• Tidak ada hasil yang ditemukan

MARRIPANG (Studi Antropologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas Sirkuler pada Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "MARRIPANG (Studi Antropologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas Sirkuler pada Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar)."

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

MARRIPANG

(Studi Antropologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas Sirkuler

Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

DISUSUN

OLEH:

SUKMAWATI SIMATUPANG

050905039

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan Oleh:

Nama : Sukmawati Simatupang NIM : 050905039

Judul : MARRIPANG (Studi Antropologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas Sirkuler pada Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar)

Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Rytha Tambunan, M.Si Dr. Fikarwin Zuska

NIP. 196308291990032000 NIP.196212201989031005

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(3)

PERNYATAAN ORIGINALITAS

MARRIPANG

(Studi Antropologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas Sirkuler pada

Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Kota Datar)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, 24 Agustus 2011

(4)

ABSTRAK

Sukmawati Simatupang 2011, judul : MARRIPANG (Studi Antropologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas Sirkuler pada Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, sebanyak 82 halaman+daftar pustaka+daftar tabel+lampiran.

Penelitian ini mengkaji tentang MARRIPANG (Studi Antropologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas Sirkuler pada Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar). Penelitian ini membahas tentang masalah bagaimana pola mobilitas sirkuler yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di Dusun XV Kota Datar, sehingga dengan demikian dapat diketahui bagaimana mereka melakukan mobilitas tersebut, serta faktor-faktor apa saja yang memotivasi mereka marripang. Penelitian ini dilakukan di Dusun VX Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak dimana warganya melakukan mobilitas sirkulernya ke daerah Percut Sei Tuan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat mendeskripsikan, dengan maksud menggambarkan atau melukiskan bagaimana mobilitas penduduk yang dilakukan oleh masyarakat Dusun XV Kota Datar. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan observasi, wawancara, kuesioner, dan studi pustaka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola marripang serta motivasi yang mendorong mereka melakukan aktivitas marripang, yang meliputi faktor-faktor pendorong dari daerah asal (push factors) dan faktor-faktor penarik dari daerah tujuan (pull factors).

Temuan dilapangan menunjukkan bahwa mereka melakukan aktivitas marripang didorong oleh berbagai sebab atau faktor baik faktor sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain, yang keseluruhanya diharapkan dapat memenuhi baik tuntutan ekonomi, sosial maupun budaya masyarakat yang bersangkutan. Marripang itu sendiri dilakukan setiap tahun pada bulan-bulan tertentu, yakni perjalanan ke daerah tujuan mobilitas dalam aktifitas marripang dimulai pada akhir bulan Februari hingga akhir bulan Maret, serta akhir bulan Agustus hingga akhir bulan September setiap tahunnya. Perjalanan ini dimungkinkan karena tanaman padi di daerah asal sedang mengalami masa pertumbuhan jadi tidak membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak sehingga terjadi kelebihan tenaga kerja, seiring dengan hal itu pada bulan-bulan tersebutlah padi dapat dipanen di daerah tujuan.

(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa Yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena kasih, karunia, dan berkatNya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, guna melengkapi dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana Antropologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah : MARRIPANG

(Studi Antropologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas Sirkuler pada

Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar).

(6)

Bantuan dan bimbingan serta pengarahan pemikiran oleh Dosen Pembimbing adalah sangat bermamfaat bagi penulis dalam mengarahkan buah pikiran bagi tulisan ini. Atas bantuan yang tak ternilai itu, penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Rytha Tambunan M.Si, selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penasihat Akademik.

Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada orang tuaku yang terkasih Bapakku D. Simatupang dan Mamakku (Alm) L. br. Manurung, yang telah melahirkan, merawat, membesarkan dan memberikan kasih sayang serta memberikan semangat, dukungan doa dan semua yang telah diberikan kepada penulis sejak kecil sampai sekarang. Begitu juga buat Bang Bakti Simatupang, Bang Gordon Simatupang, Kak Relva Simatupang, Bang Karel Simatupang, Bang Suratman Simatupang, serta seluruh keponakanku dan kakak iparku, terimakasih untuk semua doa-doa dan semangat dari keluargaku selama ini. Skripsi ini kupersembahkan untuk kalian.

(7)

penulis berharap kita dapat mempertahankan persahabatan ini, jangan lupa untuk memohon kepadaNYA agar tetap semangat untuk wisuda.

Teman-temanku satu angkatan Dominiria Hulu, S. Sos, Minarwaty Sinaga, S. Sos, Santi, S. Sos, Eldevia, S. Sos, Marsono, S. Sos, Eva Manurung, S. Sos, Dani Syahpani, S. Sos, Seri Wedari, S. Sos, Christon Sihombing, S. Sos, Herry Sianturi, Toni Manurung, S. Sos, Darwin Tambunan, Mufida Angraini, S. Sos, Yeni, S. Sos, S. Sos, Risa, Heri Manurung, Veri Laia, Erna, Naomi, S. Sos, dan semua anak Antropologi 2005 yang tidak dapat penulis sebutkan, terimakasih buat pertemanan kita semasa kuliah dalam suka duka dan semua itu akan menjadi kenangan indah bagi penulis. Serta kepada teman-teman satu kost 16, yang senantiasa telah memberikan doa, dorongan, serta semangat kepada penulis disaat-saat jatuh yakni Kak Lusi, S. Si, Kak Mery, Amd, Ervina, Amd, Laura, Rere, Dedek Rika, Elen, Dewi, Amd, dan Sebrina. Spesial saya ucapkan terima kasih kepada seseorang yang selama ini telah banyak memberikan bantuan moril maupun materil dan doa-doa. Terima kasih juga kepada seluruh informan, yang telah memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

(8)

RIWAYAT HIDUP

(9)

KATA PENGANTAR

Dalam benak penulis berkecamuk suatu kegelisahan serta ketakutan luar biasa bila skripsi ini pada akhirnya hanya sebagai suatu monumen awal sekaligus akhir dari perjalanan hidup. Tapi ternyata tidaklah mudah dalam melalui proses tersebut karena penulis sadari semua itu hanyalah karena tidak konsistennya penulis dalam menghadapinya, sehingga rentangan waktu yang harus ditempuh untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini begitu panjang.

Setelah melakukan tahapan-tahapan penelitian di lapangan, dan dengan mengaplikasikan ilmu dan teori-teori yang diperoleh selama di bangku perkuliahan serta masukan-masukan dari literatur dan pedoman-pedoman lainnya, maka penulis memberanikan diri untuk membuat skripsi yang berjudul MARRIPANG, (Studi Antopologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas

Sirkuler pada Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar).

(10)

Marripang merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Batak Toba

di Dusun XV Desa Kota Datar untuk menyebutkan jenis mobilitas yang mereka lakukan. Marripang berarti perpindahan (mobilitas) sementara yang dilakukan masyarakat ke daerah Kecamatan Percut Sei Tuan. Setiap tahun pada bulan tertentu mereka berada di daerah asal dan pada bulan tertentu berada di daerah tujuan. Mereka yang berpindah adalah petani yang di daerah tujuan adalah berperan sebagai buruh tani.

Aktifitas marripang sudah dilakukan oleh penduduk sejak lama yakni sekitar tahun 1970-an. Tahun demi tahun informasi tentang marripang semakin menyebar dalam masyarakat sehingga bila dibandingkan dengan tahun 1970-an, maka aktifitas marripang pada saat ini sudah semakin meningkat.

Marripang itu sendiri didorong oleh berbagai sebab atau faktor baik faktor

sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain, yang keseluruhannya diharapkan dapat memenuhi baik tuntutan ekonomi, sosial maupun budaya masyarakat yang bersangkutan.

Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan, apabila ada kesalahan dalam penulisan ini mohon dimaafkan. Akhir kata penulis sampaikan sekian dan terima kasih.

