• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian preferensi pakan, perangkap dan umpan beracun pada tikus rumah, Rattus rattus diardii L. dan mencit rumah, Mus musculus L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengujian preferensi pakan, perangkap dan umpan beracun pada tikus rumah, Rattus rattus diardii L. dan mencit rumah, Mus musculus L."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN

UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (

Rattus rattus diardii

L.) DAN MENCIT RUMAH (

Mus musculus

L.)

Nana Setiana

A06400024

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

ABSTRAK

NANA SETIANA. Pengujian Preferensi Pakan, Perangkap, dan Umpan Beracun pada Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus

L.). Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting dalam kehidupan manusia, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Tikus memakan segala macam bahan makanan manusia, merusak segala peralatan rumah tangga, dinding rumah, serta tanaman hasil panen. Disamping itu mencit dan tikus dapat pula menjadi vektor penyakit bagi manusia. Pengendalian mencit dan tikus yang telah dilakukan diantaranya sanitasi lingkungan, fisik-mekanis, biologis, kimia, dan fumigasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketertarikan tikus rumah dan mencit rumah pada berbagai jenis pakan, perangkap, dan umpan yang ditempatkan secara terpisah atau bersamaan. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keefektifan dari berbagai jenis perangkap dan umpan beracun yang diaplikasikan pada lokasi dimana tersedia jenis pakan lain di habitat mencit dan tikus.

Selama pengujian digunakan empat buah arena untuk ulangan ke-1 sampai 4 dan gudang untuk ulangan ke-5. Di dalam arena dan gudang diletakkan dua buah gelas kaca sebagai wadah untuk air minum dan 6 buah bumbung bambu untuk perlakuan mencit serta 4 buah bumbung bambu untuk perlakuan tikus. Racun atau pakan disimpan dalam wadah kemudian diletakkan di bagian tepi dan tengah arena. Sebelum digunakan dalam percobaan, mencit maupun tikus diadaptasikan terlebih dahulu dalam arena selama 3 hari. Perlakuan pada mencit, digunakan sebanyak 6 ekor setiap ulangan (arena) yang terdiri dari 3 ekor jantan dan 3 ekor betina, sedangkan untuk tikus digunakan 4 ekor setiap arena yang terdiri dari 2 ekor jantan dan 2 ekor betina. Pakan dan rodentisida berbahan aktif kumatetralil dan seng fosfida digunakan sebanyak 20 g per wadah pada setiap perlakuan, baik untuk tikus maupun mencit. Air diberikan sebanyak 50 ml per gelas atau sekitar ¾ dari volume gelas. Untuk perlakuan rodentisida yang berupa blok (bahan aktif brodifakum dan flokumafen) diberikan sebanyak empat blok dalam setiap wadah baik untuk mencit maupun tikus. Pakan dan rodentisida disimpan pada wadah berupa mangkuk kecil dan diletakkan di arena dengan posisi yang berubah-ubah setiap hari selama perlakuan.

Analisis ragam menggunakan rancangan acak lengkap dengan program SAS for Windows V.6.12. Uji lanjut dengan uji selang ganda Duncan dengan taraf uji α=5%. Peubah yang diamati yaitu tingkat konsumsi pakan dan rodentisida, serta hewan uji yang terperangkap.

Pakan yang paling disukai oleh tikus rumah berurutan yaitu gabah, beras, dan pelet. Pada semua pengujian konsumsi rodentisida lebih kecil dari pakan. Jenis perangkap yang paling banyak dimasuki tikus secara berurutan yaitu

(3)

perangkap lebih efektif dari pada penggunaan umpan beracun. Konsumsi pakan lebih tinggi pada uji pakan versus rodentisida dibandingkan dengan uji pakan

(4)

PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN

UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (

Rattus rattus diardii

L.) DAN MENCIT RUMAH (

Mus musculus

L.)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh Nana Setiana

A06400024

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Judul : PENGUJIAN PREFERENSI PAKAN, PERANGKAP, DAN UMPAN BERACUN PADA TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii L.) DAN MENCIT RUMAH (Mus musculus L.)

Nama : Nana Setiana

NRP : A06400024

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi NIP 131 664 407

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr NIP 130 422 698

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 3 Januari 1982 sebagai anak

keenam dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Markum dan Ibu Acih Jasih.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri II Garawangi pada

tahun 1994, SLTP Negeri I Garawangi tahun 1997, dan SMU Negeri I Garawangi

tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor

melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Jurusan Hama dan

Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 2001-2002 penulis menjadi pengurus di Himpunan Mahasiswa

Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai koordinator bidang kerohanian. Pada

periode yang sama penulis juga menjadi Ketua Lingkar Studi Muslim Hama dan

(7)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas kudrat dan iradat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengujian Preferensi Pakan, Perangkap, dan Umpan Beracun pada Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus L.).

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Ayah dan Ibu yang dengan kuat dan sabar senantiasa memberikan do’a dan semangat untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Hanya Allah SWT yang dapat memberikan balasan atas perjuangan dan pengorbanan Ayah dan Ibu.

2. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi yang telah bersedia menerima,

membimbing, dan memotivasi untuk penyelesaian skripsi ini.

3. Dr. Ir. Bonny Poernomo WS, MSi, yang telah memberikan dorongan moril selama kuliah.

4. Seluruh staf dosen dan pegawai Departemen Proteksi Tanaman yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama penulis kuliah.

5. A Edi beserta keluarga dan A Yoyo yang terus menyokong penulis hingga menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah menunjukkan jalan-Nya kepada kita.

6. Seluruh keluargaku yang di Kuningan, A Ono dan A Maman sekeluarga semoga kita dapat memberikan yang terbaik untuk keluarga.

7. Kakak perempuanku, yakinlah bahwa Allah akan memberikan yang

terbaik dalam hidup ini.

8. Teman-teman sekelas angkatan 37. Selamat meraih masa depan.

9. Pak Soban, laboran Laboratorium Vertebrata Hama, yang telah

memberikan bantuan dan dorongan selama penelitian.

10.Sahabat-sahabatku di Kost-an. Semoga Allah senantiasa menghimpun kita dalam ikatan persaudaraan yang abadi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini ada kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan untuk perbaikan tugas selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Maret 2007

(8)

DAFTAR ISI

Taksonomi Tikus Rumah(Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus L. ) ... 3

Morfologi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus musculus L. ) ... 3

(9)

Uji Perangkap... 18

Uji Pakan versus Perangkap... 20

Uji Pakan versus Rodentisida ... 21

Uji Pakan versus Perangkap versus Rodentisida ... 22

Perbandingan Konsumsi Pakan... 24

Tikus Rumah ... 24

Mencit Rumah ... 25

Perbandingan Perangkap... 25

Tikus Rumah ... 25

Mencit Rumah ... 26

KESIMPULAN ... 28

Kesimpulan ... 28

Saran... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Bahan baku dan kandungan nutrisi pada pelet... 10

