• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Regresi Spasial pada Pemodelan Kasus Ketergantungan Spasial (Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Regresi Spasial pada Pemodelan Kasus Ketergantungan Spasial (Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN REGRESI SPASIAL

PADA PEMODELAN KASUS KETERGANTUNGAN SPASIAL

(Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010)

WIDYA MARICELLA PANJAITAN

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

WIDYA MARICELLA PANJAITAN. Penerapan Regresi Spasial pada Pemodelan Kasus Ketergantungan Spasial (Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010). Dibimbing oleh Bambang Sumantri dan La Ode Abdul Rahman.

Pelanggaran asumsi pada analisis regresi dapat saja terjadi. Jika salah satu asumsi tersebut dilanggar, maka analisis regresi biasa akan menghasilkan penduga model yang tidak efisien. Regresi Spasial dikembangkan untuk estimasi asumsi ketergantungan spasial. Regresi Spasial akan diterapkan pada analisis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia karena Indeks Pembangunan Manusia dinilai penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan di Indonesia. Regresi ini dapat mewakili permasalahan yang ada yaitu ketergantungan antar wilayah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia. Regresi Spasial yang terdiri dari Model Spasial Lag dan Model Spasial Error diharapkan dapat melihat secara langsung perbandingan hasil yang diperoleh jika adanya ketergantungan spasial tetap di analisis dengan regresi klasik atau melakukan analisis alternatif yaitu regresi spasial. Berdasarkan hasil uji pengganda Lagrange dan pemilihan model, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model yang digunakan untuk kasus ketergantungan spasial pada Indeks Pembangunan Manusia tiap provinsi di Indonesia adalah Model Spasial Eror. Persamaan regresi spasial error menghasilkan peubah-peubah yang berpengaruh secara nyata terhadap IPM Indonesia, yaitu peubah-peubah persentase penduduk buta huruf (X1), peubah angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun (X3), peubah angka harapan

hidup (X5), dan peubah rata-rata konsumsi per kapita (X6). Walaupun Model Regresi Klasik dan

Model Spasial Eror menghasilkan peubah-peubah nyata yang sama, tetapi terdapat ketidak konsistenan tanda koefisien pada Model Regresi Klasik. Ini menunjukkan akibat yang terjadi ketika pengaruh spasial nyata tetapi tidak diperhitungan ke dalam model.

(3)

PENERAPAN REGRESI SPASIAL

PADA PEMODELAN KASUS KETERGANTUNGAN SPASIAL

(Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010)

WIDYA MARICELLA PANJAITAN

Skrispsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Penerapan Regresi Spasial pada Pemodelan Kasus Ketergantungan Spasial (Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010) Nama : Widya Maricella Panjaitan

NRP : G14080032

Disetujui:

Pembimbing I

Ir. Bambang Sumantri NIP. 19510228 1979031003

Pembimbing II

La Ode Abdul Rahman, S.Si, M.Si

Diketahui :

Ketua Departemen Statistika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si NIP. 19650421 1990021001

(5)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Penerapan Regresi Spasial pada Pemodelan Kasus Ketergantungan Spasial (Studi Kasus: Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2010)”. Karya Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Stastistika di Departemen Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Bambang Sumantri dan kepada Bapak La Ode Abdul Rahman, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada:

1. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Statistika yang telah memberikan ilmu dan nasehat yang bermanfaat selama Penulis menuntut ilmu di Depertemen Statistika.

2. Seluruh Staf Departemen Statistika yang telah banyak membantu Penulis.

3. Orang tua, kakak, adik, dan keluarga besar tercinta atas doa, kasih sayang, serta dorongan yang tulus kepada Penulis.

4. Jun Holland Simamora atas perhatian, kasih sayang, dan semangat yang telah diberikan kepada Penulis.

5. Sahabat-sahabat tercinta Susi dan Ria yang selalu memberikan doa, semangat, dan masukan kepada Penulis.

6. Teman-teman seperjuangan Metha, Cean, Murni, Arni, Debo, Hany, dan Nela atas dukungan, semangat, dan motivasi kepada Penulis.

7. Teman-teman satu bimbingan Dila dan Dinar atas perjuangan, bantuan, dan kepedulian kepada Penulis.

8. Teman-teman statistika 45 IPB dan teman-teman Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB terutama untuk Komisi Pelayanan Anak (KPA) atas kebersamaannya dan kepeduliannya kepada Penulis selama Penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Terima kasih.

