• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURIDICAL ANALYSIS OF THE USE OF DRONE (UNMANNED AERIAL VEHICLE/UAV) AS A MILITARY EQUIPMENT BY THE UNITED STATES OF AMERICA IN THE TERRITORY OF THE OTHER STATE ACCORDING TO THE INTERNATIONAL LAW ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN PESAWAT TANPA AWAK (UNMANNED AE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "JURIDICAL ANALYSIS OF THE USE OF DRONE (UNMANNED AERIAL VEHICLE/UAV) AS A MILITARY EQUIPMENT BY THE UNITED STATES OF AMERICA IN THE TERRITORY OF THE OTHER STATE ACCORDING TO THE INTERNATIONAL LAW ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN PESAWAT TANPA AWAK (UNMANNED AE"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

VEHICLE/UAV) AS A MILITARY EQUIPMENT BY THE UNITED STATES OF AMERICA IN THE TERRITORY OF THE OTHER STATE

ACCORDING TO THE INTERNATIONAL LAW

by

ICHSAN JAYA KELANA

Drone (Unmanned Aerial Vehicle / UAV) offered significant benefits in the civilian and military activities. However, the advantages in terms of production, survivability and flexibility led drone more used in military activities compared to the civil activities. The use of drone in practice of military activities was mostly conducted in the region of other countries that now it raised new legal issues, such as the use of drones by the United States in the territory of Afghanistan, Yemen, Somalia, Iran and Pakistan by reason of war-on-terror and self-deffence that had caused many civilian casualties and extensive damage to the object that protected by International Law. The problems about how the legality of drone usage in international law and how the regulation of international law for drone attacks by the United States in the territory another state became the problem of this study.

The method used was the normative method with data collection procedures was through the main source of legal material. Data acquired and processed in this study were secondary data obtained from literature sources. Literature study was conducted by studying the literature, articles and other reading material related to the thesis research.

(2)

not military objectives had caused the assault as violations of the humanitarian law and war crimes as specified in Article 51 of Additional Protocol I to the Geneva Conventions of 1977, it was re-affirmed by a decision of the International Court of Justice (ICJ) in the case of Nicaragua vs. United States that stated any reason related to the use of military force and resulted any loss against civilians or civilian objects was a violation of values and humanitarian principles.

(3)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PENGGUNAAN PESAWAT TANPA AWAK (UNMANNED AERIAL VEHICLE/UAV) SEBAGAI ALAT MILITER OLEH AMERIKA SERIKAT DI WILAYAH NEGARA LAIN MENURUT

HUKUM INTERNASIONAL

Oleh:

ICHSAN JAYA KELANA

Pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) memberikan manfaat yang besar dalam melakukan kegiatan sipil maupun militer. Namun, keunggulan dalam segi produksi, survivabilitas dan fleksibilitas menyebabkan pesawat tanpa awak lebih banyak digunakan dalam kegiatan-kegiatan militer dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan sipil. Penggunaan pesawat tanpa awak dalam kegiatan militer pada prakteknya banyak dilakukan di wilayah negara lain yang kini justru menimbulkan masalah hukum yang baru, seperti penggunaan pesawat tanpa awak oleh Amerika Serikat di wilayah Afganistan, Yaman, Somalia, Iran dan Pakistan dengan alasan war on terror dan self deffence yang telah banyak menimbulkan korban sipil dan kerusakan luas terhadap objek yang dilindungi hukum internasional. permasalahan mengenai bagaimana legalitas penggunanaan pesawat tanpa awak dalam hukum internasional serta bagaimana pengaturan hukum internasional yang berlaku bagi serangan pesawat tanpa awak oleh Amerika Serikat di wilayah negara lain menjadi rumusan masalah yang diteliti.

Metode penelitian yang digunakan bersifat normatif dengan prosedur pengumpulan data yang sumber utamanya adalah bahan hukum. Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari literatur, artikel serta bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan penelitian skripsi.

Pesawat tanpa awak sebagai pesawat udara negara khususnya pesawat militer tunduk pada Pasal 3 Konvensi Chicago 1944, bahwa penggunaannya di luar wilayah negara membutuhkan otorisasi khusus dari negara kolong. Pesawat tanpa awak juga harus tunduk pada konvensi-konvensi mengenai sarana dan metode berperang, dimana setiap sarana dan metode berperang harus sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Humaniter Internasional. Serangan yang dilakukan Amerika Serikat terhadap negara Afganistan, Yaman, Somalia, Irak dan Pakistan jelas merupakan pelanggaran hukum internasional. Menurut Konvensi Montevideo 1933 mengenai hak dan kewajiban negara berdaulat, tindakan tersebut merupakan pelangaran terhadap kedaulatan yurisdiksi negara lain, di sisi lain serangan Amerika Serikat dengan alasan self defence tidak memenuhi kriteria dan syarat yang ada dalam Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sangat bertentangan dengan Pasal 2 Ayat 4 Piagam PBB mengenai penggunaan kekuatan militer di dalam wilayah negara lain. Tindakan war on terror yang hanya bertujuan untuk membunuh terduga teroris sangat tidak dibenarkan menurut Pasal 6 dan Pasal 14 Convenan on Civil and Political Right

(4)

yang bukan sasaran militer telah mengakibatkan serangan tersebut sebagai pelanggaran hukum kemanusiaan dan merupakan kejahatan perang sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 51 Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977, hal ini kembali ditegaskan dengan adanya putusan International Court of Justice (ICJ) dalam kasus Nicaragua vs Amerika Serikat yang menyatakan bahwa alasan apapun yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan militer dan menimbulkan kerugian terhadap sipil atau objek sipil merupakan pelanggaran terhadap nilai dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

(5)
(6)

Persembahan

Dengan rasa puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Esa dan sukacita yang luar biasa, penulis mempersembahkan karya ini kepada:

Ayahanda tercinta Hi. Yusanuli, S.H., M.H., dan Ibunda tersayang Emi Lusiana yang senantiasa memberikan limpahan kasih, cinta dan do’a serta

pengorbanan yang tiada hentinya yang selalu menjadi kekuatan bagi penulis.

Arief Rachman Hakim, S.H., kakak yang selalu menjadi panutan hidup serta selalu mendukung dan memberi motivasi pada setiap jalan hidupku.

Adik tersayang Anizar Ayu Pratiwi yang selalu menemani dan menghiburku di setiap waktu.

Ramita Rizka Aldina yang bersedia menjadi kawan bicara, berteduh, bersandar serta tempat berbagi keluh, kesah, suka dan cita di setiap

waktunya..

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang, pada tanggal 5 November

1992 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara oleh pasangan

Hi. Yusanuli, S.H., M.H. dan Emi Lusiana.memiliki seorang

kakak yang menempuh pendidikan perkuliahan di Fakultas

Hukum Universitas Lampung dan telah lulus pada bulan Juni

2014 serta seorang adik perempuan yang juga berkuliah di Fakultas dan Universitas

yang sama sejak tahun 2013.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di TK Taruna Jaya,

Bandar Lampung pada tahun 1998. Sekolah Dasar (SD) di SD Al-Kautsar, Bandar

Lampung tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 4 Rawa

Laut, Bandar Lampung, tahun 2007. Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA YP

Unila, Bandar Lampung pada tahun 2010.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH

UNILA) melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB)

pada tahun 2010. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di berbagai organisasi

mahasiswa internal Fakultas Hukum seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas

Hukum (BEM-FH), Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas Mahasiswa Hukum

Pengkaji Masalah Hukum (UKMF-MAHKAMAH), Perhimpunan Mahasiswa

Hukum untuk Seni (PERSIKUSI) dan Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional

(8)

tahun 2010 dan Latihan Kader II (Intermediate Training) Tingkat Nasional Cabang Depok pada tahun 2011. Penulis juga melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di

desa Gunung Pekuwon, Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten Way Kanan pada

(9)

MOTO

Engkau berpikir tentang dirimu sebagai seonggok materi semata,

padahal di dalam dirimu tersimpan kekuatan yang tak terbatas

-Ali Bin Abi Thalib-

Close your eyes, clean your heart

-The Killers-

Melangkahlah menutut ilmu untuk mencapai keselamatan

-Nabi Muhammad SAW-

Bersabarlah, karna sebenarnya ketergesaan menghasilkan kegagalan

(10)

-Penulis-Persembahan

Dengan rasa puji dan syukur kepada Allah Yang Maha Esa dan sukacita yang luar biasa, penulis mempersembahkan karya ini kepada:

Ayahanda tercinta Hi. Yusanuli, S.H., M.H., dan Ibunda tersayang Emi Lusiana yang senantiasa memberikan limpahan kasih, cinta dan do’a serta

pengorbanan yang tiada hentinya yang selalu menjadi kekuatan bagi penulis.

