diteliti merupakan
20
lembaga instansi yang mengurusi pengelolaan pajak daerah
Kabupaten Kuningan Provonsi Jawa Barat.
4. Tenik Analis Data
Dalam menganalisis data yang sudah dikumpulkan baik data
primer dan sekunder, penulis akan menggunakan analisis secara
kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menggambarkan,
menguraikan, dan mennjelaskan sesuai dengan permasalahan yang
erat kaitannya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis,
sehingga nantinya diharapkan mampu memberikan gambaran secara
21 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Kuningan?
Kabupaten Kuningan terletak pada titik koordinat 108° 23 - 108° 47 Bujur
Timur dan 6° 47 - 7° 12 Lintang Selatan. Sedangkan ibu kotanya terletak pada titik
koordinat 6° 45 - 7° 50 Lintang Selatan dan 105° 20 - 108° 40 Bujur Timur. Bagian
timur wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah, sedang di bagian barat berupa
pegunungan, dengan puncaknya Gunung Ceremai (3.076 m) di perbatasan dengan
Kabupaten Majalengka. Gunung Ceremai adalah gunung tertinggi di Jawa Barat.
Kesadaran masyarakat sangatlah diperlukan ketika berkaitan dengan
pembayaran pajak. Memiliki masyarakat yang sadar membayar pajak dapat
mempercepat pelunasan tagihan PBB P2 di suatu Kecamatan. Namun ada kalanya
masyarakat tidak peduli dalam hal tersebut, malas, atau acuh tak acuh terhadap
tagihan pajak. Untuk itulah diperlukan peran aktif Pemerintah dalam efektifitas
pemungutan pajak untuk membangun kesadaran masyarakat. Peranan Dinas
Pendapatan Daerah dalam menggerakan partisifasinya terhadap masyarakat dalam
pembayaran PBB P2 adalah dalam hal pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan adalah
untuk1:
1
22
a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib
Pajak; dan
b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Dispenda telah diberikan tugas berupa pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan atau efektivitas Wajib Pajak. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan
dalam beberapa hal antara lain2 :
a. Menyampaikan surat pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar,
termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
PBB;
b. Menyampaikan surat pemberitahuan yang menyatakan rugi;
c. Tidak menyampaikan atau menyampaikan surat pemberitahuan objek
pajak tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat
teguran;
d. Melakukan penggabungan, peleburan, likuidisi, pembubaran atau akan
meninggalkan Indonesia selama lamanya;
e. Memberitahukan surat pemberitahuan yang memenuhi adanya
kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2
23
Pasal diatas maka Dispenda Kabupaten Kuningan diberikan kewenangan
untuk melakukan pemeriksaan jika Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban
pembayaran PBB P2 hingga jatuh tempo. Dispenda harus proaktif untuk
melaksanakan kewajiban pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan yang telah tercantum dalam Peraturan Bupati tersebut. Dalam hal
pemeriksaan tersebut, ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari3:
a. Pemeriksaan Lapangan untuk memuji kepatuhan agar efektifitas
kewajiban perpajakan dapat meliputi suatu jenis Pajak atau seluruh
jenis pajak, untuk tahun berjalan dan/ atau tahun-tahun sebelumnya
dan/atau untuk tujuan lain yang dilakukan tempat Wajib Pajak.
b. Pemeriksaan Kantor meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun
berjalan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di Dispenda.
Pemeriksaan lapangan dapat dilakukaan secara lengkap maupun sederhana.
Sedangkan pemeriksaan kantor dapat dilakukan dengan pemeriksaan sederhana
kantor maupun pemeriksaan dengan korespondensi. Dapat disimpulkan bahwa
Dispenda telah diberi kewajiban untuk melakukan pemeriksaan kantor maupun
pemeriksaan lapangan. Dispenda tidak hanya menunggu hasil laporan dari petugas
pemungutan lapangan, namun juga harus memeriksa secara langsung bagaimana
pemungutan PBB P2 berjalan dan juga bagaimana kepatuhan agar efektifitas Wajib
Pajak dalam hal pembayaran PBB P2.
