ANALISIS TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN TAHUNAN SETELAH PENERAPAN PSAK BERBASIS IFRS
(Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia)
Oleh R U D Y
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS AKUNTANSI
Pada
Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA ILMU AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
v ABSTRACT
ANALYSIS OF ANNUAL REPORT DISCLOSURE LEVEL AFTER THE IMPLEMENTATION OF PSAK BASED ON IFRS
(Empirical Study on Manufacturing companies in Indonesia Stock Exchange)
By RUDY
The purpose of this study is to empirically examine the level of disclosure required (mandatory disclosure and voluntary disclosure) annual report after the implementation of PSAK based on IFRS.
The sample in this study is 17 Manufacturing sector companies in Indonesia Stock Exchange for 2009 and 2012 that has a complete annual report and the information can be accessed via the internet, has a December 31 fiscal year and not delisting during the period of analysis. The analysis method in this study using qualitative analysis and statistical inferen parametric test with Independent - sample T Test and Paired Sample T Test.
The results with the qualitative analysis and independent sample t test and with the Paired Sample T Test produces the same answer. Means the level of disclosure required (mandatory disclosure and voluntary disclosure) annual report are higher after the implementation of PSAK based on IFRS.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
LEMBAR MOTTO DANPERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
SANWACANA ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3. Tujuan Penelitian ... 4
1.4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori ... 7
2.1.1. International Financial Reporting Standart ... 7
2.1.2 Tingkat Pengungkapan Laporan Tahunan ... 11
2.1.3. Studi Literatur dan Pengembangan Hipotesis ... 17
ix
2.2. Review Penelitian Terdahulu ... 20
2.3. Hipotesis ... 24
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian ... 27
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 29
3.3. Definisi dan Pengukuran Variabel ... 29
3.3.1. Tingkat Pengungkapan Wajib ... 29
3.3.2. Tingkat Pengungkapan Sukarela ... 30
3.4. Metode Analisis Data ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Statistik Deskriptif ... 34
4.2. Pengujian Hipotesis ... 35
4.3. Pembahasan ... 40
BAB V SIMPULAN,KETERBATASAN, DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 42
5.2. Keterbatasan Penelitian ... 43
5.3 Saran Untuk Penelitian Yang Akan Datang ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan bagian dari IFAC, yang harus tunduk pada SMO
(Statement Membership Obligation), yang mensyaratkan antara lain penggunaan
IFRS (International Financial Reporting Standard) sebagai standar. Hasil
pertemuan pemimpin negara G-20 forum di Washington DC, 15 November 2008, “Strengthening Transparency and Accountability”. Pertemuan G20 dilanjutkan di
London, 2 April 2009 yang menghasilkan kesepakatan untuk membuat peraturan
yang meningkatkan standar dan penilaian yang berkualitas tinggi dan berlaku
internasional.
Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia
sebagai anggota G-20 forum. Hal ini mengimplikasikan bahwa Indonesia wajib
mengadopsi IFRS sebagai standar pelaporan keuangan pada tahun 2012.
Perubahan standar ini tentu memiliki konsekuensi karena salah satu
karakteristik adopsi IFRS adalah principle based, berbeda dengan US-GAAP
yang rule based. Sedangkan standar akuntansi keuangan di Indonesia semula
merujuk ke GAAP tersebut, sehingga terdapat perubahan mendasar yaitu dari rule
based ke principle based, yang lebih menekankan pada interprestasi dan aplikasi
yang telah direvisi (wujud dari konvergensi ke IFRS) menggunakan principle
based, berbeda dengan rule based yang didalamnya lebih detail/rigid aturannya.
Dampaknya, penerapan PSAK ini akan memerlukan professional judgement
akuntan untuk menentukan bagaimana suatu transaksi keuangan dicatat, juga
mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih tinggi dibanding dengan
rule based dalam PSAK berbasis US GAAP termasuk pada tingkat pengungkapan
(disclosure) dalam laporan tahunan . Harapan dengan mengadopsi International
Financial Reporting Standard (IFRS) ini adalah memberikan kualitas akuntansi
yang lebih baik dibanding menggunakan US GAAP karena dengan adopsi IFRS
dapat mengurangi earning management dan asimetry information serta
meningkatkan value relevance dari pengungkapan manajemen dalam laporan
tahunannya (Chua, et. al., 2012).
Penelitian yang berkaitan dengan konvergensi IFRS ialah penelitian
Lopes, et. al., (2007) yang meneliti praktek penerapan berbasis IFRS di Portugis
sesudah adopsi pada tahun 2005, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat
pengungkapan berpengaruh signifikan pada fitur perusahaan-perusahaan di
Portugis maupun dalam konteks regulator instritusional seperti struktur modal,
karakteristik corporate governance structure, size, type of auditor, listing status,
dan economic sector. Begitu pula dengan penelitian Paglietti (2009) yang
menguji secara empiris penerapan adopsi IFRS di Italia yang menunjukkan
adopsi IFRS memberikan hasil yang lebih baik dengan meningkatnya kualitas
akuntansi yang diukur dengan value relevance pada perusahaan di Italia
praktek penerapan berbasis IFRS di Inggris pada tahun 2007 dengan
menggunakan indeks pengungkapan wajib dan sukarela. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa bersifat relatif tergantung dari karakteristik perusahaan dan
komitmen kebijakan akuntansi perusahaan di Inggris.
Perbedaan hasil penelitian atas variabel tingkat pengungkapan wajib yang
berpengaruh lebih tinggi pengungkapannya terhadap implementasi IFRS seperti
Lopes, et. al., (2007); Chua , et. al., (2012), dan hasil yang sebaliknya tidak
memiliki pengaruh seperti dalam penelitian Paglietti, (2009); Christensen, et. al.,
(2007); dan Akhtaruddin, (2005). Selain dari tingkat pengungkapan wajib
berpengaruh positif terhadap implementasi IFRS, juga tingkat pengungkapan
sukarela yang berpengaruh lebih tinggi terhadap implementasi IFRS seperti dalam
penelitian Street and Bryant, (2000); Gu, et. al., (2007); dan James, et. al., (2006).
Namun hasil penelitian yang memberikan hasil yang berbeda seperti Mujiyono, et.
al., (2010) bahwa luas tingkat pengungkapan sukarela tidak ada berpengaruh.
Sedangkan penelitian yang berkaitan dengan praktek konvergensi IFRS di
Indonesia belum ada maka penelitian tentang tingkat pengungkapan laporan
tahunan setelah penerapan PSAK berbasis IFRS sangat menarik untuk diteliti.
Menurut Juniarti (2009) Informasi yang diungkap dalam laporan tahunan
dapat dikelompokkan dalam pengungkapan wajib (mandatory disclosures) dan
pengungkapan sukarela (voluntary disclosures). Pengungkapan wajib merupakan
pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Peraturan
mengenai pos-pos laporan keuangan minimum yang harus diungkap dalam
Pasar Modal). Sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan
yang melebihi (di luar) dari yang diwajibkan. Pengungkapan sukarela
memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan
untuk pengambilan keputusan oleh para pemakai.
