• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman agama dan moralitas remaja pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 : studi kasus SMA Muhammadiyah 3 Jl.Limau I,II,III Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemahaman agama dan moralitas remaja pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 : studi kasus SMA Muhammadiyah 3 Jl.Limau I,II,III Jakarta Selatan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kian banyaknya remaja sebagai generasi mendatang yang belum mampu mengaktualkan nilai-nilai luhur dari sebuah agama menunjukan pemahaman yang belum berjalan, sebab ketika terjadi suatu pemahaman, seharusnya seseorang ataupun masa remaja mampu untuk menanggapi arti suatu materi, dapat berupa penjelasan atau membuat ringkasan tentang penjelasan sebab akibat.1 Dalam hal

ini ajaran agama sebagai objek, bahkan seharusnya juga merupakan kemampuan seseorang untuk dapat mempertahankan sesuatu yang dianggap benar.

Generasi muda merupakan konsep yang dibebani nilai-nilai, karena istilah ini berada dalam lapangan terminologi ilmiah, yang sekaligus merupakan pengertian ideologi kultural.2 Munculnya generasi muda berkaitan dengan

perubahan sosial, dimana dalam pemunculan itu generasi muda menuntut peranan sosial, alokasi, yang disatu pihak lain membuka kemungkinan perubahan yang diperlukan dalam struktur masyarakat. Tiap masyarakat mempunyai alokasi peran yang jelas terhadap golongan pemuda dan merupakan tugas pemuda menyesuaikan persepsinya terhadap peran tersebut.

Perubahan sosial yang berjalan menyerupai konsep evolusi seringkali membuat sebuah perubahan bagian ataupun keseluruhan dari suatu kebudayaan dimana menurut konsepsi tentang proses evolusi sosial universal, semua hal

1

Joesmani, Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran, (Jakarta: Dep.Dik.Bud, 1998)h.40.

2

B. Simanjuntak dan I.L. Pasaribu, Membina Dan Mengembangkan Generasi Muda

(2)

tersebut harus dipandang dalam rangka masyarakat manusia yang telah berkembang lambat (berevolusi) dari tingkat-tingkat yang rendah dan sederhana, ke tingkat-tingkat yang makin lama makin tinggi dan komplek.3 Melihat teori

tersebut yang menekankan perubahan dan adanya persaingan, sehingga perlu adanya kualitas moral yang mampu digunakan sebagai knowledge dalam menghadapinya. Hal itu berpengaruh pada aspek-aspek yang dimiliki oleh remaja atau pemuda sebagai bagian dari masyarakat, di dalamnya menyangkut aspek moralitas dimana agama menjadi pilar utama dari hal itu.

Bagaimanapun juga generasi saat ini, adalah gambaran kehidupan bangsa pada saat yang akan datang, untuk itu semua komponen masyarakat bertanggung jawab dalam memupuk moralitas dan nilai-nilai agama pada generasi kita demi terwujudnya bangsa yang dicita-citakan.

Terlebih lagi untuk mengimbangi arus modernisasi dan kemajuan teknologi untuk itu sangat diperlukan adanya pemahaman keberagamaan yang lebih mendalam pada masyarakat khususnya remaja kita. Banyak pihak memandang pendidikan moralitas remaja tanpa diimbangi pemahaman yang mendalam terhadap agama mendominasi dunia pendidikan saat ini. Sedangkan tantangan modernisasi lebih cepat merasuk.

Melihat SMA Muhammadiyah 3 sebagai sekolah yang berbasis pada kurikulum nasional dan merupakan sekolah keagamaan, sebab Muhammadiyah sebagai Ormas Keagamaan yang besar di negeri ini, dimana konsep keagamaan diharapkan tertanam dan melembaga pada sekolah tersebut tentunya akan sangat

3

(3)

menarik ketika keberadaannya di wilayah metropolis dengan hegemoni masyarakat yang demikian kompleks, tentunya hal tersebut akan menimbulkan dualisme dalam sebuah pengajaran atau bahkan menjadi solusi pada sikap hedonisme yang dialami oleh banyak remaja kota.

Sangat penting kiranya, bagi semua pihak terlebih dahulu untuk memahami bagaimana pemahaman masyarakat (remaja) kita terhadap agama dan ajaran moral, agar dapat memberikan pengarahan-pengarahan secara mendasar terlebih lagi nilai-nilai edukasi yang merupakan kewajiban setiap generasi. Untuk itu penulis mencoba mengangkat satu masalah yang penulis tuangkan menjadi sebuah judul skripsi “Pemahaman Agama dan Moralitas Remaja Pada siswa-siswa SMA Muhammadiyah 3”.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian yang penulis susun tertata dengan baik dan berhubungan dengan judul maupun temanya, maka perlu dijelaskan pembatasan masalahnya sebagai berikutnya:

(4)

b. Pengertian moralitas disini adalah suatu sikap yang melekat dalam jiwa seseorang yang melahirkan perbuatan-perbuatan berdasarkan kemauan dan pilihan, baik dan buruk, terpuji dan tercela.

c. Remaja disini adalah keadaan pada masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai dewasa. 4 Masa remaja ini meliputi (a) Remaja awal:12-15 tahun, (b)

Remaja madya: 16-18 tahun, (c) Remaja akhir: 19-22 tahun.

Jadi pemahaman agama sebagai bagian di keberagamaan individu diharapkan dapat memberikan nilai-nilai positif pada moralitas seorang remaja, dengan pemahaman tersebut diharapkan moralitas yang ada pada remaja menciptakan perilaku yang didasari nilai-nilai agama yang biasanya relatif benar.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka penulis merumuskan beberapa masalah sebagai merikut:

a. Adakah hubungan antara pemahaman agama dan moralitas remaja? b. Bagaimana pengaruh pemahaman agama terhadap moralitas

remaja?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang penulis harapkan antara lain:

4

(5)

a. Mengetahui bagaimana pemahaman remaja / siswa-siswi tentang agama.

b. Mengetahui bentuk-bentuk serta metode yang diberikan sekolah sebagai sarana pemahaman agama dan moralitas yang dibutuhkan remaja / siswa-siswi.

c. Mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pengembangan pemahaman agama dan moralitas remaja / siswa-siswi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang penulis harapkan antara lain:

a. Bagi penulis; dapat menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan tentang materi / kajian yang dibahas.

b. Bagi pembaca; dapat memberi informasi tentang masalah sosial yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

c. Bagi pihak siswa-siswi SMِِِِA, Muhammadiyah 3; dapat memberi sumbangan pemikiran, yang selajutnya diharapkan dapat menjadi masukan untuk lebih maju dan berkembang.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

1. Metodologi Penelitian

(6)

perilaku, persepsi, motifasi, tindakan.5 Dan kuantitatif adalah mengembangkan

pengertian tentang individu dan kejadian dengan memperhitungkan konteks yang relevan.6 Pada dasarnya penelitian ini merupakan suatu kajian deskripsi tentang

pola atau bentuk agama dan moralitas pada remaja dengan mengambil sampel penelitian adalah SMA Muhammadiyah 3.

Studi deskripsi maksudnya adalah suatu penelitian yang diarahkan untuk memperoleh data dengan menggambarkan apa adanya dari fenomena yang ada untuk memperoleh data dengan menggambarkan interaksi yang terjadi pada siswa siswa SMA Muhammadiyah 3, mengembangkan konsep yang ada dengan menghimpun fakta dan data yang relevan serta memaparkannya secara mendalam sehingga diperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai pola keberagamaan dan moralitas siswa-siswa SMA Muhammadiyah 3.

Dalam teknik penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada buku Pedoman Akademik Tahun 2006-2007 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Fokus Penelitian Data

Dalam penelitian ini, fenomena sosial yang diteliti adalah fenomena keberagamaan dan moralitas pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3, dan bagaimana sebenarnya sikap mereka yang berkaitan dengan moral atau tingkah laku serta agama. Selanjutnya penelitian ini hendak menggali data faktual dengan mengambil beberapa informan untuk dijadikan sampel dalam penelitian yang berkaitan dengan masalah yang hendak Penulis bahas.