3
24
Disebutkan pada sub bab sebelumnya, bahwa terdapat rekayasa transaksi
keuangan yang telah dilakukan oleh petugas kelurahan yang sebenarnya wajib
pajak diwilayahnya belum melunasi PBB P2 100% namun petugas kelurahan
memanipulasi data yang ada dengan menggunakan dana kelurahan tersebut yang
ada, sehingga laporan yang diterima oleh petugas Dispenda kelurahan tersebut
100% lunas. Dispenda tidak pernah menindaklanjuti atau memeriksa kembali
kelapangan mengenai kebenaran laporan tersebut, sementara itu ada dalam Pasal 3
ayat 4 Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2013 tentang tentang Tata Cara
Pemeriksaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, disebutkan
bahwa apabila pelaksanaanya pemeriksaan ditemukan indikasi transaksi yang
mengandung unsur transfer princing, dan transaksi khusus lain yang berindikasikan adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan pemeriksa kantor diubah menjadi
Pemeriksaan Lapangan. Jelas bahwa menurut Peraturan Bupati tersebut, Dispenda
diwajibkan untuk melakukan Pemeriksaan Lapangan dan tidak hanya menunggu
hasil laporang petugas lapangan, atau menerima 100% seluruh laporan yang di
setorkan dari pemerintah Kecamatan dan atau Desa/Kelurahan. Dalam hal
Pemeriksaan Lapangan, Dispenda diberikan kewenangan untuk melakukan
penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak
bergerak.4
Menurut Peraturan Bupati Nomor 13 tahun 2013 pemilik objek pajak yang
tidak berada di wilayah Kabupaten Kuningan, bukanlah salah satu alasan untuk
4
25
Wajib Pajak menghindari tagihan pajak ataupun menghindari pemeriksaan. Apabila
pada saat dilakukan Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak tidak ada ditempat,
maka5:
a. Pemeriksaan tetap dilaksanakan sepanjang ada pihak yang dapat dan
mempunyai kewenangan untuk memiliki Wajib Pajak, terbatas untuk hal
yang ada dalam kewenangannya, dan selanjutnya pemeriksaan ditunda
untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya;
b. Untuk keperluan pengamanan pemeriksaan, sebelum dilakukan
penundaan Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan
penyegelan;
c. Apabila saat Pemeriksaan Lapangan dilanjutkan setelah dilakukan
penundaan, Wajib Pajak tetap tidak ada ditempat, Pemeriksaan tetap
dilaksanakan dengan terlebih dahulu meminta pegawai wajib pajak yang
bersangkutan untuk mewakili wajib pajak guna meembantu kelancaran
pemeriksaan;
d. Dalam hal pegawai wajib pajak yang diminta mewakili wajib pajak
menolak untuk membantu kelancaran pemeriksaan, pegawai wajib pajak
tersebut harus menandatangani surat pernyataan penolakan membantu
kelancaran pemeriksaan;
e. Dalam hal pegawai wajib pajak menolak untuk menandatangani surat
pernyataan penolakan membantu kelancaran pemeriksaan, pemeriksa
5
26
pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran
pemeriksaan yang ditandangani oleh pemeriksaan pajak.
Pasal diatas bahwa pegawai atau penjaga objek pajak, dapat mewakili subjek
pajak yang tidak ada di wilayah kuningan. Dispenda diberikan kewenangan untuk
menyegal objek pajak selama proses pemeriksaan. Dispenda juga dapat melakukan
penyegelan jika wajib pajak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan6. Salah
satu tindakan tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan adalah
penolakan wajib pajak untuk mengikuti proses pemeriksaan.
