ELDA KRISTIANI PAISEY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan
dalam tesis yang berjudul :
Kajian Morfologi dan Kimia Kayu Akway (Drymis sp) sebagai Afrodisiak Endemik Papua
Merupakan hasil penelitian saya bersama tim pembimbing. Hak atas kepemilikan
intelektual data dan hasil dari penelitian ini merupakan milik peneliti dari Institut
Pertanian Bogor dengan mempertimbangkan kontribusi tim peneliti, publikasi,
dan pemanfaatan data yang didapat. Tesis ini belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan lain. Semua data dan
informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Bogor, Agustus 2008
Wood (Drymis sp) as Papua Endemic Aphrodisiacs). Advised by HERDHATA AGUSTA, MUHAMMAD SYAKIR.
ELDA KRISTIANI PAISEY. Kajian Morfologi dan Kimia Kayu Akway (Drymis sp) sebagai Afrodisiak Endemik Papua. Dibimbing oleh HERDHATA AGUSTA dan MUHAMMAD SYAKIR.
Drymis sp merupakan tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat suku Arfak di Papua. Tumbuhan ini hidup di kawasan hutan pegunungan Arfak dengan nama daerah yaitu Kayu Akway. M asyarakat menggunakan tumbuhan ini sebagai obat untuk meningkatkan vitalitas seksual pada kaum lelaki suku Arfak dan juga sebagai peningkat stamina untuk beraktivitas. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan morfologi species Drymis sehingga dapat digunakan sebagai alat identifikasi diajukan sebagai varietas lokal Papua untuk pengembangan lebih lanjut; menganalisis kandungan kimia akway (Drymis sp.) yang dijumpai; memberikan dukungan ilmiah kepada masyarakat tentang penggunaan kayu akway sebagai afrodisiak dan peningkatan stamina. Lokasi penelitian dilakukan di Distrik Menyambouw pada ketinggian 1200 mdpl, 1600 mdpl, 2000 mdpl dan 2400 mdpl. Metode yang digunakan adalah petak tunggal berdasarkan fase pertumbuhan yang ditentukan secara purposive dibuat sebanyak 3 petak pada setiap ketinggian tempat sehingga di peroleh 12 petak percobaan dimana masing-masing petak diambil 3 sampel untuk masing-masing spesies yang ditemukan. Kemudian diukur 27 karakter morfologi yang terdiri atas 23 variabel ordinal dan 4 variabel pengukuran. Analisis komponen kimia dilakukan pada setiap spesies yang ditemukan yang dibagi atas analisis bagian akar, batang, kulit batang dan akar dari masing-masing spesies yang tumbuh pada ketinggian 1200 mdpl dan 1600 mdpl dengan menggunakan GC-MS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di kawasan penelitian diperoleh tiga jenis tanaman kayu akway (Drymis sp) diantaranya tanaman kayu akway putih (Drymis winterii. Forst), kayu akway merah besar (Drymis piperita. Hook) dan kayu akway merah kecil (Drymis beccariana. Gibbs). Perbedaan morfologi diantara ketiga spesies tersebut adalah tinggi pohon, jumlah cabang, diameter batang, penampilan tajuk, warna batang dan warna pucuk. Adapula perbedaan morfologi ujung daun pada setiap ketinggian. Sedangkan perbedaan morfologi pada species yang berbeda ditunjukkan pada pepagan bagian luar, arah tumbuh cabang, model arsitektur pohon, warna pucuk, warna daun, susunan daun, bentuk helaian daun dan tepi daun.
Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2008 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
Drymis
ELDA KRISTIANI PAISEY
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(Drymis sp) Sebagai Afrodisiak Endemik Papua Nama Mahasiswa : Elda Kristiani Paisey
Nomor Pokok : A151060091
Program Studi : Agronomi
Diketahui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Herdhata Agusta Ketua
Dr. Ir. M. Syakir, MS Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi
Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
anugrah dan karuniaNya kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan studi S2
di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB).
Tesis yang berjudul, “Kajian Morfologi Dan Kimia Kayu Akway (Drymis Sp) Sebagai Afrodisiak Endemik Papua”, merupakan tugas akhir studi magister di
SPs IPB. Dalam pelaksanaan penelitian penulis banyak mendapatkan bantuan baik
perorangan maupun lembaga atau instansi tertentu. Oleh karena itu penulis
mengucapkan Terimakasih kepada :
1. Departemen Pertanian dan Institut Pertanian Bogor atas kerjasamanya
dalam program KKP3T sehingga penulis memperoleh dana penelitian.
2. Balai Tanaman Obat dan Aromatik khususnya kepada ibu Dr. Nurliani
Bermawi, Pak Ma’mun, Ibu Novi atas bantuan yang diberikan kepada
penulis selama penelitian.
3. Universitas Negeri Papua yang telah memberikan pinjaman peralatan
lapangan.
4. Bupati Kabupaten Manokwari, Kepala Distrik Menyambouw, Kepala Desa
Menyambouw serta masyarakat desa Indabri dan sekitarnya yang telah
memberikan ijin dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.
5. Semua rekan-rekan SPs IPB PS Agronomi 2006 dan rekan-rekan SPs IPB
asal Unipa yang telah membantu dan memberikan semangat.
Ucapan terimakasih dan penghargaan secara khusus kepada Komisi
Pembimbing Dr. Herdhata Agusta dan Dr. M. Syakir atas bimbingan dan arahan
akademis yang diberikan selama penelitian dan penulisan tesis. Terimakasih dan
Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Mama Tercinta atas doa, semangat
dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis dan juga kepada Bapak
(almarhum). Penulis juga berterimakasih kepada semua Keluarga Paisey (k’feny
sekeluarga, k’foris&k’igi, k’li sekeluarga, bunda&bang jek, ninik, marice) atas
bantuan materil, tenaga dan doanya hingga terselesainya studi S2 kami. Penulis
juga sangat berterimakasih kepada k’syarif atas dukungan, tenaga, pikiran yang
membalas semua kebaikan yang diberikan kepada penulis.
Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Terimakasih.
Bogor, Agustus 2008
DAFTAR TABEL...xi
DAFTAR GAMBAR...xiv
DAFTAR LAMPIRAN...xvi
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis ... 3
Ruang Lingkup ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kandungan Drymis SP ... 6
Gambaran Umum Kabupaten Manokwari ... 7
Iklim ... 8
Ekologi Pegunungan Arfak ... 9
Sosial Ekonomi Suku Arfak ... 11
Morfologi Tumbuhan ... 11
METODE PENELITIAN Karakterisasi Morfologi Tempat dan Waktu ... 27
Bahan dan Alat ... 27
Metode Penelitian ... 27
Pengamatan ... 29
Analisis kimia akwai dari bebarapa agroekologi Tempat dan Waktu ... 31
Bahan dan Alat ... 31
Metode Penelitian ... 31
Analisis Data ... 34
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Morfologi Drymis sp ... 35
Keadaan umum daerah Menyambouw ... 35
Karakteristik morfologi Kayu akway ... 36
Sifat Kimia Tanah dan Iklim tempat tumbuh Kayu akway ... 45
Asosiasi Kayu akway dan tumbuhan lain ... 47
Penyebaran Kayu akway ... 47
Analisis Fitokimia Drymis sp ... 54
Fitokimia D. winterii Forst pada 1200 mdpl ... 57
Fitokimia D. piperita Hook pada 1200 mdpl ... 61
Perbandingan kandungan senyawa kimia bagian kulit batang, batang, daun dan akar pada ketiga spesies yang tumbuh di ketinggian 1600
mdpl... ... 86
Pengaruh unsur hara tanah pada elevasi 1200 mdpl dan 1600 mdpl terhadap kandungan kimia kayu akway (Drymis sp) ... 94
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 100
Saran ... 101
DAFTAR PUSTAKA ... 102
2. Rata-rata tinggi pohon, jumlah cabang, ukuran daun, diameter batang pada
Drymis sp ... 40
3. Rata-rata tinggi pohon, jumlah cabang, ukuran daun, diameter batang pada ketinggian berbeda ... 40
4. Nilai Rata-rata tinggi pohon masing-masing kayu akway ... 41
5. Nilai Rata-Rata Jumlah Cabang masing-masing kayu akway ... 41
6. Nilai Rata-Rata Diameter Batang masing-masing kayu akway ... 42
7. Nilai Rata-Rata Ukuran Daun masing-masing kayu akway ... 42
8. Rata-rata pepagan luar, arah tumbuh cabang, model arsitektur dan warna pucuk pada tiga species Drymis ... 43
9. Rata-rata warna daun, susunan daun, bentuk helaian dauan dan tepi daun pada tiga species Drimys sp ... 44
10. Species Dominan yang ditemukan tumbuh bersama dengan Drimys sp... 47
11. Penyebaran Populasi spesies Drymis winterii Forst pada beberapa ketinggian .. 48
12. Penyebaran Populasi spesies Drymis piperita.Hook pada beberapa ketinggian .. 50
13. Penyebaran Populasi spesies Drymis beccariana Gibss pada beberapa ketinggian ... 52
14. Rata-rata jumlah pohon akway (Drymis sp) perelevasi pada luasan 6.348m2 .... 54
15. Hasil Analisis Mutu Tanaman Drymis sp pada 1200 mdpl... 54
16. Hasil Uji Fitokimia Drymis sp ... 56
17. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. Winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 57
18. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. Winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 58
19. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D.winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 60
20. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 61
21. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 62
22. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl ... 64
25. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1200 mdpl ... 68
26. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D.winterii yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl ... 69
27. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D.winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 71
28. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D.winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 72
29. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D.winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 73
30. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. Piperita Hookyang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 75
31. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. Piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 77
32. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D. Piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 78
33. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. Piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 80
34. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl ... 81
35. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 83
36. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 84
37. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl ... 84
38. Perbandingan senyawa kimia yang dimiliki pada bagian kulit batang ketiga species 86
39. Perbandingan senyawa kimia yang dimiliki pada bagian batang species Drymis sp ... 88 40. Perbandingan senyawa kimia yang dimiliki pada bagian daun ketiga species .... 90
41. Perbandingan senyawa kimia yang dimiliki pada bagian akar ketiga species ... 92
2. Bagian Batang D. winterii. Forst, D. piperita. Hook, D. beccariana. Gibbs ... 45 3. Bagian Akar D. winterii, Forst, D. beccariana. Gibbs., D. piperita Hook ... 45 4. Hasil Pengujian kadar air dan rendemen bahan pada akar, batang, kulit dan
daun Drymis winterii. Forst ... 55 5. Hasil Pengujian kadar air dan rendemen bahan pada akar, batang, kulit dan
daun Drimys piperita. Hook ... 55 6. Hasil Pengujian kadar air dan rendemen bahan pada akar, batang, kulit dan
daun Drimys beccariana. Gibbs ... 56 7. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. Winterii Forst yang tumbuh pada
ketinggian 1200 m dpl ... 58
8. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. Winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 59
9. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D.winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 60
10. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 62
11. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 63
12. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. piperita Hook yang tumbuh
pada ketinggian 1200 m dpl. ... 65
13. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 66
14. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 67
15. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 69
16. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D.winterii yang tumbuh pada
ketinggian 1600 m dpl. ... 70
17. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D.winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 71
18. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D.winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 73
19. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D.winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 74
20. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. Piperita Hookyang tumbuh
22. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D. piperita Hook yang
tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl ... 79
23. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 80
24. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 82
25. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 83
26. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 84
27. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 85
28. Kandungan senyawa kimia tertinggi pada bagian kulit batang pada Drymis sp .. 88 29. Kandungan senyawa kimia tertinggi pada bagian batang pada Drymis sp. ... 90 30. Kandungan senyawa kimia tertinggi pada bagian daun Drymis sp... 92 31. Kandungan senyawa kimia tertinggi pada bagian akar Drymis sp. ... 94 32. Perbandingan senyawa atsiri, seskuiterpen dan asam lemak pada Drymis
winterii.Forst di 1200 mdpl dan 1600 mdpl ... 95
33. Perbandingan senyawa atsiri, seskuiterpen dan asam lemak pada Drymis piperita.Hook di 1200 mdpl dan 1600 mdpl ... 97 34. Perbandingan senyawa atsiri, seskuiterpen dan asam lemak pada Drymis
1. Uji Ragam Bartllet’s Karakter Morfologi D. winterii Wine
Pada 4 Lokasi Pengamatan dan skor Pengukurannya. ... 106
2. Analisis covarian (ANOVA) pada sifat morfologi kuantitatif ... 107
3. Kruskal-Wallis Test pada sifat morfologi kualitatif ... 109
4. Hasil analisis tanah dibeberapa titik ... 125
5. Kondisi Iklim Pada Lokasi Penelitian ... 126
6. Rangkuman senyawa dengan kandungan (di atas 5 %) tertinggi dari ketiga jenis akway ... 129
7. Peta Lokasi Penelitian Distrik Menyambouw dan Penyebaran Drymis sp ... 134
Yohanes Paisey dan ibu Suniati. Penulis merupakan putri kelima dari enam
bersaudara.
Tahun 1998 penulis lulus SMA Negeri I Manokwari dan pada tahun yang
sama penulis lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri di Universitas Negeri
Cenderawasih (UNCEN) yang saat ini telah menjadi Universitas Negeri Papua
(UNIPA). Penulis memilih program studi agronomi pada Fakultas Pertanian dan
teknologi Pertanian.
Penulis menyelesaikan program Strata satu pada tahun 2003 dan diangkat
menjadi Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2004 di Universitas Negeri Papua.
Penulis diberi kesempatan Oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tumbuh-tumbuhan di Indonesia yang dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia, salah satunya adalah sebagai obat untuk menyembuhkan
penyakit. Di Indonesia telah diketahui terdapat 1.000 jenis dari 30.000 jenis yang
bisa dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat (Badan POM, 2004). Secara lengkap
PT Eisei (1995) mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari 2.500 tumbuhan yang
berpotensi sebagai obat, dan 1.845 yang telah diidentifikasikan memiliki potensi
medis.
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat yang dilakukan oleh masyarakat
Indonesia biasanya hanya berdasarkan pada pengalaman dan pengetahuan
tradisional yang diturunkan oleh nenek moyang. Salah satu pemanfaatan
tumbuhan obat adalah sebagai obat kuat oleh masyarakat Papua khususnya suku
Arfak. Tumbuhan obat yang digunakan untuk meningkatkan vitalitas seksual pada
kaum pria suku Arfak adalah kayu akway (Drymis sp). Bermawie et al. (2006, tidak dipublikasi) menduga terdapat dua jenis Drymis yang digunakan sebagai obat yaitu Drymis piperita. Hook dan Drymis beccarina. Gibbs. Tumbuhan Drymis sp. yang dimanfaatkan oleh masyarakat di kawasan pegunungan Arfak tahun 2007 diperkirakan setiap bulannya mencapai ± 640 pohon pada satu desa.
Tumbuhan ini digunakan untuk konsumsi keluarga dan juga dikomersilkan ke
pasar lokal. Drymis yang tumbuh di daerah Arfak diperkirakan 11,5 juta pohon dengan rata-rata populasi 180 pohon/ha pada satu desa. Kerapatan pertumbuhan di
alam yang minim menyebabkan tumbuhan ini telah jarang ditemui pada saat
Tumbuhan Drymis terdapat pada pegunungan Arfak yang merupakan
Cagar Alam (CA) terletak di daerah kepala burung Pulau Papua, 25 km dari
Manokwari kearah Tenggara. Cagar Alam ini luasnya 63.750 ha dan berada di
ketinggian 15 m hingga ketinggian 2.940 m di atas permukaan laut (dpl).
Pegunungan Arfak memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dan tak
ternilai. Meskipun sebagian besar dari kawasan ini berupa pegunungan namun
wilayah ini memiliki koridor ke daerah dataran rendah, sehingga membentuk unit
ekologi yang lengkap (Craven dan de Fretes, 1987). D’Albertis dan Beccari pada
tahun 1872-1873 telah melakukan identifikasi terhadap tumbuhan yang tumbuh
pada daerah ini termasuk Drymis sp., dua jenis Drymis yang ditemukan hanya arfakinensis dan beccariana Gibbs (Gibbs, 1916).
