• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Cyber Extension melalui Telepon Genggam oleh Petani Anggrek di Taman Anggrek Ragunan Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Cyber Extension melalui Telepon Genggam oleh Petani Anggrek di Taman Anggrek Ragunan Jakarta Selatan"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN CYBER EXTENSION MELALUI TELEPON GENGGAM OLEH PETANI ANGGREK DI TAMAN ANGGREK RAGUNAN JAKARTA SELATAN

AIRA PUTRI ERI DASLI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Cyber Extension melalui Telepon Genggam oleh Petani Anggrek di Taman Anggrek Ragunan, Jakarta Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari peneliti lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

AIRA PUTRI ERI DASLI. Pemanfaatan Cyber Extension melalui Telepon Genggam oleh Petani Anggrek di Taman Anggrek Ragunan Jakarta Selatan. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan DJOKO SUSANTO.

Cyber extension merupakan salah satu media penyuluhan berbasis teknologi modern yang dapat dimanfaatkan oleh petani, penyuluh dan pelaku usaha untuk memperoleh informasi dan mengembangkan usaha pertanian. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Hp dan internet) untuk mendukung kegiatan usahatani serta manfaat telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek menggunakan cyber extension.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan metode survei. Penelitian dilaksanakan di Taman Anggrek Ragunan, Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta selama bulan Februari sampai Maret 2015. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh petani tanaman anggrek sebanyak 35 orang dengan syarat minimal memiliki telepon genggam. Perilaku petani dalam menggunakan media cyber extension terkhusus pada pemanfaatan telepon genggam. Hal ini juga memberikan manfaat yang positif dalam pengembangan usahatani terutama dalam memasarkan tanaman anggrek ke dalam maupun luar kota. Hubungan yang positif dengan memiliki dan memanfaatkan telepon genggam dalam usahatani oleh petani adalah meningkatnya keuntungan, konsumen dan kualitas produk dari usahatani tersebut. Artinya, ketika pemanfaatan telepon genggam oleh petani meningkat, maka keuntungan, jumlah konsumen dan kualitas produk dari usahatani mengalami peningkatan. Hubungan negatif terjadi pada implikasi kebijakan dalam pemanfaatan cyber extension dimana sosialisasi kebijakan masih minim dilakukan, sehingga persepsi petani masih rendah.

(5)

SUMMARY

AIRA PUTRI ERI DASLI. Utilization of Cyber Extension via Mobile Phones by Farmers in Ragunan Orchid Park, South Jakarta. Supervised by PUDJI MULJONO and DJOKO SUSANTO.

Cyber extension is one of the modern technology which can be utilized by the farmers, extension workers, and Business actors to obtain informations and develop agricultural business. The purpose of this study was to analyze relationship between characteristics of petanits and environmental with the farmers behavior in utilizing cyber extension (Hp and internet) to support farming activities as well as the utilized mobile phones on farm orchid plants.

This study is descriptive correlational type of survey method. Research conducted at the Ragunan Orchid Park, South Jakarta, Jakarta Province during February to March 2015. The sample were all growers of orchids as many as 35 people with a minimum requirement have a mobile phone. The behavior of farmers for using cyber media, especially utilized of mobile phones. It also had a positive utilized in the development of farming, especially in marketing orchids in town and out of town. A positive relationship with the own and use a mobile phone in farming by farmers is increasing profits, consumer and quality of products from the farm. It means, when the use of mobile phones by farmers increases, the profit, quantity of konsumen and quality products on farm has increased. The negative relationship occurs on the policy implications in the use of cyber extension where the socialization of policies is still minimal, so the perception of farmers is still low.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penelitian karya ilmiah, penyusunan laporan, penelitian kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

PEMANFAATAN CYBER EXTENSION MELALUI TELEPON GENGGAM OLEH PETANI ANGGREK DI TAMAN ANGGREK RAGUNAN JAKARTA SELATAN

AIRA PUTRI ERI DASLI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Pemanfaatan Cyber Extension melalui Telepon Genggam oleh Petani Anggrek di Taman Anggrek Ragunan Jakarta Selatan Nama : Aira Putri Eri Dasli

NIM : I351130191

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Pudji Muljono, MSi Ketua

Prof (Ris) Dr Ign. Djoko Susanto, SKM Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini adalah Pemanfaatan Cyber Extension melalui Telepon Genggam oleh Petani Anggrek di Taman Anggrek Ragunan, Jakarta Selatan. Penyusunan tesis ini dilatarbelakangi oleh pentingnya media penyuluhan berbasis teknologi informasi seperti pemanfaatan telepon genggam untuk dapat mengakses informasi pertanian, namun pemanfaatannya masih terbatas pada komunikasi interpersonal. Oleh sebab itu, penelitian tentang pemanfaatan cyber extension melalui telepon genggam dipilih sebagai topik dalam tesis.

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penelitian, oleh sebab itu kritik, pendapat dan saran sangat diharapkan. Atas semuanya peneliti mengucapkan terima kasih. Selama penelitian tesis berlangsung banyak pihak yang telah membantu. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Pudji Muljono, MSi dan Prof (Ris) Dr Ign. Djoko Susanto, SKM selaku komisi pembimbing yang dengan sabar dan ikhlas meluangkan waktu, pemikiran, arahan dan bimbingannya kepada peneliti.

2. Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA selaku penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran.

3. Prof Dr Ir Sumardjo, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, atas masukannya dalam penelitian karya ilmiah peneliti. 4. Dr Ir Dyah Gandasari, MSi atas bantuan berupa masukan dan saran dalam

penelitian karya ilmiah peneliti.

5. Dosen-dosen Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang telah mengajar peneliti selama ini.

6. Kepala Taman Anggrek Ragunan beserta staf, Petani Taman Anggrek Ragunan, Kementerian Pertanian serta Dirjen Hortikultura atas kesediaannya berbagi informasi dengan peneliti.

7. Kedua orang tua peneliti, Papa Drs. Eri Dasli dan Mama Nurhayati. Kepada kedua adik peneliti, Harvi Dasnoer, dan Ike Mai Suri Guci, dan kepada seluruh keluarga besar di Jakarta dan di Padang yang telah membantu peneliti sehingga dapat menyelesaikan sekolah pascasarjana.

8. Bivon Dusakluh, SE atas kesabaran, keikhlasan dan perhatiannnya dalam menemani peneliti selama ini.

9. Indah Listiana, SP. MSi, Tiara A.P Hernanda, SP, M.Si dan Riana, SIP, dan rekan-rekan di PPN 2013 atas diskusi dan masukannya selama ini.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka dan semoga karya ilmiah ini dapat memberi manfaat.

Bogor, Juli 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Media Penyuluhan 5

Cyber Extension 6

Karakteristik Cyber Extension 9

Lingkungan yang Mendukung Pemanfaatan Cyber Extension 13 Perilaku Pengguna dalam Memanfaatkan Cyber Extension 14 Hasil Penelitian yang Telah Dilakukan dan State of The Art 18

Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian 20

3 METODE 23

Desain Penelitian 23

Lokasi dan Waktu Penelitian 23

Populasi dan Sampel 23

Teknik Pengumpulan Data 24

Uji Validitas dan Reliabilitas 25

Analisis Data 27

Definisi Operasional 27

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 36

Deskripsi Umum Taman Anggrek Ragunan 36

Profil Gapoktan Primatara 41

Karakteristik Petani 42

Lingkungan 46

Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Cyber Extension 49 Hubungan Karakteristik Petani dengan Perilaku Petani dalam Pemanfaatan

Cyber Extension 50

Hubungan Lingkungan dengan Perilaku Petani dalam Pemanfaatan Cyber

Extension 52

Analisis Manfaat sebelum Menggunakan Telepon Genggam 53 Hubungan Karakteristik Petani dengan Manfaat sebelum Menggunakan

Telepon Genggam 55

Hubungan Lingkungan dengan Manfaat sebelum Menggunakan Telepon

Genggam 56

Analisis Manfaat setelah Menggunakan Telepon Genggam 57 Hubungan Karakteristik Petani dengan Manfaat setelah Menggunakan

