• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Deteksi Tepi Pada Citra Digital Dengan Menggunakan Algoritma FREI Cen Dan Susan (Smallest Univalue Segment Assimilating Nucleus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Deteksi Tepi Pada Citra Digital Dengan Menggunakan Algoritma FREI Cen Dan Susan (Smallest Univalue Segment Assimilating Nucleus)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ii ABSTRACT

THE COMPARISON OF EDGE DETECTION IN DIGITAL IMAGE PROCESSING USING FREI CHEN AND SUSAN (SMALLEST UNIVALUE SEGMENT ASSIMILATING NUCLEUS) ALGORITHM

Organized by:

MUHAMMAD ADHITYAWAN 10107447

The eyes are one of the five senses used by human to see, but the human eyes have limitations to capture the electromagnetic signals. Therefore, a computer or image processor was designed to capture entirely most electromagnetic signals. The image processor could analyze the images which could not be captured by human eyes and the images from unfitted or unmatched sources.

One of the image processing techniques which are well known is the edge detection method. Edge detection is commonly applied in digital image processing particularly in the image segmentation step. This method is used for identifying the boundary of an object from its overlapping background. Then the segmentation aims to portray the objects that contained within the image. These recent days, there are several edge detection methods, such as the Sobel, Canny, Prewitt, frei-chen and SUSAN (Smallest Univalue Segment Assimilating Nucleus). In this study two methods were used and compared; they are the frei-chen and SUSAN algorithm.

The results show that both of algorithms did well in detecting edges in an image. Frei-chen algorithm is better than SUSAN algorithm in edge detection of images that contain noises. Objectively, frei-chen algorithm PSNR (Peak Signals Noise Ratio) values are higher than SUSAN algorithm.

(2)

i ABSTRAK

PERBANDINGAN DETEKSI TEPI PADA CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA FREI CHEN DAN SUSAN (SMALLEST

UNIVALUE SEGMENT ASSIMILATING NUCLEUS) Oleh:

MUHAMMAD ADHITYAWAN 10107447

Mata merupakan salah satu panca indra yang digunakan manusia untuk melihat. Namun mata manusia memiliki keterbatasan dalam menangkap sinyal elektromagnetik. Oleh karena itu, diciptakan mesin pencitraan yang dapat menangkap hampir keseluruhan sinyal elektromagnetik. Mesin pencitraan dapat bekerja dengan citra dari sumber yang tidak dapat ditangkap dengan penglihatan manusia.

Salah satu teknik pengolahan citra yang digunakan adalah deteksi tepi. Deteksi tepi adalah hal yang umum dalam proses pengolahan citra digital karena merupakan salah satu langkah awal dalam melakukan segmentasi citra, yang bertujuan untuk mempresentasikan objek-objek yang terkandung dalam citra tersebut. Deteksi tepi berfungsi untuk mengidentifikasikan garis batas dari suatu objek terhadap latar belakang yang saling tumpang tindih.Saat ini telah ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pendeteksian tepi, contohnya adalah metode sobel, canny, prewitt, frei-chen dan SUSAN. Dalam penelitian ini diambil 2 metode untuk perbandingan yaitu algoritma frei-chen dengan algoritma SUSAN.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa kedua operator berhasil dengan baik dalam mendeteksi tepi pada sebuah citra. Pada saat mendeteksi tepi pada citra yang mengandung noise algoritma frei-chen lebih baik dalam melakukan pendeteksian tepi. Secara objektif dapat dilihat nilai PSNR (Peak Signals Noise Ratio) yang dimiliki algoritma frei-chen cenderung lebih tinggi.

(3)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Mata merupakan salah satu panca indra yang digunakan manusia untuk

melihat. Namun mata manusia memiliki keterbatasan dalam menangkap sinyal

elektromagnetik. Oleh karena itu, diciptakanlah komputer atau mesin pencitraan

yang dapat menangkap hampir keseluruhan sinyal elektromagnetik. Mesin

pencitraan dapat bekerja dengan citra dari sumber yang tidak sesuai, tidak cocok,

atau tidak dapat ditangkap dengan penglihatan manusia. Hal inilah yang

menyebabkan pengolahan citra digital memiliki kegunaan yang sangat luas.

Teknologi pengolahan citra dapat masuk ke berbagai bidang seperti kedokteran,

geologi, kelautan, industri, dan lain sebagainya.

Salah satu teknik pengolahan citra yang digunakan adalah deteksi tepi (edge

detection). Deteksi tepi adalah hal yang umum dalam proses pengolahan citra

digital karena merupakan salah satu langkah awal dalam melakukan segmentasi

citra, yang bertujuan untuk mempresentasikan objek-objek yang terkandung

dalam citra tersebut. Deteksi tepi berfungsi untuk mengidentifikasikan garis batas

dari suatu objek terhadap latar belakang yang saling tumpang tindih. Sehingga

apabila garis tepi pada citra dapat diidentifikasikan dengan akurat, semua objek

dapat ditemukan dan sifat dasar seperti area, bentuk, dan ukuran objek dapat

diukur. Tepian citra adalah posisi dimana intensitas pixel dari citra berubah dari

(4)

Saat ini telah ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk pendeteksian

tepi, contohnya adalah metode sobel, canny, prewitt, frei-chen dan SUSAN. Dalam

penelitian ini diambil 2 metode untuk perbandingan yaitu algoritma frei-chen

dengan algoritma SUSAN.

Frei-Chen merupakan metode deteksi tepi (edge detection) dengan

menggunakan Frei-Chen mask yang mana berisi basis perhitungan vektor untuk

diterapkan pada citra. Frei-Chen [1] menunjukkan pendeteksian tepi yang terbaik

dilakukan oleh detektor tepi yang sederhana, diikuti dengan penipisan dan

menghubungkan proses untuk mengoptimalkan garis tepi.

SUSAN (Smallest Univalue Segment Assimilating) [5] merupakan metode

deteksi tepi (edge detection) dengan membandingkan intensitas pada piksel yang

diproses dengan piksel sekitarnya. Konsep dari setiap titik gambar yang terkait

dengan itu memiliki area lokal kecerahan yang sama adalah dasar bagi prinsip

algoritma SUSAN.

Tugas akhir ini akan memberikan gambaran mengenai penerapan kedua

metode dalam mendeteksi tepi pada sebuah citra, serta mengevaluasi kinerja

masing-masing algoritma.

1.2 Idetifikasi Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan berkaitan dengan Perbandingan

Deteksi Tepi Pada Citra Digital Dengan Menggunakan Algoritma Frei-Chen dan

SUSAN (Smallest Univalue Segment Assimilating Nucleus) adalah:

1. Bagaimana menerapkan algoritma yang ada untuk melakukan deteksi tepi

(5)

2. Bagaimana mengevaluasi kinerja masing-masing algoritma dalam

mendeteksi tepi pada citra digital?

3. Maksud dan Tujuan

Berdasarkan judul yang diambil, maka maksud dari penulisan tugas akhir ini

adalah untuk membandingkan dua algoritma yang ada untuk deteksi tepi pada

citra digital.

Sedangkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui

kemampuan dari kedua metode deteksi yang dipilih dalam melakukan deteksi tepi

pada sebuah citra digital.

4. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini ada beberapa batasan yang perlu diperhatikan, antara

lain:

1. File citra digital yang digunakan mempunyai mode warna RGB.

2. Parameter perbandingan yang digunakan :

a. Berdasarkan penglihatan indera penglihatan.

b. Sensitifitas terhadap noise pada citra digital.

c. Nilai PSNR dari masing-masing algoritma.

3. Pengujian menggunakan white-box dan black-box.

5. Metodologi Penelitian

Dalam pembuatan skripsi ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang

menggambarkan fakta-fakta dan informasi secara sistematis, aktual dan akurat.

(6)

1. Tahap Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Studi Literatur

Pengumpulan data dengan cara mengumpulkan literatur, jurnal, paper dan

bacaan-bacaan yang ada kaitannya dengan judul penelitian.