5

Prof.Dr. Lexy J. Moleong, MA, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: RosdaKarya, 2005), h. 6

6

(7)

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode atau teknik pengumpulan data yang penulis lakukan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Metode Semi Observasi Partisipant

Observasi Partisipant artinya penulis secara langsung mengamati fenomena yang ada dalam SMA Muhammadiyah 3, dengan menganalisa keberagamaan dan moralitas pada siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 serta interaksi yang terjadi, hal apa yang bisa menjadi landasan nilai dalam moralitas dan sikap mereka. Selain melakukan pengamatan secara langsung, Penulis juga mencoba untuk terlibat langsung dalam beberapa kegiatan yang dilakukan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar Penulis bisa berempati dengan mereka, disamping itu penulis juga merupakan alumnus dari sekolah tersebut. Beberapa kegiatan yang sempat penulis ikuti adalah:

1. Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang merupakan kegiatan rutin yang

dilakukan oleh siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 setiap hari, terutama pada jam Pendidikan Agama Islam dan Kemuhammadiyahan. Kegiatan ini penulis ikuti sebanyak 3 kali karena pertimbangan jarak yang begitu jauh dari tempat tinggal penulis.

(8)

Kegiatan ini penulis ikuti sebanyak 3 kali karena pertimbangan jarak yang begitu jauh dari tempat tinggal penulis.

3. Kegiatan Rohis (Rohani Islam), yang merupakan salah satu ujung tombak dari penanaman nilai-nilai suci dari agama yang diharapkan mampu terpatri hingga perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya. Kegiatan ini penulis ikuti sebanyak 3 kali karena pertimbangan jarak yang begitu jauh dari tempat tinggal penulis.

b. Metode Interview/wawancara

Metode ini digunakan untuk memperoleh data atau informasi dengan cara menggali informasi dan data sebanyak mungkin dari responden, yaitu siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3. Wawancara atau interview ini dilakukan dengan mengacu pada teknik pengumpulan data tak berstruktur (secara acak) dengan menggunakan “interview guided” (wawancara terpimpin).

Dengan wawancara teknik tak berstruktur, penulis tidak menetapkan format pertanyaan yang baku, akan tetapi tanya-jawab berlangsung secara bebas dan terbuka, dengan senantiasa berusaha agar terjalin keakraban atau suasana

‘repport’. Namun demikian wawancara atau interview ini dilakukan dengan tetap

(9)

Mengingat data yang penulis ambil hanya berupa wawancara atau interview tanpa disertai dengan penyebaran angket, maka dalam prakteknya wawancara yang penulis lakukan ini bersifat indepht interview artinya wawancara dilakukan secara mendalam dengan menggali sebanyak mungkin informasi dan informan yang penulis jadikan responden dalam penelitian.

c. Metode Kepustakaan

Metode kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder dari berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Baik itu berupa buku-buku, majalah-majalah, koran ataupun jurnal. Metode kepustakaan digunakan untuk mendukung teori-teori yang relevan, yang sebelumnya telah banyak dikemukakan oleh para penulis yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak penulis bahas, untuk kemudian teori-teori tersebut penulis jadikan rujukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Teknik Kaliberasi Keabsahan Data

Untuk memastikan keabsahan data, maka kegiatan yang penulis lakukan adalah:

a. Memelihara Catatan Lapangan

(10)

b. Melakukan dialog atau sharing dengan informan dan key informan

Informan yang penulis maksud adalah beberapa siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3, sedangkan key informan yang penulis maksudkan adalah beberapa dewan guru dan kepala sekolah.

5. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisa data yag diperoleh melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Display data

Display data yaitu penulis menuliskan tanggal dan hari apa peneliti terjun langsung kelapangan untuk mengamati fenomena yang ada. Hal tersebut dilakukan supaya data dan informasi yang didapatkan dilapangan tidak tertumpuk dan dapat dianalisa.

b. Reduksi data

Yang dimaksud dengan reduksi data ini adalah setelah mendapatkan informasi dari key informan dan beberapa informan, peneliti merangkum dan memilih hal-hal yang pokok dan penting terutama yang berkaitan dengan tema yang sedang penulis kaji.

c. Klasifikasi data

(11)

d. Membuat kesimpulan

Setelah semua data dan informasi telah terkumpul dan telah tersusun secara sistematis, kemudian langkah selanjutnya adalah data dan informasi yang ada tersebut diolah dan akhirnya disimpulkan.

E. Sistematika Penulisan

Adapun pembahasan skripsi ini dibagi menjadi lima bab dan masing-masing bab dibagi menjadi beberapa sub pokok bahsan dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan dan sistematika penulisan. BAB II Kerangka Teori. Bab ini berisi kerangka teori yang berkaitan dengan

masalah yang akan diteliti, yaitu tentang agama dan pemahaman agama dan moralitas, serta remaja sebagai objek penelitian.

BAB III Gambaran umum sekolah SMA Muhammadiyah 3 Jakarta Selatan. pada bab ini berisi tentang gambaran umum wilayah SMA Muhammadiyah 3, yaitu meliputi kondisi geografi dan demografi, Sejarah Berdirinya, visi dan misi, serta kurikulum dan sistematika pengajaran di SMA Muhammadiyah 3, sampai kepada kondisi sosial ekonomidan keagamaan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3.

(12)

agama dalam moralitas remaja SMA Muhammadiyah 3 dan hubungan antara pemahaman agama dan moralitas.

(13)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pemahaman Agama Dan Moralitas Remaja

Agama yang saya artikan di sini lebih kepada generalisasi dari banyaknya definisi yang ada. Agama secara mendasar dan umum dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan manusia dengan lingkungannya.1

Begitu banyaknya pengertian atau definisi tentang agama, masing-masing mengartikannya secara berbeda, dan menurut persepsi dan perspektif masing-masing, ada yang mengartikan agama melalui sudut padang teologis adalah ilmu tentang hubungan dunia ideal, dunia kekal dengan dunia fisik,2 sosial adalah

berkenaan dengan perilaku interpersonal, atau yang berkaitan dengan proses sosial,3 ataupun filsafat adalah upaya menentukan batas-batas dan jangkauan

pengetahuan menyangkut sumber, hakekat, keabsahan, dan nilainya,4 dan berbagai

disiplin ilmu pengetahuan seakan berlomba mendefinisikan hal tersebut wajar saja, sebab keberadaan kepercayaan dan agama telah sama tuanya dengan ilmu pengetahuan itu sendiri, bahkan sama tuanya dengan kehidupan.

1

Parsudi Suparlan, “Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama,” dalam pelatihan Wawasan Ilmu pengetahuan dan Pendidikan Dosen Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Depag, R.I.,26 November 1994, h. 1.

2

Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKM) 1997, h. 113.

3

Dr. Soejono Soekanto, S.H., M.A.,Kamus Sosiologi edisi baru,(Jakarta: PT.RajaGrafindo,1993), h.408.

4

(14)

Agama adalah suatu sistem simbol yang bertindak untuk menetapkan perasaan-perasaan dan motivasi-motivasi secara kuat menyeluruh dan bertahan lama pada diri manusia dengan cara memformulasikan konsepsi-konsepsi mengenai hukum atau keteraturan yang berlaku umum berkenaan dengan eksistensi manusia dan menyelimuti konsep-konsep ini dengan suatu aura tertentu yang mencerminkan kenyataan sehingga perasaan-perasaan dan motivasi tersebut nampaknya secara tersendiri atau unik.5

Definisi Gerrtz di atas sedikit banyak telah membuat generalisasi dari banyaknya definisi yang ada, walaupun memang Gerrtz sebagai seorang antropolog melihatnya melalui sudut pandang budaya tapi justru dengan kebudayaan tersebut mampu memberikan definisi yang general dari berbagai aspek kehidupan maupun ilmu pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan juga bagian dari kebudayaan sendiri.

Seorang sosiolog agama Elizabeth K. Nottingham berpendapat bahwa agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan.6Tetapi agama lebih merupakan suatu institusi (perilaku)

penting yang mengatur kehidupan manusia.

1. Arti Pemahaman Agama

Pemahaman adalah Psi pemecahan masalah secara tiba-tiba tanpa terlebih dulu melewati upaya tial and erro (coba dan salah), merupakan kemampuan dari seseorang yang memiliki intiusi yang sangat tajam (Understanding) proses

5

Geertz, dalam Parsudi Suparlan, “Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama,”h.3.

