• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi dan Makna maknanan Tradisional Pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fungsi dan Makna maknanan Tradisional Pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa."

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

FUNGSI DAN MAKNA MAKANAN TRADISIONAL PADA PERAYAAN UPACARA BUDAYA MASYARAKAT TIONGHOA

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Cina.

Oleh:

Winda Sofiani Pasaribu 070710012

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si Wu Qiao ping, M.A NIP: 19600711 198903 2 001

KETUA JURUSAN

Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. NIP. 19630109 198803 2 001

DEKAN

(3)

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Cina.

Hari/ tanggal : Kamis, 16 Juni 2011 Pukul : 11.00 WIB sampai selesai Tempat : Kantor Jurusan Sastra Cina-USU

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. H. Syahron Lubis, M.A NIP: 19511013 1 197603 1 001 Panitia Ujian

(4)

ABSTRACT

The title of the paper is “Fungsi dan Makna Maknanan Tradisional pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa”. In This paper, the writer is trying to analyze the function and meaning of tradisional food’s chinese for the example, basket cakes, bakchang cakes, moon cakes, and cenil cakes, concerning to chinese culture ceremonial: Chinese New Year Festival, Bakchang Festival, Moon Cake Festival, and Eating Cenil Festival.

The concept of the paper is talking about tradisional food to chinese cultural ceremonial. The methodology of the paper used analyze function and meaning of traditional food is descriptive method. The theory used in this paper is funcition to see how function and meaning of tradisional food to chinese cultural ceremonial. The result of analyze show that the funcition of tradisional food as course forefathers, ij has been used since a long time ago and the meaning of tradisional food to indicate the expectations paced sweat’s life in the coming year.

Key Words: Chinese Culture; Tradisional Food; Festival Ceremony of the

(5)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis mengucap puji syukur kepada Allah SWT karena berkat dan karunianya sehingga penyusunan dan penulisan skripsi dapat terlaksana dengan baik dan dengan sesuai dengan apa yang ditulis harapkan sebelumnya.

Penulis merasa bahwa sekripsi yang berjudul “Fungsi dan Makna maknanan Tradisional Pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa” ini masih belum lengkap, baik dari segi isi, susunan maupun tutur kata dan bahasanya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan dan daya serappenulis yang terbatas. Untuk itu penulis masih tetap terbuka untuk menerima saran dan kritik yang dapat memperbaiki dan melengkapi isi dari skripsi ini dengan segala kerendahan hati.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengalami banyak hambatan mulai dari perencanaan sampai penyelesaiannya. Tetapi berkat ketekunan serta dorongan bagi berbagai pihak baik moril maupun materil, skripsi ini dapat penulis selesaikan.

Dalam kesempatan ini penulis pengucapkan banyak terimah kasih kepada: 1. Orangtuaku tercinta, ayahanda Darwin pasaribu (Alm), dan ibunda

Fatimawarni yang setia mendampingi penulis saat menulis skripsi hingga larut malam, serta dukungan moral, material, kasih sayang dan doa yang selalu dilimpahkan kepada penulis.

(6)

tidak pernah menyerah dalam penyusunan skripsi ini, semoga kita semua menjadi anak yang taat kepada orang tua dan berguna bagi nusa dan bangsa ( Thank you very much My Brother..), serta keduan keponakanku tersayang Dafa P Pasaribu, Gadiza br pasaribu.

3. Ibu Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si. selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan dukungan, masukan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini serta kesabaran pembimbing penulis, laoshi Wu Qiao Ping, M.A. dan laoshi Liu Jing feng, M.A. selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktunya bagi penulis untuk mengajari penulis tentang penyusunan skripsi dalam bentuk bahasa Cina, dan telah banyak memberi masukan serta saran-saran mulai dari proposal sampai dengan selesai skripsi ini.

4. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. selaku ketua jurusan Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

6. Kakak Tri yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan administrasi.

(7)

8. Teman-teman mahasiswa di Departemen Sastra Cina Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara stambuk 2007, khususnya Eny, Ririn, Ayu, sari dan Yana, terima kasih telah menjadi sahabat yang baik bagi penulis dan senantiasa memacu dan memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Rekan-rekan, sahabat dan adik-adik Sastra Cina yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu mengingatkan untuk sesegera mungkin untuk menyelesaikan skripsi ini, dan terima kasih buat dukungan dan dukungannya.

10.Teman-teman sepermainan dan sepelayanan penulis,khususnya Rahnum, dan Vidya terimah kasih buat doa dan semangat yang telah diberikan penulis hingga selesainya skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Juni 2011 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Pembatasan Masalah...5

1.3 Rumusan Masalah...5

1.4 Tujuan Penelitian...6

1.5 Manfaat penelitian...6

1.5.1 Manfaat Teoritis...6

1.5.2 Manfaat Praktis...7

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 8 2.1 Tinjauan Pustaka...8

2.2 Konsep...9

2.2.1 Makanan Tradisional...10

2.2.2 Upacara Budaya...11

2.2.3 Masyarakat Tionghoa...13

2.3 Landasan Teori...15

2.3.1 Fungsionalisme Kebudayaan...16

(9)

BAB III METODE PENELITIAN... 19

3.1 Metode penelitian...19

3.2 Tehnik Pengumpulan Data...20

3.1.1 Wawancara...20

3.1.2 Studi Kepustakaan...21

3.3 Tehnik Analisis data...22

3.4 Data dan Sumber Data...23

3.5 Lokasi Penelitian...24

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

4.1 Hasil...25

4.2 Pembahsan...25

4.2.1 Gambaran Umum Masyarakat Tionghoa...25

4.2.2 Sejarah Upacara-Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa...29

4.2.1 Perayaan Imlek...29

4.2.2 Perayaan Makan Bakchang...31

4.2.3 Perayaan Kue Bulan...32

4.2.4 Perayaan Makan Cenil...33

4.2.3 Jenis-jenis Makanan Tradisional...35

4.3.1 Kue Keranjang...35

4.3.2 Kue Bakchang...37

4.3.3 Kue Bulan...38

4.3.4 Kue Cenil...39

(10)

4.2.5 Makna Makanan...43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 47

5.1 Kesimpulan...47

5.2 Saran...48

(11)

ABSTRACT

The title of the paper is “Fungsi dan Makna Maknanan Tradisional pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa”. In This paper, the writer is trying to analyze the function and meaning of tradisional food’s chinese for the example, basket cakes, bakchang cakes, moon cakes, and cenil cakes, concerning to chinese culture ceremonial: Chinese New Year Festival, Bakchang Festival, Moon Cake Festival, and Eating Cenil Festival.

The concept of the paper is talking about tradisional food to chinese cultural ceremonial. The methodology of the paper used analyze function and meaning of traditional food is descriptive method. The theory used in this paper is funcition to see how function and meaning of tradisional food to chinese cultural ceremonial. The result of analyze show that the funcition of tradisional food as course forefathers, ij has been used since a long time ago and the meaning of tradisional food to indicate the expectations paced sweat’s life in the coming year.

Key Words: Chinese Culture; Tradisional Food; Festival Ceremony of the

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Masalah

Budaya secara harfiah berasal dari bahasa latin yaitu colere yang memiliki arti bercocok-tanam (cultivation) atau disebut juga mengerjakan tanah, mengelolah, memelihara ladang (Poerwanto, 2005:51). Selain itu budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari budhhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan

akal manusia (koentjaraningrat, 1982:9).

Kebudayaan dapat didefenisikan sebagai sebuah sistem, di mana sistem itu terbentuk dari perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran. Dan hal ini berkaitan erat dengan adanya gerak dari masyarakat, dimana pergerakan yang dinamis dan dalam kurun waktu tertentu akan menghasilkan sebuah tatanan ataupun sistem tersendiri dalam kumpulan masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat (1987: 98), “... budaya adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.”

(13)

Dalam sudut pandang Antropologi (Ihroni 2006:35), makanan merupakan konsep kebudayaaan. Oleh karena itu makan bukan sebagai bahan produksi organisme dengan kualitas-kualitas bahan kimia melainkan bagian dari mempertahankan hidup yang ditentukan oleh masing-masing kebudayaan.

Makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa. Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga fungsi sosial, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat setempat, karena itu makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek makanan tersebut merupakan bagian-bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat. Makanan tradisional dapat digunakan sebagai aset atau modal bagi suatu bangsa untuk mempertahankan nilai kebiasaan dari suatu masyarakat yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri.