2. Tahap Pengembangan Perangkat Lunak.

Teknik analisis data dalam pengembangan perangkat lunak menggunakan

paradigma perangkat lunak secara waterfall, yang meliputi beberapa proses

diantaranya:

a. Pengumpulan data

Merupakan bagian dari sistem yang terbesar dalam pengerjaan suatu proyek,

dimulai dengan menetapkan berbagai kebutuhan dari semua elemen yang

diperlukan sistem dan mengalokasikannya kedalam pembentukan perangkat

lunak.

b. Analisis

Merupakan tahap menganalisis hal-hal yang diperlukan dalam pelaksanaan

proyek pembuatan perangkat lunak.

c. Perancangan

Tahap penerjemahan dari data yang dianalisis kedalam bentuk yang mudah

(7)

d. Pengkodean

Tahap penerjemahan data atau pemecahan masalah yang telah dirancang

kedalam bahasa pemrograman tertentu.

e. Pengujian

Merupakan tahap pengujian terhadap perangkat lunak yang dibangun.

f. Pemeliharaan

Tahap akhir dimana suatu aplikasi yang sudah selesai dapat mengalami

perubahan-perubahan atau penambahan sesuai dengan permintaan pengguna.

Tahap-tahap pengembangan perangkat lunak metode waterfall dapat dilihat

pada gambar :

Pemeliharaan Pengkodean

Perancangan Analisis

Pengujian Pengumpulan

Data

(8)

6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini disusun untuk memberikan gambaran

umum tentang penelitian yang dijalankan. Sistematika penulisan tugas akhir ini

adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah yang dihadapi,

menentukan maksud dan tujuan, dan batasan masalah, yang kemudian diikuti

dengan metodologi penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II. LANDASAN TEORI

Membahas berbagai konsep dasar dan teori-teori yang berkaitan dengan topik

penelitian yang dilakukan dan hal-hal yang berguna dalam proses analisis

permasalahan. Landasan teori yang dimaksud mencakup penjelasan mengenai

pengertian citra, pengertian citra digital, definisi pengolahan citra, resolusi citra,

jenis-jenis citra, elemen-elemen yang terdapat dalam citra digital.

BAB III. ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Menganalisis kebutuhan dan desain dari sistem yang akan dikembangkan. Proses

perancangan menjelaskan kriteria-kriteria rancangan dari sudut pandang

fungsional sistem dan sudut pandang interaksi pengguna seperti antar muka (user

(9)

BAB IV. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

Merupakan tahapan yang dilakukan dalam penelitian secara garis besar sejak dari

tahap persiapan sampai penarikan kesimpulan dan kaidah yang diterapkan dalam

penelitian. Termasuk menentukan metode pengujian yang akan dipergunakan

dalam pengujian aplikasi yang akan dibangun.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi kesimpulan dan saran yang sudah diperoleh dari hasil penelitian tugas

(10)

8 2.1 Pengertian Citra

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu

objek. Citra merupakan salah satu komponen multimedia memegang peranan

yang sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai

karakteristik yang tidak dimilki oleh data teks, yatu citra kaya dengan informasi.

Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus

(continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra (dua dimensi). Pada

gambar 2.1 adalah citra seorang gadis model yang bernama Lena, dan gambar di

sebelah kanannya adalah citra kapal di sebuah pelabuhan.

Gambar 2.1 Citra Lena dan citra kapal

Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari

(11)

misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya,

sehingga bayangan objek yang disebut citra terekam.

Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat:

1. Optik berupa foto.

2. Analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi.

3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik.[11]

2.2 Pengertian Citra Digital

Secara umum, pengolahan citra digital menunjuk pada pemrosesan gambar 2

dimensi menggunakan komputer. Dalam konteks yang lebih luas, pengolahan

citra digital mengacu pada pemrosesan setiap data 2 dimensi. Citra digital

merupakan sebuah larik (array) yang berisi nilai-nilai real maupun komplek yang

direpresentasikan dengan deretan bit tertentu. Pada umumnya citra digital

berbentuk empat persegi panjang, dan dimensi ukurannya dinyatakan sebagai

tinggi x lebar.

Citra Digital merupakan suatu fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x

dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y)

merupakan tingkat kecermerlangan citra pada titik tersebut.

Citra digital yang tingginya N, lebarnya M, dan memiliki L derajat keabuan

(12)

(2.1)

Citra digital yang berukuran N x M lazim dinyatakan dengan matriks

berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut :

(2.2)

Keterangan:

N = jumlah baris,0<= y<=N-1

M=jumlah kolom,0<=x<=M-1

L=maksimal warna intensitas (derajat keabuan),0<=f(x,y)<=L-1

Masing-masing elemen pada citra digital (berarti elemen matriks) disebut

image element atau piksel. Jadi, citra yang berukuran N x M mempunyai NM

buah piksel.

Proses digitalisasi koordinat (x,y) dikenal sebagai pencuplikan citra (image

sampling), sedangkan proses digitalisasi derajat keabuan f(x,y) disebut kuantisasi

derajat keabuan (gray-level quantization).

Berdasarjan format penyimpanan nilai warnanya, citra terdiri atas empat

(13)

1. Citra biner atau monokrom

Pada citra jenis ini, setiap titik atau piksel hanya bernilai 0 atau 1.

Dimana setiap titik membutuhkan media penyimpanan sebesar 1 bit.

2. Citra skala keabuan

Citra skala keabuan mempunyai kemungkinan warna antara hitam

(minimal) dan putih (maksimal). Jumlam maksimum warna sesuai

dengan bit penyimpanan yang digunakan.

3. Citra warna

Setiap titik (piksel) pada citra warna mewakili warna yang merupakan

kombinasi dari tiga warna dasar yaitu merah, hijau dan biru. Setiap

warna dasar mempunyai intensitas sendiri dengan nilai maksimum

255 (8bit).

Setiap titik pada citra warna membutuhkan data 3 byte.

4. Citra warna berindeks

Setiap titik (piksel) pada citra warna berindeks mewakili indeks dari

suatu tabel warna yang tersedia (biasanya disebut palet warna).

Keuntungan pemakaian palet warna adalah kita dapat dengan cepat

memanipulasi warna tanpa harus mengubah informasi pada setiap titik

dalam citra. Keuntugan yang lain, penyimpanan lebih kecil.[11]

2.3 Definisi Pengolahan Citra

Meskipun sebuah citra kaya informasi, namun seringkali citra yang kita

miliki mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau

(14)

sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebiih sulit diinterpretasi karena

informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra

menjadi baik kualitasnya maka perlu adanya yang namanya pengolahan citra

digital (image processing).

Pengolahan citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Sebagai contoh, citra burung

nuri pada gambar 2.2 (a) tampak agak gelap, lalu dengan proses pengolahan citra

kontrasnya diperbaiki sehingga menjadi lebih terang dan tajam (b).

Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila :

1. Perbaikan atau memodifikasi citra perlu dilakukan untuk

meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa

aspek informasi yang terkandung dalam citra,

2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan, atau diukur,

(15)

Gambar 2.2 (a) citra burung nuri agak gelap, (b) citra burung yang telah

diperbaiki kontrasnya sehingga terlihat jelas dan tajam

Di dalam bidang komputer, sebenarnya ada tiga bidang studi yang berkaitan

dengan data citra, namun tujuan ketiganya berbeda, yaitu:

1. Grafika komputer (Computer graphics).

2. Pengolahan Citra (Image processing).

3. Pengenalan Pola (Pattern recognition/image interpretation).

Hubungan antara ketiga bidang (grafika komputer, pengolahan citra,

pengenalan pola) ditunjukkan pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Tiga bidang studi yang berkaitan dengan citra

Grafika komputer bertujuan menghasilkan citra dengan primitif-primitif geometri seperti garis, lingkaran, dan sebagainya. Primitif-primitif geometri

seperti garis, lingkaran, dan sebagainya. Primitif-primitif geometri tersebut

memerlukan data deskriptif untuk melukis elemen-elemen gambar. Contoh data

(16)

warna, dan sebagainya. Grafika komputer memainkan peranan penting dalam

visualisasi.

