• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Penyiapan Pakan dan Prediksi Kebutuhan Bahan Kering pada Sapi Pegon dan SL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Penyiapan Pakan dan Prediksi Kebutuhan Bahan Kering pada Sapi Pegon dan SL"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PENYIAPAN PAKAN DAN PREDIKSI KEBUTUHAN

BAHAN KERING PADA SAPI PEGON DAN SL

YANTO HARDIYANTO

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Penyiapan Pakan dan Prediksi Kebutuhan Bahan Kering pada Sapi Pegon dan SL adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)

ABSTRAK

YANTO HARDIYANTO. Evaluasi Penyiapan Pakan dan Prediksi Kebutuhan Bahan Kering pada Sapi Pegon dan SL. Dibimbing oleh ANURAGA JAYANEGARA dan NAHROWI.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penyiapan pakan, memprediksi kebutuhan bahan kering, menganalisis hubungan konsumsi nutrien dan pertambahan bobot badan harian pada sapi Pegon dan SL. Penelitian dilakukan di PT. CMT. Ternak diberikan pakan berupa rumput gajah, konsentrat starter dan konsentrat finisher. Komposisi nutrien konsentrat seperti kadar air, abu, dan total digestible nutrient (TDN) belum memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), sedangkan kandungan protein kasar (PK) dan lemak kasar (LK) sudah memenuhi persyaratan SNI. Hasil prediksi kebutuhan bahan kering pada sapi Pegon memiliki model regresi DMI = 4.130 – 0.023ABW0.75 + 0.052ADG dan sapi SL DMI = 3.967 – 0.021ABW0.75 + 0.026ADG. Hasil analisis korelasi konsumsi nutrien dan ADG pada sapi Pegon dan SL adalah bahan kering (0.143; 0.117), PK (0.144; 0.110), serat kasar (0.138; 0.120), LK (0.155; 0.118), bahan ekstrak tanpa nitrogen (0.143; 0.115) dan TDN (0.145; 0.116) pada (P<0.01). Sapi Pegon memiliki nilai korelasi lebih tinggi dibandingkan SL, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam program penggemukan sapi Pegon lebih menguntungkan dibandingkan SL karena memiliki variasi yang rendah dalam mengubah nutrien yang dikonsumsi menjadi pertambahan bobot badan.

Kata kunci: bahan kering, prediksi, nutrien, Pegon, SL

ABSTRACT

YANTO HARDIYANTO. Evaluation of Feed Preparation and Prediction of Dry Matter Intake on Pegon and SL Cattle. Supervised by ANURAGA JAYANEGARA and NAHROWI.

The objectives of this experiment were to evaluate feed preparation, to predict dry matter intake, to analyze correlation between nutrient consumption and average daily gain on Pegon and SL cattle. Research was conducted at PT. CMT. The cattle were given forage (Pennisetum purpureum), starter concentrate and finisher concentrate. Both of concentrates nutrient composition such as moisture, ash and total digestible nutrient was not fulfilled Indonesia National Standard (SNI) requirements, but crude protein and ether extract was fulfilled SNI requirements. Prediction of dry matter intake resulted that equation for Pegon cattle was DMI = 4.130 – 0.023ABW0.75 + 0.052ADG and SL cattle was DMI = 3.967 – 0.021ABW0.75 + 0.026ADG. Correlation analysis of nutrients consumption and ADG on Pegon and SL cattle respectively were dry matter (0.143; 0.117), crude protein (0.144; 0.110), crude fiber (0.138; 0.120), ether extract (0.155; 0.118), nitrogen free extract (0.143; 0.115) and total digestible nutrient (0.145; 0.116) at (p<0.01). Pegon had higher correlation value than SL, it was concluded that Pegon more profitable because had low variance in changed nutrient to daily gain.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

EVALUASI PENYIAPAN PAKAN DAN PREDIKSI KEBUTUHAN

BAHAN KERING PADA SAPI PEGON DAN SL

YANTO HARDIYANTO

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi: Evaluasi Penyiapan Pakan dan Prediksi Kebutuhan Bahan Kering pada Sapi Pegon dan SL

Nama : Yanto Hardiyanto NIM : D24100018

Disetujui oleh

Dr Anuraga Jayanegara, SPt MSc Pembimbing I

Prof Dr Ir Nahrowi, MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi M H K S, MSi Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Juni 2014 ini ialah sapi potong, dengan judul Evaluasi Penyiapan Pakan dan Prediksi Kebutuhan Bahan Kering pada sapi Pegon dan SL.

