EFEKTIVITAS DANCE/MOVEMENT THERAPY TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES
MAHASISWA MATRIKULASI PENERIMAAN MAHASISWA BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
BERDASARKAN HASSLES ASSESSMENT SCALE FOR STUDENT IN COLLEGE
Oleh : DENY LAIS
090100039
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEKTIVITAS DANCE/MOVEMENT THERAPY TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES
MAHASISWA MATRIKULASI PENERIMAAN MAHASISWA BARU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
BERDASARKAN HASSLES ASSESSMENT SCALE FOR STUDENT IN COLLEGE
KARYA TULIS ILMIAH
“ Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran ”
Oleh : DENY LAIS
090100039
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Efektifitas Dance Movement Therapy Terhadap Penurunan Tingkat Stres Mahasiswa Matrikulasi Penyambutan Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara 2012 berdasarkan Hassles Assesment Scale for Student in College
Nama : Deny Lais NIM : 090100039
Pembimbing Penguji I
dr. Elmeida Effendy, M. Ked.(KJ), Sp. KJ
NIP. 19720501 199903 2 004 NIP. 19711005 200112 1 001 dr. Lambok Siahaan, MKT
Penguji II
NIP. 19710915 200112 2 002 dr. Rusdiana, M.Kes
Medan, 14 Januari 2013 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pendahuluan: Setiap remaja akan mengalami masa transisi menjadi dewasa melalui berbagai hal, salah satunya ada dalam pendidikannya seperti ketika mereka memasuki dunia kuliah di mana terjadi perubahan besar pada hidup seseorang dari seorang senior di Sekolah Menengah Atas menjadi mahasiswa baru di Perguruan Tinggi. Dance/Movement Therapy ialah sebuah alternatif terapi untuk menangani kasus stres pada remaja yang mana mengajak seorang remaja, baik laki-laki ataupun perempuan, untuk terlibat dalam suatu pengalaman pembangunan interaksi tubuh, pikiran dan jiwa.
Metode: Tujuan penelitian adalah mengetahui seberapa efektif Dance/Movement Therapy sebagai salah satu terapi stres. Jenis penelitian eksperimental yang digunakan ialah studi eksperimental kuasi. Total sampel penelitian ini adalah 61 orang. Data hasil penelitian kemudian diolah dengan uji statistik t-dependen. Hasil: Skor rata-rata Hassles Assessment Scale for Student in College dari 61 responden sebelum dan sesudah terapi adalah 80,89 dan 57,54. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh Dance/Movement Therapy dengan penurunan tingkat stres yang ditunjukkan dengan nilai p=0,000 (p<0,05).
Kesimpulan: Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh Dance/Movement Therapy dengan penurunan tingkat stres mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012.
ABSTRACT
Introduction: Every teenager will experience the transition into adulthood through a variety of ways, one of which is in his education as when they enter the world of lectures in which major changes occurred in a person's life from a senior in high school to be a freshman in college. Dance/Movement Therapy is an alternative therapy to deal with cases of stress in teenagers which invite a teenager, whether male or female, to engage in a development experience the interaction of body, mind and soul.
Methods: The purpose of the research is knowing how effective Dance/Movement Therapy as one stress therapy. This type of experimental research used quasi experimental study. A total sample of this research is 61. Data research results are then processed with statistical tests t-dependent (paired t-test). Results: The average score of Hassles Assessment Scale for Sudent in College out of 61 respondents before and after therapy were 80.89 and 57.54. It is shown that there is a positive influence effect of Dance/Movement Therapy with decreased stress level, indicated by the value of p = 0.000(p<0.05).
Conclusion: It can be concluded that there is positive influence of Dance/ Movement Therapy with decreased stress levels of students matriculation PMB FK USU 2012.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis hasil penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul ” Efektifitas Dance Movement Therapy Terhadap Penurunan Tingkat Stres Mahasiswa Matrikulasi Penyambutan Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2012 berdasarkan Hassles Assesment Scale for Student in College”.
Dalam penyelesaian karya tulis hasil penelitian ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K), selaku rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu dr. Elmeida Effendy, Sp. KJ, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Bapak dr. Lambok Siahaan, M.K.T., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.
5. Ibu dr. Rusdiana, M. Kes., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan petunjuk-petunjuk serta nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan karya tulis ilmiah ini.
6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.
7. Seluruh panitia Penyambutan Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2012 yang telah menyediakan waktu dan tempat dari awal hingga akhir penelitian.
8. Seluruh responden mahasiswa matrikulasi tahun 2012 yang telah banyak berjasa secara sukarela meluangkan waktunya mengisi kuesioner sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.
9. Orang tua penulis yang telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.
11. Rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2009 yang telah memberi saran, kritik, dukungan moril dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis hasil penelitian ini.
Medan, 07 Desember 2012
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Tarian ... 5
2.2. Dance Movement Therapy ... 6
2.2.1. Definisi Dance Movement Therapy ... 6
2.2.2. Mekanisme Dance Movement Therapy ... 8
2.2.3. Program Dance Movement Therapy ... 9
2.3. Stres ... 13
2.3.1. Definisi Stres... 13
2.3.2. Penggolongan Stres ……… 14
2.3.4. Stresor………... 16
2.3.5. Fisiologi Stres……….. 19
2.3.6. Reaksi terhadap Stres………... 20
2.3.7. Penanggulangan Stres……….. 22
2.4. Remaja ... 23
2.4.1. Definisi Remaja……… 23
2.4.2. Karakteristik Masa Remaja……….. 23
2.4.3. Penyebab Stres pada Remaja……… 25
2.5. Hassles Assessment Scale for Student in College (HASS/Col) .. 29
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 30
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 30
3.2. Definisi Operasional ... 30
3.2.1. Variabel Independen ... 30
3.2.2. Variabel Dependen ... 31
3.3. Hipotesis ... 32
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 33
4.1. Jenis Penelitian ... 33
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
4.2.1. Lokasi Penelitian ... 33
4.2.2. Waktu Penelitian ... 33
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
4.3.1 Populasi Penelitian ... 33
4.3.2 Sampel Penelitian ... 33
4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 35
4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 36
4.5.1 Pengolahan Data ... 36
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38
5.1. Hasil Penelitian ... 38
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 38
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 38
5.1.3. Distribusi Subjek Penelitian Sebelum dan Sesudah Terapi Berdasarkan Hassles Assessment Scale for Student in College(HASS/Col) ... 41
5.1.4. Hasil Analisis Data ... 42
5.2. Pembahasan. ... 49
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
6.1.Kesimpulan ... 52
6.2. Saran. ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 54
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Sesi Free Association Dance and Movement 10
Tabel 2.2. Metode Penanggulangan Stres 22
Tabel 5.1. Distribusi Umur Responden 39
Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Responden 39
Tabel 5.3. Distribusi Suku Responden 40
Tabel 5.4. Distribusi Alasan Responden Masuk Fakultas 40 Kedokteran
Tabel 5.5. Distribusi Tempat Tinggal Responden 41 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Responden 41 Sebelum Terapi
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Responden 42 Sesudah Terapi
Tabel 5.8. Uji T-Dependen Berdasarkan Kriteria Usia 16 Tahun 42 Tabel 5.9. Uji T-Dependen Berdasarkan Kriteria Usia 17 Tahun 43 Tabel 5.10. Uji T-Dependen Berdasarkan Kriteria Usia 18 Tahun 43 Tabel 5.11. Uji T-Dependen Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-Laki 44 Tabel 5.12. Uji T-Dependen Berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan 44 Tabel 5.13. Uji T-Dependen Berdasarkan Distribusi Suku Jawa 45 Tabel 5.14. Uji T-Dependen Berdasarkan Distribusi Suku Batak 45 Tabel 5.15. Uji T-Dependen Berdasarkan Distribusi Suku Melayu 45 Tabel 5.16. Uji T-Dependen Berdasarkan Distribusi Suku Lain 46 Tabel 5.17. Uji T-Dependen Berdasarkan Alasan Masuk FK (Minat) 46 Tabel 5.18. Uji T-Dependen Berdasarkan Alasan Masuk FK
(Keinginan Orang Tua) 47
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Model Dance Movement Therapy 8
Gambar 2.2. Gerakan Mirrorring 11
Gambar 2.3. Fisiologi Stres 20
DAFTAR SINGKATAN
ADMT Association for Dance Movement Therapy
ADTA American Dance Therapy Association
DMT Dance Movement Therapy
FK Fakultas Kedokteran GAS General Adaptation System
HASS/Col. Hassles Assessment Scale for Student in College
NCCAM National Center for Complementary and Alternative Medicine PMB Penyambutan Mahasiswa Baru
SCATP Standing Committee for Arts Therapies Professions
SLTA Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SMA Sekolah Menengah Atas
SPSS Statistical Package for the Social Sciences
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup
LAMPIRAN 2 Hassles Assessment Scale for Student in College
LAMPIRAN 3 Lembar Penjelasan
LAMPIRAN 4 Lembar Penjelasan Setelah Persetujuan (Informed Consent) LAMPIRAN 5 Kuesioner Penelitian
LAMPIRAN 6 Data Induk
ABSTRAK
Pendahuluan: Setiap remaja akan mengalami masa transisi menjadi dewasa melalui berbagai hal, salah satunya ada dalam pendidikannya seperti ketika mereka memasuki dunia kuliah di mana terjadi perubahan besar pada hidup seseorang dari seorang senior di Sekolah Menengah Atas menjadi mahasiswa baru di Perguruan Tinggi. Dance/Movement Therapy ialah sebuah alternatif terapi untuk menangani kasus stres pada remaja yang mana mengajak seorang remaja, baik laki-laki ataupun perempuan, untuk terlibat dalam suatu pengalaman pembangunan interaksi tubuh, pikiran dan jiwa.