Di Indonesia terdapat beranekaragam kebudayaan, yang setiap kebudayaan menjadi bagian dari suku bangsa atau subsuku bangsa tertentu. Kemajemukan kebudayaan itu sendiri tentu melahirkan orientasi yang majemuk pula, oleh kerena salah satu fungsi kebudayaan bagi masyarakat adalah sumber nilai yang menjadi objek orientasi (Bangun 1981:12).

Indonesia memiliki berbagai etnis, salah satunya adalah etnis Tionghoa. Yang dibagi dalam beberapa subsuku, seperti Hokkian, Teo-Chiu, Hakka dan Kanton. Seperti kita ketahui perayaan budaya etnis Tionghoa yang sudah diakui sebagai hari libur nasional, salah satunya adalah perayaan Tahun Baru Imlek.

(14)

membuat masakan, melainkan sebuah seni, mulai berbagai macam teknik pengolahan hingga cara penyajiannya. Tidak hanya itu, masing-masing juga memiliki sejarah dan legendanya sendiri dalam pembuatan makanan tersebut.

Tradisi etnis Tionghoa dalam mengenai perayaan upacara budaya, yang selalu mereka melaksanakan dan di manapun mereka berada selalu mengingat tradisi ini dan tidak pernah mereka tinggalkan. Misalnya dalam upacara budaya, perayaan Imlek, perayaan Makan Bakchang, perayaan Kue Bulan, dan perayaan Makan Cenil, yang dikaitkan dengan makanan tradisional, kue Keranjang, kue Bakchang, kue Bulan, kue Cenil.

Sesuai perkembangan zaman, makanan tradisional dalam perayaan upacara banyak mengalami perubahan rasa, bentuk, dan jenisnya. Dahulu masyarakat Tionghoa di Medan, makanan tradisional hanya membuat satu bentuk, dan satu jenis makanan saja. Akan tetapi terjadi perubahan sesuai dengan perkembangan budaya manusia. Kedatangan masyarakat Tionghoa ke Indonesia, khususnya di kota Medan, dapat menyesuaikan kebudayaannya dengan kebudayaan setempat, mereka dapat beradaptasi dengan kebudayaan yang ada di lingkungan tersebut.

Pendapat di atas didukung oleh pernyataan Ihroni (1996:32),

(15)

Makanan sebagai lambang peradaban, jadi salah satu bagian terpenting dalam sebuah perkembangan tradisi. Setiap perayaan upacara budaya Cina, ada banyak hidangan yang disajikan. Serba manis, serba gurih, bentuk dan penuh dengan warna. Untuk menandakan harapan-harapan yang serba indah dan serba manis di hasil usaha pada tahun yang akan datang. Serta maempunyai makna dari makanan tradisional dengan harapan juga seperti, umur panjang, kemakmuran, kesehatan, keberuntungan, dan kebahagiaan, jadi deretan harapan yang juga disemaikan dalam hati semua orang yang merayakannya.

Dalam sajian pelaksanaan upacara budaya masyarakat Tionghoa selalu lekat dari makanan tradisional, yang selalu disajikan untuk mengiringi pelaksanaan upacara budaya. Masyarakat Tionghoa masih saja mempertahankan nilai tradisinya dan tetap menghargai budaya mereka dalam bentuk perayaan upacara budaya serta makanan tradisionalnya. Mereka juga masih saja mempercayai fungsi dan makna makanan tradisional pada upacara budaya tersebut. Disinilah penulis ingin mengungkapkan dan tujuan penelitian ini, agar masyarakat bisa tau lebih jelas, apa fungsi dan makna makanan tradisional yang disajikan dalam perayaan upacara budaya masyarakat Tionghoa.

Kajian mengenai fungsi Makanan tradisional yang disajikan dalam perayaan upacara budaya masyarakat Tionghoa.

(16)

Dengan demikian penulis membuat judul penelitian ini : Fungsi dan Makna Makanan Tradisional pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa.

1.2 Batasan Masalah

Pada penelitian ini, penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian akan mencoba melihat fungsi dan makna empat jenis makanan tradisional: kue Keranjang, kue Bakchang, kue Bulan, dan kue Cenil. Sesuai dengan perayaan-perayaan upacara budaya Cina, sebagai berikut: Perayaan Imlek, Perayaan Kue Bakchang, Perayaan Kue Bulan, dan Perayaan Makan Cenil.

Penentuan ke empat makanan itu berlatar belakang dominasi ke empat perayaan tersebut dalam perayaan-perayaan upacara budaya yang ada di Indonesia. Dalam arti perayaan-perayaan upacara budaya tersebut adalah yang paling meriah dirayakan oleh masyarakat Tionghoa. Tradisi upacara budaya ini dilakukan di rumah penduduk, dan di tempat ibadah (Vihara). Pulo Brayan Jln. Yosudarso di Kecamatan Medan Timur, Provinsi Sumatera Utara.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan ruang lingkup penelitian di atas, masalah yang ingin dibahas dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

(17)

2. Bagaimana makna makanan tradisional pada upacara perayaan (Imlek, Makan Bakchang, Kue Bulan, dan Makan Cenil).

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui fungsi makanan tradisional pada upacara perayaan (Imlek, Makan Bakchang, Kue Bulan, dan Makan Cenil).

2. Untuk mengetahui makanan tradisional pada upacara perayaan (Imlek, Makan Bakchang, Kue Bulan, dan Makan Cenil).

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap fungsi dan makna makanan tradisional pada perayaan upacara dalam budaya etnis Tionghoa, adalah:

1. Memberi informasi kepada masyarakat luas, bahwa makanan tradisional itu dipengaruhi oleh kebiasaan makan masyarakat dan menyatu didalam sistem sosial budaya berbagai golongan etnik di daerah-daerah, dan harus tetap kita lestarikan dalam suatu masyarakat.

(18)

masyarakat Tionghoa telah memberikan kepada kita pemahaman budaya yang harus tetap dilestarikan.

3. Menjadi sumber rujukan bagi peneliti lain dalam mengungkapkan penelitian budaya ilmu pengetahuna fokus objek material yang sama.

1.5.2 Manfaat Praktis

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

Penjelasan dalam bab II ini yang terdiri dari tinjauan pustaka, konsep, dan landasan teori tentang Fungsi dan Makna Makanan Tradisional pada perayaan upacara budaya masyarakat Tionghoa.

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari (KBBI, 2003:1198). Pustaka adalah kitab-kitab; buku; buku primbon (KBBI, 2003:912)

Ani Rostyati, jurnal (2005) : Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Pada Masyarakat Cina Benteng. Jurnal ini menjelaskan masyarakat Cina Benteng, dikatakan bahwa masih memegang teguh adat kebiasaan mereka tentang naluri atau tradisi yang telah diwariskan turun temurun dari generasi sebelum-nya. Prosesi upacara yang dilaksanakan memang tidak terlalu besar, tapi tetap dilakukan dengan khidmat tanpa meninggalkan esensi dari tujuan upacara tersebut. Fungsi dari upacara tradisional tersebut, yaitu memiliki fungsi spiritual dan fungsi sosial.

(20)

Sandra, skripsi (2010) : Bahasa Nonverbal Sebagai Makna Warna Dalam Etnis Tionghoa Dalam Perayaan Imlek di Kecamatan Medan Petisah. Sekripsi ini menggunakan teori Barthes tentang pemaknaan tahap kedua pada sebuah tanda dan teori Peirce tentang tiga hubungan tanda.

Dari uraian diatas, penelitian terhadap Fungsi dan Makna Makanan Tradisional Pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa menggunakan teori Fungsionalisme serta pendekatan teori Fungsionalisme Malinowski sama sekali belum pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Malinowski merasa bahwa fungsi terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.

2.2 Konsep

Pengertian konsep dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:588) adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Konsep merupakan definisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan variabel-variabel mana yang kita inginkann, untuk menentukan hubungan empiris.

(21)

2.2.1 Makanan Tradisional

Makanan adalah sesuatu benda yang bahan bakunya berasal dari hewan atau tumbuhan, yang dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan. Tanpa makanan, makhluk hidup akan sulit dalam mengerjakan aktivitas sehari-harinya.

Makanan merupakan wujud dari kebudayaan manusia, karena dalam proses pengolahan bahan-bahan mentah sehingga menjadi makanan. Begitu pula dalam perwujudanya, cara penyajiannya dengan mengkonsumsinya sampai menjadi tradisi. Semua hal itu hanya mungkin terjadi karena adanya dukungan dan adanya hubungan yang saling terkait dengan berbagai aspek yang ada dalam kehidupan sosial dan dengan berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat tertentu.