Indonesia belum memiliki standar pemberian pakan untuk sapi potong lokal. Standar pemberian pakan diperlukan untuk memudahkan peternak dalam memberikan nutrien yang dibutuhkan oleh ternak. Ketersediaan informasi mengenai jumlah pakan yang harus diberikan pada ternak masih sedikit, sehingga mendorong penulis untuk melakukan suatu prediksi terhadap kebutuhan bahan kering pada sapi Pegon dan SL.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dibutuhkan penulisan untuk memperbaiki penulisan pada karya ilmiah berikutnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 1

Materi 1

Prosedur 2

Sistem Pemeliharaan Sapi 2

Entri dan Seleksi Data 2

Penentuan Variabel Terikat (Y) dan Variabel Bebas (X) Model Regresi 2

Analisis Regresi dan Korelasi 2

Waktu dan Lokasi 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Karakteristik Ternak 3

Penyiapan dan Pemberian Pakan 5

Prediksi Kebutuhan Bahan Kering 6

Evaluasi Konsumsi Nutrien 9

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 14

RIWAYAT HIDUP 16

(11)

DAFTAR TABEL

1 Performa sapi Pegon dan SL 3

2 Komposisi nutrien pakan 5

3 Penentuan model regresi 6

4 Uji multikolinearitas dan autokorelasi 7

5 Analisis korelasi konsumsi nutrien dan pertambahan bobot badan harian 9

DAFTAR GAMBAR

1 Sapi Pegon 4

2 Sapi SL 4

3 Hubungan residual terstandarisasi dan variabel terikat pada sapi Pegon 8 4 Hubungan residual terstandarisasi dan variabel terikat pada sapi SL 8 5 Hubungan DMI observasi dan DMI prediksi pada sapi Pegon 9 6 Hubungan DMI observasi dan DMI prediksi pada sapi SL 9

7 Hubungan Konsumsi BK dan ADG 10

8 Hubungan Konsumsi PK dan ADG 10

9 Hubungan Konsumsi SK dan ADG 11

10 Hubungan Konsumsi LK dan ADG 11

11 Hubungan Konsumsi BETN dan ADG 11

12 Hubungan Konsumsi TDN dan ADG 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Performa sapi Pegon dan SL bulan Desember 2012 14

2 Uji multikolinearitas 14

3 Uji autokorelasi 14

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Ternak mengonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, baik untuk hidup pokok maupun produksi. Kebutuhan tersebut biasanya direpresentasikan dalam bentuk kebutuhan bahan kering (dry matter) yang harus terkandung dalam pakan. Ketepatan dalam memberikan jumlah bahan kering kepada ternak merupakan hal yang penting, mengingat kelebihan konsumsi dapat menyebabkan ternak kegemukan dan jika diberikan di bawah jumlah yang dibutuhkan, ternak akan memiliki bobot badan yang rendah. Faktor yang memengaruhi konsumsi bahan kering adalah jenis pakan dan ternak (Lubis 1992).

Kualitas pakan sangat menentukan dalam meningkatkan keberhasilan pemeliharaan sapi. Oleh karena itu, faktor penyiapan dan pemberian pakan harus diperhatikan. Penyiapan meliputi pemilihan bahan pakan, komposisi nutrien dan formulasi ransum. Pemberian pakan meliputi jumlah pakan yang diberikan. Pakan sapi potong harus memiliki syarat tersedia sepanjang tahun, bernilai gizi tinggi, harganya relatif murah dan tidak mengandung zat anti nutrisi (Siregar 2003).

Pedoman yang selama ini digunakan dalam membuat formula dan memberikan pakan dalam bentuk bahan kering berasal dari National Research Council (NRC) sapi potong tahun 2000. Akan tetapi, standar tersebut dalam pengembangannya hanya terfokus pada pengembangan sapi bangsa Bos taurus yang dipelihara di wilayah subtropis (Azevedo et al. 2010) dan belum mempertimbangkan kondisi pemeliharaan pada iklim tropis seperti Indonesia.

Sapi yang digemukkan di Indonesia umumnya merupakan sapi hasil impor, namun tidak sedikit pula menggunakan sapi lokal. Pemberian bahan kering biasanya dilakukan berdasarkan tingkat kemampuan ternak mengonsumsi pakan atau efisien secara ekonomi seperti yang dilakukan oleh PT. CMT, Bogor yang melakukan program penggemukan sapi Pegon dan SL. Sapi Pegon adalah persilangan sapi Bos taurus dan sapi Bos indicus dengan tetua yang tidak jelas. Akan tetapi, dilihat dari ciri-ciri dan performanya, sapi Pegon lebih didominasi oleh karakteristik sapi bangsa Bos taurus. Sapi SL adalah sapi SimPO (persilangan Simmental dan Peranakan Ongole) dan LimPO (persilangan Limousin dan Peranakan Ongole), dikarenakan sulit dibedakan dan memiliki performa yang sama, kedua sapi ini digabungkan dalam satu kandang dan dinamai SL. Sapi persilangan memiliki kelebihan seperti ukuran tubuh yang besar dan pertambahan bobot badan yang tinggi (Hardjosubroto 2001).