Metode: Tujuan penelitian adalah mengetahui seberapa efektif Dance/Movement Therapy sebagai salah satu terapi stres. Jenis penelitian eksperimental yang digunakan ialah studi eksperimental kuasi. Total sampel penelitian ini adalah 61 orang. Data hasil penelitian kemudian diolah dengan uji statistik t-dependen. Hasil: Skor rata-rata Hassles Assessment Scale for Student in College dari 61 responden sebelum dan sesudah terapi adalah 80,89 dan 57,54. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa ada pengaruh Dance/Movement Therapy dengan penurunan tingkat stres yang ditunjukkan dengan nilai p=0,000 (p<0,05).
Kesimpulan: Dari hasil analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh Dance/Movement Therapy dengan penurunan tingkat stres mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012.
ABSTRACT
Introduction: Every teenager will experience the transition into adulthood through a variety of ways, one of which is in his education as when they enter the world of lectures in which major changes occurred in a person's life from a senior in high school to be a freshman in college. Dance/Movement Therapy is an alternative therapy to deal with cases of stress in teenagers which invite a teenager, whether male or female, to engage in a development experience the interaction of body, mind and soul.
Methods: The purpose of the research is knowing how effective Dance/Movement Therapy as one stress therapy. This type of experimental research used quasi experimental study. A total sample of this research is 61. Data research results are then processed with statistical tests t-dependent (paired t-test). Results: The average score of Hassles Assessment Scale for Sudent in College out of 61 respondents before and after therapy were 80.89 and 57.54. It is shown that there is a positive influence effect of Dance/Movement Therapy with decreased stress level, indicated by the value of p = 0.000(p<0.05).
Conclusion: It can be concluded that there is positive influence of Dance/ Movement Therapy with decreased stress levels of students matriculation PMB FK USU 2012.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama beberapa tahun belakangan ini, ada sebuah pengakuan bertahap mengenai pentingnya hubungan antara tubuh dan jiwa dan bagaimana hal itu mempengaruhi sifat-sifat manusia secara fisik, psikis dan sosial (Chaiklin, 2009). Menurut Chaiklin (2009), sebuah pemahaman mengenai bagaimana suatu keadaan sakit, baik fisik dan psikis, yang dipengaruhi oleh emosi telah dikembangkan. Pernyataan itu didukung oleh Goodill (2005) dan National Center for Complementary and Alternative Medicine (NCCAM) dengan mendefinisikan lima kategori terapi, yaitu :
1. Sistem medis alternatif 2. Terapi berbasis biologis 3. Terapi energi
4. Metode berbasis manipulasi dan tubuh 5. Intervensi tubuh dan pikiran
Seperti yang telah diungkapkan pada butir di atas, Dance Movement Therapy (DMT) berkembang dari pemahaman perlunya terapi yang mengintervensi tubuh dan pikiran. Menariknya, asal mula DMT ini berhubungan erat dengan perubahan dalam bentuk seni tari yang dimulai sejak akhir abad ke-19 (Chaiklin, 2009). DMT mempunyai suatu butir filosofi yang unik. DMT memandang tarian sebagai terapi alamiah yang melibatkan komponen seperti fisik, emosional dan spiritual (Chaiklin, 2009). DMT sebagai salah satu terapi alternatif tubuh dan pikiran menyediakan intervensi reduksi stres (Goodill, 2005).
Seyle (1978) menyatakan bahwa stres bukanlah perubahan kondisi fisiologis yang sama dan spesifik akibat pengalaman dari stres, tetapi stres ialah intensitas yang dibutuhkan oleh seseorang untuk menyesuaikan diri dengan relevan dan tidak memperdulikan apakah stres itu bersifat menyenangkan (eustress) atau tidak menyenangkan (distress).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237.641.326 jiwa dan sekitar 20% atau 41 juta jiwa diantaranya adalah remaja.
Menurut Payne (2006), remaja adalah suatu transisi seseorang manusia dari masa anak-anak, dimana ia masih dilindungi menuju ke masa dewasa dimana dia sudah bebas sepenuhnya dalam menjalani hidup sehingga masa remaja dianggap sebagai sebuah kondisi yang mengkhawatirkan bagi seorang manusia untuk mengalami stres yang bisa berdampak bagi segi fisik dan psikisnya.
DMT ialah sebuah strategi alternatif untuk menangani kasus stres pada remaja. DMT mengajak seorang remaja, baik laki-laki ataupun perempuan, untuk terlibat dalam suatu pengalaman pembangunan intekasi yang bertujuan mendefinisikan arti diri sendiri (Payne, 2006). Sedangkan Dunnel (1982) memberitakan DMT berhasil mengurangi kekerasan dan perilaku seks bebas di Inggris dan meningkatkan interaksi sosial dan perhatian antar sesama remaja di sana.
1.2 Rumusan Masalah
Uraian ringkas dalam latar belakang masalah di atas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian yaitu bagaimanakah efektifitas Dance Movement Therapy terhadap penurunan tingkat stres mahasiswa matrikulasi Penyambutan Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (PMB FK USU) 2012 berdasarkan Hassles Assessment Scale for Student in College
(HASS/Col.).
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah agar mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012 dapat mengaplikasikan Dance Movement Therapy
sebagai salah satu terapi penurunan tingkat stres yang dapat dilakukan sewaktu mereka mengalami keadaan stres.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa efektif Dance Movement Therapy sebagai salah satu terapi penurunan stress berdasarkan skala HASS/Col.
2. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres pada mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012 sebelum mendapatkan Dance Movement Therapy
berdasarkan skala HASS/Col.