Bogor, Juli 2012

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muara Bungo, Jambi pada tanggal 26 Oktober 1990 dari pasangan Bapak Dimpos Panjaitan dan Ibu Ida Wahyuni. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 1999 Penulis lulus dari TK Xaverius Muara Bungo kemudian melanjutkan ke SD N 194/II Muara Bungo dan pada Tahun 2002 Penulis melanjutkan ke SMP N 1 Muara Bungo. Tahun 2005 penulis melanjutkan studi ke SMA N 1 Muara Bungo dan pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, jurusan Statistika. Memasuki tingkat ketiga perkuliahan, Penulis mengambil minor Ekonomi dan Studi Pembangunan.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR. ... vii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

Indeks Pembangunan Manusia. ... 1

Model Regresi Klasik. ... 1

Model Umum Regresi Spasial. ... 2

Model Spasial Lag (SAR). ... 2

Model Spasial Eror (SEM). ... 2

Matriks Pembobot Spasial. ... 3

Indeks Moran. ... 3

Uji Pengganda Lagrange. ... 3

Kriteria Pemilihan Model. ... 4

METODOLOGI ... 4

Bahan. ... 4

Metode. ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5

Eksplorasi Data. ... 5

Model Regresi Klasik. ... 5

Indeks Moran. ... 6

Uji Pengganda Lagrange ... 6

Model Spasial Eror (SEM). ... 6

Pemilihan Model. ... 7

Interpretasi Koefisien Model Spasial Eror. ... 7

KESIMPULAN DAN SARAN ... 8

Kesimpulan. ... 8

Saran... 8

DAFTAR PUSTAKA . ... 8

(8)

DAFTAR GAMBAR

1 IPM Tiap Provinsi di Indonesia. ... 5

2 Plot Kenormalan Sisaan MKT. ... 6

DAFTAR TABEL 1 Nilai Statistik IPM di Indonesia. ... 5

2 Estimasi Parameter Regresi MKT. ... 5

3 Uji Pengganda Lagrange. ... 6

4 Estimasi Parameter Regresi SEM. ... 7

5 Nilai Pemilihan Model. ... 7

DAFTAR LAMPIRAN 1 Kode Tiap Provinsi di Indonesia. ... 11

2 Plot IPM dengan Masing-masing Peubah Bebas. ... 11

3 Hasil Regresi Klasik... 12

(9)

1

PENDAHULUAN Latar belakang

Hubungan antara peubah respon (peubah tak bebas) dan peubah penjelas (peubah bebas) dapat dianalisis menggunakan salah satu metode analisis statistika yaitu analisis regresi. Analisis regresi bertujuan untuk membuat model yang baik yang menggambarkan hubungan tersebut sehingga mampu memprediksi nilai y jika diberikan nilai x dengan eror terkecil. Model yang dihasilkan disebut model regresi.

Pada pemodelan data seringkali ditemukan pengamatan pada suatu lokasi memiliki hubungan atau pengaruh dengan lokasi lain yang berdekatan. Hal ini disebut dengan ketergantungan spasial atau spasial dependen. Jika kondisi ini tidak diperhatikan, maka asumsi eror antar observasi yang saling bebas secara spasial tidak terpenuhi, sehingga diperlukan suatu model yang memperhatikan efek ketergantungan spasial ini. Model ini disebut dengan model ketergantungan spasial atau model spasial dependen. Model ketergantungan spasial ini mengembangkan analisis regresi spasial yang terdiri dari Model Spasial Lag (Spatial Autoregressive Model/SAR) dan Model Spasial Eror (Spatial Eror Model/SEM). Model Spasial Lag adalah model yang memperhatikan ketergantungan observasi antar lokasi. Model Spasial Eror adalah model yang memperhatikan ketergantungan eror antar lokasi.

Penelitian ini akan membahas penerapan kasus ketergantungan spasial dalam suatu studi kasus yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia. Berdasarkan KOMPAS.com tanggal 17 April 2012, Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia dikatakan sangat rendah. Ini dinilai buruk karena Indeks Pembangunan Manusia merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah, karena manusia dipandang sebagai aset berharga yang memegang kunci keberhasilan dan segala macam penuntasan rencana pelaksanaan pembangunan. Pemodelan Indeks Pembangunan Manusia di tiap provinsi di Indonesia perlu memasukkan efek spasial ke dalam model karena dilihat bahwa karakteristik wilayah satu provinsi mempengaruhi provinsi lain yang berada di dekatnya/disekitarnya. Model ketergantungan spasial yang akan digunakan untuk memodelkan Indeks Pembangunan Manusia di

Indonesia akan dilihat berdasarkan uji pengganda Lagrange dan uji kebaikan model.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan regresi spasial pada pemodelan kasus ketergantungan spasial Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tiap provinsi di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Pembangunan Manusia Menurut istilah yang digunakan oleh Departemen Dalam Negeri, ada dua pengertian tentang IPM. Pertama, IPM merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan aspek-aspek yang relevan dengan pelaksanaan otonomi dan pembangunan daerah sebagai indeks komposit yang secara generik terdiri dari tiga komponen utama, yaitu kawasan pemerintah, perkembangan wilayah, dan kebudayaan masyarakat. Kedua, IPM adalah suatu alat yang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan yang menggunakan paradigma Human Centered Development.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bermanfaat untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang, atau negara terbelakang, dan juga untuk mengukur pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Ada tiga peubah yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia, yaitu derajat kesehatan, pendidikan, dan pendapatan (Kintanami 2008).

