• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Domba Garut Jantan yang Diberi Pakan Limbah Tauge sebagai Pengganti Rumput Lapang pada Waktu Pemberian yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Domba Garut Jantan yang Diberi Pakan Limbah Tauge sebagai Pengganti Rumput Lapang pada Waktu Pemberian yang Berbeda"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PERFORMA DOMBA GARUT JANTAN YANG DIBERI PAKAN

LIMBAH TAUGE SEBAGAI PENGGANTI RUMPUT LAPANG

PADA WAKTU PEMBERIAN YANG BERBEDA

IWAN MAHFUZHDIN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Domba Garut Jantan yang Diberi Pakan Limbah Tauge sebagai Pengganti Rumput Lapang pada Waktu Pemberian yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

(4)

ABSTRAK

IWAN MAHFUZHDIN. Performa Domba Garut Jantan yang Diberi Pakan Limbah Tauge sebagai Pengganti Rumput Lapang pada Waktu Pemberian yang berbeda. Dibimbing oleh SRI RAHAYU dan MUHAMAD BAIHAQI.

Penelitian ini bertujuan membandingkan pengaruh perlakuan pakan limbah tauge sebagai pengganti rumput lapang dan manajemen waktu pemberian pakan berbeda yaitu pagi dan sore hari terhadap performa produksi domba garut jantan yang dipelihara secara intensif. Penelitian ini menggunakan 16 ekor domba garut jantan muda (I0) dengan bobot badan rata-rata 15.06±2.41 kg dalam rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial 2x2. Faktor pertama adalah jenis pakan yaitu R1 (60% konsentrat 1 dan 40% rumput lapang) dan R2 (60% konsentrat 2 dan 40% limbah tauge). Faktor kedua adalah manajemen waktu pemberian pakan yaitu pagi hari (P) dan sore hari (S). Hasil analisis ragam menunjukkan jenis pakan R2 berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi BK, PK, dan TDN. Untuk peubah PBBH jenis pakan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) dan manajemen waktu pemberian pakan (P dan S) serta interaksinya dengan jenis pakan berpengaruh nyata (P<0.05). Nilai efisiensi pakan domba dengan perlakuan jenis pakan R2 lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan domba dengan perlakuan jenis pakan R1. Limbah tauge memiliki palatabilitas lebih baik dibandingkan rumput lapang sehingga mampu meningkatkan performa domba garut jantan dengan efisiensi penggunaan pakan yang lebih baik.

Kata kunci: domba garut, limbah tauge, manajemen waktu pemberian, performa.

ABSTRACT

IWAN MAHFUZHDIN. Performance of Garut Lamb Fed with Mung Bean Sprout Waste as Grass Subtitution at Different Feeding Time. Supervised by SRI RAHAYU and MUHAMAD BAIHAQI.

Research aimed to evaluate the effect of mung bean sprout waste as grass subtitution and different feeding time management (morning and evening) through the performance of Garut lamb in intensive system. About 16 heads of Garut lamb with the average body weight 15.06 ± 2.41 kg were analyzed in 2x2 factorial randomized complete block design. The first factor was different feed formula consist of R1 (consentrate 60% + grass 40%) and R2 (concentrate 40% + mung bean sprout waste 40%). The second factor was different feeding time consist of P (morning) and S (evening). The result of statistic analysis showed that R2 had significant effect (P<0.01) in DMI, CP, and TDN consumption. Different feed formula had significant effect (P<0.01) in ADG, so that the different feeding time and the interaction with different feed formula also had significant effect in ADG (P<0.05). Feed efficiency of R2 was higher (P<0.05) than R1. Mung bean sprout waste had better palatability than grass so that it enhanced the performance of Garut lamb with better feed efficiency.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

PERFORMA DOMBA GARUT JANTAN YANG DIBERI PAKAN

LIMBAH TAUGE SEBAGAI PENGGANTI RUMPUT LAPANG

PADA WAKTU PEMBERIAN YANG BERBEDA

IWAN MAHFUZHDIN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Performa Domba Garut Jantan yang Diberi Pakan Limbah Tauge sebagai Pengganti Rumput Lapang pada Waktu Pemberian yang Berbeda

Nama : Iwan Mahfuzhdin

NIM : D14100103

Disetujui oleh

Ir Sri Rahayu, MSi Pembimbing I

Muhamad Baihaqi, SPt MSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini yang berjudul Performa Domba Garut Jantan yang Diberi Pakan Limbah Tauge sebagai Pengganti Rumput Lapang pada Waktu Pemberian yang Berbeda. Skripsi ini berdasarkan hasil penelitian penulis yang dilaksanakan dari bulan juli sampai september tahun 2013.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ir. Sri Rahayu, MSi dan Bapak Muhamad Baihaqi, SPt MSc selaku dosen pembimbing atas nasehat, perhatian, dan bimbingannya sejak pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian, dan sampai penulisan skripsi. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Mamah, Bapak, kedua kakak A Rizky dan Mbak Ita, serta Adik Rahayu atas nasehat, doa, dukungan, dan motivasi yang selalu diberikan kepada penulis.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman tim penelitian Mbak aslimah, Bima, Sabrun, Cahya, Fira, dan Vivin serta Pak Haer, Pak Amir, dan Pak ucup atas kerjasama dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian ini. Penulis ucapkan terima kasih kepada Oki, Hengky, Alul, Alja, Gesta, Isna, Hesti, Kartini, Inka, dan seluruh teman-teman IPTP 47 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Demikian pula tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat karib Rizham, Ichsan, Isye, dan Agung yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Mei 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Alat 2

Bahan 3

Ternak 3

Pakan 3

Prosedur 4

Persiapan Pemeliharaan 4

Pemeliharaan 4

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 4

Peubah yang Diamati 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Keadaan Umum Penelitian 5

Konsumsi Bahan Kering 6

Konsumsi Protein Kasar 7

Konsumsi Total Digestible Nutrient 9

Pertambahan Bobot Badan Harian 9

Efisiensi Pakan 11

Income Over Feed Cost 12

SIMPULAN DAN SARAN 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan zat makanan konsentrat, limbah tauge, dan rumput lapang 3 2 Kandungan zat makanan pakan dalam 100% bahan kering 4 3 Rataan suhu dan kelembaban lingkungan di dalam kandang 6

4 Rataan konsumsi bahan kering pakan 6

5 Rataan konsumsi protein kasar 8

6 Rataan konsumsi total digestible nutrient 9

7 Rataan pertambahan bobot badan harian 10

8 Rataan nilai efisiensi pakan harian 11

9 Rataan nilai income over feed cost 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Contoh domba garut yang digunakan dalam penelitian 16 2 Contoh bahan pakan yang digunakan dalam penelitian 16 3 Rataan konsumsi pakan harian dalam bentuk segar (As Fed) 17 4 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering pakan 17 5 Hasil uji Duncan konsumsi bahan kering pakan 17 6 Hasil analisis ragam konsumsi protein kasar (PK) 17 7 Hasil uji Duncan konsumsi protein kasar (PK) 17 8 Hasil analisis ragam konsumsi total digestible nutrient (TDN) 17 9 Hasil uji Duncan konsumsi total digestible nutrient (TDN) 18