Dengan memperhatikan pentingnya tingkat pengungkapan laporan tahunan
dalam penerapan PSAK berbasis IFRS maupun adanya kesimpangsiuran hasil uji
empiris dari penelitian ini, maka dari itu dengan berdasarkan pada latar belakang
masalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Tingkat Pengungkapan Laporan Tahunan Setelah Penerapan
PSAK Berbasis IFRS (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia) ”
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosures) laporan
tahunan lebih tinggi setelah penerapan PSAK berbasis IFRS ?
2. Apakah tingkat pengungkapan sukarela (voluntary disclosures) laporan
tahunan lebih tinggi setelah penerapan PSAK berbasis IFRS ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menguji secara empiris tingkat pengungkapan wajib (mandatory
2. Untuk menguji secara empiris tingkat pengungkapan sukarela
(voluntary disclosures) laporan tahunan setelah penerapan PSAK
berbasis IFRS
1.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pentingnya tingkat pengungkapan laporan tahunan dalam penerapan
PSAK berbasis IFRS. Dengan demikian, investor dapat menilai dan
mengukur tingkat produktivitas suatu perusahaan dalam mengambil
keputusan yang tepat untuk melakukan pemilihan investasi saham di
perusahaan tersebut.
2. Bagi Pemerintah
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan kepada
Pemerintah untuk membantu investor semakin tepat dalam memilih
dan menilai tingkat pengungkapan laporan tahunan dalam penerapan
PSAK berbasis IFRS sehingga perusahaan akan mudah memperoleh
dana yang akan mendorong perekonomian nasional, yang selanjutnya
akan menciptakan kesempatan kerja yang luas serta meningkatkan
3. Pihak lain yang berkepentingan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan bacaan bagi
pihak-pihak yang membutuhkan dan diharapkan dapat menambah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Landasan Teori
2.1.1. International Financial Reporting Standart (IFRS)
Indonesia telah menerapkan standar akuntansi yang berdasarkan penerapan
basis IFRS ke dalam standar akuntansi keuangan yang disusun oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI). Hal ini wajib diterapkan untuk entitas dengan
akuntabilitas publik seperti emiten, perusahaan publik, perbankan, asuransi, dan
BUMN. Namun juga dapat diterapkan oleh entitas lainya, dengan ciri basis
transaksi, bukan basis industri dengan tujuan untuk memberikan informasi yang
relevan bagi user laporan keuangan.
Indonesia mengadopsi penuh PSAK berbasis IFRS ini pada tanggal 1
Januari 2012. Perubahan perkembangan standar akuntansi berbasis IFRS di
Indonesia dari tahun 2009 hingga 2011 disajikan pada Tabel 2.1 :
Tabel 2.1
Perubahan Perkembangan PSAK Berbasis IFRS
No. PSAK Berbasis IFRS Keterangan
1. PPSAK 1 Pencabutan PSAK 32 Akuntansi Kehutanan, PSAK 35 Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37 Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
2. PPSAK 2 Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
4. PPSAK 4 Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana 5. PPSAK 5 Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf
12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing
6. PSAK 19 (2010) Aset tidak berwujud 7. ISAK 14 (2010) Biaya Situs Web 8. PSAK 23 (2010) Pendapatan
9. PSAK 7 (2010) Pengungkapan Pihak-Pihak yang Berelasi 10. PSAK 22 (2010) Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010) 11. PSAK 10 (2010) Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret
2010)
12. ISAK 13 (2010) Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri
13. PSAK 24 (2010) Imbalan Kerja
14. ISAK 16 Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12) 15. PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan 16. PSAK 50 (R 2010) Instrumen Keuangan: Penyajian 17. PSAK 8 (R 2010) Peristiwa Setelah Tanggal Neraca 18. PSAK 53 (R 2010) Pembayaran Berbasis Saham
19. ED PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan 20. ED PSAK 50 (R 2010) Instrumen Keuangan: Penyajian 21. ED PSAK 8 (R 2010) Peristiwa Setelah Tanggal Neraca 22. ED PSAK 53 (R 2010) Pembayaran Berbasis Saham 23. ED PSAK 34 Kontrak konstruksi
24. ED PSAK 45 Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba
25. ED ISAK 19 Penerapan Penyajian Kembali dalam PSAK 63 Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiper Inflasi
26. ED ISAK 21 Perjanjian Konstruksi Real Estate
27. ED PPSAK 6 Pencabutan PSAK 21 Akuntansi Ekuitas, ISAK 1 Penentuan Harga Pasar Dividen, ISAK 2 Penyajian Modal dalam Neraca dan Piutang kepada Pemesan Saham, ISAK 3 Akuntansi atas Sumbangan dan Bantuan
28. ED PPSAK 7 Pencabutan PSAK 44 Konstruksi Rel Estate 29. ED PPSAK 8 Pencabutan PSAK 27 Akuntansi Koperasi 30. ED PSAK 62 Kontrak Asuransi
31. ED PSAK 28 Revisi 2011 Akuntansi Asuransi Kerugian 32. ED PSAK 36 Revisi 2011 Akuntansi Asuransi Jiwa 33. ED PSAK 56 Laba Per Lembar Saham
35. PSAK 33 (revisi 2011) Akuntansi Pertambangan Umum
36. PSAK 64 Eksplorasi dan Evaluasi Sumber Daya Mineral 37. ISAK 22 Perjanjian Konsesi Jasa: Pengungkapan
38. ISAK 23 Sewa Operasi-Insentif
39. ISAK 24 Evaluasi Substansi Beberapa Transaksi yang Melibatkan Suatu Bentuk Legal Sewa
40. PSAK 11 Pencabutan PSAK 39: Akuntansi Kerja Sama Operasi
Sumber : http://www.scribd.com/doc/116050114/Perkembangan-PSAK-Singkat
Perubahan standar ini tentu memiliki dampak yang besar bagi penerapan PSAK
berbasis IFRS. Substansi perubahan PSAK berbasis IFRS disajikan pada Tabel
2.2 :
Tabel 2.2
Substansi Perubahan PSAK Berbasis IFRS No. Karakteristik PSAK Berbasis IFRS Keterangan
1. Principles Base Lebih menekankan pada intepreatasi dan aplikasi atas standar sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip tersebut.
2. Penilaian Atas Substansi Transaksi Standar membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi apakah presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi. 3. Profesional Judgment Membutuhkan profesional
judgment pada penerapan standar akuntansi.
4. Fair Value Menggunakan fair value dalam penilaian, jika tidak ada nilai pasar aktif harus melakukan penilaian sendiri (perlu kompetensi) atau menggunakan jasa penilai.
5. Disclosure Mengharuskan pengungkapan
(disclosure) yang lebih banyak baik kuantitaif maupun kualitatif.
