• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Serapan Hara Jagung (Zea mays. L) Pada Latosol Darmaga.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Serapan Hara Jagung (Zea mays. L) Pada Latosol Darmaga."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

i PENGARUH PUPUK MAJEMUK N PK TERHADAP PER TUMBUHAN,

PRODUKSI D AN SERAPAN HARA JAGUN G (Zea mays. L) PADA LATOSOL D ARMAGA

Oleh:

Dodo Aprilianda

A14063412

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii RINGKASAN

DODO APRILIANDA. Pengaruh Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Serapan Hara Jagung (Zea Mays. L) Pada Latosol Darmaga. Dibimbing oleh BUDI NUGROHO dan SRI DJUNIWATI.

Saat ini aktivitas pertanian sangat tergantung pada pupuk dan pemupukan khususnya pada 20 tahun terakhir. Hal ini disebabkan tanah-tanah pertanian di Indonesia memiliki tingkat kesuburan tanah relatif rendah sehingga kurang mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Pemupukan merupakan cara terpenting dalam mendorong pertumbuhan tanaman yang lebih baik.

Penelitian ini bertujuan membandingkan pengaruh pemberian pupuk majemuk dan pupuk konvensional terhadap pertumbuhan, produksi, dan serapan hara tanaman jagung pada Latosol Darmaga. Pupuk majemuk bermerk “Big Growth” (15:15:10) (yang selanjutnya disingkat BG) dibandingkan dengan pupuk konvensional yaitu Urea, SP 36 Dan KCl. Percobaan dilakukan di kebun percobaan Cikabayan, Darmaga, Bogor. Analisis tanah dan jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RAK) dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan diterapkan pada percobaan ini. Perlakuan yang diberiakan adalah: (1) Kontrol (2) Standar (3) BG 0.5 (4) BG 1.0 (5) BG 1.5 (6) BG 2.0 yang masing-masing setara dengan 0.5; 1; 1.5; dan 2 kali dosis standar.

Hasil percobaan menunjukan bahwa perlakuan Standar dan BG nyata meningkatkan tinggi tanaman, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan jagung per petak dibandingkan perlakuan Kontrol. Perlakuan BG mempunyai pengaruh yang tidak berbeda nyata pada serapan hara N dan K dibandingkan standar. Bobot tongkol per petak pada perlakuan BG 0.5 relatif sama dengan Standar namun untuk bobot pipilan per petak cenderung lebih tinggi dari Standar meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Disamping hal tersebut perlakuan BG menimbulkan pengaruh residu pada kadar P tersedia dan K dapat ditukar yang cenderung meningkat setelah percobaan.

(3)

iii SUMMARY

DODO APRILIANDA. Effect of NPK Compound Fertilizer on growth, Yield and Nutrient Uptake of Maize (Zea Mays. L)In Darmaga’s Latosol. Supervised by BUDI NUGROHO and SRI DJUNIWATI.

Agricultural activity is highly dependent on fertilizer and fertilization especially in two last decades. This is due to agricultural lands in Indonesia have relatively low of soil fertility levels, therefore less ability to support plant growth. Fertilization was mainly manner to promote better plant growth.

This study aims to compare the effect of compound and conventional fertilizer on growth, yield, and nutrient uptake of maize in Darmaga’s Latosol. Compound fertilizer branded with "Big Growth" (15:15:10) (here in after abbreviated as BG) was compared with conventional fertilizers i.e. Urea, TSP and KCl. The trials were conducted at Cikabayan Experiment Station, Darmaga, Bogor. Soil and plant tissue analysis were done at the Laboratory of Soil Chemistry and Soil Fertility, Department of Soil Science and Land Resources, Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University.

Completely Randomize Block Design with 6 treatments and 3 replications were used in this trial. These treatments are: (1) Control (2) Standards (3) BG 0.5 (4) BG 1.0 (5) BG 1.5 (6) BG 2.0 which each equivalent to 0.5; 1 ; 1.5 and 2 times of the standard dose of fertilization.

The trial results showed that Standards and BG treatments have significantly increased of plant height, weight of corn cobs per plot, weight samples of corn cobs and weight of corn grain samples and per plot compared with controls treatment. BG treatments have not significantly effect on uptake of N and K compared with standard treatments but tended to be higher. The weight of corn cobs in BG 0.5 treatment in proportion to Standard treatments and statistically not significant, but for grain weight per plot tended to be higher. Beside that, BG treatments have residual effect on availability of P and exchangeable K of soil which are tend to increase after the trials.

(4)

iv PENGARUH PUPUK MAJEMUK N PK TERHADAP PER TUMBUHAN,

PRODUKSI D AN SERAPAN HARA JAGUN G (Zea mays. L) PADA LATOSOL D ARMAGA

Oleh:

Dodo Aprilianda

A14063412

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

v Judul Skripsi : Pengaruh Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan,

Produksi dan Serapan Hara Jagung (Zea mays. L) Pada Latosol Darmaga.

Nama Mahasiswa : Dodo Aprilianda Nomor Pokok : A14063412

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Budi Nugroho , Msi. Dr. Ir. Sri Djuniwari, MSc. NIP. 19601021 198703 1 001 NIP. 19530626 198103 2 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Laha n

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M. Sc. NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kampung Jawa, pada tanggal 4 April 1988 sebagai anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Suyono dan Ibu Sulami. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SDN 107453 Bakaran Batu. Kemudian pada tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 8 Tebing Tinggi. Selanjutnya penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 2 Tebing Tinggi pada tahun 2006.