Tumbuhan Obat yang mempunyai bahan aktif yang bersifat afrodisiak
akan berfungsi untuk meningkatkan hormon testosteron (Poedjaidi, 1994). Pada
umumnya tumbuhan atau tanaman yang berkhasiat sebagai afrodisiak
mengandung senyawa-senyawa turunan sterol, saponin, alkaloid, tanian dan
senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh dan memperlancar peredaran
darah. Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya cincin siklopentana
perihidrofenantrena yang tidak hanya terdapat pada hewan tetapi juga pada
tumbuhan tingkat tinggi. Senyawa ini terdiri dari stigmasterol, -sitosterol dan
kampesterol yang sangat berperan dalam peningkatan hormon pria yaitu
testosteron (Harborne, 2006). Pada batang kayu akway (Drymis sp) ditemukan senyawa-senyawa golongan fenantren sehingga pemanfaatan Drymis sp sebagai tanaman obat oleh masyarakat suku Arfak dapat dibuktikan secara empiris,
Pemanfaatan secara terus-menerus tanpa adanya usaha budidaya untuk
melestarikan dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman hayati Papua
khususnya pegunungan Arfak. Oleh karena itu perlu adanya usaha konservasi
untuk mengurangi kepunahan species Drymis. Adapun usaha tersebut adalah mengeksplorasi Drymis sp dengan mendeskripsikan morfologi, menganilisis kandungan kimia, mengkaji aspek agronomi merupakan cara awal yang dapat
ditempuh untuk membudidayakan Drymis sp agar tetap lestari. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk (1) mendeskripsikan morfologi sehingga
dapat digunakan sebagai alat identifikasi species Drymis untuk pengembangan lebih lanjut; (2) menganalisis kandungan kimia akway (Drymis sp.) yang dijumpai; (3) memberikan informasi ilmiah mengenai kandungan kimia untuk
mendukung penggunaan kayu akway sebagai afrodisiak dan peningkatan stamina.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : (1) terdapat perbedaan morfologi
sehingga dapat digunakan untuk identifikasi (2) terdapat perbedaan morfologi
pada tumbuhan akway (Drimys sp) yang tumbuh berbeda pada kondisi lingkungan yang berbeda (3) perbedaan kandungan senyawa kimia sebagai afrodisiak pada
ketiga species Drimys pada ketinggian 1200 mdpl dan 1600 mdpl; (4) terdapat perbedaan kosentrasi senyawa afrodisiak pada bagian daun, batang, kulit batang
dan akar dari tiga jenis Drimys di ketinggian 1200 mdpl dan 1600 mdpl. Ruang Lingkup dan Kerangka pemikiran.
Penelitian ini meliputi beberapa kegiatan dan tahapan yang saling terkait
kayu akway dan analisa parameter ekologi dalam kaitannya dengan mutu
(komposisi kimia) penyimpanan metabolit sekuder.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu Karakterisasi sifat morfologi
dari kayu akway yang ditemukan dan karakterisasi komponen kimia kayu akway
yang berasal dari dua tipe atau zona agroekologi dataran tinggi. Selain itu sebagai
pendukung dilakukan analisis terhadap sifat fisik dan kimia tanah dari lokasi
penelitian yang merupakan tempat tumbuh dari kayu akway tersebut. Hal ini
Kerangka pemikiran :
DRYMIS SP MER
UPAKAN SALAH SATU KEANAKARAGAMAN HAYATI
SEBAGAI AFRODISIAK
KURANGNYA PLASMA NUTFAH
PEMANFAATAN SECARA LANGSUNG
TANPA BUDIDAYA
USAHA
PEMECAHAN KAJIAN MORFOLOGI
KAJIAN AGRONOMI
DILAKUKAN BUDIDAYA
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Kandungan Drymis SP
Tumbuhan ini berasal dari family Magnoleacea (Winteraceae). Tumbuhan ini tergolong dalam tumbuhan aromatik. Beberapa spesies yang berada
di Papua adalah : Drimys arfakensis Gibbs, Drimys beccariana Gibbs. Drimys brassii A.C. Sm., Drimys bullata, Drimys calothyrsa Diels, Drimys coriacea Pulle, Drimys crassifolia Baill, Drimys cyclopum Diels Drimys densifolia Ridl, Drimys dictyophlebia Diels, (plantencyclo, 2007).
Berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukan oleh Bermawie et al. (2006), pada batang kayu akway (Drymis sp) ditemukan 12 senyawa dengan kosentrasi dari 0,57-16,72 %, dengan senyawa tertinggi yang ditemukan adalah
7,11-Epoksi isogomakron sebanyak 16,72%; 9,10-Dimetil penatren: 8,12%;
2,Dimetil-3-etilfuran : 7,36% ; 7,8-Isopropiliden dioksi bisiklo (4,2) : 3,43% dan
5-Sedranon sekitar 1,87%.
Pemanfaatan tumbuhan ini adalah sebagai obat kuat pada kaum lelaki suku
Arfak. Pemakaiannya secara langsung dari batang yang telah mengering,
kemudian dikikis bagian kulit dan diseduh menggunakan air panas (tradisional knowledge).
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis tanaman yang
digolongkan menjadi lima yaitu glikosida, fenol, flavonoid, dan alkaloid.
Senyawa-senyawa tersebut bermanfaat bagi tanaman itu sendiri maupun bagi
serangga, hewan dan manusia. Fungsi senyawa metabolit sekunder sangat penting
1. Sistem pertahanan terhadap virus, bakteri dan jamur
2. Sistem pertahanan terhadap serangga
3. Sistem pertahanan terhadap tanaman lain melalui allelopati
4. Atraktan serangga untuk membantu polinasi
5. Sistem pertahanan terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan,
misalnya kekeringan, adanya logam berat dan keadaan yang terlalu
panas atau terlalu dingin.
6. Sebagai obat, food additive, flavor, pewarna dan pestisida nabati (Vickery dan Vickery, 1981).
Gambaran Umum Kabupaten Manokwari
Kabupaten Manokwari terdiri dari 12 Kecamatan dan 132 Desa.
Kabupaten Manokwari sering juga disebut kota buah-buahan karena disini
tanahnya sangat subur untuk berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Penduduk Asli
Kabupaten Manokwari terdiri dari beberapa suku seperti suku Sough, suku Karon,
suku Hatam, suku Meyeh dan suku Wamesa, suku-suku ini mempunyai budaya
yang unik dan berbeda satu sama lain.
Luas wilayah Kabupaten Manokwari 37.901 km2 terletak di bagian kepala burung
Pulau Papua. secara geografis Kabupaten ini terletak antara 0015 Lintang Utara
dan 3025 Lintang Selatan dan terbentang dari 132035 sampai 134045 Bujur Timur.
Batas-batas Kabupaten Manokwari adalah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai.
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sorong.
Topografi Kabupaten Manokwari pada umumnya adalah daerah berbukit
dan dataran tinggi, atau sekitar 80% dari luas wilayahnya terdapat di bagian
tengah yakni Kecamatan Kebar, Anggi dan Merdey dan selebihnya 20%
merupakan dataran rendah yang terdapat di bagian Selatan yakni di Kecamatan
Bintuni dan Babo. Puncak-puncak gunung yang terdapat di kabupaten ini adalah:
Gunung Umsini 2950 m, Gunung Borai 2340 m, Gunung Wondi 2390 m, dan
gunung-gunung lain yang tingginya hampir sama.
Jenis flora di Kabupaten Manokwari sama dengan jenis flora di Australia
seperti Arancavis, Darydrum, Lybfocedrus, Tristanea, dan lain-lain. Bagian terbesar dari kawasan ini tertutup oleh hutan hujan tropis. Jenis Pohon yang
terdapat di Kabupaten Manokwari adalah pohon Matoa, Aghtis, Rhizopora, Instsia Bugeira dan lain-lain. Dari 819 species anggrek yang tumbuh di Papua, banyak terdapat di daerah Manokwari seperti jenis Debrobium Speclabile JJS. Tumbuhan yang menjadi makanan sehari-hari termasuk pisang, buah keluwih/sukun, pohon
kelapa, sagu, pepaya, nanas dan kentang.
Iklim
Kabupaten Manokwari tergolong daerah beriklim basah, curah hujan
cukup tinggi, rata-rata 2688 mm pertahun, hutan rata-rata 123 hari pertahun. Suhu
antara 260C sampai 320C dan kelembaban rata-rata 84,7% dan intensitas panas
Ekologi Pegunungan Arfak
Lokasi pegunungan Arfak secara geografis terletak pada Timur Laut
semenanjung kepala burung, dengan Distrik Manokwari, kurang lebih 25 km
Barat Daya kota Manokwari. Sebelah Barat Gunung Arfak dibatasi oleh Sungai
Ransiki, dan sebalah Barat Laut dibatasi oleh Sungai Prafi, sebelum meluas
bagian Tenggara kaki gunung dan dataran rendahnya mengarah ke pesisir pantai.
Dapat dilalui dengan kendaraan dari Manokwari dan Ransiki, sedangkan melalui
udara menuju ke sebalah Barat , pada 1°00'-1°29'S, 133°53'-134°15'E.
Iklim wilayahnya adalah tropical basah dengan kelembaban relatif antara
85% sampai 90% pada level pantai dan akan turun menjadi 75% sampai 85% pada
ketinggian 2.050 m. Rata-rata temperatur maksimum pada level pantai adalah
31oC dan rata-rata minimum adalah 24oC. Rata-rata temperatur maksimum dan
minimum adalah 22.5oC dan 16oC berturut-turut pada 2.050 m. Variasi geografi
memberikan efek perbedaan curah hujan, telah dicatat bahwa curah hujan di
Ransiki adalah 1404 mm dan di Manokwari adalah 3038 mm. Pada periode kering
dari Juli sampai Oktober dan periode basah dari bulan Januari sampai Mey.