6. Dinamis IFRS membuka wawasan,
bahwa mengajarkan akuntansi keuangan harus sesuai dengan standar bukan teks book.
Dinamis mengikuti perkembangan standar akuntansi.
Karena IFRS digunakan banyak perusahaan di negara-negara lain sehingga membuahkan perubahan terhadap standar yang lebih baik.
Sumber : http://www.scribd.com/doc/116050114/Substansi-Perubahan-PSAK
Perubahan standar ini tentu memiliki konsekuensi karena salah satu
karakteristik adopsi IFRS adalah principle based, berbeda dengan US-GAAP
yang rule based. Karena standar akuntansi keuangan di Indonesia semula
merujuk ke GAAP tersebut, sehingga terjadi perubahan mendasar yaitu dari rule
based yang sifatnya rigid ke principle based yang sifatnya non-rigid. Dampaknya,
penerapan PSAK berbasis IFRS ini akan memerlukan professional judgement
akuntan untuk menentukan bagaimana suatu transaksi keuangan dicatat, juga
mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih tinggi dibanding dengan
rule based dalam PSAK berbasis US GAAP termasuk pada tingkat pengungkapan
(disclosure) dalam laporan tahunan.
Harapan Indonesia mengadopsi International Financial Reporting
Standard (IFRS) ini akan memberikan kualitas akuntansi yang lebih baik
dibanding menggunakan US GAAP karena dengan adopsi IFRS dapat
mengurangi earning management dan asimetry information serta meningkatkan
value relevance dari pengungkapan manajemen dalam laporan tahunannya (Chua,
et. al., 2012). Standar akuntansi di Indonesia juga perlu mengikuti karakteristik
IFRS yang mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak,
2.1.2. Tingkat Pengungkapan / Disclosure Laporan Tahunan
Tingkat Pengungkapan secara sederhana dapat didefinisikan sebagai
penyampaian informasi (the releas of information). Tingkat Pengungkapan
laporan keuangan merupakan suatu media pertanggungjawaban perusahaan
kepada investor yang berguna untuk memudahkan pengambilan keputusan alokasi
sumber daya ke usaha-usaha yang paling produktif. Hendriksen dan Brenda,
(2002) menyatakan bahwa pengungkapan dalam pelaporan keuangan dapat
didefinisikan sebagai penyajian informasi yang diperlukan untuk mencapai
operasi yang optimum di pasar modal yang efisien. Hal ini menyiratkan bahwa
harus disajikan informasi yang cukup agar memungkinkan diprediksinya
kecenderungan (trend) dividen masa depan. Adapun tujuan pengungkapan
menurut Hendriksen dan Brenda, (2002) yaitu sebagai berikut :
1. Menjelaskan butir-butir yang diakui dan untuk menyediakan ukuran yang
relevan bagi butir-butir tersebut, selain ukuran dalam laporan keuangan,
2. Menjelaskan butir-butir yang belum diakui dan untuk menyediakan
ukuran yang bermanfaat bagi butir-butir tersebut,
3. Untuk menyediakan informasi untuk membantu investor dan kreditur
dalam menentukan risiko dan butir-butir yang potensial untuk diakui dan
yang belum diakui,
4. Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh
pengguna laporan keuangan untuk membandingkan antar perusahaan dan
5. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar di
masa mendatang, dan
6. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasinya.
Pengungkapan melibatkan keseluruhan proses pelaporan keuangan.
Pemilihan metode pengungkapan yang terbaik dalam setiap kasus tergantung pada
sifat informasi dan kepentingan relatifnya. Hendriksen dan Brenda, (2002) juga
menyatakan bahwa metode-metode pengungkapan dapat diklasifikasikan sebagai
berkut :
1. Bentuk dan Susunan Laporan Formal
Informasi yang paling signifikan dan relevan harus selalu tampil
dalam tubuh utama satu atau lebih laporan keuangan jika memang
memungkinkan untuk mencantumkannya di sana. Aktiva dan
kewajiban serta dampak yang ditimbulkan pada laba bersih, dan
ekuitas pemegang saham harus diungkapkan dalam laporan begitu
pula transaksi dan, perubahan lainnya dapat diukur dengan handal
dan dengan derajat akurasi yang wajar. Tetapi bentuk dan susunan
laporan dapat diubah secara efektif untuk menampilkan jenis
informasi tertentu yang tidak dengan mudah diungkapkan dengan
laporan tradisional.
2. Terminologi dan Penyajian yang Terinci
Deskripsi yang digunakan dalam laporan serta jumlah rincian yang
diperlihatkan merupakan faktor penting dalam pengungkapan.
data akuntansi harus diikhtisarkan agar berarti dan berguna.
Pemilihan seberapa banyak informasi yang harus disajikan dan
penentuan pos-pos mana yang harus disajikan secara terpisah
tergantung pada tujuan laporan dan materialitas pos tersebut.
3. Informasi Parentesis
Informasi yang paling signifikan harus disajikan dalam tubuh
laporan keuangan, bukan dalam catatan kaki atau daftar pelengkap.
Jika judul pos-pos dalam laporan tidak dapat dibuat benar-benar
deskriptif tanpa menjadi terlalu panjang, penjelasan atau definisi tambahan dapat disajikan sebagai catatan parentesis (“dalam tanda
kurung”) setelah judul dalam laporan tersebut. Akan tetapi, catatan
ini tidak boleh panjang atau akan mengganggu data utama yang
diikhtisarkan di dalam laporan.
4. Catatan Kaki
Tujuan catatan kaki dalam laporan keuangan haruslah untuk
mengungkapkan informasi yang tidak dapat disajikan secara
memadai dalam tubuh suatu laporan tanpa mengurangi kejelasan
laporan. Catatan kaki tidak boleh digunakan sebagai pengganti
klasifikasi atau penilaian dan deskriptif yang semestinya di dalam
laporan, juga tidak boleh berkontradiksi atau mengulang informasi
di dalam laporan.
Laporan pelengkap menjelaskan fungsi yang berbeda dengan daftar
pelengkap. Biasanya laporan pelengkap menyajikan informasi
tambahan atau informasi yang disusun dalam gaya yang berbeda,
dan bukan informasi yang lebih terinci. Laporan pelengkap ini
dapat digunakan sebagai metode untuk mengembangkan dan
bereksperimen dengan peraga dan laporan baru.
6. Komentar dalam Laporan Auditor
Laporan auditor bukanlah tempat untuk mengungkapkan informasi
keuangan yang signifikan mengenai perusahaan. Tetapi laporan ini
memang berfungsi sebagai metode untuk mengungkapkan
jenis-jenis informasi.
7. Surat Direktur Utama atau Ketua Dewan Komisaris
2.1.2.1. Luas Pengungkapan
Keluasan pengungkapan adalah salah satu bentuk kualitas-kualitas pengungkapan. Menurut Imhoff dalam Na’im, 2000, kualitas tampak
sebagai atribut-atribut yang penting dari suatu informasi akuntansi.