Pada tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalaui jalur Undangan Se leksi Masuk IPB (USMI). Setelah menjalankan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(7)

vii KATA PENGAN TAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Serapan Hara Jagung (Zea Mays L.)Pada Latosol Darmaga”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Budi Nugroho, Msi. dan Dr. Ir. Sri Djuniwati M.Sc. selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan b imbingan, saran, motivasi serta kesabaran yang bermanfaat kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Heru B. Pulunggono, MAgr. selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan tulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Komarsa Ganda Sasmita, Msc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan. 4. Kedua orang tua tercinta yaitu Bapak Suyono dan Ibu Sulami, kakak serta adik

yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa restu, kepercayaan, dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

5. Nefalianti Destriana yang selalu memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan tulisan ini.

6. Rudi dan Adel yang telah banyak membantu penulis selama melakukan analisis di laboratorium.

7. Sahabat penulis, Luluk Dwi wulan Handayani, Decky, Zaini, Puti dan Mike yang selalu bersama dalam suka dan duka, yang selalu memberikan perhatian dan motivasi selama penyusunan tulisan ini.

8. Nug’s Community Hadi, Adit dan Gama yang selalu memberikan saran d an informasi yang berguna bagi penulis.

(8)

viii 10.Seluruh staf Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB dan para pekerja kebun Cikabayan yang telah memberikan bantuan selama melakukan analisis di laboratorium dan percobaan di lapang.

Kepada pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2012

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan Penelitian... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1. Karakteristik Tanah Latosol... 3

2.2. Pupuk... 3

2.3. Nitrogen Dalam Tanah dan Tanaman... 5

2.4. Fosfor Dalam Tanah dan Tanaman... 6

2.5. Kalium Dalam Tanah dan Tanaman... 8

2.6. Karakteristik Tanaman Jagung... 9

III. BAHAN DAN METODE... 11

3.1. Waktu dan Tempat... 11

3.2. Bahan dan Alat... 11

3.3. Rancangan Perlakuan... 11

3.4. Rancangan Percobaan... 12

3.5. Pelaksanaan Percobaan... 12

3.6 . Analisis Tanah dan Tanaman... 3.7. Pengolahan Data... 13 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 15

4.1. Hasil... 15

4.1. Pembahasan Umum... 19

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 23

5.1. Kesimpulan... 23

5.2. Saran... 23

DAFTAR PUSTAKA... 24

(10)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1 Keseluruhan Perlakuan yang Dicobakan... 12 2 Sifat Kimia Latosol Darmaga... 15 3 Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Ta naman, Bobot

Tongkol per Petak, Bobot Tongkol Contoh dan Bobot

Pipilan per Petak... 17 4 Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan Hara N, P, dan K... 18 5 Pengaruh Perlakuan Pemupukan Terhadap Sifat Kimia

(11)

xi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Analisis Komposisi Hara Pupuk NPK cap Big Growth (Balai Penelitian Tanah 2009) dan Penilaiannya berdasarkan

SNI 2803 : 2010... 26 2 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (PPT, 1983)... 26 3 Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman 2 MST dan

4 MST... 27 4 Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman 6 MST dan

8 MST... 27 5 Pengaruh Perlakuan Terhadap Bobot Tongkol per petak,

Bobot Tongkol Contoh dan Bobot Pipilan Jagung per

Petak... 28 6 Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan Hara N, P, dan K

Tanaman Jagung... 28 7 Analisis Ragam Tinggi Tanaman 2 MST dan 4 MST... 29 8 Analisis Ragam Tinggi Tanaman 6 MST dan 8 MST... 29 9 Analisis Ragam Bobot Tongkol/petak dan Bobot Tongkol

(12)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung merupakan komoditi pangan terpenting kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung merupakan bahan makanan pokok. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku industri pangan maupun pakan ternak khususnya pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan jagung akan semakin meningkat pula.

Usaha peningkatan produksi jagung di Indonesia telah digalakkan melalui dua program utama yaitu: (1) ekstensifikasi (perluasan areal) dan (2) intensifikasi (peningkatan produktivitas). Program peluasan areal tanaman jagung selain memanfaatkan lahan kering juga lahan sawah, baik sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan melalui pengaturan pola tanam.

Salah satu program intensifikasi adalah merasionalisasikan penggunaan

pupuk. Dalam praktek penanaman jagung hibrida, petani cenderung menggunakan pupuk urea lebih banyak dari yang d irekomendasikan. Hal tersebut menyebabkan pemborosan pada penggunaan urea sebagai sumber hara N dan me nunjukan ketidak seimbangan imbangan pemberian hara bagi jagung. Selayaknya jumlah pupuk yang digunakan oleh petani sesuai dengan jumlah hara yang diperlukan tanaman untuk mencapai hasil sesuai potensi hasil varietas yang digunakan. Varietas dengan potensi hasil yang rendah (berumur genjah) kebutuhan pupuknya akan lebih sedikit dibandingkan dengan jenis hibrida dengan potensi hasil yang tinggi (Bakhri, 2007).

(13)

2 yang lebih efisien dalam pengertian dosis aplikasi dapat dikurangi karena efektifitas produk pupuknya ditingkatkan dan/atau biaya produksinya dapat dikurangi (Santi et al, 2007).

