• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dukungan Sosial dari Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Dukungan Sosial dari Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DARI KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PENDERITA GANGGUAN JIWA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUSOH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

TESIS

Oleh

S A F L I A T I 097032113/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DARI KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PENDERITA GANGGUAN JIWA

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUSOH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SAFLIATI 097032113/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DARI KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PENDERITA GANGGUAN JIWA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SUSOH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Nama Mahasiswa : Safliati

Nomor Induk Mahasiswa : 097032113

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc) (Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Psi Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 19 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc Anggota : 1. Raras Sutatminingsih, S.Psi, M.Psi

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DARI KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PENDERITA GANGGUAN JIWA

DIWILAYAH KERJA PUKESMAS SUSOH DI KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, November 2011

(6)

ABSTRAK

Profil Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2008) menunjukkan dari keseluruhan penderita gangguan jiwa di provinsi ini, terdapat penderita gangguan jiwa berat sebanyak 1.677 orang (31,12%), gangguan neurotik sebanyak l.591 orang (29,52%), psikotik akut sebanyak l.190 orang (22,98%) dan depresi sebanyak 334 orang (6,20%). Di Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2010 jumlah penderita gangguan jiwa tergolong tinggi, mencapai 406 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa gangguan jiwa masih menjadi permasalahan kesehatan dan sosial yang perlu ditanggulangi secara komprehensif.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional) terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh. Jenis penelitian ini survei explanatory .Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga penderita gangguan jiwa yang tinggal satu atap dan merawat penderita gangguan jiwa yang berjumlah 59 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel dukungan emosional dan dukungan penilaian berpengaruh signifikan terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh. Variabel dukungan emosional memberikan pengaruh paling besar terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa dengan nilai koefisien B (1,852).

Diperlukan penyuluhan dari pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Daya dan Puskesmas Susoh kepada keluarga penderita gangguan jiwa tentang pentingnya dukungan sosial keluarga, khususnya dukungan emosional dan dukungan penilaian untuk proses kesembuhan pasien gangguan jiwa dan pencegahan kekambuhan kembali. Keluarga penderita gangguan jiwa agar memberikan perhatian penuh terhadap kesehatan mental, fisik dan sosial penderita gangguan jiwa agar cepat sembuh dan tidak terjadi kekambuhan kembali.

(7)

ABSTRACT

Health Profile of Nanggroe Aceh Darassalam Province (2008) showed the overall mental disorders in this province, there were 1.677 people (31.12%) with severe mental disorders, 1.591 people (29.52%) with neurotic disorders, 1.190 people (22.98%) with acute psychotic and 334 people (6.20%) with depression. In Southwest Aceh district in 2010, the number of people with mental disorders were high, reaching 406 people. This indicates that mental illness is still a health and social problems that need to be solved comprehensively.

The purpose of this study was to analyze the influence of family support (informational support, asessment support, instrumental support, and emotional support) on the prevention of relapse in patients with psychiatric disorders in the working area of Susoh District Health Center. This type of research was survey explanatory. The population in this study were the whole family of people with mental disorders who lived one roof and caring for people with mental disorders, amounting to 59 people and the whole sampled. Data obtained by interview using a questionnaire, were analyzed by multiple logistic regression at α = 0.05.

Results showed that statistically emotional support and assessments support variable had significant influence on the prevention of relapse in patients with psychiatric disorders in the working area of Susoh District Health Center. Variables provide emotional support was the most influence on the prevention of relapse in patients with mental disorders with a value of coefficient B (1.852).

It is necessary the District Health Office of Southwest Aceh and Susoh Health Center to do extension to families about the importance of mental disorders family social support, especially emotional support and assessment support for the process of healing and prevention of mental patients relapse asgain. Family of mental disorders in order to give full attention to mental health, physical and social people with mental illness in order to quickly recover and relapse does not occur again.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Dukungan Sosial dari Keluarga terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, selaku ketua komisi pembimbing dan Raras Sutatminingsih, S.Psi. M.Psi, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. dan Dra. Syarifah, M.S sebagai komisi penguji atau pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan kasus ini.

7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat Daya beserta jajarannya, yang telah membantu biaya untuk melanjutkan Program Studi S2 IKM pada Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatra Utara.

9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Daya beserta jajarannya yang telah membantu memberikan izin penelitian.

(10)

pendidikan.

11. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan saran-saran dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, November 2011 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Safliati, lahir pada tanggal 02 Maret 1971 di Pasar Kota Bahagia Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Provinsi Pemerintah Aceh, anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda H.Razali Teungoh (Alm) dan Ibunda Hj.Safiah.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah Dasar Negeri No I Pasar Kota Bahagia, selesai Tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama di SMP 6 Banda Aceh, selesai Tahun 1984, Sekolah Perawat Kesehatan DepKes Banda Aceh, selesai tahun 1990, D-I Program Pendidikan Bidan, Selesai Tahun 1991, D-III Kebidanan DepKes Medan, selesai tahun 2001, D-IV Bidan Pendidik Universitas Sumatera Utara, selesai tahun 2004.