Model Regresi Klasik

Persamaan regresi berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah dependen (Y) dengan lebih dari satu peubah independen (X1, X2, …, Xp). Hubungan antara

peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam bentuk model:

dimana merupakan konstanta dan merupakan koefisien regresi peubah independen ke p. Bila dituliskan dalam bentuk matriks:

Asumsi-asumsi yang mendasari model regresi adalah:

(10)

2 menggunakan metode jumlah kuadrat terkecil, yaitu dengan meminimumkan ∑ , sehingga nilai dugaan bagi yaitu:

̂

(Mattjik & Sumertajaya 2006; Draper & Smith 1992).

Model Umum Regresi Spasial Model umum regresi spasial ditunjukkan pada persamaan berikut (LeSage 1999):

dimana:

: peubah respon atau peubah tak bebas : koefisien prediktor Model Spasial Lag : vektor eror regresi yang diasumsikan

mempunyai efek random dan juga eror yang berautokorelasi secara spasial : matriks pembobot spasial dengan

ukuran nxn (elemen diagonal bernilai nol),

n adalah banyaknya pengamatan : vektor koefisien parameter regresi

: matriks peubah bebas

: koefisien dalam Model Spasial Eror

dan penduga diperoleh dengan memaksimalkan fungsi log kemungkinan Model Umum Regresi Spasial, maka penduga

adalah sebagai berikut:

̂

Pengujian asumsi pada regresi spasial sama halnya dengan pengujian asumsi pada model regresi klasik dengan metode kuadrat terkecil. Pengujian asumsi tersebut adalah asumsi kehomogenan ragam dan kenormalan pada sisaan (Anselin 1988, diacu dalam Arisanti 2011).

Model Spasial Lag (SAR)

Model Spasial Lag atau Spatial Autoregressive Model (SAR) adalah salah satu model spasial dengan pendekatan area dengan memperhitungkan pengaruh spasial lag pada peubah dependen saja (Anselin 1999).

Model Spasial lag ditunjukkan dalam bentuk berikut ini: 2008; Ward & Gleditsch 2008).

Pendugaan untuk β dapat diperoleh melalui (Ward & Gleditsch 2008):

̂

dan penduga untuk ρ dan σ2 dapat diperoleh dari fungsi log kemungkinan Model Spasial Lag, sehingga penduga untuk ρ adalah:

̂ dan penduga untuk σ2

adalah:

̂ (Anselin 1988, diacu dalam Arisanti 2011). Model Spasial Eror (SEM)

Model Spasial Eror (Spatial Eror Model/SEM) adalah model regresi spasial dimana ketergantungan spasial masuk melalui eror, bukan melalui komponen sistematis dari model. Artinya, eror masih dapat menjelaskan komponen sistematis spasial. Model Spasial Lag mengasumsikan bahwa eror dari sebuah model berkorelasi spasial. Model Spasial Eror ditunjukkan dalam bentuk sebagai berikut:

dimana Y adalah peubah bebas, X adalah matriks peubah tak bebas, W adalah matriks pembobot spasial, λ adalah koefisien prediktor Model Spasial Eror, adalah eror yang tidak berkorelasi spasial memenuhi asumi regresi klasik, dan adalah vektor eror yang diasumsikan mengandung autokorelasi.

Pendugaan untuk , , dan diperoleh dengan memaksimumkan fungsi log kemungkinan Model Spasial Eror, sehingga penduga untuk adalah:

̂ (Ward & Gleditsch 2008).

(11)

3

̂

Untuk menduga parameter diperlukan suatu iterasi numerik untuk mendapatkan penduga untuk yang memaksimalkan fungsi log kemungkinan Model Spasial Eror (Anselin 1988, diacu dalam Arisanti 2011).

Matriks Pembobot Spasial

Matriks pembobot spasial pada dasarnya merupakan matriks ketergantungan spasial (contiguity) dengan notasi W. Matriks ketergantungan spasial adalah matriks yang menggambarkan hubungan antar daerah dan diperoleh berdasarkan informasi jarak atau ketetanggaan. Matriks W ini adalah matriks yang sudah distandarkan dimana jumlah tiap barisan sama dengan satu dan diagonal dari matriks ini umumnya diisi dengan nilai nol. Dimensi dari matriks ini adalah nxn, dimana n adalah banyaknya observasi atau banyaknya unit lintas individu.

Tiga tipe dari matriks ketergantungan spasial atau persinggungan (contiguity) menurut Dubin (2009) adalah sebagai berikut: 1. Benteng Catur (Rook Contiguity)

Konsep persinggungan ini memberikan nilai 1 untuk daerah yang bersisian di utara, selatan, barat, dan timur yang disebut persinggungan sisi (common side). Sedangkan 0 untuk lainnya.