(12)

Hubungan Lingkungan dengan Manfaat setelah Menggunakan Telepon

Genggam 60

5 SIMPULAN DAN SARAN 61

Simpulan 61

Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN 66

DAFTAR TABEL

1. Nilai hasil uji validitas instrumen penelitian 26 2. Nilai hasil uji reliabilitas instrumen penelitian 27 3. Definisi operasional dan parameter kelompok peubah karakteristik

petani 28

4. Definisi operasional dan parameter kelompok peubah lingkungan 30 5. Definisi operasional dan parameter kelompok peubah perilaku

petani dalam pemanfaatan cyber extension 32

6. Definisi operasional dan parameter kelompok peubah manfaat

menggunakan telepon genggam 33

7. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah karakteristik petani 43 8. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah lingkungan

ketersediaan media komunikasi konvensional 47 9. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah lingkungan

ketersediaan sarana akses informasi berbasis teknologi informasi 48 10. Sebaran petani berdasarkan perilaku dalam memanfaatkan cyber

extension 49

11. Koefisien korelasi karakteristik petani dengan perilaku dalam

memanfaatkan cyber extension 51

12. Koefisien korelasi lingkungan dengan perilaku dalam

memanfaatkan cyber extension 52

13. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah tingkat pengetahuan

dalam berusahatani (sebelum) 53

14. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah sikap dalam

berusahatani (sebelum) 54

15. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah keuntungan relatif

menggunakan cyber extension (sebelum) 54

16. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah tingkat pengetahuan

dalam berusahatani (setelah) 57

17. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah sikap dalam berkegiatan usahatani tanaman anggrek (setelah) 58 18. Sebaran petani berdasarkan kategori peubah keuntungan relatif

(13)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka berpikir penelitian 22

2 Struktur organisasi Taman Anggrek Ragunan 37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Koefisien korelasi karakteristik petani dengan manfaat sebelum menggunakan telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek 67 2 Koefisien korelasi lingkungan dengan manfaat sebelum

menggunakan telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek 68 3 Koefisien korelasi karakteristik petani dengan manfaat setelah

menggunakan telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek 69 4 Koefisien korelasi lingkungan dengan manfaat setelah

menggunakan telepon genggam 70

5 Dokumentasi 71

6 Peta lokasi 73

(14)
(15)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dan negara Asean menghadapi pasar bebas Asean atau Asean Free Trade Area (AFTA) pada tahun 2015, di mana seluruh negara yang bergabung dalam Asean dapat melakukan transaksi perdagangan secara bebas. Berdasarkan kondisi tersebut, Indonesia merupakan salah satu pasar yang menjadi incaran para pengusaha negara Asean untuk mengembangkan usaha. Hal ini menjadi peluang bagi pengusaha dari Indonesia maupun petani untuk dapat mengembangkan usaha dan bersaing. Pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik dapat digunakan sebagai senjata dalam bersaing dengan negara Asean lainnya.

Pemanfaatan teknologi dan sumber daya alam yang dimiliki oleh Indonesia merupakan salah satu keunggulan yang dapat dikembangkan menjadi senjata dalam bersaing. Keragaman hayati yang dimiliki Indonesia menjadi nilai jual yang sangat tinggi, seperti pada komoditi tanaman hias khususnya tanaman anggrek. Tanaman anggrek memiliki komunitas pencinta yang sangat tinggi. Indonesia memiliki jenis-jenis tanaman anggrek yang sangat langka dan unik sehingga dapat bersaing didunia Internasional. Salah satu cara untuk dapat bersaing dengan pasar dunia adalah dengan belajar memanfaatkan teknologi informasi sebagai media.

Susanto (2008), tidak ada cara yang lebih tepat untuk meningkatkan kualitas SDM selain melalui belajar. Petani, penyuluh dan stakeholders dapat belajar untuk menggunakan teknologi. Pemanfaatan teknologi dapat digunakan untuk melihat bagaimana perkembangan tanaman anggrek yang sedang di minati, pembudidayaan dan pemanenan bahkan dapat melakukan transaksi jual beli oleh penyuluh, petani, maupun pengusaha tanaman anggrek.

Pelaksanaan penyuluhan, teknologi informasi dan komunikasi terutama di bidang pertanian merupakan hal yang sangat penting. Keberadaan teknologi informasi, petani dan penyuluh lebih di mudahkan dalam memperoleh informasi baik berupa inovasi teknologi maupun kelembagaan. Penyuluhan merupakan salah satu bentuk keterlibatan individu/kelompok dalam melakukan komunikasi informasi yang dilakukan secara sadar dengan membawa pesan penyuluhan untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi sehingga dapat memberikan sebuah keputusan.

Taragola dan Gelb (2009), berdasarkan survei yang dilakukan oleh the International Society for Horticultural Sciences (ISHS) hambatan-hambatan dalam mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) oleh petani khususnya petani hortikultura, yaitu: keterbatasan kemampuan, kesenjangan dalam pelatihan (training), kesadaran akan manfaat TIK, waktu, biaya dari teknologi yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software. Petani dari negara-negara berkembang, lebih menekankan pentingnya “biaya teknologi

TIK” dan “kesenjangan infrastruktur teknologi.

(16)

2

petani dan agen penyuluh sangat terbatas karena beberapa faktor, di antaranya adalah: staf universitas dari disiplin yang berbeda, peneliti yang terlibat, politisi, pengambil kebijakan, agroindustri dan birokrat yang memainkan peranan dalam proses promosi inovasi pertanian tersebut. Konsekuensinya, inovasi yang terpadu hanya dapat diharapkan muncul ketika berbagai aktor (termasuk petani) yang dapat mempengaruhi kecukupan pengetahuan dan teknologi, bekerja sama untuk memperbaiki kinerja kolektif. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki fungsi dari sistem pengetahuan dan informasi pertanian (FAO(Agricultural Knowledge and Information System–AKIS), 2000).

Dewasa ini kemajuan teknologi informasi yang canggih seperti jaringan internet dapat dijadikan sarana untuk memperoleh informasi, sebagai sarana penyampaian informasi dan teknologi pertanian melalui sistem jaringan berbasis internet (website) yang diberi nama cyber extension. Dalam rangka meningkatkan kompetensi penyuluh dan produktivitas sumber daya penyuluhan maka Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Departemen Pertanian pada tahun 2009 mengembangkan cyber extension yang dikelola dari pusat sampai ke Kabupaten/Kota bahkan sampai ke tingkat BPP model. Cyber extension adalah sistem informasi penyuluhan pertanian melalui media internet yang mendukung penyediaan materi dan informasi penyuluhan bagi penyuluh sebagai bahan untuk memfasilitasi proses pembelajaran petani dan kelompok tani, agar usahataninya lebih produktif dan efisien.

Cyber extension merupakan salah satu mekanisme pengembangan jaringan komunikasi informasi inovasi pertanian yang terprogram secara efektif dengan mengimplementasikan teknologi, informasi dan komunikasi dalam sistem komunikasi inovasi atau penyuluhan pertanian. Cyber extension juga merupakan salah satu mekanisme komunikasi inovasi pertanian yang dapat difungsikan untuk mempertemukan lembaga penelitian, pengembangan, dan pengkajian dengan diseminator inovasi (penyuluh), pendidik, petani, dan kelompok stakeholders lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan dengan jenis dan bentuk informasi yang berbeda sehingga dapat berperan secara sinergis dan saling melengkapi (Sumardjo et al, 2009).

Meskipun masih terdapat beberapa kendala, sehingga pemanfaatan cyber extension menjadi sangat kompleks dan sulit untuk diadopsi, cyber extension sebenarnya dapat menyediakan kesempatan yang lebih besar untuk mencapai suatu tingkatan tertentu yang lebih baik bagi petani apabila didukung oleh kompetensi pelaku komunikasi yang terkait. Hal ini ditunjukkan ketika beberapa lembaga penelitian dan pengembangan menyampaikan studi kasus yang mendeskripsikan bagaimana cyber extension telah dimanfaatkan oleh petani dan stakeholders usahawan pelaku bidang pertanian sehingga memperoleh peluang yang lebih besar untuk memajukan kegiatan usahataninya.