Meskipun kualitas akuntansi memiliki makna ganda (ambiguous), banyak
penelitian yang menggunakan index of disclosure methodology
mengemukakan bahwa kualitas pengungkapan dapat diukur dan digunakan
untuk menilai manfaat potensial dari isi suatu laporan tahunan. Dengan kata
lain, Imhoff menyatakan bahwa tingginya kualitas informasi akuntansi
Sesuai dengan salah satu undang-undang pasar modal yaitu dalam
meningkatkan transparasi dan menjamin perlindungan terhadap masyarakat
pemodal, disebutkan bahwa setiap perusahaan menawarkan efeknya
melalui pasar modal wajib mengungkapkan seluruh informasi mengenai
keadaan usahanya termasuk keadaan keuangan. Berdasarkan keputusan
BAPEPAM No. Kep-347/BL/2012, terdapat dua jenis pengungkapan,
antara lain:
a. Pengungkapan Wajib (mandatory disclosure)
Merupakan pengungkapan minimum yang harus diungkapkan atau
disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku (kewajiban
perusahaan). Perusahaan memperoleh manfaat dari
menyembunyikan, sementara yang lain dengan mengungkapkan
informasi. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan
secara sukarela maka pengungkapan wajib akan memaksa
perusahaan untuk mengungkapkannya.
Pengungkapan wajib yang diwajibkan oleh Bapepam pada tahun
2012 memuat 239 butir pengungkapan informasi laporan tahunan
seperti dalam lampiran 2. Sedangkan pada tahun 2009 memuat 217
butir pengungkapan informasi laporan tahunan seperti dalam
lampiran 1. Butir yang ditambahkan dalam peraturan Bapepam
tahun 2012 yang sebelumnya tidak ada dalam peraturan Bapepam
tahun 2009 ini seperti wajib melibatkan penilai untuk menentukan
wajib mengukur barang atau jasa yang diperoleh senilai nilai wajar
liabilitas, dan hal-hal yang ditambahkan dalam butir khusus untuk
properti investasi dalam proses pembangunan dan pengembangan
termasuk kapitalisasi biaya pinjaman untuk properti investasi
tesebut ataupun uraian hambatan, kelanjutan penyelesaian dari
properti tersebut
b. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Merupakan pengungkapan yang tidak diwajibkan peraturan,
dimana perusahaan bebas memilih jenis informasi yang akan
diungkapkan yang sekiranya dapat mendukung dalam pengambilan
keputusan. Pengungkapan ini berupa butir-butir yang dilakukan
sukarela oleh perusahaan. butir pengungkapan sukarela terdiri dari
91 butir informasi yang diungkap seperti dalam lampiran 3.
Dalam membuat indeks kelengkapan dan luas pengungkapan
dibutuhkan suatu instrumen yang dapat mencerminkan informasi-informasi
yang diinginkan secara detail pada masing-masing butir laporan keuangan
yang telah ditentukan. Dalam menghitung indeks, penulis menggunakan
indeks Wallace yang mengungkapkan perbandingan antara jumlah butir
yang diungkap dengan jumlah butir yang seharusnya diungkap.
Peraturan mengenai otoritas kepada IAI untuk memberlakukan
regulasi mengenai informasi perusahaan publik di Indonesia melalui
laporan keuangan minimum yang harus diungkap dalam laporan keuangan
diatur secara rinci dalam Standar Akuntansi Keuangan (Na’im, 2000).
2.1.3. Studi Literatur dan Pengembangan Hipotesis
Penelitian yang berkaitan dengan konvergensi IFRS ialah penelitian
Lopes, et. al. (2007) yang meneliti praktek penerapan berbasis IFRS di Portugis
sesudah adopsi pada tahun 2005, dengan variabel dependent yaitu an index of
disclosure based on IAS 32 and IAS 39 dan variabel bebas fitur intrinsik dari
laporan keuangan perusahaan portugis dan peraturan setempat. Analisis yang
digunakan regresi berganda dan sampel dari bursa efek portugis yang dilaporkan
setelah adopsi IAS sesudah tahun 2005. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat
pengungkapan (disclosure) berpengaruh signifikan dengan fitur
perusahaan-perusahaan di Portugis maupun dalam konteks regulator instritusional seperti
struktur modal, karakteristik corporate governance structure, size, type of
auditor, listing status, dan economic sector.
Begitu pula dengan penelitian Paglietti (2009) pada penerapan adopsi
IFRS di Italia, dengan analisis linier regresi, uji empiris dengan menggunakan
data laporan keuangan konsolidasi dari 552 perusahaan pada bursa saham Italia
dan membagi 2 periode sebelum adopsi (2002 – 2004) dan sesudah adopsi IFRS
(2005 – 2007). Hasil penelitian campuran kualitas akuntansi sesudah adopsi
IFRS akan berkurang dari dimensi earning management and timely loss
recognition namun akan lebih baik dengan adopsi IFRS dilihat dari value
Christensen, et. al. (2007) yang meneliti praktek penerapan berbasis IFRS
di Inggris, dengan menggunakan Index of mandatory disclosure and Index of
voluntary disclosure, yang dianalisis dengan Logistic regression models dengan
hasil Mandatory IFRS adoption tidak memberikan manfaat sepenuhnya bagi
semua perusahaan dan hasilnya relatif tergantung dari karakteristik perusahaan
dan komitmen kebijakan akuntansi perusahaan di Inggris.
Penelitian Street and Bryant (2000) juga mengulas hal ini, dengan
membandingkan Level of disclosure (including both voluntary and mandatory
disclosure) and the degree of compliance with IASC – required disclosure yang
diuji secara empiris dengan analisis perbandingan dan regresi berganda, dengan
hasil penerapan IASC pada disclosure level lebih tinggi dibanding dengan atau
tanpa U.S. Listings and Filings.
Bruggemann, et. al. (2012) dengan menggunakan variabel penelitian
konsekuensi dengan kewajiban adopsi IFRS pada beberapa Uni Eropa, dan
analisis studi pustaka dengan mereview beberapa penelitian yang terkait dengan
adopsi IFRS. Hasilnya menunjukkan dengan adopsi IFRS di Uni Eropa
dibanding bukan adopsi IFRS memiliki hasil yang lebih baik.
Yu (2011)dengan menggunakan variabel penelitian interaksi antara
Rekonsiliasi Voluntary & Mandatory Disclosures IFRS-US GAAP. Dengan
model analisis regresi berganda, dan hasil menunjukkan perusahaan berbasis
IFRS meningkatkan voluntary and mandatory disclosure dalam annual financial
1.1.4. Teori Regulasi
Teori regulasi menurut Scott (2009) terbagi dua yaitu Rigid dan Vinite.
Rigid berarti standar yang dibuat regulator itu bersifat kaku atau wajib digunakan
(mandatory), misalnya emitten wajib menyusun laporan laba rugi komprehensif.