Gambar 2.4 Peranan Grafika Komputer

Contoh grafika komputer misalnya menggambar sebuah ‘rumah’ yang dibentuk

oleh garis-garis lurus, dengan data masukkan berupa koordinat awal dan koordinat

ujung garis (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 (a) Program Grafika Komputer untuk menggambar ‘rumah’ (b)

Pengolahan Citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik teknik

pengolahan citra menstraformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya

(17)

lebih baik daripada citra masukkan. Termasuk ke dalam bidang ini juga adalah

pemampatan citra (image compressin).

Gambar 2.6 Pengolahan Citra

Pengubahan kontras citra seperti pada Gambar 2.5 adalah contoh operasi

pengolahan citra. Contoh operasi pengolahan citra lainnya adalah penghilangan

derau (noise) pada citra Lena (Gambar 2.7). Citra Lena yang di sebelah kiri

mengandung derau berupa bintik-bintik putih (derau). Dengan operasi penapisan

(filtering), derau pada citra masukan ini dapat dikurangi sehingga dihasilkan citra

Lena yang kualitasnya lebih baik.

Gambar 2.7 (a) Citra Lena yang mengandung derau, (b) hasil dari operasi

(18)

Pengenalan Pola mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis oleh mesin (dalam hal ini komputer). Tujuan

pengelompokan adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Manusia bisa

mengenali objek yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar

mengklasifikasi objek-objek di alam sehingga mampu membedakan suatu objek

dengan objek lainnya. Kemampuan sistem visual manusia inilah yang dicoba

ditiru oleh mesin. Komputer menerima masukan berupa citra objek yang akan

diidentifikasi, memproses citra tersebut, dan memberikan keluaran berupa

deskripsi objek di dalam citra.

Gambar 2.8 Pengenalan Pola

Contoh pengenalan pola misalnya citra pada Gambar 2.9 adalah tulisan tangan yang digunakan sebagai data masukan untuk mengenali karakter ‘ A’.

Dengan menggunakan suatu algoritma pengenalan pola, diharapkan komputer

(19)

Gambar 2.9 Citra karakter ‘A’ yang digunakan sebagai masukan untuk

pengenalan huruf.

2.4 Operasi Pengolahan Citra

Operasi -operasi yang dilakukan di dalam pengolahan citra banyak ragamnya.

Namun, secara umum, operasi pengolahan citra dapat diklasifikasikan dalam

beberapa jenis sebagai berikut:

1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement).

Jenis operasi ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan cara

memanipulasi parameter-parameter citra. Dengan operasi ini, ciri -ciri khusus

yang terdapat di dalam citra lebih ditonjolkan.

Contoh-contoh operasi perbaikan citra:

a. Perbaikan kontras gelap/terang

b. Perbaikan tepian objek (edge enhancement)

c. Penajaman (sharpening)

d. Pemberian warna semu (pseudocoloring)

(20)

Gambar 2.10 adalah contoh operasi penajaman. Operasi ini menerima

masukan sebuah citra yang gambarnya hendak dibuat tampak lebih tajam. Bagian

citra yang ditajamkan adalah tepi -tepi objek.

Gambar 2.10 (a) Citra Lena asli, (b) Citra Lena setalah ditajamkan

2. Pemugaran citra (image restoration).

Operasi ini bertujuan menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra.

Tujuan pemugaran citra hampir sama dengan operasi perbaikan citra. Bedanya,

pada pemugaran citra penyebab degradasi gambar diketahui.

Contoh-contoh operasi pemugaran citra:

a. Penghilangan kesamaran (deblurring)

b. Penghilangan derau (noise)

Gambar 2.11 adalah contoh operasi penghilangan kesamaran. Citra masukan

adalah citra yang tampak kabur (blur). Kekaburan gambar mungkin disebabkan

(21)

gambar. Melalui operasi deblurring, kualitas citra masukan dapat diperbaiki

sehingga tampak lebih baik.

Gambar 2.11 Kiri: Citra Lena yang kabur (blur), kanan: citra Lena setelah

deblurring

3. Pemampatan citra (image compression).

Jenis operasi ini dilakukan agar citra dapat direpresentasikan dalam bentuk

yang lebih kompak sehingga memerlukan memori yang lebih sedikit. Hal

penting yang harus diperhatikan dalam pemampatan adalah citra yang telah

dimampatkan harus tetap mempunyai kualitas gambar yang bagus. Contoh

metode pemampatan citra adalah metode JPEG. Perhatikan Gambar 2.12.

Gambar sebelah kiri adalah citra kapal yang berukuran 258 KB. Hasil

pemampatan citra dengan metode JPEG dapat mereduksi ukuran citra semula

(22)

Gambar 2.12 (a) Citra boat.bmp9258 KB) sebelum dimampatkan, (b) citra

boat.jpg(49 KB) sesudah dimampatkan

4. Segmentasi citra(image segmentation).

Jenis operasi ini bertujuan untuk memecah suatu citra ke dalam beberapa

segmen dengan suatu kriteria tertentu. Jenis operasi ini berkaitan erat dengan

pengenalan pola.

5. Pengorakan citra (image analysis).

Jenis operasi ini bertujuan menghitung besaran kuantitif dari citra untuk

menghasilkan deskripsinya. Teknik pengorakan citra mengekstraksi ciri –ciri

tertentu yang membantu dalam identifikasi objek. Proses segmentasi kadangkala

diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya.

Contoh-contoh operasi pengorakan citra:

a. Pendeteksian tepi objek (edge detection)

b. Ekstraksi batas (boundary)

(23)

Gambar 2.13 adalah contoh operasi pendeteksian tepi pada citra Camera.

Operasi ini menghasilkan semua tepi (edge) di dalam citra.

Gambar 2.13 (a) Citra camera, (b) citra hasil pendeteksian seluruh tepi

6. Rekonstruksi citra (image reconstruction).

Jenis operasi ini bertujuan untuk membentuk ulang objek dari beberapa citra

hasil proyeksi. Operasi rekonstruksi citra banyak digunakan dalam bidang medis.

Misalnya beberapa foto rontgen dengan sinar X digunakan untuk membentuk

ulang gambar organ tubuh. [11]

2.5 Resolusi Citra

Resolusi citra merupakan tingkat detail suatu citra. Semakin tinggi resolusi

citra maka akan semakin tinggi pula tingkat detail dari citra tersebut. Satuan

dalam pengukuran resolusi citra dapa berupa ukuran fisik (jumlah garis per

mm/jumlah garis per inchi) ataupun dapat juga berupa ukuran citra menyeluruh

(jumlah garis per tinggi citra). Resolusi sebuah citra dapat diukur dengan beberapa

(24)

1. Resolusi pixel

2. Resolusi spasial

3. Resolusi spektral

4. Resolusi temporal

5. Resolusi radiometrik

Resolusi pixel merupakan perhitungan jumlah pixel dalam sebuah citra digital. Sebuah citra dengan tinggi N pixel dan lebar M pixel berarti memiliki

resolusi sebesar M x N. Resolusi pixel akan memberikan 2 buah angka integer

yang secara berurutan akan mewakili jumlah pixel lebar dan jumlah pixel tinggi

dari citra tersebut.

Pengertian lainnya dari resolusi pixel adalah merupakan hasil perkalian

jumlah pixel lebar dan tingginya dan kemudian dibagi dengan 1 juta. Jenis

resolusi pixel seperti ini sering kali dijumpai dalam kamera digital. Suatu citra

yang memiliki lebar 2.048 pixel dan tinggi 1.536 pixel maka akan memiliki total

pixel sebanyak 2.048 x 1.536 = 3.145.728 pixel atau 3,1 mega pixel.

Resolusi spasial menunjukkan seberapa dekat jarak setiap garis pada citra. Jarak tersebut tergantung dari sistem yang menciptakan citra tersebut. Resolusi

spasial menghasilkan jumlah pixel per satuan panjang. Resolusi spasial dari

sebuah monitor komputer adalah 72 hingga 100 garis per inchi atau dalam resolusi

72 hingga 100 ppi.