Tabel 2 Konsumsi mencit rumah terhadap pakan uji preferensi pakan ... 18

Tabel 3 Mencit rumah yang terperangkap pada uji perangkap ... 19

Tabel 4 Konsumsi tikus rumah dan mencit rumah terhadap pakan,

mencit rumah dan tikus rumah terperangkap... 20

Tabel 5 Konsumsi tikus rumah dan mencit rumah terhadap pakan

dan rodentisida ... 21

Tabel 6 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan, rodentisida

dan tikus rumah yang terperangkap ... 23

Tabel 7 Konsumsi mencit terhadap pakan pada uji preferensi,

uji pakan versus perangkap dan uji pakan versus rodentisida ... 24 Tabel 8 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan pada uji pakan versus

perangkap, uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus

perangkap versus rodentisida ... 25 Tabel 9 Perbandingan jumlah tikus rumah terperangkap pada uji

pakan versus perangkap dan uji pakan versus perangkap

versus rodentisida ... 26 Tabel 10 Perbandingan jumlah mencit rumah terperangkap pada uji

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Perangkap yang digunakan... 13

Gambar 2 Arena pengujian ... 13

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Tabel 1 Analisis ragam uji preferensi pakan pada mencit rumah ... 32

Tabel 2 Analisis ragam uji perangkap pada mencit rumah ... 32

Tabel 3 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap pada mencit rumah ... 32

Tabel 4 Analisis ragam pakan pada uji pakan versus perangkap pada mencit rumah... 32

Tabel 5 Analisis ragam uji pakan versus rodentisida pada mencit rumah . 33

Tabel 6 Analisis ragam umpan gabungan pada mencit rumah ... 33

Tabel 7 Analisis ragam perangkap gabungan pada mencit rumah... 33

Tabel 8 Analisis ragam multiple live trap pada mencit rumah ... 33

Tabel 9 Analisis ragam single live trap pada mencit rumah... 34

Tabel 10 Analisis ragam snap trap pada mencit rumah... 34

Tabel 11 Analisis ragam shermann aluminium live trap pada mencit rumah ... 34

Tabel 12 Analisis ragam pakan pada uji pakan versus perangkap pada tikus rumah... 34

Tabel 13 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap pada tikus rumah ... 35

Tabel 14 Analisis ragam pakan dan rodentisida pada uji pakan versus rodentisida pada tikus rumah ... 35

Tabel 15 Analisis ragam pakan dan rodentisida pada uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah... 35

Tabel 16 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah ... 35

Tabel 17 Analisis ragam pakan pada semua pengujian pada tikus rumah. 36

Tabel 18 Analisis ragam perangkap pada semua pengujian pada tikus rumah ... 36

Tabel 19 Analisis ragam rodentisida pada semua pengujian pada tikus rumah ... 36

(13)

pada tikus rumah ... 37

Tabel 21 Analisis ragam single live trap pada uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus

rumah ... 37

Tabel 22 Analisis ragam havahart live trap pada uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida

pada tikus rumah ... 37

Tabel 23 Analisis ragam snap trap pada uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting dalam

kehidupan manusia, baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun

permukiman (Meehan 1984). Setidaknya ada 24 spesies tikus yang merupakan

hama penting di negara-negara Asia dan Indo Pasifik (Aplin et al. 2003). Beberapa spesies yang terdapat di Indonesia antara lain Bandicota indica (tikus wirok), Rattus norvegicus (tikus riul), R. tiomanicus (tikus pohon), R. argentiventer (tikus sawah), R. exulans (tikus ladang), dan R. rattus diardii (tikus rumah) (Priyambodo 2005).

Tikus rumah merupakan salah satu jenis hama yang biasa ditemukan di

sekitar rumah, pekarangan, dan gudang (tempat penyimpanan makanan)

(Priyambodo 2003). Tikus memakan segala macam bahan makanan manusia,

merusak segala peralatan rumah tangga, dinding rumah, serta tanaman hasil panen

(Ensiklopedi Nasional Indonesia 1991). Disamping itu mencit dan tikus dapat

pula menjadi vektor penyakit bagi manusia. Salah satu penyakit yang ditularkan

oleh mencit yaitu penyakit Lymphocytic choriomeningitis yang disebabkan oleh virus (LCM virus) (Priyambodo 2003). Penyebaran virus tersebut ditularkan

melalui urine, feses, dan hasil eksresi mencit yang mengontaminasi makanan dan

air (Gratz 1994). Sedangkan pada tikus penularan terjadi akibat adanya

kontaminasi dari feses dan urine pada makanan dan minuman yang dikonsumsi

manusia serta adanya kontak dengan jaringan tikus yang mengandung patogen

(Priyambodo 2003).

Beberapa usaha pengendalian mencit dan tikus yang telah dilakukan

diantaranya sanitasi lingkungan, fisik-mekanis, biologis, kimia, dan fumigasi

(Smith 1996). Sanitasi lingkungan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan

lingkungan dari sampah-sampah atau barang-barang yang menumpuk yang dapat

dijadikan sarang oleh tikus maupun mencit. Pengendalian secara fisik-mekanik

(15)

2

predator mencit dan tikus untuk memangsanya. Pengendalian dengan

menggunakan umpan beracun terutama dari jenis rodentisida antikoagulan dapat

menimbulkan kekebalan mencit dan tikus terhadap racun (Meehan 1984). Namun

demikian pengendalian dengan mengunakan racun sintetik ini tetap disukai oleh

pengguna karena praktis, mudah diaplikasikan, dan hasilnya cepat. Meskipun

demikian pengendalian secara kimia tetap dilakukan sebagai langkah akhir dalam

konsep pengendalian hama terpadu (Priyambodo 2003).

Mencit rumah dijadikan hewan uji dimaksudkan sebagai pembanding

dengan tikus rumah. Mencit rumah diambil karena memiliki kesamaan habitat

yaitu di permukiman. Selain itu mencit yang digunakan yaitu mencit

laboratorium (mencit rumah yang dipelihara di lababoratorium), ini digunakan

untuk perbandingan antara hewan uji yang liar dan yang dipelihara di

laboratorium.

Permasalahan yang dihadapi pada saat pengendalian yang dilakukan

dengan pemerangkapan dan umpan beracun yaitu tersedianya makanan tikus dan

mencit di habitatnya dalam jumlah yang cukup melimpah. Hal ini dapat

menyebabkan pengendalian yang dilakukan kurang efektif, jika cara pengendalian

tersebut menggunakan umpan yang tidak disukai/diminati oleh tikus dan mencit.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang ketertarikan tikus dan mencit

terhadap berbagai jenis pakan, perangkap, dan rodentisida yang dilakukan pada

lokasi dimana banyak tersedia makanan di habitatnya.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketertarikan tikus rumah dan

mencit rumah pada berbagai jenis pakan, perangkap, dan umpan beracun yang

ditempatkan secara terpisah atau bersamaan.

Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengkaji keefektifan dari

berbagai jenis perangkap dan umpan beracun yang diaplikasikan pada lokasi

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) dan Mencit Rumah (Mus

musculus L.)

Taksonomi tikus rumah adalah pada Ordo Rodentia, Sub ordo

Myomorpha, Famili Muridae, Sub famili Murinae, Genus Rattus, Spesies Rattus rattus, dan Sub spesies R. rattus diardii (Jentink 1879 dalam CABI 2005). Taksonomi mencit rumah adalah pada Ordo Rodentia, Famili Muridae, Sub famili

Murinae, Genus Mus, dan Spesies Mus musculus (Ballenger 1999).