Pengelolaan pajak daerah pada tahun 2014 di Pemerintah Kabupaten
Kuningan tidak pernah menerapkan kewenangan yang dimiliki menurut Peraturan
Bupati. Adapun wawancara yang dilakukan dengan dispenda, langkah yang
dilakukan Dispenda dan Pemerintah Kabupaten Kuningan untuk meningkatnya
efektivitas pembayaran PBB P2 di wilayahnya, antara lain sebagai berikut7:
a. Melaksanakan sosialisasi kepada Wajib Pajak melalui media cetak,
radio maupun surat edaran tiap kecamatan atau desa;
Langkah ini telah ditempuh oleh Pemerintahan Kabupaten Kuningan
Dispenda sebagai Instansi pemungutan pajak di Daerah Kabupten Kuningan, giat
melakukan sosialisasi berupa iklan di radio yang berkerjasama dengan Pemerintah
Kabupaten Kuningan, salah satu radio yang berkerjasama yakni Radio Rasilima
Kuningan FM. Disiarkan terus menerus setiap harinya.
6 Pasaal 19 ayat 1 Peraturan Bupati Nomor 38 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
7 Hasil Wawancara dengan Kabid PBB Dispenda Kabupaten Kuningan, Tanggaal 7 November
27
b. Pemberian reward kepada petugas pemungut;
Pemberian reward ini kurang efektif terlaksana di Kabupten Kuningan. Belum ada jumlah pasti untuk reward yang diberikan petugas pemungutan PBB P2, dan juga belum ada waktu yang pasti kapan reward diberikan.
c. Memberikan rangsangan kepada Kepala Desa/Kelurahan dan Camat
dalam motivasi masyarakat untuk membayar pajak;
Rangsangan untuk kepala Desa/Kelurahaan dan Camat sudah dilakukan
setiap ada waktu untuk satu pertemuan. Tidak selalu pertemuan yang khusus
membahas tentang PBB P2.
d. Pemberian hadiah kepada wajib pajak;
Pemberian hadiah untuk wajib pajak di Kabupaten Kuningan pada tahun
2015 tepatnya bulan Agustus Kabupaten Kuningan melakukan undian berhadiah
bagi wajib pajak yang telah membayar tepat waktu PBB P2. Dengan dilakukannya
pemberian hadiah tersebut cukup menarik bagi wajib pajak dalam pembayaran PBB
P2 dengan tepat waktu, dan berjalan kedepannya Pemerintah Kabupaten Dispenda
selalu melakukan perubahan untuk pembayaran PBB P2.
Dispenda dalam melakukan tugas dan funginya dalam pemeriksaan dan
pemungutan PBB P2 dengan jumlah petugas yaitu 25 orang untuk menangani 32
Kecamatan. Hal ini tentu dirasa kurang efektif tanpa bantuan dari Camat, Lurah dan
Kepala Desa setempat. Pelaksanaan PBB P2 di lapangan seharusnya tidak lantas
membuat Dispenda begitu saja membebaskan petugas lapangan. Menurut
keterangan yang diterima dari petugas Dispenda di Kecamatan dan juga petugas
28
Kuningan tidak pernah melakukaan Pemeriksaan Lapangan secara langsung dan
turun ke lapangan untuk melihat keadaan yang ada.
Petugas Dispenda yang berada di Kecamatan dibantu oleh petugas dari
Kelurahan untuk melakukan pemungutan dan pemeriksaan dilapangan. Pada
kenyataannya, petugas dilapangan hanya menunggu Wajib Pajak melakukan
penyetoran, petugas lapangan tidak pernah melakukan pemeriksaan lapangan
secara langsung. Hal ini disebabkan tidak adanya dan insensif atapun bantuan
trasportasi bagi petugas lapangan, baik petugas Dispenda maupun petugas dari
keluruhan. Bahwa ada Intensif untuk kepala lingkungan yang membantu
menyebarkan SPPT.