(Craven and de Fretes, 1987).
Vegetasi dominan pada 1500 m adalah pohon dengan spesies Lithocarpus spp. dan Lauraceae spp., sedangkan Nothofagus spp. berada diantara 1,500 m dan 2,800 m. Diatasketinggian 2,000 m adalah gingers Zingiberaceae, ferns and epiphytes seperti Selaginellaceae and Thelypteridaceae.Other epiphytes termasuk orchids Dendrobium spp. dan pandan panjat Pandanus spp. Bagian timur (antara 300 m and 1.000 m) sebagai kaki gunung tercatat Genera pohon predominan
Myristica. Pohon yang bernilai ekonomi diantaranya Pometia spp., Palaquium spp. and Intsia spp. Selain itu didominasi pula oleh gingers, palms dan pakis Cyathea spp. Sebagian kecil dataran rendah hutan hujan teropis ini juga terdapat berbagai tipe spesies. Genera pohon yang dominan diantaranya Mallotus, Aglaia, Albizia, dan Ficus. Pandanus adalah sumber yang sangat penting karena merupakan bahan makanan dan bahan bangunan, sedangkan Pometia spp., Intsia spp.dan Palaquium spp. telah dieksploitasi guna komersil. Aristolochia spp., sebagai tumbuhan makanan kupu-kupu dan burung, tumbuhan berkantong Nepenthes spp danbeberapa Piper spp. Epiphytes termasuk Antrophyum reticulum dan Asplenium nidus. Termasuk pakis atau paku-pakuan Stenosemia aurita, pohon pakis Cyathea spp dan bunga-bunga Amorphophallus paeoniifolius (Craven and de Fretes, 1987). Keragaman aneka tanaman Papua termasuk salah satu yang terbesar di dunia dengan sekitar 2700 spesies anggrek. Selain dari pada itu, Papua
juga kaya akan pohon pakis, lianas dan berbagai tumbuhan obat-obatan.
Pegunungan Arfak memiliki keanekaragaman yang tinggi dan tak ternilai.
Meskipun sebagian besar dari kawasan ini berupa pegunungan, wilayah ini
memiliki koridor ke daerah dataran rendah, sehingga membentuk unit ekologi
yang lengkap. Eksplorasi secara intensif oleh d’Albertis dan Beccari pada tahun
1872-1873 (Gibbs, 1916) menemukan sedikitnya 320 jenis burung, 350 jenis
kupu-kupu dan 110 jenis mamalia. Vegetasi di kawasan ini diantaranya matoa
(Pometia spp), nyatoh, rotan, dll. Pegunungan Arfak dikenal pula sebagai pusat
seperti burung pintar (Amblyornis innornatus), kanguru pohon, landak papua dan lain-lain.
Sosial ekonomi Suku Arfak
Di Pegunungan Arfak hidup empat suku asli , yaitu Hatam, Moule, Sough,
dan Meyakh, yang mendiami 25 desa dengan total populasi 12 ribu jiwa. Ekonomi
masyarakat Arfak umumnya masih subsisten. Kebutuhan pangan dipenuhi dari
berladang, berburu dan mengambil hasil hutan. Secara adat masyarakat
diperbolehkan mengambil hasil hutan berupa kayu, kulit kayu, dan daun pandan
untuk membangun rumah serta kayu bakar. Masyarakat Arfak secara adat telah
memiliki konsep pengelolaan kawasan, yang disebut Igya Ser Hanjop (padanan
kata konservasi dalam bahasa Hatam), serta zonasi. Ada zona Bahamti (daerah
konservasi), Nimahanti (daerah wisata terbatas/daerah penyangga), dan Susti
(daerah pemanfaatan). Konsep Igya Ser Hanjop inilah yang dicoba diangkat
kembali, sebagai dasar pengelolaan keanekaragaman hayati yang bertumpu pada
masyarakat di Arfak.
Morfologi Tumbuhan
Perbedaan pohon di hutan Indonesia dapat dibedakan berdasarkan
perbedaan morfologi yang terdiri atas morfologi batang, tajuk dan dahan, daun,
akar, bunga, buah dan biji. Deskriptor untuk membuat deskripsi tanaman pohon
berdasarkan PROSEA, 1998.
A. MORFOLOGI BATANG
A. Pohon
1.1. Penampilan umum :
2. Batang berlekuk atau berbaling
3. Batang berbuncak
1.2 Penampilan pangkal batang
1. Batang mulus
2. Batang berbanir
1.3 Penampilan pepagan luar
1. Berdamar,
2. Licin
3. Berlekah
4. Bersisik
5. Lepas berkotak
6. Berpuru
7. bergelang dan berbaris melintang
8. Berduri
9. Mengelupas
10.Retak-retak
1.2. Morfologi bagian dalam.
Secara umum variasi sifat morfologi bagian dalam batang pohon sebagai
berikut :
1. Pepagan bergetah, meliputi :
a. Pepagan bergetah putih
b. Pepagan bergetah kuning
c. Pepagan bergetah merah
2. Pepagan tanpa getah.
a. Pepagan berlapis
b. Pepagan berserat
c. Pepagan mamasir
d. Pepagan bermiang
e. Pepagan bercorak daging
3. Bau Pepagan terdiri atas :
a. Bau harum
b. Bau resin dan aromatik
c. Bau kamper
d. Bau bawang
e. Bau kacang
f. Bau asam jawa
g. Bau kepinding
4. Arah tumbuh batang
a. Tegak lurus
b. Menggantung
c. Berbaring
d. Menjalar
e. Serong ke atas
f. Mengangguk
g. Memanjat
B. MORFOLOGI TAJUK DAN DAHAN
1. Penampilan tajuk secara umum
Tajuk pohon dewasa yang umumnya dijumpai di hutan Indonesia antara lain :
a. Tajuk bertingkat atau berbentuk pagoda
b. Tajuk bentuk kubah
c. Tajuk bulat
d. Tajuk bentuk payung
e. Tajuk bulat silinder
f. Tajuk bentuk kerucut
g. Tajuk bentuk kubus
2. Pola percabangan
a. Perkembangan batang pokok
- Perkembangan simpodial, yaitu perkembangan batang pokok (utama)
yang terbagi dua atau lebih. Selanjutnya disebut batang simpodial.
- perkembangan monopodial, yaitu perkembangan batang pokok yang
tidak terbagi. Selanjutnya disebut batang monopodial
b. perkembangan cabang
- Latak cabang pada batang pokok dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu
1. Percabangan ritmik, yaitu apabila beberapa cabang tumbuh pada
ketinggian tertentu pada batang pokok secara berulang dengan jarak
antara kelompok cabang yang satu dengan kelompok cabang berikutnya
2. Percabangan menerus, yaitu apabila satu cabang tumbuh pada
ketinggian tertentu pada batang pokok, diikuti cabang-cabang lain,
demikian seterusnya dan tidak jelas berulangnya.
- Arah pertumbuhan cabang ada dua macam, yaitu :
1. cabang ortotropik, apabila arah pertumbuhannya menuju ke atas dan
bagian kuncup ujung cabang ataupun ujung ranting tampak menghadap
ke atas.
2. cabang palgiotropik, apabila arah pertumbuhannya menuju ke samping
dan kuncup ujung menghadap ke samping atau terkulai ke bawah.
- pembagian meristem cabang atau ranting
1. Cabang simpodial, apabila pertumbuhan terbagi pada setiap modul atau
cabang tumbuh terminal kemudian cabang berikutnya tumbuh pada
bagian bawah ujungnya.
2. cabang monopodial, apabila pertumbuhan cabang terus berlanjut pada
satu cabang, tanpa meristem yang terbagi.
c. Latak bunga atau pembungaan
- Bunga di ujung batang, cabang atau ranting (bunga terminal)
- Bunga di bagian samping batang, cabang atau ranting (bunga lateral)
d. Deskripsi singkat model arsitektur
1. Model Koriba
Batang simpodial dengan beberapa bagian batang tumbuh secara
plagiotropik kecuali satu diantaranya tumbuh secara ototropik.
Selanjutnya batang yang plagiotropik itu berubah fungsinya menjadi
ototropik tmbuh menjadi batang ke dua yang selanjutnya terbagi lagi
seperti kejadian sebelumnya. Pada batang pokok tampak letak kelompok
cabang yang pertama bertentangan arah dengan kelompok cabang kedua
dan seterusnya, sehingga pertumbuhan batang tampak zig-zag. Jadi
cabang simpodial dan plagiotropik.
2. Model Sccarone
Batang monopodial, percabangan ritmik. Cabang simpodial dan
ototropik.