Mulai bekerja sebagai staf di Puskesmas, tahun 1991 sampai tahun 2002, Staf Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Daya, tahun 2004 sampai sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Gangguan Jiwa ... 10

2.2 Keluarga ... 19

2.3 Dukungan Sosial Keluarga ... 26

2.4 Landasan Teori ... 32

2.5 Kerangka Konsep Penelitian ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 37

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 42

3.6 Metode Pengukuran ... 44

3.7 Metode Analisis Data ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 50

4.2 Analsis Univariat ... 52

4.3 Analisis Bivariat ... 63

(13)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 71

5.1 Dukungan Sosial Keluarga ... 71

5.2 Pencegahan Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa ... 79

5.3 Dukungan Sosial Keluarga dengan Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa ... 79

5.4 Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga dengan Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa ... 80

5.5 Keterbatasan dan Kelemahan dalam Penelitian ... 82

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1 Kesimpulan ... 84

6.2 Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Definisi Operasional Variabel Independen ... 40 3.2 Definisi Operasional Dependen ... 41 4.1 Jenis Penggunaan Lahan Oleh Penduduk Kecamatan Susoh Kabupaten

Aceh Barat Daya ... 50 4.2. Jenis Pekerjaan Penduduk Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat

Daya ... 51 4.3. Jenis Sumber Air Minum yang Digunakan oleh Penduduk Kecamatan

Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya ... 52 4.4. Karakteristik Responden Keluarga Penderita Gangguan Jiwa Kecamatan

Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya ... 52 4.5. Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial dari Keluarga Responden dalam

Mencegah Kekambuhan Gangguan Jiwa di Kecamatan Susoh tahun 2011 54 4.6. Distribusi Jawaban Responden Per Item Pertanyaan Mengenai Dukungan

Informasi Dalam Mencegah Kekambuhan Gangguan Jiwa di Kecamatan Susoh tahun 2011 ... 55 4.7. Distribusi Frekuensi Dukungan Informasi Responden dalam Mencegah

Kekambuhan Gangguan Jiwa di Kec.Sosoh ... 56 4.8. Distribusi Jawaban Responden Per Item Pertanyaan Mengenai Dukungan

Penilaian dalam Mencegah Kekambuhan Gangguan Jiwa ... 57 4.9. Distribusi Frekuensi Dukungan Penilaian Responden dalam Mencegah

Kekambuhan Gangguan Jiwa di Kecamatan Susoh tahun 2011 ... 58 4.10. Distribusi Jawaban Responden Per Item Pertanyaan Mengenai Dukungan

Instrumental dalam Mencegah Kekambuhan Gangguan Jiwa di Kecamatan Susoh tahun 2011 ... 59 4.11. Distribusi Frekuensi Dukungan Instrumental Responden dalam Mecegah

(15)

4.12. Distribusi Jawaban Responden Per Item Pertanyaan Mengenai Dukungan Emosional dalam Mencegan Kekambuhan Gangguan Jiwa di Kecamatan Susoh tahun 2011 ... 61 4.13. Distribusi Frekuensi Dukungan Emosional Responden dalam Mencegah

Kekambuhan Gangguan Jiwa di Kecamatan Susoh tahun 2011 ... 62 4.14. Distribusi Frekuensi Pencegahan Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa

di Kecamatan Susoh tahun 2011 ... 63 4.15. Tabulasi Silang Dukungan Informasi dengan Pencegahan Kekambuhan

Gangguan Jiwa di Kecamatan Susoh tahun 2011 ... 64 4.16. Tabulasi Silang Dukungan Penilaian dngan Pencegahan Kekambuhan

Gangguan Jiwa di Kecamatan Susoh tahun 2011 ... 65 4.17. Tabulasi Silang Dukungan Instrumental dengan Pencegahan

Kekambuhan Gangguan Jiwa di Kecamatan Susoh tahun 2011 ... 66 4.18. Tabulasi Silang Dukungan Emosional dengan Pencegahan Kekambuhan

Gangguan Jiwa di Kecamatan Susoh tahun 2011 ... 67 4.19. Identifikasi Variabel Dominan Dukungan Keluarga dalam Pencegahan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 90

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 96

3 Hasil Out Put ... 98

4 Master Data ... 122

5 Surat Izin Penelitian Universitas Sumatera Utara ... 130

6 Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Daya ... 131

5. Dokumentasi Penelitian ... 154

6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU... 155

7. Surat Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar

...

(18)

ABSTRAK

Profil Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2008) menunjukkan dari keseluruhan penderita gangguan jiwa di provinsi ini, terdapat penderita gangguan jiwa berat sebanyak 1.677 orang (31,12%), gangguan neurotik sebanyak l.591 orang (29,52%), psikotik akut sebanyak l.190 orang (22,98%) dan depresi sebanyak 334 orang (6,20%). Di Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2010 jumlah penderita gangguan jiwa tergolong tinggi, mencapai 406 orang. Hal ini mengindikasikan bahwa gangguan jiwa masih menjadi permasalahan kesehatan dan sosial yang perlu ditanggulangi secara komprehensif.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh dukungan keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional) terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh. Jenis penelitian ini survei explanatory .Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga penderita gangguan jiwa yang tinggal satu atap dan merawat penderita gangguan jiwa yang berjumlah 59 orang dan keseluruhannya dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik berganda pada α=0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel dukungan emosional dan dukungan penilaian berpengaruh signifikan terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh. Variabel dukungan emosional memberikan pengaruh paling besar terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa dengan nilai koefisien B (1,852).

Diperlukan penyuluhan dari pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Daya dan Puskesmas Susoh kepada keluarga penderita gangguan jiwa tentang pentingnya dukungan sosial keluarga, khususnya dukungan emosional dan dukungan penilaian untuk proses kesembuhan pasien gangguan jiwa dan pencegahan kekambuhan kembali. Keluarga penderita gangguan jiwa agar memberikan perhatian penuh terhadap kesehatan mental, fisik dan sosial penderita gangguan jiwa agar cepat sembuh dan tidak terjadi kekambuhan kembali.

(19)

ABSTRACT

Health Profile of Nanggroe Aceh Darassalam Province (2008) showed the overall mental disorders in this province, there were 1.677 people (31.12%) with severe mental disorders, 1.591 people (29.52%) with neurotic disorders, 1.190 people (22.98%) with acute psychotic and 334 people (6.20%) with depression. In Southwest Aceh district in 2010, the number of people with mental disorders were high, reaching 406 people. This indicates that mental illness is still a health and social problems that need to be solved comprehensively.

The purpose of this study was to analyze the influence of family support (informational support, asessment support, instrumental support, and emotional support) on the prevention of relapse in patients with psychiatric disorders in the working area of Susoh District Health Center. This type of research was survey explanatory. The population in this study were the whole family of people with mental disorders who lived one roof and caring for people with mental disorders, amounting to 59 people and the whole sampled. Data obtained by interview using a questionnaire, were analyzed by multiple logistic regression at α = 0.05.