10 Hasil analisis ragam PBBH 18

11 Hasil uji Duncan pengaruh pakan terhadap PBBH 18 12 Hasil uji Duncan pengaruh manajemen terhadap PBBH 18 13 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi 2 faktor terhadap PBBH 18

14 Hasil analisis ragam efisiensi pakan 18

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ketersediaan hijauan pakan ternak semakin terbatas, terutama untuk peternakan yang berlokasi di sekitar kota (daerah urban). Hal ini dikarenakan semakin terbatasnya lahan tanam hijauan yang ketersediaannya bersaing dengan lahan perumahan dan industri. Penggunaan lahan untuk menanam hijauan pakan juga menjadi tidak efisien karena diperlukan nilai investasi tinggi. Oleh karena itu, penggunaan hijauan pakan alternatif seharusnya menjadi pilihan bagi peternak di daerah urban untuk menggantikan penggunaan hijauan pakan konvensional.

Pemanfaatan limbah sayuran pasar dapat menjadi solusi hijauan pakan alternatif pengganti hijauan pakan konvensional untuk memenuhi kebutuhan ternak. Limbah tauge adalah salah satu limbah sayuran pasar yang berpotensi dijadikan hijauan pakan. Limbah tauge memiliki kandungan gizi yang baik dan pemanfaatannya tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Rahayu et al. (2010) menyatakan limbah tauge dalam 100% bahan kering mengandung protein kasar dan total digestible nutrient yaitu 13.63% dan 64.65%, lebih tinggi dibandingkan rumput kering 8.73% dan 61.66% (Sari 2013).

Penambahan 50% limbah tauge dalam ransum domba yang berbasis pakan konsentrat menghasilkan pertambahan bobot badan harian domba sebesar 145.83±21.59 g ekor-1 hari-1 lebih tinggi dibandingkan domba yang diberi pakan konsentrat yaitu 96.3±27.1 g ekor-1 hari-1 (Wandito 2011). Penelitian lainnya oleh Mukti (2013) menyatakan pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan kelinci jantan lokal yang diberi pelet dengan komposisi 85% konsentrat dan 15% limbah tauge adalah 19.79±0.14 g ekor-1 hari-1 dan 0.36 ± 0.004 lebih tinggi dibandingkan kelinci jantan lokal yang diberi pelet dengan komposisi 85% konsentrat dan 15% rumput gajah yaitu 15.89±0.014 g ekor-1 hari-1 dan 0.331±0.010.

Potensi limbah tauge di daeran urban dari segi ketersediaannya masih sangat tinggi. Rahayu et al. (2010) menyatakan potensi ketersediaan limbah tauge di Kotamadya Bogor jumlahnya sebesar 1.5 ton hari-1 dan potensi limbah tauge di DKI Jakarta sebesar 8.35 ton minggu-1 (Saenab dan Retnani 2011). Hal ini tentu sangat bermanfaat bagi para peternak di daerah urban. Apabila dalam 1 hari domba diberi pakan 1 kg limbah tauge segar maka, ketersediaan limbah tauge di Kotamadya bogor dapat memenuhi kebutuhan hijauan sekitar 1 500 ekor hari-1 dan 8 300 ekor hari-1 untuk wilayah DKI Jakarta. Kandungan gizi limbah tauge yang baik dan ketersediaan yang masih tinggi ini diharapkan dapat menjadikan limbah tauge sebagai hijauan pakan alternatif pengganti hijauan konvensional dan meningkatkan performa domba bagi para peternak di daerah urban.

(12)

2

menurun menjelang sore hari pukul 17.00 WIB yaitu 29 oC. Suhu udara meningkat seiring dengan peningkatan intensitas sinar matahari sedangkan kelembaban udara semakin rendah. Suhu lingkungan yang meningkat pada siang hari berakibat pada peningkatan respon fisiologis dan perubahan tingkah laku ternak. Suhu lingkungan tinggi menyebabkan peningkatan laju respirasi, suhu tubuh, konsumsi air, dan penurunan konsumsi pakan (Marai et al. 2007). Penelitian sebelumnya oleh Schwartzkopf (2004) menyatakan sapi potong yang digemukan dengan pemberian pakan pada malam hari memiliki tingkat konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan pemberian pakan pagi hari. Penggunaan limbah tauge sebagai hijauan pakan alternatif dan manajemen waktu pemberian pakan sore hari diharapkan meningkatkan performa produksi domba.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan membandingkan pengaruh perlakuan pakan limbah tauge sebagai pengganti rumput lapang dan manajemen waktu pemberian pakan berbeda yaitu pagi hari dan sore hari terhadap performa produksi domba garut jantan yang dipelihara secara intensif.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berskala laboratorium. Domba garut jantan dengan umur dibawah 1 tahun (I0) dipelihara secara intensif dengan perlakuan jenis pakan yang berbeda yaitu R1 (konsentrat dan rumput lapang) dan R2 (konsentrat dan limbah tauge) dan manajemen waktu pemberian pakan yang berbeda yaitu pagi hari (P) dan sore hari (S) untuk membandingkan pengaruh perlakuan terhadap performa produksi domba garut jantan.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Juli sampai September tahun 2013 di Kandang Percobaan Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil dan Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Alat

(13)

3

Bahan

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 16 ekor domba garut jantan berumur di bawah 1 tahun (I0). Rataan bobot badan awal 15.06±2.41 kg (koefisien keragaman 16.03%). Domba garut diperoleh dari peternakan di sekitar Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bahan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat luka luar, obat cacing, dan obat mata.