(17)

3 terhadap produk pertanian yang diusahakan terus berdatangan. Promosi melalui internet dapat memutus hubungan petani dengan tengkulak yang sering memberikan harga jauh di bawah harga pasar (Sigit et al, 2006). Melalui Unit Pelayanan Informasi Pertanian tingkat Desa – Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui Inovasi (UPIPD-P4MI) yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian, petani di sekitar lokasi UPIPK sudah memanfaatkan internet untuk akses informasi dan promosi hasil pertanian yang diusahakan (UPIPD Kelayu Selatan - P4MI 2009).

Cyber extension merupakan salah satu bentuk media komunikasi yang digunakan untuk dapat memperoleh informasi yang dapat diakses tanpa terikat waktu. Salah satu contoh pemanfaatan cyber extension adalah melalui pemanfaatan telepon genggam. Dalam penelitian ini, pemanfaatan cyber extension difokuskan untuk melihat manfaat dari telepon genggam dalam mengakses informasi dan manfaat terhadap usahatani. Penggunaan telepon genggam bagi petani di Taman Anggrek Ragunan sudah menjadi barang kebutuhan utama dalam keseharian. Telepon genggam digunakan untuk berkomunikasi dengan konsumen dan mencari informasi yang dibutuhkan.

Provinsi DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan pusat informasi, memiliki pasar tanaman hias khususnya tanaman anggrek, yang menjadi daya tarik wisatawan. Pemerintah DKI memiliki Taman Anggrek Ragunan yang terletak di Jakarta Selatan. Taman Anggrek Ragunan merupakan sentral tanaman hias khususnya anggrek yang berfungsi sebagai agrowisata dan sekaligus sebagai pasar tanaman hias terutama anggrek yang melayani pembelian baik eceran maupun grosir. Taman Anggrek Ragunan merupakan aset Pemerintah DKI Jakarta yang dikelola oleh Gabungan Kelompok Tani (Prima Tani) dengan luas ± 5 Ha dan terbagi dalam 45 kavling, yang berupa Screen House yang dikelola oleh 1 orang petani dan dibantu oleh 3 orang karyawan. Namun, terdapat beberapa kavling yang dimiliki oleh satu orang, sehingga jumlah penyewa kavling sebanyak 35 orang. Petani anggrek menyewa lahan kepada Pemerintah DKI Jakarta dan MOU dengan jangka waktu 5 tahun dapat diperpanjang dengan pembayaran setiap bulan. Dalam mengembangkan usahatani, akses informasi dan pemanfaatan teknologi, serta pemanfaatan cyber extension melalui telepon genggam membantu dalam memasarkan tanaman anggrek dan mengetahui komoditas yang sedang berkembang. Komoditi tanaman anggrek yang dikembangkan di taman ini terdiri dari beberapa jenis, namun yang menjadi unggulan adalah jenis anggrek dendrobium dan anggrek bulan.

Rumusan Masalah

(18)

4

Berdasarkan latar belakang tersebut, secara rinci permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Sejauhmana hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Hp dan internet) untuk mendukung kegiatan usahatani?

2. Bagaimana hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan manfaat telepon genggam dalam usahatani petani tanaman anggrek?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pembatasan dari permasalahan di atas, maka tujuan utama penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Hp dan internet) untuk mendukung kegiatan usahatani.

2. Mengkaji hubungan karakteristik petani dan lingkungan dengan manfaat telepon genggam dalam usahatani tanaman anggrek.

Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat menghasilkan keragaman pentingnya peranan cyber extension sebagai media penyuluhan. Secara spesifik, kegunaan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kegunaan dalam lingkungan akademis/keilmuan

1. Memberikan informasi dan pemahaman bahwa aplikasi cyber extension dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam memanfaatkan teknologi dan informasi dalam berusahatani.

2. Mengembangkan peranan cyber extension sebagai media penyuluhan yang berbasis teknologi dan informasi sebagai media penyuluhan yang baru sesuai dengan perkembangan zaman.

Kegunaan dalam lingkungan praktis

1. Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi untuk mengambil kebijakan atau keputusan dalam memanfaatkan media penyuluhan terutama cyber extension.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat membantu stakeholders terkait untuk mengembangkan program dan media yang sesuai dengan kebutuhan petani.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Media Penyuluhan

Media penyuluhan dapat digambarkan sebagai sarana untuk menghubungkan penyuluh dengan petani sebagai sasaran, sehingga terjadi perpindahan materi ilmu dan teknologi pertanian dari penyuluh ke petani. Media komunikasi penyuluhan berdasarkan jenisnya dapat dibagi menjadi media perorangan (PPl, petugas), media forum (ceramah, diskusi), media cetak (folder, poster, komik dan lain – lain) dan media dengar pandang (TV, Radio dan Film) (Leeuwis, 2004).

Media secara harfiah sering diartikan sebagai perantara atau pengantar. Media juga sering diartikan sebagai sarana komunikasi untuk mengantarkan pesan. Media komunikasi adalah semua sarana yang dipergunakan untuk memproduksi, mereproduksi mendistribusikan atau menyebarkan dan menyampaikan informasi (Suranto, 2005).

Berdasarkan fungsinya, media komunikasi pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu fungsi produksi, reproduksi, dan penyampaian informasi. Fungsi produksi ialah media komunikasi yang berguna untuk menghasilkan informasi, misalnya komputer dan pengolah kata word processor. Fungsi reproduksi ialah media komunikasi yang kegunaannya untuk memproduksi ulang dan menggandakan informasi, misalnya audio tapes recorder dan video tapes. Fungsi penyampaian informasi, ialah media komunikasi dipergunakan untuk menyebarluaskan dan menyampaikan pesan. Sedangkan berdasarkan bentuknya, media komunikasi dibagi menjadi media cetak, media visual atau media pandang, media audio, dan media audio-visual. Media audiovisual ialah media komunikasi yang dapat dilihat sekaligus dapat didengar.

Mc Luhan (Budiargo, 2004) membagi media ke dalam tiga kategori, yaitu 1) presentation media, 2) representation media, dan 3) electronic media. Presentation media adalah bentuk komunikasi yang sifatnya face to face seperti: pidato, ceramah, atau bentuk-bentuk komunikasi dengan lebih dari dua orang tetapi masih face to face. Representation media adalah media yang pesannya diwujudkan dalam bentuk simbol yang dicetak, disampaikan melalui jarak jauh dan menggunakan teknologi untuk mereproduksi pesan-pesannya, misalnya surat kabar dan majalah. Electronic media atau mechanical media adalah media yang penggunaannya hampir sama dengan representation media namun ada proses encoding dan decoding pesan pada saat penerimaan dan pengiriman pesan, misalnya: radio, telepon, dan televisi.

(20)

6

Schramm (1973) mengemukakan bahwa informasi adalah segala sesuatu yang dapat membantu seseorang dalam mengorganisasikan segala aspek dari lingkungannya yang relevan dengan situasi di mana orang tersebut harus bertindak, informasi akan membantu dirinya dalam mengambil keputusan secara lebih mudah. Dengan demikian, informasi merupakan pengetahuan tertentu yang dipilih untuk memecahkan suatu masalah. Penyebarluasan informasi teknologi penelitian kepada petani merupakan salah satu peran yang harus dijalankan oleh penyuluh pertanian. Oleh karena itu, informasi pertanian dibutuhkan oleh penyuluh dalam melakukan kegiatannya. Informasi yang disebarkan kepada petani umumnya berupa teknologi pertanian sehingga hasil penelitian merupakan sumber utama materi penyuluhan.

Materi penyuluhan pada hakekatnya merupakan segala pesan yang ingin dikomunikasikan oleh seorang penyuluh kepada sasarannya. Ada dua macam tipe pesan, yakni pesan ideologis dan pesan informatif. Havelock dalam Mardikanto (1993) membedakan peran informatif dalam empat macam tipe pesan, yakni pengetahuan dasar, hasil riset terapan dan pengembangan, pengetahuan praktis, dan pesan dari penggunanya. Dari keempat tipe pesan tersebut, tiga pesan pertama merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh sumber (misalnya lembaga penelitian), sedangkan pesan terakhir merupakan umpan balik yang disampaikan oleh sasaran penyuluhan.