Pupuk majemuk saat ini telah banyak digunakan. Bermacam- macam merek, kualitas dan kadar telah tersedia di pasaran. Kendati harganya relatif lebih mahal, pupuk majemuk sering dipilih karena kandungan haranya lebih lengkap. Efisiensi pemakaian tenaga kerja pada aplikasi pupuk majemuk juga lebih tinggi daripada aplikasi pupuk tunggal yang harus diberikan dengan dicampur (Novizan, 2002). Selain itu dari segi agronomik petani juga memperoleh manfaat karena (1) biaya transportasi lebih murah, (2) tidak memakan tempat dalam penyimpanan, (3) hemat tenaga kerja dan lebih cepat dalam pemberian dilapang (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Dengan demikian, pemupukan dengan menggunakan pupuk majemuk diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang lebih baik daripada menggunakan pupuk konvensional.

1.2. Tujuan Penelitian

(14)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Latosol

Latosol adalah kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 – 5.5, kandungan bahan organiknya relatif rendah, konsistensinya gembur, stabilitas agregat tinggi, terjadi akumulasi seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah- merahan atau kekuning-kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk, umur tanah, iklim dan elevasi.

Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk tufa volkan, bahan volkan intermedier dan basa, mempunyai kedalaman solum setebal 1.5 – 10 m, menyebar pada ketinggian 10 – 1000 m diatas permukaan laut dengan topografi bergelombang, berbukit atau bergunung, mempunyai horison terselubung, warna merah sampai kuning, bertekstur liat, struktur remah sampai gumpal dan berkonsistensi gembur (Dudal dan Soepraptohardjo, 1975).

Dominsai mineral liat kelompok kaolinit pada Latosol memungkinan terbentuknya struktur remah, karena kaolinit memiliki sifat plastisitas dan kohesi sangat rendah. Plastisitas dan kohesi yang sangat rendah ini merangsang drainase dalam yang sangat baik, sehingga memungkinkan pengolahan tanah dilakukan setelah hujan lebat tanpa menyebabkan kerusakan sifat fis ik yang berat.

Kandungan silika yang rendah, seskuioksida tinggi dan kandungan Al dan Fe tinggi pada Latosol menyebabkan fosfat mudah terikat dan membentuk senyawa Al-P dan Fe-P sehingga ketersediaan P dalam tanah rendah atau kurang tersedia bagi tanaman. Sifat lain dari Latosol adalah kapasitas tukar kation rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah dan sebagian oleh sifat liat hidro-oksida (Soepardi, 1983).

2.2. Pupuk

a. Pupuk Majemuk

(15)

4 (1985) pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya. Pupuk ini dapat mengandung dua atau lebih unsur makro atau campuran makro dan mikro. Pengelompokan biasanya dilakukan berdasarkan jumlah dan jenis unsur hara dalam pupuk majemuk: (1) pupuk majemuk 2 unsur hara, (2) pupuk majemuk 3 unsur hara. Pupuk majemuk 2 unsur hara seperti NP, NK, NMg, NS, NCa dan CaS. Sedangkan pupuk majemuk 3 unsur hara yang paling banyak dikenal adalah pupuk NPK (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Pembuatan pupuk majemuk dapat dilakukan melalui proses blending (bulk blending) yaitu pencampuran butiran pupuk dalam keadaan kering secara mekanik, bahannya dapat berupa pupuk tunggal maupun majemuk. Bulk blending mengurangi biaya tenaga kerja, penyimpanan, produksi, transportasi, dan penyebaran pupuk. Di samping itu, bulk blending umumnya memiliki analisis tinggi dan mengandung unsur mikro karena dibutuhkan dalam kondisi lahan yang spesifik. Bahan pupuk yang biasa digunakan dalam proses bulk blending adalah urea, amonium nitrat, amonium sulfat, TSP dan kalsium klrorida (Brady, 1990).

Keuntungan dari segi agronomik diperolah dengan cara menyesuaikan campuran pupuk dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Selanjutnya petani memperoleh manfaat karena (1) biaya transportasi lebih murah, (2) tidak memakan tempat dalam penyimpanan, (3) hemat tenaga kerja dan lebih cepat dalam pemberian dilapang (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Selain keuntungan, penggunaan pupuk majemuk juga mempunyai beberapa keterbatasan yaitu: (1) tidak memungkinkan untuk menyimpang dari formula pupuk (2) biaya tiap satuan unsur hara umumnya lebih tinggi dalam pupuk majemuk dibandingkan pupuk tunggal (Jacob dan Uexkull, 1958).

(16)

5 b. Pupuk Tunggal

Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu macam unsur hara misalnya pupuk N, Pupuk P, Pupuk K dan sebagainya (Hardjowigeno 1985). Menurut Lingga dan Marsono (2008) d ikatakan pupuk tunggal karena hara yang dikandung hanya satu.

Adapun keuntungan penggunaan pupuk tunggal dari segi agronomi dan bagi petani diantaranya yaitu (1) pemupukan lebih merata bila dibandingkan dengan pupuk majemuk, (2) harganya lebih murah jika dibandingkan pupuk majemuk, dan (3) unsur hara yang diberikan dapat disesuaikan dengan kekahatan unsur hara dilapang.

Selain dari segi manfaatnya, penggunaan pupuk tunggal ini juga memiliki kekurangan jika dibandingkan dengan pupuk majemuk. Adapun kekurangan dari penggunaan pupuk tunggal ini yaitu (1) biaya transportasi lebih mahal, (2) membutuhkan tempat penyimpanan yang lebih besar dibandingkan dengan pupuk majemuk, (3) jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak, dan (4) lebih lama dalam pemberian di lapang.