Arief Rachman Hakim, S.H., kakak yang selalu menjadi panutan hidup serta selalu mendukung dan memberi motivasi pada setiap jalan hidupku.

Adik tersayang Anizar Ayu Pratiwi yang selalu menemani dan menghiburku di setiap waktu.

Ramita Rizka Aldina yang bersedia menjadi kawan bicara, berteduh, bersandar serta tempat berbagi keluh, kesah, suka dan cita di setiap

waktunya..

(11)

Bismillaahirrohmaanirrohiim, Puji syukur penulis ucapkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan ridho-Nya skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Penggunaan Pesawat Tanpa Awak

(Unmanned Aerial Vehicle/UAV) Sebagai Alat Militer oleh Amerika Serikat di Wilayah Negara Lain Menurut Hukum Internasional” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung atas kesediaannya meluangkan waktu, tenaga, saran dan kritik

dalam proses penyelesaian skripsi ini;

2. Bapak Naek Siregar, S.H., M.H., selaku pembimbing utama yang dengan

sabar membimbing dan meluangkan waktu, tenaga, pemikiran serta segala

masukan dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum., selaku Ketua bagian Hukum

Internasional sekaligus Pembahas Utama atas kesediaannya meluangkan

waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran dan kritik dalam

proses penyelesaian skripsi ini;

4. Ibu Desy Churul Aini, S.H., M.H., selaku Pembimbing Kedua atas

kesabarannya untuk meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk

memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi

(12)

saran dan kritik yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Bapak Prof. Sunarto D.M, S.H., M.H., selaku Pembantu Rektor III sekaligus

Pembimbing Akademik;

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum, khususnya bagian Hukum

Internasional (Bapak DR. Khaidir Anwar, S.H., M.H., Ibu Melly Aida, S.H.,

M.H., Ibu Widya Krulinasari, S.H., M.H., dan lain-lain), atas bimbingan,

masukan, saran dan kritik yang sangat membantu dalam penyelesaian skripsi

ini;

8. Bapak Marjiyono, Bapak Sujarwo dan Bapak Supendi selaku Staf

Administrasi Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lampung, atas bantuan, saran, masukan serta motivasi yang diberikan dalam

penyelesaian skripsi ini;

9. Squad of International Law 2010 ( Muhammad Haves, S.H., M. Insan

Tarigan, S.H., Jefry, Ade A.Y Marbun, S.H., Kisti Artiasha, S.H., Adji, Aryo,

Ozi, Reza, Emi, Siska dan Mba Aldis) atas rasa kekeluargaan, kebersamaan,

dukungan dan pengalaman serta pelajaran luar biasa yang kalian berikan.

Akan selalu mengingat hari dimana kita bersama;

10. Teman-teman Rumah Bagus Productions (RBP) (Bagus, Havez, Jefrry, Jana,

Insan, Reza, Inggit) untuk cinta kasih, tawa, dukungan dan kebersamaannya

(13)

untuk kebersamaannya, dukungan dan kekeluargaan yang sangat luar biasa.

12. Presidium HmI Komisariat Hukum Unila periode 2010-2011, 2011-2012 dan

2012-2013 untuk kerjasama, bimbingan di organisasi dan pengalaman yang

berharga selama ini.

13. Keluarga besar HmI Komisariat Hukum Unila, untuk kebersamaan,

pengalaman serta kekeluargaan yang sangat luar biasa.

14. Kepada semua pihak yang terlibat namun tidak dapat disebutkan satu persatu,

penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 15 Juli 2014

Penulis

(14)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRACT

ABSTRAK

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP

PERSEMBAHAN MOTO

SANWACANA DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 11

1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1. Tujuan Penelitian... 11

1.3.2. Manfaat Penelitian... 11

1.4.Ruang Lingkup Kajian ... 12

1.5.Sistematika Penulisan ... 13

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian-pengertian ... 15

2.1.1. Analisis Yuridis ... 15

2.1.2. Alat Militer ... 16

2.2.Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) ... 17

2.2.1. Jenis - Jenis Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) ... 19

2.2.1.1. RQ8A Fire Scout ... 19

(15)

2.2.1.3. Boeing Scan Eagle ... 20

2.2.1.4. Northrop Grumman Global Hawk ... 20

2.2.1.5. General Atomics MQ9 Reaper ... 21

2.2.1.6. Aero Vironment Raven ... 22

2.2.1.7. Bombardier CL 327 VTOL ... 22

2.2.1.8. Yamaha RMAX ... 23

2.2.1.9. Puna, Indonesia ... 23

2.2.2. Fungsi Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) ... 24

2.2.2.1. Fungsi Sosial dan Sipil ... 24

2.2.2.2. Fungsi Militer dan Publik ... 25

2.2.3. Perbandingan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) dengan Pesawat Berawak Sebagai Alat Militer ... 25

2.2.3.1. Keterjangkauan (Affordability) ... 25

2.2.3.2. Ketepatan Serangan dan Pertahanan Diri (On Target Attack and Survivability) ... 26

2.2.3.3. Kecepatan (Speed) ... 28

2.2.3.4. Range ... 29

2.2.3.5. Fleksibilitas (Flexibility) ... 30

2.3.Hak Pembelaan Diri (Self Defence) ... 31

2.4.Perang Melawan Terorisme (War on Terror) ... 32

2.5.Prinsip Yurisdiksi Universal ... 35

2.6.Asas-Asas Hukum Humaniter Internasional ... 38

2.6.1. Asas Kepentingan Militer... 39

2.6.2. Prinsip Proporsional (Proportionality) ... 39

2.6.3. Prinsip Pembedaan (Distinction) ... 39

2.6.4. Larangan Menyebabkan Penderitaan yang Tidak Seharusnya (Prohibition of Causing Unnecessary Suffering) ... 40

2.6.5. Asas Perikemanusiaan ... 41

2.6.6. Asas Kesatriaan ... 41

2.6.7. Asas Keterpaksaan (Necessity)... 42

2.7.Pengaturan Mengenai Sarana dan Metode dalam Berperang ... 42

2.7.1. Metode dan sarana Berperang Dalam Konvensi-Konvensi Den Haag 1907 ... 42

2.7.2. Sarana dan Metode Berperang Menurut Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977 ... 45

2.8.Orang-orang Sipil dan Objek-objek yang Dilindungi Hukum Humaniter Internasional ... 47

(16)

3.4.1. Metode Pengumpulan Data ... 53

3.4.2. Metode Pengolahan Data ... 54

3.5.Analisis Data ... 54

IV. HASIL PENELITIAN 4.1.Relevansi Hukum Internasional Terkait Penggunaan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) sebagai Alat Militer ... 56

4.1.1. Penggunaan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) Sebagai Pesawat Udara Militer di Wilayah Negara Lain ... 57

4.1.2. Penggunaan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) Sebagai Sarana dan Metode Berperang ... 62

4.1.2.1. Konvensi Den Haag 1907 ... 63

4.1.2.2. Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1949 ... 66

4.2.Serangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) oleh Amerika Serikat di Wilayah Negara Lain Menurut Hukum Internasional ... 70

4.2.1. Pelanggaran Terhadap Asas-asas Hukum Humaniter Internasional ... 70

4.2.1.1. Prinsip Proporsional (Proportionality) ... 71

4.2.1.2. Larangan Menyebabkan Penderitaan yang Tidak Seharusnya (Prohibition of Causing Unnecessary Suffering) ... 73

4.2.1.3. Asas Perikemanusiaan... 76

4.2.2. Tindakan Pembunuhan Berencana (Targeted Killing) ... 78

4.2.3. Pelanggaran Kedaulatan Negara Lain ... 81

4.2.4. Penggunaan Kekuatan Bersenjata (Use of Armed Force) dan Pelanggaran Prinsip Non-intervensi ... 88

4.3 Serangan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) di Wilayah Negara Lain dalam Perspektif Amerika Serikat ... 95

4.3.1. Perang Melawan Terorisme (War on Terror) Berdasarkan Hukum Humaniter Internasional ... 95

4.3.2. Self Deffence Amerika Serikat ... 98

4.3.3. Penerapan Yurisdiksi Universal Terhadap Kejahatan Terorisme ... 103

V.PENUTUP 5.1.Kesimpulan ... 108

5.2.Saran ... 111

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. RQ 8A Fire Scout ... 19

Gambar 2. RQ 2B Pioneer ... 19

Gambar 3. Boing Scan Eagle ... 20

Gambar 4. Norhrop Grumman Global Hawk ... 20

Gambar 5. General Automics MQ9 Reaper ... 21

Gambar 6. Aero Vironment Raven ... 22

Gambar 7. Bombardier CL 327 ... 22

Gambar 8. Yamaha RMAX... 23

(18)

BAB I PENDAHULAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi di era modern kini telah memberikan banyak keuntungan

dalam segala kebutuhan atau keperluan manusia, baik dalam bidang informasi,

komunikasi, transpotasi dan bidang-bidang lainnya. Berbagai jenis teknologi dan

perlengkapan diciptakan untuk membantu pekerjaan manusia agar lebih efektif,

cepat dan mudah. Penciptaan teknologi baru tidak hanya membawa dampak

positif dalam kehidupan manusia, terlebih penciptaan, pengembangan atau

penemuan tersebut membawa manusia dalam segala hal yang lebih bersifat instan.