Sapi lokal belum memiliki standar kebutuhan bahan kering, sehingga dibutuhkan standar yang tepat dan akurat dalam pemberian bahan kering. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penyiapan pakan, memprediksi kebutuhan bahan kering, menganalisis hubungan konsumsi nutrien dan pertambahan bobot badan harian pada sapi Pegon dan SL.

METODE

Materi

(14)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pemeliharaan PT. CMT tahun 2013 meliputi data komposisi nutrien pakan, data performa sapi jantan Pegon (971 ekor) dan SL (733 ekor) bulan Januari-Desember 2013 dan data performa sapi jantan Pegon (47 ekor) dan SL (47 ekor) bulan Desember 2012.

Prosedur

Sistem Pemeliharaan Sapi

Sapi Pegon dan sapi SL dipelihara secara intensif dan dikandangkan dalam kandang koloni semi terbuka dengan leher terikat. Pemberian pakan dalam bentuk konsentrat dilakukan tiga kali sehari pukul 07.00, 10.30 dan 13.30, sedangkan rumput gajah dilakukan dua kali sehari pukul 10.00 dan 14.00. Jumlah pemberian pakan dan air bersifat ad libitum. Setiap harinya dihitung selisih antara pakan yang diberikan dan sisa pakan, sehingga dapat diketahui konsumsi pakan per hari. Konsumsi bahan kering didapatkan dari konsumsi pakan as fed, sedangkan protein kasar, serat kasar, lemak kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen dan total digestible nutrient dihitung dari konsumsi pakan dalam bentuk bahan kering.

Entri dan Seleksi Data

Data yang digunakan berasal dari data sekunder milik PT. CMT pada bulan Desember tahun 2012 dan bulan Januari – Desember 2013, hasil wawancara dan observasi langsung. Data tersebut dimasukkan dalam database pada software SPSS 16.0 meliputi data lama pemberian pakan, bobot awal, bobot akhir, rata-rata bobot badan metabolis, pertambahan bobot badan harian, konsumsi bahan kering konsentrat dan hijauan. Seleksi data yang dilakukan adalah menghilangkan data pencilan yaitu data yang memiliki nilai residual terstandarisasi ≥ 3 dan ≤ 3 serta data yang secara biologis terlalu besar dan terlalu kecil.

Penentuan Variabel Terikat (Y) dan Variabel Bebas (X) Model Regresi

Konsumsi bahan kering dijadikan sebagai variabel terikat, sedangkan bobot badan rata-rata, bobot badan rata-rata metabolis, pertambahan bobot badan harian dan kuadrat dari pertambahan bobot badan harian sebagai variabel bebas menurut Azevedo et al. (2010). Pemilihan model regresi dilakukan dengan melihat kombinasi empat variabel bebas, sehingga dalam tiap model hanya menggunakan dua variabel untuk menghindari adanya multikolinearitas. Model regresi yang dipilih merupakan model yang memiliki nilai adjusted R2 tertinggi.

Analisis Regresi dan Korelasi

Analisis regresi dilakukan menggunakan software SPSS 16.0 untuk memprediksi kebutuhan bahan kering. Data yang digunakan dalam pembuatan model regresi adalah data pemeliharaan bulan Januari-Desember tahun 2013. Selain itu, dilakukan pula uji korelasi untuk melihat hubungan konsumsi bahan kering, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, bahan ekstrak tanpa nitrogen dan total digestible nutrient terhadap pertambahan bobot badan harian.

Validasi Model Regresi

(15)

3

observasi bulan Desember 2012, yaitu data independen yang tidak digunakan dalam pembuatan model regresi.

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilakukan di PT. CMT, Cariu, Bogor. Tabulasi, analisis dan pembahasan data dilaksanakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan Juni 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Ternak

Sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi Pegon dan SL yang berasal dari beberapa kota/kabupaten dari Provinsi Jawa Barat (Purwakarta, Majalengka), Jawa Tengah (Magelang, Banjarnegara, Purbalingga, Janggan, Boyolali, Cilacap, Klaten, Wonogiri, Lamongan), Jawa Timur (Kebumen, Magetan, Jombang, Ponorogo), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul). Peternak memilih sapi persilangan karena memiliki beberapa kelebihan seperti ukuran tubuh besar, memiliki pertambahan bobot badan harian yang tinggi dan temperamennya yang tenang (Hardjosubroto 2001). Performa masing-masing sapi secara lengkap ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Performa sapi Pegon dan SL

(16)

Pemilihan bakalan merupakan faktor penting dalam program penggemukan. Rata-rata bobot badan awal sapi Pegon dan SL adalah 350.06 kg dan 399.79 kg, hal ini sesuai dengan pendapat Firdausi et al. (2012) yang mengatakan bahwa sapi bakalan yang digunakan dalam usaha penggemukan baik sapi lokal maupun sapi impor adalah sapi jantan berumur 2-3 tahun dengan bobot badan 250-400 kg.