6

(15)

menjadi tahu mengenai hubungan antara hal-hal.7 Sedangkan mengenai arti agama

telah banyak penulis definisikan pada poin sebelumnya. Pemahaman agama adalah kemampuan untuk menanggapi arti suatu materi dari ajaran-ajaran agama yang biasanya berbentuk panduan moral, norma, dan nilai-nilai, dan juga merupakan kemampuan seseorang untuk dapat mempertahankan sesuatu yang dianggap benar.

Dalam pembahasan mengenai pemahaman keagamaan, seseorang sesungguhnya sangatlah dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, sedangkan faktor yang paling mendasar adalah jika dilihat dari sudut pandang latar belakang pendidikan dan lingkungannya.8

Seseorang yang pada waktu kecil tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa dewasa nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam kehidupannya. Pemahaman merupakan rangkaian proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian dikarenakan untuk menunju ke arah pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan berpikir.

Pemahaman merupakan proses, perbuatan, dan cara memahami, pengetahuan lahir sebagai akibat dari proses belajar dan berpikir.9 Dalam

prosesnya pembelajaran memiliki tiga keadaan; kognitif, dimana pemahaman yang berhubungan dengan pengetahuam, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Kemudian afektif, yaitu pendidikan yang menunjukan pada tujuan yang

7

Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,h. 803.

8

Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1996) Cet. 15, h.35.

9

(16)

sejalan dengan minat, sikap nilai, apresiasi dan penyesuaian. Yang terakhir adalah psikomotor, dimana kemampuan menekankan ketrampilan motorik dan gerakan.10

Dapat dikatakan juga, bahwa pemahaman tingkatannya lebih tinggi dari pengetahuan, hal tersebut terlihat dari ranah kognitif yang menunjukan tingkatan-tingkatan kemampuan yang dicapai dari tingkatan-tingkatan yang rendah sampai ke tingkat yang paling tinggi.

Pemahaman keagamaan yang mencakup didalamnya adalah pengetahuan keagamaan yang menjadi salah satu sendi dari lima aspek pada dimensi keberagamaan. Dimensi pengetahuan ini mengacu pada pengetahuan agama, apa yang tengah atau harus diketahui seseorang tentang ajaran agamanya, dimana pada dimensi ini penelitian dapat diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh untuk mengerti agama (religious literacy) pada pengikut agama atau tingkat ketertarikan mereka untuk mengetahui atau mempelajari pengetahuan tentang agama yang mereka anut.11 Kemudian Dimensi pengetahuan di atas merupakan

pemicu dari seseorang untuk menimbulkan pemahaman yang mendalam pada ajaran agamanya, untuk kemudian menjadi awal dari dimensi-dimensi yang lain termasuk dimensi pengalaman adalah kontinuitas pengalaman suatu ajaran agama, dimensi ritual adalah tingkat kepatuhan seorang pemeluk agama dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana diajarkan oleh agamanya dan kemudian konsekuensi adalah dimana dengan sebuah pengetahuan keagamaan diharapkan akan timbul pemahaman keagamaan yang berpengaruh pada

10

Suharsini dsan Arif K. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Aksara, 1981) h.112.

11

Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (ed.), Metodologi Penelitian Agama,

(17)

timbulnya sikap ketaatan pada sebuah ajaran agama baik pada ritual maupun aspek keagamaan yang lain.

2. Remaja

Menurut kamus bahasa Indonesia modren, remaja ialah mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin.12 Umur untuk nikah laki-laki 19 tahun dan

perempuan 16 tahun. Masa remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, diawali dengan matangnya organ-organ fisik seksual, sehingga mampu bereproduksi.

Masa remaja ini meliputi (a) Remaja awal:12-15 tahun, (b) Remaja madya: 16-18 tahun, (c) Remaja akhir: 19-22 tahun. Menurut para ahli psikiologi bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantungan (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.13 Namun

pengukuran kedewasaan dan remaja tidak absolut berdasarkan umur-umur tertentu, ada beberapa perbedaan dari tingkat kedewasaan yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lain, bahkan pengaruh suatu bangsa atau ras sangat membedakan perkembangan tersebut.

Dalam pembagian perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresip. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenile (deliquency) adalah perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja, Pubertas (aqil

baliq) adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan

12

Muhammad Ali, Kamus Bahasa Indonesia Modern, (Jakarta: Pustaka Amani), h. 351

13

(18)

pematangan fungsi seksual dan nubilitas adalah masa usia cukup. 14 Sedangkan

menurut Zakiah Daradjat, remaja adalah suatu tingkat umur dimana anak-anak tidak lagi anak, akan tetapi belum dapat dipandang dewasa. Jadi remaja adalah umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa.15

Pada tahap ini sering juga disebut sebagai masa peralihan, sebab banyaknya remaja yang mengungkapkan dalam fase ini mereka berusaha mencari-cari identitas pribadi mereka dan berpindah dari identitas kanak-kanak mereka menuju kedewasaan.

Menurut Amir Hamzah Nasution: “Masa Remaja adalah masa pubertas, masa perubahan-perubahan fisik dan psikis, masa kegelisahan / resah, masa penuh pertentangan lahir batin, masa cita-cita setinggi langit, masa romantis, herois, radikal, masa mencapai kematangan seksual, pembentukan pribadi dan mencapai pandangan dan tujuan duni dan akhirat.16

Remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa.17 Masa dewasa

juga jelas pertumbuhan jasmani telah sempurna, kecerdasan dan emosi telah cukup berkembang. Segala organ dalam tubuh, telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Di samping itu, ia telah mampu mencari rezeki untuk kepentingan dirinya, dia tidak bergantung lagi kepada orang tua atau orang lain. Dan dapat

14

Rama Yulis, Pengantar Psikologi agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet. Ke-6, h. 52.

15

Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997) Cet. Ke-3, h. 78.

16

Amir Hamzah Nasution, Ilmu Jiwa Kanak-kanak, (Surabaya: NV Ganaco, 1970), Cet. Ke-1, h. 73.

17

(19)

diberi tanggung jawab dan mampu memikul tanggung jawab tersebut, dapat diterima oleh masyarakat dimana dia berada sebagai orang dewasa yang matang. Pendapatnya patut di dengar, pertimbangannya perlu di indahkan dan diberi kepercayaan untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat baik kegiatan sosial, politik, ekonomi maupun agama.

Akan tetapi, lain halnya dengan masa remaja jika dilihat tubuh atau fisiknya, dia telah seperti orang dewasa, jasmaninya telah jelas dalam bentuknya baik laki-laki atau wanita. Organ-organnya telah dapat pula menjalankan fungsinya. Dari segi lain, dia sebenarnya belum matang, segi emosi dan sosial masih memerlukan waktu untuk berkembang menjadi dewasa. Dan kecerdasan pun sedang mengalami perubahan. Mereka ingin berdiri sendiri, tidak tergantung lagi kepada orang tua atau orang lainnya, akan tetapi mereka belum mampu bertanggung jawab dalam soal ekonomi dan sosial.

Karena itu, masa remaja itu tidak sama panjangnya antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Misalnya pada masyarakat desa yang masih tertutup, dimana setiap anak sejak kecil telah dilatih untuk dapat bekerja seperti orang tuanya.

Masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa yang berada dalam peralihan atau diatas jembatan goyang, yang menghubungkan masa kanak yang penuh kebergantungn, dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri.18

18

(20)

Kendatipun masa remaja itu tidak ada batas umur yang tegas, yang dapat ditunjukkan, namun dapat kita kira-kirakan dan perhitungan sesuai dengan masyarakat lingkungan remaja itu sendiri. Kendatipun besar atau kecil kegoncangan yang dialami oleh remaja-remaja dari berbagai tingkat masyarakat, namun dapat di pastikan bahwa kegoncangan remaja itu ada terjadi. Dalam kondisi jiwa yang demikian, agama merupakan peranan penting dalam kehidupan remaja. Memang, kadang-kadang kita melihat keyakinan remaja terombang ambing, tidak tetap, bahkan kadang-kadang berubah-ubah, sama dengan perubahan perasaan yang dilaluinya. Suatu hal yang tidak dapat disangkal adalah bahwa remaja-remaja itu secara potensial telah berguna.