Dampak negatif yang paling nyata sering terjadi di dalam perkembangan

teknologi militer atau alat berperang yang sewaktu-waktu berpotensi mengancam

kehidupan manusia.1

Negara-negara maju pada era modern terlihat berlomba-lomba untuk menemukan,

mengembangkan atau menciptakan persenjataan yang lebih unggul.2 Perlombaan

dalam mengembangkan sarana dan metode berperang oleh banyak negara tersebut

1

Lihat, Ronan Doaré, Didier Danet, Jean-Paul Hanon, & Gérard de Boisboissel, Robots on the Battleield Contemporary Issues and Implications for the Future, Combat Studies Institute Press, Fort Leavenworth, Kansas, 2014. Hlm. 89-90

(19)

justru menimbulkan potensi terjadinya penyalahgunaan yang akan mengancam

pencapaian perdamaian dan keamanan internasional serta penghormatan terhadap

nilai kemanusiaan, seperti munculnya senjata nuklir, biologi, kimia, peluru

kendali, misil pendeteksi panas dan senjata non-konvensional lainnya pasca

perang dunia kedua yang merupakan contoh nyata dapak negatif dari

perkembangan sarana dan metode berperang, perkembangan teknologi militer

yang akhir-akhir ini menjadi sorotan dunia internasional adalah lahirnya teknologi

pesawat tanpa awak, yang perkembangannya pada dekade terakhir ini telihat tidak

dapat diimbangi oleh kemajuan pengaturan hukum internasional.3

Pesawat tanpa awak memiliki manfaat yang sangat besar bagi negara yang

memilikinya, terutama untuk mendukung kegiatan-kegiatan sosial maupun

militer. Fungsi positif penggunaan pesawat tanpa awak pada kegiatan-kegiatan

sosial antara lain, sebagai sarana transportasi logistik di daerah terpencil yang sulit

diakses, pemetaan jalur pipa, kegunaan pertanian, pemadam kebakaran serta

pencarian orang hilang. Bahkan kini Amerika Serikat telah memberikan sertifikasi

terhadap pesawat tanpa awak jenis Northrop Grumman Global Hawk untuk dapat digunakan sebagai alat transportasi sipil lintas negara. Pesawat tanpa awak dalam

melaksanakan tugas militerpun memiliki keunggulan yang sangat baik

dibandingkan teknologi pesawat udara militer lainnya, yaitu sebagai alat

pengintai, pemburuan terduga militan, melaksanakan misi pada wilayah-wilayah

3

(20)

yang berbahaya, dan untuk melakukan patroli keamanan secara rutin serta

membantu tugas-tugas kepolisian.4

Pesawat tanpa awak muncul pertama kali sebagai alat militer pada abad ke 18

yang digunakan oleh North Atlantic Treaty Organizations (NATO) untuk keperluan pengintaian dan mata-mata, demikian pula Amerika Serikat telah

menggunakan pesawat tanpa awak sebagai alat pengintai pada perang teluk tahun

1990, bahkan jauh sebelumnya Israel telah menggunakan pesawat tanpa awak

pengintai pada tahun 1982 dan tahun 1996 di Lebanon. Pesawat tanpa awak pada

prakteknya memang lebih banyak digunakan sebagai alat militer. Minimnya

resiko dalam melakukan misi-misi berbahaya, tingkat efisiensi penggunaan yang

tinggi serta biaya produksi yang lebih kecil dibandingkan dengan pesawat

berawak menjadi alasan utama mengapa pesawat tanpa awak sangat diminati

penggunaannya di bidang militer. Keunggulan-keunggulan tersebut juga

menyebabkan pesawat tanpa awak banyak digunakan dan dikembangkan di

berbagai negara.5

Pesawat tanpa awak pada prakteknya memiliki target sasaran yaitu berupa

sekelompok orang yang menunjukan tanda-tanda, atau karakteristik tertentu akan

tetapi identitas mereka tidak diketahui. Definisi target dalam serangan pesawat

tanpa awak yang tidak spesifik, mendetil serta tidak adanya penyelidikan terlebih

dahulu mengakibatkan banyak jatuhnya korban jiwa yang bukan merupakan target

4

Witny Tanod, Analisis Yuridis Terhadap Penggunaan Kekuatan Bersenjata Dengan Menggunakan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Drones) Dalam Hukum Internasional, 2013, diakses dari:ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/download/1009/822, pada tanggal 5 Mei 2014, pukul 10.00 WIB. Hlm. 3

5

(21)

atau sasaran militer. Bahkan dalam melakukan penyerangan, pesawat tanpa awak

kini telah dilengkapi sistem mandiri atau otonom, dengan hanya diprogram

sebelumnya pesawat dapat menyerang tanpa kendali dan tanpa peringatan

terhadap objek yang sesuai dengan program targetnya.6 Pada satu sisi

perkembangan teknologi, khususnya pengembangan pesawat tanpa awak memang

memberikan banyak manfaat yang positif, namun di sisi lain kemajuan teknologi

tersebut tidak dapat diimbangi dengan kemajuan hukum yang ada, sehingga

kesenjangan ini justru berpeluang terjadinya penyalahgunaan kekuatan militer

tersebut.

Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada ke empat Konvensi Jenewa 1949

mengenai perlindungan korban perang, serta pengaturan-pengaturan mengenai

alat dan metode berperang pada Konvensi-konvensi Den Haag 1907 telah

memberikan petunjuk yang jelas mengenai apa yang dimaksud sebagai

pelanggaran penggunaan kekuatan militer. Contoh tindakan yang merupakan

penyalahgunaan kekuatan militer terdapat di dalam Pasal 50 Konvensi Jenewa I

1949 bahwa yang merupakan pelanggaan berat dalam penggunaan sarana dan

metode berperang yaitu, pembunuhan yang disengaja, penganiayaan atau

perlakuan tak berkeperimanusiaan, menyebabkan dengan sengaja penderitaan

besar atau luka berat atas badan dan kesehatan, pembinasaan luas, tindakan

pemilikan atas harta benda yang tidak dibenarkan oleh kepentingan militer dan

dilaksanakan dengan melawan hukum serta penyerangan yang dilakukan dengan

membabi buta. Ketentuan-ketentuan bersamaan dalam Hukum Humaniter

Internasional (HHI) juga telah mentapkan bahwa segala sarana dan metode

6

(22)

berperang harus sesuai dengan prinsip-prinsip atau asas-asas yang menjadi dasar

dalam penggunaan kekuatan militer di setiap situasi dan kondisi konflik apapun.7

Segala bentuk sarana dan metode berperang yang bertentangan dengan prinsip dan

asas-asas HHI tersebut secara tegas dinyatakan sebagai bentuk pelanggaran

penggunaan kekuatan militer.

Amerika Serikat akhir-akhir ini kerap menggunakan pesawat tanpa awak yang

biasa disebut Unmanned Aerial Vehicle (UAV), dan merupakan pesawat udara yang dapat diterbangkan dari jarak jauh atau dioperasikan tanpa menggunakan

keahlian awak penerbangan di dalamnya. Pesawat tanpa awak khususnya pada

fungsi militer memiliki kekuatan dan kecepatan yang memang dirancang untuk

melakukan pengintaian, serangan senjata berat serta melakukan penyerangan tak

terduga.8 Pesawat tanpa awak dalam penggunaannya oleh Amerika Serikat

dipersenjatai dengan rudal-rudal dan dapat menjatuhkan bom yang mampu

menimbulkan kerusakan yang sangat serius. Mengingat besarnya peluang

terjadinya penyalahgunaan kekuatan militer pada pesawat tanpa awak, maka

membatasi penggunaannya sebagai alat militer sangatlah penting.9 Contoh kasus

yang merupakan penyalahgunaan pesawat tanpa awak yaitu serangan Amerika

Serikat terhadap negara Afganistan, Irak, Yaman, Somalia dan Pakistan dengan

7

Use force, diakses dari: http://fl.unud.ac.id/block-book/HI/course%20materials/use% 20force. docx, pada tanggal 27 Juni 2014, pukul 20.30 WIB.