Makanan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan citarasa khas yang diterima oleh masyarakat.

Makanan tradisional adalah makanan dan minuman, termasuk makanan jajanan serta bahan campuran atau ingredients yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia (Nuraida dan Dewanti-Hariyadi, 2001).

(22)
[image:22.595.240.388.171.344.2]

Gambar 1 Segitiga 2.2.2 Up Bu didalamny adat istiad sebagai an Da suatu kon kelahiran warga rata keterangan kejadian y 1.

a Levi-Stra

pacara Bud udaya atau ya terkandu dat dan kem nggota masy alam (Ihron nsep antrop sampai kem a-rata, meru n mengena yang diang Maka

auss yang te Po

daya u kebudaya ung ilmu pe mampuan yan yarakat. ni, 2006-xxi pologi bud matian. Me upakan sala ai suatu k ggap pentin

anan dan K Matang/m

erdiri dari ourri (ferm

aan adalah engetahuan, ng lain sert

i) siklus hid daya yang elukiskan si

ah satu car kebudayaan. ng dalam k

Kebudayaan masak Cuit (men mentasi). h keselurua kepercayaa a kebiasaan

dup pada m berarti lin iklus hidup a yang dap . Khususny kebudayaan

n

tah), CRU

ah yang k an, kesenian n yang didap

masyarakat T ngkaran hid dari warga pat mengung ya, diperha yang bers (masak), d kompleks, n, moral, hu pat oleh ma

(23)

upacara-upacara yang menandakan perubahan kedudukan para warga masyarakat, atau upacara peralihan.

Upacara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:1994) adalah 1. Tanda-tanda kebesaran, 2. Peralatan menurut adat istiadat, 3. Rangkaian tindakan atau perbuatan yang terkait kepada aturan-aturan tertentu menurut adat atau agama, 4. Perbuatan yang dilakukan atau diadakan sehubungan dengan peristiwa penting.

Istilah upacara budaya dalam penelitian ini merupakan sebuah kegiatan yang bersifat sosial. Banyak sekali peradatan dan upacara perayaan ini, yang masih tetap dilakukan oleh masyarakat Tionghoa dalam setahun. Masyarakt Tionghoa masih mempertahankan tradisi leluhur, bukan hanya dibelahan Asia saja. Di negara maju seperti Indonesia sekalipun, masyarakat Tionghoa masih tetap teguh melaksanakan tradisinya.

Menurut Lina Wang (dalam Wikepedia), wanita profesional yang mengerti banyak tentang peradatan Tionghoa masyarakat. Dan menurutnya juga ada 8 macam hari-hari besar Tionghoa yang masih terus dirayakan dengan peradatan serta menyajikan makanan sebagai sajian dalam upacara tersebut yaitu:

1. Perayaan Musim Semi/ Imlek (Chun jie), biasanya jatuh pada tanggal 1 di bulan 1 kalender lunar Cina.

2. Perayaan Lampu Lampion/Capgomeh (Yuan Xiao), biasanya jatuh pada tanggal 15 di bulan 1 kalender lunar Cina.

(24)

4. Perayaan Lomba Perayu naga/Makan Bakcang (Duanwu Jie), biasanya jatuh pada tanggal 5 di bulan 5 kalender lunar Cina.

5. Perayaan Valentine Cina (Qiqiao Jie), biasanya jatuh pada tanggal 7 di bulan 7 kalender lunar Cina.

6. Perayaan Kue Bulan ( Zhongqiu Jie), biasanya jatuh pada tanggal 15 bulan 8 kalender lunar Cina.

7. Perayaan tanggal 9 bulan 9/ Hari Orangtua (Chongyang Jie), biasanya jatuh pada tanggal 9 bulan 9 kalender lunar Cina.

8. Perayaan Makan Cenil (Dong Jie), biasanya jatuh pada tanggal 21 atau 22 bulan 12 kalender lunar Cina.

Sebagian dari perayaan upacara budaya yang diadakan etnis Tionghoa, memiliki banyak cerita legenda-legenda asal muasal terjadinya upacara perayaan ini. Dan ada juga yang menyebutkan sebagai mitos saja. Dan penulis hanya mengambil beberapa perayaan sebagai bahan tulisan ini, perayaan Imlek, perayaan makan Bakcang, perayaan kue Bulan, dan perayaan makan Cenil.

2.2.3 Masyarakat Tionghoa

Masyarakat adalah suatu kesatuan manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, di mana setiap anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama (Kontjaraningrat, 1985:60).

(25)

mencapai persatuan dan integrasi melalui kebudayaan anggota masyarakat perlu belajar dan memproleh warisan kebudayaan, termasuk apa yang diharapkan oleh mereka dalam suatu keadaan tertentu.

Tionghoa adalah adat istiadat yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia berasal dari kata zhinghuo dalam mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.

Suku bangsa Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.

Suku bangsa Tionghoa di Indonesia terbiasa menyebut diri mereka sebagai Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongyin (Hakka). Sedangkan

dalam dialek Mandarin disebut Tangren (bahasa Indonesia : Orang Tang). Ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa di Indonesia mayoritas berasal dari Tiongkok Selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang tang, sedangkan Tiongkok Utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi, hanyu piyin : hanren, bahasa Indonesia: Orang han).

(26)

yang berkembang di masyarakat. Makanan yang berupa sajian dalam upacara tradisional masyarakat Tionghoa adalah dunia simbolis. Cassirer (dalam Sartini, 2006) mengatakn bahwa “...dunia simbolis manusia dapat terungkap melalui bahasa, mitos, seni,dan religi atau agama.”

Pada awalnya bermacam-macam perayaan ini mempunyai sejarah sendiri-sendiri, kemudian hal ini mengalami perubahan kareana pengaruh dari berbagai agama di sekililing masyarakat Tionghoa. Secara umum, agama dan kepercayaan masyarakat Tionghoa dapat dikelompokkan (1) Konghucu, (2) Taoisme dan Budha, (3) kristen Protestan, (4) Kristen katolik, (5) Islam, (6) Ajaran Tridharma.

2.3 Landasan Teori

Teori merupakan yang alat terpenting dari suatu pengalaman. Tanpa teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Teori adalah landasan dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian didalam ilmu pengetahuan.

(27)

2.3.1 Fungsionalisme Kebudayaan

Untuk melihat fungsi “Makanan Tradisional” pada perayaan upacara budaya masyarakat Tionghoa penulis menggunakan teori Fungsionalisme Kebudayaan. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan

dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi (pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi-institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.

2.3.2 Bronislaw Malinowski

Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski (1884-1942). Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganlisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teri fungsionalisme kebudayaan, atau a funcitional theory of culture. Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat,

ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun 1942. Sayang tahun itu ia juga meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun selepas itu (Malinowski 1944).

Bagi Malinowski (Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi,

(28)

terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.“ Pandangan Malinowski (Ihroni, 2006), fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi (melahirkan keturunan), merasa enaq badan (bodily comfort),keamanan, kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua (derived needs), kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.

Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi mengenai kebudayaa Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranata-pranata sosial menjadi mantab juga. Dalam hai itu ia membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tongkat abstraksi (Koentjaraningrat, 1987:167), yaitu:

(29)

2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga , masyarakat yang bersangkutan;

3. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu.

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Menurut Djajasudarma (1993:3), metode penelitian merupakan alat, prosedur, dan teknik yang dipilih dalam melaksankan penelitian (dalam menggunakan data). Metode memiliki peran yang sangat penting, metode merupakan syarat atau langkah-langkah yang dilakukan dalam sebuah penelitian.

Metode penelitian yang penulis gunakan dalm penelitian makanan tradisional dalm perayaan upacara budaya masyarakat Tionghoa adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini bersifat deskriptif, bertujuan menjelaskan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau ntuk menentukan frekwensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala lain dalam masyarakat. Dalam hal ini mungkin sudah ada hipotesa-hipotesa, mungkin juga belum, tergantung dari sedikit banyaknya pengetahuan tentang masalah yang bersangkutan (Koentjraningrat, 1991:29).

(31)

3.2 Tehnik Pengumpulan Data 3.2.1 Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah tehnik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan brtanya secara langsung kepada subjek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Koentjaraningrat (1981:136) yang mengatakan, ”...kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi tiga kelompok yaitu: persiapan wawancara, tehnik bertanya dan pencatat data hasil wawancara.”

Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat tersebut, maka penulis juga mengacu pada pendapat Soehartono (1995:67) yang mengatakan,“...wawancara adalah tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung oleh pewawancara, jawaban responden akan dicatat atau direkam dengan alat perekam (tape recorder).”

Koentjaraningrat (1981:139) juga menemukakan bahwa wawancara itu sendiri terdiri dari beberapa bagian yaitu,

“...Wawancara terfokus, bebas dan sambil lalu. Wawancara terfokus diskusi berpusat pada pokok permasalahan. Dalam wawancara bebas diskusi langsung dari suatu masalah ke masalah lain tetapi tetap menyangkut pokok permasalahan. Wawancara sambil lalu adalah diskusi langsung yang dilakukan untuk menambah/melengkapi data yang sudah terkumpul.”

(32)

daftar pertanyaan dan pencatat hasil wawancara penulis lakukan begitu mendapat jawaban dan yang tidak sempat dicatat masih bisa didengarkan dari hasil rekaman. Wawancara penulis lakukan dengan beberapa orang yang menjadi populasi penelitian yaitu:

1. Wawancara dengan salah satu seorang tokoh masyarakat Tionghoa, yaitu bapak A Heng, untuk mendapatkan informasi mangenai perayaan upacara budaya yang mereka laksanakan.

2. Wawancara dengan salah satu masyarakat Tionghoa, yaitu ibu Linda, untuk mandapatkan data-data mengenai jenis makanan apa saja yang selalu disajikan dalam upacara budaya.

3. Wawancara dengan sebagai salah satu seorang juru masak, ibu Marina Yang selalu memasak kue bulan, untuk mendapatkan informasi cara membuat, rasa, dan bentuknya.

Pada saat peroses wawancara berlangsung penulis menerapkan metode wawancara bebas. Dimana pertanyaan-pertanyaan yang penulis ajukan kepada informan berlangsung dari satu masalah ke masalah lain tetapi tidak keluar dari topik permasalahan.

3.2.2 Studi Kepustakaan

(33)

hasil wawancara. Sumber bacaaan atau literatur itu dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain itu sumber bacaan yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, jurnal, makalah, aritkel dan berita-berita dari situs internet.

3.3 Tehnik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan diupayakan untuk memperdalam atau mengintrprestasikan secara spesifik dalam rangka menjawab keseluruhan pertanyaan penelitian.

Adapun proses yang dilakukan adalah:

1. Mewawancarai beberapa tokoh masyarakat Tionghoa, untuk memudahkan penulis untuk mengerjakan tulisan ini, serta mendapatkan informasi tentang perayaan upacara budaya yang mereka laksanakan, beserta makanan tradisionalnya.

2. Mengumpulkan buku-buku atau jurnal-jurnal yang diharapkan dapat mendukung tulisan ini kemudian memilih data yang diangggap paling penting dan penyusunannya secara sistematis. 3. Berdasarkan data-data yang diambil, lalu penulis dapat membuat

(34)

3.4 Data dan Sumber Data

Di dalam setiap penelitian, data yang menjadi patokan yang sangat penting bagi setiap penulis untuk mendapatkan informasi. Dalam penelitian ini, sumber data primer yang diambil adalah:

Data Primer : Bapak A Heng Profesi : Pedagang

Alamat : Jln. Yos Sudarso no 76 Pulo Brayan Medan

Data Primer : Ibu Linda

Profesi : Wiraswasta

Alamat : Jln. Yos Sudarso no 16 Pulo Brayan Medan

Sumber data sekunder yang diambil adalah:

Data Sekunder : Mengenal Adat istiadat Tionghoa Halaman : 98 halaman

Percetakan : PELKRINDO Penerbit : Alex Media Komputindo Tahun : 1996

Warna : Kuning

Data Sekunder : Mandarin Ceria 1, Kue Bulan Halaman : 32 halaman

(35)

Penerbit : Gramedia Tahun : 2009

Warna : Biru putih bergambar

3.4 Lokasi Penelitian

(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab empat ini terdiri ats hasil dan pembahasan tentang Fungsi dan Makna Makanan Tradisional pada Perayaan Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa. 4.1 Hasil

Dari hasil pembahasan Fungsi dan Makna Makanan Tradisional pada upacara budaya, berdasarkan teori Fungsionalisme Malinowski bahwasanya makanan tradisional pada upacara budaya, merupakan fungsi terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Gambaran Umum Masyarakat Tionghoa

Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut juga Cina) di Indonesia adalah salah satu etnis pendatang di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: 唐人, "orang Tang"). Hal ini

(37)

Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: 漢人, hanyu pinyin:

hanren, "orang Han").

Leluhur orang Tionghoa Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Cina. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya.

Selama Orde Baru dilakukan penerapan ketentuan tentang Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, atau yang lebih populer disebut SBKRI, yang utamanya ditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI) etnis Tionghoa beserta keturunan-keturunannya. Walaupun ketentuan ini bersifat administratif, secara esensi penerapan SBKRI sama artinya dengan upaya yang menempatkan WNI Tionghoa pada posisi status hukum WNI yang "masih dipertanyakan".

(38)

sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.

Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia, sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sangat majemuk. Ratusan suku yang berstatus penduduk asli dan pendatang mendiami pulau-pulau di Indonesia yang jumlahnya ribuan pulau. Suku yang mendiami daerah tertentu dengan jangka waktu yang lama mengakibatkan sebuah lingkungan mempunyai corak kelompok suku tertenetu.

Ciri yang akan diberikan oleh suku-suku tersebut pada dasarnya adalah unsur budaya, sering ditunjukkan pada aktivitas tiap harinya yang bernilai positif. Seperti masyarakat Cina di Medan, di kenal dengan aktivitasnya dominan pada dunia perdagangan. Demikianlah etnis Cina akan menjadi teladan bagi masyarakat lainnya dalam bidang perdagangan dan mempunyai banyak sekali upacara budaya.

(39)

berbagai etnis. Kota medan menjadi salah satu kota yang dimaksud, kota yang dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya yang beragam, seperti etnis Karo, Melayu, Batak Toba, etnis Jawa, etnis Aceh, etnis Cina, dan kelompok suku pendatang lainnya.

Etnis Tionghoa di Medan adalah salah satu etnis yang sudah lama datang ke Medan jauh sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaan, dan salah satu yang memberikan perannya terhadap perkembangan di kota Medan. Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya maka secara otomatis masyarakat Cina tersebut menjadi warganegara Indonesia.

Sejak kemerdekaan 17 Agustus 1945, dasar negara Indonesia adalah Pancasila yang bermottokan Bhinneka Tunggal Ika, yang menjamin hak semua kelompok etnis untuk hidup berdampingan dan pengakuan negara sebagai warga terhadap etnis-etnis yang ada di Indonesia, salah satunya adalah masyarakat Cina yang sudah lama tinggal di Medan. Masa peralihan adalah tema yang sangat memberikan kesempatan kepada etnis Cina, baik dari perkembangan ekonomi maupun dari status sosial. Masa ini sangat mendukung terhadap status sosial masyarakat Cina sebelumnya yaitu sebelum merdeka, dimana belanda telah memfokuskan aktivitas etnis Tionghoa dalam bidang perdagangan.

(40)

perkebunan dari masyarakat, lalu memperdagangkannya kepada pengusaha Belanda.

4.2.2 Sejarah Upacara-Upacara Budaya Masyarakat Tionghoa

Budaya Cina adalah salah satu budaya tertua di dunia. Budaya Cina ini memiliki budaya tradisional yang banyak, dan kaya sekali dengan sejarah panjangnya. Ciri khas dalam budaya Cina ini mempunyai nuansa tersendiri dari makanan, seni, dan pertunjukan upacara budaya lainnya. Dalam Perayaan upacara budaya Tionghoa berasal dari pembangunan kuno, dan kehidupan sosial mereka yang sangat erat dalm setiap melaksanakan suatu perayaan budaya.

Salah satu budaya yang paling menonjol adalah upacara-upacara budaya, yang selalu mereka rayakan setiap tahunnya. Sebagai peradaban kuno, upacara budaya bagi mereka sangatlah penting. Dikatakan penting, karena upacara budaya ini memiliki sejarah dan legenda tersendiri. Mereka mencerminkan bahwa budaya-budaya yang mereka miliki sangat berpengaruh keseluruh dunia, dan selalu memegang tradisi ini dari generasi ke generasi. Sehingga budaya yang mereka miliki, tetap dilaksanakana bagi masyarakat Tionghoa di mana pun mereka tinggal. Berikut sejarah dalam perayaan budaya masyarakat Tionghoa:

4.2.2.1 Perayaan Imlek

(41)

Baru Imlek sebagai hari libur nasional tak bisa dilepaskan dari statusnya sebagai hari besar agama. Selain mempererat umat Konghucu, Buddha dan Taoisme, makna penting perayaan Tahun baru Imlek juga lebih luas lagi terhadap persaudaraan lintas agama. Dan lima belas hari di Tahun yang baru yaitu dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 15. Dalam perayaan ini masih kuat sekali sifat ritualisasinya.

