• Tidak ada hasil yang ditemukan

Synthesis of Hydroxyapatite Nanoparticle from Tutut (Bellamyâ Javanica) Shells by Using precipitation and Hydrothermal Method

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Synthesis of Hydroxyapatite Nanoparticle from Tutut (Bellamyâ Javanica) Shells by Using precipitation and Hydrothermal Method"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS NANO HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG

TUTUT (Bellamya javanica) DENGAN METODE

PRESIPITASI DAN HIDROTERMAL

LENITA HERAWATY

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sintesis Nano Hidroksiapatit dari Cangkang Tutut (Bellamya Javanica) dengan Metode Presipitasi dan Hidrotermal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

LENITA HERAWATY. Sintesis Nano Hidroksiapatit Dari Cangkang Tutut (Bellamya Javanica) Dengan Metode Presipitasi Dan Hidrotermal. Dibimbing oleh ETI ROHAETI, CHARLENA dan SULISTIOSO GIAT SUKARYO.

Biomaterial sebagai pengganti tulang merupakan biokeramik berbasis kalsium fosfat yang dikenal dengan hidroksiapatit (HAp) (Ca10(PO4)6(OH)2). Komposisi dan kristalografi HAp menyerupai komposisi dan kristalografi tulang.

Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis sampel HAp metode presipitasi dan hidrotermal, menggunakan bahan dasar cangkang tutut (Bellamya Javanica). HAp hasil sintesis menggunakan metode presipitasi mengandung 100 % berat fasa hidroksiapatit dengan rasio Ca/P = 1.71. Analisis gugus fungsi pada HAp metode presipitasi menunjukkan adanya gugus –OH, –PO4, dan –CO3 mengindikasikan telah terbentuk fasa hidroksiapatit dengan baik. HAp hasil sintesis metode presipitasi memiliki parameter kisi a = b = 9.418 Å, c = 6.885 Å. HAp hasil sintesis menggunakan metode hidrotermal mengandung 94.55 % berat fasa hidroksiapatit dan 5.45 % berat fasa kalsium oksida dengan rasio Ca/P = 2.03. Hasil analisis gugus fungsi pada HAp hasil sintesis menunjukkan adanya gugus – OH, –PO4, dan –CO3 yang mengindikasikan hadirnya fasa HAp, juga tampak adanya ikatan Ca–O dan ikatan Ca–OH. HAp hasil sintesis metode hidrotermal memiliki parameter kisi a = b = 9.4163 Å, c = 6.8791 Å.

Sintesis HAp baik hasil proses presipitasi maupun hidrotermal telah berhasil dilakukan. Partikel HAp hasil presipitasi berbentuk spherical-poligonal dengan ukuran rata-rata diameter partikel sekitar 10–20 nm. Sedangkan bentuk partikel hasil sintesis dengan metode hidrotermal yaitu nanorod dengan ukuran diameter rod sebesar 15–20 nm dengan panjang rod sebesar 40–60 nm.

(5)

SUMMARY

LENITA HERAWATY. Synthesis of Hydroxyapatite Nanoparticle from Tutut (Bellamyâ Javanica) Shells by Using precipitation and Hydrothermal Method. Supervised by ETI ROHAETI, CHARLENA and SULISTIOSO GIAT SUKARYO.

Biomaterials as bone replacement is a bioceramics of calcium phosphate-based known as hydroxyapatite (HAp) (Ca10(PO4)6(OH)2). Hap have the similar composition and crystallography of bone .

In this study, synthesis of HAp by using precipitation and hydrothermal methods have been performed by using tutut shells (Bellamya Javanica). HAp of precipitation product contained 100 wt% of hydroxyapatite phase with Ca/P ratio of 1.71. The result of functional group analysis also showed the presence of hydroxyapatite phase as indicated by–OH, –PO4, dan –CO3 groups. HAp of wet precipitation product had lattice parameter of a = b = 9.418 Å, c = 6.885 Å. HAp of hydrothermal product contained 94.55 wt% of hydroxyapatite phase and 5.45 wt% of calcium oxide phase with Ca/P ratio of 2.03. The functional group analysis result showed peaks of –OH, –PO4, dan –CO3 groups, indicated the presence of hydroxyapatite phase. In addition to the peaks, the characteristic peaks of Ca–O and Ca–OH bond were also appear. HAp of hydrothermal product had lattice parameter of a = b = 9.4163 Å, c = 6.8791 Å.

The synthesis of HAp nanoparticle both using precipitation and hydrothermal method have yielded. The HAp particles shaped spherical-polygonal with an average size of diameter particles around 10-20 nm. Whereas that by hydrothermal method is nanorod with the particle size of 15–20 nm in diameter and 40–60 nm in length.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Kimia

SINTESIS NANO HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG

TUTUT (Bellamya javanica) DENGAN METODE

PRESIPITASI DAN HIDROTERMAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Sintesis Nano Hidroksiapatit dari Cangkang Tutut (Bellamya Javanica) dengan Metode Presipitasi dan Hidrotermal

Nama : Lenita Herawaty NIM : G4511101611

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Eti Rohaeti, MS Ketua

Dr Charlena, MSi

Anggota

Drs Sulistioso Giat S, MT Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Kimia Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini adalah Hidroksiapatit, dengan judul Sintesis Nano Hidroksiapatit dari Cangkang Tutut (Bellamya Javanica) dengan Metode Presipitasi dan Hidrotermal.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS, Ibu Dr Charlena, MSi dan Bapak Drs Sulistioso Giat Sukaryo, MT selaku pembimbing, Ibu Dr drh Irma H Suparto, MS selaku dosen penguji luar komisi, serta seluruh dosen Pascasarjana Kimia atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan serta Bapak Dr Kiagus Dahlan dan Ibu Dr Siti Himatun yang telah banyak memberi masukan dan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pimpinan dan keluarga besar staf Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanah Bogor, Laboratorium Kimia Analitik IPB, Laboratorium Anorganik IPB, Bapak Prof Dr Gustan Pari, MSi beserta staf Laboratorium Terpadu Badan Litbang Departemen Kehutanan yang telah membantu fasilitas dan analisis selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan penulis kepada Badan Litbang Departemen Pertanian atas beasiswa dan bantuan dana penelitian yang telah diberikan. Tak lupa pula ungkapan terima kasih penulis disampaikan kepada teman-teman Pascasarjana Kimia atas masukan, saran dan motivasi yang diberikan. Untuk ayah, ibu dan seluruh keluarga terima kasih atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2014

(12)

DAFTAR ISI

Waktu dan Tempat Penelitian 12

Bahan dan Alat 12 Hasil Analisis XRD dan EDS Cangkang Tutut sebelum Kalsinasi 18

Hasil Analisis XRD dan EDS Cangkang Tutut setelah Kalsinasi 19 Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Presipitasi dan Hidrotermal 20

(13)

DAFTAR TABEL

1 Jenis kalsium fosfat dan kelarutan produk pada suhu 25 oC 4 2 Kandungan mineral dalam cangkang berbagai spesies moluska 8 3 Teknik dan kondisi pengadukan serta karakteristik serbuk HAp metode

presipitasi 10

4 Hasil analisis EDS cangkang tutut sebelum kalsinasi 19 5 Hasil analisis EDS cangkang tutut setelah kalsinasi 20 6 Hasil analisis unsur cangkang tutut metode hidrotermal dan presipitasi

menggunakan EDS 23

2 Sintesis nanopartikel metode top-down dan bottom-up 7 3 Difraktogram sinar-x serbuk HAp dan fasakristal melalui teknik

pengadukan magnetik, ultrasonik, magnetik-ultrasonik 11 4 Cangkang tutut kering, serbuk halus dan serbuk hasil kalsinasi 17 5 Difraktogram sinar-x sampel cangkang tutut sebelum kalsinasi dan

difraktogram sinar-x CaCO3 dari basis data instrumen 19 6 Difraktogram sinar-x sampel cangkang tutut setelah kalsinasi 20 7 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode presipitasi 21 8 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode hidrotermal 22 9 Spektra gugus fungsi HAp hasil sintesis metode presipitasi dan

hidrotermal 23

10 Morfologi HAp hasil sintesis metode presipitasi dan hidrotermal

menggunakan SEM 25

11 Distribusi ukuran partikel metode statistik HAp hasil sintesis

metode presipitasi dan hidrotermal menggunakan PSA 26 12 Pengamatan partikel HAp hasil sintesis metode presipitasi dan hidrotermal

menggunakan TEM 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir sintesis HAp dari cangkang tutut 32

2 Diagram alir karakterisasi HAp 33

3 Hasil perhitungan stoikhiometri pereaksi dan konsentrasi bahan sintesis 33

4 Hasil analisis komposisi cangkang tutut 34

5 Data hasil analisis XRD cangkang tutut 34

6 Fasa kristal serbuk cangkang tutut dan gambar sistem kristal 36

(14)

8 Distribusi ukuran partikel HAp hasil sintesis dengan metode presipitasi

dan hidrotermal 39

9 Contoh perhitungan 40

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya kasus patah tulang dan kerusakan gigi, kebutuhan bahan biomaterial pengganti tulang dan gigi juga terus meningkat. Oleh karena itu perlu upaya untuk mencari alternatif biomaterial yang bersifat bioaktif terhadap jaringan yang dapat menggantikan struktur jaringan yang hilang dan tidak menimbulkan efek samping. Biomaterial yang banyak digunakan untuk substitusi tulang adalah biokeramik yang merupakan senyawa kalsium fosfat. Kalsium fosfat bersifat biokampatibel dan bioaktif, sehingga sangat tepat untuk dijadikan bahan implan (Dahlan 2013).