8

The New York Times, Predator Drones and Unmanned Aerial Vehicles (UAVs), diakses dari: http://topics.nytimes.com/top/reference/timestopics/subjects/u/unmanned_aerial_vehicles/ index.html, pada tanggal 5 September 2013, pukul 07.41 WIB.

9

(23)

alasan spionase jaringan terrorisme dan berbagai macam alasan bahkan dengan

memanfaatkan hak personalitasnya.10

Amerika Serikat untuk pertama kalinya mengakui telah menggunakan pesawat

tanpa awak yang dilengkapi misil untuk menyerang target yang mengancam

patroli Amerika Serikat dan Inggris di Irak Selatan pada Oktober 2002.11

Penyerangan Amerika Serikat terhadap negara-negara Timur Tengah dengan

menggunakan pesawat tanpa awak telah menimbulkan kerusakan skala besar dan

kerusakan lingkungan dalam jangka waktu yang lama bahkan banyak

mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang bukan merupakan sasaran militer.12

Amerika Serikat mengatakan serangan ini menargetkan terroris, namun

sumber-sumber data menyatakan warga sipil telah menjadi korban utama dari serangan

tersebut. Selain Amerika Serikat, Israel juga merupakan pihak yang sering

melanggar aturan internasional terkait penggunaan pesawat tanpa awak, salah satu

bukti nyata ialah serangan pesawat tanpa awak oleh rezim Israel di jalur Gaza

pada 14 Agustus 2007 sampai dengan sekarang.13

Hasil penelitian yang dilakukan para aktivis hak asasi manusia di Oxford University menyebutkan bahwa jumlah korban tewas akibat serangan pesawat tanpa awak Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Barack Obama diperkirakan

mencapai 2.400 jiwa. Sedangkan The Bureau of Investigative Journalism (TBIJ), mengatakan bahwa selain operasi pesawat tanpa awak di wilayah Afganistan,

10

The New York Times, Predator Drones and Unmanned Aerial Vehicles (UAVs). Op. Cit.

11

(24)

Pemerintahan Barack Obama juga mengembangkan program pengunaan pesawat

tanpa awak otonom di Pakistan dan juga meningkatkan penggunaannya di Yaman

dan Somalia dan negara-negara lainnya yang dianggap sebagai basis Al-Qaeda.14

Human Rights Watch dan Amnesti Internasional pada bulan Oktober 2009 sampai pada Januari 2012 telah menerbitkan dua laporan yang mengkritik keras

kerahasiaan program pesawat tanpa awak Amerika Serikat, dan menyerukan

penyelidikan atas kematian korban serangan yang jelas-jelas tidak ada

hubungannya dengan terrorisme atau tujuan militer yang akan dicapai. Meskipun

Amerika Serikat menyatakan bahwa target serangan adalah anggota kelompok

terroris, seperti Hakimullah Mehsud, pemimpin Taliban Pakistan yang dituduh

bertanggung jawab atas kematian ratusan warga sipil dalam berbagai tindak

kejahatan terrorisme yang dinyatakan tewas dalam serangan pesawat tanpa awak

Amerika Serikat di Pakistan,15 namun Perdana Menteri Pakistan, Nawaz Sharif

berulang kali menuntut diakhirinya serangan di Pakistan dengan menyatakan

bahwa penggunaannya bukan hanya merupakan pelanggaran terus-menerus

terhadap integritas teritorial Pakistan, tetapi juga merugikan tekad dan upaya

pemerintah domestik untuk menghilangkan terrorisme dari negara Pakistan yang

kini justru semakin kuat dan terorganisir.16

Menyikapi pernyataan Perdana Menteri Pakistan, Pengadilan Tinggi Peshawar

pada bulai Mei 2012 telah memutuskan bahwa serangan pesawat tanpa awak

Amerika Serikat di wilayah Pakistan adalah ilegal dan tidak manusiawi,

14 Ibid. 15

PBB Minta AS Serahkan Data Korban Serangan Pesawat Tanpa Awak, diakses dari: http://www.bbc.co.uk /indonesia/dunia/2013/10/131018_amerika_pesawattanpaawak.shtml, pada tanggal 10 Januari 2014, pukul 10.40 WIB.

(25)

melanggar piagam PBB tentang hak asasi manusia serta merupakan kejahatan

perang.17 Amerika Serikat memang telah mengurangi jumlah serangan pesawat

tanpa awak di Pakistan setelah keluarnya putusan Peshawar, Pemerintahan Barack

Obama berjanji akan menerapkan aturan ketat dan transparansi yang lebih baik

untuk program tersebut, akan tetapi pesawat tanpa awak Amerika Serikat masih

terus terbang di atas wilayah Pakistan, meskipun tidak melakukan penyerangan.18

Amerika Serikat dan sekutunya menginvasi Afghanistan, Yaman, Somalia, Irak

dan Pakistan setelah serangan terroris yang terjadi pada 11 September 2001

sebagai bagian dari tindakan perang melawan terror. Tindakan perang melawan

terror mendapatkan kritikan keras dari berbagai elemen masyarakat internasional.

New Amerika Foundation yang bermarkas di Washington menyatakan ada 350 serangan pesawat tanpa awak Amerika Serikat sejak tahun 2004 selama

pemerintahan Presiden Barack Obama.

New Amerika Fwoundation juga memperkirakan jumlah korban tewas khusus invasi Amerika Serikat ke Afganistan berjumlah 1.963 dan 3.293. Selanjutnya

TBIJ mengatakan jumlah korban tewas akibat serangan-serangan di Pakistan,

Yaman dan Somalia antara 3.072 sampai 4.756 orang.19 Pesawat tanpa awak

Amerika Serikat melakukan serangan di negara Pakistan dengan total 380

serangan, serta serangan pada masa pemerintahan Barack Obama berjumlah 329

serangan dengan total terbunuh 2.534-3.642 orang termasuk didalamnya korban

anak-anak berjumlah 168-200 orang dan korban luka 1.127-1.556 orang.

17

Drone: Perang Tanpa Moralitas Ala Amerika, diakses dari, http://syamina.org/ syamina5-DRONE-Perang-Tanpa-Moralitas-Ala-Amerika.html, pada tanggal 10 Januari 2014, pukul 10.00 WIB. Op. Cit.

18

Menit.tv, Pesawat Tanpa Awak AS Banyak Makan Korban Sipil, Op. Cit. 19

(26)

sedangkan serangan pesawat tanpa awak di negara Yaman total 55-65 serangan,

total terbunuh 269-389 orang, anak terbunuh: 5 orang serta dengan serangan

tambahan berjumlah 83-102 serangan, dengan data total terbunuh 302-481 orang,

terluka 81-108 orang dan serangan operasi lain berjumlah 12-77 serangan, dengan

korban terbunuh 144-380 orang, anak-anak 24-26 orang serta korban terluka

22-114 orang. Selain itu serangan terhadap negara Somalia dengan total serangan

4-10, total terbunuh 9-30 orang, terluka 2-24 orang serta meliputi serangan pada

operasi lainnya berjumlah 8-15 serangan, total terbunuh 48-150 orang,

anak-anak 1-3 orang.20

United Nations (UN) Secretary-General Ban Ki-moon pada saat dilangsungkannya The Inaguration of a Centre for International Peace and Stability di Islamabad menyatakan bahwa penggunaan pesawat tanpa awak harus tunduk pada aturan hukum internasional yang sudah lama berlaku, termasuk

hukum kemanusiaan internasional sama seperti sarana dan metode berperang

lainnya.21 Ban Ki-moom juga mengatakan bahwa penggunaan pesawat tanpa

awak oleh Amerika Serikat di wilayah negara-negara lain yang banyak

mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, menimbulkan keprihatinan tinggi terhadap

terlaksananya hukum internasional. Selain itu United Nations Commission on Human Rights (UNCHR) juga telah menyerukan Amerika Serikat untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum internasional yang berlaku dan menekan

20

The Bureau of Investigative Journalism, Covert Drone War, diakses dari: http://www.thebureauinvestigates.com/category/projects/drones/, pada tanggal 21 Juni 2014, pukul 10.50 WIB.