2. Gajah Catur (Bishop Contiguity)

Konsep persinggungan ini mendefinisikan nilai 1 untuk daerah yang bersinggungan sudut (common vertex) dari daerah yang sedang diamati. Sedangkan 0 untuk lainnya.

3. Ratu Catur (Queen Contiguity)

Konsep persinggungan ini mendefinisikan nilai 1 untuk daerah yang persinggungan sisi dan sudutnya bertemu dengan daerah yang sedang diamati. Sedangkan nilai 0 untuk lainnya.

Setelah menentukan matriks pembobot spasial yang akan digunakan, selanjutnya dilakukan normalisasi pada matriks pembobot spasial tersebut. Normalisasi pada matriks pembobot spasial yang biasa digunakan adalah normalisasi baris (row-normalize). Artinya bahwa matriks tersebut ditransformasi sehingga jumlah dari masing-masing baris matriks menjadi sama dengan satu (Dubin 2009; Elhorst 2011). Suatu koneksi masih dapat hadir jika suatu negara/pulau memiliki perbatasan dalam 200 km satu sama lain (Ward & Gleditsch 2008).

Indeks Moran

Koefisien Moran’s I atau Indeks Moran digunakan untuk uji dependensi spasial atau autokorelasi antar amatan atau lokasi. Hipotesis yang digunakan adalah:

(tidak ada autokorelasi antar lokasi) (ada autokorelasi antar lokasi) Persamaan Indeks Moran adalah sebagai

berikut:

∑ ∑ ∑ ∑ ̅ ̅

∑ ̅

dimana w adalah elemen matriks pembobot spasial hasil standarisasi baris, e vektor sisaan regresi klasik, dan n adalah jumlah Pengambilan keputusan H0 ditolak jika:

| | ,

autokorelasi positif yaitu nilai untuk tetangga mirip satu sama lain, jika I < I0 maka data

memiliki autokorelasi negatif yaitu nilai untuk tetangga tidak mirip satu sama lain (Ward & Gleditsch 2008; Anselin 1999).

Uji Pengganda Lagrange

Uji yang digunakan untuk mengetahui model pengaruh spasial dalam data adalah menggunakan uji Pengganda Lagrange. Pengujian hipotesis Pengganda Lagrange adalah:

a. Model Regresi Spasial Lag (SAR) H0 : ρ = 0 (tidak ada ketergantungan

spasial lag)

H1 : ρ ≠ 0 (ada ketergantungan spasial

lag)

b. Model Regresi Spasial Eror (SEM) H0 : λ = 0 (tidak ada ketergantungan

spasial eror)

H1 : λ ≠ 0 (ada ketergantungan spasial

eror)

Statistik LM yang digunakan untuk Model Regresi Spasial Lag adalah sebagai berikut:

(12)

4

dengan:

[ ] dan statistik LM yang digunakan untuk Model Regresi Spasial Eror adalah sebagai berikut:

Dimana e adalah vektor sisaandari model regresi klasik berukuran nx1, n adalah banyaknya pengamatan, W adalah matriks pembobot spasial yang telah dinormalisasi, dan tr menyatakan operasi teras matriks.

Keputusan tolak H0 dilakukan jika nilai

statistik LM lebih besar dari , dengan q adalah banyaknya parameter spasial yaitu 1, atau nilai-p lebih kecil dari taraf nyata α (Anselin 2009; Arisanti 2011).

Kriteria Pemilihan Model

Kriteria pemilihan model dilakukan dengan menggunakan Akaide Information Criterion (AIC). Jika nilai AIC lebih kecil, maka model tersebut dikatakan lebih baik. Rumus AIC dapat ditunjukkan sebagai berikut:

dimana adalah log kemungkinan dan p adalah banyaknya parameter (Ismail & Jemain 2007). Rumus log kemungkinan untuk regresi klasik dapat ditunjukkan sebagai berikut:

dimana merupakan matriks parameter koefisien regresi klasik peubah bebas X dan n adalah banyaknya amatan.

Rumus log kemungkinan untuk Model Spasial Lag dapat ditunjukkan sebagai berikut:

| |

dimana merupakan matriks parameter koefisien regresi spasial lag, W adalah matriks pembobot, I adalah nilai Indeks Moran, ρ koefisien predictor Model Spasial Lag, dan n adalah banyaknya amatan. Rumus log kemungkinan untuk Model Spasial Eror dapat ditunjukkan sebagai berikut:

dimana merupakan matriks parameter koefisien regresi spasial eror, W adalah sekunder yang diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik Indonesia. Secara keseluruhan data yang digunakan mencakup 33 provinsi yang ada di Indonesia. Peubah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Peubah respon (Y) yaitu Indeks

Pembangunan Manusia (IPM). b) Peubah penjelas (X) yaitu:

1. Persentase Penduduk Buta Huruf (X1)

2. Persentase Penduduk Miskin (X2)

3. Angka Partisipasi Sekolah Usia 16-18 Tahun (X3)

4. Angka Partisipasi Sekolah Usia 19-24 Tahun (X4)

5. Angka Harapan Hidup (X5)

6. Rata-rata Konsumsi Perkapita (X6)

7. Persentase Rumah Tangga (RT) yang Memiliki Sumber Air Minum Tidak

Metode penelitian yang akan digunakan sebagai langkah-langkah pada penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Melakukan eksplorasi data.