2.3. Nitrogen Dalam Tanah dan Tanaman

Nitrogen diantara berbagai hara tanaman lainnya adalah hara yang paling banyak mendapat perhatian dan diteliti. Hal tersebut karena jumlahnya relatif sedikit dalam tanah, sedangkan yang diangkut tanaman tiap tahunnya sangat banyak. Pada saat tertentu nitrogen sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase, hilang menguap, atau di waktu lain sama sekali tidak tersedia bagi tanaman. Pengaruh nitrogen pada tanaman biasanya jelas dan cepat dan pemberian nitrogen berlebihan dapat merugikan.

(17)

6 Nitrogen dalam tanah dapat hilang melalui proses volatilisasi, penguraian, hidrolisis, denitrifikasi dan pencucian ataupun diserap oleh tanaman. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat dan ion ammonium (Tisdale dan Nelso n, 1975). Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar. Karena selalu berada dalam larutan tanah, ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air. Sebaliknya, ion ammonium bemuatan positif sehingga terikat oleh koloid tanah. Ion tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation. Karena bermuatan postif, ion amonium tidak mudah hilang oleh proses pencucian (Novizan, 2002).

Tanaman yang kurang nitrogen tumbuh kerdil dengan sistem perakaran terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau kekuning-kuningan dan cenderung cepat rontok. Kerugian yang disebabkan pemberian nitrogen berlebihan ialah: (1) memperlambat pematangan dangan membantu pertumbuhan vegetatif, yang tetap hijau walaupun masa masak sudah waktunya, (2) melunakan jerami dan menyebabkan tanaman mudah rebah, (3) menurunkan kualitas, (4) dalam beberapa hal dapat melemahkan tanaman terhadap serangan penyakit dan hama (Soepardi, 1983).

2.4. Fosfor Dalam Tanah dan Tanaman

(18)

7 Tanaman umumnya menyerap unsur ini dalam bentuk ion monofosfat atau fosfat primer (H2PO4-) dan sekunder (HPO4-)(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Fosfor dalam tanah dibedakan atas P-organik dan P-anorganik. Jumlah dari kedua bentuk ini disebut P-total (Leiwakabessy, 1988). Bentuk P-organik terdiri dari fosfat inositol, fosfolipid, asam nukleat, dan senyawa-senyawa ester yang lain. Senyawa fosfat inositol, fosfolipid, dan asam nukleat merupakan bentuk P-organik yang paling dominan (Tisdale et al., 1985). Ketersediaan P-organik bagi tanaman sangat bergantung pada aktivitas jasad renik untuk memineralisasinya. Namun, seringkali hasil mineralisasi ini segera bersenyawa dengan bagian-bagian anorganik dan membentuk senyawa yang relatif sukar larut (Leiwakabessy, 1988).

Sebagian besar P tanah bersumber dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung P yang terdapat pada kerak bumi. Mineral utama yang mempunyai kadar P tinggi adalah apatit. Mineral ini merupakan persenyawaan karbonat, fluor, klor atau hidroksi apatit yang mempunyai kadar P2O5 antara 15-30

% dan tidak larut dalam air. Dengan adanya proses pelapukan, mineral apatit akan mengalami perubahan yang kemudian akan membebaskan P dalam ikatan Ca-P. Selanjutnya akan diperolah bentuk-bentuk Al-P dan Fe-P dalam tanah, yang jumlahnya tergantung dari tingkat hancuran iklim (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).

(19)

8 2.5. Kalium Dalam Tanah dan Tanaman

Menurut Sabiham et al. (1983) kalium merupakan unsur ketiga terpenting setelah nitrogen dan fosfor. Kalium diserap tanaman dalam jumlah yang cukup besar, dan kadang-kadang lebih besar dari pada nitrogen sepeti halnya pada tanaman umbi- umbian. Soepardi (1983) menyatakan bahwa kalium merupakan satu-satunya kation monovalen esensial bagi tanaman. Peran utama dari kalium dalam tanaman ialah sebagai aktivator dan kovaktor berbagai enzim. Adanya kalium tersedia yang cukup dalam tanah menjamin ketegaran tanaman. Kalium membuat tanaman lebih tahan terhadap bebagai penyakit dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium cenderung meniadakan pengaruh buruk nitrogen. Kalium dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor. Secara umum kalium berperan sebagai lawan dari pengaruh buruk nitrogen dan fosfor.

Jumlah kalium yang diambil tanaman berkisar antara 50 sampai lebih dari 200 kg/ha tergantung dari jenis tanaman dan besar produksi. Umumnya tanaman monokotil seperti jagung lebih banyak membutuhkan kalium dibandingkan tanaman dikotil (Leiwakabessy dan Sutandi 1998). Kalium diserap oleh tana man dalam bentuk kation K+. Ion K di dalam tanah bersifat sangat dinamis (Novizan, 2002).

(20)

9 2.6. Karakteristik Tanaman Jagung

Secara taksonomi tanaman jagung termasuk ke dalam kelas Monokotiledone (tumbuhan berkeping tunggal), dengan ordo Poales, famili Graminae (Poaceae), genus Zea dengan spesies Zea mays L. Tanaman jagung berumah satu, dengan bunga jantan (tassel) tumbuh pada ujung batang utama dan bunga betina (tongkol) tumbuh terpisah pada ketiak daun. Umumnya bersifat protandri, yaitu bunga jantan lebih cepat dewasa dibandingkan bunga betina (Tjitrosoepomo, 1991).