Resolusi spektrum membedakan intensitas ke dalam beberapa spektrum. Citra multi spektrum akan memberikan spektrum atau panjang gelombang yang

(25)

Resolusi temporal berkaitan dengan video. Suatu video merupakan kumpulan frame statis yang berupa citra yang berurutan dan ditampilkan secara

cepat. Resolusi temporal memberikan jumlah frame yang dapat ditampilkan setiap

detik dengan satuan frame per second (fps).

Resolusi radiometrik ini memberikan nilai atau tingkat kehalusan citra yang dapat ditampilkan dalam satuan bit contoh 8 bit dan citra 256 bit. Semakin tinggi

resolusi radiometrik ini makan semakin baik perbedaan intensitas yang

ditampilkan.[12]

2.6 Jenis Citra

Nilai suatu pixel memiliki nilai rentang tertentu, dari nilai minimum sampai

nilai maksimum. Jangkauan yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis

warnanya. Namun secara umum jangkauannya adalah 0-255. Citra dengan

penggambaran seperti ini digolongkan ke dalam citra integer. Berikut adalah

jenis-jenis citra berdasarkan nilai pixelnya.[12]

2.6.1 Citra Biner

Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai

pixel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B&W (black

and white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan1 bit untuk mewakilkan nilai

(26)

Gambar 2.14 Citra biner

2.6.2 Citra Grayscale

Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai

kanal pada setiap pixelnya, dengan kata lain nilai bagian RED = GREEN =

BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna

yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuan

disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam mendekati

putih. Citra grayscale berikut memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi

warna keabuan).[12]

(27)

2.6.3 Citra Warna (8 bit)

Setiap pixel dari citra warna (8 bit) hanya diwakili oleh 8 bit dengan jumlah

warna maksimum yang dapat digunakan adalah 256 warna. Ada dua jenis citra

warna 8 bit. Pertama, citra warna 8 bit dengan menggunakan palet warna 256

dengan setiap paletnya memiliki pemetaan nilai (colormap) RGB tertentu. Model

ini lebih sering digunakan.[12]

Gambar 2.16 Citra warna 8 bit

2.6.4 Citra Warna (16 bit)

Citra warna ini biasa disebut sebagai citra highcolor dengan setiap pixelnya

diwakili dengan 2 byte memory (16 bit). Warna 16 bit memiliki 65.536 warna.

Dalam formasi bitnya, nilai komponen memiliki 5 bit ditambah 1 bit ekstra.

Pemilihan komponen hijau dengan deret 6 bit dikarenakan penglihatan manusia

sensitif terhadap warna hijau.[12]

(28)

2.6.5 Citra Warna (24 bit)

Setiap pixel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga total

16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk

memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat penglihatan manusia.

Penglihatan manusia dipercaya hanya dapat membedakan 10 juta warna saja.

Setiap poin informasi pixel (RGB) disimpan ke dalam 1 bye data. 8 bit

pertama menyimpan nilai biru, kemudian diikuti dengan nilai hijau pada 8 bit

kedua dan pada bit 8 bit terakhir merupakan warna merah.[12]

Gambar 2.18 Citra warna 24 bit

2.7 Elemen-elemen Citra Digital

Citra digital mengandung sejumlah elemen-elemen dasar. Elemen-elemen

dasar tersebut dapat dimanipulasi dalam pengolahan citra seperti elemen

kecerahan, kontras dan elemen-elemen dasar lain yang akan dijelaskan definisinya

beserta contohnya.[13]

2.7.1 Kecerahan (brightness)

Kecerahan adalah intensitas cahaya yang dipancarkan pixel dari citra yang

dapat ditangkap oleh sistem penglihatan. Lazimnya pada sebuah citra, kecerahan

(29)

mampu menyesuaikan dirinya dengan tingkat kecerahan, mulai dari

jangkauan terendah sampai yang tertinggi. [13]

2.7.2 Kontras (contrast)

Kontras merupakan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) di

dalam sebuah gambar. Citra dengan kontras rendah dicirikan oleh sebagian besar

komposisi citranya adalah terang atau sebagian gelap. Pada citra dengan kontras

yang baik, komposisi gelap dan terang tersebar secara merata.[13]

2.7.3 Kontur (contour)

Kontur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas

pada pixel-pixel yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas inilah

mata kita mampu mendeteksi tepi-tepi (edge) objek di dalam citra.[13]

2.7.4 Warna (color)

Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap

panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. Setiap warna

mempunyai panjang gelombang yang berbeda. Warna-warna yang diterima oleh

mata manusia merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang

berbeda. Kombinasi warna yang memberikan rentang warna yang paling

lebar adalah red (R), green (G), dan blue (B). Persepsi sistem visual

terhadap warna sangat relatif sebab dipengaruhi oleh banyak kriteria, salah

satunya disebabkan oleh adaptasi yang menimbulkan distorsi. [13]

2.7.5 Bentuk (shape)

Shape adalah properti intrinsik dari objek tiga dimensi, dengan pengertian

(30)

Pada umumnya, citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra dua

dimensi, sedangkan objek yang dilihat umumnya berbentuk tiga dimensi.[13]

2.7.6 Tekstur (texture)

Tekstur dicirikan sebagai distribusi spasial derajat keabuan didalam

sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga. Tekstur tidak dapat didefinisikan untuk

sebuah pixel. Sistem visual manusia pada hakikatnya tidak menerima

informasi citra secara independen pada setiap pixel, melainkan suatu citra

dianggap sebagai suatu kesatuan. Resolusi citra yang diamati ditentukan oleh

skala pada bagian mana tekstur tersebut dipersepsi. [13]

2.8 Analisis Citra

Analisis citra bertujuan untuk mengidentifikasi parameter-parameter yang

diasosiasikan dengan ciri dari objek didalam citra, untuk selanjunya

parameter tersebut digunkan dalam menginterpretasi citra. Analisis citra pada

dasarnya terdiri dari tiga tahapan yaitu ekstraksi ciri, segmentasi dan klasifikasi.

Faktor kunci dalam mengekstraksi ciri adalah kemampuan mendeteksi

keberadaan tepi dari objek didalam citra. Setelah tepi objek diketahui,

langkah selanjunya dalam analisis citra adalah segmentasi, yaitu mereduksi citra

menjadi objek atau region. Langkah terakhir dari analisis citra adalah

klasifikasi, yaitu memetakan segmen-segmen yang berbeda kedalam kelas

objek yang berbeda pula.[13]

2.9 Pendeteksian Tepi

Pendeteksian tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi

(31)

berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi objek didalam citra.

Tujuan operasi pendeteksian tepi adalah untuk meningkatkan penampakan

garis batas suatu daerah atau objek didalam citra.[13]

2.9.1 Konvolusi

Deteksi tepi merupakan salah satu proses pengolahan citra yang

menggunakan filter atau penapis. Untuk mengaplikasikan penapis pada citra,

digunakan metode konvolusi. Konvolusi dinyatakan dalam matriks, dimana setiap

elemen matriks penapis tersebut dinamakan koefisien konvolusi. Operasi bekerja

dengan menggeser kernel piksel per piksel, yang hasilnya kemudian disimpan

dalam matriks baru.

Untuk lebih jelasnya, berikut contoh konvolusi yang terjadi antara citra

f(x,y) berukuran 5x5 dengan sebuah kernel berukuran 3x3 yang diperlihatkan

pada gambar 2.19.

Gambar 2.19 Matriks Citra dan Kernel sebelum Konvolusi

(32)

Tahapan untuk mendapatkan hasil konvolusi yang terjadi antara citra dan

kernel diatas dapat dilihat pada Gambar 2.20.

.

.

.

(33)

Gambar 2.20 Tahapan Proses Pembentukan Konvolusi

Sehingga diperoleh hasil akhir dari proses konvolusi tersebut, yang

ditunjukkan pada gambar 2.21.[13]

4 0 8

0 2 6

6 0 2

Gambar 2.21 Hasil Kovolusi Citra dan Kernel

2.9.2 Definisi Tepi

Tepi (edge) adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang

mendadak besar dalam jarak yang singkat. Tepi biasanya terdapat pada

batas antara dua daerah berbeda pada suatu citra. Tepi dapat diorientasikan

dengan satu arah, dan arah ini berbeda-beda bergantung pada perubahan

intensitas.