Medan, 24 Agustus 2011

(11)

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Masalah dan Latar Belakang………..1

1.2.Kerangka Teori………...6

1.3.Kerangka Konsep……….10

1.4.Perumusan Masalah……….13

1.5.Ruang Lingkup……….14

1.6.Tujuan dan Mamfaat Penelitian………...14

1.7.Metode Penelitian………15

1.8.Pengolahan Data dan Penyajian Analisa Data……….18

1.9.Lokasi Penelitian……….19

BAB II. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 2.1. Gambaran Umum Desa Kota Datar………20

2.1.1. Sejarah Desa………...20

2.1.2. Lokasi dan Pembagian Desa………...22

2.1.3. Plora dan Fauna………..23

2.1.4. Sarana Fisik………25

2.1.4.1. Pola Pemukiman Penduduk………25

2.1.4.2. Sarana Transportasi………26

(12)

2.1.4.4. Sarana Kesehatan………...28

2.1.4.5. Sarana Ibadah……….30

2.1.4.6. Sarana Komunikasi………30

2.1.5. Keadaan Penduduk………31

2.1.5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia...31

2.1.5.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tempat Tinggal………...33

2.1.5.3. Distribusi Penduduk Beerdasarkan Suku Bangsa…..34

2.1.6. Sistem Organisasi Sosial………35

2.1.7. Sistem Mata Pencaharian………...37

2.2. Gambaran Umum Kecamatan Percut Sei Tuan………...40

2.2.1. Sejarah Singkat Kecamatan Percut Sei Tuan………..40

2.2.2. Letak Geografis Kecamatan Percut Sei Tuan……….40

2.2.3. Keadaan Penduduk………..41

2.2.4. Sistem Mata Pencaharian………42

BAB III. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MOBILITAS SIRKULER (MARRIPANG) 3.1. Faktor-Faktor Penekan (Push Factors)………46

3.2. Faktor-Faktor Penarik dari Daerah Tujuan (Full Factors)…...…...55

BAB IV. POLA MOBILITAS SIRKULER (MARRIPANG) 4.1. Latar Belakang Marripang……….60

4.2. Sumber Informasi Dalam Merencanakan Marripang ……….62

4.3. Cara Pergi……….63

4.4. Pola Hubungan Sosial Para Parripang ………...…………65

4.4.1. Hubungan Para Parripang dengan Keluarga di Daerah Asal………...…..65

4.4.2. Hubungan Inter Parripang ……….69

(13)

4.4.4. Hubungan para Parripang dengan Pemilik Rumah dan

Masyarakat di Daerah Tujuan………73 4.5. Sistem Kerja dan Bagi Hasil………74

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan………...………...79 5.2. Saran……….81

DAFTAR PUSTAKA

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia………....31

Tabel 2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tempat Tinggal………...32

Tabel 3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa………33

Table 4 Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian………...……...37

Tabel 5 Distribusi Penggunaan Tanah38 Tabel 6 Luas Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per Km2………...……….41

Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian…………..42

Tabel 8 Luas Panen dan Hasil Produksi Pertanian……….43

Tabel 9 Sumber Informasi dalam Merencanakan Marripang………46

Tabel 10 Sikap Keluarga Terhadap Aktifitas Marripang……….50

Tabel 11 Pengaruh Marriang Terhadap Pelaksanaan Aktifitas Adat atau Agama……….………...52

Tabel 12 Hubungan Antar Sesama Anggota Parripang………...54

Tabel 13 Perasaan Parripang di Daerah Tujuan………..55

Tabel 14 Hubungan Antar Kelompok………..56

Tabel 15 Jumlah Rata-Rata Per Kelompok Kerja………....57

Tabel 16 Jumlah Pendapatan Rata-Rata Selama Marripang………60

Tabel 17 Faktor-Faktor Pendorong………...63

Tabel 18 Faktor-Faktor Penarik………67

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Masalah dan Latar Belakang

Pada umumnya studi tentang mobilitas penduduk di Indonesia menekankan pada gerak penduduk permanen, yakni mobilitas penduduk antar propinsi, migrasi antar desa dan kota, urbanisasi dan transmigrasi. Mobilitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk disamping faktor lainnya yaitu: kelahiran (fertilitas) dan kematian (mortalitas). Sedangkan perpindahan penduduk atau mobilitas itu sendiri adalah gerak perubahan atau perpindahan penduduk dari tempat yang satu ke tempat yang lain (Suyono,1985: 260). Bentuk-bentuk mobilitas penduduk dapat dibagi menjadi dua, yaitu mobilitas yang permanen atau disebut juga migrasi dan mobilitas yang non permanen atau mobilitas sirkuler.

Menurut Mantra (1978) yang dimaksud dengan mobilitas yang permanen atau migrasi adalah perpindahan penduduk dari setiap wilayah ke wilayah lain dengan niat untuk menetap di daerah tujuan. Sedangkan pengertian mobilitas non permanen atau migrasi sirkuler adalah gerakan penduduk dari setiap wilayah ke wilayah lain dengan niat tidak menetap di daerah tujuan. Mobilitas dapat terjadi antara desa dengan desa, desa dengan kota dan kota dengan kota.

(16)

batas ruang dan batas waktunya enam bulan. Seseorang dikatakan migran apabila ia bergerak melintasi batas propinsi menuju ke propinsi lain dan lamanya berada di propinsi tujuan enam bulan atau lebih. Peneliti-peneliti lain menggunakan batasan ruang dan waktu yang lebih sempit (Singanetra Renard, 1981; Mukherji, 1975; Chapmen, 1975, Mantra, 1981). Sudah jelas bahwa makin sempit batasan ruang dan waktu yang digunakan, makin banyak terjadi gerak penduduk antara wilayah tersebut (Mantra, 1995).

Adapun macam-macam perpindahan penduduk menurut Grame Hugo meliputi 3 arus perpindahan dari desa ke kota, yakni pindah, merantau, dan pergi pulang balik. Arus gerak pindah yaitu mereka yang bermigrasi secara tetap dari desa ke kota, dan mereka yang paling sedikit enam bulan terus menerus menetap di kota sebelum mereka kembali pulang ke desa. Arus gerak merantau yaitu mereka yang tidak berada di desa karena mereka tinggal di tempat lain terus menerus selama paling sedikit enam bulan. Sedangkan arus pergi pulang balik mereka yang pergi pulang balik secara berkala dari desa ke tempat pekerjaannya, dan desa hanya dijadikan untuk tidur saja (Jakti, 1994).

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengungkapkan faktor-faktor apa yang mendukung orang untuk berpindah atau bermobilitas, serta motivasi apa yang mempengaruhi masyarakat untuk mencari pekerjaan keluar daerah tempat tinggalnya.

(17)

diharapkan oleh masyarakat budaya tersebut untuk dicapai dalam tujuan) seperti yang diutarakan oleh Pelly (1994).

Menurut Lee (1995), adapun faktor yang mendorong terjadinya mobilitas penduduk adalah:

1. Daerah asal, yakni faktor yang akan mendorong (push factor) seseorang untuk meninggalkan daerah asal.

2. Daerah tujuan, yakni faktor yang menarik (full factor) seseorang untuk pindah ke daerah tersebut.

3. Rintangan antara yang bias jadi penghambat (intervening obstracles) bagi terjadinya mobilitas misalnya biaya perjalanan.

4. Faktor individu (pribadi).

Menurut Arios (1995: 110) dalam penelitiannya tentang Pola Migrasi Orang Nias menuliskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan mobilitas yaitu faktor dari daerah asal, yang meliputi faktor geografis di daerah asal, faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor budaya. Sementara itu Batubara (1990: 56) berdasarkan penelitiannya mengenai penjaja jamu di kota Medan, menyatakan bahwa faktor yang paling kuat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam melakukan migrasi adalah alasan-alasan ekonomis. Sementara faktor yang paling kecil mempengaruhi adalah alasan-alasan budaya.

(18)

Suparlan (Soerdjani dan Samad, 1992: 66-67) menuliskan bahwa kebudayaan adalah jembatan antara manusia dan lingkungan dimana ia berada, sehingga melalui kebudayaan manusia mampu beradaptasi dengan lingkungan dimana ia bertempat tinggal dan melakukan aktivitasnya sehari-hari. Sehingga masalah ini menuntut bagimana manusia mampu mendayagunakan lingkungannya agar ia dapat hidup dan survive di alam ini. Karena dalam kebudayaan tercakup adanya seperangkat pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai mahluk sosial yang dipergunakan dalam memahami dan menginterpretasikan lingkungannya serta menjadi kerangka landasan untuk mewujudkan aktivitas yang akan dilakukan.

Demikian juga halnya dengan masyarakat dusun XV Kota Datar, yang mana sebagian besar masyarakatnya hidup dari bertani. Lahan pertanian dikelola sudah cukup modern dengan mengadakan panenan sebanyak dua kali dalam setahun. Pada panenan pertama padi disemaikan pada bulan November dan ditanam pada pertengahan Desember. Pada awal April hingga mei, padi siap untuk dipanen. Sedangkan pada panenan kedua padi disemaikan pada bulan Juni dan ditanam pada bulan Juli. Pada akhir Oktober hingga awal November padi siap untuk dipanen.

(19)

kerabat atau tetangga yang dilakukan secara bergotong royong bergilir (marsiadapari). Pada selang waktu itu keluarga dihadapkan pada dua keadaan

dimana di satu pihak keluarga membutuhkan dana untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari atau kebutuhan yang lain, sedangkan di pihak lain keluarga mempunyai kelebihan tenaga kerja. Kompleksnya kebutuhan tersebut mendorong mereka untuk mencari alternatif lain sebagai sumber pendapatan lain.

Memang pada masa tersebut di atas, ada juga dari para petani yang mengusahakan pekerjaan lain untuk mendapat penghasilan tambahan, antara lain dengan cara berladang di lahan kering atau di lahan basah dengan cara menanam berbagai jenis tanaman. Selain dengan melakukan kegiatan di atas, sebagian dari penduduk mengadakan mobilitas (perpindahan) sirkuler ke daerah Percut. Perjalanan tersebut mereka istilahkan dengan marripang. Keadaan ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan sepertinya mengikuti suatu pola tertentu.