Mengenai batas usia pada umumnya tiap negara tidak sama dalam menentukan usia remaja. Dalam rangka usaha pembinaan dan penanggulangan kenakalan remaja, Indonesia menentukan batas usia remaja 13 tahun, adalah batas usia bawah dan 17 tahun sebagai batas usia atas, baik laik-laki maupun perempuan yang belum kawin. Dengan demikian kenakalan dilakukan remaja tetapi kenakalan biasa. Sebaliknya, kenakalan yang dilakukan oleh orang di atas 17 tahun, termasuk pelanggaran atau kejahatan orang dewasa.

(21)

atau kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak di bawah usia 17 tahun (atau usia dewasa), mereka dikenakan sangsi yang berbeda namun tidak dilepaskan begitu saja, jika mereka dihukum atau dipenjara mereka juga ditempatkan di LP (lembaga pemasyarakatan) tersendiri, dalam hal ini di Indonesia terdapat lembaga pemasyarakatan Anak-anak yang berada di Tangerang. Tanggung jawab anak usia remaja sebagian masih dibebankan kepada orang tua atau walinya, oleh karena itu orang tua mempunyai kewajiban untuk selalu mengawasi dan membimbing anak-anaknya. Tanggung jawab tersebut akan sepenuhnya diperoleh, bila usianya telah berada di atas 17 tahun atau jika pada usia remaja sudah kawin.

3. Moralitas Remaja

Keberagamaan dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia, ia tidak hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual atau ibadah, tetapi juga dalam melakukan aktifitas lain yang di dorong oleh kekuatan nilai-nilai. Bukan hanya berkaitan dengan aktifitas yang tampak tapi juga aktifitas yang tidak tampak seperti dalam hati seseorang, bahkan pemunculan nilai-nilai tersebut sering menjelma dalam tindakan-tindakan yang berujung pada pengukuran moralitas.

(22)

objektif dan yang mengafirmasikan hukum moral, dan buruk secara moral adalah suatau yang bertentangan dengan nilai etis dan moral. 19

Kehidupan bermasyarakat sangatlah kompleks, dimana keberadaan individu sebagai anggota masyarakat selalu dituntut untuk dapat berlaku sesuai dengan tatanan dan kebiasaan yang berlaku, sebab masyarakat akan ada hanya jika nilai-nilai yang mengatur dalam sebuah masyarakat dapat berjalan semestinya. Dari hal itulah moralitas bermula. Sebab moralitas seseorang adalah ukuran relatif yang di justifikasikan masyarakat pada individu dengan bagaimana ataupun tingkat ketaatan seseorang dalam menjalani aturan-aturan dan berbagai macam nilai yang berlaku pada sebuah masyarakat, dari situlah moralitas seseorang dapat dilihat sesuai atau tidak tingkah laku perbuatan seseorang dengan aturan-aturan yang berlaku dan lain sebagainya. Pengertian moral adalah kesusilaan, akhlak yang melekat pada diri seseorang. Jadi pengertian moralitas adalah Suatu sikap yang melekat dalam jiwa seseorang yang melahirkan perbuatan-perbuatan berdasarkan kemauan dan pilihan, baik dan buruk, terpuji dan tercela.20

Perkembangan moral menurut Piaget dibagi dalam fase-fase tertentu yang kemudian susunannya disempurnakan oleh kolberg; pertama pra-moral; dimana nilai-nilai moral terkandung dalam peristiwa-peristiwa luar, perbuatan jelek atau kebaikan dan bukan pada ukuran moral itu sendiri. kedua periode penyesuaian diri pada periode yang konvensional. Dalam fase ini nilai-nilai moral terkandung dalam pelaksanaan peran yang baik atau buruk untuk mempertahankan ketertiban

19

Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002) h. 673.

20

(23)

yang konvensional. Ketiga periode moralitas yang berprinsip, yaitu nilai-nilai moral terkandung dalam penyesuaian diri pada ukuran-ukuran moral, hak-hak dan kewajiban yang sudah diterima oleh masyarakat. 21

Berdasarkan analisa di atas kita dapat melihat bahwa perkembangan moral berlangsung dari sebuah tindakan yang bersifat materi dan digambarkan dengan fenomena yang empirik sampai berkembang kepada sebuah gambaran moral yang dilambangkan dengan sesuatu yang lebih abstrak dan lebih kepada sebuah perilaku dan tindakan.

B. Fungsi Agama Bagi Remaja

Sejak tahun 1945 para psikologi sosial membicarakan tentang dua cara yang berbeda dalam menjadi seseorang yang beragama atau ways of being

religious. Dalam cara yang pertama komitmen terhadap agama dipikirkan secara

seksama dan memperlakukan agama dengan sungguh-sungguh sebagai tujuan akhir atau an end in itself. Sedangkan yang ke dua agama digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang berpusat pada diri sendiri.

Fungsi agama dalam perspektif sosiologi, tidak dapat dilepas dari tantangan-tantangan yang dihadapi manusia, sebagaimana beberapa definisi tentang agama yang telah penulis kemukakan, dan tantangan-tantangan manusia dikembalikan dalam tiga hal: ketidakpastian, ketidakmampuan, dan kelangkaan.22

Dengan demikian agama mempunyai beberapa fungsi secara umum, yaitu ; Fungsi

21

Muhamad Said dan Junimar Affan, Psikologi dari Zaman ke-Zaman, berfokuskan Psikologi pada Gogis, (Bandung: Jemmars, 1990) h.306.

22

(24)

Edukatif, Fungsi Penyelamatan, Fungsi Pengawas Sosial (social control), Fungsi Memupuk Persaudaraan (Social Solidarity), Fungsi Transformatif.

Agama diangggap dapat memberikan pengajaran yang otoritatif, bahkan dalam hal-hal yang “sakral” tidak dapat salah, sebab agama mempunyai fungsi edukatif.23 Banyak keluarga ataupun orang tua yang mempercayakan remaja

kepada instansi agama, dengan keyakinan bahwa mereka sebagai manusia di bawah bimbingan agama akan berhasil mencapai kedewasaan pribadinya yang penuh, melalui proses-proses hukum pertumbuhan yang penuh ancaman dari situasi yang tak menentu dan mara bahaya.

Agama memberikan juga sangsi-sangsi yang harus dijatuhkan pada orang-orang yang melanggarnya dan mengadakan pengawasan yang ketat atas pelaksanaanya.24Remaja sebagai individu dari masyarakat yang sering bergesekan

dengan pelanggaran norma, nilai dan aturan-aturan lainnya, disebabkan karena kondisi psikologisnya yang belum stabil hingga menjadi salah satu objek dari kontrol sosial yang sangat berpotensi. Dalam hal ini fungsi agama sebagai kontrol sosial sangat dituntut. Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma susila baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Maka agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau tabu.

Agama dalam hal ini berfungsi mengubah kesetiaan remaja, masyarakat dan manusia adat kepada nilai-nilai yang kurang manusiawi dan membentuk

23

Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 38-39.

24

(25)

manusia yang ideal. Bersamaan dengan itu pula transformasi yang berarti pula membina dan mengembangkan nilai-nilai sosial adat yang pada intinya baik dan dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas.25

Remaja sebagai individu yang sedang membentuk pribadi sangat memerlukan agama sebagai media transformatif tersebut, dimana diharapkan dengan agama transformasi dari remaja menjadi dewasa akan terbentuk hingga menjadi individu yang memenuhi dan sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai agama serta sesuai dengan tatanan dalam masyarakat.

Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistim nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.26Orang tua dimana pun tidak

akan mengabaikan perkembangan moralisasi anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan itu harus selalu beribadah dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana, menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang tidak pantas dan mengacau, tidak minum-minuman keras, dan tidak berjudi, serta hal-hal yang serupa. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.

25

Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 56.

26

(26)

C. Perkembangan Rasa Agama pada Remaja

Pada masa remaja akhir 18-21 disebut juga adolesensi, masa remaja menduduki tahap yang krisis jugencrise dalam perjalanan hidup seseorang. Disebut masa krisis adalah karena pada masa ini muncul gejala-gejala yang menunjukan adanya pembelokan dalam perkembanan, suatu kepekaan dan labilitas yang meningkat. Seperti krisis di keluarga, sekolah, masyarakat dan krisis keyakinan atau agama.

Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan mereka banyak terkait dengan faktor perkembangan tersebut.

Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jamasninya. Perkembangan itu menurut W. Starbuck adalah; 1. Pertumbuhan Pikiran Dan Mental, perkembangan Perasaan, Pertimbangan sosial, perkembangan Moral, Sikap Dan Minat, Ibadah 2. Konflik Dan Keraguan, Kepribadian, Kesalahan organisasi keagamaan dan pemuka agama, Kebiasaan, Pendidikan.27 Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para

remaja, amat tergantung pada kemampuan mereka dalam menyelesaikan keraguan dan konflik batin tersebut. Tapi di sisi lain kemampuan remaja dalam mengatasi hal ini belum didukung dengan kematang kejiwaannya, karena itu mereka sangat memerlukan bimbingan, pembinaan, tokoh dialog dan suasana yang kondusif bagi berkembangnya rasa keagamaan mereka ke arah yang lebih baik. Sebaliknya ketika hal ini tidak mereka dapatkan maka tidak yang mengatasinya dengan cara

27

(27)
(28)

BAB III

GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN

A. Kondisi Geografis dan Demografi SMA Muhammadiyah 3

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam yang terbesar yang mempunyai amal usaha dalam bidang pendidikan formal dan non formal dengan jumlah sekolah terbesar dilingkungan sekolah swasta di tanah air Indonesia. SMA Muhammadiyah 3 Jakarta yang terletak di Jalan Limau I, II, III Blok B Kelurahan Kramat Tela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sekolah tersebut berada di daerah perumahan Limau dan keberadaanya merupakan salah satu amal usaha dari Muhammadiyah Cabang Kebayoran Baru.

Wilayah Jakarta Selatan selama ini dikenal sebagai “pinggirannya kota” hal ini disebabkan wilayah Jakarta Selatan yang pada awalanya tidak terlalu padat karena diharapkan dapat memberi ketenangan pada penghuninya dan akses yang gampang menuju daerah-daerah sekitar Jakarta. Keadaan wilayah Jakarta Selatan yang menjadi gambaran diatas tidaklah sama pada masa sekarang. Seiring padatnya jumlah penduduk, bahkan volume kendaraan yang melonjak tajam menjadikan Jakarta Selatan sebagai daerah rawan kemacetan dan kebisingan.

(29)

struktur diri organisme, melainkan tergantung pada apa yang kita pelajari dengan teknik-teknik yang tepat.1

Dalam perjalanannya, sejak berdiri sampai saat ini, SMA Muhammadiyah 3 Jakarta tetap eksis dalam upaya membangun bangsa ini melalui pembinaan dan pendidikan generasi muda. Bahkan tanpa mengenal lelah diusianya yang tergolong cukup tua, SMA Muhammadiyah 3 Jakarta tetap selalu berbenah diri untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan terbaik yang dibutuhkan masyarakat.

1. Sejarah Berdirinya SMA Muhammadiyah 3

SMA Muhammadiyah 3 Jakarta didirikan pada tanggal 11 Maret 1957 oleh para perintis Perguruan Muhammadiyah Cabang Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Pada awal berdirinya sarana dan prasarana penunjang pada SMA Muhammadiyah 3 sangatlah terbatas, jumlah kelas dan guru sangat minim, pada saat itu SMA Muhammadiyah 3 Jakarta mempunyai 2 jurusan, antara lain jurusan B dan jurusan C. Mengingat terbatasnya ruang kelas maka kegiatan belajar mengajar dilakukan dengan 2 shif. Untuk shif pagi dimulai pukul 07.00 s.d 12.00. Sedangkan untuk shif sore dan siang dimulai pukul 13.00 s.d 17.00 WIB. Pada saat itu yang menjadi Kepala Sekolah adalah Bapak Aziz, menjabat dari tahun 1957 s.d 1960.

SMA Muhammadiyah 3 Jakarta sejak berdiri hingga sekarang telah mengalami sembilan periode pergantian kepala sekolah semenjak awal berdirinya di tahun 1960 hingga sekarang.

1

(30)

1. Tahun 1960-1961 : Bapak. H. Amirudin S.

2. Tahun 1961-1962 : Bapak. M. Yusuf Nazar dibantu Wakil jurusan C dan Bapak. HS. Haiban sebagai wakil jurusan B. 3. Tahun 1962-1970 : Bapak. Drs. Yus Hasan

4. Tahun 1970-1976 : Bapak. Afisham Sani, SH 5. Tahun 1976-1999 : Bapak. Drs. Faisal Islami 6. Tahun 1999-2000 : Ibu. Dra. Hj. Suwangsih 7. Tahun 2000-2002 : Ibu. Dra. Atikah Pribadi 8. Tahun 2002-2006 : Bapak. Drs. Basri, M.P.d 9. Tahun 2006-sekarang : Bapak. Drs. Jaenal Lestahulu

Pada awal berdirinya status SMA Muhammadiyah 3 masih terdaftar, prestasi dan namanya-pun masih belum dikenal orang banyak, dengan terus berusaha menuju perbaikan, pada tahun 1962, maka sekolah tersebut mulai mendapat subsidi dari pemerintah, keadaan itu berlangsung hingga tahun 1985.

(31)

Berikut tabel yang menunjukan beberapa sarana yang ada di SMA Muhammadiyah 3.

Tabel 1

Infrastruktur SMA Muhammadiyah 3

No Infrastruktur Jumlah

Kondisi Dan

4 Laboratorium Komputer 1

Baik dan fasilitas lengkap plus internet 5 Laboratorium IPA 2 Baik fasilitas lengkap

6 Green House 1 Baik dan bersih

2. Visi dan Misi SMA Muhammadiyah 3 Jakarta

(32)

muslim yang berakhlak mulia, cakap, percaya diri, berguna bagi masyarakat dan negara, namun tidak keluar dari syariat Islam.

SMA Muhammadiyah 3 Jakarta dalam pelayanan pendidikan mengutamakan pengembangan potensi peserta didik secara optimal dan seimbang antara Iman, Ilmu dan Amal, cita-cita itulah yang selalu diperjuangkan oleh unsur-unsur pengajar dan Muhammadiyah di SMA Muhammadiyah 3.2

Menjadi Sekolah Menengah Atas yang berkualitas, mandiri, kokoh dalam aqidah, anggun dalam akhlak (moral) unggul dalam prestasi.

1. Menyelenggarakan pendidikan Menengah Atas sesuai dengan kebutuhan masyarakat kini dan akan datang.

2. mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dan seimbang antara Iman, Ilmu dan Amal.

3. Meningkatkan kualitas: keislaman, keilmuan dan teknoligi, penguasaan, kecakapan hidup dan keindonesiaan peserta didik.

B. Kurikulum dan Sistematika Pengajaran di SMA Muhammadiyah 3

Pendidikan yang ada di dunia ini, termasuk yang ada di Indonesia, adalah pendidikan yang diawali dengan pengajaran-pengajaran ala-kadarnya dengan duduk melingkar dibawah mengelilingi sang guru, dengan pengajaran ilmu-ilmu etika, nilai-nilai dan moral. Begitu juga pendidikan di Indonesia yang selanjutnya berkembang menjadi pendidikan di surau-surau hingga akhirnya terbentuklah lembaga-lembaga pesantren dan kemudian sekolah moderen seperti yang ada saat ini.

2

(33)

Perkembangan dalam dunia pendidikan tidak lepas dari pencarian manusia untuk dapat menemukan metode-metode pembelajaran agar transfer pengetahuan dapat berjalan optimal, hingga kemudian ditemukan metode-metode yang sistematis seperti di sekolah-sekolah moderen ini, seperti pengelasan, kurikulum, dan pembagian ataupun klasifikasi yang lainnya.

Pelaksanaan pendidikan agama pada mulanya bersifat fakultatif, maksudnya kurikuluim mengenai pendidikan agama terpisah dalam bagian tersendiri dari kurikulum yang wajib diberikan di sekolah-sekolah, seperti yang terjadi pada masa Orde Lama pendidikan agama hanya sebagai muatan-muatan lokal dan bukan menjadi kurikulum wajib yang berlaku secara nasional hanya sekolah-sekolah yang ingin memasukan pendidikan agama, tidak ada tuntutan dari lembaga pendidikan negara yang resmi. Namun ketika Orde Baru berkuasa dimulailah Pendidikan Agama sebagai materi wajib yang dimasukan dalam kurikulum sampai ke perguruan tinggi.3

Pendidikan agama Islam berperan membentuk manusia Indonesia yang percaya dan takwa kepada Allah S.W.T., menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.