Ada tiga macam tepi yang terdapat didalam citra digital ditunjukan pada

gambar 2.22, yaitu :

1. Tepi curam yaitu tepi dengan perubahan intensitas yang tajam.

(34)

2. Tepi landai yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landai

dapat dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya

berdekatan.

3. Tepi yang mengandung derau (noise). Umumnya tepi yang terdapat

pada aplikasi komputer mengandung derau. Operasi peningkatan

kualitas citra dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum pendeteksian

tepi.[12]

Gambar 2.22 Jenis-jenis Tepi

2.9.3 Tujuan Pendeteksian Tepi

Pendeteksian tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi

didalam citra. Tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna

untuk proses segmentasi dan identifikasi objek didalam citra. Tujuan operasi

pendeteksian tepi adalah untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu

(35)

2.10 Algoritma Frei Chen

Deteksi tepi yang menggunakan Frei Chen mask yang diimplementasikan

oleh pemetaan vektor intensitas menggunakan transformasi linear dan kemudian

mendeteksi tepi berdasarkan sudut antara intensitas vektor dan diproyeksikan

kedalam ruang bagian tepi.

Frei Chen mask adalah mask yang unik, dimana semua berisi basis vektor.

Ini d implementasikan pada area gambar 3X3 diwakili dengan jumlah sembilan

Frei Chen mask.

(36)

Dalam hal ini, kernel 1 sampai 4 digunakan untuk subspace tepi. 4 kernel

selanjutnya untuk menghasilkan subspace garis. Mask terakhir untuk rata-rata

subspace.

Jadi citra digital yang akan di deteksi tepi akan diproyeksikan pada mask

frei-chen kemudian dilakukan perhitungan, hasil dari perhitungan tersebut diambil

nilai bobotnya yang tidak bernilai nol, sehingga didapatkan hasil deteksi tepi.[1]

2.11 Algoritma SUSAN (Smallest Univalue Segment Assmilating Nucleus) Ide dibalik algoritma ini adalah dengan menggunakan kesamaan nilai-nilai

pixel tetangganya abu-abu sebagai klasifikasi kriteria. Daerah pada SUSAN berada

pada maksimum wilayah regional.

Lokal area SUSAN berisi informasi mengenai struktur dari sebuah citra

digital. Area ini daerah efektif untuk mencari dalam skal kecil. Bisa dilihat dalam

gambar 2.24, area SUSAN berada pada kondisi maksimum ketika nucleus berada

pada permukaan citra, jatuh ke setengan dari maksimum pada saat dekat tepi

lurus, dan jatuh lebih jauh ketika di sudut. Area SUSAN tersebut digunakan untuk

(37)

Gambar 2.24 Circular masks dengan posisi yang berbeda pada sebuah citra

Gambar 2.25 Empat circular masks dengan warna yang serupa, USAN

ditampilkan sebagai bagian putih dari mask

Dari area yg di deteksi tersebut disebut SUSAN (Smallest Univalue

Segment Assimilating Nucleus).

Karena Metode yang digunakan berdasarkan tingkat kecerahan(brightness)

maka lebih efektif pada citra yang mempunyai tingkat brightness yang tinggi. Jadi

(38)

terhadap circular mask dengan citra asli. Kemudian hasil dari perbandingan

tersebut di bandingkan dengan nilai threshold, apabila lebih kecil menghasilkan

nilai piksel 1 dan sebaliknya akan menghasilkan nilai 0, sehingga deteksi tepi

selesai dilakukan.[5]

2.12 Kriteria Penilaian Kualitas Citra

Pada bagian ini dibahas mengenai kriteria-kriteria penilaian baik-buruknya

kualitas citra, yaitu kriteria penilaian secara obyektif dengan menggunakan suatu

ukuran tertentu dan kriteria penilaian secara subyektif dengan berdasarkan

pengamatan mata manusia.[10]

2.12.1 Mean Square Error (MSE)

Semakin kecil nilai MSE semakin kecil nilai error pada suatu citra.

Rumus MSE dapat dituliskan sebagai berikut :[10]

MSE =

2.12.2 Peak Signal to Noise Ratio (PSNR)

Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) adalah perbandingan antara nilai

maksimum dari sinyal yang diukur dengan besarnya derau yang

berpengaruh pada sinyal tersebut. PSNR merupakan parameter standar

untuk menilai kualitas suatu citra secara obyektif dengan

membandingkan noise terhadap sinyal puncak.

Pada umumnya disajikan dengan angka desimal yaitu dua angka

dibelakang koma. Nilai nyata (actual value) tidak sepenuhnya berarti,

(39)

memberikan satu nilai mutu. Semakin tinggi nilainya, semakin tinggi

mutunya.[10]

PSNR biasanya diukur dalam satuan desibel, berikut persamaannya:

PSNR

=

20.log10

MSE

255

(40)

38

Analisis dan perancangan aplikasi memerlukan tahapan yang sistematis

untuk mendapatkan aplikasi yang baik dan bersesuaian dengan tujuannya. Tahap

awal dari analisis adalah menganalisis algoritma yang akan digunakan. Sedangkan

untuk tahap perancangan aplikasi yaitu perancangan antarmuka.

3.1 Deteksi Tepi Menggunakan Algoritma Frei-Chen

Frei-Chen masks merupakan satuan basis vector-vector. Dapat diwakilkan

pada setiap 3x3 subimage sebagai jumlah dari 9 Frei-Chen masks.

Setiap citra yang sudah ditentukan dilakukan proses projeksi yang mirip

dengan proses convolution, dimana proses convolution adalah proses dimana

gambar dimanipulasi dengan menggunakan masker eksternal untuk menghasilkan

gambar yang baru.

Berikut ini adalah kesembilan gambar Frei-Chen masks tersebut:

(41)

Pada empat mask pertama digunakan untuk menentukan subruang garis tepi,

empat mask berikutnya untuk menentukan subruang garis, dan mask yang terakhir

untuk perhitungan rata-rata subruang. Untuk mendeteksi tepi, gambar

diproyeksikan kedalam matrik yang ada. Persamaan proyeksi didefinisikan

sebagai berikut:

Misalkan kita memiliki subimage, Is:

Is = (3.1)

Untuk memprojeksikan subimage kedalam frei-Chen masks, mulai dengan

melakukan perhitungan kedalam f1 sampai ke f9. Maka hasilnya sebagai berikut:

(3.2)

Jika kita mengikuti proses dan proyeksi subimage Is, kedalam setiap Frei-Chen

masks, maka yang didapatkan adalah:

f1 c, f2 c, f3 c, f4 c, f5 c, f6 c, f7…

c ,f8 c, f9 c (3.3)

Berdasarkan hitungan, bobot yang tidak bernilai 0 adalah f5, f8 dan f9.

Dari hasil tersebut kemudian dikalikan dan dijumlahkan untuk mendapatkan

(42)

Secara garis besar, langkah-langkah algoritma pada proses deteksi tepi yang

diterapkan pada citra:

1. Mulai memproyeksikan citra ke sub mask.

2. Lakukan konvolusi pada citra.

3. Kalikan produk konvolusi dengan mask.

4. Ambil berat (non-nol) dan kalikan lagi dengan topeng masing-masing

sehingga menghasilkan jumlah yang sesuai.