Morfologi Tikus Rumah (R. r. diardii) dan Mencit Rumah (M. musculus)

Tikus rumah (R. r. diardii) memiliki ciri morfologi tekstur rambut agak kasar, bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris, warna badan bagian perut

dan bagian punggung sama yaitu cokelat hitam kelabu, warna ekor cokelat hitam,

bobot tubuh berkisar antara 60 – 300 g, panjang kepala + badan bervariasi dengan

panjang ekor (lebih pendek, sama, atau lebih panjang), lebar sepasang gigi

pengerat rahang atas 3 mm, dan betina memiliki puting susu 2 + 3 pasang. Tikus

rumah memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang segala aktivitasnya

kecuali indera penglihatan. Selain itu tikus rumah memiliki kemampuan

memanjat dan mengerat yang sangat baik (Priyambodo 2003).

Mencit memiliki morfologi yang sama dengan tikus, namun mencit

memiliki ukuran yang lebih kecil daripada tikus (Ballenger 1999). Menurut Inglis

(1980) mencit cokelat adalah mencit liar yang merupakan nenek moyang mencit.

Mencit rumah strain laboratorium yang dikenal pada saat ini, berdasarkan

warnanya terdiri dari tiga jenis yaitu mencit cokelat yang awalnya merupakan

mencit liar, mencit putih yang merupakan keturunan dari mencit cokelat yang

telah kehilangan pigmen (Priyambodo 2003), serta mencit hitam yang merupakan

hasil dari persilangan antara mencit cokelat dan putih (Penjelasan dari teknisi

(17)

4

Biologi Tikus Rumah (R. r. diardii) dan Mencit Rumah (M. musculus)

Tikus merupakan hewan yang lincah dan cerdik. Perilaku ini ditunjang

oleh kemampuan indera dan fisik yang terlatih untuk aktif malam hari. Gigi seri

yang tajam dan tumbuh terus-menerus berfungsi untuk mengerat, menggali tanah,

dan berkelahi. Rambut-rambut panjang dan misai berfungsi sebagai pemandu

jalan yang sensitif terhadap gerakan benda. Lidah, hidung, dan telinga berfungsi

sebagai pembeda rasa, aroma, suara dari benda yang dijumpai dan berbahaya

(Rochman 1990).

Tikus memiliki kemampuan indera yang sangat menunjang dalam setiap

aktivitasnya. Diantara kelima indera yang dimilikinya hanya indera penglihatan

yang berkembang kurang baik, tetapi kekurangan ini ditutupi oleh keempat indera

lainnya yang sangat berkembang sangat baik (indera penciuman, pendengaran,

perasa dan, peraba) (Priyambodo 2003).

Penglihatan tikus kurang berkembang dengan baik, tetapi memiliki

kepekaan yang tinggi terhadap cahaya. Sebagian besar cahaya ditangkap oleh

tikus sebagai warna kelabu. Pada tikus terdapat juga kecenderungan tertarik

terhadap warna-warna kuning dan hijau terang yang ditangkap sebagai warna

kelabu terang. Hal ini dimanfatkan oleh manusia untuk memberikan warna

kuning dan hijau terang pada umpan beracun untuk menariknya (Priyambodo

2003). Indera penciuman berkembang dengan sangat baik hal ini ditunjukkan

dengan menggerakan-gerakkan kepala dan mendengus ketika mencium bau

pakan, tikus lain, atau musuhnya. Indera penciuman dimanfaatkan oleh manusia

untuk menarik atau mengusir tikus dari suatu tempat. Untuk menarik tikus dapat

digunakan bahan kimia penarik (atraktan), sedangkan untuk mengusir dapat

digunakan bahan kimia penolak (repelen). Tikus juga memiliki kemampuan

indera perasa yang dapat membedakan rasa manis, asam, pahit, dan asin seperti

pada manusia (Meehan 1984). Kemampuan tersebut menyebabkan tikus dapat

menolak racun atau menimbulkan masalah dosis sub lethal (dosis racun yang tidak sampai membunuh tikus yang memakannya) (Priyambodo 2003). Indera

peraba pada tikus berkembang sangat baik. Alat peraba pada tikus berupa

rambut-rambut halus dan panjang yang tumbuh diantara rambut-rambut pada bagian tepi

(18)

5

sentuhan dengan lantai, dinding, maupun benda-benda yang ada di dekatnya.

Dalam pergerakannya, tikus biasanya melalui jalur yang sama atau biasa disebut

run way. Hal ini dimanfaatkan manusia untuk melakukan pengendalian dengan meletakkan perangkap atau umpan beracun pada run way tersebut (Meehan 1984).

Mencit yang umum dipelihara di laboratorium yaitu, mencit yang

berwarna putih sehingga mencit ini dikenal dengan mencit laboratorium. Mencit

laboratorium jika diperlakukan dengan halus akan menjadi jinak sebaliknya jika

diperlakukan dengan kasar mereka akan bersikap agresif bahkan akan menggigit.

Seekor mencit jantan yang hidup di laboratorium maupun yang hidup liar jika

dicampurkan ke dalam kelompok yang sudah stabil hirarkinya akan berkelahi

untuk menentukan pemimpin kelompok tersebut. Mencit betina yang sedang

menyusui anak, baik yang dipelihara di laboratorium maupun yang liar akan

melakukan perlindungan terhadap anak-anaknya dengan menjaga sarangnya.

Induk mencit yang dipelihara di laboratorium akan bersifat kanibal (memakan

anaknya) jika anaknya dipegang dengan tangan manusia yang kotor. Begitupun

mencit jantan memiliki sifat suka memakan anak mencit yang baru lahir sehingga

anak mencit yang baru lahir ini perlu dipisahkan dari mencit jantan (Malole dan

Pramono 1989). Konsumsi pakan per hari pada tikus sekitar 20% dari bobot

tubuhnya. Tikus dapat bertahan hidup tanpa makan selama seminggu, akan tetapi

hal ini akan menghambat perkembangannya (Anonim 2006).

Konsumsi pakan mencit berkisar 3 - 4 g per hari dari pakan yang kering

atau sekitar 20% dari berat bobot tubuhnya dan kebutuhan air sebanyak 3 ml per

hari. Sedangkan untuk tikus 10g/hari untuk pakan kering, minum 15 - 30 ml/hari.

Mencit rumah relatif tahan haus dibanding jenis tikus lainnya dan hanya akan

minum jika menemukan air (Priyambodo 2003).

Mencit dapat menghasilkan keturunan dalam jumlah banyak, yaitu 3 - 12

ekor/kelahiran dengan masa bunting 19 - 20 hari (Twigg 1988). Bobot anak

mencit yang baru dilahirkan berkisar antara 0,5 - 1,5 g, untuk anak tikus 4,5 - 6,5

g. Bobot mencit jantan dewasa adalah 20 - 24 g sedangkan mencit betina dewasa

25 - 40 g, bobot tubuh tikus yaitu 60 - 300 g. Anak mencit maupun tikus disapih

pada umur 21 - 28 hari. Lama hidup mencit mencapai 1,5 tahun di lapangan dan 3

(19)

6

yaitu antara 2 - 3 bulan. Selain itu mencit dan tikus memiliki sifat post partum oestrus yaitu timbulnya birahi kembali segera (24 - 28 jam) setelah melahirkan dan dapat beranak sepanjang tahun. Dalam kondisi cuaca yang tidak kondusif

dapat menyebabkan periode perkembangbiakannya terganggu, tetapi dengan

sarang dan perlindungan yang baik serta kualitas makan yang tersedia akan dapat

memperbaiki periode perkembangbiakannya (Balogh dan Croft 2004).