2. Melakukan Analisis Regresi Klasik dan pemeriksaan asumsi.

3. Menentukan pembobot spasial (W) yaitu ratu catur (queen contiguity).

4. Uji ketergantungan spasial atau korelasi antara pengamatan yang saling berdekatan dengan indeks moran atau Moran’s I pada eror regresi klasik.

Hipotesis yang digunakan untuk uji dependensi spasial :

(tidak ada autokorelasi antar lokasi)

(ada autokorelasi antar lokasi) 5. Melakukan uji pengganda Lagrange

untuk Model Spasial Lag dan Model Spasial Eror.

(13)

5

Gambar 1 IPM Tiap Provinsi di Indonesia 55 7. Melakukan pemeriksaan asumsi pada

masing-masing model spasial. 8. Melakukan pemilihan model.

9. Interpretasi dan kesimpulan model terbaik.

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi data

Eksplorasi data dilakukan untuk mengetahui informasi awal yang berguna dari data tanpa mengambil kesimpulan secara umum. Bentuk eksplorasi dari penelitian ini adalah melihat statistik Indeks Pembangunan Manusia tiap Provinsi di Indonesia.

Tabel 1 Nilai Statistik IPM di Indonesia Statistik IPM provinsi di Indonesia kurang beragam. Hal ini dapat dilihat pada nilai koefisien keragaman yang kecil pada Tabel 1 yaitu 2.975%. Grafik pada Gambar 1 (Horizontal: Provinsi,

Vertikal: IPM) menunjukkan bahwa nilai IPM terbesar dimiliki oleh DKI Jakarta dengan kode 11, yaitu sebesar 77.6. Sedangkan nilai IPM terendah dimiliki oleh Papua dengan kode 33, yaitu sebesar 64.94. Nilai rata-rata Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia adalah sebesar 71.857. Kode tiap provinsi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Hubungan tiap peubah bebas dengan IPM dapat dilihat pada Lampiran 2. Plot tebaran antara IPM dengan peubah bebasnya

menunjukkan bahwa IPM berbanding terbalik (hubungan negatif) dengan persentase penduduk buta huruf, persentase penduduk miskin, dan Persentase Rumah Tangga (RT) yang Memiliki Sumber Air Minum Tidak Bersih. Ini ditandai dengan pergerakan IPM yang semakin menurun dengan semakin meningkatnya persentase penduduk buta huruf, persentase penduduk miskin, dan Persentase Rumah Tangga (RT) yang Memiliki Sumber Air Minum Tidak Bersih. Berbeda dengan peubah lainnya, IPM semakin meningkat dengan semakin meningkatnya Angka Partisipasi Sekolah Usia 16-18 Tahun, Angka Partisipasi Usia Sekolah Usia 19-24 Tahun, Angka Harapan Hidup, Rata-rata Konsumsi Perkapita, dan Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Fasilitas Buang Air Besar. Ini menunjukkan hubungan yang positif atau berbanding lurus antara IPM dengan peubah-peubah tersebut.

Model Regresi Klasik

Pemodelan menggunakan model regresi klasik menghasilkan empat peubah yang nyata pada taraf α = 5% yaitu peubah persentase penduduk buta huruf, peubah angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun, peubah angka harapan hidup, dan peubah rata-rata konsumsi perkapita (Lampiran 3). Estimasi parameter regresi dengan metode kuadrat terkecil (MKT) dapat dilihat pada Tabel 2.

(14)

6

Persamaan regresi klasik yang terbentuk menggunakan metode kuadrat terkecil (MKT) adalah:

Persamaan regresi yang terbentuk mempunyai nilai R-kuadrat sebesar 99.945% yang berarti model regresi klasik dapat menjelaskan keragaman indeks pembangunan manusia sebesar 99.945%, sedangkan sisanya sebesar 0.055% dijelaskan oleh peubah lain di luar model.

Pengujian asumsi yang dilakukan pada model regresi klasik adalah uji kehomogenan sisaan dan kenormalan sisaan. Hasil dari tiap pengujian asumsi adalah sebagai berikut: a. Asumsi Kehomogenan Sisaan

Nilai-p pada uji Breush-Pagan (BP) untuk asumsi kehomogenan sisaan adalah sebesar 0.2664 (BP=9.9881) yang lebih besar dari pada α = 0.05, sehingga tidak tolak H0. Ini menunjukkan bahwa asumsi

kehomogenan ragam tidak dilanggar. b. Asumsi Kenormalan Sisaan

Gambar 2 Plot Kenormalan Sisaan MKT Uji asumsi kenormalan sisaan dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS). Nilai-p pada Gambar 2 adalah sebesar 0.150. Ini menunjukkan bahwa nilai-p lebih besar dari α = 5%, sehingga H0 tidak dapat

ditolak, artinya sisaan dapat dianggap menyebar normal. Dalam hal ini asumsi kenormalan sisaan tidak dilanggar.