3. Untuk mengetahui gambaran tingkat stres pada mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012 setelah mendapatkan Dance Movement Therapy
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Subjek Penelitian
Bagi subjek penelitian diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mereka mengenai Dance Movement Therapy sebagai alternatif terapi untuk menurunkan tingkat stres yang mereka alami setiap harinya.
2. Masyarakat
Bagi masyarakat diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi informasi pada masyarakat tentang sejauh mana Dance Movement Therapy dapat menurunkan tingkat stres pada remaja.
3. Peneliti
Bagi peneliti diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pemahaman peneliti mengenai efektifitas Dance Movement Therapy
terhadap penurunan tingkat stres pada mahasiswa baru berdasarkan skala HASS/Col. sebagai penerapan secara langsung teori pembuatan karya tulis ilmiah sesuai teori yang diajarkan sewaktu kuliah serta sebagai syarat untuk mendapat gelar sarjana kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Institusi Pendidikan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tarian
Menurut Ross (2007), tarian ialah suatu fenomena yang kompleks dan indah. Bagian yang indah dari tarian ialah ketika menari, sang penari tidak terlalu memperhatikan elemen dan detail dari tarian tetapi lebih merasakan “kesempurnaan diri” di dalam tarian tersebut sehingga dia mampu memahami dan menginterpretasikan apa yang dialaminya dari tarian tersebut (Blasing, 2010). Sedangkan Landsdale (1994) menyatakan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan kepada Sang Pencipta. Menurut Wardhana (1990), seni tari memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1. Seni tari sebagai sarana upacara.
Tari dapat digunakan sebagai sarana upacara. Jenis tari ini banyak jenisnya, seperti tari untuk upacara keagamaan dan upacara penting dalam kehidupan manusia.
2. Seni tari sebagai hiburan.
Tari sebagai hiburan harus bervariasi. Oleh karena itu, jenis ini menggunakan tema-tema yang sederhana, diiringi lagu yang enak dan mengasyikkan. Kostum dan tata panggungnya juga dipersiapkan dengan cara yang menarik.
3. Seni tari sebagai penyaluran terapi.
4. Seni tari sebagai media pendidikan.
Kegiatan tari dapat dijadikan media pendidikan, seperti mendidik anak untuk bersikap dewasa dan menghindari tingkah laku yang menyimpang. Nilai-nilai keindahan dan keluhuran pada seni tari dapat mengasah perasaan seseorang.
5. Seni tari sebagai media pergaulan.
Seni tari adalah kolektif, artinya penggarapan tari melibatkan beberapa orang. Oleh karena itu, kegiatan tari dapat berfungsi sebagai sarana pergaulan.
6. Seni tari sebagai media pertunjukkan.
Tari bukan hanya menjadi sarana upacara atau hiburan, tetapi tari juga bisa berfungsi sebagai pertunjukkan yang sengaja dipertontonkan. Tari yang dipentaskan lebih menitikberatkan pada segi artistiknya dan penggarapan koreografi yang mengandung ide, interprestasi konsepsional yang memiliki tema dan tujuan.
7. Seni tari sebagai media katarsis.
Katarsis berarti pembersihan jiwa. Seni tari sebagai media media katarsis lebih mudah dilaksanakan oleh orang yang telah mencapai taraf atas dalam penghayatan seni.
2.2. Dance Movement Therapy
2.2.1. Definisi Dance Movement Therapy
Menurut Chaiklin (2009), tujuan umum dari DMT ini adalah, antara lain: 1. Meningkatkan integrasi dari kognitif, afektif dan pengalaman fisik
2. Meningkatkan kemampuan ekspresif 3. Meningkatkan kesadaran diri.
Penilaian dan teknik klinis keduanya canggih dan fleksibel, sehingga terapi disesuaikan dengan kebutuhan dari berbagai populasi. Dance Movement Therapy menekankan keselarasan dan koneksi antara verbal dan nonverbal dari cara berekspresi. Namun, penilaian dan terapi dapat dilanjutkan sepenuhnya di bidang nonverbal gerakan, sentuh, irama, dan interaksi spasial, sehingga pendekatan cocok dengan kebutuhan orang yang tidak dapat berpartisipasi dalam psikoterapi yang berorientasi dalam bentuk lisan (Chaiklin, 2009).
Menurut Payne (2006) definisi dari Dance Movement Therapy (DMT) yang diadopsi oleh The Association for Dance Movement Therapy (ADMT) dan
Standing Committee for Arts Therapies Professions (SCATP) mewujudkan dua prinsip mendasar:
2.2.2. Mekanisme Dance Movement Therapy
Menurut Chaiklin (2009), DMT dibagi atas dua model yang berfokus pada kapasitas kreativitas yang tiada akhir dan kualitas estetik dari tubuh yang bergerak sebagai suatu fundamental yang unik dan spesifik untuk proses terapi, yaitu :
1. The Intra-Actional System
Sistem ini berhubungan dengan individu dan persepsi tubuh dan dirinya (spesifiknya, sikap tubuh dan konsep diri sendiri).
2. Interactional System
Sistem ini lebih mengarah pada individu dan kapasitas mereka yang berhubungan dengan dunia sebagai mahluk sosial (spesifiknya, komunikasi dan dinamika interpersonal).
Sumber : Chaiklin (2009)
2.2.3 Program Dance Movement Therapy
Adapun program DMT ini terdiri dari 12 sesi, yaitu 6 sesi asosiasi bebas dan 6 sesi tari terstruktur. Remaja berpartisipasi 6 kali seminggu satu sesi per hari. Empat puluh lima menit pertama setiap sesi adalah sesi tari terstruktur berupa pop dance yang dikoreograferi oleh instruktur tari yang profesional. Peneliti, yang juga fasilitator gerakan tari dan program intervensi, dapat menerima pelatihan dari instruktur tari untuk memfasilitasi sesi tari terstruktur.
Kaban (2003) menyatakan bahwa kebutuhan anak-anak atau remaja yang akan berpartisipasi dalam tarian dan gerakan intervensi program akan terus-menerus berubah sehingga program intervensi tiap sesi DMT harus fleksibel. Oleh karena itu, walaupun setiap sesi memiliki tema tertentu dan setiap sesi terdiri dari aspek-aspek tertentu, peneliti/fasilitator harus fleksibel dan siap untuk menyesuaikan sesi untuk kebutuhan remaja. Untuk meningkatkan partisipasi kelompok dan eksplorasi tema tertentu, beberapa aspek tertentu dari setiap sesi harus terstruktur dan sebagian lagi lebih fleksibel.
Aspek yang terstruktur dari setiap sesi ditujukan untuk menciptakan rutinitas selama periode dua minggu, yang mana memberikan rasa stabilitas, kontrol dan konsistensi pada para peserta. Peneliti/fasilitator memilih untuk mengimplementasikan program intervensi dalam format grup untuk meningkatkan hubungan interpersonal serta keterampilan sosial peserta dan memberikan kesempatan pada para peserta untuk mendukung satu sama lain. (Kaban, 2003).
1. Sesi Asosiasi Bebas
Sesi pemanasan dan pendinginan ini dilakukan karena penelitian sebelumnya telah membuktikan hal tersebut sangat efektif dalam mendukung program DMT (Carter, 2004; Kaban 2003 ; Jeppe, 2006).
Sesi pertama setiap hari ialah ekspresi emosional yang kreatif dan sesi kedua, gerakan tari terstruktur. Pada sesi pertama setiap harinya, sesi pemanasan dan pendinginan masing-masing dilakukan selama 7 menit yang terdiri dari peregangan dan latihan untuk meningkatkan relaksasi serta pernafasan peserta . Relaksasi tidak hanya menyebabkan pengurangan tingkat stres tetapi juga mempengaruhi respon endokrin seseorang sehingga sistem saraf otonomnya lebih stabil. (Choi et al., 2008).