Pakan

Bahan pakan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas limbah tauge (LT), rumput lapang, dan konsentrat. Rumput diperoleh dari Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Limbah tauge didapatkan dari beberapa pedagang tauge yang tersebar di sekitar Pasar Bogor dan Pasar Anyar, Kotamadya bogor. Bahan-bahan penyusun konsentrat terdiri atas onggok, bungkil kelapa sawit, bungkil kedelai, molases, premix, CaCO3, Ca3(PO4)2, dan NaCl yang diperoleh dari Koperasi Peternak Susu Bogor (KPS Bogor). Bahan pakan konsentrat dianalisis Proksimat di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Kandungan zat makanan konsentrat, limbah tauge, dan rumput lapang hasil analisis Proksimat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan zat makanan konsentrat, limbah tauge, dan rumput lapang Bahan

Ket: Kons 1 = konsentrat 1; kons 2 = konsentrat 2; Hasil analisis uji proksimat di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (2013); Kons 1 = Konsentrat 1; Kons 2 = Konsentrat 2; As Fed = segar; BK = hasil pengeringan dalam oven 105 oC; *) Hasil perhitungan TDN menurut Hartadi et al. (1997)

(14)

4

Tabel 2 Kandungan zat makanan ransum dalam 100% bahan kering

Bahan BK Abu PK SK LK Beta-N TDN*

Ket: Kons 1 = konsentrat 1; kons 2 = konsentrat 2; LT = Limbah tauge; Hasil Analisis Proksimat Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (2013); *) Hasil perhitungan TDN menurut Hartadi et al. (1997)

Prosedur

Persiapan Pemeliharaan

Sebelum penelitian dimulai dilakukan persiapan pemeliharaan yang meliputi sanitasi kandang, pembuatan tempat pakan dan minum, pengadaan bahan pakan, obat-obatan, alat-alat pengambilan data, dan pembuatan konsentrat. Obat-obatan yang digunakan saat penanganan ternak yang baru datang adalah obat ektoparasit, obat cacing, obat tetes mata, dan betadine.

Pencukuran bulu, pemandian, dan pemberian obat cacing dilakukan saat domba baru datang. Domba ditimbang dan dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu 1) bobot badan besar (17.5–19 kg), 2) bobot badan agak besar (15.1–17.4 kg), 3) bobot badan sedang (13.6–15 kg), dan 4) bobot badan kecil (10–13.5 kg). Setiap kelompok terdiri atas 4 ekor domba. Metode pengacakan dilakukan dengan pengundian terhadap domba pada tiap-tiap kelompok. Masing-masing domba dimasukan ke dalam kombinasi perlakuan berdasarkan hasil pengacakan. Masa adaptasi lingkungan dan pakan dilakukan selama dua minggu.

Pemeliharaan

Pemeliharaan domba dimulai dengan penimbangan bobot badan awal untuk mengetahui kebutuhan bahan kering (BK). Pemberian pakan dilakukan 1 kali dalam sehari sebanyak 4% BK dari bobot badan domba dan air minum disediakan ad libitum. Pemberian pakan pada pagi hari dilakukan pada pukul 06.00 WIB dan pemberian pakan sore hari dilakukan pada pukul 18.00 WIB.

Penimbangan sisa pakan (konsentrat, limbah tauge, dan rumput lapang) dilakukan 2 kali dalam 1 hari. Penimbangan bobot badan domba dilakukan 2 minggu sekali selama pemeliharaan. Suhu dan kelembaban lingkungan di dalam kandang diukur dengan termometer jenis termohygrometer analog yang ditempatkan sesuai posisi ketinggian domba. Pengukuran suhu dan kelembaban (RH) di dalam kandang dilakukan pada 03.00, 06.00, 14.00, 18.00, dan 21.00 WIB. Pemeliharaan dilakukan selama 2 bulan.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

(15)

5

rumput lapang) dan R2 (60% konsentrat 2 dan 40% limbah tauge) dan faktor kedua adalah manajemen waktu pemberian pakan yaitu pagi hari (P) dan sore hari (S). Model matematika menurut Matjik dan Sumertajaya (2006) sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk

Keterangan:

Yijk : Nilai pengamatan jenis pakan ke-i dan manajemen waktu pemberian pakan ke-j µ : Nilai tengah umum pengamatan

αi : Pengaruh jenis pakan pada taraf ke-i (R1 dan R2)

βj : Pengaruh manajemen waktu pemberian pakan pada taraf ke-j (P dan S)

ρk : Pengaruh aditif kelompok ke-k (1, 2, 3, dan 4)

(αβ)ij : Interaksi antara jenis pakan dan manajemen waktu pemberian pakan (αβ)

εijk : Pengaruh galat percobaan

Analisis ragam (Analysis of Variance/ ANOVA) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Hasil yang berbeda nyata selanjutnya diuji lebih lanjut dengan uji Duncan.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian ini terdiri dari 5 peubah, yaitu: konsumsi bahan kering (BK), konsumsi protein kasar (PK), konsumsi total digestible nutrient (TDN), pertambahan bobot badan harian (PBBH), dan efisiensi pakan.

1. Konsumsi BK pakan = konsumsi pakan segar x kadar BK pakan (%) 2. Konsumsi Protein Kasar (PK) = konsumsi pakan segar x kadar PK

pakan (%)

3. Konsumsi total digestible nutrient (TDN) = konsumsi pakan segar x kadar TDN pakan (%)

4. Pertambahan Bobot Badan Harian = BB akhir penggemukan-BB awal penggemukan Lama penggemukan

5.

Efisiensi Pakan

=

PBBH Konsumsi BK pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Selama penelitian suhu dan kelembaban di kandang diukur dengan menggunakan termohygrometer analog. Rataan suhu dan kelembaban lingkungan di dalam kandang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan suhu dan kelembaban lingkungan di dalam kandang

Waktu Suhu (˚C) Kelembaban (%)

03.00 27.05±0.79 83.15±2.08

06.00 26.47±0.74 83.49±2.25

14.00 34.08±2.32 56.41±9.04

18.00 30.22±1.62 74.26±5.40

(16)

6

Hasil pengamatan nilai suhu dan kelembaban lingkungan menunjukkan nilai rataan yang bervariasi. Suhu terendah di dalam kandang yaitu 26.47±0.74 oC pada pukul 06.00 WIB dan suhu tertinggi yaitu 34.08±2.32 oC pada pukul 14.00 WIB. Semakin tinggi suhu udara, kelembaban semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah suhu udara, kelembaban semakin tinggi. Suhu udara yang meningkat ini dapat berpengaruh terhadap peningkatan stres panas pada domba (Marai et al. 2007). Tetapi domba dalam penelitian ini tidak mengalami stres tersebut. Hal ini dibuktikan oleh Salsabila (2014) menyatakan respon fisiologis (repirasi, denyut jantung, dan suhu rektal) domba garut jantan dalam keadaan normal. Hal tersebut dikarenakan pada siang hari saluran udara atau ventilasi kandang dibuka sehingga mempengaruhi kecepatan angin di dalam kandang.

Yani dan Purwanto (2006) menyatakan unsur iklim mikro yang berpengaruh langsung terhadap produktivitas ternak terdiri atas suhu lingkungan, kelembaban udara, radiasi matahari, dan kecepatan angin. Penelitian sebelumnya mengenai kecepatan angin di dalam Kandang Percobaan Laboratorium Ternak Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilakukan oleh Widyarti dan Oktavia (2011) menunjukkan kecepatan angin di dalam kandang pada pukul 10.00 sampai 15.00 WIB berkisar 0.38–0.40 m s-1. Adanya kecepatan angin pada suhu tinggi yang terjadi pada siang hari ini dapat menurunkan cekaman panas sehingga domba tetap mendapatkan zona nyaman (Yani dan Purwanto 2006, Baliarti 2009). Hal ini dibuktikan dengan respon fisiologis domba yang tetap dalam keadaan normal.