Sedangkan Vinite berarti standar yang dibuat regulator itu bersifat tidak kaku atau
boleh memilih dengan alasan yang jelas seperti metode penerapan dalam leasing.
Di Indonesia setelah penerapan PSAK berbasis IFRS menggunakan Regulasi yang
rigid artinya regulator dalam hal ini BAPEPAM mengatur bahwa perusahaan
wajib mengungkapkan informasi dan laporan yang sesuai dengan regulasi yang
berlaku (mandatory disclosure). Sedangkan regulasi vinite digunakan perusahaan
emitten dengan memilih seberapa banyak pengungkapan ingin diinformasikan
(voluntary disclosure).
Teori Regulasi berperan untuk melaporkan informasi yang relevan dan
reliabel serta berfungsi untuk mengakomodir semua kepentingan stake holder.
Alasan utama pada teori ini berfokus pada fakta bahwa keputusan penetapan
peraturan biasanya cenderung mempengaruhi peraturan berbagai industri,
seperti dalam penerapan PSAK berbasis IFRS yang wajib dilakukan bagi emitten
di Bursa Efek Indonesia. Pemerintah dibutuhkan peranannya untuk mengatur
ketentuan dari apa yang harus dilakukan perusahaan untuk menentukan informasi.
Ketentuan diperlukan agar semua user mendapatkan informasi yang sama dan
seimbang.
Di berbagai negara, terdapat banyak perbedaan mengenai kerangka
1. Persyaratan Wajib
Persyaratan wajib berperan sebagai insentif untuk menghasilkan laporan keuangan
untuk diaudit. Di berbagai negara, standar akuntansi yang berlaku harus diikuti
oleh perusahaan emitten. Sehingga perusahaan harus memenuhi persyaratan wajib
pelaporan seperti yang terkandung dalam standar akuntansi yang berlaku.
2. Tata Pengelolaan Perusahaan
Tata pengelolaan perusahaan mengacu pada struktur, proses dan lembaga-lembaga
dalam dan di sekitar organisasi yang mengalokasikan kekuasaan dan kontrol
sumber daya di antara mereka. Tetapi sebuah kerangka peraturan dapat berisi
tambahan pedoman tata kelola perusahaan dan peraturan yang timbul dari
rekomendasi sukarela sektor swasta dan aturan pencatatan di bursa saham.
3. Auditor dan Pengawasan
Auditor berperan penting dalam menjamin kualitas informasi yang terkandung
dalam laporan keuangan perusahaan. Mereka berkomitmen terhadap kode etik
mereka, dan harus rela menanggung sanksi jika melanggar peraturan.
4. Badan Pelaksana Independen
Badan pelaksana independen adalah bagian dari keseluruhan system untuk
pelaksanaan persyaratan pelaporan keuangan. Badan pelaksana independen
berperan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan yang mengatur
pembuatan laporan keuamgan, sebagaimana yang terkandung dalam hukum dan
standar akuntansi, dalam hal ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).
Teori regulasi ini menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi
kebijakan perusahaan maupun informasi lain yang dilakukan secara sukarela oleh
manajemen perusahaan. Penggunaan peraturan oleh regulator seperti IFRS yang
meningkatkan kualitas pelaporan merupakan salah satu kepatuhan perusahaan
publik di Indonesia. Hal ini penting karena munculnya asimetri informasi antara
agen dengan principle sehingga dapat menyulitkan investor dalam menilai secara
obyektif yang berkaitan dengan kualitas perusahaan. Pernyataan yang dibuat
manajer dapat diragukan kebenarannya karena baik perusahan buruk maupun
perusahaan bagus akan sama-sama mengklaim bahwa prospek perusahaannya
bagus (Arifin : 2007). Maka diperlukan pengungkapan yang lebih tinggi untuk
dapat mengurangi terjadinya asimetri informasi.
Informasi merupakan unsur penting bagi investor dan pelaku bisnis karena
informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik
untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi
kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi
yang lengkap, relevan, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di
pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Menurut
Jogiyanto (2010), informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman
akan memberikan signal bagi investor dalam pengambilan keputusan investasi.
Jika pengumuman tersebut mengandung nilai positif, maka diharapkan pasar akan
bereaksi pada waktu pengumuman tersebut diterima oleh pasar.
Informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen termasuk
investor dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menindak lanjuti informasi
tersebut (Gu, et. al., 2007).
2.2. Review Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian menggunakan indeks disclosure dalam laporan
tahunan sebagai sinyal untuk menguji dalam penerapan berbasis IFRS sehingga
dapat direspon oleh investor yang disajikan dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.3
Review Penelitian Terdahulu
No.
Penelitian & Judul
Penelitian Variabel Alat Analisis
Hasil Pembahasan 1. Lopes, Patricia Teixeira
et.al. & “Accounting for financial instrument : An analysis of the determinants of disclosure in the Portuguese Stock of auditor, listing status, dan economic sector. 2. Paglietti, Paula &
”Earnings management, timely loss recognition and value relevance in Europe following the
IFRS mandatory adoption : evidence from Italian listed companies.” (2009)
dimensi earning management and timely loss
recognition namun akan lebih baik dengan adopsi IFRS dilihat dari value relevance.
3. Chua, Yi Lin, et.al. & ”The impact of
mandatory IFRS
Adoption on Accounting Quality : Evidence from Australia.” (2012)
Linier regresi. Bahwa kewajiban untuk adopsi IFRS memberikan kualitas Akuntansi yang lebih baik karena dengan adopsi IFRS dapat mengurangi earning
management dan asimetry
5. Christensen, Hans B. et.al.& “ Cross-sectional variation in the economic
consequences of internasional accounting
harmonization : The Case of mandatory IFRS adoption in the UK” adoption tidak memberikan manfaat
sepenuhnya bagi semua perusahaan dan hasilnya relatif tergantung dari
“Corporate mandatory disclosure practice in Bangladesh” (2005)
Variabel dependent index of mandatory disclosure dan variabel bebas : size, age,
Hasilnya tidak ada pengaruh
mandatory
disclosure terhadap variabel bebas yang diuji.
7. Capkun, et. al. & “Earnings Management and Value Relevance during the Mandatory Transition from Local GAAPs to IFRS in
credibility of voluntary disclosure and insider stock Transactions” (2007) banyak voluntary disclosure yang bernilai kredibel akan memberikan berita baik bagi para investor. 9. Street, and Bryant
“Disclosure level and compliance with IASS : A comparison of companies with and
Level of
without U.S. Listing s ”The evolution of stock option accouting : Disclosure, Voluntary disavowals lebih tinggi pada SFAS Nomor 123 R of mandatory IFRS adoption: A review of extant evidence and suggestions for future research” (2012) pada uni Eropa.
Analisis studi adopsi IFRS di uni Eropa dibanding bukan adopsi IFRS memiliki hasil yang lebih baik.