Mencit memiliki indera perasa yang berkembang baik. Mencit akan

menyeleksi dan mencicipi makanannya terlebih dahulu sebelum dimakan. Jika

dirasa makanan tersebut tidak berbahaya mencit baru memakannya dalam jumlah

yang cukup (Timm dan Salmon 1988). Dibandingkan dengan jenis tikus lainnya,

mencit memiliki sifat mudah curiga terhadap setiap benda yang baru ditemuinya

termasuk terhadap pakannya (Priyambodo 2003). Selain itu mencit memiliki

kemampuan mendeteksi racun atau umpan beracun setelah mengalami keracunan.

Selanjutnya mereka akan menolak untuk memakan racun dan umpan beracun

yang sama. Hal ini disebut jera racun atau jera umpan (Prakash 1988).

Rodentisida Kronis

Rodentisida kronis atau antikoagulan merupakan racun yang bekerja

secara lambat. Rodentisida sintetik dari senyawa kumarin (salah satu bahan aktif

rodentisida antikoagulan) yang pertamakali diedarkan pada tahun 1950 oleh

Wisconsin adalah warfarin (berasal dari kata Warf dan coumarin). Penggunaan

warfarin kemudian berkembang dengan cepat karena rodentisida ini tidak

menimbulkan jera umpan (bait-shyness) dan gejala timbul setelah hewan makan umpan beberapa hari (Ware 1978). Gejala keracunan pada hewan sasaran terlihat

dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 24 jam atau lebih (Oudejans 1991).

Cara kerja antikoagulan (senyawa hidroksikumarin dan indandion) adalah

menghambat pembentukan prothrombin yang bertanggung jawab dalam proses

pembekuan darah dan kerusakan pembuluh yang menyebabkan pendarahan

(20)

7

Brodifakum

Salah satu bahan aktif yang digunakan sebagai rodentisida kronis yaitu

brodifakum. Bahan aktif ini merupakan racun antikoagulan generasi kedua yang

paling potensial untuk mengendalikan tikus dan mencit yang sudah kebal

(resisten) terhadap racun lain (antikoagulan generasi pertama). Nama kimia dari

brodifakum yaitu

3-[3-(4’-bromobiphenyl-4-yl)-1,2,3,4-tetrahydro-l-naphthyl]-hydroxycoumarin[56073-10-0],C31H23BrO3 (Buckle & Smith 1996).

Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium maupun di lapang,

brodifakum dengan konsentrasi 0,005% dapat menyebabkan 100% kematian

mencit baik yang rentan maupun yang kebal terhadap warfarin setelah satu hari

perlakuan (Buckle 1996). Bentuk asli dari bahan aktif brodifakum berupa bubuk

putih dan dapat terdegradasi oleh cahaya ultra violet. Racun ini bekerja dengan

mengganggu kerja vitamin K dalam proses pembekuan darah. Racun berpotensi

membunuh apabila rodens menyerap dengan dosis bahan aktif sebesar 50 mg/kg

(Oudejans 1991).

Flokumafen

Flokumafen merupakan senyawa kimia yang mirip dengan brodifakum

temasuk kedalam kelompok rodentisida kronis atau antikoagulan. Flokumafen

memiliki nama kimia

4-hydrovy-3-(1,2,3,4-tetrahyro-3-[4-(4-trifluoromethylbenzyloxy)phenyl]-1-naphthyl]coumarin [90035-08-8],

C33H25F3O4, dan merupakan salah satu dari bahan aktif generasi kedua yang

potensial digunakan (Buckle & Smith 1996).

Bentuk asli dari flokumafen adalah padatan berwarna putih, degradasi

flokumafen tidak terdeteksi dalam 4 minggu, tidak larut dalam air, sedikit larut

dalam alkohol dan larut dalam aseton. Cara kerja racun ini mengganggu

metabolisme vitamin K dan mengganggu sistem pembekuan darah. Flokumafen

merupakan racun yang memiliki LD50 sebesar 0,25 mg/kg untuk tikus dan 0,8

(21)

8

Kumatetralil

Kumatetralil termasuk ke dalam golongan racun antikoagulan yang

dihasilkan oleh Jerman dan telah digunakan selama bertahun-tahun untuk

mengendalikan hewan pengerat. Kumatetralil memiliki toksisitas yang lebih

tinggi daripada warfarin tetapi cukup efektif untuk mengendalikan tikus riul (R. norvegicus). Kumatetralil berbentuk bubuk kristal berwarna putih kekuningan, tidak larut dalam air tetapi larut dalam aseton dan ethanol.

Kumatetralil merupakan bahan aktif yang tidak menyebabkan jera umpan.

LD50 sub kronis untuk R. norvegicus 16.5 mg/kg, untuk tikus betina sedikit lebih sensitif dibandingkan dengan tikus jantan (Prakash 1988). LD50 untuk tikus

rumah (R. r. diardii) 0,3 mg/kg (Sikora 1981).

Rodentisida Akut

Rodentisida akut merupakan racun yang dapat menyebabkan kematian

setelah mencapai dosis letal dalam waktu 24 jam atau kurang (Buckle 1996).

Untuk beberapa bahan aktif bahkan dapat menyebabkan kematian dalam beberapa

menit (Meehan 1984). Rodentisida akut merupakan racun yang sangat berbahaya.

Racun ini tidak memiliki antidot yang spesifik, sehingga di beberapa negara

keberadaannya sangat dibatasi. Penggunaan rodentisida akut biasanya hanya

diizinkan bagi pengguna yang sudah profesional.

Seng fosfida

Salah satu rodentisida akut yang banyak digunakan dan merupakan

satu-satunya rodentisida akut yang diperbolehkan digunakan oleh non profesional yaitu

rodentisida berbahan aktif seng fosfida. Bahan ini merupakan racun non

antikoagulan berbentuk tepung dan berwarna kelabu kehitaman dengan kemurnian

bahan aktif mencapai 80 - 90%.

Seng fosfida diproduksi dengan cara melakukan kombinasi antara seng

dengan fosfor. Racun ini telah dikenal sejak dulu sebagai racun yang efektif

mengendalikan tikus dan penggunaannya sudah meluas (Corrigan 1997). Racun

ini bersifat dapat bercampur dengan karbon disulfida dan benzena tapi tidak dapat

(22)

9

yang dapat merusak saluran pencernaan (Lund 1994), masuk ke dalam aliran

darah dan menghancurkan hati (liver). Menurut Corrigan 1997 tikus yang mati

karena mengonsumsi seng fosfida akan mengalami kerusakan pada bagian hati

dan mengalami gagal ginjal. LD50 seng fosfida terhadap tikus rumah yaitu 45,7

mg/kg.

Pakan

Beras

Beras adalah salah satu makanan pokok bagi penduduk dunia dengan

jumlah produksi per tahun menempati peringkat kedua setelah gandum. Struktur

beras terdiri dari beberapa bagian yaitu kulit gabah, lapisan perikarp, lapisan

aleuron, bakal kecambah, dan bagian endosperm yang seperti kaca (Lasztity

1986).