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan. Tingkat konsumsi bahan kering (BK) yang tinggi berpengaruh terhadap peningkatan performa domba dan dapat menjadi indikator kualitas pakan. Rataan konsumsi bahan kering pakan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rataan konsumsi bahan kering pakan Kode

Limbah Tauge 428.93± 29.52 460.83± 42.32 444.88±37.84 Total R2 951.98± 49.52 939.94± 74.16 945.95±58.73A Rata-rata total 785.74±187.00 783.24±178.90

Ket: R1 = Domba perlakuan jenis pakan 60% konsentrat 1 dan 40% rumput lapang R2 = Domba perlakuan jenis pakan 60% konsentrat 2 dan 40% limbah tauge

(17)

7

Hasil analisis ragam, perlakuan jenis pakan (R1 dan R2) berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi BK pakan. Rata-rata konsumsi BK domba garut perlakuan jenis pakan R2 (945.95±58.73 g ekor-1 hari-1) lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan perlakuan jenis pakan R1 (623.03±62.75 g ekor-1 hari-1). Hal tersebut disebabkan oleh total konsumsi hijauan pakan yang secara signifikan berbeda pada domba dengan perlakuan jenis pakan R1 dan R2. Rata-rata konsumsi BK limbah tauge sebesar 444.88±37.84 g ekor-1 hari-1 lebih tinggi dibandingkan rumput lapang sebesar 200.04±48.98 g ekor-1 hari-1.

Perbedaan konsumsi hijauan tersebut disebabkan adanya perbedaan kandungan zat makanan dan sifat fisik hijauan pakan yang digunakan. limbah tauge memiliki kandungan zat makanan lebih baik dibandingkan rumput lapang (ditampilkan pada Tabel 1). Ukuran partikel limbah tauge yang lebih kecil dan bau khas tauge diduga meningkatkan palatabilitas, sehingga meningkatkan konsumsi BK limbah tauge. Purbowati et al. (2009) menyatakan konsumsi pakan dipengaruhi oleh sifat fisik (bentuk, bau, rasa, dan tekstur), komposisi kimia, dan palatabitas pakan. Ukuran partikel yang kecil meningkatkan konsumsi pakan dibandingkan ukuran partikel yang besar (Arora 1989).

Manajemen waktu pemberian pakan (P dan S) tidak berpengaruh (P>0.05) terhadap jumlah konsumsi BK pakan dikarenakan, pada manajemen waktu pemberian pakan pagi hari (06.00 WIB) dan sore hari (18.00 WIB) merupakan kisaran suhu nyaman untuk domba (ditampilkan pada Tabel 3). Oleh sebab itu, jumlah konsumsi BK pakan meningkat pada sesaat setelah pemberian pakan sehingga, menyebabkan konsumsi pakan yang tidak berbeda. Rianto et al. (2005) menyatakan peningkatan suhu lingkungan tidak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi BK pakan pada domba yang dipelihara pada suhu lingkungan berbeda.

Konsumsi BK domba perlakuan jenis pakan R2 lebih baik dibandingkan pada penelitian sebelumnya oleh Farid (2012) menyatakan, konsumsi BK domba garut umur 5 dan 10 bulan yang diberi pelet limbah tauge sebesar 678.15±53.47 dan 873.93±132.67 g ekor-1 hari-1. Perbedaan ini dikarenakan rataan bobot badan domba pada penelitian ini (15.06±2.41 kg) lebih tinggi dibandingkan domba garut dalam penelitian Farid (2012) yaitu 9.8±1.1 dan 14.9±1.1 kg. Parakkasi (1999) menyatakan konsumsi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu bobot badan, jenis kelamin, umur, faktor genetik, makanan yang diberikan, dan lingkungan.

Persentase konsumsi bahan kering domba garut jantan perlakuan pakan R1 dan R2 (3.21% dan 3.78%) telah memenuhi standard pada NRC (2007). Kebutuhan BK domba dalam masa pertumbuhan dengan bobot badan 20–30 kg adalah 3.00%–3.51% dari bobot badan (NRC 2007). Hal tersebut disebabkan pakan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan gizi yang baik dicerminkan oleh kandungan PK dan TDN (ditampilkan pada Tabel 2) sehingga mampu meningkatkan konsumsi pakan. Apabila, pakan yang diberikan defisiensi protein dan energi maka, akan menurunkan nafsu makan yang berakibat pada rendahnya konsumsi BK pakan (Tarmidi 2004).

Konsumsi Protein Kasar

(18)

8

energi dan pertumbuhan otot (Hidajati 2001). Rataan konsumsi protein kasar disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rataan konsumsi protein kasar

Pakan Waktu Pemberian Pakan Rata-rata

Pagi Sore Angka yang disertai huruf besar pada kolom yang sama menunjukan perbedaan sangat nyata (P<0.01).

Hasil analisis ragam menunjukkan perlakuan jenis pakan yaitu ransum R1 dan R2 berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi protein kasar (PK) domba. Manajemen waktu pemberian pakan yang berbeda pagi hari (P) dan sore hari(S) tidak berpengaruh (P>0.05). Rataan konsumsi PK domba perlakuan jenis pakan R2 adalah 131.60±7.78 g ekor-1 hari-1 lebih tinggi (P<0.01) jika dibandingkan domba perlakuan jenis pakan R1 yaitu 87.83±7.53 g ekor-1 hari-1. Hal tersebut dikarenakan konsumsi BK juga sangat berbeda nyata (P<0.01). Konsumsi BK domba perlakuan jenis pakan R2 (945.95±58.73 g ekor-1 hari-1) lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan domba perlakuan jenis pakan R1 (623.03±62.75 g ekor-1 hari-1). Mathius et al. (1996) menyatakan kuantitas dan kualitas pakan yang dikonsumsi berpengaruh terhadap tingkat konsumsi nutrien pakan.

Konsumsi PK domba perlakuan jenis pakan R2 lebih tinggi dibandingkan pada penelitian sebelumnya oleh Mulyaningsih (2006) yang menyatakan konsumsi PK domba ekor tipis dengan perlakuan pemberian pakan 1) 25% konsentrat dan 75% rumput gajah, 2) 50% konsentrat dan 50% rumput gajah, 3) 75% konsentrat dan 25% rumput gajah, dan 4) 100% konsentrat berturut-turut sekitar 93.26, 120.98, 108.65, dan 128.09 g ekor-1 hari-1.