12 Yu, Julia & “The
Interaction of Voluntary and Mandatory
Disclosures: Evidence from the SEC’s
Elimination of the IFRS-US. GAAP Voluntary & Mandatory disclosure dalam annual financial reports dibanding pada US GAAP. 13 Bruslerie, et. al. &
“Voluntary financial disclosure, the introduction of IFRS and long-term
communication policy: An empirical test on French firms" (2011)
Variable dengan basis IFRS lebih bermanfaat dan mengurangi asimetri
perusahaan di Perancis. 14 Karthik, et. al. &
“Mandatory Financial Reporting Environment and Voluntary
Disclosure: Evidence from Mandatory IFRS Adoption” dengan Voluntary & Mandatory Post – IFRS Adoption lebih tinggi dibanding local GAAP Adoption
Teori regulasi memberikan alasan bagi perusahaan untuk membuat informasi
kepada publik. Setiap informasi yang dipublikasikan akan memberikan petunjuk
bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai berita yang baik ( good news ) atau
berita yang buruk ( bad news ). Begitu pula yang terjadi ketika Indonesia
menggunakan PSAK berbasis IFRS sebagai standar akuntansi yang digunakan,
dapat memberikan signal yang baik karena salah satu karakteristik IFRS ialah
juga mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak, khususnya
dalam laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan publik. Dengan
demikian mengurangi asimetry information yang terjadi antara manajemen dan
user.
Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) menjelaskan salah satu yang
harus dilakukan oleh perusahaan publik setelah adopsi IFRS. Penelitian Lopes, et.
al. ( 2007), tentang penerapan berbasis IFRS di Portugis sesudah adopsi pada
signifikan dengan fitur intrinsik laporan keuangan. Hasil penelitian yang sama
juga dilakukan oleh Karthik, et. al. (2012) yang menunjukkan bahwa Mandatory
disclosure Post – IFRS Adoption lebih tinggi dibanding local GAAP Adoption
sehingga mengurangi Earning Management.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengajukan hipotesis:
H1 = Tingkat pengungkapan wajib (mandatory disclosure) laporan tahunan lebih tinggi setelah penerapan PSAK Berbasis IFRS
Begitu pula dengan tingkat pengungkapan sukarela oleh perusahaan akan
segera direspon oleh investor sebagai berita yang baik ( good news ) atau berita
yang buruk ( bad news ) sesuai dengan teori signal, sehingga perusahaan akan
konservatif dalam mengumumkan informasi ini kepada publik. Namun salah satu
karakteristik IFRS ialah juga mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang
lebih banyak, khususnya dalam laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan
publik, termasuk dalam hal ini tingkat pengungkapan sukarela.
Penelitian tentang tingkat pengungkapan sukarela setelah adopsi IFRS
seperti dalam penelitian Yu (2012) menunjukkan bahwa perusahaan berbasis
IFRS meningkatkan voluntary disclosure dalam annual financial reports
dibanding pada US GAAP. Hasil yang sama dari penelitian Street and Bryant
(2000) juga menunjukkan bahwa penerapan IASC pada disclosure level lebih
tinggi dibanding dengan atau tanpa U.S. Listings and Filings.
Dengan demikian peneliti mengajukan hipotesis:
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI).
Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada purposive judgment sampling
dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representative. Adapun kriteria
yang digunakan untuk pemilihan sampel sebagai berikut :
a) Merupakan perusahaan sektor Manufaktur di Bursa Efek
Indonesia periode 2009 dan 2012.
b) Memiliki kelengkapan informasi laporan keuangan dan laporan
tahunan yang dibutuhkan dalam penelitian yang telah diaudit dan
dipublikasikan dan dapat diakses melalui internet.
c) Sampel adalah emiten yang memiliki tahun buku per 31
Desember.
d) Perusahana sample tidak mengalami delisting selama periode
pengamatan.
Secara detail proses pemilihan sampel tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut
ini:
Tabel 3.1
Proses dan Hasil Pemilihan Sampel
No Keterangan Jumlah
1 Total perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2012 451
2 Perusahaan bukan sektor manufaktur (320)
3 Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan informasi laporan tahunan dan tidak dapat diakses melalui internet
(108)
4 Perusahaan yang memiliki tahun buku tidak per 31 Desember
(2)
5 Perusahaan yang delisting tahun 2009 – 2012 (4)
Total perusahaan yang memenuhi kriteria sampel penelitian
17
Sumber: www.sahamok.com
Adapun 17 perusahaan manufaktur yang merupakan sampel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
17 Perusahaan Manufaktur Sebelum Dan Sesudah Penerapan PSAK berbasis IFRS
N0 Nama perusahaan Kode
perusahaan No Nama Perusahaan
Kode Perusahaa
n 1 PT Astra Internasional Tbk ASII 1 PT Astra Internasional Tbk ASII 2 PT Gudang Garam Tbk GGRM 2 PT Unilever Indonesia Tbk UNVR 3 PT Holcim Indonesia Tbk SMCB 3 PT Indofood CBP Sukses
Makmur Tbk ICBP
4 PT Astra Otoparts Tbk AUTO 4 PT Indofood Sukses
Makmur Tbk INDF
3.2. Jenis dan Sumber Data
Sumber data diperoleh melalui IDX Bursa Efek Indonesia, yaitu
www.idx.co.id atau dari literature lainnya yang masih erat kaitannya dalam
penelitian ini. Data yang diperoleh adalah data sekunder yang berupa laporan
tahunan.
3.3. Definisi dan Pengukuran Variabel
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat
pengungkapan wajib, dan tingkat pengungkapan sukarela. 6 PT Indofood Sukses
Makmur Tbk INDF 6
PT Nippon Indosari
Corpindo Tbk ROTI
7 PT Sepatu Bata Tbk BATA 7 PT Gudang Garam Tbk GGRM 8 PT Budi Acid Jaya Tbk BUDI 8 PT Handjaya Mandala
Sampoerna Tbk HMSP
9 PT Gunawan Dianjaya
Steel Tbk GDST 9 PT Kimia Farma Tbk KLBF
10 PT Berlina Tbk BRNA 10 PT Charoen Pokphand
Indonesia Tbk CPIN
11 PT Fajar Surya Wisesa Tbk FASW 11 PT Japfa Comfeed
Indonesia Tbk JPFA
12 PT Indocement Tunggal
Prakasa Tbk INTP 12 PT Malindo Feedmill Tbk MAIN
13 PT Kedaung Indah Can Tbk KICI 13 PT Indocement Tunggal
Prakasa Tbk INTP
14 PT Merck Tbk MERK 14 PT Holcim Indonesia Tbk SMCB 15 PT Pelat Timah Nusantara
Tbk NIKL 15
PT Semen Indonesia
(persero) Tbk SMGR
16 PT Indofarma Tbk INAF 16 PT Gunawan Dianjaya Steel
Tbk GDST
17 PT Beton Jaya Manunggal
3.3.1. Tingkat Pengungkapan Wajib ( Mandatory Disclosure ) Merupakan pengungkapan minimum yang harus diungkapkan
atau disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku (kewajiban
perusahaan). Perusahaan memperoleh manfaat dari menyembunyikan,
sementara yang lain dengan mengungkapkan informasi. Jika perusahaan
tidak bersedia untuk mengungkapkan secara sukarela maka
pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk
mengungkapkannya.