Tanaman jagung mempunyai tipe perakaran monokotil denga n akar serabut yang menyebar variatif kesamping dan kebawah pada lapisan olah sepanjang kurang lebih 25 cm. Batang tanaman beruas-ruas dengan tinggi bervariasi antara 125 cm – 250 cm dan berdiameter 2 – 2.5 cm. Daun terletak pada setiap ruas batang dengan kedudukan berlawanan antara daun satu dengan lainnya dan jumlah daun berkisar antara 10 – 20 helai tiap tanaman. Biji tersusun rapi pada tongkol dan jumlah tongkol dapat bervariasi pada tiap tanaman ter gantung varietas tanaman jagung. Setiap tongkol terdiri kurang lebih 200 – 400 butir biji jagung dan berderet 10 – 14 deret (Suprapto, 1991).

Menurut Effendi (1985), jagung dapat tumbuh baik hampir di semua macam tanah. Tanaman jagung tolera n terhadap pH agak masam sampai alkali. Jagung tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5 – 7,0 dengan pH optimum 6,0 – 7,0. Jagung juga sangat peka terhadap kelembaban tanah yang rendah dari mulai awal pertumbuhan sampai akhir pembentukan biji. Kelembaban relatif adalah sebesar 42 – 80%, sedangkan pada masa pemasakan kelembaban relatif sebesar 60 – 64%.

(21)

10 dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya).

(22)

11 III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Percobaan berlangsung dari bulan Januari sampai Juni 2011. Percobaan lapang dilakukan di kebun percobaan Cikabayan, kampus IPB Darmaga Bogor dan analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan pupuk yang diuji adalah pupuk majemuk NPK dengan merk “Big Growth” (BG) yang berupa pupuk majemuk granular dengan komposisi kimia disajikan pada (Lampiran 1). Bahan lainnya yang digunakan dalam percobaan lapang, antara lain adalah: pupuk Urea (46 % N), SP-36 (36 % P2O5), KCl (60 %

K2O), benih jagung hibrida Bisi-16, furadan, dolomit dan kotoran kambing.

Sedangkan alat yang dipergunakan antara lain adalah: hand tractor, cangkul, tugal, label dari seng, meteran, tali plastik, timbangan, gembor dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam analisis tanah dan tanaman antara lain adalah HClO4, HNO3, HCl, H2SO4, NaOH, H3BO3, aquades dan bahan-bahan

kimia lainnya untuk analisis tanah dan tanaman. Sedangkan alat yang digunakan antara lain adalah mesin penggiling, pH meter, Flamefotometer, alat-alat gelas dan lain- lain.

3.3. Rancangan Perlakuan

(23)

12 Tabel 1. Keseluruhan perlakuan yang dicobakan

Perlakuan

Dosis per Petak Dosis per Hektar

Big

Growth Urea SP-36 KCl

Big

Growth Urea SP-36 KCl

...(gram/petak)... ...(kg/ha)...

Kontrol 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00

Standar* 0.00 600.00 400.00 300.00 0.00 300.00 200.00 150.00

BG 0.5 480.00 143.48 0.00 70.00 240.00 71.74 0.00 35.00

BG 1.0 960.00 286.94 0.00 140.0 480.00 143.47 0.00 70.00

BG 1.5 1440.00 430.42 0.00 210.0 720.00 215.21 0.00 105.00

BG 2.0 1920.00 573.88 0.00 280.0 960.00 286.94 0.00 140.00 *) Berdasarkan dosis anjuran Balai Penelitian Tanaman Pangan.

3. 4. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang dipakai adalah rancangan acak kelompok (RAK). Model matematika percobaan tersebut adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + Ti + Pj + Eij i = 1, 2, 3

j = 1, 2, 3, 4, 5, 6 Keterangan:

Yijk = respon produksi tanaman jagung akibat pengaruh T ke i dan P ke j µ = nilai tengah umum

Ti = pengaruh kelompok / ulangan ke- i Pj = pengaruh jenis perlakuan ke-j Eij = galat

3.5. Pelaksanaan Percobaan Persiapan Lahan

(24)

13 Penanaman

Penanaman dilakukan setelah pemberian kotoran sapi dan pengapuran. Tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah kultivar jagung hibrida Bisi-16 dengan jarak tanam 40 cm x 75 cm.

Pemupukan

Pupuk majemuk NPK, Urea dan KCl di aplikasikan dua kali, sedangkan SP-36 di aplikasikan sekaligus pada saat tanam. Aplikasi pupuk majemuk NPK, Urea dan KCl pertama dilakukan pada saat penanaman sebesar ½ dosis dan sisanya diberikan pada saat tanaman jagung berumur 4 minggu setelah tanam (MST).

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakuakan meliputi: (1) penyulaman, dilakukan pada saat tanaman berumur 7 – 14 hari setelah tanamn (HST); (2) penyiangan dari gulma; (3) pembersihan saluran; (4) pembumbunan.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan pada saat tongkol masak, yaitu pada 100 HST. Parameter yang dianalisis:

1. Variabel pertumbuhan: yaitu tinggi tanaman mulai dari umur 2 sampai dengan 8 Minggu Setelah Tanam (MST). Pengukuran dilakukan setiap 2 minggu sekali dan contoh tanaman yang diamati dalam 1 petak adalah 10 tanaman yang diambil secara acak.

2. Variabel produksi tanaman: bobot tongkol kering per petak, bobot tongkol kering contoh dan bobot pipilan kering per petak.