Tulang merupakan penopang tubuh manusia, memiliki komponen utama kalsium fosfat dan senyawa kalsium karbonat yang dikenal sebagai apatit. Senyawa kalsium fosfat memberikan sifat keras dalam jaringan tulang. Kristal kalsium fosfat dalam jaringan tulang dikenal sebagai kristal apatit (Dahlan et al. 2009). Apatit terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu Hidroksiapatit, Fluor-apatit, Klor-apatit. Salah satu fasa kalsium fosfat untuk tulang dan gigi yang banyak dikembangkan adalah hidroksiapatit (HAp) dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2. HAp adalah biokeramik yang telah dikenal luas untuk aplikasi biomedis sebagai pengganti tulang (Hsiung et al. 2012).

HAp digunakan sebagai bahan untuk membuat tulang palsu dan gigi serta bahan penambal tulang untuk memperbaiki tulang secara cepat setelah trauma atau operasi besar. Kristal HAp dalam tulang umumnya berbentuk jarum yang berukuran nanometer dengan kisaran lebar 5-20 nm dan panjangnya 60 nm (Ferraz et al. 2004).

HAp dan trikalsiumfosfat (TCP/Ca3(PO4)2) banyak diteliti karena sifatnya yang sangat biokompatibel dengan jaringan tubuh manusia (Santos et al. 2004). Saat ini nanostruktur HAp aplikasinya cukup luas dalam bidang ortopedi, gigi, dan aplikasi penyalut obat. Penelitian telah menunjukkan bahwa HAp berukuran nano memiliki energi permukaan tinggi yang dapat meningkatkan sifat mekanik dan memungkinkan untuk penggantian permukaan implan lebih cepat (Bigi et al. 2008).

Sumber kalsium dari bahan-bahan alami telah dikembangkan untuk sintesis hidroksiapatit, diantaranya berasal dari cangkang telur dan cangkang kerang darah. (Dahlan et al. 2009). Selain dari cangkang telur dan cangkang kerang, eksplorasi perlu dilakukan terhadap sumber bahan yang banyak mengandung kalsium. Salah satu bahan yang berpotensi mengandung kalsium adalah cangkang tutut atau keong sawah. Cangkang tutut merupakan limbah dari konsumsi daging tutut yang belum memiliki pemanfaatan komersial. Limbah ini kaya akan berbagai mineral termasuk kalsium (Baby et al. 2010).

(16)

2

Beberapa penelitian menunjukkan sintesis nano HAp dapat dilakukan dengan metode presipitasi dan hidrotermal. Cunniffe et al. (2010) melaporkan bahwa sintesis HAp dengan metode presipitasi menghasilkan nano HAp berukuran <100 nm. Binnaz dan Koca (2009) juga melakukan penelitian dengan metode ini menghasilkan partikel HAp berukuran 50 nm. Sintesis HAp menggunakan metode hidrotermal berhasil dilakukan oleh Poinern et al. (2009) dan menghasilkan nano partikel HAp dengan diameter 30 nm. Manafi dan Joughehdoust (2009) juga menghasilkan kristal HAp yang berdiameter 30-50 nm. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode presipitasi dan hidrotermal menggunakan bahan dasar Ca(OH)2 sebagai sumber kalsium berhasil membuat HAp berukuran nano. Oleh karena itu teknik ini digunakan untuk sintesis nano HAp menggunakan bahan dasar cangkang tutut sebagai sumber kalsiumnya.

Perumusan Masalah

Hidroksiapatit hasil sintesis yang akan digunakan sebagai biomaterial pengganti tulang harus bersifat biokompatibel terhadap jaringan tubuh. Tulang merupakan bagian tubuh manusia yang secara mikroskopis dipandang sebagai struktur biokomposit, yaitu terdiri dari substansi inorganik yang tertanam di dalam substansi organik. Substansi inorganik (70%) terdiri dari mineral dengan unsur inorganik dominan adalah kalsium (Ca) dan fosfor (P) dan air (H2O); sedangkan substansi organik (30%) berupa matriks tulang, yaitu serat kolagen dan protein non-kolagen. Di dalam tulang, unsur-unsur inorganik mengalami biomineralisasi membentuk senyawa yang dikenal dengan hidroksiapatit dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2. Hidroksiapatit biologik ini membangun 70% berat dan 50% volume jaringan keras tulang dengan berbagai substitusi, yaitu ion karbonat CO3 2-sebesar 3-8 % dan unsur-unsur magnesium, natrium, kalium, florin atau klorin. Kristal HAp dalam tulang umumnya berbentuk jarum yang berukuran nanometer dengan kisaran lebar 520 nm dan panjangnya 60 nm. HAp sintetik yang digunakan sebagai material implan ini tidak beracun dan tidak menyebabkan kanker. Metode presipitasi maupun hidrotermal yang menggunakan tutut sebagai sumber kalsium diharapkan dapat menghasilkan HAp yang memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan tubuh dan partikel yang dihasilkan berskala nanometer.

Tujuan Penelitian

(17)

3

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian memiliki informasi tentang peluang pemanfaatan cangkang tutut. Cangkang tutut merupakan limbah dari bahan pangan tutut yang akhir-akhir ini banyak dikonsumsi. Kalsium hidroksida [Ca(OH)2] yang diekstrak dari cangkang tutut telah dimanfaatkan untuk membuat hidroksiapatit dengan cara presipitasi dan hidrotermal.

Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini, kajian akan dibatasi dengan menitikberatkan pada sintesis bahan hidroksiapatit dengan metode presipitasi dan hidrotermal dari bahan baku ekstrak cangkang tutut. Karakterisasi difokuskan pada penentuan struktur kristal, morfologi, gugus fungsi dan ukuran partikel dengan menggunakan XRD, SEM, FTIR, PSA dan TEM. Sedangkan pembahasan akan difokuskan pada tinjauan perbandingan hasil yang diperoleh dari metode presipitasi dan hidrotermal.

TINJAUAN PUSTAKA

Hidroksiapatit

Hidroksiapatit adalah biokeramik yang paling banyak diteliti dan digunakan dalam berbagai aplikasi biomedis, terutama dalam bidang ortopedi dan kedokteran gigi (Nayak 2010). HAp sangat mirip dengan komponen mineral anorganik dalam tulang dan gigi. Material ini memiliki biokompatibilitas yang sangat baik dan bioaktivitas yang unik (Chen et al. 2004). HAp alami memiliki struktur heksagonal dengan rumus kimia satu unit selnya Ca10(PO4)6(OH)2 (Nath et al. 2006). Ion hidroksil pada HAp dapat diganti dengan ion F-, Cl-, CO32-,O 2-dalam matriks serat kolagen (Nayak 2010).

(18)

4

Tabel 1 Jenis kalsium fosfat dan kelarutan produk pada suhu 25 oC

No Senyawa Rumus Senyawa Ca/P Ksp

Kalsium fosfat berada dalam bentuk campuran amorf maupun berbagai kristal atau dapat berada dalam berbagai fasa. Jenis kalsium fosfat dalam setiap fasa diperlihatkan pada Tabel 1. ( Chow 2009 ) :

1. Kalsium fosfat amorf, memiliki rumus kima yang bervariasi, kaya akan HPO42- dan mempunyai rasio molar Ca dan P rendah. Selain ion kalsium dan fosfat, ion lain seperti CO32-, HCO3-, Mg2+ dapat masuk dan mengganggu struktur kalsium fosfat amorf.

2. Kalsium hidrogen fosfat dihidrat merupakan tahap awal proses pertumbuhan kristal hidroksiapatit. Kristal ini memiliki ukuran yang kecil sehingga dalam profil XRD masih tampak seperti amorf dan dihasilkan dari medium dengan pH dibawah 6.6 yang kemudian mengalami hidrolisis dan berubah menjadi oktakalsium fosfat.

3. Oktakalsium fosfat mempunyai struktur yang mirip dengan hidroksiapatit. 4. Trikalsium fosfat memiliki kemungkinan yang kecil sebagai salah satu

komponen mineral jaringan keras.

5. Hidroksiapatit merupakan fasa kristal senyawa fosfat yang paling stabil. Struktur HAp disajikan pada Gambar 1.

(19)

5 Hidroksiapatit yaitu senyawa mineral apatit yang mempunyai struktur heksagonal. HAp memiliki parameter kisi a = b = 9.418 Å dan c = 6.884 Å. Unit sel terdiri dari dua subsel prisma segitiga rombik. Terdapat dua kaca horizontal yaitu, Z = ¼ dan Z = ¾ dan sebagai tambahan terdapat bidang tengah inversi, tepatnya disetiap tengah muka vertikal dari setiap subsel. Atom Ca ditunjukkan oleh lingkaran berwarna hijau, atom O ditunjukkan oleh lingkaran berwarna biru dan atom P ditunjukkan oleh lingkaran berwarna merah. Unit sel memiliki dua atom Ca yaitu, 1). Ca1 : memiliki tiga pusat, puncak dan dasar dihitung sebagai ½ Ca1. Masing-masing subsel memiliki dua atom Ca dari Ca1 dan Ca2). Ca2 : memiliki enam atom Ca2, total atom Ca dalam setiap unit sel adalah sepuluh (terdiri dari 4 Ca1 dan 6 atom Ca2). Atom-atom Ca2 membentuk dua segitiga normal hingga sumbu C dan berotasi sebesar 60o (Aoki 1991).

Partikel HAp yang merupakan suatu biomaterial memiliki sifat biokompatibilitas dan bioaktifitas yang baik terhadap tubuh. Selain itu, secara kristalografi dan sifat kimianya, HAp mendekati struktur yang dimiliki oleh tulang dan gigi dan dapat terikat secara langsung dengan jaringan sehingga dapat merangsang tumbuhnya jaringan. Hal ini menyebabkan HAp dapat diaplikasikan dalam bidang biomedis, terutama untuk aplikasi tulang dan gigi (Miranda, 2011).