Pengungkapan wajib yang diwajibkan oleh keputusan
BAPEPAM No. Kep-347/BL/2012 memuat 239 butir pengungkapan
informasi laporan tahunan untuk tahun sampel 2012, seperti dalam
lampiran 2.Sedangkan yang harus diungkapkan oleh keputusan
BAPEPAM No. Kep-06/PM/2000 memuat 217 butir pengungkapan
informasi laporan tahunan untuk tahun sampel 2009, seperti dalam
lampiran 1.
3.3.2. Tingkat Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure )
Merupakan pengungkapan yang tidak diwajibkan peraturan, dimana perusahaan bebas memilih jenis informasi yang akan
diungkapkan yang sekiranya dapat mendukung dalam pengambilan
keputusan. Pengungkapan ini berupa butir-butir yang dilakukan
sukarela oleh perusahaan. Menurut Global Reporting Initiative (GRI)
tahun 2012butir pengungkapan sukarela terdiri dari 91 butir informasi
lampiran 3. Dalam penelitian ini, indeks pengungkapan sukarela
dibangun berdasarkan pengembangan indeks pengungkapan sukarela
yang bersumber dari Global Reporting Initiative (GRI) tahun 2012.
Tabel 3.3
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Dalam membuat indeks kelengkapan dan luas pengungkapan
dibutuhkan suatu instrumen yang dapat mencerminkan
informasi-informasi yang diinginkan secara detail pada masing-masing butir
laporan keuangan yang telah ditentukan. Dalam menghitung indeks,
penulis menggunakan indeks Wallace yang mengungkapkan
perbandingan antara jumlah butir yang diungkap dengan jumlah butir
yang seharusnya diungkap. Rumus untuk mengukur luas pengungkapan
menggunakan angka indeks pengungkapan yang dipakai oleh Cooke
(1992) dalam Wallace (1997), yaitu: Indeks = n/k
n: jumlah butir pengungkapan yang dipenuhi
Variabel Deskripsi Skala/Indikator
Mandatory Disclosure
Pengungkapan wajib yang diwajibkan oleh Bapepam No.Kep-347/BL/2012 memuat 239 butir pengungkapan informasi laporan tahunan untuk tahun sampel 2012, seperti dalam lampiran 2 dan Bapepam No. Kep-06/PM/2000 memuat 217 butir
pengungkapan informasi laporan tahunan untuk tahun sampel 2009, seperti dalam lampiran 1
Persentase/rasio
Voluntary Disclosure
Butir pengungkapan sukarela terdiri dari 91 butir informasi yang diungkap atau sisanya dari yang wajib diungkapkan bedasarkan Global Reporting Initiative (GRI) tahun 2012 seperti dalam lampiran 3.
k: menunjukkan jumlah butir pengungkapan yang mungkin
dipenuhi
Untuk mengukur kelengkapan pengungkapan dapat dinyatakan
dalam bentuk Indeks Kelengkapan Pengungkapan.
Indeks pengungkapan untuk setiap perusahaan sampel diperoleh
dengan cara sebagai berikut :
1. Memberi skor untuk setiap butir pengungkapan secara
dikotomi, dimana jika suatu butir diungkapkan diberi nilai
satu dan jika tidak diungkapkan akan diberi nilai nol.
2. Skor yang diperoleh setiap perusahaan dijumlahkan untuk
mendapatkan skor total.
3. Menghitung indeks kelengkapan pengungkapan dengan cara
membagi total skor yang diperoleh dengan total skor yang
diharapkan dapat diperoleh oleh perusahaan
3.4. Metode Analisis Data
Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan
analisis statistik inferen parametrik dengan uji Independent –sample T Test dan
uji Paired Sample T Test. Kedua uji beda ini untuk menguji signifikan beda
rata-rata dari dua kelompok yang diambil secara acak untuk Independent –sample T
Test dan dua kelompok yang berpasangan untuk Paired Sample T Test. (Gujarati:
Ketentuan diterima atau tidak hipotesis dari kedua alat uji sama yaitu sebagai
berikut :
Ho diterima, apabila P value > 0,05
BAB V
SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengujian hipotesis pertama dengan analisis kualitatif terbukti bahwa
pengungkapan laporan tahunan setelah penerapan PSAK berbasis IFRS
pada tahun 2012 lebih banyak yang perlu diungkapkan seperti perusahaan
wajib menguraikan resiko apa saja yang dihadapi perusahaan yang perlu
diungkapkan lebih luas lagi baik disebabkan fluktuasi kurs/nilai tukar,
suku bunga, persaingan usaha, pasokan bahan baku, ataupun kebijakan
pemerintah, bahkan juga yang berkaitan dengan ketentuan negara lain
maupun peraturan internasional.Ini berarti Ho ditolak dan H1 diterima
sehingga menjawab rumusan masalah pertama bahwa tingkat
pengungkapan wajib (mandatory disclosure) laporan tahunan memang
lebih tinggi setelah penerapan PSAK berbasis IFRS dan juga secara
rata-rata pengungkapan wajib sesudah PSAK berbasis IFRS lebih tinggi 9,64
% dibanding pengungkapan wajib sebelum PSAK berbasis IFRS. Hal ini
mendukung penelitian seperti Lopes, et. al. (2007), yang meneliti praktek
yang menunjukkan bahwa tingkat pengungkapan wajib lebih banyak
diungkapkan, juga dari penelitian yang dilakukan oleh Karthik, et. al.
(2012) yang menunjukkan dengan Mandatory disclosure Post – IFRS
Adoption lebih tinggi dibanding local GAAP Adoption.
2. Hasil pengujian hipotesis kedua dengan independen sample t test maupun
dengan Paired Sample T Test menghasilkan nilai P value yang sama yaitu
0,000. Ini berarti Ho ditolak dan H2 diterima sehingga menjawab rumusan
masalah kedua bahwa tingkat pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) laporan tahunan lebih tinggi setelah penerapan PSAK
Berbasis IFRS.Hal ini mendukung penelitian tingkat pengungkapan
sukarela setelah adopsi IFRS dalam penelitian Yu (2012) menunjukkan
bahwa perusahaan berbasis IFRS meningkatkan voluntary disclosure
dalam annual financial reports dibanding pada US GAAP, dan penelitian
Street and Bryant (2000) bahwa penerapan IASC pada disclosure level
lebih tinggi dibanding dengan atau tanpa U.S. Listings and Filings.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi penelitian berikutnya agar mendapatkan hasil yang lebih baik
lagi.