3. Variabel serapan hara: serapan N, serapan P dan serapan K jaringan tanaman.

3.6. Analisi Tanah dan Tanaman

(25)

P-14 tersedia (Bray 1), Al-dd dan H-dd (ekstrak KCl 1 N), pH (pH meter), dan K, Na, Ca, Mg (ekstrak NH4Oac pH 7.0)

Analisis tanaman pertama-tama dilakukan dengan pengambilan daun bendera sebanyak 7 – 10 lembar/petak saat tanaman jagung telah berbunga atau memasuki fase generatif (9 MST). Kemudian pada saat panen dilakukan pengambilan berangkasan untuk analisis kadar hara. Analisi yang dilakukan meliputi N (metode Kjeldahl), P dan K (pengabuan basah). Serapan hara diperoleh dengan cara mengkalikan kadar N, P, dan K yang diperoleh dengan bobot berangkasan kering.

3.7. Pengolahan Data

(26)

15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga

Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian. Latosol menyebar paling luas dibandingkan jenis tanah lainnya, yaitu sekitar 70,5 juta ha atau sekitar 37,5% dari luas daratan Indonesia. Tanah ini dapat dijumpai terutama di pulau-pulau besar seperti: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua

(Puslittanak, 2000). Umumnya Latosol terbentuk di daerah tropika basah, mempunyai curah hujan dan suhu yang tinggi. Hasil analisis pendahuluan sifat kimia Latosol Darmaga yang d igunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Sifat Kimia Latosol Darmaga

Jenis Analisis Satuan Nilai Kriteria (PPT, 1983)

pH H2O 1:1 - 4.50 Masam

pH KCl 1:1 - 3.70 -

C-organik % 2.07 Sedang

N-total % 0.18 Rendah

Nisbah C/N - 9.66 -

P-tersedia ppm 11.6 Tinggi

P-HCl 25 % ppm 124.6 Sangat Tinggi

Ca-dapat ditukar me/100 g 1.82 Sangat Rendah

Mg-dapat ditukar me/100 g 0.79 Rendah

K-dapat ditukar me/100 g 0.20 Rendah

Na-dapat ditukar me/ 100 g 0.50 Sedang

KTK me/100 g 10.93 Rendah

KB % 30.28 Sedang

Al dapat ditukar me/100 g 1.68 -

H-dapat ditukar me/100 g 0.30 -

(27)

16 masam dengan nilai pH 4.50, C organik tergolong sedang dengan nilai 2.07 %, N -total tergolong rendah dengan nilai 0.18 %, Ca dapat ditukar tergolong sangat rendah dengan nilai 1.82 me/100 g dan Mg-dd, K-dd masing- masing tergolong rendah dengan nilai 0.79 me/100 g dan 0.20 me/100 g, KTK yang menunjukan potensi tanah dalam menyimpan hara tergolong rendah. Rendahnya KTK tanah karena Latosol Darmaga didominsai oleh tipe liat 1:1 (94 %) pada horison A (Hartono et al., 2005) dan mempunyai kadar bahan organik tergolong rendah, sedangkan rendahnya kadar kalsium, kalium dan magnesium selain disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah juga oleh sifat liat hidro-oksida (Soepraptohardjo dan Suharjo, 1978). Selanjutnya untuk nilai kejenuhan basa tergolong sedang yaitu sebesar 30.28 %.

Dari parameter-parameter yang telah di analisis maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesuburan tanah ini tergolong rendah. Oleh karena itu perlu dilakukan pengapuran dan pemupukan agar pertumbuhan dan produksi tanaman lebih baik.

4.1.2. Tinggi Tanaman, Bobot Tongkol Kering per Petak, Bobot Tongkol Kering contoh, dan Bobot Pipilan Ke ring per Petak

Hasil pengamatan tinggi tanaman, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak disajikan dalam Lampiran 3-5, sedangkan hasil analisis ragamnya disajikan dalam Lampiran 7-10.

Hasil analisis ragam, menunjukan bahwa perlakuan pemupukan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak. Hal ini menunjukan bahwa jagung pada petak perlakuan BG, standar, dan kontrol memberikan respon yang berbeda terhadap semua perlakuan yang diberikan.

(28)

17 perlakuan standar dan nyata lebih tinggi dari perlakuan kontrol. Pada perlakuan BG, tinggi tanaman yang paling tinggi dihasilkan pada BG 2.0 sedangkan tinggi tanaman yang paling rendah dihasilkan oleh perlakuan BG 0.5. Akan tetapi antara perlakuan BG 1.0, BG 1.5, dan BG 2.0 tidak berbeda nyata satu sama lain.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman, Bobot Tongkol per Petak, Bobot Tongkol Contoh dan Bobot Pipilan per Petak

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Bobot Tongkol/Petak (kg) Bobot Tongkol Contoh (kg) Bobot Pipilan/petak (kg)

Kontrol 40.53 a 0.95 a 0.13 a 0.49 a

BG 0.5 65.20 b 7.00 b 0.90 b 4.23 b

BG 1.0 70.10 bc 5.46 b 0.87 b 3.14 b

BG 1.5 74.40 bc 6.95 b 1.23 bc 3.94 b

BG 2.0 77.63 cd 5.83 b 0.95 b 3.26 b

Standar 83.86 d 7.62 b 1.53 c 4.16 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf nyata 0.05 (α = 5 %) dengan uji DMRT

Data bobot tongkol per petak, menunjukan bahwa perlakuan standar menghasilkan bobot tongkol per petak lebih tinggi daripada perlakuan BG tetapi secara statistik tidak berbeda nyata. Perlakuan standar dan BG nyata lebih tinggi daripada perlakuan kontrol. Pada perlakuan BG, bobot tongkol terbesar dihasilkan oleh petak BG 0.5 yaitu sebesar 7.00 kg/petak dan tidak berbeda dengan standar, sedangkan bobot tongkol kering terkecil dihasilkan oleh petak BG 1.0 yaitu sebesar 5.46 kg/petak.