Sejarah Imlek masyarakat Tionghoa yang belum seberapa banyak diketahui orang memang sangat dimaklumi. Sejarah Imlek kian ramai dicari khususnya di Indonesia, semenjak diresmikannya Hari Raya Imlek ini oleh mantan presiden RI, Bpk Gus Dur. Berikut Sejarah Imlek:

Dari kitab-kitab tua berbahasa mandarin, bahwa perayaan tahun baru Imlek bukanlah tradisi sekarang, akan tetapi sudah diwariskan ratusan tahun yang lalu. Banyak versi yang menceritakan awal tradisi perayaan tahun baru Imlek, sesuai dengan daerah asalnya, namun yang lebih populer yakni dimulai pada masa Kaisar Chin Che Huang (246-210 BC). Tahun baru Imlek dirayakan di daratan Tiongkok sudah sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan ada versi lain yang menyebutkan sebelum Kaisar Chin Che Huang pun sudah dirayakan, hanya masih belum merata di masyarakat, antara lain pada masa Huang Ti Yu (2698 BC). Hanya pada masa Kaisar Chin Che Huang, sudah merata di masyarakat Tiongkok, dengan semangat persatuan dan kesatuan.

(42)

menjadi Festival Musim Semi (Kuo Chun Ciek). Bahkan, festival ini resmi ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari besar nasional, yang akan dirayakan setiap tahun. Dan tahun baru imlek dirayakan secara resmi mengikuti tahun baru masehi.

Walaupun sudah dirubah namanya sejak tahun 1911, karena perayaan tahun baru Imlek sudah memasyarakat, sudah membudaya ribuan tahun di masyarakat, yang dirayakan turun temurun, sehingga perayaan tahun baru Imlek tetap dilangsungkan. Sementara perayaan tahun baru masehi, tidak semeriah tahun baru Imlek disaat itu.

Dan sampai sekarang pun, perayaan tahun baru Imlek tersebut masih meriah dilaksanakan, termasuk di kalangan masyarakat Tionghoa di daerah ini. Dalam kalendar Tionghoa, awal tahun dimulai antara akhir Januari dan awal Februari, itulah mengapa perayaan tahun baru Imlek selalu berbeda setiap tahun. Metode yang populer dimana kita dapat melihat metode siklus ini adalah perekaman tahun ke dalam dua belas tanda hewan.

4.2.2.2 Perayaan Makan Bakchang

Perayaan ini biasanya jatuh pada tanggal 4 atau tanggal 5 bulan april. Menurut penanggalan Imlek, hari Duan Wu atau disebut perahu naga, mungkin kalau di Indonesia lebih dikenal sebagai hari Peh Cun yang terkenal akan Bakchangnya.

(43)

diperkirakan hari Duan Wu berawal dari peringatan Qu Yuan hingga tersebar luas. Pada masa Zhan Guo (Negara Saling Berperang, tahun 403 – 221 SM), Raja Chu Huai menolak prakarsa Qu Yuan untuk berkoalisi dengan Negara Qi dan berperang melawan Qin, namun diperdayai oleh Zhang Yi ke Negara Qin, ia dipaksa merelakan wilayah berikut kota-kotanya. Raja Qu Huai selain merasa dipermalukan juga terhina, menjadi risau hatinya dan tak lama terserang penyakit dan mangkat di Negara Qin.

Qu Yuan yang setia lagi-lagi mengusulkan secara tertulis kepada sang pengganti: Raja Qing Xiang, dengan harapan beliau bisa menjauhi para pejabat pengkhianat, akan tetapi Raja Qing Xiang selain tidak bisa menampung aspirasi tulus Qu Yuan, malah membuangnya. Negara Qin melihat peluang sudah matang dan dengan segara mengirimkan bala tentara, dalam waktu singkat maka Negara Qu telah kehilangan sebagian besar teritorialnya, rakyatnya dibantai. Qu Yuan yang masih setia, menyaksikan semuanya ini, hatinya bagaikan teriris, dalam kesedihan yang amat sangat maka pada tahun 278 SM, kalender Imlek tanggal 5 bulan 5, dia bunuh diri dengan menceburkan dirinya ke Sungai Mi Luo.

4.2.2.3 Perayaan Kue Bulan

(44)

Kue bulan bermula ketika cina dibawah penjajahan Mongolia. Pada akhir rejim mereka, pemerintahan sangatlah buruk. Raja hidup berhura-hura, padahal rakyat mereka penuh penderitaan. Saat keadaan ekonomi negara kacau, ada beberapa aktivis menyerukan revolusi. Sebuah revolusi direncanakan. Namun, karena pengawasan yang ketat dari pemerintahan mongolia, pesan dan surat dari para pemberontak tidak mungkin disebarkan. Akhirnya seorang aktivis bernama Chu Yuen-chang, dan deputi seniornya, Liu Po-wen memperkenalkan sejenis makanan yang disebut "kue bulan". Ia mengatakan dengan memakan kue bulan saat festival terang bulan (Chung Chiu Festival ) akan menjaga mereka dari penyakit dan segera terbebas dari krisis. Liu berpakaian sebagai pendeta Tao membawa dan membagikan kue bulan penduduk-penduduk kota.

Saat Chung Chiu Festival tiba, rakyat membuka kue bulan dan mereka menemukan secarik kertas dalam kue, habisi orang-orang tartar tanggal 15 pada bulan ke delapan. Sebagai hasilnya semua rakyat bangkit berevolusi melawan pemerintahan Mongolia dan mereka berhasil. Sejak saat itu kue bulan menjadi salah satu makanan tradisional saat terang bulan.

4.2.2.4 Perayaan Makan Cenil

(45)

yang diisi di dalamnya, dirayakan pada tanggal 15 bulan pertama kalender lunar Cina, sedangkan di Indonesia disebut Perayaan makan Cenil.

Yuanxiao awalnya sebuah nama dari seorang pelayan istana yang bisa membuat makanan bol-bola kecil tersebut yang lezat untuk kaisar Wudi (156-87 SM). Sejak ia bekerja disana ia kehilangan kontak dengan orang tua dan saudara-saudaranya, karena ada larangan bagi anak perempuan istana untuk tidak menghubungi keluarga mereka.

Beruntung Yuanxiao mempunyai teman seorang menteri bernama shuo Dongfang. Dia adalah seorang yang cerdik yang kemudian dirinya membantu Yuanxiao yang tidak berdaya itu.

Shuo berkata kepada kaisar bahwa Dewa Surga telah memerintahkan kepada. Dewa Api untuk menghancurkan kota Changan pada tanggal 15 bulan 1 tahun Imlek. Dia berkata kepada Wu Di bahwa satu-satunya cara untuk menenangkan sang Dewa adalah dengan memberikan persembahan kembang api, membunyikan petasan dan mempertontonkan lentera-lentera berwarna merah. Untuk membuat persembahan memuaskan hati sang Dewa maka semua orang di kota harus turut ikut serta.

Dewa Api juga sangat menyukai cenil itu, khususnya yang dibuat oleh Yuanxiao, yang mana dianjurkan oleh Shou agar dipersembahkan secara langsung. Beruntung, sang kaisar mempercayai kebohongan itu dan memerintahkan agar kota Changan mempersiapkan semuanya.

(46)

Yuanxiao mendapatkan kesempatan untuk meninggalkan istana dan mengunjungi keluarganya. Kaisar, yang sangat senang atas perayaan tersebut, memerintahkan agar perayaan yang sama dilakukan pada tahun berikutnya dan Yuanxiao diperintahkan untuk membuat kue Cenil.

Pada Perayaan Lentera Makan pada tanggal 15 bulan pertama tahun Imlek menjadi sebuah hari bagi perayaan besar sampai hari ini, merayakan bulan penuh pertama pada tahun yang baru dan berkumpulnya keluarga serta kehidupan yang bahagia.

4.2.3 Jenis-jenis Makanan Tradisional

Setiap upacara budaya, selalu disertai makanan tradisional. Budaya makan adalah salah satu bagian dari upacara budaya masyarakat Tionghoa. Setiap maknanan tradisional dalam perayaan upacara budaya memiliki arti yang sangat penting.