Results showed that statistically emotional support and assessments support variable had significant influence on the prevention of relapse in patients with psychiatric disorders in the working area of Susoh District Health Center. Variables provide emotional support was the most influence on the prevention of relapse in patients with mental disorders with a value of coefficient B (1.852).

It is necessary the District Health Office of Southwest Aceh and Susoh Health Center to do extension to families about the importance of mental disorders family social support, especially emotional support and assessment support for the process of healing and prevention of mental patients relapse asgain. Family of mental disorders in order to give full attention to mental health, physical and social people with mental illness in order to quickly recover and relapse does not occur again.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan. Pengertian seseorang tentang penyakit gangguan jiwa berasal dari apa yang diyakini sebagai faktor penyebabnya yang berhubungan dengan biopsikososial (Stuart & Sundeen, 1998).

Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan jiwa dapat menyerang semua usia. Sifat serangan penyakitnya biasanya akut dan bisa kronis atau menahun. Di masyarakat ada stigma bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang sulit disembuhkan, memalukan dan aib bagi keluarganya. Pandangan lain yang beredar di masyarakat bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh guna-guna orang lain. Ada kepercayaan di masyarakat bahwa gangguan jiwa timbul karena musuhnya roh nenek moyang masuk kedalam tubuh seseorang kemudian menguasainya (Hawari, 2003).

(21)

ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini, serta ada beberapa stigma mengenai gangguan jiwa ini (Hawari,2001).

Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan secara komprehensif melalui multi-pendekatan, khususnya pendekatan keluarga dan pendekatan petugas kesehatan secara langsung dengan penderita, seperti bina suasana, pemberdayaan penderita gangguan jiwa dan pendampingan penderita gangguan jiwa agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang terus-menerus. Penanggulangan masalah gangguan jiwa terkendala karena adanya kesulitan dalam mendiagnosis gangguan jiwa. Hal ini berpengaruh dalam sistem pencatatan dan pelaporan, padahal informasi seperti ini sangat penting untuk mengetahui keparahan kasus gangguan jiwa (Friedman,1998).

Berdasarkan Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2007, prevalensi penderita tekanan psikologis ringan adalah 20-40%, dan mereka tidak membutuhkan pertolongan spesifik. Prevalensi penderita tekanan psikologis sedang sampai berat yaitu 30-50%, membutuhkan intervensi sosial dan dukungan psikologis dasar, sedangkan gangguan jiwa ringan sampai sedang (depresi, dan gangguan kecemasan) yaitu 20%, dan gangguan jiwa berat (depresi berat, gangguan psikotik) yaitu 3-4% memerlukan penanganan kesehatan jiwa yang dapat diakses melalui pelayanan kesehatan umum dan pelayanan kesehatan jiwa komunitas (Kaplan, 2002).

(22)

gangguan jiwa per 1000 anggota rumah tangga terdapat 140/1000 penduduk usia 15 tahun ke atas, dan diperkirakan sejak awal tahun 2009 jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa sebesar 25% dari populasi penduduk di Indonesia.

Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2008), diketahui masyarakat yang terindikasi gangguan jiwa sebanyak 1.677 jiwa (31,12%) termasuk kategori berat, 1.591 jiwa (29,52%) mengalami gangguan neurotik dan 1.190 jiwa (22,98%) mengalami psikotik akut, dan 334 jiwa (6,20%) mengalami depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Harvard dan International Organization for Migration (IOM) Tahun 2007 terhadap masyarakat yang terkena dampak konflik di 14 kabupaten di Aceh, termasuk di Kabupaten Aceh Barat Daya, ditemukan 35% menduduki peringkat tinggi untuk gejala depresi, 10% termasuk (Post Traumatic Stress Disoreder)PTSD, 39% untuk gejala kecemasan lainnya.

(23)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mereduksi jumlah penderita gangguan jiwa, baik berbasis masyarakat maupun pada tataran kebijakan. WHO merekomendasikan sistem 4 level untuk penanganan masalah gangguan jiwa di Propinsi Pemerintahan Aceh, mengingat minimnya petugas kesehatan jiwa di sana. Level 4 adalah penanganan kesehatan jiwa di keluarga, level ketiga adalah dukungan dan penanganan kesehatan jiwa di masyarakat, level kedua adalah penanganan kesehatan jiwa melalui puskesmas dan level kesatu adalah pelayanan kesehatan jiwa komunitas yang terdiri dari dokter umum dengan keahlian kesehatan jiwa, 3 perawat dimana salah satunya ahli di bidang dukungan psikososial, dan 3 tenaga para profesional kesehatan di bidang dukungan sosial.

Salah satu upaya penting dalam penyembuhan dan pencegahan kekambuhan kembali adalah dengan adanya dukungan keluarga yang baik. Keluarga merupakan sumber bantuan terpenting bagi anggota keluarga yang sakit, keluarga sebagai sebuah lingkungan yang penting dari pasien, yang kemudian menjadi sumber dukungan sosial yang penting. Menurut Friedman (1998) dukungan sosial dapat melemahkan dampak stress dan secara langsung memperkokoh kesehatan jiwa individual dan keluarga, dukungan sosial merupakan strategi koping penting untuk dimiliki keluarga saat mengalami stress. Dukungan sosial keluarga juga dapat berfungsi sebagai strategi preventif untuk mengurangi stress dan konsekwensi negatifnya.

(24)

keluarga meliputi informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh anggota keluarga yang lain yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penderita gangguan jiwa.

Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita, dan merupakan “perawat utama” bagi penderita. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal perawatan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat dicegah. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita gangguan jiwa adalah kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita dirumah. Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang mengunjungi penderita di rumah sakit, dan tim kesehatan di rumah sakit juga jarang melibatkan keluarga (Anna K, dalam Nurdiana, 2007).