Rata-rata bobot akhir sapi Pegon dan SL adalah 446.23 kg dan 502.04 kg. Perbedaan bobot akhir disebabkan oleh adanya perbedaan pertambahan bobot badan termasuk jumlah otot dan lemak yang telah disimpan oleh tubuh serta konsumsi pakan setiap harinya. Perbedaan tersebut akan menjadikan komposisi tubuh atau frame size ternak berbeda (Field dan Taylor 2002). Frame size menjadi salah satu acuan dalam menentukan waktu ternak siap untuk dijual.

Rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi Pegon dan SL adalah 0.91 kg hari-1dan 0.92 kg hari-1. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Subiharta et al. (2000) bahwa sapi peranakan Simmental dan peranakan Limousin memiliki pertambahan bobot badan yang tinggi yaitu 0.70-1.30 kg hari-1 dan 0.80-1.6 kg hari-1.

Faktor yang menentukan lamanya penggemukan adalah faktor ekonomi seperti situasi penyediaan pakan dan permintaan kualitas daging dari konsumen (Parakkasi 1999). Pemeliharaan rata-rata untuk sapi Pegon dan SL adalah 106-112 hari. Lama pemeliharaan pada peternakan ini minimal 21-22 hari dan maksimal 279-328 hari. Umur pemeliharaan 21-22 hari diduga peternak hanya melakukan trading, yang biasanya terjadi ketika mendekati hari raya Idul Adha. Keuntungan diperoleh dari perbedaan harga per kg bobot badan ketika membeli dan menjual. Umur pemeliharan mencapai 279-328 hari diduga karena adanya sapi yang belum mencapai bobot badan dewasa, sehingga waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan daging lebih lama. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertumbuhan tulang yang diiringi pertumbuhan daging pada saat sapi belum mencapai bobot badan dewasa. Faktor yang memengaruhi pertumbuhan sapi potong adalah seks, hormon, nutrisi, genotip, iklim dan kesehatan (Phillips 2010).

Bahan kering adalah bahan yang terkandung di dalam pakan setelah dihilangkan kadar airnya. Sapi Pegon dan SL rata-rata mengonsumsi pakan setiap harinya sebanyak 2.13% dan 1.96% dari bobot badannya. Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa sapi dewasa yang digemukkan biasanya mengonsumsi pakan dalam bahan kering sebanyak 1.4% dari bobot badannya. Konsumsi bahan kering dari ternak ruminansia menurut Lubis (1992) dipengaruhi: 1) Faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas dan 2) Faktor ternak yang meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak. Bahan kering pakan berperan sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran pencernaan dan menguatkan

(17)

5

pembentukan enzim. Apabila ternak kekurangan bahan kering, ternak akan merasa kelaparan.

Penyiapan dan Pemberian Pakan

Kualitas pakan sangat memengaruhi tingkat keberhasilan pemeliharaan sapi, termasuk penyiapan dan pemberian pakan. Siregar (2003) mengungkapkan bahwa pakan sapi potong harus memiliki syarat di antaranya tersedia sepanjang tahun, bernilai gizi tinggi, harganya relatif murah dan tidak mengandung zat anti nutrisi.

Pemilihan bahan pakan dan formulasi ransum merupakan bagian dari penyiapan pakan. Pakan yang diberikan adalah rumput gajah (Pennisetum purpureum) dan konsentrat. Pemenuhan rumput gajah utamanya disediakan dari kebun rumput gajah milik PT. CMT yang berlokasi di dekat kandang. Akan tetapi, jika ketersediaan tidak memenuhi kebutuhan maka rumput gajah akan didatangkan dari luar peternakan. Bahan pakan penyusun konsentrat diantaranya dedak padi, pollard, onggok, jagung, bungkil kelapa, corn gluten meal (CGM) atau dried distillers grains with soluble (DDGS), bungkil kedelai, dicalcium phospate (DCP), premix, dan garam. Produksi konsentrat dilakukan di feedmill milik PT. CMT. Konsentrat terdiri atas dua jenis yaitu konsentrat starter dan finisher. Komposisi nutrien pakan ditampilkan pada Tabel 2.

Sapi pada umur pemeliharaan 1-20 hari diberikan konsentrat starter dan pada umur lebih dari 20 hari diberikan konsentrat finisher. Ditinjau dari komposisi nutrien, konsentrat yang digunakan untuk beberapa kandungan nutrien belum memenuhi standar nasional Indonesia (SNI) kategori konsentrat sapi potong penggemukan seperti kandungan kadar air masih di atas 14%, kadar abu di atas 12% dan TDN di bawah 70%, sedangkan komposisi nutrien yang telah memenuhi persyaratan SNI di antaranya kandungan PK yang lebih dari 13% dan LK di bawah 7% (SNI 2009). Kadar air pada konsentrat tidak memenuhi persyaratan SNI. Akan tetapi, pemberian konsentrat pada ternak dilakukan pada hari yang sama dengan hari produksi konsentrat atau paling lambat keesokan harinya, sehingga ternak mendapatkan konsentrat dengan kualitas yang masih sangat baik.