21

(27)

penyalahgunaan kekuatan militer yang dilarang dalam hukum internasional terkait

penggunaan pesawat tanpa awak.22

Hukum internasional telah memberikan kewajiban kepada negara yang

mengembangkan sarana dan metode berperang yang dicantumkan di dalam Pasal

36, Protokol Tambahan I Konvensi Jenewa 1977 untuk menyikapi banyaknya

masalah yang timbul karena perkembangan sarana dan metode berperang yang

begitu pesat dengan menyatakan:

“Apabila suatu negara mengadakan studi, mengembangkan suatu senjata baru atau cara berperang baru, maka negara tersebut diharuskan menentukan apakah penggunaannya akan dilarang oleh protokol ini dan ketentuan lain dari hukum internasional yang berlaku bagi negara tersebut” (Pasal 36)

Ketentuan di atas menuntut dan mewajibkan negara-negara yang mengembangkan

alat dan metode berperang baru untuk mengkaji dan menilai apakah alat dan

metode berperang yang dikembangkan sesuai dengan ketentuan Protokol,

nilai-nilai kemanusiaan serta hukum internasional lainnya yang terkait dan wajib

dihormati oleh semua pihak.23

Pesawat tanpa awak terkait penggunaannya yang marak oleh berbagai negara

hingga saat ini memang belum memiliki pengaturan khusus, namun hal inilah

yang mendorong peneliti untuk melakukan pengkajian terhadap ketentuan hukum

internasional serta mengumpulkan ketentuan-ketentuan yang relevan untuk dapat

dijadikan sebagai dasar hukum dalam penggunaan pesawat tanpa awak. Dengan

demikian penulis memilih penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Penggunaan

Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) Sebagai Alat Militer oleh Amerika Serikat di Wilayah Negara Lain Menurut Hukum Internasional.

22 Ibid. 23

(28)

1.2.Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan hukum internasional yang relevan untuk menjadi

dasar hukum terkait penggunaan pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) sebagai alat militer?

2. Apakah serangan menggunakan pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) oleh Amerika Serikat di wilayah negara lain melanggar hukum internasional?

1.3.Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui dan menganalisis pengaturan hukum internasional yang relevan

untuk menjadi dasar hukum penggunaan pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) sebagai alat militer.

b. Mengetahui dan menganalisis apakah serangan menggunakan pesawat tanpa

awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) oleh Amerika Serikat di wilayah negara lain telah melanggar hukum internasional.

1.3.2. Manfaat Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Berguna untuk pengembangan kemampuan berkarya ilmiah dan daya nalar,

dengan acuan yang disesuaikan dengan disiplin ilmu yang dipelajari yaitu

(29)

berguna untuk menambah pengetahuan teoritis dalam penelitian yang

berkaitan dengan hukum internasional.

b. Kegunaan Praktis

Sebagai bahan bacaan dan tambahan pengetahuan terkait dengan penggunaan

pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) menurut hukum internasional, serta sebagai bahan acuan awal analisis lebih lanjut mengenai

pengaturan hukum internasional terhadap dampak penyalahgunaan kekuatan

militer serta sebagai bahan bacaan dan bahan ajar hukum humaniter

internasional mengenai penggunaan alat atau kekuatan militer.

1.4.Ruang Lingkup Kajian

Ruang lingkup kajian yang diteliti adalah menganalisis hukum internasional yang

relevan dan dapat berlaku untuk dijadikan dasar hukum terkait penggunaan

pesawat tanpa awak yang digunakan sebagai alat militer dan bukan pada

fungsinya dalam bidang sosial atau sipil. Permasalahan kedua mengenai serangan

pesawat tanpa awak yang dilakukan oleh amerika serikat diwilayah negara lain,

peneliti membatasi pengkajian yang ada dalam skripsi ini dengan menitik

beratkan pada pertanyaan mengenai hukum apa yang menjadi dasar bagi serangan

tersebut. Peneliti juga menempatkan dua pandangan, dimana pengkajian pertama

melihat hukum internasional secara normatif melalui pengaturan-pengaturan yang

berkaitan dengan kasus, sedangkan pandangan kedua dengan melihat dari sudut

subjektif Amerika Serikat mengenai alasan dan faktor yang menjadi pembenaran

atas serangan tersebut. Dua pandangan tersebut berfungsi untuk membentuk

(30)

1.5.Sistematika Penulisan

Peneliti menulis skripsi ini dengan merujuk pada pedoman penulisan karya ilmiah

pada umumnya, Penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) Bab, yaitu:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang permasalahan mengenai lahirnya teknologi

pesawat tanpa awak sebagai alat militer modern yang menjadi sorotan dunia

internasional dewasa ini, serta menghadirkan data dampak dari penggunaannya di

wilayah negara lain oleh Amerika Serikat. Dikemukakan pula rumusan masalah

yang akan diteliti dan tentang apa tujuan penulis dalam tulisannya, serta yang

terakhir adalah tentang bagaimana sistematika penulisan yang digunakan dalam

penulisan skripsi ini.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan meringkas dan menjelaskan tentang istilah yang ada dalam

penelitian. Membentuk landasan teori yang sesuai dengan ruang lingkup bahasan

mengenai penggunaan pesawat tanpa awak serta menjelaskan secara umum asas

dan prinsip HHI. Bab ini juga mencantumkan tinjauan umum mengenai hal-hal

yang berkaitan dengan penggunaan pesawat tanpa awak militer oleh Amerika

Serikat di wilayah negara lain yang bertujuan untuk menunjang hasil penelitian.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini memuat penjelasan tentang metode yang digunakan penulis dalam

penyusunan dan penelitiannya, akan diuraikan secara singkat mengenai cara

(31)

bagaimana penulis menghimpun dan mengolah data hingga menjadi tulisan yang

dapat dipahami, akan ditampilkan pula jenis analisis data yang digunakan dalam

penelitian.

BAB IV: PEMBAHASAN

Bab ini mengandung hasil penelitian yang dilakukan penulis sebagai hasil

pengolahan data yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

Selanjutnya akan memaparkan hukum yang relevan untuk menjadi landasan

hukum bagi penggunaan pesawat tanpa awak, dan akan menampilkan serta

menguraikan hukum yang berlaku dalam kasus penggunaan pesawat tanpa awak

sebagai alat militer oleh Amerika Serikat di wilayah negara Afganistan, Yaman,

Somalia, Irak dan Pakistan.

BAB V: PENUTUP

Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan, garis besar atau pokok pikiran dari

hasil penelitian. kesimpulan merupakan uraian singkat hasil analisis penulis

terhadap permasalahan. Dalam bab ini pula akan disertakan saran-saran yang

didasarkan atas hasil keseluruhan penelitian sebagai pemecahan masalah yang

(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian-Pengertian 2.1.1. Analisis Yuridis

Analisis adalah kegiatan merangkum sejumlah data besar yang masih mentah

kemudian mengelompokan atau memisahkan komponen-komponen serta

bagian-bagian yang relevan untuk kemudian mengkaitkan data yang dihimpun

untuk menjawab permasalah. Analisis merupakan usaha untuk menggambarkan

pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasil analisis dapat dipelajari dan

diterjemahkan dan memiliki arti.24 Sedangkan yuridis adalah hal yang diakui oleh

hukum, didasarkan oleh hukum dan hal yang membentuk keteraturan serta

memiliki efek terhadap pelanggarannya,25 yuridis merupakan suatu kaidah yang

dianggap hukum atau dimata hukum dibenarkan keberlakuannya, baik yang

berupa peraturan-peraturan, kebiasaan, etika bahkan moral yang menjadi dasar

penilaiannya.

24

Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Analisis, Yrama Widya, Bandung, 2001. Hlm. 10

25

(33)

Dalam penelitian ini yang dimaksud oleh penulis sebagai analisi yuridis adalah

kegiatan untuk mencari dan memecah komponen-komponen dari suatu

permasalahan untuk dikaji lebih dalam serta kemudian menghubungkannya

dengan hukum, kaidah hukum serta norma hukum yang berlaku sebagai

pemecahan permasalahannya. Kegiatan analisis yuridis adalah mengumpulkan

hukum dan dasar lainnya yang relevan untuk kemudian mengambil kesimpulan

sebagai jalan keluar atau jawaban atas permasalahan.26 Tujuan kegiatan analisis

yuridis yaitu untuk membentuk pola pikir dalam pemecahan suatu permasalahan

yang sesuai dengan hukum khususnya mengenai masalah penggunaan teknologi

pesawat tanpa awak sebagai alat militer.

2.1.2. Alat Militer

Militer adalah angkatan bersenjata dari suatu negara dan segala sesuatu yang

berhubungan dengan angkatan bersenjata atau tentara, militer biasanya terdiri atas

para prajurit atau serdadu.27 Militer selain sebagai keamanan negara berfungsi

pula pada hal yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan negara yang

bersifat lebih pada penguasaan wilayah, perang serta hal-hal yang terkait pada

bentuk kekerasan dengan menggunakan senjata mematikan dan dapat

memusnahkan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa maksud

dari alat militer adalah segala sesuatu yang berfungsi untuk mendukung kerja atau

tujuan militer.