Penyuluh pertanian sebagai “ujung tombak” pembangunan pertanian

memiliki tingkat pengetahuan tertentu, dan untuk keperluan kegiatannya mungkin masih memerlukan tambahan pengetahuan atau masukan baru. Masukan baru tersebut antara lain berupa informasi teknologi hasil penelitian yang dapat diperoleh dari berbagai media penyebarluasan informasi. Dengan demikian, media tersebut merupakan sumber informasi bagi penyuluh untuk mendukung kegiatannya, antara lain menyusun programa dan rencana penyuluhan, membuat petunjuk teknis, serta menyusun materi penyuluhan atau materi pengajaran pada kursus tani.

Seseorang akan memilih alur penyampaian informasi yang paling memenuhi kebutuhannya, paling menyenangkan baginya, dan paling cepat. Dengan demikian, penyuluh akan memilih media yang sesuai dengan kebutuhannya, dalam arti informasi sesuai dengan kebutuhan atau mendukung tugasnya.

Cyber Extension

Cyber extension memberikan peluang yang lebih besar bagi petani untuk pengembangan sistem jaringan komunikasi dan berbagi pengetahuan/akses informasi tanpa batas sesuai dengan minat dan kebutuhannya sehingga tercipta konvergensi komunikasi untuk mendukung usahataninya. Teori konvergensi dari Rogers dan Kincaid (1981) merupakan dasar analisis dalam proses konvergensi komunikasi yang terjadi dengan pemanfaatan cyber extension.

(21)

7 konvergen secara langsung memberikan umpan balik atas pesan yang disampaikan.

Analisis sistem berdasarkan tujuh elemen sistem, yaitu 1) batasan, 2) lingkungan, 3) masukan, 4) keluaran, 5) komponen, 6) penyimpanan, dan 7) penghubung serta analisis sistem dengan teori kotak hitam (black box theory) sebagaimana disampaikan oleh Eriyatno (1996) diharapkan mampu mengimbangi salah satu karakteristik cyber extension. Sebagai media baru, teori kotak hitam untuk analisis sistem diharapkan mampu menjawab kegamangan masyarakat dalam pemanfaatan cyber extension. Dengan mengetahui output yang dikehendaki dan output yang tidak dikehendaki, petani dan pengambil kebijakan dapat memposisikan diri untuk berperan dan bersinergi mewujudkan optimalisasi pemanfaatan cyber extension untuk peningkatan keberdayaan petani.

Cyber extension adalah mekanisme pertukaran informasi pertanian melalui area cyber, suatu ruang imajiner maya di balik interkoneksi jaringan komputer melalui peralatan komunikasi. Cyber extension ini juga memanfaatkan kekuatan jaringan, komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk memfasilitasi mekanisme berbagi informasi atau pengetahuan. Pengertian ini sebagaimana disampaikan oleh Wijekoon et al (2009) “Cyber extension is an agricultural information exchange mechanism over cyber space, the imaginary space behind the interconnected computer networks through telecommunication means. It utilizes the power of networks, computer communications and interactive multimedia to facilitate informationsharing mechanism”.

Kelemahan keterkaitan antara penyuluhan, penelitian, jaringan pemasaran serta keterbatasan efektivitas penelitian dan penyuluhan bagi petani memberikan kontribusi lambatnya pembangunan pertanian. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, mekanisme cyber extension sudah mulai diterapkan di banyak negara dalam tahun - tahun ini sebagai suatu mekanisme penyaluran informasi yang dapat diupayakan untuk memenuhi kebutuhan petani di pedesaan terhadap informasi untuk mendukung kegiatan usahataninya.

Cyber extension memfokuskan pada keseluruhan pengembangan usahatani termasuk produksi, manajemen, pemasaran, dan kegiatan pembangunan perdesaan lainnya. Sebuah sistem komunikasi inovasi pertanian melalui pemanfaatan cyber extension memberikan dukungan pada keseluruhan pengembangan usahatani termasuk produksi, manajemen, pemasaran, dan kegiatan pembangunan perdesaan lainnya.

Model komunikasi inovasi melalui pemanfaatan cyber extension adalah menghimpun atau memusatkan informasi yang diterima oleh petani dari berbagai sumber yang berbeda maupun yang sama dan disederhanakan dalam bahasa lokal disertai dengan teks dan ilustrasi audio visual yang dapat disajikan atau diperlihatkan kepada seluruh masyarakat desa khususnya petani semacam papan pengumuman (bulletin board) pada kios atau pusat informasi pertanian.

(22)

8

berorientasi kepada penerima, bersifat pribadi (individual), dan menghemat biaya, waktu, dan tenaga (Adekoya, 2007).

Cyber extension merupakan salah satu saluran komunikasi yang mensinergikan aplikasi teknologi informasi dengan beragam sistem komunikasi. Cyber extension juga merupakan tipe khusus dari suatu inovasi. Istilah saluran merupakan sebuah terminologi yang penting untuk pembelajaran inovasi karena memiliki beragam aplikasi yang sangat luas, namun memiliki makna yang sangat spesifik (Browning et al, 2008).

Sejak sepuluh tahun terakhir, dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, Indonesia sudah mulai mengintegrasikan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai kegiatan pembangunan dan pengembangan masyarakat, bahkan sudah pula beberapa program dilaksanakan khusus untuk mendukung kegiatan pertanian, yang dalam hal ini dapat dikatakan sebagai rintisan cyber extension. Beberapa program tersebut di antaranya adalah: Community Training and Learning Centre (CTLC) Program Unlimited Potential (UP), Proyek Partnerships for e-Prosperity for the Poor (Pe-PP), dan Pengembangan Sumber Informasi Pertanian Nasional dan Lokal – P4MI.

Adopsi pemanfaatan cyber extension, khususnya dalam aplikasi teknologi informasi dan komunikasi di tingkat petani biasanya tidak spontan, teknologi harus diajarkan, dipelajari, diadopsi untuk pengalaman yang ada dan diintegrasikan ke dalam proses produksi (usahatani). Di beberapa negara di mana penelitian adopsi teknologi informasi dan komunikasi dilakukan, sebagian besar difokuskan terutama pada adopsi komputer untuk produksi pertanian umum.

Batte et al. (1990) dan Warren et al (2000) menyatakan bahwa penerapan teknologi informasi dan komunikasi sangat terkait dengan tingkat pendidikan, ukuran (skala) usaha pertanian dan efek negatif dari umur petani. Dinyatakan pula bahwa terdapat perbedaan dalam adopsi teknologi informasi dan komunikasi antara berbagai ukuran luas dan jenis lahan. Gelb dan Bonati (Mulyandari, 2011) mengungkapkan bahwa kehadiran internet sangat berguna untuk pertanian saat ini.

Beberapa contoh yang baik untuk adopsi teknologi informasi dan komunikasi untuk sektor pertanian di antaranya adalah pada Kenya Agricultural Commodity Exchange (KACE) dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menyebarluaskan informasi pasar dan intelijen. Di Filipina ada banyak portal, aplikasi e-commerce dan teknologi inovatif yang digunakan untuk menyediakan informasi pertanian yang relevan untuk daerah pedesaan. Di Thailand terdapat portal Internet multi bahasa, Agricultural Information Network (AIN) memungkinkan petani Thailand, petugas lapangan, pembuat kebijakan dan pemerintah untuk berkomunikasi dan mengakses informasi pertanian yang relevan dan berguna. Petani di India menggunakan e-Choupal yang merupakan salah satu dari portal untuk membuat sebuah jaringan kios yang menyediakan akses informasi yang telah melalui proses mediasi kepada mereka.