4.2.3.1 Kue Keranjang

Kue keranjang disebut juga Nian Gao yang artinya kue tahunan. Disebut kue keranjang karena cetakannya yang terbuat dari keranjang. Dikalangan Tionghoa tii kwee berarti kue manis, yang menyebabkan orang-orang tidak sulit menebak kalau kue ini rasanya manis.

(47)

(diaduk) d ditambah

[image:47.595.212.413.387.578.2]

Da bulat berg digarang t dandang k atasnya. P De dapat bert Gambar 2 Me mengataka pantangan kata kotor yang dihas dan didiam lagi dengan ari sini, pro garis tengah terlebih dulu khusus untu Pembungkus engan peny ahan enam . enurut bapa an bahwa n saat mem

r maupun m silkan dalam

mkan selama n sirup hingg oses pembua h 8 - 10 cm u. Keranjan uk diuapi s snya ada yan yimpanan ya

bulan samp

ak A heng s dalam pe masaknya. W

makian. Pe m konsidi b

a 10 hari. ga menjadi atan mema m disiapkan ng-keranjan selama 9 ja ang dari dau

ang baik da pai satu tahu

kue keran salah satu t embuatan k Wanita yang emikiran ju

aik dan bag

Setelah m cair. suki pencet n dan diala

g berisi ado am. Lalu, k un pisang ata an bungkus un.

njang tokoh masy kue keranj g sedang h ga jernih d gus.

elewati pro

takan. Kera si daun pis onan ini lalu kue dibungk au bahan pla tidak sobek

arakat Tion ang ini ju aid, tidak b dengan kose

oses itu, ad

anjang-kera sang yang s

u ditata di d kus pada b

astik. k, kue kera

(48)

Pada saat pembuatan, apabila ada hal dukacita yang terjadi, maka kue bakul yang dihasilkan akan buruk meskipun api pengukusan maupun bahan tidak ada yang salah. Bagaimana trik dan kias agar kue bakul yang dihasilkan benar-benar layak, bagus dan bercita rasa tinggi. Maka digunakanlah benang merah untuk mengikat daun "buak chao", sejenis dedaunan khas yang secara turun-temurun dipercaya orang Cina untuk menangkal pengaruh buruk, aura negatif dan energi alam yang merugikan.

4.2.3.2 Kue Bakchang

Tradisi makan bakchang secara resmi dijadikan sebagai salah satu kegiatan dal upacara perayaan Duan Wu pada dinasti Han. Di Indonesia tradisi makan ini masih saja dilaksanakan khususnya di Medan. Biasanya di Cina dalam perayaan ini selalu mengadakan tradisi perlombaan perahu naga. Tetapi di Medan, tidak ada yang melaksanakannya.

Bakchang adalah makanan tradisional masyarakat Tionghoa yang terbuat dari beras ketan diisi dengan daging. Adonan ini dibungkus dengan daun bambu dan diikat dengan tali hingga berbentuk piramida.

(49)

Sal banyak je dapat diba berisi. Ba kurma ata Dalam m membuatn selera kein 4.2.3.3 Ku Se merayakan Musim Se akan bulat masih me

lah satu to enis ragamn agi menjad acang berisi au kacang m membuat ku

nya. Denga nginanan m

ue Bulan tiap tangga n upacara b emi) di Med

t penuh dan emegang tr

okoh Tiong nya dan cit di dua jenis

i bisa man merah. Seda

ue bakchan an rasa yan masyarakat.

al 15 bulan bulan purnam

dan lebih di n bersinar te radisi, men

kue Bakc

ghoa dalam ta rasanya p s, yaitu bac nis atau asi

ang yang a ng ini, han ng pas dilid

ke 8 kalen ma yang di ikenal deng erang. Di w ngadakan s

hang

m wawanca pun berbed cang dari b n isinya, y sin umumn nya etnis dah mereka

nder lunar C sebut denga gan perayaa waktu itulah sembahyang

ara penulis, da. Tapi me beras murni yang manis nya berisi d

Tionghoa a dan harus

Cina. Masy an Zhong Q an kue bulan

masyaraka g Tiong C

, kue bakc enurut baha i, dan bakc biasanya daging atau

saja yang s sesuai de

yarakat Tion Qiu Jie (Pera n. Saat itu at Tionghoa Ciu Phia. S

(50)
[image:50.595.199.401.378.567.2]

dengan na adalah kue Ku yang besa isinya. Di dari berba kue deng peranakan rasa dan b Gambar 4 Se berbeda ra perayaan tepinya tid amanya, pe e Tiong Ciu ue ini berben ar dan ada

Medan khu agai rasa, ad an rasa ya n. Sebab ku bentuknya.

.

lain kue b asa pula. Y Pertengaha dak merata,

ersembahan u Phia. Masy

ntuk bulat d yang kecil, ususnya ma da rasa dur ang bermac ue yang dibu

ulan yang ang terbuat n Musim R

bergerigi.

n yang digu yarakat kita dan gepeng, , terbuat da asyarakat Ti rian, mangg cam-macam uat oleh ka

Kue Bu

telah diter t dari kacan Rontok. Be

unakan saa a lebih meng

, mempunya ari tepung t

ionghoa Br ga, nanas, d m itu dibua alangan Tion

ulan

rangkan di ng hijau dan ntuknya jug

at upacara genalnya ku ai bentuk se erigu dan d ayan isi ku dan lain-lain

t oleh kala nghoa Toto

atas, ada n juga berhu

ga bundar

sembahyan ue bulan. eperti bulan

di dalamny ue tersebut t n. Biasanya angan Tion ok, akan be

(51)
[image:51.595.207.418.388.580.2]

4.2.3.4 Ku Ku tetapi bag Cenil berk rasa maca dari ketan hijau, mer yaitu putih Gambar 5 Ku air gula. sehingga t ue Cenil ue Cenil pa gi sebagian

kembang sa am-macam s yang di ben rah, kuning, h, hijau gan

.

ue Cenil di Seperti dili tampak bola ada masyar daerah Jaw ampai sekar sesuai deng ntuk seperti , dan sebag n merah. Cen

letakkan da ihat gambar a-bola kecil

rakat Tiong wa kue ini d rang menjad

an di daerah i bola-bola k gainya. Umu

nil ini direb

Kue Ce

alam bentuk r di atas, w l berwarna d

ghoa Medan disebut kue

di lebih ber hnya masin kecil dan be umnya di M bus dan disaj

enil

k cangkir, l warna kuah di dalam can

n menyebu ronde atau aneka ragam ng-masing. C erwarna-wa Medan hanya

ajikan air gu

alu kue ini hnya pun b ngkir terseb

utkan kue C u kue

onde-m , dan ber Cenil ini te arni seperti p

a ada tiga w ula.

(52)

4.2.4 Fungsi Makanan Tradisional

Setelah membahas pelaksanaan upacara tradisional beserta makna makanan tradisional yang dilakukan masyarakat Tionghoa Brayan, maka perlu diuraikan tentang fungsi makanan tradisional tersebut. Sebab dengan mengetahui fungsi tersebut akan diketahui pula peranan dan kedudukan makanan tradisional pada masyarakat pendukungnya masa kini. Fungsi dalam makanan tradisional penulis berpedoman pada pendapat Malinowski (Ihroni 2006), yang mengatakan bahwa:

“...fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dai para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi (melahirkan keturunan), merasa enaq badan (bodily comfort),keamanan, kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua (derived needs), kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.”

fungsi dari makananan tradisional tersebut adalah: 4.2.4.1 Kue Keranjang

Fungsi kue keranjang ini mulai dipergunakan masyarakat Tionghoa Brayan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, 6 hari menjelang Tahun Baru Imlek (Jie Sie Siang Ang), dan puncaknya pada malam menjelang Tahun Baru Imlek. Kue keranjang sebagai sesaji sembahyang ini, biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh (malam ke-15 setelah Imlek).

(53)

Kue bakchang ini adalah sebagai sajian pada tradisi perayaan Duanwu atau Festival Perahu Naga yang jatuh pada bulan ke lima Imlek untuk memperingati wafatnya Qu Yuan, seorang kaisar dari zaman kerajaan Chu.

Fungsi makanan ini untuk mengenang jasa Raja pada zaman dahulu yang bunuh diri dengan lonca ke sungai Ho. Karena tradisi masyarakat Tionghoa sangat kental, mereka masih saja melakukan dan mempercayai fungsi makanan tradisional ini.