(25)

gangguan jiwa untuk sulit sembuh dan sering kambuh kembali (Stuart dan Laraia, 2001).

Kekambuhan gangguan jiwa adalah peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala gangguan psikis atau jiwa yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stuart dan Laraia, 2001). Pada kasus gangguan jiwa kronis, diperkirakan 50% penderita gangguan jiwa kronis akan mengalami kekambuhan pada tahun pertama, dan 70% pada tahun yang kedua. Kekambuhan biasa terjadi karena ada hal-hal buruk yang menimpa penderita gangguan jiwa, seperti diasingkan oleh keluarganya sendiri (Wiramisharjo, 2007).

Dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Susoh sampai bulan April 2011 terdapat 59 orang penderita gangguan jiwa. Dari jumlah penderita yang ada di puskesmas Susoh terdapat tingginya angka kekambuhan. Hal ini kembali menunjukkan bahwa masalah gangguan jiwa masih menjadi masalah kesehatan dan sosial yang perlu dilakukan upaya penanggulangan secara komprehensif, khususnya di Kecamatan Susoh.

(26)

Penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2010) mengenai kesembuhan pasien PTSD di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) “Mawar” RSUD Dr. Fauziah Bireuen menunjukkan dukungan sosial emosional yang paling berpengaruh terhadap kesembuhan PTSD (p=0,000) diikuti variabel dukungan sosial informasional (p= 0,015), sementara dukungan sosial instrumental dan dukungan sosial penilaian walaupun berhubungan tetapi tidak mempunyai pengaruh yang bermakna.

Penelitian yang dilakukan oleh Widjayanti (2008) mengenai harga diri klien gangguan jiwa di RS Grhasia Yogyakarta menunjukkan ada hubungan yang signifikan (p=0,004) antara dukungan keluarga dengan harga diri klien gangguan jiwa di rumah sakit ini.

Penelitian yang dilakukan oleh Abidin (2007) mengenai kekambuhan pada gangguan skizofrenia hebefrenik pasca RSJ di Malang juga menunjukkan ada hubungan yang signifikan (p=0,000) antara dukungan keluarga dengan kekambuhan pada gangguan skizofrenia hebefrenik pasca RSJ.

Penelitian yang dilakukan oleh Nurdiana, dkk (2005) mengenai tingkat kekambuhan pasien skizofrenia di RS. Dr. Moch Ansyari Saleh Banjarmasin menunjukkan ada hubungan antara peran serta keluarga terhadap tingkat kekambuhan pasien skizofrenia.

(27)

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh dukungan keluarga terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya, sehingga dapat dirumuskan upaya peningkatan penanggulangan masalah gangguan jiwa di Kabupaten Aceh Barat Daya.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dukungan sosial keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional) terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional) terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2011.

1.4. Hipotesis

(28)

emosional) terhadap pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat Daya dalam merumuskan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah gangguan jiwa secara komprehensif di wilayah kerjanya.

2. Memberikan masukan bagi Puskesmas Kecamatan Susoh di Kabupaten Aceh Barat Daya dalam meningkatkan peran keluarga dalam penanggulanagn masalah gangguan jiwa di Kabupaten Aceh Barat Daya.

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Gangguan Jiwa

2.1.1. Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa adalah gangguan yang mengenai satu atau lebih fungsi proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca indera).Ganggua menimbulkan Sundeen, 1998).

Gangguan kelemahan pribadi.Di masyarakat banyak beredar kepercayaan at mengenai ganggua gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).

2.1.2. Penyebab Gangguan Jiwa

(30)

berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun jiwa.

2.1.3. Macam-Macam Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang psikologik dari unsur psikis (Maramis, 1994). Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998): Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.

a. Skizofrenia.

(31)

b. Depresi

(32)

abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih (Atkinson, 2000).

c. Kecemasan

Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991).Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993).Penyebabnya maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali.Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat.Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasn ringan, sedang, berat dan kecemasan panik.

d. Gangguan Kepribadian

(33)

e. Gangguan Mental Organik

Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun.

f. Gangguan Psikosomatik

Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994).Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.

g. Retardasi Mental

(34)

menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998).

h. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja.

Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis, 1994).Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya kedua faktor ini saling memengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya.Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan kepribadian.Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku anak, dan sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.

2.1.4. Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa

(35)

Empat faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit, menurut Sullinger (1988) :

1. Klien: Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur.

2. Dokter (pemberi resep): Makan obat yang teratur dapat mengurangi kambuh, namun pemakaian obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan efek samping

Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.

3. Penanggung jawab klien: Setelah klien pulang ke rumah maka perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah.

(36)

kepada klien ganguan jiwa, memfasilitasi untuk hijrah menemukan situasi dan pengalaman baru.

Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh klien dan keluarganya yaitu :

1. Menjadi ragu-ragu dan serba takut (nervous) 2. Tidak nafsu makan

3. Sukar konsentrasi 4. Sulit tidur

5. Depresi

6. Tidak ada minat 7. Menarik diri

Setelah klien pulang ke rumah, sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada puskesmas di wilayahnya yang mempunyai program kesehatan jiwa. Perawat komuniti yang menangani klien dapat menganggap rumah klien sebagai “ruangan perawatan”. Perawat, klien dan keluarga besar sama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan rumah dan after care di puskesmas.

(37)

kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal asuhan di RS akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien di rumah sehingga kemungkinan dapat dicegah.

Pentingnya peran serta keluarga dalam klien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagai segi. Pertama, keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan “institusi” pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku (Clement dan Buchanan, 1982). Individu menguji coba perilakunya di dalam keluarga, dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tertentu. Semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat.