(23)

9 Beberapa sistem pakar yang telah dikembangkan untuk digunakan di bidang pertanian di antaranya adalah: COMAX – yang menyediakan informasi mengenai pengelolaan tanaman terpadu untuk kapas. POMME menyediakan informasi tentang manajemen hama dan kebun untuk komoditas apel, dan SOYEX - merupakan sistem pakar untuk ekstraksi minyak kedelai (Jayathilake et al, 2010).

Menurut Iddings (Mulyandari, 2011) dalam berbagai penelitian, secara jelas menunjukkan bahwa kompleksitas usahatani, tingkat dukungan eksternal (lingkungan), usia, waktu pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, pengalaman, jaringan, ketersediaan informasi, kepribadian dan pendekatan proses pembelajaran memberikan pengaruh pada peningkatan atau pengurangan terhadap penggunaan komputer atau teknologi informasi dan komunikasi. Di samping itu, faktor-faktor seperti kurangnya kemampuan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, kurangnya kesadaran akan manfaat teknologi informasi dan komunikasi, terlalu sulitnya untuk digunakan, kurangnya infrastruktur teknologi, tingginya biaya teknologi, rendahnya tingkat kepercayaan terhadap sistem teknologi informasi dan komunikasi, kurangnya pelatihan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi, integrasi sistem dan rendahnya ketersediaan perangkat lunak membatasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di tingkat petani (Taragola dan Gelb 2009).

Kurtenbach (Mulyandari, 2011), faktor lain yang banyak mempengaruhi adopsi dan penggunaan teknologi informasi dalam organisasi pertanian dapat dikelompokkan menjadi lima kategori seperti akses terhadap teknologi informasi, demografi, pelatihan/pendidikan bidang teknologi informasi, tingkat kepercayaan terhadap teknologi informasi, dan waktu atau lama menggunakan teknologi informasi. Hal ini dimungkinkan untuk menjadi faktor adopsi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi masuk ke dalam lebih dari satu kategori tipe pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, Gelb (Mulyandari, 2011). Faktor pembatas yang paling penting di negara berkembang adalah terkait dengan keterbatasan infrastruktur dan biaya teknologi yang tidak lagi masuk dalam ambang batas untuk diadopsinya teknologi informasi dan komunikasi di negara maju (Mulyandari, 2011).

Karakteristik Cyber Extension

Teknologi informasi dan komunikasi seperti internet telah merevolusi cara kita bekerja dengan informasi dan mengkomunikasikannya dengan orang lain. Tingginya tingkat adopsi teknologi tersebut, telah mengubah kebiasaan kita baik di tempat kerja maupun di lingkungan rumah tangga menjadi arena yang semakin bergantung pada teknologi informasi dan komunikasi dalam tugas sehari-hari. Penggunaan Short Message Service (SMS) maupun Web sudah biasa ditujukan untuk mempublikasikan informasi tentang produk, perusahaan, pelatihan-pelatihan/kursus dari Universitas. Internet merupakan salah satu teknologi komunikasi dan informasi yang baru untuk praktek komunikasi.

(24)

10

sehingga dapat dinyatakan bahwa cyber extension yang mensinergikan teknologi informasi dan komunikasi dalam komunikasi inovasi merupakan media baru atau sebagai suatu inovasi. Sebagaimana dinyatakan oleh Rogers (2003) dan diperjelas oleh Browning et al (2008) terkait dengan karakteristik cyber extension sebagai suatu inovasi adalah:

1. Keuntungan relatif teknologi informasi dalam implementasi cyber extension adalah derajat seberapa lebih baiknya sinergi aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension yang digunakan dibandingkan dengan saluran atau media yang digantikan. Keuntungan relatif dapatdirepresentasikan dengan nilai ekonomi.

2. Kompatibilitas dari sinergi aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension merupakan derajat di mana suatu inovasi dapat konsisten dengan praktik, nilai, dan pengalaman masa lalu dari pengadopsi potensial. Dalam kasus tertentu, alat web yang lebih memungkinkan pengguna untuk meng-upload dokumen yang sebelumnya telah dibuat dalam pengolah kata akan lebih cenderung mudah diadopsi dibandingkan dengan alat web yang masih membutuhkan instruktur untuk materi kursus yang perlu diketik ulang. 3. Kompleksitas cyber extension adalah sejauh mana sinergi aplikasi teknologi

informasi dalam implementasi cyber extension dianggap sulit dipahami, diterapkan, dan digunakan. Teknologi informasi cenderung akan diadopsi dalam lingkungan proses pembelajaran apabila mudah beradaptasi (kompleksitasnya rendah).

4. Kemudahan cyber extension untuk dapat dicoba yaitu seberapa besar kemungkinan sinergi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension informasi dapat dicoba dalam lingkungan yang terbatas. Dalam satu kasus, untuk mempelajari dasar - dasar website memerlukan periode waktu yang singkat. Namun untuk mempelajari dan memanfaatkan perangkat lunak secara penuh perlu waktu yang lebih lama dibandingkan dengan aplikasi biasa.

5. Kemudahan sinergi aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension untuk dilihat hasilnya yaitu seberapa besar sinergi aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension mampu memberikan hasil yang dapat dilihat. Hasil dari beberapa ide mudah diamati dan dikomunikasikan kepada orang lain, sedangkan beberapa inovasi sulit untuk diamati dan dideskripsikan. Kursus secara online dengan mensinergikan aplikasi teknologi informasi tampaknya sangat mudah dilihat hasilnya dan lebih menguntungkan sehingga lebih cenderung untuk diadopsi.

Gandasari (2015), karakteristik khusus pada sektor agribisnis seperti ketergantungan yang kuat antara sub sektor menuntut kolaborasi tim agribisnis yang harmonis. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga agribisnis, lembaga penelitian dan pengembangan serta asosiasi merupakan salah satu faktor untuk meningkatkan daya saing agribisnis. Proses kolaboratif melalui pendekatan interaktif diperlukan untuk menghasilkan komunikasi yang efektif. Berbagai pola jaringan komunikasi dalam proses kolaboratif diantaranya dapat berupa informasi dan pesan. Infrastruktur komunikasi merupakan salah satu sarana yang dapat dibangun sebagai strategi kolaborasi.

(25)

11 bukan pada proses tetapi pada output pelatihan yang memberikan efek positif bagi kinerja, 2) belajar dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dengan kebutuhan dan kecepatan belajar yang fleksibel, 3) dari kertas ke online, 4) dari fasilitas fisik ke fasilitas jaringan, dan 5) materi pelatihan akan berganti cepat sesuai dengan kebutuhan sasaran yang nyata (real) dalam kehidupannya.

Jenis teknologi media yang berkembang dalam masyarakat di antaranya adalah media massa. Media massa adalah suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melewati media cetak atau elektronik, sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Pengertian "dapat" di sini menekankan pada pengertian bahwa jumlah sebenarnya penerima pesan informasi melalui media massa pada saat tertentu tidaklah esensial.

Aspek penting yang menjadi bahan kajian teori media massa sebagaimana disampaikan oleh Tan (Mulyandari, 2011) adalah "The communicator is a social organization capable or reproducing the message and sending it simultaneously to large number of people who arespatially separated".

Bentuk media massa, secara garis besar, ada dua jenis, yaitu media massa tradisional (konvensional) dan media massa modern dengan aplikasi teknologi informasi yang bersifat konvergen dan dapat interaktif. Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas dengan ciri - ciri sebagai berikut :

1. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan.

2. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.

3. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.

4. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.

Beberapa media massa yang termasuk dalam kategori media massa konvensional meliputi :

1. Media cetak yang terdiri atas: surat kabar, majalah, dan

2. Media elektronis yang terdiri atas radio, televisi, dan film (layar lebar).

Koran merupakan media massa cetak yang berkembang seiring kemajuan jaman. Koran lebih mengutamakan pemberitaan yang bersifat lebih mendalam disertai dengan investigasi yang lebih akurat. Adanya pergeseran perubahan media massa ini menurut Cole (Mulyandari, 2011) menyebabkan perbedaan antar media menjadi samar, koran-koran menjadi lebih mirip dengan majalah-majalah dan penyiaran. Majalah cenderung lebih memfokuskan pada pemuasan audien sehingga muncul majalah dengan sasaran yang lebih spesifik, misalnya: remaja, wanita, pendidikan, dan pertanian (Sinar Tani, Trubus, Trobos).