Beras mengandung 6,7% karbohidrat, 6,7% protein dan kandungan

protein ini berkurang hingga 2% setelah dimasak. Protein beras mengandung lisin

lebih kurang 4% yang merupakan asam amino pembatasnya (de Man 1997).

Asam amino pembatas merupakan asam amino yang tersedia dalam jumlah

terbatas, namun cukup untuk perbaikan jaringan tubuh akan tetapi tidak cukup

untuk pertumbuhan (Almatsier 2001).

Gabah

Gabah adalah bulir padi, biasanya mengacu pada bulir padi yang telah

dipisahkan dari tangkainya (jerami). Secara anatomi biologi, gabah merupakan

buah sekaligus biji dan termasuk buah yang bertipe bulir atau caryopsis, yaitu tipe

buah yang sulit dibedakan antara buah dengan biji. Gabah kering simpan

mengandung kadar air maksimal 14% (Wikipedia 2000). Kulit luarnya

mengandung bahan yang berupa silikat.

Gabah tersusun dari 15-30% kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14%

katul, 65-67% endosperm, dan 2-3% lembaga. Lapisan katul banyak mengandung

vitamin B1. Selain itu katul juga mengandung protein, lemak, vitamin B2 dan

(23)

10

Pelet

Pelet merupakan salah satu bahan makanan tambahan yang digunakan

untuk pakan ternak. Pelet terdiri dari bahan hewani, nabati, dan bahan makanan

lainnya yang dibuat dengan cara dijadikan adonan seperti pasta kemudian dicetak

kering sebagai potongan pelet. Bahan pembuatan dan kandungan nutrisi pada

pelet disajikan pada Tabel 1 (Mashur 2006).

Tabel 1 Bahan baku dan kandungan nutrisi pada pelet

Bahan Baku Persentase (%) Nilai Nutrisi

Tepung ikan 48 Protein: 53%

Tepung kepala udang 13 Lemak: 13%

Tepung daging kerang 10 Karbohidrat: 4%

Tepung cumi-cumi 9 Serat: 7,6%

Kedelai 5,5 Air: 8

Yeast 4 Abu: 12

Minyak ikan 2 Kalori: 410,8

Minyak cumi 1,6

Campuran vitamin/mineral 2,5

Lesitin 1,2 Astaksantin 0,2

Etoksiquin 150 mg/kg

Gelatin 11 g/100 g

Agar-agar 3 g/100g

Kolesterol 0,8 g

Lesitin 1,6 g

Sikloheksam 100 ml

Sumber: Akbar (1999).

Istilah ”pelet” digunakan untuk menyatakan bahan yang tidak berbentuk

tepung maupun butiran, akan tetapi berupa potongan-potongan pipa (Asmawi

1983).

Jagung

Jagung merupakan salah satu palawija yang utama di Indonesia. Selain

dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras, jagung juga digunakan

untuk pakan ternak (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 1998).

Kandungan nutrisi dalam jagung (per 100 g makanan) yaitu protein 4,1 g,

energi 129 kkal, lemak 1,3 g, karbohidrat 39,3 g, kalcium (Ca) 5 mg, besi (Fe) 1,1

mg, dan vitamin C 9 mg (Riana 2000). Jagung terdiri dari beberapa bagian, yaitu

(24)

11

Perangkap

Beberapa jenis perangkap yang dikenal dalam pengendalian tikus dan

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Preferensi Pakan

Hasil uji preferensi pakan pada mencit rumah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Konsumsi mencit rumah terhadap pakan pada uji preferensi pakan

Pakan Konsumsi (g/100 g bobot tubuh)

Pelet Beras Gabah Jagung

9,57 a 7,47 a 4,01 b 2,09 b

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

Pada pengujian preferensi pakan menunjukkan hasil bahwa pelet dan beras

merupakan pakan yang paling disukai disusul dengan gabah dan jagung. Hasil uji

lanjutan menunjukkan bahwa konsumsi pelet dan beras tidak berbeda nyata, tetapi

kedua pakan ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan

kedua pakan lainnya (gabah dan jagung).

Pelet dan beras lebih disukai daripada gabah dan jagung. Hal ini karena

pelet merupakan pakan buatan yang terdiri dari bahan-bahan yang berasal dari

hewani dan nabati. Pelet lebih disukai karena baunya yang menarik bagi mencit

serta bentuk dan kepadatannya yang membuat mencit lebih senang untuk

mengeratnya. Hal ini pun ditunjukkan dengan perilaku mencit yang dari sejak

kecil sudah mengetahui jenis pakan mana yang harus dimakan dan mana yang

tidak boleh dimakan. Hal ini didapatkan dengan cara belajar dari induknya

dengan mengendus-ngendus mulut dan hidung induknya setelah mengkonsumsi

pakan (Galef dan Clark 1971).

Uji Perangkap

Hasil uji perangkap pada mencit rumah dapat dilihat pada Tabel 3.

(26)

19

dimasuki oleh mencit. Hasil uji lanjutan menunjukkan bahwa ke-3 perangkap

tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Tabel 3 Mencit rumah yang terperangkap pada uji perangkap

Perangkap Terperangkap (individu/perangkap)

Multiple Live Trap Single Live Trap

Shermann Aluminium Live Trap Snap Trap

Glue Trap

7,4 a 6,8 a 5,2 a 3,2 b 2,4 b

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

Multiple Live Trap memiliki pintu masuk yang berbentuk lorong dan

akan terbuka jika diinjak oleh mencit yang kemudian secara otomatis akan

tertutup kembali jika tidak ada beban di atasnya. Selain itu Multiple Live Trap

dapat dimasuki oleh lebih dari satu mencit rumah. Single Live Trap memiliki posisi pintu yang terbuka lebar menyebabkan mencit mudah memasukinya.

Sedangkan pada Shermann Aluminium Live Trap dengan bentuk kotak panjang menyebabkan mencit mengira sebagai tempat berlindung seperti halnya bumbung

bambu. Kedua perangkap ini akan menutup jika ada mencit yang masuk dan

menghalangi mencit lain untuk memasukinya. Akan tetapi kedua tipe perangkap

ini dapat dimasuki oleh lebih dari satu mencit secara bersamaan. Snap Trap dan

Glue Trap kurang disukai karena mudah terdeteksi oleh mencit sebagai benda yang berbahaya. Pada Snap Trap, ketika ada mencit yang terperangkap mengeluarkan bunyi yang sangat kencang dan menyebabkan mencit yang lain

terkejut sehingga akan menimbulkan ketakutan serta tidak dapat berfungsi untuk

menangkap mencit yang lain. Glue Trap tidak disukai oleh mencit karena perangkap ini terbuat dari bahan kimia yang mengeluarkan bau yang membuat

mencit lebih waspada yang pada akhirnya tidak menghampiri perangkap ini.

Selain itu pada saat terperangkap mencit terus bergerak-gerak untuk melepaskan

diri dari rekatan lem tersebut dan hal ini menyebabkan mencit yang lain bersikap

(27)

20

Uji Pakan versus Perangkap

Hasil uji pakan versus perangkap pada tikus rumah dan mencit rumah dapat dilihat pada Tabel 4.