Perlakuan standar menghasilkan bobot tongkol contoh terbesar dibandingkan perlakuan BG dan kontrol, yaitu sebesar 1.53 kg namun secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan BG 1.5, sedangkan pada perlakuan BG bobot tongkol terendah terdapat pada petak BG 1.0 yaitu sebesar 0.87 kg dan tidak berbeda nyata.

(29)

18 standar, sedangkan perlakuan BG 1.0, BG 1.5, dan BG 2.0 menghasilkan bobot pipilan lebih rendah dari standar.

Secara keseluruhan perlakuan BG dan standar nyata lebih tinggi dari kontrol padak keempat variabel yang diamati. Rendahnya produksi pipilan kering pada perlakuan kontrol ini disebabkan tanaman kekurangan hara N, P, dan K yang dibutuhkan tanaman dalam perkembangannya sehingga menghambat pertumbuhan vegetatif yaitu tinggi tanaman dan pertumbuhan generatif yaitu pengisian janggel.

4.1.3. Serapan Hara N, P, dan K

Data hasil pengukuran serapan hara N, P, dan K berangkasan jagung disajikan dalam Lampiran 6 dan hasil analisis ragamnya disajikan dalam Lampiran 10-11, sedangkan hasil uji Duncan serapan N, P dan K dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil analisis ragam, menunjukan bahwa perlakuan BG dan Standar berpengaruh nyata terhadap serapan N, P dan K berangkasan jagung.

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan Hara N, P, dan K

Perlakuan

Serapan Hara

N P K

(g/petak) (g/petak) (g/petak)

Kontrol 0.95 a 0.03 a 0.67 a

BG 0.5 1.71 ab 0.11 ab 4.29 b

BG 1.0 2.29 bc 0.11 ab 3.48 b

BG 1.5 2.62 bc 0.13 bc 4.80 b

BG 2.0 3.07 c 0.15 bc 5.17 b

Standar 2.96 c 0.21 c 4.64 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata pada taraf nyata 0.05 (α = 5 %) dengan uji DMRT

(30)

19 diberikan oleh perlakuan BG 2.0 lebih tinggi dibandingkan denga n perlakuan lainnya. Perlakuan standar menghasilkan serapan P tertinggi tetapi tidak berbeda nyata dengan BG 1.5 dan BG 2.0 namun lebih tinggi daripad a perlakuan BG 1.0, BG 0.5 dan kontrol.

4.1.4. Sifat Kimia Tanah Setelah Panen

Tanah sebelum perlakuan memiliki pH masam (4.50) dengan kandungan N-total, P-tersedia, dan K-dapat ditukar masing- masing sebesar 0.18 %, 11.6 ppm, dan 0.20 me/100 g, sedangkan setelah panen pH tanah tidak mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan pH tanah yang tertinggi setelah panen terdapat pada perlakuan BG 0.5 dengan nilai 5.10, dengan tingkat perubahan kurang dari 1 nilai pH.

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Pemupukan Terhadap Sifat Kimia Tanah Perlakuan H2O (pH 1:1)

N-total P Ca Mg K Al H

(%) ...(ppm)... ...(me/100g)... Kontrol 4.50 0.24 8.50 4.39 0.58 0.15 0.57 0.32

BG 0.5 5.10 0.25 16.10 8.07 1.06 0.31 tr 0.24 BG 1.0 4.90 0.24 18.60 8.98 1.20 0.29 0.16 0.26 BG 1.5 4.20 0.25 19.50 4.22 0.53 0.30 0.65 0.31 BG 2.0 4.30 0.26 22.00 4.58 0.66 0.34 0.73 0.34 Standar 4.60 0.25 14.40 6.80 0.92 0.25 0.26 0.28 Kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar setelah panen cenderung meningkat pada setiap perlakuan pemupukan baik perlakuan BG maupun perlakuan Standar. Kenaikan kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar ini di duga berasal dari pupuk NPK yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar di dalam tanah.

4.2. Pembahasan Umum

(31)

20 pertumbuhan tanaman semusim seperti jagung. Dengan kondisi tanah yang demikian maka proses pertumbuhan dan produksi tanaman akan terhambat, sehingga untuk memperoleh pertumbuhan tanaman yang optimum, faktor pembatas tersebut harus dapat diatasi salah satunya dengan pemupukan.

Tinggi tanaman merupakan salah satu ukuran peubah tanaman yang sering diamati dalam suatu percobaan, karena tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan tanaman. Hal tersebut berdasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman adalah ukuran peubah pertumbuhan tanaman yang paling mudah dilihat, sebagai pengukur peubah pertumbuhan.

Hasil percobaan menunjukan bahwa, pemberian pupuk BG dan pupuk standar berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada usia 6 MST. Tinggi tanaman terendah dihasilkan oleh perlakuan kontrol (40.53 cm) dan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan standar (83.86 cm), sedangkan pada perlakuan BG, tinggi tanaman terendah dihasilkan oleh perlakuan BG 0.5 (65.20 cm) dan tertinggi dihasilkan oleh perlakuan BG 2.0 (77.63 cm) meskipun secara statistik tinggi tanaman pada perlakuan BG 2.0 tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan standar.