26

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008. Hlm. 83-88

27

(34)

2.2.Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV)

Pesawat tanpa awak adalah pesawat jenis baru yang diterbangkan dengan

menggunakan kontrol eksternal atau bahkan dengan kemampuan mengendalikan

diri secara otonom. Pesawat tanpa awak berkembang pesat dalam beberapa

dekade terakhir, hal ini dikarenakan banyaknya konflik global yang terjadi

sehingga menimbulkan kebutuhan untuk merevolusi teknologi militer. Alasan

utama dalam pembuatan pesawat tanpa awak adalah agar para pilot dapat

mengontrol pesawat dengan sistem kontrol eksternal sehingga tidak ada bahaya

yang mengancam nyawa awak, konfigurasi pesawat tanpa awak bersifat

aerodinamic, taktis dan memberi keuntungan ekonomi serta keselamatan para awak.28

Pesawat tanpa awak berguna untuk pelayanan sipil, pemerintahan, namun pada

kenyataannya pesawat jenis ini lebih banyak digunakan sebagai alat militer,

bahkan kini Eropa, Kanada dan Amerika Serikat terus berfokus untuk

mengembangkan kegunaan pesawat tanpa awak dalam bidang militer terutama

sebagai alat peperangan. Pengembangan pesawat tanpa awak militer dimulai pada

tahun 1990, dengan adanya peristiwa 11 September, pesawat tanpa awak mulai

dioperasikan untuk kepentingan militer di luar wilayah negara.29 Perkembangan

pesawat tanpa awak kini justru terihat lebih memberikan implikasi negatif

terhadap penerapan hukum internasional khususnya pada HHI.30

28

Hagrave, The Aerial Target and Aerial Torpedo in the USA, diakses dari: http://www.ctie.monash.edu/hargrave/rpav_usa.html, pada tanggal 16 Juni 2014, pukul 20.43 WIB.

29

Bill Yenne, Attack of the Drones: A History of Unmanned Aerial Combat , Zenith Press, USA, 2004. Hlm. 9

(35)

Pesawat tanpa awak sampai saat ini masih belum memiliki definisi yang pasti dan

konsisten serta diterima secara formal. Pesawat tanpa awak dalam

perkembangannya dikenal juga dengan sebutan drone, pilotless aircratft, uninhabited aircraft, Remotely Piloted Vehicles (RPV) dan Remotely Operated Aircraft (ROA) serta Unmanned Aerial Vehicle (UAV).31 Hambatan dalam menentukan definisi yang tepat untuk pesawat tanpa awak dikarenakan aplikasi

penggunaannya yang berbeda-beda, namun terdapat beberapa definisi yang bisa

dijadikan komparasi, antara lain:

“A power driven aircraft, other than a model aircraft, that is designed to fly without a human operator on board” Sebuah pesawat yang berbeda dengan model pesawat lainnya, pesawat yang didesain untuk terbang tanpa operator manusia didalamnya.32

“A powered, aerial vehicle that does not carry a human operator, uses aerodynamic forces to provide lift, can fly autonomously or be piloted remotely, can be expandable or recoverable, and can carry a lethal or non-lethal payload. Ballistic or semi ballistic vehicles, cruise missiles, and artillery projectiles are not considered Unmanned Aerial Vehicles” Sebuah pesawat bertenaga angin yang tidak dapat membawa operator manusia, menggunakan sistem aerodinamis untuk mengangkatnya naik, dapat terbang secara otonom atau dikontrol dengan pengendali, dan dapat membawa atau tidak membawa senjata. Kendaraan balistik atau bukan blistik, misil dan projektil artileri tidak dapat dikatakan sebagai pesawat tanpa awak.33

Penulis berpendapat bahwa meskipun tedapat perbedaan pendapat dari berbagai

ahli mengenai definisi pesawat tanpa awak, namun di dalam setiap pendapat

terdapat kesamaan dalam hal pengendalian, dimana pesawat tanpa awak tidak

memiliki awak yang berada di dalam pesawat serta pesawat diterbangkan dengan

kendali eksternal ataupun pengendalian otonom melalui program. Misil, rudal,

pada tanggal 21 November 2013, pukul 09.02 WIB.

33

(36)

atau alteleri lain yang dapat dikendalikan secara eksternal maupun otonom yang

merupakan senjata itu sendiri, tidak dapat dikatakan sebagai pesawat tanpa awak

karena tidak dapat digunakan kembali, sedangkan pesawat tanpa awak dapat

digunakan kembali dan berfungsi hampir sama dengan pesawat udara lainnya.

2.2.1. Jenis - Jenis Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) 2.2.1.1. RQ8A Fire Scout

Helikopter tanpa awak RQ8A diadopsi dari jenis helikopter ringan Schweizer Model 330SP. RQ8A Fire Scout digunakan oleh US Navy dalam misi pengintaian. Helikopter ini dapat beroperasi selama empat jam lebih dengan jarak 192 kilometer dari pusat kendali. Fire Scout dilengkapi dengan sistem navigasi berbasis GPS dan mampu beroperasi secara otonom.34 Mampu

beroperasi secara otonom, sehingga pusat kendali dapat mengendalikan tiga

helikopter secara simultan.35 Helikopter tanpa awak RQ8A Fire Scout mampu mengangkut rudal udara darat (air to surface missiles) untuk misi pengeboman.

2.2.1.2. RQ2B Pioneer

Pesawat tanpa awak ini adalah hasil kolaborasi

antara Amerika Serikat dan Israel Aircraft Industries. Pesawat ini telah dipergunakan oleh

US Marine Corps, US Navy dan US Army sejak 1986. Pioneer bertugas

34

Jenis-jenis Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) diakses dari: http://itjen.kemhan.go.id/sites/default/files/files/JenisJenis%20Pesawat%20Tanpa%20Awak%20% 28UAV%29_0.pdf, pada tanggal 23 Januari 2014, Pukul 15.00 WIB.

35

simultan adalah pengendalian dengan waktu yang bersamaan, terbang bersamaan dan operator dapat mengendalikan dengan bergantian dalam posisi pesawat tetap mengudara dalam posisi tempur.

Gambar 1. RQ 8A Fire Scout

(37)

melakukan pengintaian, pengawasan, pencarian target, dan mendukung

penembakan angkatan laut baik pada siang hari maupun malam hari. Pesawat ini

dapat diluncurkan dari kapal dengan bantuan dorongan roket atau diluncurkan dari

darat dengan bantuan alat pelontar, panjang badan 14 kaki dan rentang sayap 17

kaki, Pioneer dapat terbang hingga ketinggian 15.000 kaki selama lima jam.

Pioneer dalam melakukan misi dapat mengangkut beban hingga 37 Kg dan dilengkapi sensor optik serta alat pendeteksi ranjau.36

2.2.1.3. Boeing Scan Eagle

Pesawat berbobot 20 Kg ini dapat terbang

selama 15 jam dengan ketinggian lebih dari

16.000 kaki dan kecepatan 96 Kmph.

Pesawat ini dapat diluncurkan baik dari darat maupun dari kapal laut. Scan Eagle

adalah pesawat tanpa awak yang tidak dapat dideteksi oleh radar, selain itu

suaranya hampir tidak terdengar. Scan Eagle terbang dengan dipandu sistem GPS dan dilengkapi dengan kamera dan sensor.37

2.2.1.4. Northrop Grumman Global Hawk Global Hawk adalah pesawat tanpa awak yang terbesar dan tercanggih di dunia saat

ini. RQ4 Global Hawk adalah pesawat tanpa awak pertama yang memperoleh sertifikasi dari badan penerbangan Amerika

untuk terbang dan mendarat di bandara sipil secara otomatis, karena

36

United States Navy Fact File, RQ-2A PIONEER Unmanned Aerial Vehicle (UAV),

diakses dari: http://www.navy.mil/navydata/fact_display.asp?cid=1100&tid=2100&ct=1, pada tanggal 10 Mei 2014, pukul 12.34 WIB.

37

Insitu, ScanEagle System, diakses dari: http://www.insitu.com/systems/scaneagle, pada tanggal 1 mei 2014, pukul 10.20 WIB.