4.2.4.3 Kue Bulan

Fungsi dari kue bulan ini adalah sajian persembahan sebagai penghormatan pada leluhur di masa panen. Sejarah mencatat bahwa kue bulan muncul pada zaman Dinasti Song (960 -1279).

Fungsi kue bulan dipergunakan untuk sesajian Sembahyang Bulan. Sembahyang yang dilakukan Tionghoa Brayan dilakukan di halaman rumah mereka, dengan harapan supaya sinar rembulan yang keperak-perakan menyinari tempat sembahyang mereka.

4.2.4.4 Kue Cenil

(54)

Keluarga yang sedang berkabung hanya boleh memakan kue cenil dari kiriman saudara atau pun tetangga.

Fungsi kue cenil selain untuk sajian leluhur mereka, fungsi lain kue cenil ini adalah sebagai sarana meramal/nujum. Salah satu yang sering dilakukan ialah untuk mengetahui tentang anak yang ada dalam kandungan. Bilamana wanita si pembuat cenil tengah hamil makan suaminya akan melempar cenil tersebut ke dalam api. Bilamana cenil tersebut memuai dan berbentuk lonjong/memanjang, yang akan lahir laki-laki. Namun bila cenil tersebut pecah, makan anak yang akan lahir perempuan.

4.2.5 Makna Makanan Tradisional

Penulis akan menerangkan makna makanan tradisional ini pada upacara budaya masyarakat Tionghoa. Dalam hasil wawancara kepada beberapa tokoh masyarakat, penulis mendapat informasi tentang beberapa makna makanan tradisional. Setiap makanan tradisional yang digunakan sebagai simbol dalam setiap perayaan upacara budaya, memiliki makna dalam masing-masing makanan tradisional terbagi atas 5 makna. Yaitu: makna rezeki, makna sukacita, makna kehidupan, makna keharmonisan keluarga, dan makna umur panjang.

4.2.5.1 Kue Keranjang

(55)

keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat ke atas. Makin ke atas makin mengecil kue yang disusun itu, yang memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran.

4.2.5.2 Kue Bakchang

Makan kue bakchang ini diciptakan untuk mengenang jasa raja Qu yuan pada zaman dahulu yang bunuh diri dengan melompat ke sungai Yu Luo. Masyarakat Cina sangat sedih, lalu mereka melemparkan nasi dan makanan lain ke dalam sungai dengan maksud agar ikan dan udang dalam sungai tidak mengganggu jenazah sang raja. Kemudian untuk menghindari makanan tersebut dari naga dalam sungai, maka mereka membungkusnya dengan dedaunan yang kita kenal sebagai Bakchang.

Masyarakat Tionghoa Medan, selalu membuat makanan ini pada tanggal 5 bulan 5. Makna khusus dalam makanan ini hanya memperingati jasa seorang raja, biasanya mereka selalu makan bakchang ini disaat mereka berkumpul dengan keluarga mereka dan memakannya bersama-sama. Walaupun perayaan ini tidak begitu meriah, tapi setidaknya masyarakat tersebut dapat menegenang jasa Raja Qu Yuan dengan penuh sukacita.

4.2.5.3 Kue Bulan

(56)

di rumah. Kue keranjang yang memiliki rasa manis, dan akan mempunyai kehidupan yang manis pula dalam tahun-tahun berikunya.

Selain kue keranjang yang mempunyai makan rezeki, menurut masyarakat Tionghoa kue bulan juga mempunyai makna rezeki. Dan tradisi saling memberi kue bulan kepada sanak saudara dan kerabat. Mereka menyantap dan membagikan kue ini sebagai tanda syukur terhadap rezeki yang mereka terima sepanjang tahun itu.

Sebagian bagi masyarakat Tionghoa juga mengatakan, makna keharmonisan keluarga itu terdapat pada kue bulan. Biasanya mereka gunakan kue ini untuk sesajian Sembahyang Bulan. Yang dilakukan dilakukan di halaman rumah maupun dilakukan di Vihara, dengan harapan supaya sinar rembulan yang terang dapat menyinari tempat sembahyang mereka. Dan masyarakat ini juga mempercayai bahwasanya tanggal 15 pada bulan oktober, pada hari itulah bulan paling bulat dan paling terang sepanjang tahun, karena pada saat itu jarak bulan dengan bumi dan bentuk kue yang bulat melambangkan terangnya bulan yang menyinari bumi.

(57)

4.2.5.4 Kue Cenil

Makna makan kue cenil ini sangat berarti penting bagi kehidupan tionghoa, mempunyai makna umur panjang. Cara makan kue ini pun ada aturan mainnya. Biasanya pada perayaan makan cenil 22 Desember, di pagi hari mereka makan kue cenil tersebut harus sejumlah umur mereka. Bila umurnya 15 tahun, maka jumlah cenil yang dimakan pertama kali adalah 15 butir. Setelah itu mereka boleh makan sepuasnya.

Semacam suatu tanda dan pengakuan bahwa yang dapat mereka lalui di muka bumi dalam kehidupa adalah sebagai anugrah. Secara tidak langsung ada pengakuan dari dasar hati mereka bahwa hidup mereka berlangsung karena ada sesuatu yang mereka tidak kenal dan tidak diketahui yang mengaturnya.

(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Apa yang penulis teliti dapat dikemukakan berkaitan dengan makanan tradisional dan perayaan upacara budaya pada masyarakat Tionghoa. Dikatakan bahwa masyarakat tersebut masih memegang teguh adat kebiasaan mereka tentang naluri atau tradisi yang telah diwariskan turun temurun dari generasi sebelumnya.

Prosesi upacara yang dilaksanakan memang tidak terlalu besar, tapi tetap dilakukan dengan khidmat tanpa meninggalkan esensi dari tujuan upacara tersebut. Sebagai salah satu etnis yang tinggal di Indonesia, mereka tetap melakukan tradisi atau adat istiadat bangsanya. Memang dalam suatu masyarakat memiliki kebudayaan atau tradisi tertentu tidak bisa dipisahkan dari makanan tradisional.

Menyimak upacara yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa Brayan, maka akan dikemukakan 2 hal penting, yakni fungsi dan makna makanan tradisional pada upacara budaya pada kehidupan mereka. Disini penulis menemukan beberapa kesimpulan mengenai fungsi dan makna makanan tradisional pada upacara budaya masyarakat Tionghoa Brayan:

1. Merupakan tradisi yang turun temurun dari generasi sebelumnya yang diwariskan pada generasi berikutnya.

(59)

sumbernya", hal tersebut dimaknai juga bahwa kita harus ingat pada asal usulnya terjadinya upacara budaya tersebut.

3. Bagi mereka selalu melaksanakan upacara tradisi leluhur, yang setiap makanan mempunyai makna tersendiri bagi kehidupan mereka.

4. Dan masyarakat Tionghoa Brayan ini memliki ikatan sosial pada setiap masyarakat lainnya, dan selalu ikut berpartisipasi dalam melaksanakan upacara budaya tersebut.

Masyarakat Tionghoa sangat bersosial karena dalam pelaksanaan upacara bisa digunakan sebagai sarana kontrol sosial, kontak sosial, integrasi dan komunikasi antar leluhurnya, sehingga bisa mewujudkan rasa kebersamaan, persatuan dan solidaritas. Terlihat jika ada upacara budaya ini dilaksanakan dalam setiap tahunnya. Tapi dari semua itu fungsi dari makanan tradisional tersebut mengandung fungsi kebudayaan dimana fungsi dari makanan tradisional tersebut sebagai sesajian leluhur mereka untuk memperkuatkan keakraban sosial masyarakat tionghoa Brayan dan sudah menjadi suatu kebiasaan dari zaman dahulu sampai sekarang ini, sehingga mereka masih memegang tradisi budaya mereka.

5.2 Saran

(60)

diperhatikan demi kelestarian budaya ini sebagai wujud kepedulian kita terhadap makanan tradisional dan upacara budayanya.

Disini penulis menyarankan kepada kita khususnya terhadap masyarakat etnis Tionghoa agar tetap melestarikan tradisi budaya mereka dalam upacara budaya tersebut demi pemeliharanya kebudayaan makanan tradisional sebagai salah satu kekayaan budaya nasional.

Saran penulis pada generasi muda, khususnya generasi muda etnis Tionghoa, agar turut melestarikan kebudayaan ini dengan cara menggenerasikannyar tanpa meninggalkan makna sesungguhnya dari budaya tersebut. Bagi yang hendak melakukan penelitian lebih lanjut mengenai makanan tradisional pada upacara budaya ini, penulis bersedia untuk menajadi mitra diskusi dan bertukar pikiran.