Kenyataan menunjukkan seseorang melakukan mobilitas karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi misalnya, faktor sosial ekonomi, geografis, demografi, kebudayaan dan banyak lagi faktor lainnya.

(20)

1.2. Kerangka Teori

Perpindahan (mobilitas) dalam studi ilmu-ilmu sosial sangat menarik untuk dibicarakan. Para ahli dari berbagai bidang ilmu dan jenis penelitian telah banyak melahirkan teori, konsep, defenisi mengenai mobilitas ataupun migrasi dalam arti luas.

Mobilitas penduduk adalah semua gerakan penduduk yang melewati batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu pula (Mantra, 1978). Bentuk-bentuk mobilitas penduduk dapat dibagi menjadi tiga, yakni nglaju (commuting), sirkulasi (circulation) dan menetap (migration). Nglaju yaitu bentuk mobilitas penduduk dari desa ke kota atau ke tempat lain dan kembali ke tempat asal pada hari yang sama. Sirkulasi yaitu bentuk mobilitas penduduk dari desa ke kota atau ke daerah lain dalam jangka waktu lebih dari satu hari, tetapi tidak ada niat untuk menetap di daerah tujuan. Migrasi yaitu bentuk perpindahan penduduk ke kota atau ke daerah lain dengan maksud untuk bertempat tinggal menetap di daerah tersebut.

Ross Steele mengatakan bahwa sebenarnya perbedaan antara mobilitas permanen dan non pemanen terletak pada ada atau tidaknya niatan untuk bertempat tinggal menetap di daerah tujuan. Apabila seorang yang pindah ke daerah lain tetapi sejak semula sudah bermaksud kembali ke daerah asal, maka perpindahan tersebut dapat dianggap sebagai sirkulasi dan bukan mobilitas permanen (Mantra, 1984).

(21)

kebudayaan dan ekologi. Sedangkan Mochtar Naim mengatakan bahwa penduduk desa melakukan perpindahan karena terjadi ketidakseimbangan ekonomi antar berbagai wilayah yang ada di Indonesia (Naim, 1982: 247). Melalui tulisan tersebut digambarkan adanya faktor pendorong dari daerah asal dan faktor penarik dari daerah tujuan.

a. Faktor-faktor pendorong (push factors), biasanya digambarkan sebagai akibat kekurangan sumber-sumber untuk kebutuhan hidup, adanya kemiskinan dan pola hubungan sosial yang mengekang.

b. Faktor-faktor penarik (pull factors), digambarkan sebagai keadaan yang berlawanan dengan keadaan yang menjadi faktor pendorong di tempat asal, misalnya kesempatan kerja yang lebih baik di tempat tujuan.

Jadi perpindahan yang terjadi dikarenakan adanya suatu kesempatan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih baik daripada di daerah asal.

Pada dasarnya bahwa dorongan utama orang untuk melakukan mobilitas adalah untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik. Apabila di suatu tempat atau daerah kebutuhan seseorang belum dapat dipenuhi maka ia akan mencari informasi mengenai tempat lain yang dapat memperoleh penghasilan untuk memenuhi kehidupan keluarganya.

(22)

dikatakan bahwa keadaan ekonomi berhubungan positif dengan status sosial individu dimana semakin baik keadaan ekonomi maka semakin rendah mobilitas penduduk. Jadi mobilitas terjadi akibat adanya tekanan hidup, kurangnya kesempatan kerja dan kecilnya pendapatan di desa.

Mantra (1978: 20) mengemukakan hal yang sama dengan apa yang dikemukakan kedua ahli di atas. Mantra menuliskan, bahwa kurangnya kesempatan kerja di bidang pertanian dan non pertanian dan terbatasnya fasilitas pendidikan yang ada mendorong penduduk untuk pergi ke daerah lain dimana kesempatan tersebut terdapat. Sedangkan hal-hal yang mengikat penduduk untuk tetap tinggal di desa adalah: eratnya jalinan kekeluargaan; jalinan gotong royong yang kuat; penduduk sangat terikat dengan tanah warisan dan enggan menjualnya; penduduk sangat terikat dengan daerah asal dimana mereka dilahirkan, dimana biasanya terdapat makam nenek moyang mereka yang setiap lebaran akan dikunjunginya. Selanjutnya Mantra menuliskan bahwa memperhatikan kedua kekuatan di atas, terlihat satu dengan yang lain sangat bertentangan. Penduduk dihadapkan kepada dua keadaan yang sulit dan terbatasnya fasilitas pendidikan ataukah berpindahnya ke daerah lain meninggalkan desa, sawah, ladang, dan sanak saudara? Konflik tersebut diatasi penduduk dengan mengadakan mobilitas sirkuler yang merupakan koptomi antara tetap berdiam di daerah asal dan berpindah ke daerah lain.

(23)

kalangan migran potensial di desa, (b) pranata sosial yang mengontrol mengalirnya warga desa ke luar semakin longgar, (c) arah pergerakan penduduk menuju ke kota-kota atau daerah tertentu, dan (d) perubahan pola investasi dan atau pemilikan tanah di desa karena tanah mulai dilihat sebagai suatu komoditi pasar. Sementara itu, informasi negatif biasanya datang dari para migran yang gagal atau kurang berhasil sehingga mengakibatkan dampak yang sebaliknya (Mantra, 1995).

Pada bagian lain kembali Naim menjelaskan (Mantra, 1978: 20), bahwa mobilitas sirkuler merupakan mekanisme yang mengatur keseimbangan (ekulibrial) antara kemampuan daya dukung ekologis dari tanah/daerah dengan perkembangan penduduk padat dan kemampuan daya dukung tanah terbatas. Apabila perkembangan penduduk dan daya dukung tanah terbatas, maka di sana tingkat dan intensitas mobilitas sirkuler tinggi. Di daerah penduduknya yang relatif masih jarang dan kemampuan daya dukung alam yang menguntungkan, maka tingkat dan intensitas mobilitas sirkuler rendah.

(24)

ekonomi dan faktor tekanan budaya (yang diistilahkan oleh Pelly dengan missi budaya).

Dari semua teori yang kita temukan di atas selalu ditemukan adanya faktor-faktor penyebab dari ruang, waktu, dan aktor di dalam melakukan migrasi (mobilitas). Sebagai kerangka acuan maka penulis berpegang dengan apa yang dikemukakan oleh Naim yang mengatakan bahwa tindakan perpindahan (mobilitas) selalu didasari dengan pertimbangan menjaga keseimbangan kekuatan faktor pendorong dan faktor penarik, atau dengan kata lain bahwa mobilitas sirkuler dilakukan untuk menseimbangkan kedua kekuatan tersebut.

1.3. Kerangka Konsep

Untuk menjelaskan mengenai pola mobilitas sirkuler dan gambarannya maka penulis memberikan batasan-batasan konsep yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, sehingga memudahkan penulis dalam memperhatikan fenomena sosial yang terjadi pada masyarakat yang diteliti (Singarimbun dan Effendi, 1983: 17). Konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Marripang

(25)

Marripang yang diadakan masyarakat dusun XV Bakaran Batu setiap

tahunnya pada bulan Februari serta bulan Agustus atau akhir Februari serta akhir Agustus (berangkat dari daerah asal) hingga bulan Maret serta bulan September (pulang ke daerah asal). Kriteria parripang adalah mereka yang mempunyai mata pencaharian utama sebagai petani dengan usia rata-rata 18-49 tahun. Hal ini berarti bahwa petani yang mempunyai mata pencaharian lain tentunya tidak turut melakukan mobilitas. Tetapi yang menjadi obyek kajian kita adalah mereka yang pergi selama masa panen di daerah tujuan.

Bentuk mobilitas seperti ini lazim dilakukan oleh masyarakat dusun XV Kota Datar dan di daerah ini terdapat angka mobilitas yang cukup tinggi setiap tahunnya.

Berbicara mengenai mobilitas tentunya harus membicarakan konsep ruang, waktu, dan pelaku. Adanya ruang berarti adanya daerah asal dan daerah tujuan dimana orang-orang melakukan perpindahan kedua tempat ini dalam sebuah jangka waktu (dalam kasus ini terjadi secara sirkuler/periodik).

(26)

Selanjutnya Mantra menuliskan bahwa mobilitas penduduk horizontal atau geografis meliputi semua gerakan (movement) yang melintasi wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu (Mantra, 1978: 20).

Sedangkan istilah sirkuler menunjukkan adanya sebuah sirkulasi (perputaran) suatu hal (kejadian) yang terjadi berulang-ulang dalam sebuah jangka waktu (periode tertentu). Jadi mobilitas sirkuler berarti adanya suatu perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah lain yang terjadi secara berulang-ulang dalam suatu jangka waktu tertentu.

b. Pola Mobilitas

Menurut Suyono (1985: 327) pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari defenisi tersebut di atas, pola mobilitas dalam penelitian ini diartikan sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses mobilitas tersebut dan untuk melihat pola mobilitas pada masyarakat Dusun XV Kota Datar maka akan terlihat dengan mengetahui motivasi mereka melakukan mobilitas dan proses mobilitas yang mereka lakukan.

c. Motivasi

(27)

Faktor-faktor tersebut terdiri dari Faktor-faktor pendorong (push factors) dari daerah asal dan faktor penarik (pull factors) dari daerah tujuan.