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa Multiple Live Trap merupakan jenis perangkap yang paling banyak dimasuki oleh tikus rumah yaitu sebanyak 11,2

ekor, disusul oleh Havahart Live Trap dengan rata-rata tikus terperangkap 3,8 ekor sedangkan untuk Single Live Trap dan Snap Trap masing-masing 2 dan 0,6 ekor. Uji lanjutan menunjukkan bahwa Multiple Live Trap berbeda nyata dengan ketiga jenis perangkap lainnya. Untuk konsumsi pakan, gabah lebih disukai

daripada beras dan pelet. Hasil uji lanjutan menunjukkan bahwa konsumsi gabah

berbeda nyata dibanding dengan beras dan pelet. Tikus lebih menyukai gabah

dibandingkan dengan beras yang kulit luarnya sudah terkelupas, karena tikus

rumah khususnya di Indonesia lebih menyukai aktivitas mengupas dulu sebelum

makan. Selain itu pada gabah terutama pada bagian katul banyak mengandung

vitamin B baik B1 maupun B2 dan niasin. Niasin ini yang menyebabkan katul keras sehingga disenangi oleh tikus ketika mengerat gabah.

Tabel 4 Konsumsi mencit rumah dan tikus rumah terhadap pakan (g/100 g bobot tubuh) serta mencit rumah dan tikus rumah terperangkap (individu/perangkap)

Pakan dan perangkap Tikus rumah Mencit rumah

Pelet

Ket : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

Pada mencit rumah didapatkan hasil bahwa Multiple Live Trap masih banyak dimasuki mencit dibandingkan dengan perangkap yang lain dengan

jumlah rata-rata yang terperangkap yaitu 7,2 ekor. Uji lanjutan menunjukkan

(28)

21

Konsumsi pakan dalam uji ini menunjukkan bahwa pelet dan gabah

merupakan pakan yang paling banyak dikonsumsi dibandingkan dengan beras.

Kedua pakan ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, tetapi kedua pakan

ini menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan beras.

Gabah lebih disukai daripada beras karena pada gabah terdapat kulit luar (sekam)

yang banyak mengandung niasin dan vitamin B baik B1 maupun B2. Kulit gabah dikupas terlebih dahulu oleh mencit sebelum dimakan. Aktivitas mengupas inilah

yang disenangi oleh mencit rumah karena sekaligus dapat mengurangi panjang

gigi serinya. Sedangkan pelet disukai karena terbuat dari berbagai bahan yang

banyak mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh mencit. Selain itu bentuk pelet

yang bulat dan keras menyebabkan mencit menyukainya untuk mengerat.

Uji Pakan versus Rodentisida

Hasil uji pakan dan rodentisida pada tikus rumah dan mencit rumah dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Konsumsi tikus rumah dan mencit rumah terhadap pakan dan rodentisida (g/100 g bobot tubuh)

Pakan dan rodentisida Tikus rumah Mencit rumah

Pelet

Ket : Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

Pada tikus, konsumsi pakan lebih tinggi dari pada rodentisida. Gabah

merupakan pakan yang paling banyak dikonsumsi dengan konsumsi 7,98 g

disusul dengan beras dan pelet masing-masing 5,41 dan 2,08 g. Konsumsi

rodentisida yang paling banyak yaitu rodentisida akut berbahan aktif seng fosfida

(0,4 g). Walaupun secara keseluruhan konsumsi terhadap rodentisida ini

(29)

22

tersebut sudah dapat menyebabkan kematian pada tikus rumah. Jumlah total tikus

yang mati selama pengujian mencapai 7 ekor dari total 20 ekor. Tikus yang mati

lebih banyak disebabkan oleh seng fosfida, hal ini dapat dilihat dari gejala yang

terjadi pada tikus. Gejala yang terlihat yaitu di bagian dalam tubuh terdapat

gelembung udara pada bagian usus dan lambung (Gambar 3). Gelembung

tersebut disebabkan oleh gas fosfin (PH3) yang dihasilkan dari reaksi seng fosfida dengan O2. Hal ini menunjukkan bahwa rodentisida jenis seng fosfida cukup efektif untuk dapat membunuh tikus walaupun jumlah yang dikonsumsi hanya

sedikit (kurang dari 1 g).

Hal yang sama terjadi pada mencit rumah menunjukkan bahwa konsumsi

pelet (8,22 g) dan gabah (8,07 g) lebih disukai dibandingkan dengan rodentisida.

Konsumsi keduanya menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata, akan tetapi

keduanya menunjukkan hasil yang berbeda nyata jika dibandingkan dengan

konsumsi semua jenis rodentisida. Untuk konsumsi rodentisida sendiri

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dari setiap jenis rodentisida.

A B

Gambar 3 Gejala keracunan pada tikus rumah (A) dan mencit rumah (B)

Uji Pakan versus Perangkap versus Rodentisida

Pengujian ini hanya dilakukan pada tikus rumah. Hasil pengujian

menunjukkan bahwa gabah tetap menjadi pakan yang paling disukai dengan

(30)

23

Hasil uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan dan rodentisida (g/100g bobot tubuh) serta tikus rumah yang terperangkap (individu/perangkap)

Pakan dan perangkap Konsumsi dan hewan terperangkap

Gabah

Ket : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

Untuk konsumsi rodentisida, kumatetralil merupakan rodentisida yang

paling banyak dikonsumsi disusul oleh seng fosfida dengan rata-rata konsumsi

masing-masing 1,40 dan 0,45 g. Kedua rodentisida tersebut lebih tinggi

konsumsinya dibandingkan dengan pelet yang rata-rata konsumsinya hanya 0,25

g. Berdasarkan uji lanjut duncan pada taraf uji α=5% menunjukkan bahwa konsumsi gabah dan beras berbeda nyata dibandingkan dengan pakan dan

rodentisida lainnya. Untuk konsumsi pelet (0,25 g) dan rodentisida brodifakum-2

(0,01 g), flokumafen (0,003 g), brodifakum-3 (0 g) dan brodifakum-1 (0 g)

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Konsumsi terhadap rodentisida pada pengujian ini menyebabkan tujuh

ekor tikus mati dari jumlah total 20 ekor. Jika dibandingkan antara tikus yang

mati akibat konsumsi rodentisida dengan tikus yang masuk perangkap, lebih

banyak tikus yang masuk perangkap. Pada pengujian ini perangkap yang paling

banyak dimasuki tikus yaitu Multiple Live Trap dengan rata-rata 8,75 ekor, kemudian Havahart Live Trap (4 ekor), Single Live Trap (1 ekor) dan Snap Trap

(0,25 ekor). Berdasarkan uji lanjutan pada taraf uji α=5% Multiple Live Trap

(31)

24

Sedangkan untuk Single Live Trap dan Snap Trap menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini disebabkan tikus rumah lebih banyak yang masuk pada

perangkap (Multiple Live Trap dan Havahart Live Trap), sehingga tikus rumah yang tersisa di luar perangkap sedikit, selain itu kedua perangkap ini (Multiple Live Trap dan Havahart Live Trap) memiliki sistem penguncian yang baik sehingga tikus yang masuk tidak mungkin keluar lagi. Pada Single Live Trap

tidak ada sistem penguncian, pintu hanya akan tertutup dengan daya tarik yang

disebabkan oleh pegas yang ada di dalam perangkap, jika pegas ini sudah kendur

maka memungkinkan tikus yang terperangkap keluar kembali.