Gambar 3. Boeing Scan Eagle

(38)

keunggulannya ini, Global Hawk diharapkan dapat menjadi perintis pesawat penumpang dengan pilot otomatis dimasa mendatang. Pada saat pengujian, Global Hawk mampu terbang dari Amerika Serikat menuju Australia pulang pergi dengan membawa sejumlah alat pengintai. Untuk keperluan militer, pesawat ini dapat

dipergunakan untuk melakukan pengintaian, pengawasan dan survey intelejen

lainnya pada daerah yang luas dan dalam jangka waktu yang lama.38

2.2.1.5. General Atomics MQ9 Reaper Reaper adalah pesawat multifungsi tanpa awak yang dikembangkan untuk menjadi

mesin penghancur. Dalam operasi militer

Amerika di Afghanistan, Yaman Somalia, Irak dan Pakistan, Reaper dilengkapi dengan rudal AGM 114 Hellfire39 dan dipergunakan untuk memburu dan menghancurkan target. Pesawat ini dapat mengangkut beban hingga lima ton,

berkecapatan 368 Kmph pada ketinggian 50.000 kaki dan dapat terbang sejauh

5.891 kilometer dari pusat kendali. Pesawat ini dilengkapi dengan IR targeting sensor, laser rangefinder40 dan synthetic aperture radar41. Reaper dapat dibongkar pasang dan diangkut ke berbagai lokasi dengan mudah.42

38

Northrop Grumman, Global Hawk The Value of Pefomance, diakses dari: http://www.northropgrumman.com/Capabilities/GlobalHawk/Pages/default.aspx?utm_source=Prin tAd&utm_medium=Redirect&utm_campaign=GlobalHawk+Redirect, pada tangal 1 Mei 2014, pukul 11.02 WIB.

39

AGM-114 Hellfire adalah sebuah peluru kendali udara untuk serangan darat yang dibuat untuk kegunaan pertempuran anti tank. Roket ini dapat ditembakkan dari berbagai situasi baik di udara, laut dan darat dan dipergunakan untuk menghancurkan banyak target dalam satu tembak. Nama hellfire berasal dari tujuan asalnya sebagai senjata tembak yang mematikan.

40

Laser rangefinder atau pengintai laser adalah perangkat yang menggunakan sinar laser untuk menentukan jarak ke obyek. Bentuk yang paling umum dari pengintai laser yaitu dengan mengirimkan sinar laser sempit menuju objek dan mengukur waktu yang dibutuhkan oleh laser yang akan terpantul dari target dan dikembalikan ke pengirim.

(39)

2.2.1.6. Aero Vironment Raven

RQ 11A Raven, yang dibuat pada tahun 2002-2003, merupakan versi kecil dari 1999 vintage

Aero Vironment Pointer, yang dilengkapi dengan GPS navigation sistem, dan peralatan control. Badan pesawat ini terbuat dari kevlar dan berbobot dua kilogram. Pesawat tanpa awak ini memiliki radius

operasi lebih dari 9,6 kilometer dan dapat terbang selama 80 menit pada kecepatan

96 Kmph. Raven B dilengkapi dengan berbagai jenis sensor dan laser target designator43.44

2.2.1.7. Bombardier CL 327 VTOL

Bombardier CL 327 VTOL adalah pesawat pengawas tanpa awak yang dimotori mesin

Williams International WTS 125 turbo shaft engine berdaya 100 tenaga kuda, dengan bobot maksimum 300 Kg. Saat take off,

CL 327 dapat difungsikan sebagai alat relay komunikasi. Pada penggunaannya

CL 327 juga berfungsi untuk menginspeksi keadaan lingkungan dan melakukan patroli di daerah perbatasan. Pesawat ini telah banyak membantu aparat dalam

upaya pemberantasan narkotika dan dalam operasi-operasi pengintaian militer.

41

Synthetic Aperture Radar adalah teknologi radar imaging yang memanfaatkan teknik pemrosesan sinyal untuk membuat agar antena berukuran kecil dapat memberikan hasil seperti antenna yang berukuran lebih panjang dengan cara menggerakkan antenna tersebut.

42

United States Air Force, MQ-9 Reaper diakses dari: http://www.af.mil/AboutUs/ FactSheets/ Display/ tabid/224/Article/104470/mq-9-reaper.aspx, pada tanggal 3 Mei 2014, pukul 20.00 WIB.

43

laser designator adalah sinar laser yang digunakan untuk menunjuk target. Designators Laser digunakan untuk menargetkan bom, rudal, atau amunisi presisi artileri, seperti seri Paveway bom, Lockheed-Martin Hellfire, atau Copperhead yang dipandu dari laser.

44

Unmanned Aerial System, UAS: RQ 11A Raven, https:// www.avinc.com /uas/ small/ uas/raven/, pada tanggal 2 Mei 2014, pukul 10.34 WIB

Gambar 6. Aero Vironment Raven

(40)

Pesawat ini dapat mengudara selama lima jam dan dilengkapi dengan berbagai

sensor, datalink sistems dan sistem navigasi lain baik berupa GPS maupun inertial navigation sistems45.46

2.2.1.8. Yamaha RMAX

Pesawat ini adalah pesawat terbang tanpa

awak yang paling banyak dipergunakan di

dunia untuk keperluan non militer. Helikopter

mini Yamaha RMAX, dipergunakan untuk berbagai keperluan non-militer seperti alat untuk menyemprotkan pestisida atau pupuk serta melakukan survey untuk

keperluan penelitian. Helikopter ini mempergunakan dua mesin Yamaha dan

dapat terbang hingga ketinggian 500 kaki.47

2.2.1.9. Puna, Indonesia

Pesawat Udara Nir Awak (PUNA) digunakan untuk berbagai keperluan pemantauan dari

udara, seperti pemetaan, pemantauan

kebakaran hutan, investigasi bencana, pencarian korban hingga keperluan militer.

Prinsipnya, PUNA mampu membawa terbang berbagai peralatan seperti kamera,

alat pengintai dan sejenisnya hingga seberat 20kg. Kegiatan pengembangan

45

Inertial Navigation Sistem (INS) adalah bantuan navigasi yang menggunakan sensor komputer, gerak (accelerometers) dan sensor rotasi (giroskop) untuk terus menghitung melalui perhitungan mati posisi, orientasi, dan kecepatan (arah dan kecepatan gerakan) objek yang bergerak tanpa perlu referensi eksternal. Hal ini digunakan pada kendaraan seperti kapal, pesawat terbang, kapal selam, rudal, dan pesawat ruang angkasa. Istilah lain yang digunakan untuk merujuk pada sistem navigasi inersia yaitu sistem inersia platform, instrumen inersia, unit pengukuran inersia (IMU) dan berbagai variasi lainnya.

46

Naval Drones, CL 327 Guardian, diakses dari: http://www.Navaldrones.com /CL327 .html, pada tanggal 3 Mei 2014, pukul 11.00 WIB.

47

Yamaha RMAX, Specifications, diakses dari: http://rmax.yamaha-motor.com. au/specifications, pada tanggal 10 Mei 2014, pukul 15.44 WIB.

Gambar 8. Yamaha RMAX

(41)

PUNA diawali dengan pembuatan wahana sasaran tembak atau target pesawat

tanpa awak yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan prajurit Pusenart

(Pusat Senjata Artileri) TNI-AD. PUNA mempunyai kecepatan jelajah 80 knot

dengan jangkauan terbang mencapai 30 Kmph pada ketinggian 7.000 kaki.48

2.2.2. Fungsi Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) 2.2.2.1. Fungsi Sosial dan Sipil

Pada kegiatan kegiatan sosial dan keperluan sipil pesawat tanpa awak

memberikan banyak kegunaan, beberapa fungsi penggunaan pesawat tanpa awak

dalam kegiatan sosial yaitu sebagai pembawa logistik dan bantuan ke

wilayah-wilayah yang terpencil dan berbahaya, pencarian orang hilang serta membantu

dalam melakukan suatu penelitian. Pesawat tanpa awak dapat digunakan dalam

keperluan-keperluan sipil, seperti dalam penyemprotan pestisida skala besar, serta

berfungsi sebagai alat pengawasan dan keamanan lingkungan. 49 Terdapat

beberapa jenis pesawat tanpa awak yang dapat dimiliki pribadi tanpa aturan yang

ketat, bahkan sering kali tidak mempermasalahkan pendaftaran dan kualifikasi

pesawat seperti jenis Yamaha RMAX.50

48

Inovasi Indonesia, PUNAI : Indonesian Made Unmanned Reconnaissance Aircraft,

Diakses dari: http://www.bic.web.id/login/inovasi-indonesia-unggulan/655-punai-pesawat-udara-nir-awak-indonesia, pada tanggal 3 Mei 2014, pukul 16.00 WIB.