Ruang lingkup bahan pengajaran Pendidikan Agama Islam yang terdapat di SMA Muhammadiyah 3 secara garis besar mengikuti GPPP Pendidikan SMA dari Dep. Dik. Bud. yaitu:

3

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja,

(34)

1. Hubungan manusia dengan Allah S. W. T. 2. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri 3. Hubungan manusia dengan sesama manusia. 4. Hubungan manusia dengan mahluk lainnya.4

Selain materi-materi Pendidikan Agama Islam yang sejalan dengan GPPP Muhammadiyah sebagai Lembaga Pendidikan yang berbasis pada pengembangan moral dan akhlak Islami juga menambahkan beberapa kurikulum keagamaan seperti Bahasa Arab dan Kemuhammadiyahan, dimana dengan hal itu diharapkan siswa-siswi mampu lebih mengetahui Ilmu-ilmu Keislaman yang lain dan dapat mengambil pelajaran atau ‘ibrah dari Generasi-generasi Islam terdahulu.5

Materi Pendidikan Agama Islam di sekolah dikelompokan menjadi sub bidang studi atau mata pelajaran yaitu tauhid, ibadah, akhlak, al Quran, syari’ah, muamalah dan tarikh. Pengelompokan menjadi sub bidang atau mata pelajaran tersebut hanya untuk memudahkan penjabaran materi namun tidak tampak pemisahan di dalam GBPP.

Landasan SMA Muhammadiyah 3 adalah surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan No. 0461/U/1983, tangggal 22 Oktober 1983 tentang perbaikan kurikulum pendidikan dasar dan menengah di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0209/U/1984, tanggal 2 Mei 1984 dan penyempurnaan

4

Penjelasan Tentang Penyempurnaan Terhadap Kurikulum SMA, GPPP, Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Dep.Dik.Bud, 1986) h.4.

5

(35)

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0468/U/1984, tanggal 25 Oktober 1984 tentang perbaikan kurikulum 1984 SMA.6

Kegiatan belajar mengajar yang diterapkan di sekolah ini berlangsung enam hari seminggu, dari jam 07.00 sampai dengan 14.15. Setiap harinya kegiatan belajar mengajar diawali dengan pembacaan al Qur’an secara bersama-sama, hal ini dimaksudkan untuk membentuk pribadi yang Islami, kenudian dilanjutkan dengan mengajarkan materi-materi wajib sesuai kurikulum yang telah dirumuskan. Pada sore hari jam 14.15 sampai dengan pukul 16.00 kegiatan ekstra kurikuler dilaksanakan, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi, sekaligus mengembangkan bakat-bakat yang ada pada siswa, baik dalam bidang olah raga maupun yang lain.

6

Sahilun A. Nasir, Peranan Pendidikan Agama Terhadap Pemecahan Problema Remaja,

(36)

Tabel 2

Struktur Kurikulum Kelas X-XI-XII

(37)

Kurikulum yang kompeten menjadi tumpuan dari banyaknya harapan para orang tua murid yang mengharap pendidikan yang berkualitas, dimana sekolah diharapkan dapat memberikan peran bagi pertumbuhan intelektual dan moral atau akhlak. Peran itulah yang menimbulkan harapan-harapan bagi kualitas yang nantinya akan dimiliki anak didik, namun sekolah hanya salah satu faktor yang membentuk individu, disamping peran dari unsur-unsur lain dalam masyarakat yang mempengaruhi seorang individu. Memang status sekolah dan tingginya biaya pendidikan yang dibayarkan membuat harapan yang lebih pada sekolah ini.

Peran atau sering juga disebut role, peran adalah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu tertentu yang mempunyai kedudukan sosial tertentu. Menurut David Berry harapan merupakan hubungan dari norma-norma Sosial, oleh karena itu dapat dikatakan; peran itu ditentukan oleh norma dalam masyarakat, berarti seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaan dan tingkah laku.7 Berarti pula

SMA Muhammadiyah 3 diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh orang tua murid di dalam pekerjaan dan pengembangan akhlak. Dalam hal itu SMA Muhammadiyah 3 tempat pilihan orang tua menyekolahkan anaknya untuk memdapatkan ilmu agama yang tidak pernah diajarkan dirumahnya masing-masing

7

(38)

C. Kondisi Ekonomi dan Keagamaan Siswa-siswi SMAMuhammadiyah 3

Karena banyaknya jumlah Siswa-siswi SMU Muhammadiyah 3, dan keragaman yang ada pada mereka, maka peneliti menggunakan metode pengambilan sampel purposif (purposial sampling) yaitu sampel dipilih dengan sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Responden ditentukan sebanyak 10, dari masing-masing kelas IPA dan IPS sedang 5 responden dari dari kelas I, sedangkan dan kelas II dengan latar belakang ekonomi dan sosial yang berbeda-beda. Usia subjek yang dipilih rata-rata 15-19 tahun, dengan pertimbangan pada usia tersebut subjek adalah individu yang digolongkan sebagai remaja dan belum mempunyai kematangan berfikir atau belum dewasa.

Tabel 3

Profil Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Berdasarkan Jumlah

Jenis Kelamin

Nomor

Jenis Kelamin

Jumlah Prosentase

1. Laki-laki 276 55%

2. Perempuan 224 45%

Jumlah 500 100%

Jumlah siswa-siswi di SMU Muhammadiyah 3 mencapai kurang lebih 276 siswa dan 224 siswi 8, dengan kualitas pengetahuan keagamaan yang

berbeda-beda. hal ini turut dipengaruhi oleh basis pengetahuan agama yang mereka bawa dari keluarga, sebagaimana yang penulis temukan di lapangan;

8

(39)

bahwa karakter dari masing-masing keluarga yang dipengaruhi oleh status sosial, ekonomi dan budaya yang berbeda-beda pula. Sebagian dari responden yang penulis temui menyatakan mereka tidak banyak mendapat didikan agama dari orang tua mereka, hal ini disebabkan keberadaan para orang tua yang tidak mempunyai waktu untuk melakukan hal itu, status sosial ekonomi keluarga dari responden yang penulis temukan memang tergolong sebagai keluarga yang menempati kelas atas, rata-rata orang tua responden yang penulis temui merupakan pejabat, pengusaha atau kalangan pegawai yang memiliki jabatan cukup menguntungkan, tetapi justru karena posisi tersebut sebagian besar orang tua atau wali dari siswa-siswi di SMA Muhammadiyah 3 tidak dapat mencurahkan waktunya untuk mendidik mereka secara langsung. Kemudian pergaulan kota metropolis seperti Jakarta ini yang memberi andil besar pada menipisnya keberagamaan mereka, dimana pada kondisi kota metropolis seperti Jakarta yang moderen sekaligus menjadi sebuah kota industri dengan masyarakat urbannya yang demikian komplek sehingga teori modernisasi teraktualkan dimana ketika terjadi modernisasi agama tidak lagi melembaga dan hanya sebatas pada kehidupan individu belaka.9 Disamping itu sekolah asal mereka dengan basis

pendidikan agama yang relatif sedikit dan hanya ditujukan untuk memenuhi kurikulum belaka. Walaupun ada sebagian dari mereka yang berasal dari SMP Muhammadiyah 9 yang masih berada dalam satu lingkungan dalam komplek sekolah tersebut.

9

(40)

Untuk dapat masuk ke SMU Muhammadiyah 3 para orang tua murid harus mengeluarkan biaya yang relatif mahal, wajar saja jika hanya siswa-siswi dari kalangan berada saja yang mampu bersekolah di tempat itu, hal itu juga sejalan dengan pengamatan penulis yang melakukan observasi pada jam pulang sekolah, dimana sebagian besar dari siswa dijemput dengan mobil pribadi. SMA Muhammadiyah 3 juga mengambil siswa-siswi berpretasi dari panti asuhan yang masih berada di bawah naungan yayasan Muhammadiyah.10 namun keberadaan

siswa-siswi yang berasal dari panti asuhan bukan gambaran dari generalisasi keadaan ekonomi keseluruhan siswa, sebab jumlah siswa yang berasal dari panti asuhan amat sedilit dan bisa dikatakan bukan jumlah dominan, bahkan jumlahnya tidak mencapai puluhan.

Penulis tidak menemukan data kuantitatif mengenai perbandingan dan jumlah anak yatim yang berada di SMA Muhammadiyah 3, baik data mengenai ekonomi maupun data yang lain.