(38)

2.2. Keluarga

2.2.1. Konsep Keluarga

Menurut Depkes RI (1988), keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Bailon (1989), keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah : a. Unit terkecil masyarakat

b. Terdiri atas dua orang atau lebih

c. Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah d. Hidup dalam satu rumah tangga

e. Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga f. Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga g. Setiap anggota memiliki perannya masing-masing

h. Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan (Effendy, 1997). 2.2.2. Struktur Keluarga

(39)

a. Patrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

b. Matrilinear adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu. c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah

istri.

d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.2.3. Ciri-Ciri Struktur Keluarga

Menurut Carter (1988), ciri-ciri struktur keluarga adalah :

a. Terorganisasi; saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.

b. Ada keterbatasan; setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.

(40)

2.2.4. Tipe/Bentuk Keluarga

Tipe dan bentuk keluarga terdiri atas :

a. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak-anak.

b. Keluarga besar (Exstended Family) adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.

c. Keluarga berantai (Serial Family) adalah keluarga yang terdiri atas wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. d. Keluarga duda atau janda (Single Family) adalah keluarga yang terjadi karena

perceraian atau kematian.

e. Keluarga berkomposisi (Composite) adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama.

f. Keluarga Kabitas (Cahabitation) adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.

Keluarga di Indonesia umumnya menganut tipe keluarga besar, karena masyarakat Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa hidup dalam suatu komuniti dengan adat istiadat yang sangat kuat (Effendy, 1997).

2.2.5. Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga

Adapun pemegang kekuasaan dalam keluarga, yaitu :

(41)

b. Matriakal ; yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah dari pihak ibu.

c. Equalitarion; yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu.

2.2.6. Peranan Keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :

a. Peranan ayah; ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peranan ibu; sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

(42)

2.2.7. Fungsi Keluarga

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut : 1. Fungsi Biologis

a. Untuk meneruskan keturunan b. Memelihara dan membesarkan anak c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

d. Memelihara dan merawat anggota keluarga. 2. Fungsi Psikologis

a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman

b. Memberikan perhatian diantara anggota keluarga c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga d. Memberikan identitas keluarga

3. Fungsi Sosialisasi

a. Membina sosialisasi pada anak

b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak

c. Menentukan nilai-nilai budaya keluarga. 4. Fungsi Ekonomi

a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

(43)

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya.

5. Fungsi Pendidikan

a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya

b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi perannya sebagai orang dewasa

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya. Ahli lain juga mengelompokkan fungsi pokok keluarga menjadi 3, yaitu : a.Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan

kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.

b.Asuh adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

(44)

2.2.8. Tugas-Tugas Keluarga

Pada dasarnya tugas pokok keluarga ada delapan, yaitu : 1. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

2. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

3. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing.

4. Sosialisasi antar anggota keluarga.

5. Pengaturan jumlah anggota rumah tangga. 6. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

7. Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas. 8. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga (Effendy,

1997).

2.2.9. Prinsip-Prinsip Perawatan Keluarga

Ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, adalah :

a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.

b. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat sebagai tujuan utama.

(45)

d. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, perawat melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya.

e. Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan preventif dan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.

f. Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan kesehatan keluarga.

g. Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara keseluruhan.

h. Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan menggunakan proses keperawatan.

i. Kegiatan utama dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah penyuluhan kesehatan dan asuhan perawatan kesehatan dasar/perawatan di rumah.

j. Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk resiko tinggi.

2.3. Dukungan sosial keluarga

2.3.1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

(46)

tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungn material adalah menyediakan fasilitas latihan, (2) dukungan informasi adalah untuk memberiakan contoh nyata keberhasilan seseorang dalam melaksanakan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau semangat adalah member pujian atas keberhasilan proses latihan.

Menurut Friedman (1998), dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memenadang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan.

Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh memberikan kasih sayang serta menerima dan mendukung. Menurut Friedman (2003) dukungan sosial keluarga adalah bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan sosial keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

(47)

2.3.2. Jenis Dukungan Sosial Keluarga

Kaplan (1976) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwakeluarga memiliki 4 jenis dukungan, yaitu :

a. Dukungan Emosional

Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperlukan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial, sehingga dapat menghadapi masalah dengan lebih baik.

b. Dukungan Penghargaan

Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan) positif untuk orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orangorang lain, contohnya dengan membandingkannya dengan orang lain yang lebih buruk keadaannya. c. Dukungan Instrumental

Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, seperti kalau orang memberi pinjaman uang kepada orang itu.Bentuk dukungan ini dapat mengurangi beban individu karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi.

d. Dukungan Informatif

(48)

2.3.3. Sumber Dukungan Sosial Keluarga

Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002) ada 2 sumber dukungan sosial keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan sosial keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Dukungan sosial keluarga ini bersifat formal sedangkan dukungan sosial keluarga artifisial adalah dukungan yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan sosial keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangn sehingga sumber dukungan sosial keluarga natural mempunyai berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan sosial keluarga artifisial. Perbedaan itu terletak pada:

a. Keberadaan sumber dukungan sosial keluarga natural bersifat apa adanya tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat spontan

b. Sumber dukungan sosial keluarga yang natural mempunyai kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan

c. Sumber dukungan sosial keluarga natural berakar dari hubungan yang berakar lama

d. Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam penyampaian dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata hanya sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam

(49)

2.3.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Dukungan sosial keluarga

Sarafino (2006) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang akan menerima dukungan sosial keluarga atau tidak.Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

a. Faktor dari penerima dukungan (recipient)

Seseorang tidak akan menerima dukungan sosial dari orang lain jika ia tidak suka bersosial, tidak suka menolong orang lain, dan tidak ingin orang lain tahu bahwa ia membutuhkan bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup asertif untuk memahami bahwa ia sebenarnya membutuhkan bantuan dari orang lain, atau merasa bahwa ia seharusnya mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya, atau tidak tahu kepada siapa dia harus meminta pertolongan.

b. Faktor dari pemberi dukungan (providers)

Seseorang terkadang tidak memberikan dukungan sosial kepada orang lain ketika ia sendiri tidak memiliki sumberdaya untuk menolong orang lain, atau tengah menghadapi stres, harus menolong dirinya sendiri, atau kurang sensitif terhadap sekitarnya sehingga tidak menyadari bahwa orang lain membutuhkan dukungan darinya.