HAp termasuk ke dalam jenis biokeramik. Dalam dunia medis, bahan keramik dibagi menjadi dua golongan yaitu keramik bioinert dan keramik bioaktif. Keramik bioinert merupakan keramik yang tidak berpengaruh dan berinteraksi dengan jaringan tubuh, misalnya alumina, sedangkan keramik bioaktif merupakan keramik yang dapat berikatan dengan jaringan tulang yang hidup seperti HAp dan kalsium fosfat (Cahyanto 2009).

Hidroksiapatit adalah biokeramik yang paling banyak diteliti dan digunakan dalam berbagai aplikasi biomedis, terutama dalam bidang ortopedi dan kedokteran gigi. HAp sangat mirip dengan komponen mineral anorganik dalam tulang dan gigi. Material ini memiliki biokompatibilitas yang sangat baik dan bioaktivitas yang unik (Chen et al. 2004). HAp alami memiliki struktur heksagonal dengan rumus kimia satu unit selnya Ca10(PO4)6(OH)2 (Nath et al. 2006). Ion hidroksil pada HAp dapat diganti dengan ion F-, Cl-, CO32-, dan O 2-dalam matriks serat kolagen (Nayak 2010).

Reaktivitas material dengan lingkungannya terjadi akibat adanya fenomena bioaktivitas sedangkan fenomena bioinert memiliki kinetika reaksi yang sangat lambat, kebalikannya keramik bioaktif memiliki kinetika reaksi yang sangat cepat sehingga dapat bereaksi dengan cairan tubuh menghasilkan bahan tulang baru. Oleh karena itu keramik bioaktif dapat digunakan untuk memperbaiki bagian tulang, yaitu dengan melalui cara mengganti bagian tulang yang rusak atau meregenerasi tulang. Dari sudut pandang strukturnya, keramik dibedakan menjadi tiga yaitu padatan kristal keramik, padatan glass amorf, serta padatan amorf dengan inti kristal glass-keramik yang dapat dipertimbangkan sebagai material inert (Miranda et al. 2013).

(20)

6

fosfatnya dari garam potasium fosfat atau amonium fosfat. Secara umum, hidroksiapatit biasanya tidak serta merta langsung terbentuk, melainkan akan diawali dengan terbentuk serangkaian senyawa awal seperti dikalsium fosfat dihidrat dan oktakalsium fosfat, atau mungkin senyawa kalsium fosfat amorf. Perubahan senyawa-senyawa itu untuk bisa menjadi hidroksiapatit berdasarkan jumlah total konsentrasi ion kalsium dan ion fosfat, pH, dan suhu (Wahl dan Czernuszka 2006).

Reaksi hidrotermal telah berhasil digunakan sebagai cara memproduksi nanopowder, kristal tunggal, dan nanostruktur. Teknik hidrotermal dikembangkan untuk pembentukan HAp berstruktur nano. Proses dengan metoda hidrotermal menggunakan air sebagai pelarut dan dilakukan pada sistem tertutup untuk mencegah hilangnya pelarut saat dipanaskan diatas titik didihnya, yang merupakan salah satu kelebihan dari metoda hidrotermal. (Fernandez 2011). Pada teknik ini HAp amorf berubah menjadi HAp kristal pada kondisi tekanan dan suhu yang tinggi . Pada suhu yang lebih tinggi dari 200 °C HAp menunjukkan kristalisasi yang baik dibandingkan dengan HAp yang terbentuk pada suhu 150°C (Manafi et al. 2008).

HAp yang memiliki sifat mekanis yang baik perlu diperluas lagi penggunaannya dalam bidang kedokteran pada masa depan. Umumnya faktor yang mempengaruhi sifat mekanis HAp adalah bentuk serbuk, pori-pori, ukuran butir dan juga metode pembuatannya. Serbuk HAp yang memiliki stoikhiometri yang tepat yaitu rasio molar Ca/P sebanyak 1.67 dapat menghasilkan sifat mekanis HAp yang unggul (Chow 2009). Pori-pori HAp yang letaknya tidak teratur dan tidak saling berhubungan satu sama lain (tidak rekat) menyebabkan pori-pori menjadi faktor yang melemahkan kekuatan bahan HAp. Ukuran butir juga menurunkan kekuatan bahan HAp dengan mempengaruhi ikatan antar butir. Pembuatan HAp menggunakan penekan isostatik dapat menghasilkan HAp yang memiliki densitas tinggi dan seragam (Young et al. 2011).

Nano Partikel

Nanopartikel adalah bagian dari nanoteknologi yang mempelajari partikel dengan ukuran 0.1 sampai 100 nanometer, biasanya disebut juga sebagai ultrafine particles. Dalam SI, unit nanometer berskala satu milyar meter atau 10–9 m. Satu nanometer sama dengan ikatan 6 atom karbon dan akan sama dengan kira-kira 1/40000 dari diameter rambut manusia. Material berukuran nanometer memiliki sejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran besar (bulk). Dalam istilah teknis, kata "nano" berarti 10-9 m atau sepermilyar. Istilah nanoteknologi umumnya digunakan ketika mengacu pada bahan-bahan dengan ukuran 0,1 sampai 100 nanometer (Winarno 2009).

(21)

7 bottom up yaitu menggunakan teknik sol-gel, presipitasi kimia, dan aglomerasi fasa gas. Sintesis nanopartikel dengan metode top down dan bottom up dapat dilihat pada Gambar 2 (Abdullah et al. 2008).

Gambar 2 Sintesis nanopartikel metode top-down dan bottom-up (sumber : Abdullah et al. 2008)

Ultrasonikasi merupakan salah satu teknik paling efektif dalam pencampuran, proses reaksi, dan pemecahan bahan dengan bantuan energi tinggi (Pirrung 2007). Ultrasonikasi dengan intensitas tinggi dapat menginduksi secara fisik dan kimia. Efek fisik dari ultrasonikasi intensitas tinggi salah satunya adalah emulsifikasi. Efek kimia pada ultrasonikasi ini menyebabkan molekul-molekul berinteraksi sehingga terjadi perubahan kimia. Interaksi tersebut disebabkan panjang gelombang ultrasonik lebih tinggi dibandingkan panjang gelombang molekul-molekul. Interaksi gelombang ultrasonik dengan molekul molekul terjadi melalui media cairan. Gelombang yang dihasilkan oleh tenaga listrik diteruskan oleh media cair ke medan yang dituju melalui fenomena kavitasi akustik yang menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan lokal dalam cairan (Abdullah et al. 2008).

Cangkang Tutut

(22)

8

atau lebih rangka punggung yang tumpul dan berbentuk spiral. Bagian atas runcing, berdasar bulat, pinggiran bulat atau bersudut. Lingkaran embrio tidak mengikat, walaupun pada beberapa spesies keong dewasa berbentuk bulat dengan warna hijau-kecoklatan atau kuning kehijauan (Jutting 1956).

Tulang pada vertebrata yang telah tumbuh dewasa sebagian besar tersusun dari hidroksiapatit. Senyawa ini memiliki susunan molekul teratur (kristal) dan menempati fibril-fibril kolagen. Keberadaan kolagen dapat diumpamakan dengan cetakan yang menjadi wadah atau tempat tumbuhnya kristal hidroksiapatit. Dari hasil difraksi sinar-x, teramati bahwa kandungan terbesar tulang vertebrata muda dan vertebrata dewasa ternyata berbeda. Pada tulang muda struktur kristal hidroksiapatit itu belum dijumpai. Artinya, tulang vertebrata yang masih belia sebagian besar terdiri atas bahan amorf (bahan yang molekulnya tidak dalam susunan kristal). Perubahan kemudian terjadi seiring dengan pertumbuhan vertebrata itu. Kandungan tulangnya berubah dari yang sebagian besar berupa bahan amorf ketika muda, menjadi sebagian besar berupa kristal hidroksiapatit ketika dewasa (Miranda 2013)

Tutut merupakan moluska air tawar yang dagingnya banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan kaya protein dan mineral di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Cangkang tutut merupakan limbah dari konsumsi daging tutut dan belum memiliki pemanfaatan komersial. Limbah ini kaya akan berbagai mineral. Kandungan mineral dalam cangkang berbagai spesies moluska disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan mineral dalam cangkang berbagai spesies moluska

Spesies Ca P Fe Na K

Tabel 2 merangkum kandungan mineral cangkang berbagai spesies moluska air tawar yang telah diteliti Baby et al. 2010. Kalsium yang terkandung dalam cangkang moluska umumnya berada dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO3) yang tergabung dalam struktur cangkang sebagai kristal kalsit dan aragonit yang terasosiasi pada matriks organik dari conchiolin (protein kompleks yang disekresikan oleh epitelium luar moluska) (Soido et al. 2009).

Sintesis Hidroksiapatit

(23)

9 1. Metode basah, menggunakan reaksi cairan (dari larutan menjadi padatan), merupakan metode yang umum digunakan karena sederhana dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan sedikit kristal atau amorf.

2. Metode kering, menggunakan reaksi padat (dari padatan menjadi padatan) dan menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan butir halus dan derajat kristalinitasnya tinggi.

3. Metode hidrotermal, menggunakan reaksi hidrotermal (dari larutan menjadi padatan) dan menghasilkan hidroksiapatit dengan kristal tunggal.

4. Metode alkoksida, menggunakan reaksi hidrolisa (dari larutan menjadi padatan) dan biasanya digunakan untuk membuat lapisan tipis (thin film) dan hidroksiapatit yang dihasilkan mempunyai derajat kristalinitas tinggi.

5. Metode fluks, menggunakan reaksi peleburan garam (dari pelelehan menjadi padatan), menghasilkan hidroksiapatit kristal tunggal yang mengandung unsur lain seperti boron apatit, fluorapatit, dan kloroapatit.