3. Model Rauh
Batang monopodial, percabangan ritmik. Cabang monopodial dan
ototropik
4. Model Attims
Batang monopodial dengan cabang-cabang yang tidak ritmik (disebut
cabang menerus) pada batang. Cabang monopodial dan ototropik.
5. Model Massart
Batang monopodial dan ototropik, percabangan ritmik. Cabang
monopodial dan plagiotropik.
6. Model Aubreville
Batang monopodial dengan pertumbuhan tahap demi tahap bersamaan
dengan pertumbuhan cabang-cabang yang ritmik. Cabang-cabangnya
yang simpodial bersifat terminal terkenal dengan istilah percabangan
7. Model Prevost
Batang simpodial dan ototropik. Pada model ini terlihat adanya batang
yang tumbuh proleptik dibagian bawah percabangan batang utama.
Batang tersebut merupakan batang kedua dan seperti pada batang
pertama, batang kedua inipun berhenti disusul oleh pertumbuhan cabang.
8. Model Roux
Batang monopodial dan ototropik. Berbeda dengan model Massart, pada
model Roux cabang-cabang pohon tidak ritmik, tetapi menerus pada
batang.
9. Model Troll
Batang tumbuh plagiotropik. Setelah itu pada bian batang yang
melengkung tumbuh batang baru secara plagiotropik juga dan seterusnya
tumbuh demikian. Cabang-cabang monopodial dan plagiotropik.
C. MORFOLOGI DAUN
1. Komposisi daun, terdiri atas :
a. Daun tunggal, yakni daun yang tangkainya hanya terdapat satu helai daun.
b. Daun majemuk, yakni apabila pada satu tangkai terdapat lebih dari satu
helai daun. Daun majemuk yang biasa dijumpai banyak ragamnya, yaitu :
1. Daun majemuk menjari, yakni daun majemuk yang terdiri atas
beberapa helai anak daun (leaflet) yang terkumpul pada ujung
tangkai sehingga membentuk jari-jari.
2. Daun majemuk bersirip, yakni daun majemuk yang terdiri atas
beberapa helai anak daun yang terletak sepanjang kiri-kanan
bersirip ganjil jika pada ujung daun terdapat 1 atau 3 anak daun.
Dan bersirip genap jika diakhiri dengan dua anak daun.
3. Daun majemuk bersirip ganda, yakni daun majemuk bersirip yang
setiap siripnya terbagi lagi menjadi beberapa helai anak daun
sehingga menjadi 2 kali bersirip.
2. Susunan daun, terdiri atas :
a. Berhadapan, yaitu bila daun-daun pada posisi berhadapan secara
berpasangan pada ranting. Pasangan yang satu dengan pasangan
berikutnya dapat sebidang atau berlainan bidang. Kadang-kadang susunan
daun berhadapan sebidang.
b. Terpusar, yakni bila daun-daun mengelilingi ranting pada suatu lingkaran.
c. Berselang, yakni bila daun-daun tersusun seacra berselang di kiri dan di
kanan bagaian ranting dan jika dirapikan daun-daun tersebut tampak
terletak pada satu bidang
d. Tersebar, yakni bila daun-daun bersusun secara berselang, mengelilingi
ranting yang secara teratur membentuk suatu spiral.
3. Kuncup daun dan stipula
Secara garis besar terdapat dua macam kuncup daun yaitu kuncup
telanjang dan kuncup terbungkus stipula.
a. Kuncup telanjang, yakni kuncup bakal daun tanpa pembungkus.
b. Kuncup berstipula, yakni kuncup bakal daun yang terbungkus stipula.
Stipula adalah bagian yang menutup dan membungkus kuncup daun, yang
disebut pula menumpu. Pada pepohonan dijumpai beberapa macam bentuk
1. Stipula bentuk tudung, yang tampak runcing pada ujung ranting.
Bagian pangkal leher membungkus seluruh bagian kuncup.
Sesungguhnya tudung tersebut terdiri atas dua helaian yang saling
menutupi sangat kuat. Jika kuncup mengembang, tudung akan
terbuka dan terbagi menjadi dua bagian yang lepas dan
meninggalkan lampang (bekas) berupa garis yang melingkari
ranting, yang dikenal sebagai berkas cincin pada ranting
2. Stipula bentuk bumbung yang tumpul pada bagian ujung dan
pangkalnya tidak melebar. Bumbung ini terdiri atas dua helaian
yang saling menutupi pada waktu kuncup masih sangat muda. Jika
kuncup mengembang, stipula terbagi menjadi dua helaian yang
berragam bentuknya, memanjang seperti selendang dan setelah
lepas akan meninggalkan berkas cincin pada ranting.
3. Stipula bentuk helaian biasa, terdiri atas dua helaian yang
bervariasi baik dalam ukuran maupun bangunnya.
4. Stipula bentuk jarum, yang runcing pada pangkal dan ujungnya.
5. Stipula bentuk pelana, yang terdiri atas dua helaian yang menutupi
kuncup yang tampak pipih seperti pelana.
6. Stipula bentuk sayap, sebagai pelebaran bagian tangkai daun.
4. Tangkai, helaian dan pertulangan daun.
a. Tangkai daun.
Tangkai daun adalah bagian daun yang melekat langsung pada ranting.
Berdasarkan ukurannya, Kartawinata (1983) menggolong-golongkan tangkai daun
1. Pendek, berukuran kurang dari 2,5 cm 2. Sedang, berukuran antara 2,5 – 5 cm 3. Panjang, berukuran lebih dari 5 cm b. Helai daun
Halai daun dapat dibedakan atas sifat bangun umumnya, bagian ujung,
bagian pangkal dan bagian tepinya.
1. Bangun umum helai daun
Secara garis besar, bangun umum helai daun yang dijumpai pada
pepohonan adalah sebagai berikut :
- Bentuk lanset (lanceolet) menyerupai mata lembing - Jorong (elliptical)
- Bundar telur (ovate)
- Bundar telur sungsang (obovate) - Lonjong (oblong)
- Bentuk lanset sungsang (oblanceolet) 2. Bangun ujung daun.
Daun-daun pepohonan hutan umumnya memiliki helai daun yang
ujungnya berkisar antara lancip, luncip, tumpul, membundar, dan berlekuk.
3. Bangun pangkal daun
Pertemuan helai daun dengan tangkai daun akan memperlihatkan
Secara umum, tepi daun pepohonan dapat rata, bergerigi, berombak, berlekuk atau bercangap.
c. Pertulangan daun
Pertulangan daun pada umumnya terdiri atas tulang pertama atau tulang
tengah (midrib), pertulangan kedua (secindary nerves) dan pertulangan ke tiga
(tertiary nerves) atau juga disebut urat daun
Berdasarkan letaknya pada helai daun yang dijumpai pada pepohonan adalah
sebagai berikut :
1. Menyirip, yakni bila pertulangan kedua tersusun di kiri dan kanan tulang tengah. Jika jarak antara tulang-tulang kedua tersebut hampir
sama maka disebut pertulangan yang menyirip sempurna, dan jika jaraknya tidak sama maka disebut menyirip tidak sempurna.
2. Menjari, yakni bila pertulangan daun memperlihatkan bentuk seperti jari tangan, tulang pertama seolah-olah terbagi menjadi 3 atau 5 yang
berpusat pada titik pertemuan antara helai daun dan tangkai daun.
3. Sejajar, yang serupa dengan bentuk menyirip namun pertulangan kedua sejajar dan rapat, tegak lurus terhadap tulang pertama.
4. Bertulang tiga (trinerved), yaitu bentuk pertulangan yang seolah-olah pertulangan kedua terdiri atas satu pasang sehingga dengan tulang
pertama akan nampak sebagai segi tiga tulang saja.
5. Driobalanoid, yakni serupa dengan pertulangan menyirip atau sejajar, namun diantara pertulangan kedua terdapat tulang yang tidak sampai
6. Sejajar tepi (intramarginal), yakni pada bagain dalam menjelang tepi daun, yang seolah-olah merupakan penghubung antara ujung-ujung
pertulangan kedua, mulai dari bagian pangkal sampai ujung daun.
7. Bentuk jerat, yakni menyerupai jerat yang menghubungkan ujung-ujung pertulangan kedua, tidak sejajar dengan tepi daun.
8. Bentuk tangga, yakni tersusun secara teratur menyerupai tangga (scalariform).
9. Bentuk jala, yakni tersusun seperti jala atau jaring, tidak teratur. d. Organ lain pada daun.
Organ-organ lain yang biasa terdapat pada seranting daun ialah :
1. Indumentum, yakni organ yang berupa bulu halus, bulu kasar, bulu seperti wol, atau berupa sisik, yang dterdapat di atau menutupi bagian
ranting, kuncup, tangkai daun atau helai daun. Apabila bagian ini tidak
terdapat pada tumbuhan maka sifat ini dinamakan lokos (glabrous) 2. Kelenjar, yakni organ menyerupai bintil yang tampak pada tangkai
daun tau helai daun.