Narasumber pernah mendapatkan RP.270.000,00 tapi pernah mendapat
RP.200.000,00. Tapi untuk 2 tahun ini belum mendapat insentif sama sekali. Tidak
ada jumlah dan pengaturan yang pasti tentang Intentif tersebut. Intentif pemungutan
pajak diberikan hanya sekali, di akhir tahun. Sementara itu PBB P2 yang
dikembalikan ke Desa sekitar 45%-50% untuk pembangunan. Sementara itu, dalam
Perda Pendapatan Daerah terdapat pengaturan mengenai Intentif pemungutan,
yaitu8:
a. Instansi yang melaksankan pemungutan pajak dapat diberi intentif atas
dasar pencapaian kinerja tertentu;
b. Pemberian intentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD);
8
29
c. Tata cara pemberian dan pemanfaatan intentif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan Bupati.
Intentif yang diberiakan bagi petugas pemungutan PBB P2 ini menimbulkan
sisi negatif. Petugas di Kecamatan dan Kelurahan pada dasarnya tidak ingin
mendapatkan cap jelek dari atasannya, sehingga pemerintah kecamatan dan
kelurahan melakukan hal apapun untuk menunjukan bahwa wilayahnya adalah taat
pajak. Selain, itu bagi intentif bagi wilayahnya yang telah melunasi PBB P2. Seperti
yang telah diterangkan sebelumnya, Kepentingan Kecamatan dan Kelurahan untuk
mendapatkan label lunas pajak dan mendapatkan intentif ini dapat menghambat
peningkatan kepatuhan demi terciptanya efektifitas dalam pembayaran PBB P2.
Pemerintah Kelurahan karena telah menyetorkan laporan ke Dispenda
menganggap tugasnya telah selesai. Sehingga tidak melakukan tindakan penagihan
lebih lanjut kepada wajib pajak yang masih mempunyai hutang pajak. Sedangkan
petugas Dispenda yang telah menerima laporan lunas dari petugas kelurahan tidak
melakukan peninjauan kembali ke lapangan, sehingga tidak ada tindakan apa pun
bagi wajib pajak yang masih menunggak hutang pajak.
Laporan yang diberikan oleh petugas Kelurahan Kepala Dispenda seharusnya
dapat digunakan sebagai tolak ukur bagi Pemerintah Kabupaten Kuningan
mengenai seberapa patuh wajib pajak agar efektifitas pajak daerah berjalan dengan
lancar. Namun bagi Kecamatan yang memiliki hutang pajak cukup besar dan tidak
mampu menutupi hutang pajak tersebut tidak mendapatkan teguran atau sanksi
yang tegas bagi petugas pemungut maupun wajib pajak. Dispenda sendiri tidak
30
dengan petugas pemungut maupun wajib pajak. Dispenda hanya menerima laporan
dan mengadakan pembukaan tanpa memberikan tindakan langsung bagi wajib
pajak yang menunggak bagi Kecamatan yang tidak lunas PBB P2.
Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan oleh Dispenda Kabupaten Kuningan
ini dirasa tidak cocok untuk dilakukan dalam hal pemungutan PBB P2. Selama ini
pemerintah Kabupaten Kuningan melakukan Pemeriksaan Lapangan tidak
langsung yaitu dengan cara menunggu hasil pemantauan dan laporan yang
dilakukan setahun kerja yang berada dibawah kepada atasannya. Pemeriksaan ini
mempunyai kelemahan yaitu pelaksanaannya hanya berdasarkan dari laporan
petugas lapangan saja, sedangkan petugas lapangan sendiri supaya tidak mendapat
untuk memenuhi target PBB P2 yang terutang. Pada wilayahnya hal ini berakibat,
data yang diterima oleh Dispenda suatu Desa/ Kelurahan atau suatu Kecamatan
telah lunas PBB P2, namun pada kenyataannya pelunasan dilakukan dengan uang
kas Desa/ Kelurahan, sedangkan tunggakan dari wajib pajak masih banyak yang
belum terlunasi.