Indeks Moran

Pengujian Indeks Moran dilakukan dengan menentukan matriks pembobot terlebih dahulu. Matriks pembobot yang telah diperoleh kemudian dilakukan standarisasi baris. Pengujian Indeks Moran dilakukan karena kemungkinan eror daerah yang berdekatan saling berhubungan, atau secara spasial berkorelasi dan atau daerah yang

berdekatan Indeks Pembangunan Manusia nya berhubungan. Oleh karena itu dilakuakn pengujian Indeks Pembangunan Manusia untuk melihat apakah terdapat autokorelasi spasial.

Hasil Indeks Moran untuk sisaan model MKT Indeks Pembangunan Manusia memperoleh nilai Indeks Moran sebesar I = 0.3898, dengan nilai-p sebesar 0.00326 ( < α = 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat autokorelasi spasial pada sisaan MKT sehingga perlu dilakukan uji pengganda Lagrange untuk melihat regresi spasial yang akan digunakan.

Nilai indeks moran yang lebih besar dari I0 = -0.0313 menunjukkan bahwa terdapat

autokorelasi positif atau pola yang mengelompok dan memiliki kesamaan karakteristik sisaan pada lokasi yang berdekatan. Hal ini dapat dilihat pula pada nilai koefisien keragamannya yang kecil, yaitu sebesar 2.7204.

Uji Pengganda Lagrange

Uji pengganda Lagrange (Lagrange Multiplier/LM) dilakukan untuk mendekteksi ketergantungan spasial yang lebih spesifik yaitu ketergantungan spasial dalam lag atau eror. Hasil uji pengganda Lagrange dapat dilihat pada Tabel 3.

Nilai-p pada model spasial lag yang lebih besar dari α = 0.05 menyimpulkan untuk tidak tolak H0, yang artinya tidak ada

ketergantungan spasial lag, sehingga tidak dapat dilanjutkan pada pembentukan model SAR. Uji pengganda Lagrange pada Model Spasial Eror memberikan nilai-p yang lebih kecil daripada α = 0.05, yang menunjukkan bahwa terdapat spasial eror sehingga perlu dilakukan pembentukan Model Spasial Eror. Tabel 3 Uji Pengganda Lagrange

Model Parameter Nilai-p Model Spasial Lag

(SAR) 1.2839 0.2572

Model Spasial Eror

(SEM) 5.7879 0.0161

Model Umum Regresi Spasial digunakan jika kedua Model Spasial Lag dan Spasial Eror nyata, sehingga pembentukan Model Umum Spasial tidak dilakukan.

Model Spasial Eror (SEM)

(15)

7

Persamaan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Pengujian signifikansi parameter Model Spasial Eror secara parsial pada statistik uji z yang secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 4 (Lampiran 4).

Dari Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa koefisien lamda (λ) nyata dengan nilai-p < 0.05 (α), artinya terdapat pengaruh spasial atau lokasi yang berdekatan akan berpengaruh terhadap pengamatan. Begitu pula dengan peubah persentase penduduk buta huruf (X1),

peubah angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun (X3), peubah angka harapan hidup (X5),

dan peubah rata-rata konsumsi perkapita (X6)

nyata secara statistik, artinya peubah-peubah tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap besar perubahan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia.

Tabel 4 Estimasi Parameter Regresi SEM Peubah Koefisien Galat Baku Nilai-p Konstanta 32.8098 0.4770 0.000* X1 -0.3454 0.0026 0.000*

Pengujian asumsi yang dilakukan pada Model Spasial Eror juga sama dengan uji asumsi pada MKT yaitu uji kehomogenan sisaan dan kenormalan sisaan. Hasil dari tiap pengujian asumsi adalah sebagai berikut: a. Asumsi Kehomogenan Sisaan

Nilai-p pada uji Breush-Pagan (BP) untuk asumsi kehomogenan sisaan adalah sebesar 0.2198 (BP=10.6918) yang lebih besar dari pada α = 0.05, sehingga tidak tolak H0. Ini menunjukkan bahwa asumsi

kehomogenan ragam tidak dilanggar. b. Asumsi Kenormalan Sisaan

Uji asumsi kenormalan sisaan dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (KS). Nilai-p adalah sebesar 0.135. Ini menunjukkan bahwa nilai-p lebih besar dari α = 5%, sehingga H0 tidak dapat ditolak, artinya

sisaan dapat dianggap menyebar normal. Dalam hal ini asumsi kenormalan sisaan tidak dilanggar.