Konsumsi PK yang lebih tinggi pada penelitian ini dibandingkan pada penelitian sebelumnya oleh Mulyaningsih (2006) disebabkan oleh perbedaan jumlah konsumsi BK. Domba dengan perlakuan jenis pakan R2 memiliki konsumsi BK rata-rata sebesar 945.95±58.73 g ekor-1 hari-1 lebih tinggi dibandingkan konsumsi BK domba pada penelitian Mulyaningsih (2006) yang berkisar 557–775 g ekor-1 hari-1.

(19)

9

Konsumsi Total Digestible Nutrient

Total digestible nutrient (TDN) merupakan petunjuk nilai besarmya jumlah zat makanan yang dapat dicerna dan diserap oleh tubuh ternak. Wandito (2011) menyatakan konsumsi TDN merupakan nilai suatu zat makanan pakan yang dapat dicerna oleh saluran pencernaan dan tidak diekskresikan dalam feses. Rataan konsumsi total digestible nutrient disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Rataan konsumsi total digestible nutrient

Pakan Waktu Pemberian Pakan Rata-rata

Pagi Sore Angka yang disertai huruf besar pada kolom yang sama menunjukan perbedaan sangat nyata (P<0.01).

Hasil analisis ragam, domba perlakuan jenis pakan R2 memiliki konsumsi TDN lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan dengan domba perlakuan jenis pakan R1. Manajemen waktu pemberian pakan yang berbeda yaitu pagi hari (P) dan sore hari (S) tidak berpengaruh (P>0.05). Rataan konsumsi TDN domba perlakuan jenis pakan R2 (628.73±39.82 g ekor-1 hari-1) lebih tinggi dibandingkan domba perlakuan jenis pakan R1 (382.70±39.59 g ekor-1 hari-1). Konsumsi TDN yang berbeda disebabkan oleh perbedaan total konsumsi BK pakan. Rianto et al. (2006) menyatakan konsumsi BK pakan berpengaruh terhadap konsumsi TDN. Semakin tinggi tingkat konsumsi pakan maka, semakin tinggi pula tingkat konsumsi nutrien pakan. Faktor lainnya yang mempengaruhi tingkat konsumsi TDN adalah persentase kandungan TDN pakan (Purbowati et al. 2009)

Konsumsi TDN domba perlakuan pakan R1 (382.70±39.59 g ekor-1 hari-1) sesuai dengan standard yang diacu dalam NRC (2007) bahkan, pada domba perlakuan R2 (628.73±39.82 g ekor-1 hari-1) lebih tinggi dari standard yang ditetapkan. Domba dengan bobot badan 20–30 kg dan pertambahan bobot badan harian (PBBH) sebesar 100–200 g ekor-1 hari-1 membutuhkan konsumsi TDN sebesar 300–560 g ekor-1 hari-1 (NRC 2007).

Pertambahan Bobot Badan Harian

(20)

10

Tabel 7 Rataan pertambahan bobot badan harian (PBBH)

Perlakuan Waktu Pemberian Pakan Rata-rata

Pagi Sore

g ekor-1 hari-1

R1 80.40 ± 23.40c 81.30 ± 23.60c 80.80 ± 21.73B R2 131.30 ± 14.00b 157.60 ± 13.10a 144.42 ± 18.85A Rata-rata 105.80 ± 32.53 119.42 ± 44.45

Ket: R1 = Domba perlakuan jenis pakan 60% konsentrat 1 dan 40% rumput lapang R2 = Domba perlakuan jenis pakan 60% konsentrat 2 dan 40% limbah tauge

Pagi = Waktu pemberian pakan pagi hari pukul 06.00 WIB (pemberian pakan 1 kali sehari) Sore = Waktu pemberian pakan sore hari pukul 18.00 WIB (pemberian pakan 1 kali sehari) Angka yang disertai huruf besar pada kolom yang sama menunjukan perbedaan sangat nyata (P<0.01); Angka yang disertai huruf kecil pada kolom dan baris yang berbeda menunjukan perbedaan nyata (P<0.05)

Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan jenis pakan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap PBBH domba garut jantan. Perlakuan manajemen waktu pemberian pakan yaitu pagi hari (P) dan sore hari (S) serta interaksinya dengan jenis pakan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap PBBH domba garut jantan.

Rataan PBBH domba perlakuan jenis pakan R2 dengan waktu pemberian pakan sore hari (R2S) adalah sebesar 157.60±3.10 g ekor-1 hari-1 tertinggi (P<0.01) dibandingkan PBBH domba perlakuan jenis pakan R2 dengan waktu pemberian pakan pagi hari (R2P) sebesar 131.3±14.00 g ekor-1 hari-1 dan perlakuan jenis pakan R1 dengan waktu pemberian pakan pagi hari (R1P) sebesar 80.4±23.40 g ekor-1 hari-1 maupun waktu pemberian pakan sore hari (R1S) sebesar 81.30±23.60 g ekor-1 hari-1. Pertambahan bobot badan harian perlakuan R1P dan R1S tidak berbeda (P>0.05) dengan rataan sebesar 80.80±21.73 g ekor-1 hari-1 tetapi, hasil tersebut lebih rendah (P<0.01) dibandingkan domba perlakuan R2P (131.3±14.00 g ekor-1 hari-1).

Perbedaan PBBH pada domba perlakuan pakan R1 dan R2 dikarenakan jumlah total konsumsi PK yang berbeda. Konsumsi PK domba perlakuan jenis pakan R2 (132.35±8.35 g ekor-1 hari-1) lebih tinggi (P<0.01) dibandingkan domba yang diberi pakan R1 (85.79±7.31 g ekor-1 hari-1). Konsumsi PK yang lebih tinggi berakibat pada rata-rata PBBH yang lebih tinggi pada domba perlakuan jenis pakan R2 (144.42±18.85 g ekor-1 hari-1) dibandingkan dengan domba perlakuan jenis pakan R1 (80.80±21.73 g ekor-1 hari-1). NRC (2007) menyatakan pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain total protein yang diperoleh setiap hari, jenis ternak, umur, keadaan genetis, lingkungan, kondisi setiap individu dan tata laksana.

(21)

11

domba dalam keadaan diam terjadi metabolisme basal sehingga, energi yang digunakan untuk metabolisme tubuh rendah dan akibatnya energi dari pakan dapat dimanfaatkan untuk disimpan di dalam tubuh. Hal tersebut dicerminkan oleh domba dengan perlakuan R2S yang memiliki PBBh paling tinggi. Suhu udara malam hari berada pada kisaran suhu nyaman. Oleh karena itu, penggunaan energi untuk pengaturan panas tubuh menjadi rendah dan energi yang berlebih ini selanjutnya disimpan dalam bentuk bobot badan. Mc Dowel (1972) menyatakan saat suhu nyaman terjadi metabolisme basal dan pengaturan panas tubuh menggunakan energi yang paling sedikit sehingga energi tersimpan dalam bentuk bobot badan yang lebih tinggi.