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi . 2008. Metode Penelitian Sastra . Yogyakarta: Media Pressindo

Harsojo. 1977. Pengantar Antropologi.Jakarta: Bina Cipta

Ihroni, T.O. 2006. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor J. Moleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Roskarya Koentjaraningrat. 1991. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Universitas

Indonesia (UI-Press)

Koentjaraningrat. 1986. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press)

Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press)

Lim Sylvia. 2009. Mandarin Ceria 1: Kue Bulan. Jakarta : PT elex Media Komputindo

Lim Sylvia. 2009. Mandarin Ceria II: Bak Chang. Jakarta : PT elex Media Komputindo

Poerwanto. 2005. Kebudayaan dan Lingkungan dalam Perspertif Antropologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI)

R Maran, Rafael .2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta

(62)

Sachari, Agus. 2007. Budaya Visual Indonesia. Jakarta: Erlangga

T. suryanto Pdt. Markus. 1996. Mengenal Adat Istiadat Tionghoa. Jakarta: Pelkrindo (Pelayanan Literatur Kristen Indonesia)

国 院桥 公室 中国文 要略 后昀逐. 京 语教学 研 出 社,

工口口召

泽彭 中国文 常识 后昀逐. 京 高等教育出 社 工口口6

SUMBER DARI JURNAL DAN KORAN

Ani Rosyanti

2005. Arti dan Fungsi Upacara Tradisional Pada Masyarakat Cina Benteng 2005. Bandung: Informasi Wisata dan Budaya

Mathulada

2000 . Kesukubangsaan dan Negara Di Indonesia: Prospek Budaya Politik Di Indonesia. Jakarta: Jurnal Antropologi Di Indonesia

Medan bisnis

(63)

中文

答辩

文系

生姓

导教师

交日期

辩日期

科生

棉兰

口只口只

人文

中文

工口古古

工口古古

生毕业

兰华

食文

只古口口古工

文学院

文系

6

6

6

古6

This image cannot currently be display ed.

(64)

摘要

文选择印尼 苏门答腊省棉兰 的中国 统节日 食 研 对象

首先 棉兰华人的历 背景开始入手 然 绍了中国的 统节日 挑选

其中四个 大的 统节日里里春节 元 节 端 节和中秋节 别 绍了

四个节日的 要来源 并 绍了 四个节日的 要食物里里 元

子及 饼里里的来源及其所包 的文 意义

(65)

第一章

绪论

古.古 研

目的

文 是一个国 一个民族或一群人共 具 的符 值 及其规范

及它们的物质形式 棉兰是印尼 苏门答腊省首府 位于该省 部 华

人约 5口 万 具规模的泰米尔人社区 他们保留了许多自 的文

比如节日文

供人类或动物食用的物质 食物 食物所 露出来的 其实 是一种

文 文 背景 的人们 其 食 惯和 味 是一种收益

大 过程的结果 而 种过程在 的生态 营养条 和 的人文 境

中发生 用 就形成了 文 的 食 惯

然很难对一个地方的 统食品 一个概括而确 的定义 但可

角度来认识它所具备的一 特 食文 是节日文 可或缺的一部

掌握好中国 统节日的 食文 对于促 棉兰华人的交 很 要的

意义

古.工 研

Andini在 雅 达春节的食物 篇文章中指出 食物象 着文明 是

统文明的很 要的组成部

Ani Rostyanti在 中国社会 统节日的意义和 能 篇文章中说了棉

兰华人依然沿袭 一 的节日 俗 节日 然 像在中国一样热闹 但依然

整执行 节日是社会和 的象

古.左 研

方法

(66)

章 棉兰华

工.古 华人

入印尼历

印尼华人拥 的祖籍地 移民时 于印尼 的地区 中国历

向东南 的移民潮 第一 可 追溯到 古5 世纪 郑和 西洋的

时候 第 是鸦 战争前 第 是 十世纪前半 前两 入印尼

的移民通过联姻或 渐被 成了 hua贡-贡a 族 华人 而 一 的

移民 保留着中华文 华人身份大多数的移民是劳 或 贸易的商人

在荷兰的殖民 策 中国移民很难获得土地 他们大多 在雅 达

泗水 棉兰等等

工口口6 印尼法律明确规定印尼华 可 成 印尼的 法公民 所 华

组成 ti财贡gh财a 民族

工.工 华人

入棉兰历

棉兰是印度尼西 的第 大城 之一的人 是华 的华人

庭大多数是 古召5召 时 齐省被 出来的 当 的印尼 府通过了一项

法 禁 非印尼公民 零 业 而且必须把生意转给印尼人 法 导

印尼大规模的排华 造成许多人被杀 大批华人返回中国 许多 留在印尼

的华人 来便落户到了棉兰华人聚居的 Bra本a贡 村

印尼社会是高度多元 的社会 很多 的民族来到印尼 每个民族都

自 的文 如棉兰华人 在大 生活比较好 做生意的人 很多 大

部 华 是商人 棉兰的经济发展做出了很大的 献 到 在 棉兰

华人在棉兰的生活 算 错 目前的印尼 府 对华 采 了比较开 的

策 所 他们居住在印尼 在 过去相比 经是 很大的区别了 他们

(67)

章 中国

统节日

中国的 统节日形式多样 内容丰富 是中华民族悠久的历 文 的一

个组成部 统节日的形成过程 是一个民族或国 的历 文 长期 淀

凝聚的过程 中国的 统节日 无一 是 发展过来的 流

的节日风俗 可 清晰地看到 人民社会生活的 彩画面 印尼棉

兰华人社会 整地保留了中国的节日 俗

左.古 春节

春节 是农历 初一 又 历 俗 过 是中国民间

隆 热闹的一个 统节日 春节的历 很悠久 它 源于殷商时期 头

岁尾的祭 祭祖活动 春节 和 的概念 初的 意来自农业

时人们把谷的生长周期

左.工 元

元 节 农历 十五 元 节是中国的 统节日 早在 工口口口 多 前

的西汉进公元前 工口只 -工5 远就 了 而元 赏灯 始于东汉进公元 工5

-工工口 远明帝 公元 古左6叫-古6巧巧 时期

左.左 清明节

清明节在农历 进公历 巧 5 日 远 是 要的祭祀节日 是

祭祖和扫墓的日子 扫墓俗 坟 是祭祀死者的一种活动 汉族和一 少

数民族大多都是在清明节扫墓

左.巧 端

端 节是农历五 初五 端 节是 老的 统节日 始于中国的春秋战
(68)

左.5

农历七 初七 就是人们俗 的七 节 人 之 节 或

女儿节 是中国 统节日中 具浪漫色彩的一个节日 是过去姑娘们

视的日子 牛郎 女 的美 说

左.6 中秋节

农历八 十五 是中国的 统节日中秋节 按照中国的历法 农历七八

左 个 是秋季 中秋节的盛行始于 朝 公元 召6口 里古古工只 明

清时 春节齐 成 中国的 要节日之一 是中国仅 于春节的

第 大 统节日

左.只

农历 日 统的 节 因 老的 易经 中把 六 定

数 把 定 数 日 日 并 两 相 故而

人认 是个值得庆贺的 利日子 很早就开始过 节日

左.叫 腊八节

农历的十 俗 腊 腊八节 着很悠久的 统和历 在 一

(69)

Gambar

Gambar 11.
Gambar 2.
Gambar 4.
Gambar 5.

Referensi

Dokumen terkait

The geological maps, including lineament, lithology and landform for all states in Malaysia were produced from the image processing techniques implemented to Landsat TM images

Segala biaya yang timbul sebagai akibat ditetapkannya Keputusan ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lombok Barat pada Dinas Pemuda

[r]

PT Bina Kerja Cemerlang Gugur - Daftar Kuantitas dan Harga tidak sesuai dengan Dokumen Pengadaan yaitu pada harga satuan tunjangan tetap komandan regu/anggota dan

[r]

Pembuluh darah yang mengalirkan darah dari jantung menuju seluruh tubuh disebut …..

KBSN-29/II/BSN-2015 Tanggal 20 Februari 2015, dengan ini menetapkan calon pemenang e-Lelang Pemilihan Langsung Penyedia Jasa Konstruksi Pekerjaan Pembangunan Gedung Lantai

Peserta yang memasukkan penawaran dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan pemenang kepada Pokja Pekerjaan Konstruksi ULP