(50)

mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi.Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.

2.3.5. Indikator Dukungan Sosial Keluarga

Indikator rendahnya dukungan sosial keluarga secara realita yang di dapati di puskesmas Susoh diantaranya:

a. Keluarga belum dapat memantau penderita gangguan jiwa dalam pemberian obat sesuai dengan anjuran petugas kesehatan.

b. Keluarga belum bisa memenuhi kebutuhan makan penderita di sebabkan adanya kegiatan lain.

c. Keluarga belum bisa menjaga kebersihan diri penderita gangguan jiwa. d. Keluarga masih melakukan pengasingan pada penderita gangguan jiwa.

e. Keluarga masih merasa malu dengan adanya penderita gangguan jiwa di rumahnya karena dianggap aib keluarga.

f. Keluarga juga tidak mempunyai kreativitas dalam cara pemberian obat pada penderita gangguan jiwa.

g. Keluarga tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan penderita gangguan jiwa.

(51)

i. Keluarga masih beranggapan bahwa penderita gangguan jiwa tidak dapat di sembuhkan lagi.

2.3.6. Indikator Pencegahan Kekambuhan pada Penderita Gangguan Jiwa Indikator Pencegahan Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa secara realita didapati di Puskesmas Susoh

a. Tidak terjadinya prilaku penyimpangan pada penderita seperti prilaku kekerasan

b. Tidak terjadinya prilaku penyimpangan pada penderita seperti Histeris

c. Tidak Terjadi prilaku penyimpangan seperti tidak mau minum obat, tidak mau makan, tidak mau minum, tidak mau tidur, tidak mau keluar rumah, tidak mau bicara, tidak mau mandi.

d. Tidak terjadinya prilaku seperti bicara sendiri

e. Tidak terjadinya prilaku ketawa sendiri, bicara gaur, berdiam diri, BAB dan BAK sembarangan.

2.4. Landasan Teori

Caplan (1964) dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:

a. Dukungan informasional

(52)

adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu.Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

b. Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.

d. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

(53)

ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga domain ini diukur dari pengetahuan (Knowledge), Sikap dan tanggapan (attitude), praktek dan tindakan (Practice).

Penderita gangguan jiwa tidak mungkin mampu mengatasi masalah kejiwaanya sendiri. Individu tersebut membutuhkan peran orang lain di sekitarnya, khususnya keluarganya. Peran keluarga dalam kesembuhan dan kekambuhan penderita gangguan jiwa sangat penting, karena keluargalah orang yang paling dekat dengan penderita gangguan jiwa.Pencegahan kekambuhan atau mempertahankan penderita gangguan jiwa di lingkungan keluarga dapat terlaksana dengan persiapan pulang yang adekuat serta mobilisasi fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat khususnya peran serta keluarga. (Sarafino, 2006)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep dalam peneltian ini dapat dilihat pada Gambar 2.1. berikut ini.

[image:53.612.128.501.555.649.2]

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pencegahan Kekambuhan

Penderita Gangguan Jiwa Dukungan Sosial Keluarga :

(54)
(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survei dengan menggunakan pendekatan explanatory yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1996). Explanatory untuk menganalisis pengaruh antara variabel independen yaitu dukungan sosial keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional) dengan variabel dependen yaitu pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2011

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

(56)

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 7 bulan terhitung mulai bulan Maret sampai September 2011.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2011. Adapun kriteria populasi pada penelitian ini adalah :

a. Tinggal satu atap dengan penderita gangguan jiwa, b. Merawat penderita minimal 3 bulan,

c. Dan paling mengenal penderita gangguan jiwa.

Jumlah penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh berjumlah 59 orang, jadi populasi pada penelitian ini adalah 59 keluarga penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Susoh, dan semuanya dijadikan sampel penelitian.

3.4. Metode Pengumpulan data 3.4.1. Jenis Data

Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

(57)

3.4.2. Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan melalui wawancara secara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun yang mencakup variabel dukungan sosial keluarga (dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional) dan upaya pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner dukungan sosial keluarga pada upaya pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji coba sebelum dijadikan sebagai alat ukur penelitian yang bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 keluarga dengan salah satu anggota keluarganya adalah penderita ganggan jiwa di kecamatan lain di Kabupaten Aceh Barat Daya.

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi pearson product moment (r), dengan ketentuan jika nilai r-hitung > r-Tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya. Nilai r-Tabel untuk 30 responden yang diuji coba adalah sebesar 0,361. Ketentuan kuesioner dikatakan valid pada penelitian ini, jika:

(58)

2. Nilai r-hitung variabel < 0,361 dikatakan tidak valid.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r-Alpha> r Tabel, maka dinyatakan relialibel. Nilai r-Alpha pada untuk sampel pengujian 30 orang responden adalah sebesar 0,987, maka ketentuan reliabilitas adalah :

1. Nilai r-Alpha ≥ r-Tabel dikatakan reliabel. 2. Nilai r-Alpha < r-Tabel dikatakan tidak reliabel.

Berdasarkan Lampiran Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner dapat diketahui bahwa secara keseluruhan variabel penelitian dikatakan valid, karena nilai hasil pengujian pada Correcteditem-total Correlation menunjukkan nilai > 0,361, demikian juga dengan reliabilitas alat ukur juga dapat dikatakan reliabel, karena diperoleh hasil Alpha Cronbach > 0,361.

3.4.4. Normalitas Data

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah suatu model berdistribusi normal atau tidak. Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengetahui apakah data atau suatu model berdistribusi normal atau tidak, diantaranya adalah dengan menggunakan diagram histogram. Jika gambar histogram menunjukkan bentuk lonceng, maka data dikatakan berdistribusi normal.