Jumlah pemberian konsentrat secara bertahap mengalami peningkatan, sedangkan jumlah pemberian hijauan mengalami penurunan. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat pertambahan bobot badan pada fase pemeliharaan finisher.

Tabel 2 Komposisi nutrien pakan

BK: bahan kering, PK: protein kasar, SK: serat kasar, LK: lemak kasar, BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient.

(18)

Peningkatan jumlah pemberian konsentrat dilakukan sampai batas kemampuan ternak mengonsumsi konsentrat dengan mempertimbangkan efisiensi pakan, karena pada bobot badan tertentu pertambahan bobot badan menurun, seperti yang diungkapkan Parakkasi (1999) bahwa pada bobot badan 400-500 kg banyak pakan yang dibutuhkan untuk hidup pokok dengan pertambahan bobot badan yang kecil. Oleh karena itu, diperlukan kontrol dalam pemberian jumlah pakan maupun jenis konsentrat yang digunakan. Konsentrat yang digunakan pada fase finisher memiliki kandungan protein kasar lebih rendah dibandingkan konsentrat starter yang bertujuan mengurangi biaya produksi pakan sesuai dengan prinsip peternakan penggemukan yaitu mengutamakan keuntungan dan mengurangi potensi tingginya deposisi lemak.

Prediksi Kebutuhan Bahan Kering

Sapi lokal di Indonesia belum memiliki pedoman dalam pembuatan formula dan pemberian pakan dalam bentuk bahan kering. Oleh karena itu, perlu dilakukan prediksi kebutuhan bahan kering untuk sapi lokal di Indonesia.

Pemilihan Variabel

Variabel bebas yang digunakan dalam memprediksi kebutuhan bahan kering menurut Azevedo et al. (2010) adalah bobot badan rata-rata, bobot badan rata-rata metabolis, pertambahan bobot badan harian dan kuadrat pertambahan bobot badan harian. Akan tetapi, untuk menghindari adanya multikolinearitas antar variabel bebas, maka penentuan variabel dilakukan dengan melihat nilai adjusted R2 dari masing-masing model regresi. Adapun nilai adjusted R2 dari masing-masing persamaan dengan berbeda variabel bebas secara lengkap disajikan pada Tabel 3.

Adjusted R2 diterjemahkan sebagai R2 yang disesuaikan. Nilai ini menyatakan bahwa adjusted R2 adalah sebuah statistik yang berusaha mengoreksi R2 agar lebih mendekati ketepatan model berdasarkan pada nilai R2, jumlah variabel bebas (predictors) dan sampel. Penggunaan Adjusted R2 memiliki dua tujuan yaitu

Tabel 3 Penentuan model regresi

No. Model Regresi Adjusted R2

Pegon

(19)

7

mengestimasi efek populasi dan efek sampel baru yang digunakan dalam penerapan model regresi (Leach dan Henson 2007).

Model regresi dengan nilai adjusted R2 paling tinggi ditunjukkan model regresi nomor 1 untuk sapi Pegon dan 5 untuk sapi SL. Variabel bebas yang digunakan pada sapi Pegon maupun SL adalah ABW0.75 dan ADG. Penggunaan variabel bebas bobot badan, dalam hal ini adalah bobot badan metabolis dikarenakan bobot badan merupakan faktor utama yang mempengaruhi konsumsi bahan kering (Azevedo et al. 2010). Kolath et al. (2006) menambahkan bahwa faktor lain yang memengaruhi prediksi konsumsi pakan adalah pertambahan bobot badan.

Model Regresi

Model regresi dibuat berdasarkan perbedaan bangsa sapi yaitu Pegon dan SL. Sependapat dengan Fox et al. (1988) bahwa faktor yang memengaruhi kebutuhan bahan kering adalah faktor genetik. Model regresi sapi Pegon dan SL memiliki nilai adjusted R2 0.584 dan 0.664, jika dikalikan 100% menunjukkan bahwa kebutuhan bahan kering pada sapi Pegon maupun SL sebanyak 58.4% dan 66.3% dipengaruhi oleh bobot badan rata-rata metabolis dan pertambahan bobot badan harian, sedangkan 41.6% dan 33.7% dipengaruhi oleh faktor lain seperti faktor genetik dan tingkat efisiensi pakan. Peternak akan mengurangi jumlah pemberian pakan jika efisiensi pakan rendah, biasanya keadaan tersebut terjadi ketika mendekati bobot potong. Siregar (2003) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan pakan dapat ditentukan dari konversi pakan, yakni jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mencapai pertambahan satu kilogram bobot badan.