3. Domatia, yakni organ yang hampir serupa dengan kelenjar namun tampak titik yang jelas dan kdang-kadang tertutup oleh bulu halus.
4. Lapisan lilin, biasanya terdapat pada daun dan memudahkan identifikasi.
D. MORFOLOGI AKAR
1. Percabangan akar tunggang terbagi atas :
b. berbentuk gasing (napiformis), pangkal akar besar membulat, akar-akar serabut sebagai cabang hanya pada ujung yang sempit meruncing.
c. Berbentuk benang (filiformis), jika akar tunggang kecil panjang seperti akar serabut saja dan juga sedikit sekali bercabang.
2. Sifat dan tugas khusus akar terbagi atas :
a. Akar udara atau akar gantung (radiks aereus), menggantung di udara dan tumbuh ke dalam tanah.
b. Akar penggerek atau akar penghisap (haustorium), akar yang terdapat pada tumbuhan yang hidup sebagai parasit dan berguna untuk menyerap
air dan makanan dari inang.
c. Akar pelekat (radix adligans), akar-akar yang keluar dari buku-buku batang tumbuhan memanjat untuk menempel pada penunjangnya saja.
d. Akar pembelit (cirrhus radicalis), juga untuk memanjat tetapi dengan memeluk penunjangnya.
e. Akar nafas (peneumatophora), yaitu cabang-cabang akar yang tumbuh tegak lurus ke atas hingga muncul dari permukaan tanah atau air tempat
tumbuh tumbuhan.
f. akar tunjang, akar yang tumbuh dari bagian bawah batang ke segala arah
seakan-akan menunjang batang jangan sampai rebah, karena batang
tumbuhan yang yang mempunyai akar demikian ini terdapat diatas tanah
atau air.
g. Akar lutut, bagian akar yang tumbuh ke atas kemudian membengkok lagi
h. Akar banir, yaitu akar yang berbentuk seperti papan-papan yang
diletakkan miring untuk memperkokoh berdirinya batang pohon yang
tinggi besar.
E. MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN BIJI
1. Bunga dan perbungaan
Tipe-tipe perbungaan yang biasa dijumpai pada pepohonan hutan di Indonesia
antara lain sebagai berikut :
a. Bulir (spike), jika bunga-bunga tersusun sepanjang gagang perbungaan
dan bunga-bunga tersebut hampir duduk atau tanpa gagang bunga.
b. Tandan (raceme) jika bunga-bunga tersusun berselang-seling pada gagang
perbungaan yang memanjang tak terbatas dan bunga-bunga tersebut
bergagang
c. Malai (panicle), seperti tandan tetapi perbungaan ini bercabang;
masing-masing cabang memiliki bunga yang bertangkai, yang bergantian
mekarnya dari bawah ke atas.
d. Payung (umbel), jika bunga-bunga dan gagangnya tersusun terpusat pada
ujung gagang perbungaan.
e. Bongkol (head), jika bunga-bunga tersusun pada permukaan perbungaan
yang bulat seperti kepala dan biasanya bunga-bunga tersebut tidak
bergagang.
f. Bunga tunggal (solitary), jika terdapat hanya satu bunga pada gagang,
Selain tipe bunga yang diamati pula adalah mahkota bunga untuk
mempermudah pengenalan jenis-jenis Drymis sp. Bentuk-bentuk daun mahkota yang biasa dijumpai pada pepohonan hutan antara lain :
a. Bentuk bibir
b. Bentuk buyung
c. Bentuk corong
d. Bentuk kincir
e. Bentuk kupu-kupu
f. Bentuk lonceng
g. Bentuk tabung
h. Bentuk terompet.
i. Bentuk zigomorf
j. Bentuk aktinomorf.
Perlu pula diketahui letak bakal buah antara lain :
a. Bakal buah superior jika terletak di atas kelopak
b. Bakal buah inferior jika terletak di bawah kelopak.
2. Buah
Macam-macam buah yang biasa dijumpai pada pepohonan hutan di Indonesia
antara lain :
a. Buah batu (drupe), yakni buah yang bagian luar dindingnya berdaging
sedangkan bagian dalamnya membentuk lapisan yang berkayu dan
berserat.
b. Buah buni (berry), yakni buah yang dindingnya berdaging lunak, berair
c. Buah kotak (capsule), yakni buah kering yang merekah yakni berasal dari
beberapa daun buah dan berisi banyak biji.
d. Buah longkah (achene), yakni buah kering berbiji tunggal yang tidak
pecah, berasal dari satu daun buah.
e. Buah polong (legume), yakni buah yang berasal dari suku leguminosae,
berbentuk pipih, terdiri atas dua belahan yang dapat dibuka bila kering,
berbiji satu atau lebih.
3. Biji
Biji merupakan bagian dari buah, menurut Kamil (1982), bahwa biji umumnya
terdiri atas dua lapisan yaitu sebelah luar yang tebal dan keras, serta sebelah
METODE PENELITIAN
Penelitian I. Karakterisasi Morfologi Drimys sp.
Tempat dan Waktu
Drymis sp. yang diamati untuk karakterisasi morfologi berada di Kecamatan Menyambo yang terletak di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua
Barat. Berlangsung dari bulan September sampai November tahun 2007.
Bahan dan Alat
Bahan yang akan diindentifikasi adalah spesimen akway (Drymis beccarina Gibbs, Drymis piperita HOOK dan Drymis winterii Forst) sedangkan peralatan yang dipergunakan adalah kaliper, lux meter, munsel color, haga
hipsometer, GPS.
Metode penelitian
Karakterisasi Morfologi dan Penyeberan Populasi.
1. Penentuan sampel tanaman dilakukan dengan menggunakan metode petak
tunggal yang ditentukan secara purposife dengan menggunakan plot-plot
sesuai fase pertumbuhan, 5 x 5 m2 untuk fase pertumbuhan pancang, 10 x 10
m2 untuk fase tiang. Sampel yang akan menjadi spesimen sebanyak 3 untuk
masing-masing species disetiap ketinggian sehingga terdapat 36 sampel.
2. Penyebaran populasi kayu akway ditentukan pula secara purposife dengan
menggunakan metode petak tunggal sesuai dengan fase pertumbuhan yaitu
plot ukuran 2 x 2 m2 untuk fase pertumbuhan semai, 5 x 5 m2 untuk fase
pertumbuhan pancang, 10 x 10 m2 untuk fase tiang dan 20 x 20 m2 untuk
sesuai kurva species area atau penambahan jenis kurang dari 10 % jumlah
jenis yang tercatat (Ishemat dan Indrawan, 2005).
3. Petak pengamatan dibuat pada masing-masing ketinggian sebanyak 3 petak
pada setiap ketinggian.
A : ketinggian 1200 m dpl
B : ketinggian 1600 m dpl
C : ketinggian 2000 m dpl
D : ketinggian 2400 m dpl
Identifikasi Kayu Akway
1. Kayu akway yang dijadikan sampel identifikasi berasal dari sampel
karakterisasi morfologi. Sebanyak 3 sampel pada masing-masing spesies
kayu akway yang ditemukan pada lokasi penelitian.
2. Bagian tumbuhan yang diambil untuk identifikasi adalah bagian ranting atau
cabang berserta dengan daun dan bunga. Bagian tersebut dibuat herbarium
untuk diidentifikasikan.
3. Kayu akway yang ditemukan berdasarkan hasil eksplorasi dari lolasi
penelitian kemudian dilakukan identifikasi pada Laboratorium Herbarium
Universitas Negeri Papua.