Berikut algoritma metode frei-chen:

1 Procedure Deteksi_tepi_freichen (Input img : gambar, output img_deteksi_f : gambar)

2 {I.S : img untuk deteksi tepi}

3 {F.S : img_deteksi_f hasil deteksi tepi oleh frei-chen}

Kamus

4 img = gmbr_yang_dipilih.ekstension; Algoritma

11 tresholded_img = zeros(img_size, 'uint8'); 12 for x=1:img_size(1)

13 for y=1:img_size(2)

14 if img(x,y) >= lower && img(x,y) <=upper 15 then tresholded_img(x,y) = img(x,y); 16 end if

17 end for 18 end for

19 img = thresholded_img(x,y) 20 end if 21 img = cast(img, 'double');

22 filtered_img(:,:,1) = imfilter(img, freichen(:,:,1), 'conv');

23 filtered_img(:,:,2) = imfilter(img, freichen(:,:,2), 'conv');

24 filtered_img(:,:,3) = imfilter(img, freichen(:,:,3), 'conv');

25 filtered_img(:,:,4) = imfilter(img, freichen(:,:,4), 'conv');

26 img_deteksi_f = sqrt(filtered_img(:,:,1).^2 +

(43)

Gambar 3.2 Pseude Code frei-chen

3.2 Deteksi Tepi Menggunakan Algoritma SUSAN (Smallest Univalue Segment Assimilation Nucleus)

Teori SUSAN menggunakan metoda yang biasa digunakan dalam proses

pendeteksian sisi yaitu dengan menggunakn matrik mask yang telah ditentukan

aturan-aturannya (rules). Jika brightness dari setiap pixel di dalam mask tersebut

dibandingkan dengan brightness dari inti mask (pixel yang berada ditengah matrik

) tersebut, maka sebagian atau seluruh area dari mask dapat didefinisikan memiliki

brightness yang sama atau mirip dengan nilai brightness yang dimiliki oleh inti

mask atau nucleus. Konsep bahwa setiap titik dari citra dihubungkan dengan

sebuah area lokal yang memiliki brightness yang hampir sama adalah dasar dari

teori SUSAN [3].

Area ini kemudian dikenal sebagai USAN (Univalue Segment Assimilating

Nucleus) dan berisi informasi mengenai struktur dari sebuah citra. Berdasarkan

area ini maka bentuk dua dimensi atau sudut dan sisi dari sebuah citra dapat di

deteksi. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini, area USAN digambarkan

(44)

Gambar 3.3 Lima circular masks dengan posisi yang berbeda pada sebuah citra

Gambar 3.4 Empat circular masks dengan warna yang serupa, USAN ditampilkan

sebagai bagian putih dari mask

Area dari sebuah USAN menggambarkan informasi penting mengenai

struktur dari sebuah citra pada setiap area yang telah dipetakan. USAN area

bernilai maksimum ketika nucleus berada pada bagian datar dari permukaan citra.

(45)

lagi ketika berada didalam sudut citra. Nilai dari area USAN inilah yang

digunakan sebagai penentu posisi edge.

Pendeteksian sisi SUSAN diimplementasikan dengan menggunakan

circular mask yang terdiri dari 37 pixel atau mask 3x. Matrik mask diletakkan pada

setiap bagian dari citra. Untuk setiap bagian tersebut brightness dari setiap pixel

didalam matrik dibandingkan dengan pixel nucleus. Jika perbedaan nilai

brightness dari tiap pixel kurang dari nilai threshold ”t”, maka keluaran dari

pembandingan tersebut adalah 1 dan jika sebaliknya maka nilai 0. Aturan tersebut

dituliskan ke dalam persamaan sebagai berikut :

1 ,

0 , (3.4)

Keterangan:

t = nilai threshold

= posisi nucleus pada citra

= posisi nuclues pada poin citra yang lain

Jika proses pembandingan telah dilakukan pada setiap pixel, maka akan

(46)

mask yang bernilai 1. Nilai area SUSAN diperoleh berdasarkan persamaan berikut

:

(3.5)

Keterangan:

n = total ouput

c = output perbandingan

Untuk mendapatkan respon edge, proses selanjutnya adalah

membandingkan nilai n dengan tetapan threshold g (geometric threshold) yang

bernilai 3*Nmax/4, dimana Nmax adalah nilai maksimum yang dapat dicapai oleh

n. Nilai respon awal dari edge didapatkan dengan menggunakan aturan berikut :

0 otherwise, (3.6)

Keterangan:

= hasil garis tepi

g = geometric threshold

(47)

Formulasi ini merupakan metoda SUSAN, dimana semakin kecil area

SUSAN maka akan semakin besar respon sisi yang dihasilkan.

Secara garis besar, langkah-langkah algoritma pada proses deteksi tepi

yang diterapkan pada citra:

1. Letakka

n sebuah mask circular pada pixel yang akan diuji.

2. Hitung

jumlah pixel didalam circular mask yang memilki brigtness yang

mirip dengan brightness nucleus.

3. Kurangi

ukuran SUSAN dari threshold geometric untuk menghasilkan citra

sisi yang lebih kuat.

1 Procedure Deteksi_tepi_freichen (Input IMG : gambar, output img_deteksi_s : gambar)

2 {I.S : IMG untuk deteksti tepi}

3 {F.S : img_deteksi_s hasil deteksi tepi oleh

SUSAN}

Kamus

4 IMG = gmbr_yang_dipilih.ekstension; Algoritma

25 USAN_BINARY = ceil(USAN);

26 if (nnz(USAN_BINARY) < (KAREA - KR))

(48)

Gambar 3.5 Pseude Code SUSAN

3.3 Gray Scale

Gray-scale atau skala keabu-abuan, adalah proses umum untuk meratakan

ketiga kanal citra yaitu kanal RGB (Red, Green, Blue). Tujuan agar proses

perhitungan yang melibatkan operasi perhitungan citra yang lainnya dapat lebih

efisien. Berikut ini adalah persamaannya:

bit R (x,y) = 0,11 x bit R(x,y) + 0,59 x bit G(x,y) + 0,3 x bit B (x,y) (3.7)

dimana,

bit G (x,y) = bit B (x,y) = bit R (x,y) (3.8)

(49)

3.4 Analisis Kebutuhan Data Non Fungsional

Analisis kebutuhan ini merupakan pendukung aplikasi yang akan dijalankan.

Adapun kebutuhan-kebutuhannya yaitu:

3.4.1 Kebutuhan Perangkat Keras

Berikut ini adalah spesifikasi perangkat keras yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu:

Perangkat lunak digunakan dalam sebuah sistem untuk memberi perintah

kepada perangkat keras agar bisa saling berinteraksi diantara keduanya. Perangkat

lunak yang dibutuhkan dalam membangun aplikasi ini adalah sebagai berikut :

a. Sistem Operasi Windows.

b. Matlab.

3.5 Kebutuhan Fungsional

Proses-proses yang terjadi di dalam aplikasi ini akan dijelaskan sebagai

(50)

3.5.1 Diagram Konteks

Diagram ini adalah diagram level tertinggi dari DFD yang

menggambarkan hubungan sistem dengan lingkungan luar. Diagram konteks dari

sistem yang dirancang adalah sebagai berikut:

Gambar 3.6 Diagram Konteks Analisis Deteksi Tepi

Proses yang terjadi pada Diagram konteks tersebut dapat dijelaskan

melalui spesifikasi proses sebagai berikut:

Tabel 3.1 Spesifikasi Proses Diagram Konteks

No Nama Proses Input Keterangan Proses Output

0 Metode

pendeteksian tepi

Frei-Chen dan

SUSAN

Citra_berwarna Mendeteksi tepi sebuah

citra dengan metode

Frei-Chen dan SUSAN

Deteksi_tepi

Selanjutnya Diagram Konteks diatas dapat dijabarkan lebih luas lagi

dengan memecah proses Diagram Konteks kedalam proses-proses yang lebih

(51)

3.5.2 Data Flow Diagram

Data Flow Diagram (DFD) merupakan pemodelan terstruktur yang

berfungsi untuk menggambar sistem sebagai suatu jaringan fungsional yang

dihubungkan satu sama lain dengan alur data baik secara manual maupun

komputerisasi. Penjabaran pertama disebut dengan DFD level 0, berikut gambar

DFD level 0.

Gambar 3.7 DFD Level 0

Penjelasan mengenai proses-proses yang terjadi pada DFD Level 0

tersebut diperlihatkan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2 Spesifikasi Proses DFD Level 0

No Nama Proses Input Keterangan Output

1 Proses deteksi

tepi dengan

alg. Frei-Chen

Citra_berwarna Mendeteksi tepi

dengan alg.

Frei-Citra_berwarna Mendeteksi tepi

dengan alg.

SUSAN

(52)

Proses 1 dari DFD level 0 diatas terdiri atas 3 (tiga) proses utama yang

terjadi didalamnya, aliran data yang terjadi pada proses ini sebagai DFD Level 1

proses Deteksi Tepi Frei-Chen, diperlihatkan pada gambar berikut:

Gambar 3.8 DFD Level 1 Proses 1 Deteksi Tepi Frei-Chen

Untuk spesifikasi proses yang terjadi pada DFD Level 1 proses 1 ini

ditujukan pada tabel.