Pada sesi kedua, sesi pemanasan dilakukan selama sepuluh menit dan pendinginan lima menit lama. Bagian ini termasuk peregangan dan latihan pernapasan.
Tabel 2.1 : Sesi Free Association Dance and Movement (Merwe, 2010)
Sesi Tema Aktivitas
1 Attachment Introduction Mirroring exercise
2 Relationships Mirroring exercise
3 Feelings Exploration of emotion Jumping exercise
4 Control and Helplessness Personal space activity Body control activity
Improvisation exercise
5 Grief, loss and rejection Exploration of negative emotion
6 Fears, hopes and dreams Exploration of positive emotion
Tema dalam dua sesi awal, attachment and relationships, ditujukan untuk membangun hubungan dan rasa nyaman dalam kelompok. Dua sesi ini berfokus pada pembangunan hubungan, kepercayaan dan rapor.(Gibson et al. 2002).
Tema pada sesi ketiga adalah feeling. Ini adalah tema yang relatif luas di mana emosi positif dan negatif dieksplorasi. Hal ini memungkinkan para peserta lebih banyak waktu untuk merasa nyaman ketika membahas tema ini. (Gibson et al. 2002)
Sesi keempat dan kelima adalah dua tema secara emosional paling sulit,
control and helplessness, dieksplorasi. Sesi terakhir memiliki tema lebih positif yaitu, fears, hopes and dreams. (Gibson et al. 2002)
Latihan khusus yang terkait dengan setiap tema sekarang akan dibahas:
Sesi pertama, dengan tema attachment, adalah sesi pendahuluan dan selama sesi ini dihabiskan peserta dan peneliti/fasilitator untuk mengenal satu sama lain. Selama sesi ini, peneliti/fasilitator menjelaskan prosedur yang akan dijalani para peserta dan memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya.
Latihan mirroring dilakukan pada tema awal ini. Mirroring adalah tari konstruktif dengan gerakan yang mengikuti gerakan kelompok lain (Kaban, 2003). Mirroring meningkatkan pengembangan attachment dan pembangunan kepercayaan (Kaban, 2003).
Pada awal pelaksanaan, peneliti/fasilitator melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu dan mendorong seluruh kelompok untuk mengikutinya. Lalu kelompok dibagi menjadi pasangan dan melakukan mirroring bergiliran untuk melaksanakan gerakan. Selama latihan ini, peserta didorong untuk tidak berbicara agar fokus pada gerakan pasangannya. Untuk memotivasi remaja untuk terus bergerak, peneliti/fasilitator terus mengubah musik, irama dan gerakannya sehingga para peserta mengikutinya. (Kaban, 2003).
Tema sesi kedua ialah relationship, latihan mirroring ini sekali lagi dilakukan. Peserta saling berpasangan di mana salah satu peserta diminta untuk bergerak dan peserta pasangannya mengikuti pergerakan tersebut sambil diiringi musik. Pada saat musik berhenti secara acak, peserta harus berhenti dan bertukar posisi. Pada saat musik mulai lagi, peserta melakukan mirroring kembali. (Payne, 2006).
Tema sesi berikutnya adalah feeling. Pertama, seorang peserta mengambil kertas yang berisi tulisan emosi yang berbeda dari topi secara acak dan peserta tersebut menggambarkan emosi yang tertulis ke grupnya menggunakan gerakan dan tari. Teman sekelompoknya harus menebak emosi apa yang digambarkan. Setelah sesi ini selesai, peserta ditanya mengenai emosi apa yang mereka sulit gambarkan pada teman sekelompoknya. (Payne, 2006)
Pada sesi keempat dengan tema, control and helplessness. Para peserta harus mengulurkan tangan dan kakinya dan bergerak di sekitar kamar khayalannya, menjelajahi ruang pribadi mereka dan ruang pribadi orang lain (Kaban, 2003).
Pada akhir sesi mereka diizinkan untuk menggunakan musik, menyanyi, berbicara untuk menggambarkan harapan mereka. (Kaban, 2003)
2. Sesi Gerakan terstuktur
Sesi gerakan terstruktur ini bermanfaat untuk pemahaman para peserta mengenai tema dari tarian setiap sesi. Waktu yang dibutuhkan untuk tiap sesi tarian yang terstruktur ini adalah tiga puluh menit. Berdasarkan pertimbangan usia peserta maka sesi tari terstruktur ini adalah pop dance. (Kaban, 2003)
Waktu untuk rutinitas pop dance adalah satu setengah menit. Peneliti/fasilitator menekankan bahwa tidak penting bagi para peserta untuk melakukan gerakan dengan sempurna melainkan meminta mereka menikmati setiap gerakan yang mereka lakukan. (Kaban, 2003)
2.3. Stres
2.3.1. Definisi Stres
Menurut American Institute of Stress (2010), tidak ada definisi yang pasti untuk stres karena setiap individu akan memiliki reaksi yang berbeda terhadap stres yang sama. Stres bagi seorang individu belum tentu stres bagi individu yang lain. Adapun pendapat beberapa ahli dan institusi mengenai stres, seperti :
1. Menurut Hans Seyle (1978) menyatakan bahwa stres bukanlah perubahan kondisi fisiologis yang sama dan spesifik akibat pengalaman dari stres, tetapi stres ialah intensitas yang dibutuhkan oleh seseorang untuk menyesuaikan diri dengan relevan dan tidak memperdulikan apakah stres itu bersifat menyenangkan (eustress) atau tidak menyenangkan (distress). 2. Menurut National Association of School Psychologist (1998), stres
3. Menurut Menurut Lazarus (1999) bahwa stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya.
4. Menurut Feldman (2007), stres adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada tingkat fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku.
5. Menurut Taylor (2009) bahwa stres merupakan suatu pengalaman emosional negatif yang disertai dengan perubahan biokimia, fisiologi, kognitif dan perilaku yang dapat diramalkan di mana diarahkan baik terhadap usaha untuk mengubah kejadian stres ataupun mengakomodasikan efek dari stres tersebut.
6. Menurut Sarafino (2011), stres merupakan keadaan psikologis yang timbul jika ada ketidakseimbangan antara persepsi individu mengenai tuntutan yang harus dihadapi dibandingkan dengan kemampuan mereka untuk mengatasi tuntutan tersebut.
2.3.2. Penggolongan Stres
Menurut Selye (1978) dalam Rice (1998), stres dibagi menjadi dua golongan. Penggolongan ini didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya :
a) Distress (Stres Negatif)
b) Eustress (Stres Positif)
Selye menyebutkan bahwa eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performansi individu.
Eustress juga dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu.
2.3.3. Klasifikasi Stres
Berdasarkan etiologinya, Rice (1998) mengklasifikasikan stres atas beberapa bagian, yaitu :
1. Stres Kepribadian (Personality Stress).
Stres kepribadian adalah stres yang dipicu oleh masalah dari dalam diri seseorang. Berhubungan dengan cara pandang pada masalah dan kepercayaan atas dirinya. Orang yang selalu bersikap positif akan memiliki risiko yang kecil terkena stres keperibadian.
2. Stres Psikososial (Psychosocial Stress).
Stres psikososial adalah stres yang dipicu oleh hubungan dengan orang lain di sekitarnya ataupun akibat situasi sosialnya. Contohnya stres ketika mengadaptasi lingkungan baru, masalah keluarga, stres macet di jalan raya dan lain-lain.
3. Stres Bio-ekologi (Bio-Ecological Stress).
Stres bio-ekologi adalah stres yang dipicu oleh dua hal. Hal yang pertama adalah ekologi atau lingkungan seperti polusi serta cuaca. Sedangkan hal yang kedua adalah kondisi biologis seperti menstruasi, demam, asma, jerawatan, dan lain-lain.