Pemilihan Model

Kriteria yang digunakan untuk memilih model adalah nilai AIC. Nilai AIC beserta log kemungkinannya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai Pemilihan Model

Kriteria MKT SEM

AIC -63.131 -72.227

Log Kemungkinan 41.565 47.113 Model dikatakan baik jika memiliki nilai AIC yang lebih kecil. Nilai AIC yang kecil akan memperoleh nilai log kemungkinan yang lebih besar. Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai AIC yang lebih kecil terdapat pada Model Spasial Eror, sehingga model yang dipilih untuk menganalisis kasus ketergantungan spasial Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia adalah Model Spasial Eror.

Interpretasi Koefisien Model Spasial Eror

Model regresi yang terbentuk pada Indeks Pembangunan Manusia menggunakan Model Spasial Eror adalah:

Model yang terbentuk mengasilkan peubah-peubah yang nyata pada taraf α = 0.05 yaitu peubah persentase penduduk buta huruf (X1),

peubah angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun (X3), peubah angka harapan hidup (X5),

dan peubah rata-rata konsumsi perkapita (X6).

(16)

8

ternyata memberikan hubungan yang negatif ketika menggunakan Model Regresi Klasik dan menjadi konsisten setelah di evaluasi menngunakan Model Spasial Eror. Ini menunjukkan akibat yang terjadi ketika pengaruh spasial nyata tetapi tidak diperhitungan ke dalam model.

Koefisien λ yang nyata menunjukkan bahwa jika suatu wilayah yang dikelilingi oleh wilayah lain sebanyak n, maka pengaruh dari masing-masing wilayah yang mengelilinginya dapat diukur sebesar 0.6454 dikali rata-rata eror disekitarnya. Koefisien peubah persentase penduduk buta huruf sebesar -0.3454 menunjukkan bahwa setiap penurunan persentase penduduk buta huruf di Indonesia sebesar satu persen akan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia sebesar 0.3454 poin, dengan asumsi peubah yang lain dianggap konstan, demikian pula sebaliknya. Ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia sebesar satu poin, maka tiap provinsi harus menurunkan persentase penduduk buta huruf sebesar 1/0.3454 = 2.895%, dengan asumsi peubah yang lain dianggap konstan. Sehingga pemberantasan buta huruf perlu di lakukan di tiap provinsi di Indonesia.

Berbeda halnya dengan peubah angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun, angka harapan hidup, dan rata-rata konsumsi perkapita. Setiap peningkatan angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun, angka harapan hidup, dan rata-rata konsumsi perkapita masing-masing sebesar satu satuan akan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia masing-masing sebesar 0.0071, 0.3550, 0.9938 satuan, dengan asumsi peubah-peubah yang selain dari masing-masing peubah tersebut dianggap konstan, begitu pula sebaliknya. Angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun yang nyata menunjukkan pentingnya program pemerintah untuk mewajibkan program wajib belajar 12 tahun untuk meningkatkan IPM Indonesia. Untuk meningkatkan IPM Indonesia sebesar satu poin, maka tiap provinsi di Indonesia harus meningkatkan angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun sebesar 1/0.0071 = 140.845%, dengan asumsi peubah yang lain dianggap konstan. Angka harapan hidup dan rata-rata konsumsi perkapita juga berpengaruh positif terhadap IPM Indonesia. Rata-rata konsumsi perkapita yang meningkat menunjukkan semakin meningkatnya angka kesejahteraan masyarakat. Oleh karena peubah angka harapan hidup dan rata-rata konsumsi perkapita bukan merupakan peubah

instrumental tetapi efek dari beberapa faktor lain, maka kebijakan langsung untuk meningkatkan angka harapan hidup dan meningkatkan rata-rata konsumsi perkapita tidak dapat dilakukan.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Model Spasial Eror menghasilkan dugaan parameter yang lebih baik dari Model Regresi Klasik jika terjadi kasus ketergantungan spasial pada pemodelan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia. Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap IPM pada penelitian ini adalah peubah persentase penduduk buta huruf (x1), peubah angka partisipasi sekolah usia

16-18 tahun (x3), peubah angka harapan hidup

(x5), dan peubah rata-rata konsumsi perkapita

(x6).

Saran

Kasus ketergantungan spasial pada pemodelan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia dipertimbangkan menggunakan Model Umum Regresi Spasial, Model Spasial Lag, dan Model Spasial Eror. Perlu dilakukan pengecekan dan pemodelan untuk model robust pada Model Spasial Lag dan Model Spasial Eror.

DAFTAR PUSTAKA

Anselin L. 1999. Spatial Econometrics. Dallas: University of Texas.

Anselin L. 2009. Spatial Regression. Fotheringham AS, PA Rogerson, editor, Handbook of Spatial Analysis. London: Sage Publications.

Arika Y, Adhi R. 2012. Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Sangat Rendah. KOMPAS.com [terhubung berkala]. http://nasional.kompas.com/read/2012/04/ 17/12214022 [4 Mei 2012].