Selain itu ada metode lain yaitu metode sol-gel yang menghasilkan serbuk hidroksiapatit dengan ukuran butir yang relatif homogen dan derajat kristalinitas tinggi. Teknik ini digunakan untuk membentuk material gelas dan keramik pada suhu rendah sehingga akan menghasilkan campuran dengan kemurnian dan homogenitas lebih tinggi dibandingkan proses yang menggunakan suhu tinggi (Vijayalakshmi dan Rajeswari 2006).

Metode Presipitasi

Teknik sintesis HAp yang paling terkenal dan paling banyak diteliti adalah teknik presipitasi. Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik presipitasi basah atau presipitasi kimia atau presipitasi berair. Teknik ini banyak dipilih untuk mensintesis HAp karena jumlah produk HAp yang dihasilkan relatif lebih banyak dan tanpa menggunakan pelarut organik (Cunniffe et al. 2010).

Reaksi presipitasi untuk sintesis HAp menggunakan bahan baku kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan asam ortofosfat (H3PO4). Satu-satunya produk samping dari reaksi ini adalah air dan reaksi ini tidak melibatkan unsur-unsur asing. Menurut Santos et al. 2004, sintesis HAp dilakukan dalam larutan berair karena metode ini dapat mensintesis dalam jumlah besar dengan biaya yang relatif murah. Selain itu hasil samping yang terbentuk adalah air dan reaksi yang digunakan tidak melibatkan unsur-unsur lain (selain Ca, H, O dan P) (Afshar et al. 2003). Reaksi pembentukan HAp :

10Ca(OH)2 + 6H3PO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 18H2O

Langkah kalsinasi diperlukan sebelum sintesis hidroksiapatit untuk mengubah kandungan CaCO3 cangkang tutut menjadi CaO, reaksi :

CaCO3→ CaO + CO2(g)

CaO dapat dengan mudah ditransformasi menjadi Ca(OH)2 melalui suatu reaksi eksotermik dengan air, reaksi :

2CaO + 2H2O  2Ca(OH)2(ΔHr= − 63.7 kJ/mol CaO)

(24)

10

2006). Suhu yang lebih tinggi diperlukan untuk meningkatkan laju reaksi pembentukan HAp dan meningkatkan disolusi Ca(OH)2, walaupun pengendapan HAp juga dapat terjadi pada suhu kamar (Santos et al. 2004). Ukuran, bentuk, dan luas permukaan partikel HAp yang dihasilkan oleh reaksi tersebut sangat sensitif terhadap laju penambahan asam ortofosfat dan suhu reaksi. Laju penambahan asam ortofosfat berkaitan erat dengan pH yang didapat di akhir sintesis dan stabilisasi suspensi. Suhu reaksi menentukan apakah kristal HAp sintetik berupa monokristalin atau polikristalin. Partikel HAp yang disintesis pada suhu rendah (< 60 °C) memiliki bentuk monokristalin atau kristal tunggal (Binnaz dan Koca 2009).

Larutan H3PO4 bersifat asam maka diperlukan pemantauan dan penyesuaian pH yang baik agar menghasilkan HAp. Bila pH larutan turun hingga di bawah 9 atau 7 akan menyebabkan terbentuknya kalsium monofosfat dan kalsium dehidrat yang lebih larut dalam air (Afshar et al. 2003). Sintesis HAp dari cangkang keong sawah berhasil dilakukan oleh Winata (2012) menggunakan metode presipitasi. Larutan H3PO4 diteteskan pada larutan kalsium dengan kecepatan 3 ml/menit diaduk secara magnetik pada kecepatan 300 rpm. Proses pengeringan dilakukan pada suhu 110 oC, sintering disarankan pada suhu 1000 oC agar zat pengotornya hilang.

Nanopartikel HAp sintetik dapat disiapkan dengan teknik presipitasi yaitu H3PO4 ditambahkan pada Ca(OH)2 pada suhu kamar dengan pengadukan sonikasi selama10 menit dan pH larutan 9.5. Teknik ini akan mengurangi ukuran partikel menjadi kurang dari 100 nm. (Cunniffe et al. 2010). Pembuatan nanopartikel HAp telah dilakukan menggunakan kalsium nitrat tetrahidrat dan diamonium fosfat sebagai prekusor. Pengadukan menggunakan magnetik pada suhu 40 oC selama 1.5 jam. Pengukuran partikel menggunakan AFM (atomic force microscopy) menghasilkan partikel berbentuk bulat berdiameter 30

50 nm dan beragregasi. Ukuran agregat yang lebih besar terdeteksi oleh alat XDC (X-ray drift chamber) berdiameter 210

410 nm. (Dedourkova et al. 2012) .

Hidroksiapatit yang disintesis menggunakan metode presipitasi dilakukan oleh Binnaz dan Koca (2009) dengan teknik pengadukan yang berbeda-beda. Presipitasi dilakukan dengan mencampurkan bahan kimia Ca(OH)2 96% dan H3PO4 99% melalui teknik pengadukan magnetik, ultrasonik dan gabungan magnetik-ultrasonik. Rentang pengadukan memiliki kecepatan antara 01000 rpm, frekuensi 35Hz dan daya antara 160–320W. Suhu sintesis HAp antara 25 dan 60 °C dan pengadukan berlangsung selama 1 jam. Suhu yang lebih tinggi digunakan untuk meningkatkan kinetika reaksi pembentukan HAp dan untuk meningkatkan disolusi Ca(OH)2, walaupun presipitasi HAp juga terjadi pada suhu kamar. Teknik dan kondisi pengadukan ukuran partikel serbuk HAp dapat dilihat pada Tabel 3 dan pola difraksi sinar-x disajikan pada Gambar 3.

Tabel 3 Teknik, kondisi pengadukan dan ukuran partikel serbuk HAp metode presipitasi (Binnaz dan Koca 2009)

(25)

11

Gambar 3 Difraktogram sinar-x serbuk HAp dan fasa kristal melalui teknik pengadukan (a). magnetik, (b) ultrasonik, (c) magnetik-ultrasonik (Binnaz dan Koca 2009)

Difraktogram sinar-x hasil sintesis dengan teknik pengadukan secara magnetik dan ultrasonikasi yang dilakukan oleh Binnaz dan Koca (2009) pada kecepatan 300 rpm selama 1 jam menunjukkan partikel endapan memiliki struktur kristal yang terdiri dari fasa Ca(OH)2, CaHPO4 dan fasa HAp. HAp yang dihasilkan dari teknik pengadukan magnetik masih terdapat senyawa kalsium fosfat dan kalsium hidroksida (Gambar 3a), demikian pula HAp yang disintesis dengan teknik pengadukan ultrasonik masih mengandung kalsium hidroksida (Gambar 3b). HAp yang murni dihasilkan dari pengadukan yang menggunakan teknik magnetik-ultrasonik atau pengadukan ganda (Gambar. 3c). Kehadiran puncak Ca(OH)2 disebabkan lemahnya efek pengadukan sehingga menunjukkan kristalinitas HAp rendah dan banyak fase amorf pada HAp yang disintesis dengan teknik pengadukan magnetik dan ultrasonik. Berdasarkan mikrograf SEM ukuran partikel yang dihasilkan melalui pengadukan magnetik dan ultrasonik diatas 100 nm sedangkan dengan teknik pengadukan ganda sekitar 50 nm. Partikel berukuran mikro terjadi akibat aglomerasi yang kuat dari partikel berukuran nano (Binnaz dan Koca 2009).

Metode Hidrotermal

(26)

12

lebih dingin terjadi proses supersaturasi dan pengendapan kristal (Agustinus 2009).

Metode hidrotermal mempunyai beberapa kelebihan, yaitu (Lee et al. 2000) :

1. Temperatur relatif rendah untuk reaksi.

2. Peningkatan temperatur dan tekanan dapat menstabilkan preparasi senyawa dalam keadaan oksidasi yang tidak biasanya.

3. Pada kondisi super-heated water, oksida logam yang tidak larut dalam air dapat menjadi larut atau bila temperatur dan tekanan tersebut belum mampu, maka dapat ditambahkan garam alkali atau logam yang anionnnya dapat membentu kompleks dengan padatan sehingga padatan menjadi larut.

4. Menghasilkan partikel dengan kristalinitas tinggi. 5. Kemurnian tinggi.

6. Distribusi ukuran partikel yang homogen.

Sintesis HAp melalui proses hidrotermal dilakukan untuk mendapatkan kristal tunggal hidroksiapatit berukuran nanometer dengan partikel HAp berukuran halus dengan kristalinitas tinggi. Kristal tunggal HAp dan morfologi yang berbentuk batang dapat di sintesis dari campuran Ca(NO3)2.4H2O, (NH4)2HPO4 dan H2O pada suhu 200 0C selama 24 jam (Earl et al. 2006). Manafi et al. (2010) juga telah melakukan sintesis HAp melalui pengadukan ultrasonik dalam water bath selama 30–40 menit dan sintesis metoda hidrotermal ini dilakukan pada suhu 150–180 oC selama 18 jam dalam oven, diperoleh kristal HAp murni dengan diameter 25–50 nm.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan antara bulan Januari 2013 sampai Agustus 2013 di Laboratorium Material PTBIN BATAN Serpong, Laboratorium Terpadu IPB, Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia IPB, Laboratorium Kimia Anorganik Departemen Kimia IPB dan Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanah Bogor.