Perbandingan Konsumsi Pakan

Tikus Rumah

Pada ketiga jenis pengujian (uji pakan versus perangkap, uji pakan versus

rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida) menunjukkan bahwa konsumsi gabah dan beras pada uji pakan versus rodentisida paling banyak dikonsumsi dengan rata-rata konsumsi masing-masing 7,98 dan 5,41 g.

Selanjutnya gabah dan beras pada uji pakan versus perangkap versus rodentisida dengan rata-rata konsumsi masing-masing 3,82 dan 3,09 g. Untuk konsumsi

gabah, pelet, dan beras pada ketiga pengujian dapat dilihat pada Tabel 7. Jika

dilihat dari rata-rata konsumsi pakan ternyata konsumsi pakan pada uji yang

terdapat rodentisida lebih banyak dibandingkan dengan konsumsi pakan pada uji

pakan versus perangkap. Hal ini menunjukkan bahwa tikus rumah masih lebih tertarik untuk masuk perangkap dibandingkan dengan mengonsumsi pakan dan

umpan beracun.

Tabel 7 Konsumsi tikus rumah terhadap pakan pada uji pakan versus perangkap, uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus

rodentisida (g/100 g bobot tubuh).

Pakan Uji pakan versus perangkap

(32)

25

Mencit rumah

Pada mencit rumah konsumsi pakan pada ketiga pengujian (uji preferensi

pakan, uji pakan versus perangkap, dan pakan versus rodentisida), menunjukkan bahwa konsumsi pelet pada uji preferensi pakan adalah yang paling banyak

dikonsumsi dengan rata-rata kosumsi 9,57 g. Selanjutnya pelet (8,22 g) dan

gabah (8,08 g) pada uji pakan versus rodentisida. Ketiganya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf α=5 %. Hal ini berarti konsumsi pelet dan gabah masih lebih disukai walaupun ada jenis pakan lain,

apalagi terhadap pakan yang mengandung rodentisida. Konsumsi pakan pada uji

pakan versus perangkap lebih rendah jika dibandingkan dengan konsumsi pakan pada kedua pengujian lainnya (uji preferensi pakan dan uji pakan versus

rodentisida). Hal ini disebabkan hewan uji yang sudah terperangkap tidak dapat

lagi mengonsumsi pakan yang terdapat di luar perangkap. Dengan kata lain,

pemasangan perangkap dengan umpan yang disukai oleh hewan uji masih lebih

efektif dibandingkan dengan pemasangan umpan beracun (rodentisida).

Tabel 8 Konsumsi mencit terhadap pakan pada uji preferensi, uji pakan versus

perangkap dan uji pakan versus rodentisida (g/100 g bobot tubuh)

Pakan Uji preferensi

Ket : Angka pada semua kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

Perbandingan Perangkap

Tikus Rumah

Hasil pemerangkapan tikus rumah dari uji pakan versus perangkap dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida dapat dilihat pada Tabel 9.

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa Multiple Live Trap pada uji pakan versus

perangkap paling banyak dimasuki tikus rumah (11,2 ekor). Jumlah tikus yang

terperangkap pada uji pakan versus perangkap lebih banyak dibandingkan dengan uji pakan versus perangkap versus rodentisida kecuali pada Havahart Live Trap

(33)

26

pada uji pakan versus perangkap (3,8 ekor) akan tetapi keduanya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Tabel 9 Perbandingan jumlah tikus rumah terperangkap pada uji pakan versus

perangkap dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida (individu/perangkap)

Perangkap Uji pakan versus

perangkap

Ket : Angka pada semua kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

Hal ini menunjukkan bahwa tikus lebih menyukai untuk masuk ke

perangkap dibandingkan dengan mengonsumsi pakan atau rodentisida yang

tersedia di sekitar perangkap.

Mencit Rumah

Hasil pemerangkapan mencit rumah dari uji perangkap dan uji pakan

versus perangkap dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Perbandingan jumlah mencit rumah terperangkap pada uji perangkap dan uji pakan versus perangkap (individu/perangkap)

Perangkap Uji perangkap Uji pakan versus

perangkap

Ket : Angka pada semua kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α=5%

Perangkap yang paling banyak dimasuki mencit rumah yaitu Multiple Live Trap pada uji pemerangkapan dengan rata-rata mencit terperangkap 7,4 ekor dan pada uji pakan versus perangkap dengan rata-rata mencit terperangkap 7,2 ekor. Rata-rata mencit yang masuk pada Single Live Trap pada uji pemerangkapan yaitu 6,8 ekor. Ketiganya menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji

(34)

27

kemampuan yang lebih efektif untuk menangkap tikus walaupun tersedia pakan

lain disekitarnya karena umpan yang diletakkan di dalam perangkap tersebut

dapat menarik mencit rumah untuk memasukinya. Hal ini pun dapat dilihat

bahwa Shermann Aluminium Live Trap pada uji perangkap menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan Shermann Aluminium Live Trap pada uji pakan

versus perangkap dengan rata-rata mencit terperangkap masing-masing 5,2 dan 4,8 ekor. Demikian juga Snap Trap pada uji perangkap menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan Snap Trap pada uji perangkap versus pakan. Hal ini menunjukkan bahwa mencit masih tertarik untuk memasuki perangkap walaupun

tersedia pakan.

Untuk perbandingan tipe perangkap yang sama pada uji yang berbeda baik

(35)

KESIMPULAN

Kesimpulan

Pakan yang paling disukai oleh tikus rumah secara berurutan yaitu gabah,

beras, dan pelet. Rodentisida tidak disukai oleh tikus rumah. Jenis perangkap

yang paling banyak dimasuki tikus secara berurutan yaitu Multiple Live Trap, Havahart Live Trap, Single Live Trap dan Snap Trap. Konsumsi pakan lebih tinggi daripada konsumsi umpan beracun. Penggunaan perangkap lebih efektif

daripada umpan beracun, jumlah tikus yang terperangakap lebih banyak daripada

jumlah tikus yang mati akibat mengonsumsi umpan beracun.

Pakan yang paling disukai mencit rumah yaitu pelet dan gabah. Konsumsi

pakan lebih tinggi daripada konsumsi umpan beracun. Penggunaan perangkap

lebih efektif dari pada penggunaan umpan beracun hal ini terlihat bahwa konsumsi

pakan lebih tinggi pada uji pakan versus rodentisida dibandingkan dengan uji pakan versus perangkap. Perangkap yang paling efektif yaitu Multiple Live Trap.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengujian perangkap,

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2005.http://www.deptan.go.id/ditlintp/TEKNOLOGI/PENGENDALIAN

_TIKUS_SPESIFIK_LOKASI.html-86k. [14 Maret 2007].

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Aplin KP, Brown PR, Jacob J, Krebs CJ, Singleton GR. 2003. Field Methods For Rodent, Studies in Asia and the Indo-Pasifik. Australian Centre For Internasional Agriculture Research. Canberra: Australia.

Asmawi S. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Gramedia: Jakarta.

Ballengger.1999.Musmusculus.[serialonline].http://animaldivercity.ummz.umiche du/site/accounts/information/Musmusculus.html. [6 Maret 2007].

Balogh S, Croft D. 2004. Zinc Phospide and Bromadiolone. [serialonline].http://www.agric.nsw.gov.aureader/mice/znphosbrfaq.htm.[6 Maret 2007].