4. Stres Pekerjaan (Job Stress).
5. Stres mahasiswa (Student stress).
Stres mahasiswa itu dipicu oleh dunia perkuliahan. Sewaktu perkuliahan terdapat tiga kelompok stresor yaitu stresor dari segi personal dan sosial, gaya hidup dan budaya, serta stresor yang dicetuskan oleh faktor akademis kuliah itu sendiri.
2.3.4. Stresor
Menurut Lazarus & Folkman (Lazarus, 1999), kondisi fisik, lingkungan dan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stres disebut dengan stressor. Istilah stresor diperkenalkan pertama kali oleh Seyle (Rice, 1998). Stresor dapat berwujud, seperti polusi udara dan dapat juga berkaitan dengan lingkungan sosial, seperti interaksi sosial. Pikiran ataupun perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai suatu ancaman baik yang nyata maupun imajinasi dapat juga menjadi stressor (Rice, 1998).
Lazarus & Cohen (Lazarus, 1999) mengklasifikasikan stresor ke dalam tiga kategori, yaitu :
1. Peristiwa Dahsyat(Cataclysmic events)
Fenomena besar atau tiba-tiba terjadi, kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi banyak orang, seperti bencana alam.
2. Stresor Pribadi (Personal stressors)
Kejadian-kejadian penting yang mempengaruhi sedikit orang atau sejumlah orang tertentu, seperti krisis keluarga.
3. Stresor Dasar (Background stressors)
Pertikaian atau permasalahan yang biasa terjadi setiap hari, seperti masalah dalam pekerjaan dan rutinitas pekerjaan.
Ada beberapa jenis-jenis stresor psikologis (Rice, 1998), yaitu : 1. Tekanan
Tekanan sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki bentuk yang berbeda-beda pada tiap individu. Tekanan dalam kasus tertentu dapat menghabiskan sumber-sumber daya yang dimiliki dalam proses pencapaian sasarannya, bahkan bila berlebihan dapat mengarah pada perilaku maladaptive serta menimbulkan stres (Sarafino, 2011). Tekanan dapat berasal dari dua sumber, yaitu:
a. Sumber internal
Sumber tekanan yang berasal dari dalam diri seseorang, antara lain adalah konsep diri dan komitmen personal.
b. Sumber eksternal
Sumber tekanan eksternal banyak berkaitan dengan tekanan waktu, peran yang dijalani, juga berkaitan dengan tuntutan-tuntutan orang lain, misalnya, seorang siswa yang mengejar target agar lulus dalam ujian masuk perguruan tinggi favorit atau dapat berupa tuntutan orang tua.
2. Frustrasi
Frustrasi adalah situasi apa pun di mana individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Frustrasi dapat terjadi apabila usaha individu untuk mencapai sasaran tertentu mendapat hambatan atau hilangnya kesempatan dalam mendapatkan hasil yang diinginkan. Frustrasi dapat juga diartikan sebagai efek psikologis terhadap situasi yang mengancam, seperti misalnya timbul reaksi marah, penolakan maupun depresi (Santrock, 2010).
3. Konflik
tidak terpuaskan karena motif-motif itu saling berkaitan satu sama lain (Rice, 1998). Konflik berkaitan erat dengan konsep frustrasi. Psikologi menggunakan ‘pendekatan’ dan ‘penghindaran’ dalam usaha menghadapi konflik. Dalam hal ini, kita akan ‘mendekati’ sesuatu yang kita harapkan dan ‘menghindari’ sesuatu yang tidak kita harapkan. Menurut Miller (1959) dalam Sarafino (2011), ada empat jenis utama dari konflik yang meliputi ‘pendekatan’ dan ‘penghindaran’, yakni :
a. Konflik mendekat-mendekat(Approach-approach conflict)
Konflik ini terjadi pada saat seseorang diharuskan memilih dua alternatif yang sama-sama menarik tapi saling bertentangan serta ingin dipenuhi pada saat yang bersamaan. Misalnya, seseorang harus memilih diantara dua tawaran pekerjaan yang diberikan kepadanya, dimana kedua pekerjaan ini sama-sama baik, bergengsi dan dengan gaji yang cukup layak.
b. Konflik menghindar-menghindar (Avoidance-avoidance conflict) Konflik ini muncul pada saat seseorang terjebak dalam dua pilihan yang tidak diinginkan, namun pilihan harus tetap ditentukan. Misalnya, seorang remaja yang harus memilih presentasi di depan kelas atau tidak datang dan mendapat nilai nol.
c. Konflik mendekat-menghindar(Approach-avoidance conflict) Konflik ini terjadi apabila seseorang menerima suatu tujuan yang positif yang juga akan menghasilkan satu akibat yang negatif. Misalnya, seorang siswa SMA yang akan melanjut ke perguruan tinggi yang terletak di luar kota, tapi harus meninggalkan keluarganya.
d. Berbagai konflik mendekat-menghindar (Multiple approach-avoidance conflict)
beberapa pemain dalam tim itu tidak kamu sukai. Atau masuk ke tim basket yang tidak terkenal, sering melakukan permainan yang memalukan, tetapi pelatih dan pemain timnya kamu sukai.
2.3.5. Fisiologi Stres
Sistem stres manusia terdiri dari hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis dan sistem saraf simpatik (Tsatsoulis et al. 2006). Kedua sistem ini bekerja secara koordinasi untuk memberi respon "fight or flight" terhadap anggapan ancaman. Respon tersebut dapat mengajukan peningkatan tekanan arteri, perpindahan darah dari viseral ke otot aktif dan otak, peningkatan kadar metabolisme selular, peningkatan glikolisis, peningkatan kekuatan otot, peningkatan aktivasi mental dan peningkatan kadar koagulasi darah (Guyton, 2006). Tubuh manusia memberi respon-respon tersebut karena terjadinya pembebasan neurotransmiter dan hormon-hormon yang khusus. HPA axis
bertanggung jawab untuk mengaktivasi pelepasan glukokortikoid, di mana 95% dalam bentuk kortisol (juga dikenali sebagai hidrokortison) dari korteks adrenal (Guyton, 2006). Efek dari kortisol adalah mobilisasi protein dari otot dan asam lemak yang berasal dari sel adipose, peningkatan lemak di hepar, dan juga sebagai suatu respon anti-inflamasi (Guyton, 2006).
lelah, kelainan jantung, depresi dan gangguan mental emosional yang lain (Carruthers, 2006).
Sumber : Guyton et al. 2006 Gambar 2.3. Fisiologi Stres
2.3.6. Reaksi terhadap Stres
Menurut Sarafino (2011), reaksi seseorang terhadap stres yang dihadapinya dipengaruhi dua aspek, yaitu :
1. Aspek Biologis
Walter Canon (Sarafino, 2011) memberikan deskripsi mengenai bagaimana reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia menyebut reaksi tersebut sebagai fight-or-flight response karena respon fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau menghindari situasi yang mengancam tersebut.
menerus muncul. Lalu ia mengemukakan istilah General Adaptation Syndrome (GAS), yang terdiri dari rangkaian tahapan reaksi fisiologis terhadap stresor, yakni :
a. Alarm Reaction
Tahapan pertama ini mirip dengan fight-or-flight response. Pada tahap ini arousal yang terjadi pada tubuh organisasi berada di bawah normal yang untuk selanjutnya meningkat di atas normal. Pada akhir tahapan ini, tubuh melindungi organisme terhadap stresor. Tetapi tubuh tidak dapat mempertahankan intensitas arousal dari alarm reaction dalam waktu yang sangat lama.
b. Stage of Resistance
Arousal masih tinggi, tubuh masih terus bertahan untuk melawan dan beradaptasi dengan stresor. Respoon fisiologis menurun, tetapi masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal.
c. Stage of Exhaustion
Respon fisiologis masih terus berlangsung. Hal ini dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan menguras energi tubuh sehingga terjadi kelelahan pada tubuh. Stresor yang terus terjadi akan mengakibatkan penyakit dan kerusakan fisiologis dan dapat menyebabkan kematian.