Cara lain mengetahui normalitas data adalah dengan menggunakan uji

(59)

Kolgomorov-Smirnov (KS), didapat nilai p = 0,104 atau p > 0,05. Maka dapat dikatakan bahwa secara signifikan model atau data memenuhi syarat berdistribusi normal.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel independen pada penelitian ini adalah dukungan sosial keluarga penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya.

[image:59.612.118.524.416.668.2]

Dukungan sosial keluarga adalah bantuan yang diberikan oleh keluarga penderita gangguan jiwa baik moril maupun materil dalam upaya pencegahan penderita gangguan jiwa tersebut untuk kambuh kembali, dengan sub variabel sebagai berikut :

Tabel 3.1. Definisi Operasional Sub Variabel Independen

No Sub Variabel Definisi

Jumlah Pertanyaan Pertanyaan

Positif

Pertanyaan Negatif 1. Dukungan

Informasioal

Bantuan/dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam pemberian informasi (usulan, saran atau nasehat) mengenai gangguan jiwa dan bagaimana caranya agar tidak timbul kekambuhan kembali.

1, 3, 5, 7, 9 2, 4, 6, 8, 10

2. Dukungan Penilaian

Bantuan/dukungan yang diberikan oleh keluarga

dalam memberikan penghargaan ataupun balasan

atas apa yang dilakukan penderita gangguan jiwa dalam upaya pencegahan kekambuhan kembali.

(60)

Tabel 3.1. (Lanjuntan) 3. Dukungan

Instrumental

Bantuan/dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam memberikan atau menyediakan benda konkrit

untuk pencegahan kekambuhan kembali.

1, 3, 5, 7, 10

2, 4, 6, 8, 9

4. Dukungan Emosional

Bantuan/dukungan yang diberikan oleh keluarga dalam memberikan perhatian serta menciptakan

kondisi dimana penderita merasa nyaman untuk mencegah kekambuhan kembali.

1, 3, 5,7, 9 2, 4, 6,8, 10

[image:60.612.114.524.134.355.2]

2. Variabel dependen pada penelitian ini adalah pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa. Pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh keluarga penderita gangguan jiwa untuk mendukung pencegahan kekambuhan kembali penderita gangguan jiwa tersebut di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2011.

Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel Dependen

No Sub Variabel Definisi

Jumlah Pertanyaan Pertanyaan

Positif

Pertanyaan Negatif 1. Pencegahan

Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa

Tidak timbulnya kembali gejala-gejala yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan dalam waktu 3 bulan terakhir (Maret, April, Mai 20011) dan tidak timbulnya gejala seperti prilaku kekerasan, Menarik diri, Halusinasi, insomnia.

1, 3, 5, 7, 11, 14, 20

[image:60.612.115.528.528.678.2]
(61)

Pada pengukuran Pencegahan Kekambuhan Penderita Gangguan Jiwa dengan menggunakan definisi dari alternatif jawaban :

a. Tidak Pernah : Tidak pernah terjadi lagi prilaku yang menyimpang pada penderita.

b. Kadang-kadang : Masih terjadinya prilaku yang menyimpang dalam waktu yang lama muncul sekali pada penderita.

c. Sering : Masih terjadinya prilaku penyimpangan dengan frekuensi sangat sering terjadi pada penderita

d. Selalu : Selalu terjadi prilaku penyimpangan pada penderita setiap saat.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen

Penentuan norma skor skala dukungan sosial keluarga ditentukan bedasarkan distribusi frekuensi dari skor-skor tes (Anastasi dan Urbina,1997:37) yaitu dengan mengetahui nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dari dukungan sosial keluarga yang diperoleh responden. Norma skor Dukungan sosial keluarga terdiri dari dua katagori yaitu :

(62)

2. Tidak baik : jika total nilai yang diperoleh respoden di atas nilai tengah diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan sosial keluarga yang diperoleh seluruh responden.

Selanjutnya, pengukuran variabel independen penelitian, yaitu dukungan sosial keluarga dibagi menjadi 4 sub variabel, dengan pengukuran sebagai berikut:

1. Pengukuran variabel dukungan sosial (dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional), dilakukan dengan menggunaka skala ordinal dari 40 (empat puluh) pertanyaan positif dengan alternatif jawaban:

a. Sangat setuju, diberi skor 1 b. Setuju, diberi skor 2

c. Tidak setuju, diberi skor 3

d. Sangat tidak setuju, diberi skor 4

2. Pengukuran variabel dukungan sosial (dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional), dilakukan dengan menggunaka skala ordinal dari 40 (empat puluh) pertanyaan negatif dengan alternatif jawaban:

a. Sangat setuju, diberi skor 4 b. Setuju, diberi skor 3

c. Tidak setuju, diberi skor 2 d. Sangat tidak setuju, diberi skor 1

(63)

mengetahui nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan sosial keluarga yang diperoleh responden. Norma skor dukungan sosial (dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional) terdiri dari dua katagori yaitu :

a. Baik: jika total nilai yang diperoleh responden diatas nilai tengah (23,6) diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan sosial (dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional) yang diperoleh seluruh responden, dengan nilai tertinggi 27.

b. Tidak baik: jika total nilai yang diperoleh respoden diatas nilai tengah diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan sosial (dukungan informasional, penilaian, instrumental dan emosional) yang diperoleh seluruh responden, dengan nilai terendah 20.

4. Penentuan norma skor skala dukungan informasional ditentukan bedasarkan distribusi frekueensi dari skor-skor tes (Anastasi dan Urbina,1997:37) yaitu dengan mengetahui nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan informasional yang diperoleh responden. Norma skor dukungan informasional terdiri dari dua katagori yaitu :

(64)

b. Tidak baik: jika total nilai yang diperoleh respoden diatas nilai tengah diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan informasional yang diperoleh seluruh responden, dengan nilai terendah 20.