Bahan dan Alat

(27)

13 Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu peralatan sintesis dan karakterisasi. Peralatan sintesis di antaranya adalah: alat-alat gelas, milling, ayakan, oven, ultrasonic, tanur listrik, instrumen, teflon autoclave. Sedangkan peralatan karakterisasi diantaranya adalah Difraksi Sinar-X (XRD Shimadzu tipe XD-7000), Mikroskop Pemayar Elektron (SEM Zeiss tipe evo 50), Spektroskopi Infra Merah Transformasi Fourier(FTIR Shimadzu tipe IR Prestige 21), Penganalisa ukuran butir (PSA tipe Vasco PSA 114102), Mikroskop Transmisi Elektron (TEM tipe JEM-1400), Spektroskopi Serapan Atom (AAS Hitachi tipe Z-8230), Spektroskopi sinar tampak (UV-Vis Hitachi tipe U-2001). Peralatan sintesis dapat di lihat pada Lampiran 10.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini terdiri atas 4 tahap yang dikelompokkan dalam tahap sintesis dan tahap pencirian. Diagram alir penelitian tahap sintesis disajikan pada Lampiran 1 dan pencirian pada Lampiran 2. Tahap sintesis di awali preparasi cangkang tutut dan analisis komposisi :

1. Preparasi cangkang tutut : pada tahap ini daging tutut dipisahkan dari cangkangnya, dibersihkan, dikeringkan, dihaluskan lalu diayak menggunakan ayakan 100 mesh.

2. Analisis komposisi : contoh halus didestruksi dan ditentukan kadar unsur yang meliputi parameter Ca, Mg, Na, P, Fe, Mn, Cu dan Zn.

3. Sintesis HAp : pada tahap ini diawali dengan kalsinasi cangkang tutut yang dilakukan pada suhu 1000 oC selama 3 jam lalu dihidrasi menggunakan air. Sintesis dengan cara presipitasi dilakukan melalui proses sonikasi dengan penambahan asam fosfat sebagai sumber P. Sedangkan sintesis dengan cara hidrotermal dilakukan dengan menambahkan cetyltrimethylammonium bromide (CTAB) dalam suspensi Ca(OH)2 dan H3PO4. Hasil sintesis pada ke dua metode tersebut kemudian di sintering pada suhu 1000 oC.

4. Pencirian kristal HAp : serbuk HAp hasil sintering dikarakterisasi dengan menganalisa fasa yang terbentuk, penentuan gugus fungsi, morfologi, ukuran partikel serta ukuran pori yang dihasilkan menggunakan alat XRD, FTIR, SEM PSA dan TEM.

Preparasi Cangkang Tutut

(28)

14

Analisis komposisi (Eviati dan Sulaeman 2012)

Cangkang yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 0.25 gram kemudian ditambahkan 5 mL HNO3 pa dan 0.5 mL HClO4 pa kemudian dibiarkan satu malam. Campuran tersebut dipanaskan dalam destruktor dengan suhu 100 °C selama satu jam sampai terbentuk uap kuning, kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150 °C. Setelah uap kuning habis, suhu destruktor ditingkatkan menjadi 200 °C. Destruksi selesai setelah dihasilkan asap putih dan sisa ekstrak kurang lebih tinggal 0.5 mL. Tabung diangkat dan dibiarkan hingga dingin pada suhu kamar. Kemudian ekstrak diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 25 mL dan dikocok dengan vortex hingga homogen. Ekstrak ini kemudian digunakan untuk pengukuran P, Ca, Mg, Na, Fe, Mn, Cu, Zn.

Analisis Kadar Abu (AOAC 2002)

Cawan abu porselen dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105 0C, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel cangkang tutut yang telah dihomomogenkan ditimbang sebanyak ±5 gram ke dalam cawan abu porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam oven bersuhu sekitar 105 0C sampai tidak berasap. Selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur mula-mula pada suhu 300 0C selama 1.5 jam selanjutnya pada suhu 600 0C selama 2.5 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih. Setelah itu cawan abu porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya.

Perhitungan kadar abu: Keterangan:

A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

Pengukuran P

Sebanyak 1 mL ekstrak contoh atau deret standar PO4 (Titrisol 0–20 ppm) masing-masing dipipet ke dalam sebuah tabung reaksi. Kemudian, setiap tabung reaksi ditambahkan 9 mL air bebas ion dan dikocok (pengenceran 10 kali). Setelah itu, Dipipet masing-masing 2 ml ekstrak encer contoh dan deret standar ke dalam tabung reaksi. Ditambahkan 10 ml pereaksi pewarna P (1.06 g asam askorbat dan 100 ml pereaksi P pekat ((NH4)6Mo7O24.4H2O, H2SO4, dan K(SbO)C4H4O60,5H2O)). Tabung dikocok dengan vorteks sampai homogen dan biarkan 30 menit. P dalam larutan diukur dengan alat spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 889 nm.

Pengukuran, Ca, Mg dan Na

(29)

15 dan ditambahkan 9 ml larutan La 0.25 %. Tabung dikocok dengan menggunakan vorteks sampai homogeny dan diukur dengan alat spektrofotometer serapan atom menggunakan deret standar Na, Ca dan Mg sebagai pembanding.

Pengukuran Fe, Mn, Cu dan Zn

Fe, Mn, Cu dan Zn diukur langsung dari ekstrak contoh menggunakan AAS dengan deret standar Fe, Mn (Titrisol 010 ppm), Cu (Titrisol 05 ppm), (Titrisol Zn 0–2.5 ppm) sebagai pembanding.

Sintesis Hidroksiapatit

Kalsinasi Cangkang Tutut dan Hidrasi CaO menjadi Ca(OH)2 (Soido et al.

2009)

50 gram serbuk cangkang tutut dimasukkan ke dalam cawan porselen yang sebelumnya telah dibilas dengan HNO3 pekat. Serbuk cangkang kemudian dipanaskan di dalam tungku (tanur) pada suhu 1000 °C selama 3 jam. Serbuk cangkang yang telah dikalsinasi dihidrasi dengan cara dibiarkan kontak dengan udara (yang mengandung uap air) selama satu malam di suhu kamar. Untuk memastikan terbentuknya Ca(OH)2, abu yang telah dibiarkan kontak dengan udara dilakukan pencirian dengan menggunakan XRD dan EDS

Metode Presipitasi (Binnaz dan Koca 2009)

Suspensi Ca(OH)2 0.5 M disiapkan dari serbuk Ca(OH)2. Sebanyak 7.3743 gram serbuk dari proses kalsinasi ditambahkan air bebas ion (dengan jumlah yang stoikhiometrik dengan CaO). Perhitungan stoikhiometri pereaksi dan konsentrasi bahan sintesis disajikan dalam Lampiran 3. Larutan asam ortofosfat (H3PO4) 0.3M diteteskan pada suspensi Ca(OH)2. Suspensi tersebut diaduk menggunakan pengaduk ultrasonik pada kecepatan 300 rpm, 35 KHz selama satu jam. pH diatur pada kondisi pH 10 dengan menambahkan NH4OH 1 M di akhir proses pengendapan. Endapan di saring, lalu dipanaskan dalam tanur pada suhu 1000 oC selama 5 jam. Kemudian sampel hasil sintesis dilakukan pencirian dengan XRD, SEM, FTIR, PSA dan TEM

Metode Hidrotermal (Manafi et al. 2010)

(30)

16

Pencirian Kristal Hidroksiapatit (Robinson 1994)

Difraksi Sinar-X (XRD)

Difraktometer sinar-x adalah sebuah peralatan ukur untuk mendapatkan karakteristik fasa dan struktur kristal suatu material kristalit dan non-kristalit. Unsur utama yang ada pada peralatan XRD tersebut antara lain : sumber sinar-x (beam source), kolimator (sole slit) ), divergent slit, sampel holder (goniometer), filter, monokromator, dan detektor. Defraktometer XRD yang digunakan adalah Shimadzu XD 610, sumber target CuKα (λ = 1.54056Ǻ ). Sampel disiapkan sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan dalam holder yang berukuran (2 x 2) cm2 pada difraktometer. Sudut awal diambil pada 20o dan sudut akhir pada 80o dengan kecepatan baca 2o per menit.

Mikroskop Pemayar Elektron - Spektroskopi Energi Dispersi (SEM-EDS)

SEM adalah sebuah instrumen berkekuatan besar dan sangat handal yang dipadukan dengan EDS (Energy Dispersive X-ray Spectroscopy) sehingga dapat digunakan untuk memeriksa, observasi, dan karakterisasai struktur terkecil benda-benda padat dari material organik maupun anorganik yang heterogen serta permukaan bahan dengan skala micrometer bahkan sampai sub-mikrometer yang menggunakan sumber medan emisi dan mempunyai resolusi gambar 1,5 nm, sehingga kita dapat menentukan sifat dari bahan yang diuji baik sifat fisis, kimia maupun mekanis yang dapat mempengaruhi mutu dan kualitas dari suatu produk, dengan demikian kita dapat mengembangkan produk tersebut melalui informasi ukuran partikel dari mikrostruktur yang terbentuk dan komposisi unsurnya. Sampel diletakkan pada plat alumunium yang memiliki dua sisi kemudian dilapis dengan lapisan emas setebal 48 nm. Sampel yang telah dilapisi diamati dengan menggunakan SEM dengan tegangan 15 kV dan perbesaran 2500 kali.

Spektroskopi Infra Merah Transformasi Fourier (FTIR)

(31)

17

Penganalisa Ukuran Partikel (PSA) (Malvern 2012)

Analisis ukuran partikel, pengukuran ukuran partikel, atau hanya ukuran partikel adalah nama kolektif prosedur teknis, atau teknik laboratorium yang menentukan berbagai ukuran atau rata-rata ukuran partikel dalam sampel bubuk. Ukuran distribusi partikel ditetapkan dengan menggunakan hamburan cahaya dinamis. Hamburan cahaya dinamis (juga dikenal sebagai spektroskopi korelasi foton atau hamburan cahaya kuasi-elastis) adalah teknik dalam fisika yang dapat digunakan untuk menentukan profil distribusi ukuran partikel kecil dalam suspensi atau larutan. Pengukuran ukuran partikel sampel serbuk dilakukan dengan PSA dari Malvern Instrumen di kisaran 0.110.000 nm.