Hasil penelitian yang telah diperoleh, Pemeriksaan Lapangan yang sesuai
agar pemungutan PBB P2 berjalan dengan baik adalah Pemeriksaan lapangan,
Pemeriksaan Lapangan yang melekat mempunyai arti Pemeriksaan Lapangan yang
dilakukan setiap pimpinan terhadap petugas lapangan. Pemeriksaan Lapangan ini
cukup efektif karena setiap bulannya pimpinan selalu mengawasi dan memeriksa
bawahan dalam satuan kerja yang dipimpinya. Hal ini kurangnya setoran PBB P2
bukan dikarenakan faktor dari keengganan masyarakat saja, namun juga dari faktor
31
petugas PBB P2, namun sebelum jatuh tempo setoran telah dikembalikan ke kas
Daerah tidak sampai keranah Pidana.
Tindakan pra pembayaran PBB P2 juga terdapat tindakan pembayaran pasca
pembayaran PBB P2 untuk Wajib Pajak yang tidak dapat melunasi PBB P2nya
yaitu berupa denda sebesar 2% perbulan. Namun denda tersebut tetap saja tidak
membuat Wajib Pajak jera atau segera melunasi PBB P2 terutang. Dibeberapa
Desa/ Kelurahan bahkan menerapkan sistem dengan menunjukan surat pelunasan
keterangan lunas PBB P2 untuk setiap pengurusan surat. Namun kembali karena
alasan kemanusiaan sistem itu tidak dapat diberlakukan secara intensif. Sanksi
berupa denda sebesar 2% secara tepat waktu. Pemerintah hanya mengenakan denda
tersebut ketika Kecamatan dan Desa/ Kelurahan untuk menagih secara langsung
kepada Wajib Pajak.
Selain sanksi untuk Wajib Pajak juga ada sanksi untuk aparat yang melakukan
penyelewangan PBB P2 yaitu berupa surat peringatan atas tindakan penyelewengan
yang ditangani oleh Ispektorat Kabupaten Kuningan, tidak ditemukan
penyelewengan PBB P2 oleh aparat pada tahun 2015. Namun pada tahun 2014
sempat ada penyelewengan oleh aparat di tingkat Desa/Kelurahan namun PBB P2
yang diselewengkan sudah dikembalikan sebelum jatuh tempo sehingga tidak
sampai keranah hukum. Pada saat ini Pemerintah Kabupaten Kuningan Dispenda
melakukan adanya kerjasama dengan aparat penegak hukum dalam hal menangani
tunggakan PBB P2 agar tidak terjadi adanya penyelewengan terhadap Wajib Pajak.
Mengatasi tindakan penyelewengan yang dilakukan oleh aparat tersebut salah
32
pemungut PBB P2 untuk menyetor uang hasil pemungutan 1x24 jam kepada loket
loket yang disediakan oleh Kecamatan atau Bendahara Penerimaan Dispenda,
mengingat pajak adalah uang negara kiranya perlu ada Pemeriksaan Lapangan
dalam hal penarikan PBB P2 agar proses efektifitas meningkat Pendapatan Asli
Daerah mulai dari desa dengan kabupaten. Tidak menutup kemungkinan ada
petugas pemungut yang melakukan penyelewengan terhadap setoran PBB P2,
sehingga dalam hal pemeriksaan lapangan selain Dispenda, Kecamatan dan
Kelurahan/Desa juga perlu keterlibatan Inspektorat Kabupaten.
Pelaksanaan dengan Kurangnya personil Dispenda yang berada di kecamatan
mengakibatkan kurang optimal pemeriksaan lapangan yang dilakukan pemerintah
terhadap pemungutan PBB P2. Selain itu Dispenda tidak pernah terjun ke lapangan
secara langsung untuk mengawasi atau memantau pemungutan dan pembayaran
PBB P2. Dispenda menyerahkan semua urusan pemungutan PBB P2 kepada
petugas Dispenda yang berada di Kecamatan. Intentif yang tidak memadai bagi
petugas pemungut PBB P2 dilapangan mengakibatkan petugas tidak pernah turun
langsung ke masyarakat melaikan hanya menunggu di Kecamatan dan atau
memberikan sosialisasi dalam pertemuan di