Radio merupakan media yang banyak dimanfaatkan masyarakat, khususnya petani untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkannya. Sejumlah kekuatan radio menurut Astuti (Mulyandari, 2011) antara lain:

(26)

12

2. Radio bersifat mobile dan portable. Radio mudah dibawa ke mana - mana dan sumber energinya kecil sehingga mudah terjangkau karena harganya relatif murah. Radio dapat menyatu dengan fungsi alat penunjang kehidupan lainnya (senter, mobil, telepon genggam).

3. Radio bersifat intrusif dan memiliki daya tembus yang tinggi. Radio dapat menembus ruang - ruang di mana media lain tidak dapat masuk.

4. Radio bersifat fleksibel karena dapat menciptakan program, mengirim pesan, dan membuat perubahan dengan cepat dan mudah.

5. Radio bersifat sederhana karena mudah dalam mengoperasikan, mengelola, dan isinya juga sederhana.

Televisi dapat menyampaikan pesan audio visual dan unsur gerak. Dengan karakteristik tersebut, media ini dapat berfungsi sebagai media informasi, media hiburan, dan media pendidikan. Dalam bidang pertanian, RRC misalnya, melalui Central Agricultural Broadcasting and Television School (CABTS) di bawah departemen pemberdayaan petani China mengembangkan dan menyiarkan program pendidikan yang target utamanya adalah petani perdesaan di seluruh China (Pustekkom, (Mulyandari, 2011)).

Di Indonesia, siaran televisi dengan substansi pertanian melalui media televisi juga pernah ditayangkan, di antaranya adalah dari desa ke desa pada tahun 1980-an, kuis asah terampil untuk para kelompok tani, dan Saung tani yang disiarkan di TVRI pada tahun 2007 dan pada tahun terakhir 2011 melalui program pelangi desa. Film melalui layar lebar (layar tancap) merupakan media yang banyak digunakan untuk komunikasi massa pada masa pemerintahan orde baru.

Media massa baru/modern merupakan media massa yang telah menggunakan aplikasi teknologi informasi multimedia, di antaranya adalah komputer, telepon genggam, dan jaringan internet. Media massa yang lebih modern ini memiliki ciri - ciri:

1. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya).

2. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual.

3. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada masing - masing individu. 4. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam.

5. Penerima yang menentukan waktu interaksi.

Media massa menurut teori agenda-setting dari McCombs (Mulyandari, 2011) memiliki pengaruh dan penekanan informasi tertentu terhadap masyarakat. Teori ini diimbangi oleh teori Uses and Gratifications dari Katz (Mulyandari, 2011) bahwa pengguna (uses) media atau khalayak adalah aktif dan selektif dalam menggunakan media untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Dalam konteks pembangunan, media massa memiliki peran penting.

(27)

13 Lingkungan yang Mendukung Pemanfaatan Cyber Extension

Lingkungan merupakan segala hal yang ada di sekitar manusia yang dapat dibedakan menjadi benda - benda yang mati dan benda - benda yang hidup. Hal ini berarti ada lingkungan yang bersifat kealaman atau lingkungan fisik dan ada lingkungan yang mengandung kehidupan atau lingkungan sosial (Walgito, 2003). Kedua jenis lingkungan ini secara nyata akan mempengaruhi perilaku individu sebagaimana dinyatakan Delgado (Rakhmat, 2002) bahwa respon otak dan perilaku individu dipengaruhi oleh setting atau suasana yang melingkupi individu tersebut. Sedangkan Sarwono (1984), menyatakan bahwa individu akan merespon stimulus yang datang dari lingkungan dengan cara - cara tertentu.

Sumaryanto dan Siregar (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan tidak dapat dikendalikan oleh seseorang. Lebih jauh dikemukakan bahwa ada dua faktor eksternal yaitu faktor eksternal yang berada di luar kendali seseorang (strictly external) dan faktor eksternal yang seseorang dapat mengendalikannya dengan bantuan orang lain (quasi external). Faktor lingkungan yang dikaji dalam penelitian ini seluruhnya termasuk dalam kategori quasi external di mana lingkungan ini dapat diperbaiki kualitasnya melalui bantuan atau intervensi pihak lain atau pemerintah.

Terkait dengan pentingnya faktor sosial, disimpulkan dalam hasil penelitian Santosa (1992), bahwa lingkungan sosial memiliki pengaruh besar terhadap perilaku adaptif petani tepian hutan. Hasil penelitian Tamba (2007) menunjukkan bahwa lingkungan sosial merupakan faktor sosial yang kondusif. Lingkungan sosial yang dilihat dalam penelitian ini meliputi ketersediaan lembaga dan media komunikasi konvensional serta jangkauan terhadap fasilitas training.

Ketersediaan lembaga dan media komunikasi konvensional meliputi ada dan tidaknya serta apakah petani dapat beraktivitas dalam menggunakan lembaga dan metode komunikasi konvensional yang ada di lingkungannya. Lembaga yang dikaji dalam penelitian ini adalah pertemuan dalam kelompok tani dan kelompok lainnya. Sedangkan media komunikasi konvensional meliputi media cetak dan media elektronis searah (siaran radio dan televisi).

Keterjangkauan terhadap fasilitas training merupakan salah satu aspek lingkungan sosial yang penting. Hal ini karena sangat diperlukan sebagai upaya untuk mensosialisasikan dan memperkenalkan pemanfaatan cyber extension kepada petani mengingat cyber extension merupakan media komunikasi baru yang perlu diperkenalkan secara luas kepada pengguna.

Fasilitasi training yang dikaji dalam penelitian ini adalah beragam jenis pelatihan yang dapat diakses oleh petani dengan materi pelatihan meliputi pemanfaatan teknologi informasi untuk pengelolaan dan akses informasi. Selain keberadaan fasilitasi training yang dapat diakses oleh petani, dalam aspek keterjangkauan terhadap fasilitasi training juga diperhatikan aspek tingkat manfaat dari kegiatan training yang telah dilaksanakan.

(28)

14

dikaji dalam penelitian ini adalah ketersediaan infrastruktur jaringan komunikasi berbasis teknologi informasi dan ketersediaan sarana atau fasilitas yang dapat digunakan untuk akses informasi berbasis teknologi informasi.

Ketersediaan infrastruktur jaringan komunikasi adalah keberadaan dan kondisi infrastruktur yang dapat mendukung operasional sarana teknologi informasi dan komunikasi untuk akses informasi berbasis teknologi informasi. Infrastruktur jaringan yang dikaji dalam penelitian ini meliputi: jaringan listrik, jaringan telepon rumah, jaringan telepon genggam, dan jaringan internet.

Survei yang dilakukan oleh the International Society for Horticultural Sciences (ISHS) telah mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi oleh petani khususnya petani hortikultura, yaitu: keterbatasan kemampuan; kesenjangan dalam pelatihan (training), kesadaran akan manfaat teknologi informasi, waktu, biaya dari teknologi yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software. Sedangkan petani dari negara - negara berkembang menekankan pentingnya “biaya teknologi informasi”

dan “kesenjangan infrastruktur teknologi” (Taragola dan Gelb, 2009).

Perilaku Pengguna dalam Memanfaatkan Sarana Teknologi Informasi

Pengertian perilaku yang sangat umum menunjukkan tindakan atau respon dari sesuatu atau sistem apapun dalam hubungan dengan lingkungan atau situasi komunikasi yang ada. Rogers dan Shoemaker (1986) menyatakan bahwa perilaku merupakan suatu tindakan nyata yang dapat dilihat atau diamati. Perilaku tersebut terjadi akibat adanya proses penyampaian pengetahuan suatu stimulus sampai ada penentuan sikap untuk bertindak atau tidak bertindak, dan hal ini dapat dilihat dengan menggunakan panca indera.