2. Aspek Psikologis
Reaksi psikologis terhadap stres dapat meliputi : a. Kognisi
Stres dapat melemahkan ingatan dan perhatian dalam aktivitas kognitif (Sarafino, 2011). Stresor berupa kebisingan dapat menyebabkan defisit kognitif pada anak-anak (Sarafino,2011).
b. Emosi
phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan rasa marah (Lazarus, 1999).
c. Perilaku sosial
Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain (Sarafino, 2011). Individu dapat berperilaku menjadi positif maupun negatif.
2.3.7. Penanggulangan Stres
Setiap individu memberi respon yang berbeda terhadap stres. Penanggulangan stres merupakan pikiran dan perilaku yang dibutuhkan untuk mengelola permintaan secara internal dan eksternal yang ditafsirkan sebagai stres (Folkman & Moskowitz, 2004).
Hubungan antara penanggulangan stres dengan kejadian stres adalah suatu proses dinamik (Folkman & Moskovitz, 2004). Jadi, penanggulangan stres bukan aksi yang berlaku sekali saja tetapi merupakan peristiwa yang berlangsung dari waktu ke waktu di mana individu dengan lingkungan saling mempengaruhi. Kepribadian seseorang dapat berpengaruh terhadap cara bagaimana individu tersebut menanggulangi peristiwa yang stres. Karakteristik ini disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Terdapat empat tipe metode penanggulangan stres yaitu kognitif, emosional, perilaku dan fisik.
Tabel 2.2. Metode Penanggulangan Stres (Bernstein & Nash, 2006) Tipe metode Penjelasan
Kognitif Menganggap stresor sebagai tantangan dan mengelakkan dirinya dari perfeksionisme.
Emosional Mencari dukungan sosial dan mendapat nasehat dari yang lain. Perilaku Melaksanakan rencana manajemen waktu dan berusaha untuk
mengubah pola hidup untuk eliminasi stresor.
2.4. Remaja
2.4.1. Definisi Remaja
Masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. (Sadock & Sadock, 2007)
Sadock & Sadock (2007) membagi remaja menjadi tiga tahap, yaitu: 1. Remaja awal
Dari usia 12-14 tahun. Pada tahap ini, remaja mulai mengkritik kebiasaan-kebiasaan di keluarga, mempunyai kesadaran yang lebih tinggi terhadap penampilan, dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebaya.
2. Remaja pertengahan
Dari usia 14-16 tahun. Pada tahap ini, remaja berusaha untuk mencapai tujuan-tujuan mereka secara mandiri, perilaku seksual meningkat, bergaul dengan teman yang memiliki ketertarikan yang sama, sering terjadi konflik dengan orang tua menyangkut otonomi remaja.
3. Remaja lanjut
Dari usia 17-19 tahun. Pada tahap ini, minat remaja meningkat pada fungsi intelektual, prestasi akademik, berpartisipasi dalam aktivitas olahraga dan mengambil tanggung jawab dalam suatu kelompok sosial.
2.4.2. Karakteristik Masa Remaja
Menurut Sadock & Sadock (2007), ciri-ciri masa remaja antara lain : 1. Masa remaja sebagai periode penting
Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan itu memerlukan penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
2. Masa remaja sebagai perode peralihan
telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat. Perubahan fisik menurun sehingga perubahan sikap dan perilaku juga menurun.
4. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya masing-masing, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standard kelompok lebih penting daripada bersikap individualistis. Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri yang berbeda dengan orang lain.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri. 8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotype belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka beranggapan bahwa perilaku ini akan memberi citra yang mereka inginkan.
2.4.3. Penyebab stres pada remaja
Menurut Sadock & Sadock (2007) ada empat faktor yang dapat membuat remaja menjadi stres, yaitu penggunaan obat-obat terlarang, kenakalan remaja, pengaruh negatif, dan masalah akademis.
Menurut Walker (2002), ada tiga faktor yang dapat menyebabkan remaja menjadi stres, yaitu:
1. Faktor biologis, seperti sejarah depresi dan bunuh diri di dalam keluarga, penggunaaan alkohol dan obat-obatan di dalam keluarga, siksaan secara seksual dan fisik di dalam keluarga, penyakit yang serius yang diderita remaja atau anggota keluarga, sejarah keluarga atau individu dari kelainan psikiatri seperti skizofrenia, maniak depresif, gangguan perilaku dan kejahatan, kematian salah satu anggota keluarga, ketidakmampuan belajar atau ketidakmampuan mental atau fisik, perceraian orang tua, dan konflik dalam keluarga.
3. Faktor psikologis dan sosial, seperti kehilangan orang yang dicintai, seperti kematian teman atau anggota keluarga, putus cinta, kepindahan teman dekat atau keluarga, tidak dapat memenuhi harapan orang tua, seperti kegagalan dalam mencapai tujuan, tinggal kelas, dan penolakan sosial, tidak dapat menyelesaikan konflik dengan anggota keluarga, teman sebaya, guru, pelatih, yang dapat mengakibatkan kemarahan, frustrasi, dan penolakan, pengalaman yang dapat membuatnya merasa rendah diri dapat mengakibatkan remaja kehilangan harga diri atau penolakan, dan pengalaman buruk seperti hamil atau masalah keuangan.
Sedangkan menurut Needlmen (2004), beberapa sumber stres yang dialami remaja, yaitu :
1. Stres Biologis(Biological Stress)
Tubuh remaja berubah secara cepat, remaja merasa bahwa semua orang melihat dirinya. Jerawat juga dapat membuat remaja stres, terutama bagi mereka yang mempunyai pikiran sempit tentang kecantikan yang ideal. Saat yang sama, remaja menjadi sibuk di sekolah sehingga dapat membuat remaja kekurangan tidur.
2. Stres Keluarga(Family Stress)
Salah satu sumber stres utama pada remaja adalah hubungannya dengan orang tua, karena remaja merasa bahwa mereka ingin mandiri dan bebas, tetapi di lain pihak mereka juga ingin diperhatikan.
3. Stres di sekolah (School Stress)
Tekanan dalam masalah akademis cenderung tinggi pada dua tahun terakhir di sekolah, keinginan untuk mendapat nilai tinggi, atau keberhasilan dalam bidang olahraga, di mana remaja selalu berusaha untuk tidak gagal, ini semua dapat menyebabkan stres.
4. Stres pada teman sebaya (Peer Stress)
agar dapat diterima oleh teman-temannya, mereka melakukan hal-hal negatif, seperti merokok, minum alkohol, dan menggunakan obat terlarang.
5. Stres Sosial (Social Stress)
Remaja tidak mendapat tempat pada pergaulan orang dewasa, karena mereka tidak diberikan kebebasan mengungkapkan pendapat mereka, tidak boleh membeli alkohol secara legal.
Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1995), mahasiswa yang berada di masa remaja lanjut menghadapi berbagai kesulitan penyesuaian dan tidak semua mampu mengatasinya sendiri sehingga cenderung untuk mengalami stres.
