Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita www.umm.ac.id
Tak Mustahil Alumni UMM Jadi Presiden Tanggal: 2013-01-26
direktur eksekutif Akbar Tandjung Institute, Alfan Alfian dan Ma’mun Murod, alumni Kesos UMM yang kini menjadi politisi Partai Demokrat berfoto bersama dalam acara Pelatihan Kepemimpinan mahasiswa di
Aula BAU UMM.
Menjadi alumni Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Meski sudah mengenyam pendidikan sampai jenjang S3, almamater yang paling
berkesan tetap pada jenjang S1. Demikian diungkapkan dua alumni UMM yang sukses sebagai pemikir politik dan politisi.
“Saya tetap lebih mantap mengaku sebagai alumni UMM, meski saya lulus S2 dari Unair dan studi S3 di UI,” kata Ma’mun Murod, alumni Kesos UMM yang kini menjadi politisi Partai Demokrat.
“Pergulatan lebih terasa ketika kita masih ada di S1, di UMM ini,” ungkap Alfan Alfian, direktur eksekutif Akbar Tandjung Institute, yang tak lama lagi lulus program Doktor UGM.
Ma’mun dan Alfan, hadir di Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Lembaga Intra Kemahasiswaan yang diikuti sekitar 200 fungsionaris mahasiswa UMM, Jumat (25/01). Selain mereka juga dihadirkan alumni yang bergerak di dunia bisnis, Jefri, serta tokoh nasional wakil ketua MPR RI, Hajriyanto Y Tohari.
Makmun mengaku sangat bangga dengan UMM dan dia salah satu kader muhammadiyah yang setia dengan ajaran Muhammadiyah. Penggemar karya-karya Amien Rais dan Gus Dur ini telah menulis beberapa buku tentang hubungan Muhammadiyah-NU. “Keintelektualan seseorang dapat dilihat dari buku yang pernah dihasilkannya,” katanya memotivasi mahasiswa.
Sementara itu Alfan memberikan inspirasi tentang kepemimpinan. "Syarat minimal seseorang untuk menjadi seorang pemimpin adalah tanggung jawab dan memiliki inisiatif," terangnya. Oleh karena itu fungsionaris UMM sebagai generasi muda mulai sekarang harus melatih kedua hal tersebut karena keduanya merupakan tonggak untuk menjadi pemimpin.
Di sisi lain, Jefri menganggap kampus merupakan ajang berlatih apapun. "Selamat datang di kawasan Kawah Candradimuka," kata Jefry. Dengan semangat dan energik alumnus UMM ini menceritakan kisahnya selama kuliah di kampus UMM, dia pernah menjadi peserta Pesmaba terbaik tahun 2007, peserta P2KK terbaik, IPK sempurna dan prestasi yang lain. Ia mendorong mahasiswa mengikuti organisasi intra kampus untuk melatih kepemimpinan sejak dini.
Sementara itu, materi stadium general yang dibawakan oleh Hajriyanto yang mengangkat tema kepemimpinan yang berintegrasi. Pemimpin, katanya, harusmembangun reputasi yang baik sejak dini dengan amanah, jujur dan berintegritas tinggi.
“Sepuluh tahun mendatang saya ingin dengar presiden adalah lulusan UMM,” ujar Hajriyanto. Selama ini hanya ada dua fakultas yang bisa jadi presiden, yaitu Akademi Militer dan IPB. UMM harus bisa mengejar prestasi itu dengan pemimpin yang berintegritas tinggi.
Lebih lanjut, kata Hajri, menjadi pemimpin juga harus memiliki sifat percaya diri, tata
Universitas Muhammadiyah Malang
Arsip Berita www.umm.ac.id
bahasa yang baik dan sederhana. “Dan yang terpenting untuk menjadi pemimpin nasional harus memiliki 2 sifat yaitu clean dan bersih secara ideologis dan secara moral. Indonesia merupakan negara yang majemuk oleh karena itu pemimpin harus memiliki sifat-sifat tersebut,” katanya.
Dalam sejarah, kepemimpinan Muhammadiyah telah terbukti mampu menggerakkan bangsa. Hajri menyontohkan Deklarasi Juanda yang berhasil melipatgandakan wilayah Indonesia atas darat dan lautan. Juanda juga merupakan kader Muhammadiyah yang saat ini namanya dikenang dan diabadikan menjadi nama Bandar Udara (Bandara) di Surabaya.
“Saya menunggu alumni UMM untuk mengentas kemiskinan yang selama ini belum bisa dilakukan secara penuh oleh pemimpin-pemimpin yang sudah ada. Kader muhammadiyah harus bisa menjadi pemimpin bangsa,” tambahnya. Modal tambahan sebagai pemimpin juga bisa memahami masyarakat secara analitik, relasi sosial yang tinggi dan dapat memahami orang per orang. Yang tak kalah penting pula pemimpin pula harus banyak membaca buku untuk menambah wawasan. (mal/riz/nas)