Mikroskop Transmisi Elektron (TEM) (Williams dan Carter 1996)

Mikroskop elektron transmisi merupakan difraksi elektron dan mikroskop yang sering digunakan untuk mengamati struktur non-periodik seperti cacat kristal dan dapat mengungkapkan informasi berharga tentang fase intergrowth dan superstruktur. Elektron memiliki muatan karena sinar elektron akan berinteraksi dengan kerapatan elektron dan potensi coulombic dari inti atom yang di atasnya. Elektron berinteraksi sangat kuat dengan bahan maka hamburan elektron dari alat TEM ini jauh lebih kuat dibandingkan dengan hamburan sinar-x. Elektron yang digunakan dalam transmisi mikroskop elektron ini dihasilkan oleh filamen yang dipanaskan dalam elektron gun termionik kemudian dipercepat melalui beda potensial. Elektron ini difokuskan oleh serangkaian medan elektromagnetik yang disebut sebagai lensa dan digunakan untuk mengendalikan faktor-faktor seperti balok aperture resolusi, pembesaran final dan dapat beralih menjadi gambar langsung dan mode difraksi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Cangkang tutut kering yang sudah terpisah dari dagingnya, dihaluskan dan dikalsinasi pada suhu 1000 °C selama 5 jam dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 (a) Cangkang tutut kering, (b) serbuk halus dan (c) serbuk hasil kalsinasi

(32)

18

Hasil ball-mill cangkang tutut kering berupa serbuk halus berwarna putih kekuningan yang digunakan untuk analisis komposisi. Setelah kalsinasi serbuk berwarna putih yang digunakan sebagai bahan dasar dalam proses sintesis.

Analisis Komposisi Cangkang Tutut Sebelum Kalsinasi

Analisis sampel kadar air dan kadar abu dalam cangkang tutut belamya javanica kering sebelum kalsinasi menggunakan metode gravimetri, sedangkan analisis komposisi unsur-unsurnya menggunakan spektroskopi serapan atom (AAS) dan UV-Vis yang dapat dilihat pada Lampiran 4. Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Hasil pengujian kadar abu menunjukkan bahwa cangkang tutut memiliki kadar abu 54.57% . Dalam proses pembakaran, bahan bahan organik akan terbakar menjadi CO2 dan logam menjadi oksida logamnya. Bobot yang hilang merupakan bahan organik yang dapat dikonversi menjadi kadar C-Organik setelah dikalikan 0.58, maka hasil perhitungan diperoleh kadar C-Organik sebesar 31.65% (Eviati dan Sulaeman 2012).

Cangkang tutut mengandung mengandung senyawa CaCO3. Hasil analisis sampel serbuk cangkang tutut menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang tutut adalah 64.73%. Kadar kalsium cangkang keong sawah dalam penelitian Winata (2012) sebesar 52% dan kadar kalsium cangkang keong dari penelitian Lugina (2013) sebesar 68.41% sehingga cangkang tutut yang kaya akan mineral kalsium ini cocok digunakan sebagai sumber kalsium untuk sintesis hidroksiapatit.

Tutut hidup di tanah sawah berlumpur, oleh karena selain kalsium yang terdapat dalam cangkang diduga terdapat unsur lain yang terkandung dalam cangkang tutut yaitu magnesium, fosfor, natrium, besi, mangan, tembaga dan seng. Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh komposisinya memiliki kadar dibawah 0.05%, sedangkan kadar tertinggi sebesar 0.08% berasal dari unsur besi (Lampiran 4). Kadar ini masih dibawah syarat mutu yaitu 2.00% berdasarkan persyaratan dalam SNI 19-7030-2004 yang mengindikasikan bahwa cangkang tutut ini tidak termasuk limbah organik domestik yang membahayakan.

Hasil Analisis XRD dan EDS Cangkang Tutut Sebelum Kalsinasi

(33)

19

Gambar 5 (a) Difraktogram sinar-x contoh cangkang tutut sebelum kalsinasi, (b) difraktogram sinar-x CaCO3 dari basis data instrumen

Pola difraksi sinar-x fasa utama CaCO3 (Aragonite) dicirikan oleh puncak difraksi di sekitar sudut 2 2653° berstruktur orthorhombic dengan parameter kisi a = 4.9617 Å, b = 7.9692 Å, dan c = 5.7427 Å. Fasa minor yaitu fasa calcite ditemukan pada sudut 2 29.342° berstruktur heksagonal dan parameter kisi a = 4.9910 Å, b = 4.9910 Å, dan c = 17.0680 Å. Analisis difraksi sinar-x terhadap serbuk cangkang tutut menunjukkan bahwa CaCO3 merupakan komponen utama. Data hasil analisis XRD cangkang tutut sebelum kalsinasi dapat dilihat pada Lampiran 5a dan Gambar sistem kristal dapat dilihat pada Lampiran 6.

Analisis unsur menggunakan EDS pada sampel cangkang tutut dilakukan sebelum kalsinasi. Hasil analisis ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis EDS cangkang tutut sebelum kalsinasi

No. Unsur Kandungan % (b/b)

1. Kalsium (Ca) 62.96 ± 2.5

2. Oksigen (O) 36.15 ± 5.8

3. Karbon (C) 0.89 ± 0.3

Kandungan unsur cangkang tutut sebelum kalsinasi yang diukur menggunakan EDS menunjukkan kandungan tertinggi didominasi unsur kalsium (Ca) sebesar 62.96% lalu oksigen (O) 36.15 % kemudian karbon (C) 0.89%. Pengujian EDS pada suatu titik/spot hanya menghasilkan keluaran dalam bentuk persentase unsur saja (bukan senyawa). Pengujian ini dilakukan untik memastikan bahwa kandungan unsur utama cangkang tutut adalah kalsium, oksigen dan karbon sehingga dapat diindikasikan bahwa terdapat unsur penyusun fasa dari CaCO3.

Hasil Analisis XRD dan EDS Cangkang Tutut Setelah Kalsinasi

(34)

20

Gambar 6 Difraktogram sinar-x sampel cangkang tutut kering setelah kalsinasi Hasil analisis difraksi sinar-x (XRD) menunjukkan bahwa fasa utama cangkang tutut serbuk setelah kalsinasi adalah porlandite (Ca(OH)2) yang dicirikan oleh puncak difraksi pada sudut 2 17.8–64.1° dengan struktur heksagonal dan parameter kisi a = 3.5890 Å, b = 3.5890 Å, dan c = 4.9110 Å. Identifikasi fasa ini merujuk pada literatur Swanson dan Tatge (1953) bahwa pola difraksi sinar-x porlandite atau Ca(OH)2 berada di sekitar sudut 18.0–64.2° (Lampiran 5b). Dengan demikian cangkang tutut ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan HAp.

Analisis unsur menggunakan EDS pada sampel cangkang tutut dilakukan sesudah kalsinasi. Hasil analisis ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil analisis EDS cangkang tutut setelah kalsinasi

No. Unsur Kandungan % (b/b)

1. Kalsium (Ca) 58.60 ± 2.1

2. Oksigen (O) 40.53 ± 5.8

3. Karbon (C) 0.87 ± 0.2

Kandungan unsur cangkang tutut setelah kalsinasi menunjukkan kandungan penurunan kadar Ca menjadi 58.60%, O 40.53% dan C menjadi 0.87%. Tahap kalsinasi cangkang tutut berlangsung ada suhu 1000 °C dan waktu selama 5 jam. Kondisi ini menyebabkan seluruh komponen organik cangkang tutut terbakar habis menjadi CO2 dan H2O (Adak dan Purohit 2011). Langkah ini juga dapat membebaskan gas CO2 dari fasa kalsium karbonat. Dengan demikian di akhir proses kalsinasi, seluruh cangkang tutut diharapkan dapat berubah menjadi CaO. Serbuk CaO yang terbentuk kemudian dibiarkan kontak dengan atmosfer pada suhu kamar selama 12 jam agar terjadi hidrasi sehingga menghasilkan Ca(OH)2.

Sintesis Hidroksiapatit dengan Metode Presipitasi dan Hidrotermal

(35)

21 pelarut organik (Cunniffe et al. 2010). Larutan H3PO4 sebagai sumber fosfat bersifat asam, maka diperlukan pemantauan dan penyesuaian pH yang baik agar dapat menghasilkan senyawa hidroksiapatit. Apabila pH larutan turun hingga di bawah 9 atau 7 akan menyebabkan terbentuknya kalsium monofosfat dan kalsium dehidrat yang mudah larut dalam air (Afshar et al. 2003). Oleh karena itu proses ini harus menggunakan pH meter sebagai pemantau pH dan larutan NH4OH 1 M digunakan sebagai penyesuai pH sehingga larutan tetap pada pH 10.0.

Proses sintesis HAp menggunakan metode hidrotermal dilakukan melalui reaksi anion PO4-3 yang mengendap perlahan dalam suspensi kation Ca2+ pada pH rendah (Santos et al. 2004). H3PO4 diteteskan pada suspensi Ca(OH)2, agar ion hidroksil pada suspensi Ca(OH)2 habis bereaksi dengan larutan H3PO4.

Hasil Analisis Menggunakan XRD

Pengukuran pola difraksi sinar-x dan identifikasi fasa sampel HAp hasil sintesis dengan metode presipitasi (Gambar 7) dicirikan oleh puncak difraksi di antara sudut 2 22–80°.

Gambar 7 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode presipitasi Gambar 7 memperlihatkan pola difraksi sinar-x yang dicirikan oleh munculnya puncak difraksi intensitas sedang pada sudut 2 25.86° dan 39–53°, dua puncak agak lemah di 28–29° dan 64–72°, tiga puncak yang melebar di antara sudut 3134°. Hasil analisis dari pola difraksi sinar-x dengan cara pencocokan terhadap data Joint Cristal Powder Diffraction Standard (JCPDS) no 09-0432 (Lampiran 7d) menunjukkan bahwa sampel merupakan fasa tunggal yaitu fasa hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2. Hasil analisis yang dilakukan Lee (2009) menggunakan program general structure analysis system (GSAS) menunjukkan struktur HApadalah struktur heksagonal.