Tabel 3.3 Spesifikasi Proses DFD Level 1 Proses 1 Deteksi Tepi Frei-Chen

No Nama Proses Input Keterangan Proses Output

1.1 Proses tampil citra

masukan

Citra_berwarna Mencari sebuah data

(53)

alg. Frei-Chen agar

mendapat deteksi

tepi pada citra

1.3 Proses tampil citra

hasil deteksi tepi

Frei-Chen

Deteksi_tepi_fr

eichen

Menampilkan citra

yang telah diproses

dengan metode

pendeteksian tepi

Frei-Chen

Deteksi_tepi

Untuk penjelasan proses 2 deteksi tepi SUSAN, juga terdapat 3 (tiga)

proses utama. Berikut gambar penjabaran DFD Level 1 proses 2.

Gambar 3.9 DFD Level 1 proses 2 Deteksi Tepi SUSAN

Berikut tabel spesifikasi proses dari DFD Level 1 proses 2:

(54)

No Nama Proses Input Keterangan Proses Output

2.1 Proses tampil citra

masukan

Citra_berwarna Mencari sebuah data

citra(masukan) dan

Proses 1.2 dari DFD level 1 diatas terdiri atas 5 (lima) proses utama yang

terjadi didalamnya, aliran data yang terjadi pada proses ini sebagai DFD Level 2

(55)

Gambar 3.10 DFD level 2 proses 1.2 Deteksi tepi Frei-Chen

Berikut tabel spesifikasi proses dari DFD Level 2 proses 1.2:

Tabel 3.5 Spesifikasi Proses DFD Level 2 proses 2 Deteksi Tepi Frei-Chen

No Nama Proses Input Keterangan Proses Output

1.2.1 Ubah Citra

Citra_keabuan Melakukan proyeksi

(56)

1.2.4 Kalikan produk

Proses 2.2 dari DFD level 1 diatas terdiri atas 4 (lima) proses utama yang

terjadi didalamnya, aliran data yang terjadi pada proses ini sebagai DFD Level 2

proses Deteksi Tepi SUSAN, diperlihatkan pada gambar berikut:

(57)

Berikut tabel spesifikasi proses dari DFD Level 2 proses 2.2:

Tabel 3.6 Spesifikasi Proses DFD Level 2 proses 2 Deteksi Tepi SUSAN

No Nama Proses Input Keterangan Proses Output

2.2.1 Ubah Citra

Citra_keabuan Melakukan proyeksi

(58)

sisi yang lebih

kuat

3.5.3 Perancangan Kamus Data

Kamus data merupakan data yang disusun untuk memudahkan proses

analisis dan desain. Dengan kamus data pemakai dan analisis sistem akan

memiliki pemahaman umum mengenai input, output, dan komponen

penyimpanan. Dibawah ini merupakan tabel yang memperlihatkan kamus data

untuk menjelaskan data pada DFD yang telah dijelaskan sebelumnya.

Tabel 3.7 Perancangan Kamus Data

No Nama Deskripsi

1 Citra_warna Citra_warna= file citra asli

2 Citra_keabuan Hasil perubahan intensitas warna pada

citra

3 Data_tepi Hasil deteksi tepi citra dengan

algoritma Frei-Chen dan SUSAN

3.5.4 Perancangan Antarmuka Pemakai (User Interface)

Antarmuka pemakai (User Interface) adalah aspek program yang dapat

dilihat oleh pengguna, dan perintah-perintah atau mekanisme yang digunakan

(59)

Berikut ini adalah perancangan antarmuka aplikasi Pendeteksian Tepi

Citra yang dirancang dalam pemrograman Matlab.

3.5.4.1Antarmuka Pendeteksian Tepi

Tampilan utama merupakan tampilan awalan yang akan menghubungkan

user dengan fitur utama perangkat lunak. Oleh karena itu, untuk tampilan utama

ini dirancang dengan tampilan sederhana untuk mempermudah user dalam

berinteraksi dengan sistem.

Gambar 3.12 Tampilan program

3.5.5 Perancangan Prosedural

(60)

Pada bagian ini akan dibuat deskripsi rinci dari perangkat lunak, yaitu

algoritma yang akan digunakan untuk mendeteksi suatu citra digital. Deskripsi

rinci tersebut adalah sebagai berikut:

3.5.5.1Prosedur Algoritma Frei-Chen

Berikut ini prosedur dalam melakukan deteksi tepi pada citra digital

dengan menggunakan algoritma frei-chen:

1. Pilih gambar yang akan dideteksi tepinya.

2. Lakukan perubahan warna pada gambar dengan skala keabuan dengan

persamaan (3.8).

3. Lakukan filter dengan operasi konvolusi pada citra dengan mask

frei-chen (gambar 3.1).

4. Lalu estimasi magnitude gradient untuk tiap piksel menggunakan

persamaan:

(3.9)

5. Dengan memberikan nilai ambang atau threshold terhadap magnitude

(61)

Gambar 3.13 Flowchart frei-chen

3.5.5.2Prosedur Algoritma SUSAN

Berikut ini prosedur dalam melakukan deteksi tepi pada citra digital

dengan menggunakan algoritma SUSAN:

1. Pilih gambar yang akan dideteksi tepinya.

2. Lakukan perubahan warna pada gambar dengan skala keabuan dengan

(62)

3. Letakkan mask circular pada piksel yang akan diuji, berikut persamaan

mask yang digunakan:

(3.10)

4. Lakukan perbandingan antara brightness pada citra dengan mask

circular. Dengan menerapkan persamaan (3.4).

5. Jumlahkan piksel –piksel dari hasil perbandingan yang bernilai 1, maka

dapat diporeleh nilai area SUSAN berdasarkan persamaan (3.5).

(63)
(64)

61 BAB 4

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Tahap implementasi merupakan tahap lanjutan dari tahap perancangan

sistem. Tahap ini juga merupakan tahap untuk meletakan sistem agar siap untuk

dioperasikan dan dipandang sebagai usaha untuk mewujudkan sistem yang telah

dirancang.

4.1 Perangkat Lunak Pembangun

Perangkat lunak yang digunakan pada sistem komputer yang digunakan

untuk membangun aplikasi deteksi tepi adalah sebagai berikut:

1.Sistem Operasi Windows 7.

2.Matlab.

4.2 Perangkat Keras Pembangun

Kebutuhan perangkat keras (hardware) yang diperlukan untuk

mengimplementasikan program aplikasi yang dibuat. Berikut kebutuhan

perangkat keras (hardware) yang digunakan yaitu:

1.Processor: Intel Atom 1.6 GHZ.

2.Memory: 2048 MB.

3.Hardisk: 320 GB.

4.VGA:Intel GMA 3100.

(65)

4.3 Implementasi Program 4.3.1 Implementasi Antarmuka

Antarmuka merupakan saran dialog atau interaksi antara pemakai (user)

dengan sistem.