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang ingin dilihat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Bagaimana pola mobilitas sirkuler yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar?

2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar melakukan mobilitas sirkuler?

1.5. Ruang Lingkup

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menggambarkan pola mobilitas sirkuler yang dilakukan masyarakat Dusun XV Kota Datar, sehingga dengan demikian dapat diketahui bagaimana mereka melakukan mobilitas tersebut. Serta faktor-faktor apa saja yang memotivasi mereka marripang. Sedangkan hal yang perlu diteliti dalam penelitian ini adalah bentuk atau pola mobilitas yang dilakukan oleh masyarakat. Serta faktor pendorong dari daerah asal dan faktor penarik dari daerah tujuan.

1.6. Tujuan dan Mamfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

(28)

1. Untuk mengetahui bagaimana pola marripang yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar.

2. Untuk mengetahui bagaimana sistem kerja dan bagi hasil yang dilakukan oleh setiap kelompok kerja.

3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial inter dan antar migran serta hubungan sosial para parripang dengan daerah asal.

4. Untuk mengetahui apa motivasi yang mendorong mereka melakukan aktivitas marripang..

b. Mamfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan nantinya dapat bermamfaat sebagai bahan masukan yang berupa data dan informasi mengenai pola dan faktor-faktor mobilitas untuk penyusunan kebijakan pengelolaan mobilitas penduduk, sebagai penunjang pembangunan, baik pembangunan nasional, pembangunan regional, maupun pembangunan pedesaan. Disamping itu dari segi teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bahan kajian dalam disiplin ilmu Antropologi khususnya mengenai mobilitas penduduk.

1.7. Metode Penelitian

(29)

Dalam pengumpulan data yang diperlukan digunakan metode pengumpulan data:

a. Observasi

Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi non-partisipan. Non-partisipan, yaitu peneliti (observer, pengamat) peneliti hanya mengamati masalah yang terjadi pada masyarakat tersebut dan tidak ikut serta terhadap masalah yang akan diteliti nantinya. Bungin (2008: 115) menjelaskan bahwa observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata serta dibantu dengan panca indara lainnya. Untuk mendapatkan informasi yang akurat dan objektif, maka peneliti terjun ke lapangan dan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala nyata pada objek yang diteliti.

Data yang hendak diperoleh dari metode ini ialah:

(1). Bagaimana aktivitas sehari-hari di daerah asal meliputi hal-hal yang dikerjakan pada jam kerja.

(2). Bagaimana keadaan alam mereka meliputi: keadaan tanah dan jenis tanaman yang diusahakan, dll.

(30)

b. Wawancara

Wawancara merupakan suatu tehnik untuk mendekati sumber informasi dengan cara tanga jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasar pada tujuan penelitian. Wawancara ini digunakan untuk mengungkapkan masalah yang diteliti. Dengan demikian wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang open ended (wawancara dimana jawaban tidak terbatas pada satu tanggapan saja) dan

mengarah pada pendalaman informasi serta dilakukan tidak secara formal terstruktur. Wawancara ini dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan peneliti yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang dijelajahi. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

- Wawancara biasa

Tahap pertama peneliti akan menggunakan wawancara tak berstruktur/bersifat terbuka agar informan dapat memberikan data yang luwes, tanpa terikat, supaya dapat diketahui pandangan informan terhadap masalah yang diteliti. Untuk menjaring data maka diperlukan sejumlah syarat untuk para informan:

1. Si subyek yang sudah pernah melakukan mobilitas pada waktu yang lalu untuk mengetahui bagaimana sistem kerja dan bagi hasil diantara mereka, jumlah pendapatan rata-rata selama marripang, serta sarana dan prasarana yang diperlukan dalam melakukan perpindahan (transportasi dan akomodasi).

2. Orang luar yang sedikitnya mempunyai pengetahuan mengenai masalah yang diteliti untuk mengetahui tanggapannya terhadap aktivitas marripang. 3. Pemerintah setempat yang dapat memberikan informasi mengenai masalah

(31)

4. Pemuka adat dan agama yang dapat menjelaskan hubungan parripang dengan daerah asal dalam kaitannya dengan adat istiadat setempat.

5. Beberapa keluarga migran yang mendukung keberangkatan para parripang meninggalkan daerah asal untuk mengetahui bagaimana pendapat mereka ketika salah seorang dari keluarga berangkat marripang.

- Wawancara mendalam (dept innterview)

Hal ini dimaksudkan supaya dapat memperoleh data yang jelas mengenai pola mobilitas. Data yang akan diperoleh dari wawancara ini adalah:

1. Motivasi marripang

2. Hubungan sosial antar dan inter parripang

3. Bagaimana keterikatan para parripang dengan aktivitas sosial budaya di daerah tujuan, terlebih di daerah asal.

Wawancara mendalam ini ditujukan kepada informan yang sudah lama melakukan marripang. Tidak sekedar tahu tetapi dapat memberikan informasi yang jelas mengenai masalah yang sedang diteliti.

c. Kuesioner

(32)

d. Studi pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk mendapatkan teori/konsep sebagai landasan pemikiran dalam melengkapi dan memperjelas masalah penelitian ini. Hal ini diperoleh dari buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah, majalah, artikel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.

e. Dokumentasi

Yang termasuk dokumentasi adalah foto-foto peristiwa, data statistik yang diperoleh dari pemerintah setempat yang dipergunakan dalam melengkapi data yang diperoleh pada saat wawancara.

1.8. Pengolahan Data dan Penyajian Analisa Data

(33)

Setelah proses tersebut selesai selanjutnya adalah menafsirkan data. Penafsiran data adalah memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.

1.9. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian adalah masyarakat Dusun XV Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Adapun pertimbangan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Desa ini adalah salah satu desa yang mana penduduknya melakukan mobilitas ke daerah Percut Sei Tuan.

2. Angka mobilitas sirkuler cukup tinggi di daerah ini.

(34)

ABSTRAK

Sukmawati Simatupang 2011, judul : MARRIPANG (Studi Antropologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas Sirkuler pada Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, sebanyak 82 halaman+daftar pustaka+daftar tabel+lampiran.

Penelitian ini mengkaji tentang MARRIPANG (Studi Antropologi tentang Pola dan Faktor-Faktor Mobilitas Sirkuler pada Masyarakat Batak Toba di Dusun XV Desa Kota Datar). Penelitian ini membahas tentang masalah bagaimana pola mobilitas sirkuler yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di Dusun XV Kota Datar, sehingga dengan demikian dapat diketahui bagaimana mereka melakukan mobilitas tersebut, serta faktor-faktor apa saja yang memotivasi mereka marripang. Penelitian ini dilakukan di Dusun VX Desa Kota Datar, Kecamatan Hamparan Perak dimana warganya melakukan mobilitas sirkulernya ke daerah Percut Sei Tuan.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat mendeskripsikan, dengan maksud menggambarkan atau melukiskan bagaimana mobilitas penduduk yang dilakukan oleh masyarakat Dusun XV Kota Datar. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan observasi, wawancara, kuesioner, dan studi pustaka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola marripang serta motivasi yang mendorong mereka melakukan aktivitas marripang, yang meliputi faktor-faktor pendorong dari daerah asal (push factors) dan faktor-faktor penarik dari daerah tujuan (pull factors).

Temuan dilapangan menunjukkan bahwa mereka melakukan aktivitas marripang didorong oleh berbagai sebab atau faktor baik faktor sosial, budaya, ekonomi dan lain-lain, yang keseluruhanya diharapkan dapat memenuhi baik tuntutan ekonomi, sosial maupun budaya masyarakat yang bersangkutan. Marripang itu sendiri dilakukan setiap tahun pada bulan-bulan tertentu, yakni perjalanan ke daerah tujuan mobilitas dalam aktifitas marripang dimulai pada akhir bulan Februari hingga akhir bulan Maret, serta akhir bulan Agustus hingga akhir bulan September setiap tahunnya. Perjalanan ini dimungkinkan karena tanaman padi di daerah asal sedang mengalami masa pertumbuhan jadi tidak membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak sehingga terjadi kelebihan tenaga kerja, seiring dengan hal itu pada bulan-bulan tersebutlah padi dapat dipanen di daerah tujuan.