Uji Asumsi Klasik

Model regresi yang telah dibuat perlu dilakukan pengujian terhadap uji asumsi klasik agar model regresi tersebut valid dan dapat digunakan dalam memprediksi nilai dari suatu variabel terikat. Uji asumsi klasik yang digunakan meliputi uji multikolinearitas, linearitas, dan autokorelasi (Suliyanto 2005).

Hasil uji multikolinearitas dan autokorelasi secara lengkap ditampilkan pada Tabel 4. Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat adanya korelasi sempurna antar variabel bebas. Apabila asumsi ini dilanggar, koefisien variabel bebas akan sulit diprediksi dan peran dari masing-masing variabel bebas akan sulit dibedakan. Hasil uji multikolinearitas menunjukkan bahwa pada model regresi tidak ada hubungan sempurna antar variabel yang ditandai dengan nilai variance inflation factor (VIF) kurang dari 10, yaitu 0.442 pada sapi Pegon dan 0.006 pada SL.

Uji autokorelasi dilakukan untuk melihat adanya korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu (time series) atau ruang (cross section). Apabila asumsi ini dilanggar varian minimum sebagai model regresi yang baik tidak dapat terpenuhi, sedangkan jika asumsi ini terpenuhi maka

Tabel 4 Uji multikolinearitas dan autokorelasi

Sapi Durbin-Watson VIF

ABW0.75 ADG

Pegon 0.442 1.033 1.033

SL 0.006 1.021 1.021

(20)

analisis sampel dan populasi memiliki kesimpulan yang sama. Hasil uji autokorelasi menunjukkan bahwa pada model regresi tidak terdapat autokorelasi, ditandai dengan nilai Durbin-Watson pada variabel bebas ABW0.75 dan ADG berada pada rentang -2 dan 2, yaitu 1.033 pada sapi Pegon dan 1.021 pada SL.

Uji asumsi klasik berikutnya adalah uji linearitas yang dilakukan untuk membuktikan apakah model tersebut linear atau tidak linear dengan melihat hubungan antara nilai Residual terstandarisasi dan variabel terikat (DMI %BB). Hubungan tersebut ditampilkan pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3 dan 4 menunjukkan bahwa hubungan antara nilai residual terstandarisasi dan variabel terikat memiliki pola linear sehingga persamaan yang digunakan adalah persamaan linear. Model regresi yang telah dibuat telah memenuhi uji asumsi klasik baik linearitas, autokorelasi, dan multikolinearitas sehingga model tersebut dapat dikatakan valid dan dapat diaplikasikan dalam mencari kebutuhan bahan kering untuk sapi Pegon dan SL.

Validasi Model Regresi

Validasi dilakukan dengan melihat hubungan kebutuhan bahan kering (DMI) hasil prediksi dengan DMI hasil observasi. Data observasi ialah data independen yang tidak digunakan dalam pembuatan model regresi, yaitu data pemeliharaan bulan Desember 2012 dengan populasi sapi Pegon dan SL masing-masing 47 ekor. Validasi model regresi pada sapi Pegon dan SL ditampilkan pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 3 Hubungan nilai residual terstandarisasi dan variabel terikat pada sapi Pegon

(21)

9

Hasil validasi menunjukkan bahwa hubungan antara DMI prediksi dan DMI hasil observasi memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang cukup baik yaitu 0.6523 pada sapi Pegon dan 0.6119 pada SL. Kebutuhan bahan kering sebanyak 65.23% pada sapi Pegon dan 61.19% dapat dijelaskan oleh bobot badan rata-rata metabolis dan pertambahan bobot badan harian.

Evaluasi Konsumsi Nutrien

Evaluasi terhadap konsumsi nutrien bertujuan menganalisis hubungan konsumsi nutrien dan pertambahan bobot badan harian menggunakan analisis korelasi. Nilai korelasi secara lengkap disajikan pada Tabel 5.

Gambar 5 Hubungan DMI observasi dan DMI prediksi pada sapi Pegon

(22)

Korelasi merupakan hubungan dari suatu variabel dengan variabel lainnya, baik antar variabel bebas maupun antara variabel bebas dan variabel terikat. Hasil menunjukkan bahwa konsumsi nutrien berpengaruh terhadap peningkatan ADG. Akan tetapi, korelasi konsumsi nutrien terhadap ADG lemah karena nilai korelasi mendekati nol (Irianto 2004). Hubungan konsumsi BK, PK, SK, BETN, dan TDN terhadap ADG dijelaskan pada Gambar 7, 8, 9, 10, 11, dan 12.