4.3.1.1Form Utama

Pada form utama ini terdapat program secara keseluruhan beserta dengan

prosedur-prosedur programnya. Tampilan dari form utama ini dapat dilihat pada

gambar 4.1 dibawah ini:

Gambar 4.1 Antarmuka Aplikasi

4.4 Uji Coba Program

Pada sub bab ini akan dibahas tentang uji coba dari program yang telah

dibuat menyangkut masukan (input), proses dan hasil dari program (output). Ada

(66)

Gambar 4.2 Lima macam citra digital

4.5 Pengujian White-Box

4.5.1 Procedure Sort Frei-Chen dan SUSAN

Pada gambar 4.3 dan 4.4 merupakan procedure sort yang digunakan pada

masing-masing algoritma

Procedure Sort 1 img=gmbr_yang_dipilih.ekstension;

2 if size(varargin,2) > 0

(67)

Gambar 4.3 Procedure sort frei-chen

15 end for

(68)

Gambar 4.4 Procedure sort susan

4.5.2 Flowchart Frei-Chen dan SUSAN

Pada Gambar 4.5 dan 4.6 merupakan flowchart yang dimiliki pada

masing-masing algoritma

23 Else if (nnz(USAN_BINARY) < (KAREA - KR))

24 USAN = bwselect(USAN_BINARY,KR+1,KR+1,8) .* USAN; 25 End if

26 End if

27 USAN_AREA = sum(sum(USAN)); 28 if (USAN_AREA < GT)

29 EDG(i-KR,j-KR) = GT - USAN_AREA; 30 End if

(69)
(70)
(71)

4.5.3 Flow Graph Frei-Chen dan SUSAN

Pada Gambar 4.7 dan 4.8 merupakan flowchart yang dimiliki pada

masing-masing algoritma

(72)
(73)

4.5.4 Cyclomatic Complexity Frei-Chen dan SUSAN Berikut ini adalah cyclomatic complexity Frei-Chen:

V(G) = E – N +2

V(G) = 23 – 18 + 2

= 7

Selanjutnya adalah cyclomatic complexity SUSAN:

V(G) = E – N +2

V(G) = 27 – 24 + 2

= 5

4.5.5 Independent Path

Berikut ini adalah Independent Path pada Frei-Chen:

Path 1: 1,2,4,6,7,8,9,15,16,17,18,19,20,21,22,23

Path 2: 1,2,4,6,7,8,9,10,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23

Path 3: 1,2,3,4,6,7,8,9,15,16,17,18,19,20,21,22,23

Path 4: 1,2,4,5,6,7,8,9,15,16,17,18,19,20,21,22,23

Path 5: 1,2,4,6,7,8,9,10,11,10,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23

Path 6: 1,2,4,6,7,8,9,10,11,12,13,9,15,16,17,18,19,20,21,22,23

(74)

Berikut ini adalah Independent Path pada SUSAN:

Path 1: 1,2,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,25,26,27,

28,29,30,31,32,33

Path 2 : 1,2,4,5,6,7,8,9,10,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,23,24,

25,26,27,28,29,30,31,32,33

Path 3: 1,2,4,5,6,7,8,9,10,11,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20,21,22,

4.5.6 Graph Matrices Frei-Chen dan SUSAN

(75)

masing-11 1 1 1

Gambar 4.9 Graph Metrices Frei-Chen

(76)

7

Gambar 4.10 Flow Graph SUSAN

(77)

4.6 Pengujian Black-Box

4.6.1Konversi Citra Warna Menjadi Skala Keabuan

Perubahan citra warna menjadi skala keabuan, dimana memberikan

intensitas pada citra warna dalam kisaran dari 0 – 255. Dimana nilai 0

merepresentasikan warna hitam sedangkan 255 merepresentasikan warna putih.

Dibawah ini gambar citra warna yang diubah kedalam skala keabuan.

Gambar 4.11 Perubahan Citra Warna Kedalam Skala Keabuan

4.6.2Deteksi Tepi Citra

Berikut ini gambar hasil dari proses deteksi tepi pada citra dengan

masing-masing algoritma.

Pertama deteksi tepi dengan menggunakan algoritma frei-chen:

Citra f15.jpg dengan resolusi citra 400 x 273 piksel.

(78)

Citra lena_rgb.jpg dengan resolusi 512 x 512 piksel.

Gambar 4.13 Hasil Deteksi Tepi Frei-Chen Pada Citra Lena

Citra newyork.jpg dengan resolusi 400 x 271 piksel

(79)

Citra opera.jpg dengan resolusi 400 x 337 piksel.

Gambar 4.15 Hasil Deteksi Tepi Frei-Chen Pada Citra Sebuah Gedung

Citra papermachine.jpg dengan resolusi 400 x 264 piksel

(80)

Gambar kedua dengan algoritma susan:

Gambar 4.17 Hasil Deteksi Tepi SUSAN Pada Citra Pesawat

(81)

Gambar 4.19 Hasil Deteksi Tepi SUSAN Pada Citra Penuh Gedung

(82)

Gambar 4.21 Hasil Deteksi Tepi SUSAN Pada Citra Mesin Kertas

4.6.3Deteksi Tepi Pada Citra Yang Memiliki Noise

Pendeteksian tepi dengan citra yang memiliki noise, bertujuan untuk

mengetahui kemampuan dari kedua algoritma dalam mendeteksi objek yang ada.

Citra asli diberi noise Gausian dengan batasan nilai variance dari 0,001 – 0,005.

Tabel 4.1 Hasil Deteksi Tepi Dengan Citra Bernoise

No Nilai

Variance

Pada

Gausssian

Citra Asli Hasil Deteksi Tepi

Frei-Chen

Hasil Deteksi Tepi

SUSAN

(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)

4.6.4Perbandingan Deteksi Tepi

Perbandingan deteksi tepi merupakan berdasarkan perbandingan waktu

proses dan nilai PSNR dari kedua metode yang digunakan. Berikut tabel

hasil dari waktu proses, nilai MSE dan nilai PSNR yang diperoleh.

Tabel berikut memperlihatkan pendeteksian tepi frei-chen pada citra

(89)

Tabel 4.2 Perhitungan PSNR Frei-Chen

Nilai variance F15 Lena_RGB Newyork Opera Papermachine

0,001 15,9262 13,5773 15,5445 14,1344 16,3699

0,002 10,7524 11,4788 13,9624 12,3416 14,8258

0,003 8,69136 8,8966 13,1338 11,249 13,7307

0,004 7,46011 8,79276 12,4159 10,1668 13,0716

0,005 6,64704 8,08999 11,9776 9,49363 12,4754

Gambar 4.22 Grafik PSNR Untuk Deteksi Tepi Frei-Chen

(90)

Tabel 4.3 Perhitungan PSNR SUSAN

Nilai variance F15 Lena_RGB Newyork Opera Papermachine

0,001 20,2581 13,2028 8,81519 11,1178 10,7938

0,002 13,8203 10,5245 8,13667 9,29798 9,41921

0,003 10,204 8,60251 7,67177 7,95357 8,38547

0,004 8,35571 7,55518 7,4096 7,18491 7,65961

0,005 7,26426 6,91968 7,18744 6,68146 7,18614

Gambar 4.23 Grafik PSNR Untuk Deteksi Tepi SUSAN

Dari data-data diatas maka diperoleh hasil perbandingan antara kedua

metode.

Berikut ini pada gambar 4.16 menampilkan perbandingan nilai PSNR pada

(91)

Gambar 4.24 Grafik perbandingan nilai PSNR Untuk citra F15

Berikut ini pada gambar 4.17 menampilkan perbandingan nilai PSNR pada

citra Lena_RGB.

Gambar 4.25 Grafik perbandingan nilai PSNR Untuk citra Lena_RGB

Berikut ini pada gambar 4.18 menampilkan perbandingan nilai PSNR pada

(92)

Gambar 4.26 Grafik perbandingan nilai PSNR Untuk citra Newyork

Berikut ini pada gambar 4.19 menampilkan perbandingan nilai PSNR pada

citra Opera.

Gambar 4.27 Grafik perbandingan nilai PSNR Untuk citra Opera

Berikut ini pada gambar 4.20 menampilkan perbandingan nilai PSNR pada

Gambar

Gambar 2.21 Hasil Kovolusi Citra dan Kernel
Gambar 2.23 Frei-Chen Mask
Tabel 3.1 Spesifikasi Proses Diagram Konteks
Tabel 3.4 Spesifikasi Proses DFD Level 1 proses 2 Deteksi Tepi SUSAN
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari latar belakang di atas, maka permasalahan yang dirumuskan, yaitu algoritma Viola and Jones dapat digunakan untuk melakukan deteksi objek puting payudara dengan cepat dan

Pixel-pixel tepi ditelusuri sehingga rangkaian pixel yang menjadi batas (boundary) antara objek dengan latar belakang dapat diketahui secara keseluruhan (algoritma

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur kompleksitas dari algoritma filter IIR Shen-Castan untuk deteksi tepi pada citra digital berdasarkan pada kompleksitas waktu

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah membandingan metode roberts, sobel, prewitt, dan canny untuk deteksi tepi objek