49

Viva Log, Fungsi Pesawat Tanpa Awak di Masa Depan, diakses dari: http://log.viva.co.id/news/read/394848-fungsi--pesawat-tanpa-awak-di-masa-depan, pada tanggal 3 Mei 2014, pukul 20.00 WIB.

(42)

2.2.2.2. Fungsi Militer

Berdasarkan fakta lapangan dalam implementasi penggunaannya, pesawat tanpa

awak di bidang militer memiliki fungsi utama yaitu membantu misi pasukan darat

untuk memborbardir dan membuka jalan untuk pasukan sebelum melakukan

serangan atau bahkan saat mendapat serangan darat dan udara serta melakukan

patroli secara rutin dilangit atau sebagai alat mata-mata untuk menangani

kasus-kasus yang terlalu berbahaya bagi pesawat berawak. Pesawat tanpa awak militer

pada umumnya menggunakan bom dan misil. 51 Ketiadaan awak untuk

berkomunikasi dan memberi peringatan sebelum melakukan penyerangan

menyebabkan pesawat tanpa awak banyak digunakan dalam misi yang hanya

bertujuan untuk melakukan pembunuhan atas terduga militan.52

2.2.3. Perbandingan Pesawat Tanpa Awak (Unmanned Aerial Vehicle/UAV) dengan Pesawat Berawak sebagai Alat Militer

2.2.3.1. Keterjangkauan (Affordability)

Perbandingan Affordability adalah perhitungan dalam segi produksi yang biasanya dalam bentuk perhitungan nominal harga atau pendanaan yang harus ditanggung,

seperti resiko, biaya material dan keamanan.53 Pesawat berawak memerlukan

biaya pembangunan atau produksi yang relatif tinggi mengingat bentuk struktur

yang besar dan memerlukan raw material yang banyak serta mekanisme perhitungan yang harus lebih matang menyebabkan pesawat berawak

51

Barak Militer, Jenis-jenis UAV Yang Dipakai Dimedan Perang, diakses dari: http://www.momosergeidragunov.com/2012/09/jenis-jenis-uav-yang-dipakai-dimedan.html, pada tanggal 3 Mei 2014, pukul 22.20 WIB.

52

Pesawat Pengintai Tak Berawak, diakses dari http://www.artikelpintar.com/2010/11/ pesawat-pengintai-tak-berawak .html, tanggal 21 Maret 2011, pukul 11.00 WIB.

53

(43)

membutuhkan waktu produksi sangat lama, hal ini dikarenakan adanya

keterlibatan awak pesawat yang harus dijamin keselamatannya saat menguji

performa pesawat. Konsekuensinya, harga jual pesawat berawak akan tinggi,

demikian juga biaya pemeliharaannya mengingat tingkat kompleksitas sistem.

Fakta ini berbanding terbalik dengan pesawat tanpa awak, yang dapat dibangun

dengan lebih efisien, serta dengan resiko minim karena tidak memerlukan awak

pesawat yang harus dijamin keselamatannya dalam uji coba menyebabkan harga

produksi pesawat tanpa awak jauh lebih murah. Sebagai perbandingan, harga satu

unit pesawat berawak jenis F-15E Strike Eagle adalah US$ 79,24 juta,54 sementara harga satu unit pesawat tanpa awak jenis Predator adalah US$ 40 juta.55 Maka dalam segi affordability pesawat tanpa awak jauh melampaui pesawat berawak sehingga menyebabkan pesawat tanpa awak banyak

dikembangkan di berbagai negara.

2.2.3.2. Ketepatan Serangan dan Pertahanan Diri (On Target Attack and Survivability)

Ketepatan dalam melakukan serangan dan pertahanan diri suatu pesawat udara

militer adalah hal yang harus diperhitungkan dalam penggunaannya pada kondisi

petempuan,56 kelengkapan pertahanan diri (self-defence) baik pada pesawat berawak maupun pesawat tanpa awak sangat berpengaruh dalam menjalankan

misi-misi atau tujuan militer. Pesawat berawak maupun pesawat tanpa awak

sama-sama dapat dilengkapi dengan kemampuan pengintaian, bahkan sistem

54

Tumpal Napitupulu, Use of UAV for Target Designation, diakses dari: http://www.tandef.net/use-uav-target-designation-0, CAPT, 2009, pada tanggal 14 Februari 2014, pukul 08.35 WIB.

55

Grunt Military, Jurnal Internasional: RQ-1 Predator UAV, diakses dari: http://www. Gruntsmilitary.com /rq1.shtml, pada tanggal 14 November 2013, pukul 12.06 WIB.

56

(44)

pertahanan yang lebih aktif seperti rudal atau roket untuk menyerang balik sistem

musuh. Mengingat fakta bahwa pesawat tanpa awak jenis predator pernah terlibat dalam pertempuran udara melawan pesawat berawak jenis MiG-25 Irak pada tahun 2002, dengan dilengkapi misil pendeteksi panas (Stinger),57menunjukkan hasil yang seimbang. Meskipun tidak memiliki awak pengendali didalamnya,

pesawat tanpa awak mampu mempertahankan diri terhadap serangan udara musuh

sama baiknya dengan pesawat berawak. Dalam variabel ini, kedua opsi dapat

dinilai seimbang.

Kontrol jarak jauh mengakibatkan pencitraan pandangan pada pesawat tanpa awak

yang dihasilkan kurang baik, sehingga pesawat tanpa awak dalam melakukan misi

penyerangan cenderung menggunakan persenjataan yang lebih besar kekuatannya

untuk mempertahankan serangan yang efektif dibandingkan dengan jenis pesawat

militer lainnya, seperti misil, rudal dan bom. Penggunaan persenjataan besar pada

pesawat tanpa awak dimaksudkan agar serangan dapat memenuhi target walaupun

mengakibatkan kerusakan yang luas dan korban lain yang bukan merupakan target

serangan dan dalam prestasinya memiliki kemungkinan 70% melakukan false attack. Pesawat berawak dalam melakukan fungsi-fungsi militer lebih unggul dibandingkan dengan pesawat tanpa awak jika dilihat dari ketepatan melakukan

serangan, namun jika dalam melaksanakan misi tertentu yang bersifat

pemusnahan maka pesawat tanpa awak dapat dikatakan lebih unggul.58

57

Pilotless Warriors Roar To Success, Drones, diaskses dari: www.cbsnews.com, pada tanggal 11 November 2013, pukul 05.35 WIB.

58

(45)

2.2.3.3. Kecepatan (Speed)

Keunggulan dalam segi kecepatan merupakan nilai lebih yang harus dimiliki

pesawat udara militer, namun sistem pesawat juga harus mendukung dan

seimbang dengan kecepatan yang dimiliki. Dilihat pada aspek kecepatan, pesawat

berawak memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan dengan pesawat tanpa

awak. Kecepatan pesawat berawak mata-mata jenis SR-71 Blackbird telah melampaui angka 3.530 Kmph.59 Pesawat berawak jenis lainnya seperti U-2

memiliki kecepatan 844,8 Kmph,60 sedangkan pesawat tanpa awak tercepat sejauh

ini adalah Global Hawk yang memiliki kecepatan 626 Kmph. Bedasarkan dalam segi kecepatan pesawat berawak jauh melampaui pesawat tanpa awak.

Kecepatan yang tinggi dalam melaksanakan misi-misi militer harus berbanding

lurus dengan survivability sebuah sistem, bila tidak didukung dengan perangkat pengamatan dan pengintaian dengan resolusi yang tinggi, kecepatan justru akan

mengurangi kualitas pencitraan yang dihasilkan oleh pesawat tersebut. Pesawat

tanpa awak yang memang memiliki kecepatan yang jauh di bawah pesawat

berawak, namun sistem pesawat tanpa awak dengan kecepatan maksimal

sekalipun sudah dapat dijangkau atau dimbangi dengan teknologi pencitraan yang

ada, sedangkan teknologi pengindraan sampai saat ini belum dapat mengimbangi

kecepatan maksimal pesawat berawak, sehingga dapat dikatakan kecepatan yang

tinggi pada pesawat berawak terlihat sia-sia dalam misi pengamatan walaupun

dalam segi survivability kecepatan yang dimiliki pesawat berawak sangat

59

Federation of American Scientists, History of Mystery Aircraft (2011), diaskses dari: http://www.fas.org/irp/mystery/history.htm, pada tanggal 13 April 2011, pukul 17.18 WIB.

60

Gambar

Gambar 2.RQ 2B Pioneer
Gambar 3. Boeing Scan Eagle
Gambar 7. Bombardier CL 327 VTOL bobot maksimum 300 Kg. Saat take off,
Gambar.9. Puna

Referensi

Dokumen terkait