Buckle AP, Smith RH. 1996. Rodent Pest and Their Control. Cambridge UK: University Press.

[CABI]. Crop Agriculture Bioscience International 2005. Crop Protection Compendium. Wallingford: CAB. International.

Corrigan MR. 1997. Rats and Mice. Di dalam: Mallis A, [editor]. Handbook of Pest Control. Ed ke-8. Mallis Handbook and Technical Training Company.

Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1991. PT Cipta Adi Pustaka. Jakarta.

de Man JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi ke-2. K. Padmawinata [penerjemah], T. Sutono [editor]. ITB Press. Bandung.

Gratz NG. 1994. Rodent as Carrier of Disease. Dalam Rodent Pest and Their Control, Buckle AP. & Smith RH. [editor]. hlm 94-95, 100-101.CAB International. USA.

Galef, Clark. 1971. Mother Milk and Adult Presence : Two Factors Determining Initial Dietary Selection By Weanling Rats. Journal of Comparative and Physiologycal Phsycologi. Vol 2 No 2. Hal 220-225. McMaster University. Canada.

Inglis JK. 1980. Introduction to Laboratory Animal Science and Technology. Oxford:Pergamon Press.

Lasztity R. 1986. The Chemistry of Cereal Proteins. CRC Press. Florida. USA.

(37)

30

Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan Percobaan di Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Bogor: IPB.

Mashur. 2006.

http://www.idepfoundation.org/download_files/permakultur/MOD-9 PHT.pdf. [6 Maret 2007].

Meehan AP. 1984. Rats and Mice, Their Biology and Control. East Grinstead: Rentokil Limited.

Oudejans DH. 1991. Agri Pesticides, Properties and Function in Integrated Crop Protection. Economic and Social Commicion for Asia and Pasific. Bangkok

Pedoman pengendalian tikus khusus di rumah sakit.

www.depkes.go.id/downloads/pengendaliantikus.pdf. [12 Maret 2007]

Prakash I. 1988. Rodent Pest Management. United States: CRC Press.

Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Ed ke-3. Jakarta: Penebar Swadaya.

Priyambodo S. 2005. Pengujian Laboratorium Preferensi Tikus Semak (Rattus tiomanicus Miller) terhadap Rodentisida Klerat RMB (brodifakum 0.005%) dibandingkan dengan Umpan Gabah dan Sawit. Departemen Proteksi Tanaman: Institut Pertanian Bogor.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 1998. Koordinasi Program Penelitian Nasional: Jagung. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Riana A. 2000. Nutrisi Jagung per 100 gram Makanan. Asiamaya: http://www.asiamaya.com/nutriens/jagungputih. htm [6 Maret 2007].

Rochman. 1990. Masalah Tikus dan Pengendaliannya pada Tanaman Pangan di Indonesia. Perlindungan Tanaman Menunjang Terwujudnya Pertanian Tangguh dan Kelestarian Lingkungan. Agricon 271-283.

Sikora RA. 1981. Rodent Pest and Their Control. West Germany. Eschbornz.

Smith RH. 1996. Rodent Control Methods: non chemical and non lethal chemical. Di dalam: Buckle AP, Smith RH. Editor. Rodent Pest and Their Control. UK: CAB Internasional. hlm 108-123.

Timm RM, Salmon TP. 1988. Behaviour . Di dalam: Prakash I, editor. Rodent Pest Management. Florida: CRC Press, Inc. Hlm 225-236.

Twigg GI. 1988. Agriculture and Forestry. Di dalam: Buckle AP, Smith RH. Editor. Rodent Pest and Their Control. UK: CAB Internasional. hlm 45-83.

Ware GW. 1978. The Pesticides Book 3rd Edition. Thomson Publication.

(38)
(39)

32

Tabel Lampiran 1 Analisis ragam uji preferensi pakan pada mencit rumah

Sumber db JK KT F P

Tabel Lampiran 2 Analisis ragam uji pemerangkapan pada mencit rumah

Sumber db JK KT F P

Tabel Lampiran 3 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap pada mencit rumah

(40)

33

Tabel Lampiran 5 Analisis ragam uji pakan versus rodentisida pada mencit rumah

Tabel Lampiran 6 Analisis ragam umpan gabungan pada mencit rumah

Sumber db JK KT F P

Tabel Lampiran 7 Analisis ragam pemerangkapan gabungan pada mencit rumah

Sumber db JK KT F P

Tabel Lampiran 8 Analisis ragam multiple live trap pada mencit rumah

(41)

34

Tabel Lampiran 9 Analisis ragam single live trap pada mencit rumah

Sumber db JK KT F P

Tabel Lampiran 10 Analisis ragam snap trap pada mencit rumah

Sumber db JK KT F P

Tabel Lampiran 11 Analisis ragam shermann aluminium live trap pada mencit rumah

(42)

35

Tabel Lampiran 13 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap pada tikus rumah

Tabel Lampiran 14 Analisis ragam pakan dan rodentisida pada uji pakan versus rodentisida pada tikus rumah

Tabel Lampiran 15 Analisis ragam pakan dan rodentisida pada uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah

Sumber db JK KT F P

Tabel Lampiran 16 Analisis ragam perangkap pada uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah

(43)

36

Number of Means 2 3 4 Critical Range 1,751 1,833 1,882

Tabel Lampiran 17 Analisis ragam pakan pada semua pengujian pada tikus rumah

Sumber db JK KT F P

Tabel Lampiran 18 Analisis ragam perangkap pada semua pengujian pada tikus rumah

Tabel Lampiran 19 Analisis ragam rodentisida pada semua pengujian pada tikus rumah

(44)

37

Tabel Lampiran 21 Analisis ragam single live trap pada ujipakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah

Tabel Lampiran 22 Analisis ragam havahart live trap pada uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah

Tabel Lampiran 23 Analisis ragam snap trap pada uji pakan versus rodentisida dan uji pakan versus perangkap versus rodentisida pada tikus rumah

Gambar

Tabel 1 Bahan baku dan kandungan nutrisi pada pelet
Tabel 2 Konsumsi mencit rumah terhadap pakan pada uji preferensi pakan
Tabel 3  Mencit rumah yang terperangkap pada uji perangkap
Tabel  5  Konsumsi tikus rumah dan mencit rumah terhadap pakan dan rodentisida     (g/100 g bobot tubuh)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisa mean untuk variabel kepuasan konsumen dilihat dari kualitas layanan diketahui bahwa rata-rata konsumen menjawab puas dengan kualitas layanan yang

Pengujian bidang abdomen dengan data anotasi yang baik dengan jumlah yang cukup dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya untuk menguji robustness dari

[r]

Sedangkan fraksi etil asetat batang jeruju (Acanthus ilicifolius) tidak memiliki aktivitas estrogenik baik yang ditentukan menggunakan YES- hERα maupun YES

Cyber city sebagai media komunikasi pembangunan memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan di Indonesia, perlu ditingkatkan inovasi teknologi komunikasi

Terlihat penggambaran wimba kancil dan buaya dari sudut penggambarannya dari samping dengan berbagai bentuk penggambaran buaya dengan hanya sebagian tubuhnya saja yang muncul

Muchlis Usman, 1997, Kaidah kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.. kerusuhan massal, dan berpotensi menimbulkan suatu keadaan orang-orang yang ada dalam