(35)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Gambaran Umum Desa Kota Datar

2.1.1. Sejarah Desa

Setelah Abdul Hasim menerima kabar dari kerabatnya yang lebih dahulu pergi ke Deli Sumatera Utara, khususnya sekitar pelabuhan Belawan, yang memberitahukan bahwa di Belawan sudah ada hunian. Yakni Kampung Sisir Gunting Paluh Kurau, Kota Lama Karang Gading, dimana para warga mendirikan rumahnya di tepi sungai. Kemudian Abdul Hasim beserta istri dan anaknya berangkat dari Banjar Berabai ke Deli. Sesampainya di Deli Belawan Abdul Hasim beserta isteri dan anaknya disambut oleh kerabatnya dan dibawa ke Kota Lama Karang Gading, serta diberikan lahan yang akan diusahai dan dijadikan tempat tinggal.

(36)

Sementara Abdul Hasim merasa serasi membuka lahan baru di Kampung Telaga Tujuh serta dapat berkembang, lalu kemudian dia pergi ke Banjar Barabai untuk menjemput saudara dan kerabatnya yang juga ingin bertempat tinggal di Deli SUMUT (Telaga Tujuh). Sedangkan adiknya Siti Hadizah dan adik iparnya yang bernama Basrik mencari lahan ke Simalungun. Mereka membuka lahan di sana yakni menanam padi, rambung dan tanaman keras lainnya seperti kelapa durian dan lain-lain.

Abdul Hasim selaku pendiri kampung Telaga Tujuh kerap dipanggil mandor Hasim, karena beliau bekerja di perkebunan Sungai Karang, mencari ulat, membuat bangsal, rumah keloneng, dan pengadaan bahan bangunan seperti rotan, atap dan lain-lain.

Pada tahun 1939, kebun Buluh Cina memperluas tanaman tembakau, membangun sarana jalan, parit, rumah karyawan, pondok, membuat sumur bor dan lain-lain. Akan tetapi lahan yang dibuka untuk memperluas tanaman tembakau hanya satu kali tanam setelah itu lahan itu tidak ditanami lagi. Semasa penanaman tembakau itu, anak dari Abdul Hasim yang bernama Zainuddin bekerja di kebun ini. Ia bekerja sebagai mandur yang bertugas mencari ulat, dan pengadaan bahan bangunan. Zainuddin banyak mengenal orang-orang perkebunan Buluh Cina, serta orang-orang dikerajaan Hamparan Perak seperti Datuk Gumbak (Datuk Setia) yaitu selaku penguasa Hamparan Perak.

(37)

dan dibersihkan dengan cara bergotongroyong. Untuk membuka lahan perkampungan ini, Zainuddin berusaha mencari kawan yang mau menetap di lahan bukaan baru ini. Zainuddin mengajak keluarganya yang berada di kampung Telaga Tujuh abang, adik dan kerabat beliau untuk pindah ke lahan baru tersebut. Pada masa kemerdekaan Indonesia perkampungan ini disahkan dan diberi nama kampung Kota Datar, penghulunya diangkat oleh pemerintah Kecamatan Hamparan Perak yaitu Zainuddin.

2.1.2. Lokasi dan Pembagian Desa

Desa Kota Datar merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Desa ini berada pada ketinggian 1,5 meter di atas permukaan laut. Banyaknya curah hujan adalah 10 mm/tahun, dengan periodik tertinggi pada bulan September dan Oktober dengan suhu rata-rata 18 o – 35 o. Jarak antara Desa Kota Datar dengan pusat pemerintahan Kecamatan sekitar 17 Km, jarak ke pusat pemerintahan kota Administratif adalah 50 Km, dan jarak ke ibukota Kabupaten adalah 72 Km sedangkan jarak dari ibukota propinsi adalah 47 Km.

Batas-batas wilayah Desa Kota Datar,yaitu:

- Sebelah utara berbatasan dengan Telaga Tujuh dan Kuala Gading

-Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Bulu Cina dan Kota Rantang

-Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Tandam Hilir II

(38)

Desa ini terbagi menjadi 15 dusun yang masing-masing dusun dipimpin oleh seorang kepala dusun, yang membawahi sejumlah rumah tanggga. Dusun-dusun tersebut adalah sebagai berikut:

- Dusun I Kikik A - Dusun IX Paret Tuan - Dusun II Kikik B - Dusun X Karya Bakti - Dusun III Kupang A - Dusun XI Pasar Lore - Dusun IV Kupang B - Dusun XII Gudang Atap A - Dusun V Pembangunan A - Dusun XIII Gudang Atap B - Dusun VI Pembangunan B - Dusun XIV Gudang Atap C - Dusun VII Waringin A - Dusun XV Bakaran Batu - Dusun VIII Waringin B

Berdasarkan informasi dari Desa Kota Datar, tugas dari seorang kepala dusun antara lain sebagai penghubung antara kepada desa dengan masayarakat yang dipimpinnya. Disamping itu kepala dusun secara administrative ikut membantu kepala desa dalam menjalankan pemerintahan, terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan instruksi atau kebijakan Pemerintah Daerah Kotamadya. Kepala lingkungan juga diharapkan dapat berperan dalam menangani masalah-masalah yang dihadapi penduduk lingkungan yang mungkin tidak dapat diselesaikan penduduk tersebut.

2.1.3. Flora dan Fauna

(39)

digunakan sebagai sumber pendapatan. Menduduki peringkat pertama sebagai sumber pendapatan keluarga adalah padi (oriza sativa Linn); sebagai tanaman tambahan penduduk menanam ubi jalar (ipomea batatas poir) ubi kayu (manihot utilissima Grants), coklat, dan kelapa sawit. Disamping itu penduduk juga

menanam tanaman holtikultural, yaitu cabe (capsiun annum) sebagai keperluan rumah tangga juga untuk dijual. Tanaman pisang (musa paradisiacal Linn) banyak dijumpai di desa ini, namun kebanyakan para penduduk hanya menjadikannya sebagai konsumsi keluarga.

Seperti halnya flora, fauna juga berperan penting guna mencukupi pendapatan rumah tangga maupun untuk konsumsi rumah tangga. Yang paling banyak adalah ternak ayam kampung yang mana mencapai ratusan ekor, dimana hampir 70% dari keluarga memelihara ternak ayam. Pengelolaan ternak ayam kampung adalah secara tradidional, dimana ternak ayam dibiarkan berkeliaran pada siang hari dan pada waktu malam dimasukkan ke kandang. Sebahagian dari ayam dijadikan sebagai konsumsi rumah tangga dan sebagian lagi dijual ke pasar.

(40)

2.1.4. Sarana Fisik

2.1.4.1. Pola Pemukiman Penduduk

Pola pemukiman atau perumahan penduduk Desa Kota Datar berbentuk memanjang mengikuti alur jalan. Perumahan penduduk berderet mengikuti dan mengarah ke jalan. Pola bangunan perumahan penduduk beraneka ragam, ada bangunan rumah yang terbuat dari tepas dan papan namun ada juga yang semi permanen dan permanen. Bagi masyarakat halaman yang luas sangat berarti, yang mana mereka menggunakannya untuk menjemur padi pada saat panen, berjualan dan sebagainya.

Biasanya setiap rumah didiami oleh satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka yang belum menikah. Akan tetapi tidak sedikit juga rumah yang selain terdiri dari keluarga inti juga ditambah dengan anak-anak yang sudah menikah atau saudara-saudara mereka.

Selain rumah dijadikan untuk tempat tinggal, ada juga masyarakat yang menjadikan pekarangan rumahnya untuk tempat berusaha dengan cara membangun warung atau kedai yang menjual barang-barang keperluan rumah tangga seperti sabun, gula, beras dan lain sebagainya. Selain itu ada juga yang membuka kedai nasi serta kedai kopi.

(41)

2.1.4.2. Sarana Transportasi

Desa Kota Datar dapat dikatakan suatu daerah yang sedang berkembang, hal ini dinyatakan dengan pembangunan-pembangunan yang dilakukan di daerah ini. Namun untuk sarana transportasi desa ini maasih bisa dikatakan kurang memadai. Hal ini terbukti dengan tidak adanya angkutan umum di desa ini, sarana transportasi di daerah ini ialah RBT/Ojek dan becak motor untuk bepergian dari luar dan keluar desa. Tarif ojek ini biasanya untuk perjalanan dekat Rp. 5000 - Rp. 10.000,- dan untuk perjalanan jauh hingga ke simpang Tandam Hilir biasanya Rp. 15.000 – Rp. 25.000,-. Sedangkan tarif berbeda lagi, untuk perjalanan dekat Rp. 5000 – Rp. 15.000,- dan untuk perjalanan jauh dari simpang Tandam Hilir hingga ke Desa Kota Datar khususnya Dusun XV tarifnya berkisar antara Rp. 20.000 – Rp. 25.000,-.

Tetapi mengingat kemajuan teknologi saat ini serta persaingan ekonomi dengan banyaknya tawaran jenis sepeda motor yang menggiurkan serta sistem kredit yang menawarkan bunga yang murah membuat masyarakat sudah rata-rata memiliki kenderaan sendiri dan membuat angkutan umum tidak menjadi suatu kebutuhan mendasar. Untuk dapat berhubungan dengan daerah lain masyarakat desa menggunakan sepeda motor pribadi sebagai sarana transportasi yang utama.