(36)

22

Gambar 8 Difraktogram sinar-x HAp hasil sintesis metode hidrotermal Hasil identifikasi pada Gambar 8 menunjukkan HAp hasil sintesis menggunakan metode hidrotermal terdiri dari dua fasa, yaitu fasa hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2 dan fasa lime (CaO). Pembentukan HAp yang dicirikan oleh puncak dengan intensitas sedang di sekitar sudut 2 25–27° dan sekumpulan puncak di sudut 4654° dua puncak agak lemah di 2829° empat puncak yang berdekatan di 31-35° dengan rasio intensitas umumnya 3:2:2:1, dan dua puncak lemah yang saling berdekatan di sudut 39–40°. Fasa CaO teramati pada sudut 37.40° dan 53.83°. Menurut Afshar et al. 2003 dan Santos et al. 2004, fasa yang teramati pada sudut 36-38° adalah pengotor yang merupakan indikator terhadap kemurnian produk HAp. Hasil analisis menggunakan program GSAS menunjukkan fasa hidroksiapatit memiliki struktur heksagonal dan fasa lime dengan struktur kubik. Sintering perlu dilakukan untuk mendapatkan HAp murni. Selain hidroksiapatit, dapat terbentuk fasa apatit karbonat tipe A (AKA), bahkan masih ada sisa asam fosfat yang belum bereaksi dengan kalsium karbonat. Fase AKA dapat muncul karena adanya gugus hidroksil pada struktur HAp yang ditempati oleh gugus karbonat (Dahlan 2013).

Berdasarkan pola difraksi yang dihasilkan pada kedua metode terlihat perbedaan pada lebar FWHM (Full Weight Half Maximum) yang mengindikasikan adanya perbedaan ukuran kristal dan derajat kristalin (Dahlan 2013). Banyaknya kandungan kristal dalam suatu material diperoleh dengan membadingkankan luasan kurva kristal dengan luasan kurva amorf dan kristal. Derajat kristalinitas yang diperoleh dari metode presipitasi adalah 79.83% sedangkan metode hidrotermal 85.99%. Metode presipitasi memiliki kurva FWHM yang relatif lebih lebar sehingga derajat kristalinnya lebih rendah dibandingkan metode hidrotermal. Derajat kristalinitas yang diperoleh dari hasil penelitian Winata (2012) menggunakan bahan cangkang keong dengan metode presipitasi sedikit lebih rendah yaitu 78.19%.

Hasil Analisis Menggunakan EDS

(37)

23 Tabel 6 Hasil analisis unsur cangkang tutut metode presipitasi dan hidrotermal

menggunakan EDS

No. Unsur Kandungan (wt.%)

Presipitasi Hidrotermal

1. Kalsium (Ca) 36,18 ± 1.4 41.03 ± 1.6

2. Phospor (P) 16.35 ± 0.7 15.63 ± 0.7

3. Oksigen (O) 47.47 ± 5.7 43.34 ± 5.6

Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan EDS menunjukkan bahwa rasio molar Ca/P pada sampel hasil sintesis metode presipitasi menghasilkan rasio molar Ca/P sebesar 1.71. Hal ini menunjukkan bahwa HAp hasil sintesis menggunakan metode presipitasi mengandung unsur kalsium sedikit berlebih dan mendekati stoikhiometri fasa HAp standar. Dengan demikian sampel HAp yang dihasilkan diduga memiliki satu komposisi fasa. Serbuk HAp yang memiliki stoikiometri yang tepat yaitu rasio molar Ca/P sebesar 1.67 dapat menghasilkan sifat mekanis HAp yang unggul (Chow 2009). Sedangkan hasil sintesis menggunakan metode hidrotermal menghasilkan rasio molar Ca/P sebesar 2.03. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada sampel mengandung unsur kalsium yang berlebih sehingga memungkinkan sekali akan terbentuk fasa lain selain fasa HAp. Hal yang sama pernah terjadi pada hasil penelitian Santos et al (2004), bahwa ion hidroksil pada suspensi Ca(OH)2 diharapakan habis bereaksi dengan larutan H3PO4, namun ternyata ada sejumlah kandungan Ca terperangkap dalam HAp yang mengendap dan membentuk fasa CaO.

Hasil Analisis Menggunakan FTIR

Analisis spektrum FTIR dilakukan untuk mengetahui gugug fungsi yang terdapat pada senyawa hasil sintesis. Gugus fungsi pada HAp ditandai dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 400–4000 cm-1. Spektrum infra merah HAp hasil sintesis metode presipitasi dan hidrotermal disajikan pada Gambar 9 dan analisis terhadap puncak-puncak serapannya disajikan pada Tabel 7.

(38)

24

Rasio intensitas sebagai fungsi frekuensi cahaya memberikan spektrum dalam bentuk transmisi, refleksi, dan absorbansi. Banyaknya getaran yang terjadi secara bersamaan menghasilkan spektrum penyerapan yang sangat kompleks dan memberikan karakteristik unik dari kelompok fungsional berupa molekul dan konfigurasi atom. Secara rinci puncak-puncak absorbansi dari spektra FTIR diperlihatkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Puncak-puncak absorbansi dari spektrum FTIR Bilangan gelombang (cm–1) Interpretasi Gugus

Fungsi

Presipiasi Hidrotermal

405.05, 3641.60 Gugus kalsium oksida (CaO) (Ji et al.2009)

1415.75 1411.89 Gugus karbon dioksida

(CO2) (Siva Rama Krishna et al. 2007) 3421.72, 3568.31 3572.17 Gugus hidroksil (OH-)

(Raynaud et al. 2002) Puncak-puncak absorbansi gugus fosfat (PO43-) dicirikan adanya serapan pada bilangan gelombang sekitar 470, 640550, 963, 11201000 cm-1. Spektrum HAp yang dihasilkan dari metode presipitasi dan hidrotermal menunjukkan serapan pada rentang bilangan gelombang 470.63–1091.71 cm-1 yang mengindikasikan adanya vibrasi PO dari gugus PO4. Metode presipitasi dan hidrotermal menghasilkan spektrum pada bilangan gelombang sekitar 14001600 cm-1 hal ini sesuai dengan serapan bilangan gelombang untuk gugus fungsi CO32- (Meejoo et al. 2006). Gugus karbonat (CO32-) yang muncul pada bilangan gelombang 1415.75 cm-1 mengindikasi adanya vibrasi CO dari gugus CO3.

Adanya gugus OH pada HAp hasil sintesis metode presipitasi dan hidrotermal ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang sekitar 3421.723572.17 cm-1. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilaporkan Raynaud et al. 2002 bahwa gugus OH muncul pada bilangan gelombang 3572– 3570 cm-1. Adanya gugus –OH, –PO4, mengindikasikan telah terbentuk fasa hidroksiapatit dengan baik sedangkan keberadaan gugus CO3 dalam campuran senyawa berada pada intensitas yang kecil sehingga kemungkinan terbentuk fase amorf.

Hasil Analisis menggunakan SEM

(39)

25 rentang ukur 210410 dan rata-rata ukuran kristalnya sekitar 50 nm (Binnaz dan Koca 2009). Untuk lebih memastikan morfologi dari partikel HAp maka dilakukan preparasi sampel untuk uji SEM dengan teknik pelapisan menggunakan emas. Gambar 10 memperlihatkan hasil pengamatan morfologi sampel HAp hasil sintesis metode presipitasi dan hidrotermal menggunakan SEM dengan perbesaran 2500 kali.

(a) (b)

Gambar 10 Citra SEM HAp hasil sintesis metode (a) presipitasi dan (b) hidrotermal

Morfologi pada kedua produk HAp menunjukkan aglomerasi dengan karakteristik partikel tunggalnya cenderung bulat-bulat. Morfologi HAp hasil sintesis metode presipitasi membentuk gumpalan-gumpalan yang lebih kecil dibandingkan dengan yang dihasilkan dengan metode hidrotermal. Hal ini menunjukkan HAp hasil sintesis metode hidrotermal mengalami aglomerasi partikel, sehingga sangat sulit untuk mendispersikan partikel-partikel tersebut tanpa harus disonikasi terlebih dahulu (Binnaz dan Koca, 2009).

Hasil Analisis menggunakan PSA

(40)

26

(a)

(b)

(41)

27 kecil dengan partikel yang berukuran besar. Resultan tumbukan yang berlangsung dari segala arah ini menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zig-zag atau gerak Brown yang diinterpretasikan dalam bentuk distribusi ukuran partikel (Maorters dan Peres 2010).

Hasil Analisis menggunakan TEM

Hasil pengamatan ukuran partikel HAp hasil sintesis diamati menggunakan TEM dapat dilihat pada Gambar 12. Nampak bahwa HAp hasil metode presipitasi telah memiliki ukuran partikel nano dengan diameter 1020 nm dan rata-rata diameter agregat sekitar 50–100 nm.

(a)

(b)

Gambar 12 Pengamatan partikel HAp hasil sintesis metode (a) presipitasi dan (b) hidrotermal menggunakan TEM

(42)

28

Sintesis nanopartikel HAp yang dilakukan oleh Dedourkova et al. (2012) menggunakan kalsium nitrat tetrahidrat dan diamonium fosfat sebagai prekusor dengan teknik pengadukan magnetik pada suhu 40 oC selama 1.5 jam memperoleh partikel HAp berdiameter sekitar 3050 nm beragregasi dan ukuran rata-rata agregat berdiameter sekitar 210410 nm.