5. Penentuan norma skor skala dukungan penilaian ditentukan bedasarkan distribusi frekueensi dari skor-skor tes (Anastasi dan Urbina,1997:37) yaitu dengan mengetahui nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan penilaian yang diperoleh responden. Norma skor dukungan penilaian terdiri dari dua katagori yaitu :

a. Baik: jika total nilai yang diperoleh responden diatas nilai tengah (23,1) diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan penilaian yang diperoleh seluruh responden, dengan nilai tertinggi 25.

b. Tidak baik: jika total nilai yang diperoleh respoden diatas nilai tengah diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan penilaian yang diperoleh seluruh responden, dengan nilai terendah 21.

(65)

a. Baik: jika total nilai yang diperoleh responden diatas nilai tengah (23,1) diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan instrumental yang diperoleh seluruh responden, dengan nilai tertinggi 26.

b. Tidak baik: jika total nilai yang diperoleh respoden diatas nilai tengah diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan instrumental yang diperoleh seluruh responden, dengan nilai terendah 20.

7. Penentuan norma skor skala dukungan emosional ditentukan berdasarkan distribusi frekueensi dari skor-skor tes (Anastasi dan Urbina,1997:37) yaitu dengan mengetahui nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan emosional yang diperoleh responden. Norma skor dukungan penilaian terdiri dari dua katagori yaitu :

a. Baik: jika total nilai yang diperoleh responden diatas nilai tengah (24,6) diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan emosional yang diperoleh seluruh responden, dengan nilai tertinggi 27.

b. Tidak baik: jika total nilai yang diperoleh respoden diatas nilai tengah diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi dukungan emosional yang diperoleh seluruh responden, dengan nilai terendah 22.

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen

(66)

diperoleh responden. Norma skor pencegahan kekambuhan terdiri dari dua katagori yaitu :

a. Baik: jika total nilai yang diperoleh responden diatas nilai tengah (47,6) diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa yang diperoleh seluruh responden, dengan nilai tertinggi 52.

b. Tidak baik: jika total nilai yang diperoleh respoden diatas nilai tengah diantara nilai skor terendah dan nilai skor tertinggi pencegahan penderita gangguan jiwa yang diperoleh seluruh responden,dengan nilai terendah 43.

Selanjutnya, pertanyaan-pertanyaan dalam variabel dependen dibagi atas: 1. Pengukuran variabel pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa

dilakukan dengan menggunaka skala ordinal dari 10 (sepuluh) pertanyaan positif dengan alternatif jawaban:

a. Tidak pernah, diberi skor 1 b. Kadang-kadang, diberi skor 2 c. Sering, diberi skor 3

d. Selalu, diberi skor 4

2. Pengukuran variabel pencegahan kekambuhan penderita gangguan jiwa dilakuakan dengan menggunakan skala ordinal dari 10 (sepuluh) pertanyaan negatif dengan alternatif jawaban:

(67)

c. Sering, diberi skor 2 d. Selalu, diberi skor 1

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini mencakup:

1. Analisis normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data dari sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji yang dipakai adalah uji Kolmogorov-Smirnov.

2. Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) pada masing-masing variabel, baik variabel independen maupun variabel dependen. Data tersebut dalam bentuk distribusi frekuensi dan selanjutnya dilakukan analisis terhadap tampilan data tersebut.

3. Analisis bivariat, yaitu untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen menggunakan uji chi-square pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05). Varibel independen yang masuk ke model analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik multinomial, harus memiliki nilai p < 0,25 pada hasil uji bivariat.

(68)

kekambuhan penderita gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya pada tingkat kemaknaan 95% (nilai p= 0,05), dengan model persamaan regresi logistik multinomial adalah sebagai berikut :

Y= a+X1ß1+ X2ß2+ X3ß3+ X4ß4

Keterangan:

Y = Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa

a = Konstanta

ß 1s/d ß 1

X1 = Dukungan informasional

= Nilai Beta

X2 = Dukungan penilaian

X3 = Dukungan instrumental

(69)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Keadaan Geografi

Kecamatan Susoh merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Aceh Barat Daya dengan luas Kecamatan 3200 Km2

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Blangpidie

dan terdiri dari 28 desa. Batas-batas wilayah Kecamatan Susoh antara lain:

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia 3. Sebelah barat berbatsan dengan Kecamatan Jeumpa

4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tangan-tangan

Jenis pengunaan lahan di Kecamatan Susoh dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 4.1. Jenis Penggunaan Lahan oleh Penduduk Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya

No. Jenis Penggunaan Lahan

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Definisi Operasional Sub Variabel Independen
Tabel 3.1. (Lanjuntan)
Tabel 4.1. Jenis Penggunaan Lahan oleh Penduduk Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menjadikan utara Kota Medan sebagai kawasan minapolitan diyakini akan manjadikannya sebagai kawasan cepat tumbuh ekonomi dengan melakukan perencanaan dengan

(2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam

yang harus dilakukan dalam penilaian adalah menilai unjuk kerja dan perilaku. karyawan, bukan

Wheare, konstitusi dapat diklasifikasikan atas konstitusi tertulis dan tidak tertulis; konstitusi fleksibel (luwes) dan konstitusi rigid (tegaslkaku); konstitusi

Menurut Agus Suprijono (2009: 128-129), langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran snowball throwing , di antaranya: 1) Guru menyampaikan materi yang akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Harapan Mahasiswa Terhadap Kualitas Pelayanan Perpustakaan Jurusan pada Bidang Rekayasa dan Non Rekaysa di Politeknik Negeri Sriwijaya .... 4.2

Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk meneliti sampai sejauhmana pengaruh penggunaan metode pembelajaran Examples Non Examples terhadap penguasaan

(PER)dalam usaha bank sebagai lembaga intermediary. Berdasarkan analisis peneliti, bahwa peneliti setuju dengan pernyataan informan, karena dengan adanya peraturan