(42)

2.1.4.3. Sarana Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dewasa ini, sektor pendidikan merupakan salah satu pilar yang mendukung program pembangunan. Pendidikan dapat membantu meningkatkan taraf hidup seseorang. Bahkan bagi sebagian masyarakat tingkat pendidikan menunjukkan status atau kelas seseorang dalam masyarakat. Dalam rangka memajukan pendidikan perlu adanya sarana maupun prasarana pendidikan.

(43)

mereka hal tersebut dikarenakan para orang tua dahulu tidak begitu mengerti arti pentingnya pendidikan. Disamping itu para orang tua tersebut mengaku tidak memiliki biaya yang cukup untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Dulu sangat sering terlihat anak-anak usia sekolah berhenti di tengah jalan/putus sekolah. Apalagi bagi anak yang orang tuanya bekerja hanya sebagai penggarap yang tidak memiliki penghasilan yang cukup.

Namun pada masa sekarang ini bisa dikatakan banyak anak yang bisa bersekolah sampai pada tingkat SLTP, hal tersebut terjadi karena adanya program pemerintah memberlakukan sekolah gratis. Alasan para orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya adalah dikarenakan ketiadaan biaya untuk memberikan pendidikan yang layak untuk anaknya. Apalagi saat ini harga-harga kebutuhan pokok yang sudah sangat mahal. Tidak hanya itu ada pula anak yang pada dasarnya tidak ingin bersekolah karena pengaruh lingkungan yang melihat teman-temannya menikmati ketika mereka tidak bersekolah, anak tersebut merasa bahwa bersekolah adalah kegiatan yang membosankan dan menjenuhkan.

2.1.4.4. Sarana Kesehatan

(44)

Balai Pengobatan/Puskesmas ini dapat dikatakan selalu buka dalam 24 jam, dalam pengertian petugas kesehatan dapat dipanggil kapan saja dibutuhkan. Mengenai pasilitas kesehatan sudah cukup memadai, selain dari beberapa jenis obat-obatan dari kedokteran kabupaten setempat ditambah stok pribadi petugas kesehatan, juga terdapat beberapa tempat tidur dan tempat penginapan bagi pasien rawat inap, namun ambulans tidak ada.

Pada beberapa tahun yang lalu tidak jarang dijumpai wabah penyakit muntaber maupun diare di daerah ini, namun agaknya pada tahun-tahun terakhir ini sudah dapat ditanggulangi dengan immunisasi maupun perawatan kesehatan. Penyakit influensa baik karena perubahan cuaca maupun karena sebab lain merupakan penyakit yang paling sering dijumpai di daerah ini. Disamping itu penyakit mencret masih sering dijumpai pada anak dari usia 0-12 tahun. Beberapa kasus penyakit cacar banyak dijumpai pada anak-anak. Pada masyarakat ini banyak kasus penyakit ringan sering ditangani sendiri oleh masyarakat tanpa bantuan petugas kesehatan, seperti halnya flu maupun demam ringan ditanggulangi dengan obat-obatan yang dijual di warung. Penyakit darah tinggi dan jantung jarang dijumpai di daerah ini, hanya ada satu dua kasus. Penyakit reumatik maupun sakit pinggang banyak dijumpai pada orang tua, walaupun demikian agaknya penyakit ini tidak banyak membawa dampak serius bagi masyarakat, dalam arti dapat menimbulkan kematian.

(45)

orang penduduk), dimana tentunya hal ini dibarengi dengan sudah terpenuhinya kebutuhan pokok penduduk (Sumber: Hasil wawancara dengan bidan desa).

2.1.4.5. Sarana Ibadah

Agama merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, karena agama sangat hakiki yang mengatur hubungan manusia dengan penciptanya. Berdasarkan agama yang terdapat di Desa Kota Datar, diketahui bahwa sebahagian besar penduduknya memeluk agama Islam dan sebahagian lagi beragama Kristen sedangkan penduduk yang menganut agama Hindu dan Bhuda tidak ada dijumpai di Desa tersebut. Untuk mendukung kegiatan-kegiatan keagamaan tersebut diperlukan saranan peribadatan sebagai tempat umat melaksanankan kepercayaannya. Di Desa Kota Datar tersedia 5 unit Mesjid, 13 unit Mushala dan 3 unit Gereja.

2.1.4.6. Sarana Komunikasi

Sarana Komunikasi yang ada Di Desa Kota Datar sudah sangat berkembang, terlihat dari penggunaan Handphone sebagai alat komunikasi. Keberadaan Hp di desa tersebut bukan lagi menjadi barang yang langka bagi mereka, hampir 80% orang tua dan remaja di desa ini memiliki Hp serta menggunakannya sebagai alat komunikasi. Sewaktu penggunaan HP di desa tersebut jarang, wartel (warung telepon) merupakan satu-satunya alat komunikasi jarak jauh yang praktis bagi warga.

(46)

hanya itu media massa atau surat kabar yang beredar adalah Koran lokal yaitu SIB (Sinar Indonesia Baru), waspada, harian Analisa, dan lainnya. Pada umumnya yang berlangganan koran adalah pemilik warung kopi, toko grosir atau kedai nasi, dan pembaca lebih memilih warung kopi atau kedai nasi sebagai tempat membaca Koran. Sedangkan fasilitas internet juga sudah ada namun jumlahnya belum memadai, hanya terdapat 1 warnet (warung internet) di desa tersebut.

2.1.5. Keadaan Penduduk

Masyarakat Desa Kota datar adalah masyarakat yang beraneka ragam dengan agama, suku bangsa, dan adat-istiadat yang berbeda-beda. Seluruh penduduk berjumlah 5.864 jiwa, dengan 1.624 kepala keluarga.

2.1.5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

(47)

Tabel 1

Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

No Kelompok Usia Jumlah Persentase

1 0 – 4 Tahun 685 11.68

2 5 – 6 Tahun 442 7.53

3 7 – 12 Tahun 459 7.82

4 13 – 15 Tahun 429 7.31

5 16 – 18 Tahun 519 8.85

6 19 – 25 Tahun 631 10.76

7 26 – 35 Tahun 693 11.81

8 36 – 45 Tahun 698 11.90

9 46 – 50 Tahun 575 9.80

10 51 Tahun ke atas 736 12.55

Jumlah 5864 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Kota Datar 2008

(48)

2.1.5.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tempat Tinggal

Sementara itu berdasarkan tempat tinggal, penduduk Desa Kota Datar bermukim di 15 dusun seperti yang ditunjukkan pada tabel 2 berikut:

Tabel 2

Distribusi Penduduk Berdasarkan Tempat Tinggal

No Dusun KK Jumlah Persentase

1 Dusun I Kikik A 102 428 7.28

2 Dusun II Kikik B 63 342 5.83

3 Dusun III Kupang A 224 720 12.27

4 Dusun IV Kupang B 142 566 9.65

5 Dusun V Pembangunan I 103 280 4.77

6 Dusun VI Pembangunan II 108 388 6.61

7 Dusun VII Waringin A 66 244 4.16

8 Dusun VIII Waringin B 144 535 9.12

9 Dusun IX Parit Tuan 92 372 6.34

10 Dusun X Karya Bakti 109 376 6.41

11 Dusun XI Pasar Lori 113 412 7.02

12 Dusun XII Gudang Atap A 107 329 5.61 13 Dusun XIII Gudang Atap B 78 224 3.81 14 Dusun XIV Gudang Atap C 93 348 5.93

15 Dusun XV Bakaran Batu 80 327 5.57

Jumlah 1624 5864 100

(49)

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa jumlah mayoritas penduduk berada di Dusun III Kupang A, yakni sebanyak 720 jiwa atau sekitar 12.27 %. Hal ini desebabkan karena Dusun II Kupang A merupakan pusat pemerintahan Desa Kota Datar. Sedangkan di Dusun XV Bakaran Batu jumlah penduduknya sebanyak 327 jiwa atau sekitar 5.57 %, dimana penduduknya merupakan suku bangsa Batak Toba yang melakukan mobilitas sirkuler.

2.1.5.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

Di Desa Kota Datar terdapat beberapa suku, misalnya Banjar, Jawa, Batak, Karo, Melayu dan Aceh. Data penduduk berdasarkan suku bangsa dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3

Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Bangsa Jumlah Persentase

1 Banjar 3355 57.21

2 Jawa 2137 36.44

3 Batak 327 5.57

4 Karo 15 0.25

5 Melayu 25 0.42

6 Aceh 5 0.08

Jumlah 5864 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Kota Datar 2008

(50)

dengan suku-suku bangsa lainnya, dimana jumlah penduduk yang berada di luar suku Banjar hanya berjumlah 42.79 % saja. Hal yang demikian dikarenakan suku bangsa Banjar merupakan penduduk yang pertama sekali menempati/pembuka Desa Kota Datar atau pendiri desa adalah suku bangsa Melayu.