10

(41)

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Analisis data yang disajikan dalam penelitian ini yaitu mengenai pengaruh pemahaman agama terhadap moralitas siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3. Sebelum mengetahi pengaruh pemahaman agama terhadap moralitas siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3. maka dilakukan dahulu pengukuran tingkat religiusitas siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dan tingkat perilaku yang berkaitan dengan moral, setelah itu dicari hubungan pengaruhnya.

(42)

A. Tingkat Pemahaman Agama Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3

1. Pemahaman Terhadap Dimensi Keyakinan

Dimensi keyakinan ialah menunjukkan tingkat kepercayaan atau keyakinan pemeluk suatu agama terhadap ajaran-ajaran agamanya, terutama ajaran agama yang bersifat fundamental dan dogmatik khususnya untuk siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3. Bagi pemeluk agama Islam, dimensi keyakinan ini tidak hanya menyangkut kepercayaan, tetapi lebih merupakan tingkat keyakinan atau keimanan yang bersifat dinamis, yang meliputi keyakinan terhadap rukun iman, dan ajaran agama yang berkenaan dengan pandangan hidup muslim.

Dilihat dari dimensi keyakinan, Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap dimensi keyakinan berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukakn, menunjukkan tingkat yang tinggi. Itu bisa dilihat pada tabel-tabel yang penulis cantumkan di bawah. Penulis mengambil kesimpulan bahwa Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap dimensi keyakinan menunjukan frekuensi yang tinggi dikarenakan banyaknya pengamalan beragama yang mereka terima dari kecil hingga dewasa.

(43)

Tabel 4

Keyakinan Siswa-Siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Keberadaan

Allah, Meskipun Tidak Tampak Dalam Wujud Fisik Yang Nyata

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Yakin 44 88%

2. Yakin 6 12%

3. Kurang Yakin -

-4. Tidak Yakin -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 sangat meyakini keberadaan Allah, meskipun tidak tampak dalam wujud fisik yang nyata. Menurut mereka Allah itu Esa, tidak ada Tuhan yang menciptakan, mengatur dan melaksanakan segala sesuatu, melainkan Dia.

Tabel 5

Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 AdanyaMalaikat dan Rasul

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Yakin 27 54%

(44)

3. Kurang Yakin -

-4. Tidak Yakin -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Selain meyakini keberadaan Allah, responden juga meyakini adanya malaikat dan rasul. Umumnya para responden sangat mengenal nama-nama malaikat seperti malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Rakib, Atid, Munkar, Nakir, Ridwan, dan Malik, berikut tugas-tugas mereka. Sedangkan mengenai rasul menurut mereka rasul sama seperti manusia dalam wujud fisik, namun Allah memberikan sifat kesucian kepada mereka sehingga mereka bisa menerima wahyu Allah dengan perantara malaikat.

Tabel 6

Keyakinan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 TerhadapKitab-kitab Allah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Yakin 28 56%

2. Yakin 22 44%

3. Kurang Yakin -

-4. Tidak Yakin -

Jumlah 50 100%

(45)

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa keyakinan responden kepada Ktab-kitab Allah sangat tinggi. Menurut mereka kitab-kitab Allah, khususnya kita Al-Quran di dalamnya berisikan ketentuan-ketentuan Allah tentang akidah dan ibadah, juga prinsip-prinsip hukum mengenai halal dan haram.

Tabel 7

Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Terhadap Hari Kiamat

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Yakin 27 54%

2. Yakin 23 46%

3. Kurang Yakin -

-4. Tidak Yakin -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

(46)

Tabel 8

Keyakinan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Terhadap

Qada’ dan Qadar

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Yakin 28 56%

2. Yakin 22 44%

3. Kurang Yakin -

-4. Tidak Yakin -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap Qada’ dan Qadar menunjukkan angka yang tinggi. Mereka berpendapat bahwa segala sesuatunya ditentukan oleh Allah, meskipun ada hal-hal yang menjadi kewenangan manusia. Artinya sesuatu yang akan terjadi tergantung dari usaha manusia itu sendiri.

2. Pemahaman terhadap Dimensi Ritualistik

(47)

Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi Ritualistik.

Tabel 9

Keyakinan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam

Melaksanakan Shalat Lima Waktu Berjama’ah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 4 8%

2. Sering 23 46%

3. Kadang-kadang 23 46%

4. Tidak Pernah -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

(48)

Tabel 10

Frekuensi siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Mengerjakan Puasa

Sunnah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering - -

2. Sering 4 8%

3. Kadang-kadang 19 38%

4. Tidak Pernah 27 54%

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Umunnya frekuensi responden dalam mengerjakan puasa sunnah cukup tinggi, walaupun sebagain kecil ada yang menjawab kadang-kadang. Alasan sebagian responden menjawab sering melaksanakan puasa sunnah karena telah terbiasa melakukannya saat masih di dalam SMA Muhammadiyah 3

Tabel 11

Frekuensi siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dalam Membaca Kitab Suci

Al-Quran

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

(49)

2. Sering 23 43%

3. Kadang-kadang 24 43%

4. Tidak Pernah -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Frekuensi responden dalam membaca Al-quran cukup tinggi, walaupun masih ada yang menjawab kadang-kadang saja membaca Al-Quran. Bagi mereka yang menjawab kadang-kadang biasanya mereka hanya membaca Al-Quran pada kegiatan rutin di sekolah saja. Aktifitas siswa yang kadang-kadang saja atau hanya membaca Qur’an di sekolah dikarenakan suasana rumah yang memang tidak mengkondisikan hal itu berjalan, bisa disebabkan kurangnya dukungan orang tua atau bahkan penekanan mereka yang memang hanya pada kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran formal di sekolah.

Tabel 12

Frekuensi Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam memberikan Zakat,

Infak, dan Sodakoh Kepada Yang Membutuhkan

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 6 12%

2. Sering 32 64%

(50)

4. Tidak Pernah -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Frekuensi responden dalam memberikan zakat, infak, dan sodakaoh cukup tinggi. Selain memberikan zakat setahun sekali mereka juga sering memberikan infak ataupun sodakoh kepada yang membutuhkan.

Tabel 13

Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Berdoa Setelah Shalat

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 3 6%

2. Sering 22 54%

3. Kadang-kadang 7 14%

4. Tidak Pernah 18 24%

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

(51)

3. Pemahaman terhadap Dimensi Experiensial

Dimensi Experiensial yaitu, dimana menunjukkan tingkat seseorang merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman religius. Bagi pemeluk agama Islam, dimensi ini meliputi persaan dekat dengan Allah, dan kesadaran akan kehadiran yang maha kuasa.

Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi experiensial.

Tabel 14

Pandangan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Setelah Melakukan

Shalat Hati Menjadi Damai

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 17 34%

2. Setuju 28 56%

3. Kurang Setuju 5 10%

4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

(52)

menjadi damai. Dari tabel di atas juga diketahui ada sebagaian kecil yang menjawab kurang setuju, itu dikarenakan umumnya mereka menganggap shalat hanya sebuah perintah, sehingga setelah mengerjakannya mereka tidak merasakan apa-apa.

Tabel 15

Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dalam Berpuasa

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 7 14%

2. Setuju 32 64%

3. Kurang Setuju 11 22%

4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

(53)

Tabel 16

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Dengan Mendengar

Ayat-ayat Suci Al-Quran Akan Menambah Kesadaran Akan Kebesaran Allah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 12 24%

2. Setuju 33 66%

3. Kurang Setuju 5 10%

4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

(54)

Tabel 17

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Berdoa Kepada Allah

Memberikan Keyakinan Akan Pertolongan Allah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 15 30%

2. Setuju 32 64%

3. Kurang Setuju 6 6%

4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Berdasarkan tabel diatas semua responden menyatakan sangat setuju atau setuju bahwa dengan berdoa kepada Allah, memberikan keyakinan akan pertolongan Allah-lah mereka meminta kepada Allah.

Tabel 18

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Ketika Mendapat

Cobaan Maka Menerimanya Dengan Ikhlas dan Berserah Diri Pada Allah

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 30 60%

(55)

3. Kurang Setuju 2 4%

4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Hampir semua responden menyatakan bahwa pada saat mendapat cobaan maka menerimanya dengan ihklas dan beserah diri pada Allah. Perasaan ini adalah akibat tingginya keyakinan mereka pada Allah, dan pandangan mereka bahwa Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hambaNya di luar kemampuan hamba itu sendiri. Sedangkan dua responden yang menjawab kurang setuju, mengatakan bahwa pada saat Allah memberiakan cobaan itu dikarenakan Allah sedang marah kepadanya.