(17)

9

Utama. Terjemahan dari: Applied Regression Analysis.

Dubin R. 2009. Spatial Weights. Fotheringham AS, PA Rogerson, editor, Handbook of Spatial Analysis. London: Sage Publications.

Elhorst JP. 2011. Spatial Panel Models. Netherlands: University of Groningen. Ismail N, Jemain AA. 2007. Handling

Overdispersion with Negative Binomial and Generalized Poisson Regression Models. Virginia: Casualty Actuarial Society Forum.

Kintanami I. 2008. Analisis Indeks Pembangunan Manusia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan (No. 072 Tahun ke-14). [pdf]. https:// isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/14072084 21437.pdf [4 Mei 2012].

LeSage, J. P. 1999. The Theory of Practice of Spatial Econometrics. Toledo: Universitas of Toledo.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Edisi ke-2. Bogor: IPB PRESS.

(18)

10

(19)

11

Lampiran 1 Kode Tiap Provinsi di Indonesia Kode Provinsi

01 Nangroe Aceh Darussalam 02 Sumatera Utara 03 Sumatera Barat

04 R i a u

05 Jambi

06 Sumatera Selatan

07 Bengkulu

08 Lampung

09 Kep Bangka Belitung 10 Kepulauan Riau 11 DKI Jakarta 12 Jawa Barat 13 Jawa Tengah 14 DI Yogyakarta

15 Jawa Timur

16 Banten

17 B a l i

18 Nusa Tenggara Barat 19 Nusa Tenggara Timur 20 Kalimantan Barat 21 Kalimantan Tengah 22 Kalimantan Selatan 23 Kalimantan Timur 24 Sulawesi Utara 25 Sulawesi Tengah 26 Sulawesi Selatan 27 Sulawesi Tenggara

28 Gorontalo

29 Sulawesi Barat

30 Maluku

31 Maluku Utara 32 Papua Barat

33 Papua

(20)

12

Lampiran 3 Hasil Regresi Klasik

Persamaan Regresi Klasik

Peubah Koefisien Galat Baku t-hitung VIF Konstanta 32.50000 0.7347 29.917

X1 -0.34460 0.0036 -96.394 2.4

X2 0.00301 0.0024 1.280 1.9

X3 0.00786 0.0027 2.945 2.3

X4 -0.00003 0.0033 -0.012 2.1

X5 0.35980 0.0120 29.917 2.9

X6 0.98820 0.0151 65.462 2.9

X7 -0.07870 0.1148 -0.686 1.2

X8 0.12370 0.1756 0.705 2.2

R-kuadrat = 99.945%

Lampiran 4 Hasil Regresi Spasial Eror Persamaan Regresi Spasial Eror

Peubah Koefisien Galat Baku z-hitung Konstanta 32.8098 0.4770 68.790 X1 -0.3454 0.0026 -131.589

X2 -0.0005 0.0018 -0.251

X3 0.0071 0.0023 3.069

X4 0.0022 0.0021 1.046

X5 0.3550 0.0081 43.877

X6 0.9938 0.0087 114.327

X7 -0.1668 0.0891 -1.873

Gambar

Tabel 2  Estimasi Parameter Regresi MKT
Tabel 3  Uji Pengganda Lagrange
Tabel 5  Nilai Pemilihan Model

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pengalaman Bank Dunia 10-14 tahun terakhir ini, sejumlah faktor utama yang memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pemukiman kembali antara lain adalah (i) komitmen

Stvarno kazalo k-ta prema diferenca, 28 šibko ločene množice, 56 algoritem 5 × 5, 71 alternirajoča projekcija, 55 bazne funkcije, 15 centri, 17 funkcija tanke plošče, 19, 21,

Hasil penelitian pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis bakteri asam laktat isolat indigenus yang mempunyai kemampuan bertahan pada pH 2 dan pH usus yaitu pada

Hasil yang didapatkan pada penelitian menunjukkan bahwa kandungan triclosan pada sabun mandi antiseptik padat yang digunakan untuk menghilangkan bercak darah

a) Keadaan tonus jasmani pada umumnya. Keadaan tonus jasmani berpengaruh pada kesiapan dan aktivitas belajar. Orang yang keadaan jasmaninya segar akan siap dan

Foto tipe mineralisasi alterasi tremolit-actinolite, Garnet , pyrite, chalcopyrite, anhydrite (type prograde skarn alteration) Foto Litologi Dolomit Formasi Waripi (Tw) dengan tipe

Osteokalsin mempunyai peran penting dalam regulasi pembentukan kristal hidroksiapatit (mineralisasi), oleh karena itu osteoklasin baru bisa di deteksi pada fase reparatif

Sehubungan dengan hal di atas, dalam sendi-sendi pelayanan prima seperti yang dikutip Warella (1997) menyebutkan bahwa untuk menilai pelayanan publik yang