Hasil pengamatan TEM pada HAp hasil sintesis metode hidrotermal memiliki ukuran partikel berdiameter sekitar 20–50 nm dan beragregasi. Ukuran agregat rata-rata berdiameter sekitar 100200 nm. HAp hasil sisntesis menggunakan hidrotermal ini memiliki ukuran partikel lebih kecil dibandingkan dengan ukuran partikel HAp dengan metode yang sama hasil penelitian Manafi dan Joughehdoust (2009) yang berdiameter sebesar 3050 nm.

Hasil pengamatan TEM pada HAp hasil sintesis menggunakan metode presipitasi dan hidrotermal menunjukkan perbedaan bentuk partikel yang diperoleh dari kedua sintesis tersebut. Bentuk partikel hasil sintesis dengan metode presipitasi berbentuk spherical-poligonal dengan ukuran rata-rata diameter partikel sekitar 10–20 nm sedangkan hasil sintesis menggunakan metode hidrotermal telah terbentuk nanorod dengan ukuran diameter rod sebesar 15–20 nm dengan panjang rod sebesar 4060 nm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nano hidroksiapatit berbahan baku cangkang tutut dengan telah berhasil di sintesis menggunakan metode presipitasi dan hidrotermal. Hasil sintesis menggunakan metode pesipitasi menunjukkan satu fasa HAp, sedangkan metode hidotermal dua fasa yaitu HAp dan CaO. Hal ini menunjukkan bahwa dengan metode presipitasi menghasilkan produk HAp yang murni. Ukuran partikel pada hasil presipitasi dan hidrotermal berkisar 20–50 nm dan rasio molar Ca/P 1.71 pada metode presipitasi sedangkan dengan metode hidrotermal 2.03. Produk HAp yang di sintesis dengan metode presipitasi bentuk partikelnya spherical-poligonal, sedangkan metode hidrotermal menunjukkan bentuk nanorod.

Saran

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M, Virgus Y, Nirmin, Khairurrijal. 2008. Sintesis nanomaterial FMIPA. ITB. Bandung. J Nanosci T 1(2). ISSN 1979-0880 .

Adak MD, Purohit KM. 2011. Synthesis of nano crystalline hydroxyapatite from dead snail shells for biological implantation. Trends Biomater. Artif. Organs. 25(3):101-106 .

Afshar A, Ghorbani M, Ehsani N, Saeri MR, Sorrell CC. 2003. Some important factors in the wet precipitation process of hydroxyapatite. Materials and design. 24:197–202.

Agustinus TS. 2009. Sintesis hidrotermal atapulgit berbasis batuan gelas volkanik (perlit) : Perbedaan perlakuan statis dan dinamis pengaruhnya terhadap kuantitas dan kualitas kristal. Puslit Geoteknologi LIPI. J-indo blogspot.com. Bandung.

Aoki, H. 1991. Science and Medical Applications of Hydroksiapatite. the University of Michigan Tokyo (JP): Japanese Association of Apatite Science.

[AOAC] Association of Official Agriculture Chemist. 2002. Official methods of analysis of AOAC international. Agricultural chemicals, contaminants, Drugs. Maryland USA. 1(17):2-37.

Baby RL, Hasan I, Kabir KA, Naser MN. 2010. Nutrient analysis of some commercially important molluscs of Bangladesh. J Sci Res. 2(2):390–396. Bigi A,. Fini M, Bracci B, Boanini E, Torricelli P, Giavaresi G,. Aldini N,

Facchini A, Sbaiz F, Giardin R. 2008. The response of bone to nanocrystalline hydroxyapatite-coated Ti13Nb11Zr alloy in an animal model. Biomaterials. 29(11):1730-1736.

Binnaz A, Koca Y. 2009. Double step stirring a novel method for precipitation of nano-sized hydroxyapatite powder. Department of metallurgical and materials engineering, chemistry-metallurgy faculty. Istanbul Turkey. J Nanomat Biostruc. 4(1):73-81.

Cahyanto A. 2009. Biomaterial. [makalah]. Departemen Ilmu dan Teknologi Material Kedokteran Gigi. Fakultas Kedokteran Gigi. Bandung. Padjadjaran Univ.

Chen QZ, Wong CT, Lu WW, Cheung KMC, Leong JCY, Luk KDK. 2004. Strengthening mechanisms of bone-bonding to crystalline hydroxyapatite invivo. Biomaterials. 25: 4243-4254.

Chow LC. 2009. Next generation calcium phosphate-based biomaterials. Dent Mater. J Nat Institute of Health. USA. 28(1):1–10.

Cunniffe GM, O’Brian FJ, Partap S, Levingstone TJ, Stanton KT, Dickson GR. 2010. The synthesis and characterization of nanophase hydroxyapatite using a novel dispersant-aided precipitation method. J Biomed Mat Resch. RCSI .95(4):1142-1149.

Dahlan K, Prasetyanti F, Sari YW. 2009. Sintesis hidroksiapatit dari cangkang telur menggunakan dry metode. J. Biofis 5(2):71-78.

(44)

30

Dedourkova T, Zelenka J, Zelenkova M, Bene L, Svoboda L. 2012. Synthesis of sphere-like nanoparticles of hydroxyapatite. Prague. Czech Republic. J Procedia Engineering. 42:1816–1821.doi: 10.1016/j.proeng.2012.07.576. Destainville A, Champion E, Bernache-Assollante D, Laborde E. 2003.

Synthesis,characterization and thermal behaviour of apatitic tricalcium phosphate. Materials Chemistry and Physics. 80(1): 269 – 277.

Earl JS, Wood DJ and Milne SJ. 2006. Hydrothermal synthesis of hydroxyapatite. Institute for Materials Research, University of Leeds. UK J of Physics: Conference (26):268–271 doi:10.1088/1742-6596/26/1/064

Eviati, Sulaeman. 2012. Petujuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Edke-2. Badan Litbang Pertanian.

Ferraz MP, Monteiro FJ, Manuel CM. 2004. Hydroxyapatite nanoparticles: A review of preparation methodologies, J Appl Biomat Biomech. 74-80. Fernandez RB. 2011. Sintesis Nanopartikel. [Makalah]. Padang. Andalas Univ. Hsiung JC, Kung HK, Chen HS, Chang KY. 2012. Applications of thermal spray

coating in artificial knee. Life Sci J. Taiwan. 9(1):457-463.

Ji G, Zhu H, Jiang X, Qi C, Zhang XMl. 2009. Mechanical strenght of epoxy resin composites reinforced by calcined pearl shell powders. J. Appl. Polym. Sci..114(5): 3168-3176. DOI: 10.1002/app.30908.

Jutting B. 1956. Systematic Studies on the Non-Marine Molusca of the Indo-Australian Archipelago. Critical Revision of the Javanese Freshwater Gastropods. Amsterdam (AM): Treubia.23(2):259-477.

Khoerunnisa. 2011. Isolasi dan karakterisasi nano kalsium dari cangkang kijing lokal (Pilisbryoconcha exilis) dengan metode presipitasi [tesis]. Departemen Teknologi Hasil Perairan. FPIK. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lee YJ, Stephens P , Tang Y, Li W, Phillips BL, Parise J B, Reeder RJ. 2009.

Arsenate substitution in hydroxylapatite: structural characterization of the Ca5(PxAs1-xO4)3OH solid solution. American Mineralogist 94(5-6): 666-675. doi: 10.2138/am.3120.

Lugina M. 2013. Sintesis scaffolds hidroksiapatit (HAp) dengan metode presipitasi modifikasi sonikasi berbasis cangkang keong tutut (Filopaludina javanica). [skripsi]. Sukabumi (ID): Universitas Muhammadiyah.

[Malvern]. 2012. A Basic Guide to Particle Characterization. Worcestershire (UK): Malvern intruments limited.

Manafi SA, Rahimipour RM, Yazdani B, Sadrnezhaad KS, Amin HM. 2008. Hydrothermal synthesis of aligned hydroxyapatite nanorods with ultra-high crystallinity. Materials and Energy Research Center. IJE Iran. 21(2):109-116.

Manafi SA, Joughehdoust S. 2009. Synthesis of hydroxyapatite nanostructure by hydrothermal condition for biomedical application. Iranian J Pharm Sci. 5(2): 89-94.

Meejoo S, Maneeprakorn W, Winotai P. 2006. Phase and thermal stability of nanocrystalline hydroxyapatite prepared via microwave heating. Thermochimica Acta. 447(1): 115–120.

Gambar

Tabel  1  Jenis kalsium fosfat dan kelarutan produk pada suhu 25 oC
Gambar 2 Sintesis nanopartikel metode  top-down dan bottom-up
Gambar 5 (a) Difraktogram sinar-x contoh cangkang tutut sebelum kalsinasi,
Gambar 6 Difraktogram sinar-x sampel cangkang  tutut kering setelah kalsinasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa penelitian, terjaring beberapa alasan seseorang bergabung ke dalam situs jejaring sosial (WikimuToday, 2011) seperti, 1) seseorang bergabung ke dalam situs

&amp;erdasarkan gambar di atas dapat di*elaskan baha baterai memberikan suplai tegangan 2- ke sebuah in.erter /bagian dari unit CDI0$ Kemudian in.erter akan menaikkan tegangan

Kerusakan gigi karena cara sikat gigi yang salah dan bruxisme memberikan gambaran yang mirip dengan erosi dan oleh keduanya enamel menjadi lebih mudah dihilangkan. 2,4

Alat yang dibuat merupakan sebuah glove box yang di dalamnya terdapat sebuah lengan robotik sederhana, dua buah tabung larutan dengan sistem pengisian larutan

Hasil penelitian ini merekomendasikan untuk dilakukan skrining tentang depresi pada pasien DM dan melibatkan keluarga merupakan hal yang penting dalam pemberian

Pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat DM dalam keluarga dengan kejadian DM Gestasional pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Simpang

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja KUP Pasuruan berada pada kategori kuning yang berarti kinerja belum mencapai target baik walaupun nilai sudah