Berdasarkan tabel-tabel di atas penulius mengambil kesimpulan bahwa pemahaman Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 pada dimensi experiensial cukup tinggi.

4. Pemahaman terhadap Dimensi Intelektual

(56)

Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari dimensi intelektual.

Tabel 19

Pemahaman SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Kandungan Dari Dua

Kalimat Syahadat

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Memahami 6 12%

2. Memahami 33 66%

3. Kurang Memahami 11 22%

4. Tidak Memahami -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

(57)

Tabel 20

Pemahaman siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai hakekat Puasa

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Memahami 6 12%

2. Memahami 24 48%

3. Kurang Memahami 20 40%

4. Tidak Memahami -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Pemahaman responden terhadap hakekat puasa cukup tinggi. Itu dibuktikan hampir 50% responden menjawab memahami. Rata-rata para responden menjawab bahwa hakekat puasa bukan pada menahan diri dari makan dan minum saja tetapi juga membersihkan diri dari hal-hal yang tidak baik sehingga menjadi yang suci baik jasmani maupun rohani.

Tabel 21

Pengetahuan Siswa siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Orang-orang

Yang Berhak Menerima Zakat

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

(58)

2. Memahami 10 20%

3. Kurang Memahami 34 68%

4. Tidak Memahami -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata responden menjawab mengetahui siapa-siapa saja yang berhak menerima zakat. Sedangkan sisanya yang menjawab kurang mengetahui dengan alasan lupa.

Tabel 22

Pemahaman Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Haji

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Memahami 4 8%

2. Memahami 30 60%

3. Kurang Memahami 16 32%

4. Tidak Memahami -

Jumlah 50 100%

(59)

Berdasarkan tabel diatas diketahui sebagin besar responden mengaku memahami rukun-rukun haji. Sedangkan sebagian kecil dari responden ada yang menyatakan kurang memahami rukun-rukun haji, meskipun mengetahui mengenai rukun-rukun haji tetapi hanya sebatas yang mereka peroleh dari pelajaran manasik.

Tabel 23

Pemahaman Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Mengenai Tata cara Shalat

Yang Baik

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Memahami 6 12%

2. Memahami 36 72%

3. Kurang Memahami 8 16%

4. Tidak Memahami -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel diatas dapat diketahui bahawa sebagian besar responden memahami tata cara shalat yang baik, hanya 8 responden yang menyatakan kurang memahami tata cara shalat yang baik.

(60)

5. Pemahaman terhadap Dimensi Konsekuensial

Dimensi konsekuensial yang dimaksud disini adalah sejauh mana seseorang dalam berperilaku didorong atau dilatar belakangi oleh ajaran agama yang dipeluknya. Bagi seorang muslim, dimensi ini identik dengan “amal sholeh” yang artinya perbuatan kebaikan sebagai perwujudan dari keimanan dan ibadah dalam bentuk yang nyata atau manifestasi ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat.

Dibawah ini akan disajikan tabel-tabel yang menyangkut tingkat religiusitas siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 dilihat dari demensi konsekuensial.

Tabel 24

Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Bertemu

Sesama Muslim Maka Mengucapkan Salam

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 9 18%

2. Sering 31 62%

3. Kadang-ladang 10 20%

4. Tidak Pernah -

Jumlah 50 100%

(61)

Dari tabel di atas diketahui intensitas responden dalam mengucapakan salam apabila bertemu sesam muslim cukup sering. Dan sebagian kecilnya menjawab kadang-kadang saja mengucapkan salam apabila bertemu sesama muslim.

Tabel 25

Intensitas Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Berusaha Sendiri Dalam

Mengerjakan Ujian

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Sering 4 8%

2. Sering 20 40%

3. Kadang-kadang 26 52%

4. Tidak Pernah -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

(62)

Tabel 26

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Teman

Melakukan Kesalahan Maka Akan Dimaafkan

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 6 12%

2. Setuju 39 78%

3. Kurang Setuju 5 10%

4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Hampir semua responden menjawab sangat setuju dan setuju bahwa apabila ada teman yang berbuat salah maka akan memaafkan. Sedangkan sisanya, 5 responden menjawab kurang setuju.

Tabel 27

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Diberikan

Amanat maka Wajib Dikerjakan

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 14 28%

(63)

3. Kurang Setuju 4 8%

4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Pandangan responden mengenai apabila diberikan amanat maka wajib dikerjakan, sebagian besar menjawab setuju. Sedangkan sisanya menjawab kurang setuju, dengan alasan apabila amanat tersbut diluar kemapuan yang menerima maka tidak perlu dikerjakan.

Tabel 28

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Bahwa Apabila Tetangga

Sedang Mengalami Kesusahan Maka Membantunya Sesuai Kemampuan

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 10 20%

2. Setuju 36 74%

3. Kurang Setuju 3 6%

4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

(64)

Hampir semua responden setuju bahwa apabila tetangga sedang mengalami kesusahan maka membantunya sesuai kemapuan. Hanya dua orang yang menjawab tidak setuju membantu tetangganya yang mengalami kesusahan, karena menurut mereka saat mereka mendapatkan kesusahan tida ada yang membantu.

Berdasarkan tabel di atas maka disimpulkan bahwa tingkat religiusitas SMA Muhammadiyah 3 pada demensi konsekuensial cukup tinggi.

B. Moralitas Siswa-siswi SMA Muhammadiayah 3

Moralitas adalah sikap manusia yang berkenaan dengan hukum moral yang didasarkan atas keputusan bebasnya. Ethos juga sering diartikan untuk menunjukan karakter tertentu, dengan didasarkan pada unggulnya satu nilai khusus, unggulnya sikap moral dari satu nilai khusus atau sikap moral dari seluruh bangsa atau kelompok sosial.

1. Jujur

Tabel 29

Frekuensi Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 kejujuran dalam perkataan

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 9 18%

2. Setuju 41 82%

(65)

-4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa 18% dari seluruh responden menjawab sangat sering berperilaku jujur. Sisanya 82% responden menjawab sering berperilaku jujur. Dari keterangan di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa kejujuran dalam perkataan para responden sangat tinggi.

Tabel 30

Pandangan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 terhadap Amanat

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 6 12%

2. Setuju 42 84%

3. Kurang Setuju 2 4%

4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

(66)

Dari kedua tabel diatas disimpulkan bahwa moralitas siswa-siswi SMA Muhamamdiayah 3 dalam kejujuran sangat tinggi.

2. Sopan Santun

Tabel 31

Sopan-santun terhadap Pengajar (guru)

Nomor Jawaban Frekuensi Prosentase

1. Sangat Setuju 5 10%

2. Setuju 42 84%

3. Kurang Setuju 3 6%

4. Tidak Setuju -

Jumlah 50 100%

Sumber Data: Angket Penelitian 2007

Gambar

Tabel 1 Infrastruktur SMA Muhammadiyah 3
Tabel 3 Profil Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 Berdasarkan Jumlah
Tabel 5
Tabel 6 Keyakinan Siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 TerhadapKitab-kitab Allah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan kefarmasian tersebut meliputi pelayanan swamedikasi terhadap pasien, melakukan pelayanan obat, melaksanakan pelayanan resep, maupun pelayanan terhadap perbekalan

Tesis yang berjudul : PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN AKHLAK PADA SISWA KELAS VIII A MADRASAH MATHLAUL ANWAR KECAPI PADANG CERMIN , ditulis

Berdasarkan definisi-definisi kepemimpinan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah bagian yang dianggap penting dalam manajemen

Pada penelitian ini, akan dicari formula cadangan premi bersih tahunan pada asuransi joint life dengan menggunakan metode perhitungan cadangan premi secara

selaku Rektor Universitas Bina Nusantara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan menyelesaikan skripsi di kampus ini.. Yang terhormat Bapak

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “ Penerapan Model

proses perbaikan yang terjadi secara terus menerus untuk memperbaiki cara kerja, meningkatkan mutu, dan produktivitas output dengan cara menanamkan sikap disiplin terhadap

Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat , hidayah, karunia dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Jumlah Leukosit