2.1.6. Sistem Organisasi Sosial

Interaksi sosial selalu ada pada sebuah kelompok masyarakat karena di dalamnya mereka selalu mengadakan komunikasi antara individu-individu yang menjadi pendukung masyarakat itu. Di dalam interaksi tersebut biasanya masyarakat membentuk organisasi-organisasi. Organisasi sosial menjadi penopang kondisi dari situasi yang terdapat di dalamnya. Organisasi sosial itu berfungsi untuk mengatur dan membentuk system interaksi sosial dengan sesama anggota masyarakat. Hal tersebut terjalin karena kebersamaan para anggota masyarakat untuk mencapai suatu cita-cita bersama. Hal inilah yang menyebabkan bahwa organisasi sosial yang paling utama untuk mengokohkan suatu masyarakat adalah keluarga.

(51)

baik ayah, ibu, maupun anak-anak mempunyai tugas/peranan masing-masing yang dibangun berdasarkan peraturan-peraturan yang digariskan oleh sistem patrilineal.

Sistem patrilineal ini masih mengakar pada masyarakat Batak Toba yang ada di Dusun XV Desa Kota Datar ini; segala sesuatu diatur oleh sistem tersebut. Misalnya, dalam sistem pewarisan, yang mendapat warisan yang paling besar adalah anak laki-laki dalam keluarga sedangkan anak perempuan hanya mendapat barang-barang pribadi milik ibunya, kalaupun diberi bagian oleh ayahnya itupun hanyalah sedikit saja. Hal ini menunjukkan bahwa dalam adapt, anak laki-laki mendapat status yang lebih tinggi disbanding dengan anak perempuan. Sistem patrilineal ini selalu dikokohkan/dilegitimasi dalam masyarakat, dalam arti setiap peraturan yang ada ditata sedemikian rupa sehingga peraturan itu tetap kokoh pada suatu masyarakat walaupun dalam proses waktu pengaruh asing datang ke masyarakat ini. Hal ini dapat dilihat dalam sistem perkawinan, yaitu sekalipun seorang gadis sudah berpendidikan tinggi dan mempunyai jabatan yang tinggi dalam masyarakatnya (masyarakat ibunya), ia akan tetap menjadi bagian dari keluarga suaminya dan tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dalam keluarga suaminya tersebut, bukan pada keluarga ayahnya.

(52)

Selain serikat di atas masih banyak terdapat serikat-serikat yang lain, seperti halnya arisan (jula-jula) para ibu-ibu anggota sebuah gereja, serta arisan marga-marga yang dilakukan sekali dalam sebulan. Pada sepanjang lingkungan hidup (life cycle) peranan organisasi sosial ini sangat menunjang segala aktifitas baik aktifitas adat maupun aktifitas keagamaan.

Setiap lembaga sosial yang ada seperti halnya pendidikan, lembaga kesehatan, lembaga social budaya berfungsi menunjang kegiatan-kegiatan yang berlangsung dalam masyarakat. Masing-masing lembaga tersebut dikelola oleh anggota masyarakat untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama, yang menunjang hidupnya guna mengokohkan identitas hidupnya dan meningkatkan kesejahteraan diantara mereka.

2.1.7. Sistem Mata Pencaharian Hidup

(53)

Tabel 4

Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Utama

No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase

1 Peg. Negeri bukan guru 17 0.56

2 Guru 21 0.69

3 Pedagang 38 1.25

4 Petani 1371 45.17

5 Peternakan 114 3.75

6 Pegawai swasta 13 4.29

7 Bidan 4 0.13

8 Perawat 1 0.03

9 Dan lain-lain 1456 47.97

Jumlah 3035 100

Sumber: Kantor Kepala Desa Kota Datar 2008

(54)

dipergunakan goni. Segala jenis produksi pertanian diproduksi dengan menggunakan tenaga manusia dan juga tenaga mesin..

Padi sebagai komoditi utama juga diproduksi secara modern dengan teknologi canggih pula. Setiap keluarga menabur benih 4-20 kaleng dengan luas rata-rata 1 – 4 hektar (tetapi tidak seluruh sawah yang mereka miliki berada di daerah itu). Sedangkan persawahan seluruhnya mencakup 655 hektar. Berikut distribusi pola penggunaan tanah di Desa Kota Datar:

Tabel 5

Distribusi Penggunaan Tanah

No Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase

1 Pemukiman 288 19.94

2 Pertanian sawah 655 45.36

3 Perkebunan rakyat 378 26.17

4 Ladang/tegalan 123 8.51

Jumlah 1444 100%

Sumber: Kantor Kepala Desa Kota Datar 2008

Panenan padi berlangsung dua kali dalam setahun. Padi disemaikan pada bulan Desember dan bulan Juni dan dipanen pada bulan April dan November. Lahan kering dipergunakan sebagai kebun kelapa sawit, kebun coklat maupun kebun ubi atau tanaman lainnya.

(55)

di daerah ini. Hanya satu atau dua kolam (empang) yang dapat ditemui di daerah ini. Walaupun begitu kolam tersebut hanya diisi dengan ikan lele.

Secara umum penduduk Desa Kota Datar sudah tergolong masyarakat yang makmur, karena pola hidup sederhana dengan pemenuhan kebutuhan pokok (primer dan sekunder) sudah diterapkan masyarakat.

2.2. Gambaran Umum Kecamatan Percut Sei Tuan

2.2.1. Sejarah singkat Kecamatan Percut Sei Tuan

Di masa penjajahan Pemerintahan Belanda pada sekitar abad 19, wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan sekarang ini terdiri dari dua kerajaan kecil yaitu Kejuruan Percut dan Kejuruan Sei Tuan yang merupakan protektorat Kesultanan Deli sampai awal Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan adalah merupakan pusat pemerintahan dan pusat tanaman tembakau Deli yang terbesar dengan julukan Dollar Land. Di masa pemerintahan Republik Indonesia, Kejuruan Percut dan

Kejuruan Sei Tuan digabung menjadi satu wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan yang saat ini dikepalai oleh seorang camat yang bernama H. Syafrullah, S. Sos. MAP, hingga sekarang memimpin dan menjadi penerus sejarah di Kecamatan Percut Sei Tuan.

2.2.2. Letak Geografis Kecamatan Percut Sei Tuan

(56)

berkisar 30 sampai dengan 243 mm perbulan, dengan periodik tertinggi pada bulan September dan Oktober dan dengantemperatur udara perbulan minimum 24 o

C dan maksimal 34 oC. Pusat pemerintahannya berada di jalan Medan – Batang Kuis Desa Bandar Klippa.

Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan mempunyai 190,79 Km2, yang terdiri dari 18 desa dan 2, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dan Pantai Labu. - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Deli dan Kodya Medan. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kodya Medan.

2.2.3. Keadaan Penduduk

(57)

Tabel 6

Luas Desa/Kelurahan, Junlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per Km2

No Desa/Kelurahan Luas (Km2) Jumlah Kepadatan (Km2)

Jumlah 190.79 343.718 1.801

Sumber: Kantor Camat Percut Sei Tuan 2008

2.2.4. Sistem Mata Pencaharian

(58)

penghidupan yang layak. Mata pencaharian penduduk kecamatan Percut Sei Tuan sangat beraneka ragam, yakni dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 7

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah Persentase

1 PNS 6.532 7.89

2 ABRI 402 0.48

3 Karyawan Swasta 20.414 24.68

4 Petani 14.871 17.97

5 Pedagang 17.286 20.89

6 Nelayan 506 0.61

7 Konstruksi 15.347 18.55

8 Jasa 2.332 2.81

9 Pensiunan 4.969 6.00

Jumlah 82.709 100

Sumber: Kantor Camat Percut Sei Tuan Tahun 2008

Sektor pertanian sampai saat ini masih merupakan basis ekonomi rakyat di pedesaan, menguasai hajat hidup sebagian besar penduduk di Kecamatan Percut Sei Tuan. Pada tahun 2008, dari total pekerjaan umur 15 tahun ke atas di Kecamatan ini adalah sebanyak 82.709 jiwa dan 14.871 atau 17.97 % nya adalah disektor pertanian.

(59)

kacang kedelai, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar, kacang panjang, sawi, cabe, bayam, terung, paria, kangkung, semangka, dan timun dengan luas panen 27.802 hektar dan hasil produksi untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 8

Luas Panen dan Hasil Produksi Pertanian

No Desa/Kelurahan Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Persentase

1 Padi 10.085 73.986 30.08

2 Jagung 15.599 148.190 60.26

3 Kacang hijau 48 47 0.019

4 Kacang kedelai 9 15.70 0.006

5 Kacang tanah 156 568.20 0.23

6 Ubi kayu 294 6.468 2.63

7 Ubi jalar 29 579 0.23

8 Kacang panjang 210 2099 0.85

9 Sawi 584 4.718 1.91

10 Cabai 89 385 0.15

11 Bayam 363 3.663 1.48

12 Terung 56 1.295 0.52

13 Paria 6 130 0.052

14 Kangkung 17 120 0.048

15 Semangka 107 648 0.26

16 Timun 150 2.980 1.21

Jumlah 27.802 245.891.9 100%

(60)

BAB III

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB MOBILITAS SIRKULER

(MARRIPANG)

Standing (1987: 1) menyatakan bahwa manusia bukanlah makhluk yang berpindah-pindah. Namun manusia merupakan makhluk yang tidak pernah diam: perpindahan merupakan adaptasinya dengan lingkungan social, ekonomi, kebudayaan, dan ekologi. Jadi setiap perilaku mobilitas selalu didasari oleh faktor-faktor baik faktor social ekonomi maupun faktor budaya maupun ekologi. Hal ini berarti tidak ada perpindahan tanpa suatu sebab.