Rata-rata PBBH domba perlakuan R1P dan R1S tidak berbeda (P>0.05). Hal ini dikarenakan rumput lapang yang digunakan memiliki tingkat palatabilitas yang rendah, sehingga menurunkan nafsu makan domba yang berakibat pada peningkatan frekuensi aktivitas makan. Peningkatan frekuensi aktivitas makan ini meningkatkan heat increment saat mengunyah maupun pengolahan pakan di dalam saluran pencernaan. Sehingga banyaknya energi yang digunakan untuk kedua proses tersebut menyebabkan PBBH yang hampir sama.

Rata-rata pertambahan bobot badan domba perlakuan R2P dan R2S (131.3±14.00 dan 157.60±13.10 g ekor-1 hari-1)lebih tinggi dibandingkan domba perlakuan domba garut umur 5 bulan dan 10 bulan yang diberi pakan pelet limbah tauge pada penelitian Farid (2012) yaitu 127±21 dan 153±24 g ekor-1 hari-1. Hal ini dikarenakan domba garut jantan pada penelitian ini memiliki konsumsi BK (951.98±49.52 dan 939.94± 74.16 g ekor-1 hari-1) lebih tinggi dibandingkan (678.15±53.47 dan 873.93±132.67 g ekor-1 hari-1) pada penelitian Farid (2012).

Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan adalah perbandingan pertambahan bobot badan dibagi dengan jumlah konsumsi bahan kering. Efisiensi pakan sangat penting diketahui karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Parakkasi (1999) menyatakan semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka penggunaan pakan semakin baik dalam meningkatkan pertumbuhan domba. Rataan nilai efisiensi pakan harian disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Rataan nilai efisiensi pakan

Perlakuan Waktu Pemberian Pakan Rata-rata

Pagi Sore

g ekor-1 hari-1

R1 0.131±0.021 0.129±0.022 0.130±0.020b

R2 0.138±0.007 0.169±0.031 0.153±0.026a

Rata-rata 0.134±0.015 0.149±0.032

Ket: R1 = Domba perlakuan jenis pakan 60% konsentrat 1 dan 40% rumput lapang R2 = Domba perlakuan jenis pakan 60% konsentrat 2 dan 40% limbah tauge

(22)

12

Hasil analisis ragam, perlakuan jenis pakan (R1 dan R2) berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap rata-rata nilai efisiensi pakan. Rataan nilai efsiensi pakan domba garut jantan yang diberi pakan R2 (0.153±0.026) lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan domba garut jantan yang diberi pakan R1 (0.130±0.020). Perbedaan ini diakibatkan oleh jumlah konsumsi BK yang berbeda. Konsumsi BK domba perlakuan jenis pakan R2 (945.95±58.73 g ekor-1 hari-1) lebih tinggi dibandingkan perlakuan jenis pakan R1 (623.03±62.75 g ekor-1 hari-1). Peningkatan konsumsi BK pakan berpengaruh terhadap efisiensi pakan (Maurya et al. 2004). Peningkatan konsumsi pakan yang diiringi pertambahan bobot badan yang tinggi akan meningkatkan nilai efisiensi pakan.

Konsumsi BK yang lebih tinggi pada domba perlakuan jenis pakan R2 diiringi dengan PBBH lebih tinggi dibandingkan domba perlakuan jenis pakan R1 (ditampilkan pada Tabel 7). Hasil tersebut menunjukan domba perlakuan jenis pakan R2 lebih efisien dalam mengonversi pakan menjadi daging sehingga mampu meningkatkan PBBH lebih tinggi dibandingkan domba perlakuan jenis pakan R1.

Faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi pakan yaitu suhu lingkungan, potensi genetik, kandungan nutrisi dan energi pakan, banyaknya pakan yang dikonsumsi, keberadaan penyakit, pergerakan dan aktivitas tubuh ternak (Parakkasi 1999). Perbedaan nilai efisiensi pakan ini lebih dipengaruhi oleh jumlah konsumsi BK yang berbeda dan perbedaan kandungan nutrisi hijauan pakan yang digunakan. Limbah tauge memiliki kandungan PK lebih tinggi dibandingkan rumput lapang. Selain itu, limbah tauge memiliki kandungan tripsin yang tinggi akibat adanya penurunan trypsin inhibitor activity (TIA). Okoronkwo et al. (2010) menyatakan peningkatan kandungan tripsin ini diakibatkan adanya proses perkecambahan kacang hijau, peningkatan kandungan tripsin ini mampu meningkatkan kecernaan protein.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Analisis ekonomi sangat penting dalam usaha peternakan domba. Salah satu analisis ekonomi yang dapat digunakan adalah income over feed cost (IOFC). Rataan nilai income over feed cost (IOFC) disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9 Rataan nilai income over feed cost Perlakuan Harga Jual

(23)

13

Keberhasilan dalam penggemukan domba dengan tingkat efisiensi penggunaan pakan yang tinggi belum tentu diiringi dengan efisiensi secara ekonomi. Hal ini dikarenakan dalam usaha peternakan 70% dari biaya produksi adalah biaya pakan ternak (Sobri 2012). Oleh karena itu, pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha peternakan. Income over feed cost (IOFC) digunakan untuk menghitung keuntungan ekonomi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendapatan dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan ternak. Komponen utama yang digunakan dalam perhitungan ini terdiri atas harga jual domba, harga beli bakalan domba, dan biaya pakan selama pemeliharaan.

Harga beli dan harga jual bakalan domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rp 60 000,00 kg-1 (harga perkiraan pada bulan juli sampai september tahun 2013). Penelitian ini menggunakan 2 jenis pakan yaitu R1 (konsentrat 1 dan rumput lapang) dan R2 (konsentrat 2 dan limbah tauge). Harga semua bahan pakan yang terdiri atas: konsentrat 1, konsentrat 2, limbah tauge, dan rumput lapang secara berturut-turut adalah Rp 3 700.0 kg-1 as fed, 3 500.00 kg-1 as fed, 500.00 kg-1 as fed, dan 500.00 kg-1 as fed. Harga pakan konsentrat dalam penelitian ini lebih mahal dibandingkan harga konsentrat komersial dikarenakan konsentrat yang digunakan adalah konsentrat buatan sehingga belum efisien untuk usaha penggemukan domba.

Bobot badan rata-rata bakalan yang digunakan pada R1P, R1S, R2P, dan R2S secara berturut-turut adalah 14.80, 15.00, 16.40, dan 16.70 kg. Bobot badan akhir pemeliharaan R1P, R1S, R2P, dan R2S secara berturut-turut adalah 19.25, 19.55, 23.78, dan 25.55 kg. Rata-rata konsumsi pakan dalam bentuk segar pada setiap perlakuan selama pemeliharaan yaitu R1P (mengonsumsi 27.56 kg konsentrat 1 dan 34.04 kg rumput lapang), R1S (mengonsumsi 26.19 kg konsentrat 1 dan 39.71 rumput lapang), R2P (mengonsumsi 33.39 kg konsentrat 2 dan 72.36 kg limbah tauge), dan R2S (mengonsumsi 30.58 kg konsentrat 2 dan 77.36 kg limbah tauge).