Kesulitan penyesuaian tersebut berkisar pada:
1. Perbedaan sifat pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan Perguruan Tinggi (PT)
a. Kurikulum
Isi kurikulum PT biasanya lebih sedikit tetapi lebih mendalam. Jika kebetulan senang dengan bidang yang dipilih, kelanjutan dan kegairahan belajar akan lebih lancar. Sebaliknya jika tidak sesuai, kegairahan akan menurun, bahkan bisa menimbulkan gangguan pada kepribadian.
b. Disiplin
Di PT biasanya tidak sedisiplin di SLTA karena dianggap sudah lebih dewasa dan tanggung jawab diserahkan kepada mahasiswa yang bersangkutan. Hal ini mengubah cara belajar dan bisa menyebabkan kesulitan tersendiri.
c. Hubungan dosen mahasiswa
2. Hubungan sosial
Pada remaja lanjut, pola pergaulan sudah bergeser dari pola pergaulan yang homoseksual ke arah heteroseksual sehingga masalah pergaulan bisa menjadi masalah yang penting, baik mengenai percintaan, kesulitan penyesuaian diri, dan keterlibatan terhadap pengaruh kelompok pergaulan yang bisa bersifat negatif.
3. Masalah ekonomi
Sekalipun mahasiswa sudah bisa melepaskan diri dari ketergantungan psikis, ketergantungan ekonomi masih ada karena pada umumnya belum berpenghasilan. Kelonggaran untuk mempergunakan uang tidak sebebas menetukan tingkah laku dan sikap.
4. Pemilihan jurusan
2.5. Hassles Assessment Scale for Student in College (HASS/Col)
Stres merupakan suatu konsep yang sulit diartikan bahkan lebih sulit untuk menilainya. Meskipun demikian, berdasarkan bukti yang ada, stres memiliki hubungan yang moderat dengan kesehatan dan merupakan salah satu dari banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit (Sarafino, 2011).
HASS/Col adalah suatu skala yang terdiri dari kejadian umum yang tidak menyenangkan bagi para mahasiswa (Sarafino, 2011).
Setiap kejadian tersebut diukur berdasarkan frekuensi terjadinya dalam satu bulan, dalam bentuk skala sebagai berikut:
1. Tidak pernah diberi skor 0 2. Sangat jarang diberi skor 1 3. Beberapa kali diberi skor 2 4. Sering diberi skor 3
5. Sangat sering diberi skor 4 6. Hampir setiap saat diberi skor 5
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konseptual adalah diagram yang menampilkan keterkaitan antara variabel independen dan variabel dependen yang diteliti (Mukhtar, 2011). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Dance Movement Therapy dan variabel dependen adalah penurunan stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Dance Movement Therapy terhadap penurunan stres. Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional 3.2.1 Variabel Independen
Dance Movement Therapy terdiri dari : 1. Efektifitas Dance Movement Therapy
a. Definisi operasional : Efektifitas Dance Movement Therapy adalah seberapa efektitas psikoterapi menggunakan gerakan sebagai proses yang lebih lanjut dari emosional, kognitif, integrasi sosial dan fisik individu
3.2.2 Variabel Dependen
Penurunan stres, terdiri dari : 1. Tingkat stres
a. Definisi operasional : tingkat stres adalah tingkatan dari suatu pengalaman emosional negatif yang tidak spesifik terhadap stresor mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisiologis dan psikologis pada seseorang.
b. Cara pengukuran dengan menggunakan Hassles Assessment Scale for Student in College (HASS/Col) pada kuesioner. HASS/Col adalah suatu skala yang terdiri dari kejadian umum yang tidak menyenangkan bagi para mahasiswa, terdiri atas 54 pertanyaan yang akan diisi oleh rersponden (Sarafino, 2011). Setiap kejadian tersebut diukur berdasarkan frekuensi terjadinya dalam satu bulan, dalam bentuk skala sebagai berikut:
i. Tidak pernah diberi skor 0 ii. Sangat jarang diberi skor 1 iii. Beberapa kali diberi skor 2 iv. Sering diberi skor 3
v. Sangat sering diberi skor 4 vi. Hampir setiap saat diberi skor 5
c. Alat ukur adalah kuesioner HASS/Col dengan 54 pertanyaan. d. Hasil pengukuran yang diperoleh berupa total skor penilaian dari
kuesioner HASS/Col diakumulasikan, kemudian disesuaikan dengan tingkatan stres sebagai berikut :
i. Stres lebih rendah jika total skor < 75 ii. Stres menengah jika total skor 75-135 iii. Stres lebih tinggi jika total skor > 135
3.3. Hipotesis
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental dengan menggunakan jenis studi eksperimental kuasi (quasi experimental-within group design).
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober tahun 2012.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi target adalah seluruh mahasiswa matrikulasi Penyambutan Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun 2012.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah subyek yang diambil dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah :
1. Kriteria Inklusi
a. Mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012 yang telah terdaftar namanya di absen pada saat acara matrikulasi PMB FK USU 2012 berlangsung.
2. Kriteria Eksklusi
a. Sampel pernah mengikuti acara yang serupa, baik di Fakultas Kedokteran maupun di Fakultas yang bukan kedokteran.
b. Sampel pernah mengalami gangguan mental dan kejiwaan.
c. Sampel mengalami penyakit yang menyebabkan dirinya tidak dapat melakukan aktivitas sedang dan berat, seperti : penyakit jantung, penyakit pada saluran pernafasan, penyakit pada bagian ekstremitas, dan sebagainya.
d. Kuesioner yang diisi tidak lengkap.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling
dimana semua sampel yang didapat dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi (Wahyuni, 2008). Adapun jumlah sampel yang diperlukan dihitung berdasarkan rumus Sastroamoro (2008) di bawah ini:
dimana :
n = besar sampel minimum
Z1-α /2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada a tertentu Z1-β = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada b tertentu Po = proporsi di populasi
Pa = perkiraan proporsi di populasi
Pa-Po = perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi
Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α sebesar 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga untuk uji hipotesis satu arah diperoleh nilai sebesar 1,645. Nilai β yang digunakan adalah 0,05 atau dengan kata lain besarnya kekuatan (power) dalam penelitian ini adalah 80%, sehingga diperoleh nilai sebesar 0,842.
sehingga nilai Pa adalah 0,7. Maka dengan menggunakan rumus di atas, besarnya sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: :
n =
n = 30,20
Dengan demikian besar sampel minimal yang diperlukan adalah 30,20 orang, dibulatkan menjadi 31 orang. Pada penelitian ini sampel yang diambil berjumlah 31 orang.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan berbentuk pre and post test. Individu atau sampel yang jadi kelompok kontrol dan eksperimental adalah sama, kemudian diberi intervensi (terapi) dan tanpa terapi (kontrol) secara bergantian dan berulang-ulang ini disebut juga time series design (Mukhtar, 2011).
Pengukuran efek dilakukan dengan memberikan kuesioner HASS/Col
kepada setiap mahasiswa. Setiap kejadian yang terdapat dalam kuesioner diukur
berdasarkan frekuensi terjadinya dalam satu bulan, dalam bentuk skala sebagai
berikut:
1. Tidak pernah diberi skor 0 2. Sangat jarang diberi skor 1 3. Beberapa kali diberi skor 2 4. Sering diberi skor 3 5. Sangat sering diberi skor 4 6. Hampir setiap saat diberi skor 5
{
1,645 + 0,842}
2Kemudian semua penilaian diakumulasikan dan disesuaikan dengan tingkatan stres sebagai berikut:
1. Stres lebih sedikit, jika total skor <75 2. Stres rata-rata , jika total skor 75-135 3. Stres lebih banyak, jika total skor > 135
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kuesioner
2. Alat tulis 3. Audio
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi dengan secara validity of content oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa butir-butir kuesioner Hassles Assessment Scale for Student in College (HASS/Col) dengan koefisien alfa Cronbach sebesar 0,82 pada analisis pre dan post test telah valid dan dapat digunakan dalam penelitian ini. (Ho, 2005)
4.5 Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan metode SPSS. Data yang dikumpulkan ditabulasi dalam bentuk distribusi frekuensi. Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu (Wahyuni, 2008) yaitu :
1. Editing
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.