Gambar 7 Hubungan Konsumsi BK dan ADG. (●) Pegon, (●) SL, (▬) linear Pegon, (▬) linear SL

Gambar 8 Hubungan Konsumsi PK dan ADG. (●) Pegon, (●) SL, (▬) linear Pegon, (▬) linear SL

Tabel 5 Nilai korelasi konsumsi nutrien dan pertambahan bobot badan harian Konsumsi Nutrien (kg hari-1) ADG (kg hari

-1)

Pegon SL

Bahan kering (BK) 0.143 0.117

Protein kasar (PK) 0.144 0.110

Serat kasar (SK) 0.138 0.120

Lemak kasar (LK) 0.155 0.118

(23)

11

Gambar 9 Hubungan Konsumsi SK dan ADG. (●) Pegon, (●) SL, (▬) linear Pegon, (▬) linear SL

Gambar 10 Hubungan Konsumsi LK dan ADG. (●) Pegon, (●) SL, (▬) linear Pegon, (▬) linear SL

(24)

Hubungan konsumsi nutrien terhadap ADG pada sapi Pegon dan SL menunjukkan hubungan yang linear. Nilai R2 pada setiap hubungan konsumsi nutrien terhadap ADG memiliki nilai yang kecil baik sapi Pegon maupun SL. Hal ini disebabkan oleh besarnya jumlah sampel penelitian dan perbedaan respon dari masing-masing sapi dalam menghasilkan bobot badan. Hasil analisis korelasi antara konsumsi nutrien dan ADG menunjukkan bahwa sapi Pegon memiliki nilai korelasi lebih tinggi dibandingkan SL, artinya sapi Pegon memiliki variasi yang rendah dalam mengubah nutrien yang dikonsumsi menjadi pertambahan bobot badan, sehingga dalam program penggemukan lebih menguntungkan menggunakan sapi Pegon.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Komposisi nutrien konsentrat starter dan finisher untuk kadar air, abu dan total digestible nutrient belum memenuhi persyaratan standar nasional Indonesia (SNI), sedangkan kandungan protein kasar dan lemak kasar sudah memenuhi persyaratan SNI. Hasil Prediksi kebutuhan bahan kering didapatkan bahwa sapi Pegon memiliki persamaan DMI = 4.130 – 0.023ABW0.75 + 0.052ADG, sedangkan sapi SL DMI = 3.967 – 0.021ABW0.75 + 0.026ADG. Hasil analisis korelasi antara konsumsi nutrien dan ADG menunjukkan bahwa sapi Pegon memiliki nilai korelasi lebih tinggi dibandingkan SL, sehingga dapat disimpulkan bahwa sapi Pegon memiliki variasi yang rendah dalam mengubah nutrien yang dikonsumsi menjadi pertambahan bobot badan, sehingga dalam program penggemukan lebih menguntungkan menggunakan sapi Pegon.

(25)

13

Saran

Penelitian lebih lanjut diperlukan pada sapi yang diberikan bahan kering terkontrol agar dalam melakukan prediksi kebutuhan bahan kering didapatkan persamaan yang lebih akurat. Perhatian dan peran pemerintah diperlukan juga untuk melakukan regulasi dalam persilangan sapi lokal agar sapi tersebut memiliki performa yang seragam dan sistem rekording yang jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Azevedo JA, Filho SCV, Pina DDS, Chizzotti ML, Valadares RFD. 2010. A meta-analysis of dry matter intake in Nellore and Zebu-Crosses cattle. R Bras Zootec. 39(8): 1801-1809.

Field TG, Taylor RT. 2002. Beef Production and Management Decisions. Ed ke-4. New Jersey (US): Prentice Hall.

Firdausi A, Susilawati T, Nasich M, Kuswati. 2012. Pertambahan bobot badan harian sapi Brahman Cross pada bobot badan dan frame size yang berbeda. J Ternak Tropika. 12 (1): 48-62.

Fox DG, Sniffen CJ, O´Conner JD. 1988. Adjusting nutrient requirements of beef cattle for animal and environmental variations. J Anim Sci. 66: 1475-1495. Hardjosubroto W. 2001. Alternatif kebijakan pengelolaan berkelanjutan

sumberdaya genetik sapi potong lokal dalam sistem perbibitan ternak nasional. J Wartazoa. 14(3): 93-97.

Irianto A. 2004. Statistika Konsep Dasar dan Aplikasinya. Ed ke-1. Cetakan ke-5. Jakarta (ID): Prenada Media Group.

Kolath WH, Kerley MS, Golden JW. 2006. The relationship between mitochondrial function and residual feed intake in Angus steers. J Anim Sci. 84: 861-865. Leach LF, Henson RK. 2007. Use and impact of adjusted R2 effects in published

regression research. MLRV. 33(1): 1-11.

Lubis DA. 1992. Ilmu Makanan Ternak. Jakarta (ID): PT Pembangunan.