Maka terdapat 12 petak pengamatan. Selanjutnya data akan di skoring dan akan
diujikan ragam Bartllet’s untuk melihat keragaman antara spesies disetiap
Pengamatan
1. Bagian morfologi yang diamati meliputi data kualitatif dan kuantitatif dari akar,
batang, daun dan biji Drymis sp berdasarkan Pedoman Pengenalan Hutan Indonesia (PROSEA, 1998)
Tabel 1. Sifat-sifat morfologi Drymis sp dan kategori pengukurannya Sifat Morfologi Skor/pengukuran Deskripsi
Bentuk batang 1,2,3,4 1 = silindris; 2 = berlekuk; 3 = berrongga; 4 = berbuncak Pangkal batang 1,2 1= mulus; 2 = berbanir Pepagan bagian luar 1,2,3 1= halus; 2 =sedang; 3
=kasar
Pepagan bagian dalam 1,2,3,4 1 = bergetah putih; 2 = bergetah kuning; 3 = bergetah merah; 4 =
Warna pucuk 1,2 1=hijau (GY); 2=orange (YR)
Ukuran daun Indeks Panjang daun dibagi lebar Warna daun tua 1,2,3 1 = hijau muda; 2 = hijau;
3= hijau tua
Komposisi daun 1,2,3,4 1 = tunggal; 2 = menjari; 3 = bersirip; 4 = berganda Susunan daun 1,2,3,4 1 = bertumpu; 2 =decussate;
sedang > 2,5 cm dan < 5 cm; 3 = panjang > 5 cm
Bentuk helai daun 1,2,3,4,5,6 1 = lanset; 2 = elliptical; 3 = ovate 4 = obovate; 5 = oblong; 6 = oblanceolet Bangun ujung daun 1,2,3,4,5 1 = lancip; 2 = luncip; 3 = Pertulangan daun 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 1 = menyirip sempurna, 2 =
menyirip tidak sempurna; 3 = menjari; 4 = sejajar; 5 = bertulang tiga; 6 =
driobalanoid; 7 = sejajar tepi; 8 = bentuk jerat; 9 = bentuk tangga; 10 = bentuk jala
Bentuk percabangan akar
1,2,3 1 = fusiformis; 2 = napiformis; 3 = filiformis Sifat dan tugas khusus
akar
Tinggi pohon kuantitatif Pengukuran dalam sentimeter
Diameter batang kuantitatif Pengukuran dalam sentimeter
Jumlah percabangan kuantitatif Menghitung jumlah cabang primer dan sekunder
Pengamatan kuantitatif meliputi :
1. Tinggi pohon, yang diukur dengan menggunakan christen hipsometer
2. Diameter batang, diukur dengan menggunakan kaliper
3. Jumlah percabangan, dengan menghitung cabang primer dan sekunder
Penelitian II. Analisis kimia akway dari elevasi 1200 mdpl dan 1600 mdpl
Tempat dan waktu
Analisis kimia akan dilakukan di laboratorium Fisiologi Hasil, Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, yang dimulai pada bulan
September-Oktober 2007.
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah spesies Drymis yang
terdiri tasa bagian kulit batang, batang, akar dan daun, alkohol. Alat yang
digunakan untuk ekstraksi bahan adalah mesin penggiling kasar dan halus,
pengaduk listrik, vakum rotary evaporator.
Metode penelitian
I. Penentuan sampel analisis kandungan kimia
1. Bahan yang diamati berasal dari petak pada fase pertumbuhan tingkat
pancang dan tingkat tiang pada masing-masing jenis kayu akway yang
dianggap berbeda oleh masyarakat setempat. Sampel yang diperoleh ini
berasal dari ketinggian yang berbeda yaitu pada elevasi 1200 mdpl dan
1600 mdpl.
2. Bagian yang menjadi bahan analisis adalah bagian dari akar, batang, dan
daun dari masing-masing jenis kayu akway yang berbeda, dimana
II. Pengujian senyawa-senyawa kimia pada kayu akway
Bahan yang digunakan diekstrak dengan cara :
1. Sampel daun, batang , kulit batang dan akar dikeringkan dengan suhu 400
C-500C selama ± 3-4 hari untuk mencapai kadar air 12 % agar kandungan tidak
rusak dan dapat bertahan dalam waktu yang lama.
2. Bahan yang telah kering digiling dengan mesin penggiling kasar dan halus
dengan ukuran 60 mes untuk mencapai rendemen yang tinggi.
3. Bahan yang telah digiling tersebut diekstrak dengan menggunakan alcohol
95% dengan perbandingan bahan dan alcohol adalah 1:5, campuran tersebut
diaduk dengan pengaduk listrik selama 2 Jam, setelah itu ekstrak didiamkan
selama 1 malam.
4. Ekstrak tersebut disaring sehingga menghasilkan ekstrak I
5. Sisa saringan ekstrak I diekstrak lagi dengan menggunakan alcohol dengan
perbandingan 1:2 dan diaduk selama 30 menit kemudian disaring. Hasil
saringan ini adalah ekstrak II.
6. Hasil eksrtak I digabung dengan hasil ekstrak II kemudian dievaporasi
dengan menggunakan vakum rotary evaporator dengan tujuan untuk
menguapkan alcohol pada suhu dan tekanan yang sama sehingga dihasilkan
ekstrak pekat.
Kemudian 8 sampel ekstrak pekat dianalisis GC-MS di Laboratorium
2. Pengujian senyawa –senyawa lain.
a. Uji alkaloid
Ekstrak diberi 10 kloroform dan beberapa tetes amonia. Fraksi kliroform
dipisahkan den diasamkan dengan H2SO4 2M. Fraksi asam diambil, kemudian
ditambahkan dengan pereaksi meyer, Dragendorf, dan Wagner secara
sendiri-sendiri. Jika terdapat endapan putih dangan pereaksi Meyer, endapan merah
jingga dengan Dragendorf dan endapan coklat dengan pereakasi Wagner maka
dinyatakan positif terdapat alkalod.
b. Uji saponin.
Sampel ditambahkan dengan air secukupnya dan dipanaskan selama 5 menit
lali didinginkan dan dikocok kuat. Adanya saponin ditandai dengan timbulnya
busa stabil selama 10 menit.
c. Uji Flavonoid
Sampel ditambahkan air sekucupnya dan dipanaskan selama 5 menit,
kemudian ditambahkan serbuk Mg 0,2 ml HCL pekat, dan beberapa tetes amil
alkohol. Larutan dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid ditandai dengan
terbentuknya warna coklat pada lapisan amil alkohol.
d. Uji tanin
Sampel ditambahkan air secukupnya dan dipanaskan selama 5 menit. Filtrat
ditambahkan FeCl3 1% jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman
berarti positif mengandung tanin.
Pada semua lokasi pertumbuhan tanaman akway akan dianalisis sifat fisik
dan kimia tanah.Analisis tanah akan dilakukan di Laboratorium Tanah IPB pada
ketinggian tempat yang berbeda yaitu 1200 m dpl, 1600 mdpl, 2000 mdpl, 2200
mdpl masing-masing diambil 5 titik sample yang berjarak 100 m pada 2 lapisan
permukaan tanah yaitu pada kedalaman 10 cm dan 20 cm Analisis tanah meliputi:
a. Sifat fisik tanah
b. Sifat kimia tanah, meliputi :
1. unsur hara makro
2. unsur hara mikro
3. pH tanah
4. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
5. RH (kelembaban) tanah
C. Data iklim berupa : suhu, intensitas matahari, serta kelembaban yang diukur
selama tiga kali dalam sehari (06.00-09.00; 12.00-15.00; 18.00 wit) selama
penelitian September sampai November 2007 di Distrik Menyambouw Kabupaten
Manokwari. Provinsi Papua Barat.
Analisis Data
Kesamaan sifat morfologi antarlokasi sampling yang didasarkan pada
kesamaan ragam atau varian diuji menggunakan uji Bartlett. Morfologi yang
bersifat kuantiatif dianalisis dengan menggunakan Anova SAS dan uji nilai tengah
Duncan. Sedangkan morfologi yang bersifat kualitatif dianalisis dengan
menggunakan Kruskal-Wallis. Kandungan senyawa kimia dianalisis dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
I. Karakterisasi Morfologi Drimys sp.
1.1. Keadaan Umum Daerah Menyambouw.
Distrik Menyambow merupakan salah satu Distrik yang berada di
Kabupaten Manokwari. Daerah ini terletak pada 133o52 BT – 133o54 BT serta
01006’ LS-01o08 LS. Daerah ini berada pada ketinggian mulai 1300 m dpl dengan
luas wilayah ± 1.050 km2. Secara adminitrasi keadaan wilayah daerah tersebut
belum terealisasikan namum berdasarkan batas alam maka dapat dicirikan sebagai
berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Distrik Prafi
Sebelah Selatan berbatasan dengan Distrik Merdey
Sebelah Timur berbatasan dengan Distrik Warmare
Sebelah Barat berbatasan dengan Distrik Anggi
Distrik Menyambouw dapat ditempuh dengan perjalanan darat yaitu
dengan berjalan kaki selama 8-12 Jam dari daerah Prafi Kampung, dan dapat
ditempuh dengan angkutan umum (Toyota Hardtop) selama ± 4 Jam dari Kota
Manokwari.
Daerah ini memiliki Flora berupa jenis vegetasi hutan primer dan hutan
spp), Lamtoro (Leucacensa, Leucocsphala), Anggrek Tanah (Spathoglottis tlicata), Alang-alang (Interata sp).
Distrik Menyambow memiliki Fauna yaitu beberapa jenis burung
diantaranya, Cenderawasi (Epimachus meyer), burung Pintar (Laboparadicea fericeae), burung Kaka Tua Putih (Cacatus galerita). Selain burung terdapat pula beberapa hewan mamalia yaitu Kus-Kus (Phalanyer spp) dan Tikus Tanah (Bandicot sp). Distrik Menyambow juga memiliki Kupu-Kupu bersayap Burung yaitu (Ornithoptera spp).