Biaya pakan terendah selama pemeliharaan terdapat pada domba perlakuan R1S yaitu sebesar Rp 116 775.65 hari-1 dan biaya pakan tertinggi terdapat pada domba perlakuan R2P yaitu sebesar Rp 153 035.13 hari-1. Rendahnya biaya pakan pada domba perlakuan R1S dikarenakan memiliki jumlah konsumsi pakan konsentrat yang paling rendah selama pemeliharaan 2 bulan dibandingkan R1P, R2P, dan R2S.

(24)

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Performa domba garut jantan yang diberi pakan limbah tauge lebih baik dibandingkan performa domba garut jantan yang diberi pakan rumput lapang. Manajemen waktu pemberian pakan sore hari mampu meningkatkan pertambahan bobot badan domba lebih tinggi dibandingkan waktu pemberian pakan pada pagi hari. Limbah tauge memiliki tingkat palabilitas yang lebih baik dibandingkan rumput lapang dan meningkatkan performa domba garut jantan dengan efisiensi penggunaan pakan yang lebih baik.

Saran

Perlu dilakukan manajemen kolekting (pengumpulan) limbah tauge bekerjasama dengan berbagai pihak di pasar seperti pedagang tauge, pembantu panggul (kuli panggul), maupun pihak dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan agar limbah tauge dapat dikumpulkan secara optimal. Limbah tauge dalam keadaan segar bersifat voluminus dan lebih mudah mengalami kerusakan sehingga, perlu dilakukan pengolahan pengeringan dan pembuatan pelet limbah tauge. Selain itu perlu dilakukan pemberian pakan limbah tauge secara bertahap pada manajemen waktu pemberian malam hari agar kandungan nutrisi limbah tauge dapat dicerna dan diserap secara optimal oleh ternak..

DAFTAR PUSTAKA

Arora SP. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Baliarti E. 2009. Pengaruh buka-tutup kandang terhadap kenyamanan dan kinerja produksi sapi peranakan ongole. Buletin Petern. 33 (2): 106–110.

Farid A. 2012. Performa domba jonggol dan domba garut jantan dengan pakan komplit mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Tillman AD. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Hidajati N, Martawidjaja M, Inounu I. 2001. Peningkatan protein pakan untuk pembesaran domba hasil persilangan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner [internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID): [diunduh 2014 Februari 18]. Tersedia pada: http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/ pronas-38.pdf

(25)

15

Mathius IW, Martawidjaja M, Wilson A, Manurung T. 1996. Studi strategi kebutuhan energi dan protein untuk domba local fase pertumbuhan. JITV. 2 (2): 84–91

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. Ed ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.

McDowell RE, Wood WA. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm

Climates. San Fransisco (US): WH Freeman.

Maurya VP, Naqvi SMK, Mittal JP. 2004. Effect of dietary energy level on physiological responses and reproductive performance of Malpura sheep in the hot semi-arid regions of India. Small Ruminant Research. 55: 117–122

Mukti J. 2013. Substitusi rumput gajah dengan limbah tauge dalam pakan bentuk pelet terhadap performa dan nilai komersil kelinci lokal jantan persilangan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Mulyaningsih T. 2006. Penampilan domba ekor tipis jantan (Ovis aries) yang digemukkan dengan beberapa imbangan konsentrat dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

National Research Council. 2007. Nutrient Requirement of Sheep. Washington (US): National Academy Pr.

Okoronkwo EO, Okafor PN, Aguguo BAC. 2010. Protein and antinutrient constituents of sprouted and unsprouted mung beans (Phaseolus aureus). NJBMB. 25 (1): 55–58

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr.

Purbowati E, Sutrisno CI, Baliarti E, Budhi SPS, Lestariana W, Rianto E, Kholidin. 2009. Penampilan produksi domba lokal jantan dengan pakan komplit dari berbagai limbah pertanian dan agroindustri. Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. [internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID). [diunduh 2014 Februari 18]. Tersedia pada: http://eprints.undip.ac.id/3819/

Rahayu S, Wandito DS, Ifafah WW. 2010. Survey Potensi Limbah Tauge di Kotamadya Bogor. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rianto E, Haryono E, Lestari SCM. 2006. Produktivitas domba ekor tipis jantan yang diberi pollard dengan aras yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Dan Veteriner. [internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor (ID). [diunduh 2014 Februari 18]. Tersedia pada: http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pro06-65.pdf

Rianto E, Thwaitesand CJ, Nolan JV. 2005. Pengaruh cekaman panas dan ketersediaan air minum terhadap kecernaan pakan, produksi nitrogen mikroba rumen dan kondisi rumen pada domba. Buletin Petern. 29 (1): 10– 18

(26)

16

Salsabila SS. 2014. Respon fisiologis dan tingkah laku domba garut jantan dengan pakan dan manajemen pakan yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Sari IW. 2013. Performa domba garut dengan pemberian pakan limbah tauge dan kangkung kering sebagai hijauan pengganti rumput [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Schwartzkopf GKS, Beauchemin KA, McAllister TA, Gibb DJ, Streeter M, Kennedy AD. 2004. Effect of feed delivery fluctuations and feeding time on ruminal acidosis, growth performance, and feeding behavior of feedlot cattle. J Anim Sci. 2004 (82): 3357–3365.

Sobri. 2012. Performa domba ekor tipis (Ovis aries) jantan yang digemukan dengan pemberian biskuit daung jagung dan rumput lapang [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Tarmidi AR. 2004. Pengaruh pemberian pakan yang mengandung ampas tebu hasil biokenversi oleh jarum tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap performa domba priangan. JITV. 9 (3): 157–163.