Perilaku atau tingkah laku adalah kebiasaan bertindak yang menunjukkan tabiat seseorang yang terdiri atas pola-pola tingkah laku yang digunakan oleh individu dalam melakukan kegiatannya. Lebih jauh dikatakan bahwa perilaku itu terjadi karena adanya penyebab tingkah laku (stimulus), motivasi tingkah laku, dan tujuan tingkah laku.

Terdapat tiga komponen yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen afektif merupakan aspek emosional. Komponen kognitif merupakan aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak (Rakhmat, 2002).

(29)

15 Lombroso (Abror, 1993). Argumentasi teori ini adalah terdapat kesamaan antara anak –anak dengan orang tuanya. Hal semacam ini tidak sepenuhnya benar, sebab seseorang tidak dapat terlepas dari lingkungan sekitar terutama dari lembaga pendidikan.

Teori empirisme merupakan lawan dari teori nativisme. Teori ini menganggap bahwa perkembangan individu ditentukan oleh lingkungan, pengaruh luar, pengalaman, termasuk pendidikan, faktor bawaan dikatakan sama sekali tidak berperan. Aliran ini disebut juga sebagai sosiologisme karena menekankan pengaruh luar. Tokoh teori ini adalah John Locke (Salkind, 1985). Teori ini menggambarkan seolah-olah individu yang lahir seperti kertas yang bersih (tabularasa) dan lingkunganlah yang mempengaruhi pola perilaku individu. Teori ini tidak sepenuhnya benar, baik secara biologis maupun realita dalam masyarakat. Misalnya dua orang yang memperoleh perlakuan pendidikan yang sama, perilakunya belum tentu sama karena perbedaan beberapa faktor. Teori konvergensi memadukan teori nativisme dan empirisme. Teori ini menyebutkan bahwa perkembangan individu adalah perpaduan antara bawaan dengan pengaruh luar. Kekuatan internal dan eksternal saling berinteraksi dan saling mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu. William Stern merupakan tokoh utama teori ini (Abror, 1993). Interaksi lingkungan dengan faktor bawaan tidak selalu tetap dan bergantung pada sifat faktor hereditas, sifat lingkungan, dan intensitas pengaruh luar. Sifat - sifat jasmani tubuh manusia merupakan ciri seseorang, dan sulit diubah sedangkan kemampuan berbicara, berbahasa, bersikap, dan berperilaku dapat diubah melalui interaksi antara sifat bawaan dan lingkungan luar.

Lewin mengemukakan bahwa perilaku individu merupakan fungsi dari individu dan situasi yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. B = f (P, S), dalam hal ini B = behavior, P = person, dan S = situation (Hersey et al, 1996). Seseorang berperilaku dipengaruhi oleh sesuatu dalam diri orang (yang memotivasi individu untuk bertindak) dan oleh sesuatu di luar orang itu (situasi), antara individu dengan situasi akan saling bergantung. Perilaku dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai hasil tertentu dan dipengaruhi oleh tujuan. Tujuan atau sasaran tidak selamanya disadari oleh individu tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya alam bawah sadar atau unconscious mind yang menurut Freud dapat mempengaruhi perilaku seseorang.

Lunadi (1981), unsur-unsur perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga unsur, yaitu pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan sikap mental (afeksi). Sebagai contoh kecakapan memahami sesuatu masalah, toleransi, kecakapan mempertimbangkan sesuatu dan kemampuan menggerakkan otot - otot tubuh merupakan unsur perilaku. Semua hal tersebut dapat diamati oleh orang lain, seperti dapat didengar, dapat dilihat atau dirasakan oleh orang lain. Dengan demikian, perilaku adalah segala tindak tanduk seseorang yang dapat diamati oleh orang lain.

(30)

16

behavior). Padmowihardjo (1994) mengemukakan konsep Bloom yang membagi aspek perilaku pengetahuan menjadi enam level, yaitu:

1. Pengetahuan (knowledge) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat atas apa yang telah dilakukan dan dipelajari.

2. Pengertian (comprehension) yaitu dapat menerangkan atau menyebutkan dengan kata-katanya sendiri.

3. Penggunaan (application) adalah menggunakan pengertian yang sudah dimilikinya untuk memecahkan masalah konkret yang dihadapi.

4. Analisis (analysis) yaitu dapat menguraikan materi yang telah dipelajari sehingga jelas unsur-unsur dan strukturnya.

5. Sintesis (mengembangkan kreasi baru). 6. Evaluasi (mampu menilai suatu ide).

Unsur perilaku selanjutnya adalah afektif (sikap mental). Sikap adalah keadaan batin yang merupakan kecenderungan dan kesiapan untuk bertindak atau merespon, bukan merupakan tindakan atau respon itu sendiri. Gerungan (1986) menyatakan bahwa sikap adalah pandangan atau sikap perasaan yang disertai dengan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan persepsinya terhadap objek tersebut.

Unsur-unsur pembentuk sikap umumnya berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi sesuatu melalui cara tertentu. Sikap seseorang terhadap suatu objek berbeda-beda antara individu satu dengan yang lain. Sikap berhubungan dengan latar belakang dan karakteristik individu yang bersangkutan.

Dalam sikap mental (afektif) terdapat unsur kecenderungan untuk bertindak dan setelah bertindak nanti akan merupakan perilaku. Jadi perilaku merupakan manivestasi atau perwujudan dari sikap mental seseorang. Kemampuan untuk bersikap tidak berprasangka dan berani mencoba hal-hal yang belum dikenal disebut unsur perilaku, karena akan mempengaruhi tindak tanduk selanjutnya. Sikap untuk mudah menerima anjuran dan mau mencoba hal-hal baru ini termasuk dalam perilaku yang berkaitan dengan sikap kejiwaan yaitu mencakup perasaan dan emosi (Heckerson dan Middleton, 1975). Unsur-unsur perilaku ini akan dapat digolongkan dalam akpek perilaku sikap mental (feeling behavior). Dengan demikian, sikap mental (afektif) adalah aspek perilaku yang berhubungan dengan sikap kejiwaan seperti kecenderungan, nilai, dan minat.

Bloom (Mulyandari, 2011) menyebutkan bahwa sikap mental seseorang ada lima, yaitu: 1) menerima (receiving) yaitu kemamuan seseorang yang sedang belajar untuk menerima hal-hal yang baru, 2) bereaksi menanggapi (responding yaitu memberikan reaksi berupa tanggapan, 3) penilaian (valuing), melakukan persepsi terhadap kenyataan atau objek yang sudah diajarkan, 4) pengorganisasian (organization) yaitu mengubah tata nilai yang dimiliki atau aktif mengkonsepsikan nilai dalam dirinya, menjaga agar nilai menjadi aktif dan stabil, dan 5) pengaturan (characterization by a value or value complex) adalah menyusun berbagai macam sistem nilai menjadi nilai yang mapan dalam dirinya, predisposisi nilai, dan internalisasi nilai.

(31)

17 Winkel (1989) mengemukakan ranah tujuan instruksional di bidang psikomotor ada tujuh yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan yang terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.

Unsur perilaku psikomotor dapat pula dikelompokkan menjadi lima, yaitu: peniruan (imitation) yaitu meniru gerak yang telah diamati, penggunaan (manipulation) yaitu menggunakan konsep untuk melakukan gerak, ketepatan (precision) yaitu melakukan gerak dengan teliti dan benar, perangkaian (articulation) adalah merangkaikan berbagai gerakan secara simultan, dan naturalisasi (naturalization) yaitu melakukan gerak secara wajar dan efisien.

Terkait dengan perilaku dalam pemanfaatan teknologi informasi, beberapa model telah dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi informasi, di antaranya yang tercatat dalam berbagai literatur dan referensi hasil riset di bidang teknologi informasi adalah seperti Theory of Reasoned Action (TRA), Theory of Planned Behavior (TPB), dan Technology Acceptance Model (TAM) (Ramayah dan Jantan, 2002).