Dalam bab ini akan membahas faktor-faktor penyebab para warga masyarakat melakukan mobilitas sirkuler (marripang). Faktor-faktor mobilitas diartikan sebagai alasan-alasan yang mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan dan yang menyebabkan seseorang pergi meninggalkan kampung halamannya menuju daerah di luar batas-batas kebudayaannya. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut tidak terlepas dari motivasi ataupun tujuan sehingga mereka mencari pekerjaan ke daerah lain. Mereka mempunyai motivasi untuk memperbaiki tingkat perekonomian mereka yang selama ini kekurangan.

Adapun faktor-faktor tersebut meliputi faktor-faktor pendorong (Push Factors) dari daerah asal, serta faktor-faktor penarik (pull factors) dari daerah

(61)

3.1. Faktor-Faktor Penekan (Push Factors)

Naim (1982: 247) menyatakan perpindahan penduduk terjadi karena ketidakseimbangan ekonomi antara berbagai wilayah yang ada di Indonesia. Melalui tulisan tersebut Naim menggambarkan adanya faktor-faktor pendorong dan faktor-faktor penarik di daerah tujuan, Naim menyebutkan faktor-faktor pendorong tersebut sebagai akibat kekurangan sumber-sumber untuk kebutuhan hidup, adanya kemiskinan dan pola hubungan sosial yang mengekang. Sedangkan Mantra (1978: 16) menyatakan bahwa mobilitas sirkuler terjadi karena faktor sentripugal (kekuatan/force yang terdapat di suatu wilayah yang mendorong untuk meninggalkan daerahnya) dan sentrapugal (kekuatan yang mengikat penduduk untuk tetap tinggal di daerah yang sama-sama kuat; kedua, perbaikan dalam prasarana transportasi: dan , kesempatan kerja di sector informal lebih besar daripada sector formal.

Berangkat dari asumsi bahwa selalu ada faktor pendorong yang menyebabkan seseorang meninggalkan daerah asal, di bawah ini penulis akan menjelaskan data hasil wawancara terhadap seorang informan yang sudah lama menekuni bidang ini (yaitu mulai tahun 1987).

(62)

Pada bagian lain kita akan melihat faktor-faktor yang mendorong mereka untuk pergi ke daerah lain, meninggalkan daerah asal. Pada bagian ini kita akan melihat 4 kategori jawaban berupa motivasi kepergian mereka, yang berasal dari kuesioner yang diajukan oleh peneliti kepada beberapa orang anggota masyarakat.

Tabel 9

Faktor-Faktor Pendorong

n = 16

No Faktor-Faktor Pendorong Jumlah Persentase

1 Pendapatan yang minim 8 50.00%

2 Adanya waktu yang luang 2 12.50%

3 Keinginan untuk melihat daerah lain 6 37.50%

4 Ikut-ikutan - 0.00%

Jumlah 16 100%

Sumber: Kuesioner Hasil Penelitian Lapangan 2010

Data di atas menunjukkan bahwa pendapatan yang minim di daerah asal (50.00 %) sedangkan keinginan untuk melihat daerah lain juga merupakan faktor penyebab (37.50 %). Dua (12.50 %) jawaban yang lain menunjukkan bahwa waktu yang luanglah yang mendukung keberangkatan mereka meninggalkan daerah asal. Namun tidak satupun dari jawaban yang menunjukkan bahwa kepergian ke daerah tujuan adalah karena ikut-ikutan. Hal ini menunjukkan bahwa marripang bukanlah perilaku yang acak namun sungguh adalah suatu

(63)

Dari data sekunder (kuesioner terbuka didapati bahwa pria yang sudah menikah mempunyai alasan yang sama seperti wawancara di atas. Tetapi tidak demikian halnya dengan jawaban yang diberikan oleh informan pria yang belum menikah. Data menggambarkan bahwa bagi orang yang sudah menikah umumnya ingin mendapat penghasilan yang lebih baik lagi dengan mengadakan aktifitas marripang. Bagi mereka hasil dari marripang adalah untuk memenuhi kebutuhan

mereka di daerah asal dalam rangka pemenuhan tanggung jawab sosial dan tanggung jawab keluarga. Hal ini berhubungan dengan jumlah penghasilan di daerah tujuan yang dirasa cukup untuk menambahi keuangan mereka di daerah asal dimana 87,50 % dari responden menyatakan tanggapan yang positif (dalam arti bahwa penghasilan selama marripang cukup baik dalam menambah penghasilan mereka (lihat lampiran).

Tetapi perilaku marripang itu sebenarnya tidak hanya didasari oleh faktor ekonomi saja alias minusnya pendapatan, banyak faktor lain yang sangat mendukung, dan mobilitas ini sendiri merupakan keputusan karena berbagai alternatif, seperti hasil wawancara berikut terhadap seseorang responden pria yang menikah yang sudah lama ikut marripang:

“Tingki na masa panen di Percut, dang adong ulaon na sandok borat di huta on, taringot tu ulaon di saba /hauma. Jala angka kobun/ladang dang sandok dirawati jadi molo laho pe iba dang pola mabiar iba gabe sega suan-suanan i molo ni tinggalhon. (Pada waktu panen di Percut tidak ada pekerjaan yang sangat penting di sawah. Kebun/ladang tidak begitu membutuhkan perawatan yang intensif. Jadi bila saya pergi, saya tidak terlalu takut bila sawah saya akan rusak. Terjemahan bebas).

(64)

menunjukkan bahwa ada motivasi yang berbeda dimana 75 % dari parripang yang belum menikah mengatakan bahwa yang mendorong keberangkatan mereka ke daerah lain adalah keinginan untuk melihat daerah lain tetapi seorang informan pria yang belum menikah mengucapkan:

“Bapa nungga mate didok roha boha manian asa adong laho mambantu keperluan ni angka tinodohonkon. Jadi ala otik pancarian di huta laho ma iba mancari tu luat ni halak dung binege sian angka dongan taringot tu na marripang on. (Bapak saya sudah meninggal, jadi saya ingin membantu adek-adek. Karena sedikitnya pendapatan di kampung ini maka saya pergi mencari tambahan pendapatan ke kampung orang setelah saya dengan informasi mengenai marripang ini. Terjemahan bebas).

Data di atas menunjukkan status dalam keluarga menentukan sikapnya terhadap suatu masalah. Seorang kepala keluarga bertanggungjawab bukan saja untuk pemenuhan kebutuhan keluarga tetapi juga untuk memenuhi kewajibannya sebagai anggota masyarakat, karena ia hidup dalam sistem sosial. Data yang diperoleh dari kuesioner terbuka menyatakan bahwa aktifitas adat dan agama tidak akan terganggu/sangat terganggu bila mereka pergi ke daerah lain.

Tetapi berdasarkan semua jawaban yang diberikan tidak satu jawabanpun yang ditemukan bahwa para parripang dalam melakukan mobilitas ini hanya sekedar ikut-ikutan saja.

(65)

memang berhubungan positif sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh para informan.

Tetapi para informan sendiri menyebutkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan mereka pergi ke daerah lain. Dari hal ini dapat kita simpulkan bahwa mereka berusaha mempertimbangkan sebaik mungkin segala keputusan yang mereka lakukan. Dalam arti mobilitas ini bukan merupakan perilaku yang acak, namun merupakan pertimbangan atas berbagai faktor, terutama mengenai hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita dan nilai yang mereka anut. Hal ini dapat kita katakana karena tidak semua dari penduduk yang bermigrasi adalah orang yang miskin (dalam arti tidak dapat memenuhi kebutuhan sandang pangannya) tetapi ada di antara mereka telah dapat dikatakan keluarga yang cukup untuk ukuran di kampung.

Dari hasil observasi rata-rata, baik informan maupun responden mempunyai rumah sendiri, listrik, anak-anak yang sedang bersekolah di SD maupun di Sekolah Menengah, mempunyai TV, DVD, magic com dan bahkan ada yang mempunyai kereta. Kalau kita ukurkan tingkat kesejahteraan mereka menurut Soemitro Djojohadikusumo, yaitu pada hakekatnya tingkat kesejahteraan hidup tercermin pada tingkat dan pola yang meliputi unsur pangan, sandang, pemukiman, kesehatan dan pendidikan (Djojohadikusumo, 1975: 3).

Gambar

Tabel 1
Tabel  2
Tabel 3
Tabel  4
+7

Referensi

Dokumen terkait