1.2. Karateristik Morfologi Kayu Akway
a. Identifikasi jenis-jenis kayu akway yang ditemukan
Kayu akway merah besar
Tumbuhan obat berfungsi sebagai peningkat stamina yang disebut sebagai
kayu akway merah besar paling banyak digunakan oleh masyarakat setempat.
Karakter morfologi yang merupakan ciri dari kayu akway ini adalah memiliki
tinggi rata-rata 3,09 meter dengan model arsitekturnya adalah sccarone, rata-rata
jumlah cabang perpohonnya adalah sebanyak 4 cabang. Tumbuhan ini memiliki
rata-rata ukuran daun 3,43 meter dan rata-rata diameter batangnya adalah 2 cm.
Pepagan bagian luar batang atau kulit luar adalah halus dengan arah pertumbuhan
cabang terhadap batang adalah 450-900. Tumbuhan ini memiliki bentuk helaian
oblong dengan warna daun hijau tua dan susunan daun adalah deccusate dan
berlekuk pada bagian ujung daun serta memiliki pucuk yang berwarna orange
Tumbuhan ini setelah diidentifikasikan pada laboratorium herbarium
Universitas Negeri Papua dapat diklasifikasikan ke dalam:
Kingdom : Spermatophyta
Devisi : Magnoliophyta
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Asteridae
Ordo : Canenalles
Family : Winteraceae
Genus : Drymis
Species : D. piperita
Kayu akway merah kecil
Jenis kayu akway lainnya yang digunakan sebagai obat oleh masyarakat
suku Arfak adalah kayu akway merah kecil. Disebut demikian karena memiliki
ukuran yang lebih kecil dibandingan dengan kayu akway merah besar atau Drymis piperita. Hook. Tinggi rata-rata tumbuhan ini hanya 2,39 meter dengan jumlah cabang 3 perpohon dan memiliki rata-rata diameter 1,77 cm serta pepagan bagian
luarnya halus. Tumbuhan ini memiliki model arsitektur rouh, arah tumbuh
cabang terhadap batang utama adalah < 450. Kayu akway merah kecil memiliki
ukuran daun sebesar 4,38 cm dengan warna daun hijau (7,5 green yellow),
susunan daun adalah bertumpu, bentuk helaian daun lanset serta bagian tepi daun
rata. Memiliki bunga berwarna merah muda yang terdapat pada bagian terminal
Kayu akway merah kecil ini kemudian diaidentifikasikan pada
laboratorium herbarium UNIPA dan menghasilkan :
Kingdom : Spermatophyta
Devisi : Magnoliophyta
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Asteridae
Ordo : Canenalles
Family : Winteraceae
Genus : Drymis
Species : D. beccariana
Drymis beccariana pertama kali diidentifikasikan oleh Gibbs sehingga
disebut dengan Drymis beccariana. Gibbs.
Kayu akway putih
Kayu akway yang ditemukan pada lokasi penelitian Distrik Menyambouw
dan dikenal masyarakat sebagai kayu akway putih. Karakter morfologi yang
dimiliki oleh kayu akway putih ini adalah rata-rata tinggi pohon adalah 2,34 m
dengan model arsitektur sccarone. Rata-rata diameter batang adalah 2,15 cm
dengan pepagan bagian luar batang sedang, jumlah cabang perpohon adalah 3-4
cabang. Arah tumbuh cabang terhadap batang utama adalah 450-900. Kayu akway
putih ini memiliki ukuran daun 3,80 cm dengan susunan daun adalah deccusate
dan warma daun adalah hijau (green yellow 7,5). Bentuk helain daun adalah lanset
dengan perbandingan panjang dan lebar adalah 3-5 cm:1cm, bagian tepi daunnya
Kayu akway putih ini diindentifikasikan untuk mengetahui nama ilmiah
atau nama latin tumbuhan tersebut. Hasil identifikasi dari tumbuhan akway putih
ini adalah :
Kingdom : Spermatophyta
Devisi : Magnoliophyta
Klas : Magnoliopsida
Subklas : Asteridae
Ordo : Canenalles
Family : Winteraceae
Genus : Drymis
Species : D. winterii
Tumbuhan ini disebut dengan nama latin sebagai Drymis winterii. Forst, tumbuhan ini tumbuh pula di Negara-negara lain seperti Australia, Argentina dan
juga diguna sebagai obat kanker, sumber vitamin C. Drymis winterii. Forst yang tumbuh di Argentina memiliki tinggi pohon yang berkisar dari 4-10 meter,
memiliki bunga yang hemaprodit. (http/www.plantencyclo.com/). Nama umum
yang biasa digunakan adalah Drymis de Winter, Nama latinnya adalah Drymis Winteri Forst, Synonimnya adalah Wintera winterana Thell. (lampiran 7)
b. Karakter morfologi yang bersifat kuantitatif
Sebanyak 31 sifat morfologi yang terdiri atas 4 variabel pengukuran dan
27 variabel ordinal yang diamati dan diskor/diukur pada 4 lokasi di Distrik
Menyambouw. Sampel yang ukur berasal dari 4 ketinggian yaitu 1200 m dpl,
1600 m dpl, 2000 m dpl dan 2400 mdpl. Masing-masing ketinggian dibuat 3
sampel. Dengan demikian terdapat 36 sampel pada setiap species diseluruh
ketinggian.
Tidak terdapat perbedaan morfologi antara ketiga species Drymis kecuali yang ditunjukkan pada ukuran daun. Ukuran daun pada kayu akway merah kecil
berbeda dengan ukuran daun pada Kayu akway merah besar dan kayu akway
putihPada Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan morfologi.
Keragamaan morfologi pada masing-masing species pada ketinggian
1200, 1600, 2000 dan 2400 m dpl hanya terlihat pada tinggi pohon, jumlah cabang
dan diameter batang. Selain itu sifat morfologi berupa penampilan tajuk, warna
batang dan warna pucuk diantara ketiga species yaitu kayu akway putih, kayu
akway merah besar dan kayu akway merah kecil juga beragam di setiap
ketinggian yang diamati (lampiran 1). Hal ini merupakan penciri dari perbedaan
diantara ketiga species tersebut selain dari bunga yang dimiliki.
Tabel 2. Rata-rata tinggi pohon, jumlah cabang/pohon, ukuran daun, diamater batang pada kayu akway (Drymis sp) Ket : Angka dengan huruf yang sama berbeda tidak nyata pada DMRT 0,05
Tabel 3. Rata-rata tinggi pohon, jumlah cabang/pohon, ukuran daun, diameter batang pada kayu akway (Drymis sp) pada elevasi berbeda
Tabel 4. Nilai Rata-rata tinggi pohon (m) pada masing-masing kayu akway
D.beccariana. Gibbs
D. piperita. Hook
D. winterii.
Forst Rata-rata 1200 2.53 2.63 3.33 2.83 1600 2.27 3.27 2.33 2.62 2000 2.27 3.30 1.13 2.23 2400 2.50 3.17 2.57 2.74 Rata-rata 2.39 3.09 2.34
Tabel 4 diatas menunjukkan perbedaan rata-rata tinggi pohon pada
masing-masing perlakuan dimana tanaman tertinggi terdapat pada Drymis piperita. Hook. Tetapi berdasarkan hasil uji lanjutan Duncan, tidak menyatakan perbedaan yang nyata antar elevasi (lampiran 2). Hal ini sesuai sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ken Fern (http://www.Ethnobotany Database.
Org.) yang menyatakan bahwa rata-rata tinggi dari Drymis winterii. Forst adalah 6-7,5 meter karena Drymis sp merupakan kelompok tumbuhan tingkat pancang, (F:\Drymis winterii database.htm). Standar deviasi tinggi pohon tiga species pada
elevasi yang berbeda tertinggi terdapat pada Drymis beccariana. Gibbs (0,14) dan juga pada elevasi 2000 m dpl (1,08), hal ini menunjukkan bahwa pada elevasi
2000 mdpl keragaman tinggi pohon cukup luas.
Tabel 5. Nilai rata-rata jumlah cabang pada masing-masing kayu akway D.beccariana.
Gibbs
D. piperita. Hook
D. winterii.
Forst Rata-rata
1200 3,00 3.75 4.50 3.75 1600 3,00 4.50 3.50 3.67 2000 4.25 4.75 2.75 3.92 2400 3.75 3.75 4,00 3.83 Rata-rata 3.50 4.19 3.69
Tabel 5 diatas menunjukkan perbedaan rata-rata jumlah cabang pada
masing-masing perlakuan dimana rata-rata jumlah cabang terbanyak dari tiga