Model TAM diadopsi dari model The Theory of Reasoned Action (TRA), yaitu teori tindakan yang beralasan yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (Mulyandari, 2011), dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Teori ini membuat model perilaku seseorang sebagai suatu fungsi dari tujuan perilaku. Tujuan perilaku ditentukan oleh sikap atas perilaku tersebut (Sarana, 2000). Dengan demikian dapat dipahami reaksi dan persepsi pengguna teknologi informasi akan mempengaruhi sikapnya dalam penerimaan penggunaan teknologi informasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah persepsi pengguna atas kemanfaatan dan kemudahan penggunaan teknologi informasi sebagai suatu tindakan yang beralasan dalam konteks pengguna teknologi informasi, sehingga alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan teknologi informasi menjadikan tindakan orang tersebut dapat menerima penggunaan teknologi informasi.

Model TAM yang dikembangkan dari teori psikologis menjelaskan perilaku pengguna komputer, yaitu berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap (attitude), intensitas (intention) dan hubungan perilaku pengguna (user behavior relationship). Tujuan model ini untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari perilaku pengguna teknologi informasi terhadap penerimaan penggunaan teknologi informasi itu sendiri.

Dalam perkembangan terakhir, muncul UTAUT yang merupakan salah satu model penerimaan teknologi terkini yang dikembangkan oleh Venkatesh et al. (2003). UTAUT menggabungkan fitur - fitur yang berhasil dari delapan teori penerimaan teknologi terkemuka menjadi satu teori. Kedelapan teori terkemuka yang disatukan di dalam UTAUT adalah theory of reasoned action (TRA), technology acceptance model (TAM), motivational model (MM), theory of planned behavior (TPB), combined TAM and TPB, model of PC utilization (MPTU), innovation diffusion theory (IDT) dan social cognitive theory (SCT). UTAUT terbukti lebih berhasil dibandingkan kedelapan teori yang lain dalam menjelaskan hingga 70 persen varian pengguna.

(32)

18

behavioral intention atau use behavior dalam satu atau lebih di masing-masing model. Konstruk-konstruk tersebut adalah performance expectancy, effort expectancy, social influence, facilitating conditions, attitude toward using technology, dan self-efficacy.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan perilaku pemanfaatan sarana teknologi informasi (intention behavior) adalah aspek intensitas akses terhadap cyber extension (peralatan yang digunakan) dan intensitas jumlah waktu yang digunakan untuk mengakses cyber extension. Sedangkan konstruk yang menjadi determinan langsung adalah karakteristik individu petani dan faktor lingkungan.

Hasil Penelitian yang telah Dilakukan dan State of The Art

Akses terhadap komunikasi digital membantu meningkatkan akses terhadap peluang pendidikan, meningkatkan transparansi dan efisiensi layanan pemerintah, memperbesar partisipasi secara langsung dari ”used to-be-silent-public” (masyarakat yang tidak mampu berpendapat) dalam proses demokrasi, meningkatkan peluang perdagangan dan pemasaran, memperbesar pemberdayaan masyarakat menciptakan jaringan komunikasi dan peluang pendapatan, serta akses terhadap informasi pengobatan untuk masyarakat yang terisolasi dan meningkatkan peluang tenaga kerja (Servaes, 2007).

Berkaitan dengan bagaimana teknologi informasi dan komunikasi dapat mempromosikan pertanian yang berkelanjutan dan memberdayakan petani, Alemna dan Sam (2006) menyatakan bahwa dengan adanya pertukaran informasi melalui pemanfaatan peralatan elektronis telah merevitalisasi peranan dari layanan penyuluhan dalam penyiapan informasi, pendidikan, dan membantu dalam proses pengambilan keputusan untuk produsen pertanian di India.

Temuan Alemna dan Sam (2006) diperkuat oleh Mauren (2009) yang menyatakan bahwa pengembangan sumber informasi dengan sinergi aplikasi teknologi informasi dan komunikasi seperti telecenter, radio komunitas, dan telepon genggam (melalui pengiriman pesan singkat atau SMS) dapat dioptimalkan untuk meningkatkan akses petani ke sumber informasi.

Integrasi teknologi informasi untuk mengelola, mengakses, dan mendiseminasikan informasi pertanian seperti di pusat penelitian Kabarole (Kabarole Research Centre/KRC) dan pusat informasi Kubere (Kubere Information Centres/KIC), mampu menyiapkan atau mendiseminasikan informasi pertanian sehingga selalu dapat diakses dalam bentuk tercetak, audio, maupun visual yang dibutuhkan dan mudah dipahami petani di Uganda. Media ini memiliki peran yang besar untuk dijadikan sebagai media berbagi informasi dan pengembangan jaringan sehingga membantu petani maupun masyarakat umum, serta memberikan kesempatan pemerintah dan kementerian terkait merespon kebutuhan petani yang mendesak.

(33)

19 kepercayaan terhadap teknologi informasi dan komunikasi serta keterbatasan infrastruktur. Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa penggunaan telepon genggam merupakan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi yang sangat dikenal baik oleh petani dibandingkan dengan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi lainnya semacam internet.

Hasil penelitian yang terkait dengan implementasi teknologi informasi dan komunikasi dalam bidang pertanian, khususnya cyber extension telah dilakukan di Indonesia oleh Mulyandari (2011). Hasil penelitian menyatakan bahwa, cyber extension dimanfaatkan oleh petani sayuran sebagai sarana komunikasi dan berbagi informasi, promosi usahatani, serta untuk akses informasi produksi dan teknologi pertanian. Namun demikian, secara umum tingkat pemanfaatan cyber extension baik di Jabar maupun di Jatim masih relatif rendah, selain karena kurangnya kesadaran petani terhadap keberadaan dan manfaat cyber extension dan kurang berfungsinya kelompok sebagai media berbagi informasi dan pengetahuan, juga ketidaksiapan penyuluh sebagai pendamping petani dalam memanfaatkan cyber extension.

Berdasarkan hasil kajian Sumardjo et al, (2010) diketahui bahwa beberapa permasalahan yang dihadapi stakeholders untuk mensinergikan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam mengimplementasikan cyber extension pada umumnya adalah: 1) Manajemen (komitmen dan kebijakan belum konsisten dan terbatasnya kemampuan manajerial di bidang teknologi informasi dan komunikasi), 2) Infrastruktur/sarana (kurang stabilnya pasokan listrik dan keterbatasan jaringan komunikasi, luasnya wilayah jangkauan, dan terbatasnya anggaran), 3) Sumberdaya Manusia (terbatasnya kapasitas pelaku dan pengguna dalam aplikasi teknologi informasi dan komunikasi), dan 4) Budaya, yaitu rendahnya kultur berbagi dan rendahnya kesadaran untuk mendokumentasikan data.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, penyebab lemahnya peranan cyber extension sebagai suatu sistem informasi pertanian, terutama bidang hortikultura di antaranya adalah: 1) kualitas sumber informasi pertanian umumnya masih rendah dan terbatasnya kemampuan sumber informasi dalam menyediakan informasi pertanian yang relevan dan tepat waktu karena belum ada institusi/lembaga yang bertanggung jawab mengolah dan menyediakan informasi pertanian bagi petani dan kurangnya komitmen pemerintah dalam menyediakan informasi pertanian bagi petani (Anwas, 2009), 2) rendahnya tingkat interaksi petani dengan kelompok tani, penyuluh inovator, dan masyarakat luas, rendahnya penggunaan saluran komunikasi melalui media massa tercetak maupun elektronis/teknologi informasi dan komunikasi lainnya (telepon genggam, komputer, dan internet) untuk akses informasi, dan 3) karena informasinya belum sesuai dengan kebutuhan petani, tidak tepat waktu, dan masih bersifat parsial serta masih kurangnya sarana teknologi informasi, sehingga diperlukan analisis dampak pengembangan access point dalam meningkatkan pemanfaatan cyber extension (Mulyandari, 2011).

Gambar

Gambar 1 :
Tabel 3. Definisi operasional dan parameter kelompok peubah karakteristik petani (X1)
Tabel 4. Definisi operasional dan parameter kelompok peubah  lingkungan (X2)
Tabel 5.  Definisi operasional dan parameter perilaku petani dalam pemanfaatan cyber extension (Y1)
+7

Referensi

Dokumen terkait