1. Pengukuran kualitas pengungkapan dalam penelitian ini dilihat dari indeks
pengungkapan, yang dihitung dari banyaknya jumlah butir yang
perusahaan mengungkapkan diberi nilai 1 dan jika tidak diberi nilai nol,
tanpa memberi bobot pada masing-masing butir, dengan demikian nilai
setiap butir sama.
2. Pemberian nilai yang dilakukan peneliti setelah selesai membaca laporan
tahunan perusahaan sampel tersebut berdasarkan interprestasi subjektif
peneliti, sehingga setiap orang belum tentu memiliki penilaian yang sama.
Hal ini disebabkan setiap pembaca memperhatikan pengungkapan seperti
pertanggungjawaban ekonomi, lingkungan, sumber air, sosial atau lainnya
yang diungkapkan perusahaan bisa dalam sudut pandang yang berbeda.
3. Perusahaan yang menjadi sampel penelitian hanya perusahaan manufaktur,
dengan jumlah sampel hanya 17 perusahaan sebelum dan setelah
penerapan PSAK Berbasis IFRS. Hal ini terjadi karena sulitnya peneliti
memperoleh data annual report yang dapat diakses lewat internet.
5.3. Saran Untuk Penelitian Yang Akan Datang
Adapun saran-saran yang dapat diberikan agar memberikan hasil yang lebih
baik lagi, yaitu :
1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengunakan seluruh perusahaan
dengan sampel yang lebih banyak atau melakukan perbandingan antar
negara maupun tahun pengamatan yang lebih lama, sehingga hasilnya
lebih dapat digeneralisasikan.
2. Penelitian selanjutnya dapat melakukan penilaian kualitas pengungkapan
setiap butir dan dapat menggunakan standar butir pengungkapan yang
terkini dan berbeda.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah dan mengembangkan
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 2000. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Kep-06/PM/2000 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.
http://bapepam.go.id/pasarmodal/regulasipm/peraturanpm/index.htm.26Meii2013
_______. 2012. Salinan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Kep-347/BL/2012 tentang Perubahan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep-06/PM/2010 tentang Perubahan Peraturan Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.
http://bapepam.go.id/pasarmodal/Regulasipm/peraturanpm/index.htm.10Mei2013
Brown, P. 2011. ‘International Fiancial Reporting Standards: What are the benefits? ‘Accounting and Business Research, vol. 41, o.3, pp.269-285
Bruggemann, U., Hitz, J.M., & Sellhorn,T. 2012. Intended and Unintended Consequences of Mandatory IFRS Adoption: Review of Extant Evidence and Suggestionfor Future Research. European Accounting Review, forthcoming
Bruslerie, Hubert de La dan Heger Gabteni. 2011. voluntary disclosure the introduction of IFRS and long-term communication policy: an empirical test on French firms. Halshs-00636602 versi 1.
Capkun, Vedran, Cazavan-Jeny, Anne, Jeanjean, Thomas and Weiss, Lawrence A. 2011. Earning management and value relevance during the mandatory transition from local BAAPs to IFRS in Europe, Available at SSRN:http://ssrn.com/abstract
Christensen, Hans B., Edward Lee, Martin Walker. 2007. Cross-Sectional Variation in The Economic Consequences of International Accounting Harmonization: The Case of Mandatory IFRS Adoption in The UU. The International Journal of Accounting Vol. 42 PP 341-379
Einhorn, Eti. 2005. The Nature Of Interaction between mandatory and Voluntary Disclosures. Journal of Accounting Research. Vol. 43 No.4.
Fitriani. 2001. Signifikasi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengunkapan Wajib dan Sukarela Pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV.
Frederickson, James, Frank D Hodge, and Jaie H Pratt. 2006. The Evolution of Stock Option Accounting: Disclosure, Voluntary Recognition, Mandated Recognition, and management Disavowals. The accounting Review Vol. 81 No. 5 PP. 1073-1093
Gu, Feng and John P Li. 2007. The Credibility of Voluntary Disclosure and Jasider Stock Transaction. Journal of Accouting Research Vol. 45 No.4
Gujarati, Damodar N. 2005. “Basic Econometrics”, 5th Eds., McGraw-Hill, New York. 1024 hlm.
Haninun. 2013. Pengaruh Kualitas Pengungkapan Sustainability Report Terhadap Kinerja Keuangan (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia). Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.
Hendriksen, E.S and Brenda, M.F.V. 2002. Accounting Theory. 5th Ed. Prentice Hall
Jogiyanto, Hartono. 2010. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi” BPFE. Yogyakarta. 676 hlm.
Juniarti dan Andriyani S.A. 2009. Pengaruh Good Comporate Governance, Volutary Disclosure terhadap Biaya Hutang (Costs of Debt ). Jurnal Akuntansi dan Keungan, Vol. 11 No. 2
Karthik, Balakrishnan, Li Xi, Yang Holly. 2012. Mandatory Financial Reporting Environment and Voluantary Disclosure Evidence from Mandatory IFRS Adaption. http://ssrn.com/abstract=2172014
Ungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Makalah dipresentasikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IV.
Mujiyono dan Magdalena, Nany. 2010. Pengaruh Leverage, Saham Publik, Size, dan Komite Audit Terhadap luas pengungkapan Sukarela. Jurnal Dinamika Akuntansi Vol. 2 No. 2, PP 129-134
M. Akhtaruddin. 2005. Corporate Mandatory Disclosure Practices in Bangladesh. The Internatioal Journal Accounting. Vol 40. PP 399-422
Naim, Ainun dan Fuad Rachman. 2000, Analisis Hubungan antara Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan dengan Struktur Modal dan Tipe Kepemilikan Perusahaan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia vol 15. No 1.pp 70-82
Paglietti, Paula. 2009. Earnings Management, timely loss recognition and value relevance in Europe Following the IFRS mandatory Adoption: Evidence From Italian lised Companies. International Business Review Vol. 4 PP. 97-117
Scott, William R. 2009. Financial Accounting Theory. Fifth Edition. Canada Prentice Hall
Simanjuntak, Binsar H. dan Lusy Widiastuti. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kelengkapan Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manukfaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia vol 7, No. 3, Septerber 2004 Hal 351-366
Street, Donna L. and Stephanie M. Bryant. 2000. Disclosure level and Compliance With IASS: A Comparison of Companies With and Without US Listing and Filings. The International Journal Accounting Vol. 35 No.3
Suripto, Bambang. 1998. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela Dalam Laporan Tahunan. Makalah diprsentasikan dalam simposium Nasional Akuntansi II.
T.E., Cooke. 1998. Regression Analysis in Accounting Disclosure Studies. Accounting and Bussiness Research Vol 28 No.3 PP. 209-224
Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung Bandar Lampung.
Evidence from the SEC’s Elimination of the IFRS – U.S. GAAP Reconciliation.
www.bapepam.go.id
www.idx.co.id
www.jsx.co.id
www.sahamok.com
http://joblistmu.blogspot.com/2011/06/asset.html
http://www.scribd.com/doc/116050114/Perkembangan-PSAK-Singkat