[NRC] National Research Council. 2000. Nutrient Requirements of Beef Cattle. Ed ke-7. Washington DC (US): National Academy Pr.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta (ID):

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Pakan Konsentrat-Bagian 2: Sapi Potong. SNI 3148 2 2009. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

Subiharta U, Nuschati B, Utomo D, Pramono S, Prasetyo T, Musofie A, Ernawati, Purmiyanto J, Suharno. 2000. Laporan hasil kegiatan pengkajian sistem usaha tani pertanian sapi potong di daerah lahan kering. Semarang (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Ungaran.

Suliyanto. 2005. Analisis Data dalam Aplikasi Pemasaran. Purwokerto (ID): Ghalia Indonesia Pr.

(26)

Lampiran 1 Performa sapi Pegon dan SL bulan Desember 2012

Variabel Sapi Minimum Maksimum Rata-rata Modus Standar Deviasi

DOF (hari) Pegon 132.00 198.00 163.23 161.00 16.22 pemberian pakan, BWi (body weight initial): bobot badan awal, BWf (body weight final): bobot badan akhir, ABW0.75 (metabolism average body weight): rata-rata bobot badan metabolis, ADG (average daily gain): pertambahan bobot badan harian, DMI (dry matter intake): konsumsi bahan kering.

(27)

15 rata-rata bobot badan, ADG (average daily gain): pertambahan bobot badan harian, ADG2 (average daily gain

(28)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 19 Februari 1992 dan diberi nama Yanto Hardiyanto. Penulis merupakan anak ketiga dari Bapak Kadar dan Ibu Utiah. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Mandirancan, pada tahun yang sama penulis lulus seleksi Undangan Saringan Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai koordinator Fakultas Peternakan di Paguyuban Bidik Misi IPB 2010-2014, rohis

INTP 47, staf Departemen External BEM Fakultas Peternakan tahun 2011-2012, wakil ketua BEM Fakultas Peternakan tahun 2012-2013, aktif di berbagai kepanitian di bawah naungan BEM Fakultas Peternakan, asisten dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Nutrisi, mata kuliah Teknik Formulasi Ransum dan Sistem Informasi Pakan semester ganjil tahun 2013-2014, mata kuliah Pengantar Bahan Pakan semester ganjil tahun 2014-2015, serta menjadi anggota Jenesys2.0 ASEAN-Japan.

Penulis merupakan penerima beasiswa Bidik Misi dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi tahun 2010-2014. Penulis juga berkesempatan menjadi penyaji karya ilmiah internasional dalam acara Annual International Scholars Conference in Taiwan Asia University, Taichung, Taiwan tahun 2013, penyaji karya ilmiah pada acara The 11th Hokkaido Indonesian Student Association Scientific Meeting,

Hokkaido University, Sapporo, Japan tahun 2014 dan menjadi delegasi Indonesia pada program Jenesys2.0 Kumamoto, Japan tahun 2014. Beberapa prestasi lain yang sempat diraih di antaranya juara 1 lomba vokal grup tahun 2012, juara 1 lomba cepat tepat nutrisi tahun 2012, juara 2 kompetisi proposal MPF tahun 2012, theme song maker MPF 48 tahun 2012, juara 1 theme song maker MPF 49 tahun 2013, juara 3 lomba akustik tahun 2013, juara 2 lomba akustik tahun 2014, serta pengisi hiburan musik di berbagai acara tingkat departemen, fakultas dan IPB.

UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar

Tabel 1 Performa sapi Pegon dan SL
Gambar 1 Sapi Pegon
Gambar 3 Hubungan nilai residual terstandarisasi dan
Gambar 5 Hubungan DMI observasi dan DMI prediksi pada
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dalam upaya pengembangan dan mengantisipasi penyebab tidak berfungsinya Terminal Induk Kota Bekasi maka dapat dilakukan beberapa upaya yang diperoleh dari Matriks

PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO DINAS KESEHATAN.. PUSKESMAS GRUJUGAN

memperhatikan ketika guru menerangkan, dan berusaha menambah wawasan dan pengetahuan yang telah dimiliki. Pembentukan kebiasaan belajar yang baik perlu dikembangkan karena

c. Dapat mencegah timbulnya jerawat f. Dapat mencegah kanker.. Dan masih banyak lagi manfaat yang terkandung dalam sayuran wortel. Dengan pemanfaat wortel sebagai isi dari

 perangkat keras : sebagaimana dijelaskan pada awal uraian mengenai teknologi yang biasa dikenal orang, yaitu sebagai mesin (proyektor, mobil) secara khusus

webex, google meet), asinkron melalui LMS (misalnya moodle, edmodo, google classroom) atau kombinasi sinkron dan asinkron sesuai kebutuhan dan kesiapan. b) Bahan

│Proceding 7th Metro International Conference On Islamic Studies (MICIS) │ 28 merangkumi pelaksanaan penyelidikan dan penerbitan, program akademik lepas ijazah Sarjana

In this paper, the results of radon and thoron exhalation rate measurements from surface soil of Bangka Belitung Islands at thirty six measurement sites are presented..