2. Coding
3. Entri
Data dibersihkan kemudian dimasukkan ke program komputer menggunakan program SPSS.
4. Cleaning data
Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.
5. Saving
Penyimpanan data untuk siap dianalisa.
4.5.2 Analisis Data 1. Analisis univariat
Analisis data univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari seluruh variabel penelitian. Penyajian akan didistribusikan dalam bentuk tekstual dan table
2. Analisis bivariat
Analisis data bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Efektifitas Dance Movement Therapy terhadap penurunan tingkat stres pada mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012 yang dianalisis menggunakan paired T-test (uji dua kelompok dependen), jika datanya tidak berdistribusi normal dapat dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon sedangkan untuk mengetahui perbedaan tingkat stres pada mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012 antara sebelum dan sesudah diberikan Dance Movement Therapy di uji dengan menggunakan uji satistik independent t-test, jika datanya tidak berdistribusi normal dapat dilakukan dengan uji Mann Whitney.
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di ruang kelas A1/B1 semester V-VI Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), Medan. Ruang kelas A1/B1 semester V-VI Fakultas Kedokteran USU memiliki fasilitas yang memadai untuk melakukan penelitian, seperti ruangan kelas yang dilengkapi alat pengeras suara/mic untuk berbicara dengan benar, proyektor untuk pemvisualisasian gerakan DMT, pendingin ruangan untuk kenyamanan peserta sampel penelitian. Penelitian dilaksanakan di ruang kelas A1/B1 semester V-VI Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang terletak di lantai 1 gedung kuliah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Gedung kuliah Fakultas Kedokteran USU terletak di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Jl. Dr. Mansyur No.5 Kampus USU Medan dengan batas wilayah:
Batas Utara : Jalan dr. Mansyur, Padang Bulan Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Batas Timur : Jalan Universitas
Batas Barat : Fakultas Psikologi USU
5.1.2. Karakteristik Responden
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012. Dari 72 mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012 seluruhnya mengikuti sesi
Berdasarkan umur, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut : Tabel 5.1. Distribusi Umur Responden
Nomor Umur Frekuensi
(Orang)
Persentase (%)
1 15 Tahun 1 1.6
2 16 Tahun 3 4.9
3 17 Tahun 25 41.0
4 18 Tahun 32 52.5
Total 61 100
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa penelitian ini diikuti oleh mahasiswa matrikulasi yang berumur 15-18 tahun. Seperti yang terlihat pada tabel diatas, responden umur 18 tahun memiliki frekuensi dan persentase terbesar yaitu 32 orang dengan 52,5%, kemudian diikuti oleh umur 17 tahun yaitu 25 orang (41%).
Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut ini :
Tabel 5.2. Distribusi Jenis Kelamin Responden Nomor Jenis Kelamin Frekuensi
(Orang)
Persentase (%)
1 Laki-Laki 21 34.4
2 Perempuan 40 65.6
Total 61 100
Berdasarkan suku, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut : Tabel 5.3. Distribusi Suku Responden
Nomor Suku Frekuensi
(Orang)
Dari tabel diatas dapat dilihat sebagian besar responden adalah suku batak yaitu sebanyak 33 orang (54,1%).
Berdasarkan alasan masuk Fakultas Kedokteran, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut ini:
Tabel 5.4. Distribusi Alasan Responden Masuk Fakultas Kedokteran
Berdasarkan tempat tinggal, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut ini:
Tabel 5.5. Distribusi Tempat Tinggal Responden Nomor Tempat Tinggal Frekuensi
(Orang)
Berdasarkan tabel diatas, responden yang tinggal serumah dengan orang tua lebih banyak dari pada tinggal sendiri (kos). Responden yang tinggal serumah dengan orang tua yaitu sebanyak 39 orang (63,9%).
5.1.3. Distribusi Subjek Penelitian Sebelum dan Sesudah Terapi Berdasarkan Hassles Assessment Scale for Student in College (HASS/Col)
Dilakukan pengukuran tingkat stres dengan skala Hassles Assessment Scale for Student in College(HASS/Col) sebelum dan sesudah terapi untuk mengetahui tingkat stres subjek penelitian. Selanjutnya dilakukan pengukuran efektivitas DMT terhadap tingkat stres subjek penelitian. Kemudian didapatkan tingkat stres sebelum dan sesudah terapi sebagai berikut:
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Responden Sebelum Terapi
Tabel 5.6. menunjukkan bahwa mahasiswa matrikulasi PMB FK USU 2012 sebelum dilakukan DMT tingkat stres low (rendah) adalah tiga puluh orang (49,2%), tingkat stres moderate (sedang) adalah dua puluh sembilan orang (47,5%), tingkat stres high (tinggi) adalah dua orang (3,3%).
Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Tingkat Stres Responden Sesudah Terapi
Nomor Penggolongan Tingkat Stres HASS/COL
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
1 Low 43 70.5
2 Moderate 16 26.2
3 High 2 3.3
Jumlah 61 100.0
Tabel 5.7. menunjukkan bahwa mahasiswa matrikulasi PMB FK USU
2012 sesudah dilakukan DMT tingkat stres low (rendah) adalah empat puluh tiga
orang (70,2%), tingkat stres moderate (sedang) adalah enam belas orang (26,2%),
tingkat stres high (tinggi) adalah dua orang (3,3%).
5.1.4. Hasil Analisis Data
Tabel 5.8. Uji T-Dependen Berdasarkan Kriteria Usia 16 Tahun
Mean N SD
Pre-test 84.00 3 30.789
Post-test 64.33 3 46.263
Mean SD T Sig. (2 Tailed)
Tabel 5.9. Uji T-Dependen Berdasarkan Kriteria Usia 17 Tahun
Mean N SD
Pre-test 84.20 25 23.106
Post-test 57.08 25 35.322
Mean SD T Sig. (2 Tailed)
Pre-test - Post-test 27.120 24.720 5.485 0.000
Tabel 5.10. Uji T-Dependen Berdasarkan Kriteria Usia 18 Tahun
Mean N SD
Pre-test 78.28 32 31.008
Post-test 56.56 32 36.180
Mean SD T Sig. (2 Tailed)
Pre-test - Post-test 21.718 23.834 5.155 0.000
Tabel 5.11. Uji T-Dependen Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-Laki
Mean N SD
Pre-test 85.28 21 35.105
Post-test 62.71 21 37.042
Mean SD T Sig. (2 Tailed)
Pre-test - Post-test 22.571 22.564 4.584 0.000
Tabel 5.12. Uji T-Dependen Berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan
Mean N SD
Pre-test 78.57 40 22.559
Post-test 54.82 40 34.782
Mean SD T Sig. (2 Tailed)
Pre-test - Post-test 23.750 25.057 5.995 0.000
Tabel 5.13. Uji T-Dependen Berdasarkan Distribusi Suku Jawa
Mean N SD
Pre-test 83.50 8 34.467
Post-test 50.75 8 24.685
Mean SD T Sig. (2 Tailed)
Pre-test - Post-test 32.750 21.894 4.231 0.004
Tabel 5.14 . Uji T-Dependen Berdasarkan Distribusi Suku Batak
Mean N SD
Pre-test 82.36 33 28.769
Post-test 60.00 33 39.261
Mean SD T Sig. (2 Tailed)
Pre-test - Post-test 22.363 24.987 5.141 0.000
Tabel 5.15. Uji T-Dependen Berdasarkan Distribusi Suku Melayu
Mean N SD
Pre-test 78.33 3 38.279
Post-test 45.66 3 53.106
Mean SD T Sig. (2 Tailed)