Wandito DS. 2011. Performa dan morfometrik domba ekor gemuk dengan pakan konsentrat dan limbah tauge pada taraf pemberian yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Widyarti M, Oktavia Y. 2011. Analisis iklim mikro kandang domba garut sistem tertutup milik Fakultas Peternakan IPB. J Tek Pertanian. 25 (1): 37-42 Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis

sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya. Media Petern 29 (1): 35-46

Yousef MK. 1985. Stress Physiology in Livestock: Basic Principle. Boca Ralton. Florida (US): CRC Pr.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh domba garut yang digunakan dalam penelitian

(A)Domba garut yang diberi pakan R1 (B) Domba garut yang diberi pakan R2 Lampiran 2 Contoh bahan pakan yang digunakan dalam penelitian

(27)

17

Lampiran 3 Rataan konsumsi pakan harian dalam bentuk segar (As Fed) Kode Pakan Jenis Pakan Waktu pemberian pakan Rata-rata

Pagi Sore Lampiran 4 Hasil analisis ragam konsumsi bahan kering pakan

Sumber keragaman DB JK KT F P

Kelompok 3 32 540.3471 10 846.7824 5.20 0.0235

Pakan 1 417 131.9103 417 131.9103 199.93 <.0001 Manajemen waktu pemberian 1 24.8752 24.8752 0.01 0.9154 Pakan*Manajemen waktu

pemberian

1 363.9510 363.9510 0.17 0.6860

Galat 9 18 777.6038 2 086.4004

Total 15 468 838.6874

Lampiran 5 Hasil uji Duncan konsumsi bahan kering pakan

Pakan Jumlah Rata-rata Pengelompokan

R1 8 624.16 B

R2 8 944.74 A

Lampiran 6 Hasil analisis ragam konsumsi protein kasar (PK)

Sumber keragaman DB JK KT F P

Kelompok 3 521.251669 173.750556 5.34 0.0218

Pakan 1 7 663.689306 7 663.689306 235.36 <.0001 Manajemen waktu pemberian 1 5.417256 5.417256 0.17 0.6929 Pakan*Manajemen waktu

pemberian

1 1.204506 1.204506 0.04 0.8518

Galat 9 293.050506 32.561167

Total 15 8 484.613244

Lampiran 7 Hasil uji Duncan konsumsi protein kasar (PK)

Pakan Jumlah Rata-rata Pengelompokan

R1 8 85.798 B

R2 8 132.355 A

Lampiran 8 Hasil analisis ragam konsumsi total digestible nutrient (TDN)

Sumber keragaman DB JK KT F P

Kelompok 3 13 193.7525 4 397.9175 4.66 0.0314

Pakan 1 242 130.4246 242 130.4246 256.37 <.0001 Manajemen waktu pemberian 1 29.2411 29.2411 0.03 0.8642 Pakan*Manajemen waktu

pemberian

1 346.2391 346.2391 0.37 0.5598

Galat 9 8 500.1133 944.4570

(28)

18

Lampiran 9 Hasil uji Duncan konsumsi total digestible nutrient (TDN)

Pakan Jumlah Rata-rata Pengelompokan

R1 8 400.24 B

R2 8 628.66 A

Lampiran 10 Hasil analisis ragam PBBH

Sumber keragaman DB JK KT F P

Kelompok 3 2 232.54722 744.18241 6.59 0.0119

Pakan 1 16 188.10906 16 188.10906 143.43 <.0001 Manajemen waktu pemberian 1 741.60906 741.60906 6.57 0.0305 Pakan*Manajemen waktu

pemberian

1 647.57526 647.57526 5.74 0.0402

Galat 9 1 015.78066 112.86452

Total 15 20 825.62124

Lampiran 11 Hasil uji Duncan pengaruh pakan terhadap PBBH

Pakan Jumlah Rata-rata Pengelompokan

R1 8 80.804 B

R2 8 144.420 A

Lampiran 12 Hasil uji Duncan pengaruh manajemen terhadap PBBH

Manajemen waktu pemberian Jumlah Rata-rata Pengelompokan

P 8 105.804 B

S 8 119.420 A

Lampiran 13 Hasil uji Duncan pengaruh interaksi 2 faktor terhadap PBBH

Perlakuan Jumlah Rata-rata Pengelompokan

R1P 4 80.357 c

R1S 4 81.250 c

R2P 4 131.250 b

R2S 4 157.590 a

Lampiran 14 Hasil analisis ragam efisiensi pakan

Sumber keragaman DB JK KT F P

Kelompok 3 0.00247500 0.00082500 2.58 0.1181

Pakan 1 0.00202500 0.00202500 6.34 0.0329

Manajemen waktu pemberian 1 0.00090000 0.00090000 2.82 0.1276 Pakan*Manajemen waktu

pemberian

1 0.00090000 0.00090000 2.82 0.1276

Galat 9 0.00287500 0.00031944

Total 15 0.00917500

Lampiran 15 Hasil uji Duncan efisiensi pakan

Pakan Jumlah Rata-rata Pengelompokan

R1 8 0.130000 B

(29)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 28 Juni 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara pasangan Bapak Suroso dan Ibu Siti Rokayah. Penulis mengawali pendidikan sekolah dasar pada tahun 1998 di SD Negeri Silih Asuh 1, kemudian dilanjutkan di SD Negeri 1 Sumber dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2004. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai tahun 2004 di SMP Negeri 5 Kota Cirebon dan diselesaikan pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 4 Kota Cirebon pada tahun 2007 dan diselesaikan pada tahun 2010.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN dan diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai pengurus di beberapa organisasi mahasiswa. Sebagai pengurus Club Unggas Himpunan Mahasiswa Produksi Peternakan (HIMAPROTER) pada periode 2011-2012 dan sebagai wakil ketua HIMAPROTER periode 2012-2013. Penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa daerah Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) sebagai anggota pada periode 2010-2011 dan sebagai Kepala Divisi Bidang Olah raga dan Seni (BOS) pada periode 2011-2012.

Gambar

Tabel 1  Kandungan zat makanan konsentrat, limbah tauge, dan rumput lapang
Tabel 2  Kandungan zat makanan ransum dalam 100% bahan kering
Tabel 3  Rataan suhu dan kelembaban lingkungan di dalam kandang
Tabel 9  Rataan nilai income over feed cost

Referensi

Dokumen terkait

4.11 Menyusun teks lisan dan tulis, untuk menyatakan dan menanyakan tentang ketetapan terjadinya atau dilakukannya sesuatu dalam kondisi apapun, dengan memperhatikan fungsi

Statistika: Metode yang berhubungan dengan penyajian dan penafsiran kejadian yang bersifat peluang dalam suatu penyelidikan terencana atau penelitian ilmiah.. Dalam

skills, I was performing the function of process designer and manager, which required relationship building, needs assessment, involvement of students in planning, linking students

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SD Negeri Kudu 02 Baki Sukoharjo dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan anak sekolah dasar mengenai pemilihan makanan

Bagaimanapun juga unsur-unsur Fungsi Ruang, Bentuk dan Ekspresi akan menentukan bagaimana arsitektur dapat meninggikan nilai suatu karya, memperoleh tanggapan serta

Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yan didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan,

Karena sistem pendidikan merupakan bagian penting dari sistem kehidupan maka kurikulum sebenarnya bagian yang tidak terpisahkan dengan sistem kehidupan yang lebih

Kesimpulan : Electrical Stimulation dapat meningkatkan kekutan otot lengan kiri pada kondisi Plexus Brachialis Injury , Terapi latihan dapat meningkatkan kekutan