Perbedaan tinggi tanaman pada perlakuan BG maupun standar terhadap perlakuan kontrol disebabkan oleh meningkatnya serapan N, P dan K tanaman yang dipengaruhi oleh kelarutan pupuk yang diberikan ke dalam tanah. Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi tanaman adalah peningkatan serapan N tanaman yang dapat memacu pertumbuhan vegetatif tanaman (Ismunadji, 1976 dalam Dirjendikti, 1991). Tabel 4 menunjukan bahwa serapan N terendah terdapat pada perlakuan kontrol, sehingga menyebabkan perlakuan kontrol memilik tinggi tanaman yang paling rendah dibandingkankan perlakuan BG maupun Standar. Dengan demikian, maka serapan hara N berbanding lurus terhadap peningkatan tinggi tanaman.

(32)

21 petak nilai terbesar dihasilkan oleh perlakuan BG 0.5 yaitu 4.23 kg/petak. Hal ini diduga karena unsur hara yang tersedia di dalam tanah yang diserap oleh tanaman lebih mempengaruhi pertumbuhan biji. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa ketersediaan P dan K di dalam tanah pada perlakuan BG 0.5 lebih tinggi daripada perlakuan standar. Soepardi (1983) menyatakan bahwa K adalah unsur yang diperlukan oleh tanaman serelia sewaktu pengisisan bulir atau biji, sedangkan P berperan penting dalam pembentukan bunga, buah dan biji. Dengan tersedianya unsur P dan K yang cukup di dalam tanah maka akan berepangaruh juga terhadap proses pembentukan biji, dimana biji akan lebih bernas sehingga berpengaruh terhadap bobot pipilan jagung.

Secara umum berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa perlakuan standar dan BG mampu meningkatkan nilai dari ke empat variabel yang dia mati. Meskipun nilai perlakuan standar cenderung lebih tinggi dari BG namun pupuk standar relatif tidak berbeda dibandingkan pupuk BG. Berdasarkan hasil tersebut pupuk majemuk BG efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung, terutama BG 0.5 relatif lebih tinggi dari Standar pada produksi bobot pipilan.

Unsur hara adalah zat yang diserap tanaman yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Hara yang diserap oleh tanaman dapat diserap dalam bentuk molekul dan ion. Unsur yang diserap dalam bentuk molekul diantara nya C, H, O dan unsur yang diserap dalam bentuk ion diantaranya N, P, K, Ca, Mg (Leiwakabessy, 2004). Unsur hara N, P dan K digunakan untuk membangun bagian tanaman, sehingga serapan hara dari ketiga unsur ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.

(33)

22 Pemberian pupuk majemuk NPK dan pupuk standar tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pH tanah. Perubahan pH tanah yang tertinggi setelah panen terdapat pada perlakuan BG 0.5 yaitu sebesar 5.10 tetapi dengan tingkat perubahan kurang dari 1 nilai pH, sedangkan Kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar setelah panen cenderung meningkat pada setiap perlakuan pemupukan baik perlakuan BG maupun perlakuan standar. Kadar N-total, P-tersedia dan K-dapat ditukar tertinggi terK-dapat pada perlakuan BG 2.0 masing- masing sebesar 0.26 %, 22 ppm dan 0.34 me/100 g. Kenaikan kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar ini diduga berasal dari pupuk NPK yang diberikan sehingga berpengaruh terhadap kadar P-tersedia dan K-dapat ditukar di dalam tanah.

(34)

23 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemberian pupuk majemuk NPK dan pupuk standar berpengaruh meningkatkan tinggi tanaman jagung, bobot tongkol per petak, bobot tongkol contoh dan bobot pipilan per petak.

2. Serapan hara N, P, K dan semua perlakuan pemupukan tersebut nyata lebih tinggi daripada perlakuan kontrol.

3. Pemberian pupuk majemuk NPK dan pupuk standar meningkatkan ketersediaan P dan K dalam tanah.

4. Perlakuan BG 0.5 pada variabel bobot pipilan per petak cenderung lebih tinggi daripada perlakuan standar meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. 5. Perlakuan BG menimbulkan pengaruh residu pada kadar P tersedia dan K

dapat ditukar yang cenderung meningkat setelah percobaan.

5.2. Saran

(35)

24 DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 570. http://www.perundangan.deptan.go.id[2 Februari 2012].

Bakhri, S. 2007. Budidaya Jagung Dengan Konsep Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Departemen Pertanian, Sulawesi Tengah.

Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Tenth Edition. Macmillan Publishing Company. New York. Collier Macmillan. London.

Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kesuburan Tanah. Jakarta.

Dudal, R. dan M. Supraptohardjo. 1975. Soil Clasification in Indonesia. Pemberian Balai Besar Penyelidik Pertanian. Bogor.

Effendi. 1985. Bercocok Tanaman Jagung. Yasaguna. Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1985. Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Hartono, A., S. Funakawa dan T. Kosaki. 2005. Phosporus-Desorption Characteristic of selected Acid Upland Soil in Indonesia. Soil Sci. Plant Nutr. 51: 787-799.

Ismunadji, M., S. Partohardjono, dan A. S. Karama. 1991. Fosfor, Peranan, dan Penggunaannya dalam Bidang Pertanian. Kerjasam PT. Petrokimia Gresik dengan Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Bogor.

Jacob, A. And H. V. Uexkull. 1958. Fertilizer Use “Nutrition and Manuring of Tropical Crops”. Verlagsgessellschaft fur Ackerbau mbH. Hannover. Jerman.

Leiwakabessy F. M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Leiwakabessy F. M. dan A. Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Leiwakabessy F. M. dan A. Sutandi. 2004. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lingga, P dan Marsono. 2008. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar swadaya. Jakarta.

(36)

25 Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 2000. Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia. Skala 1:1.000.000, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Sabiham, S., S. Djokosudardjo dan G. Soepardi. 1989. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sabiham, S., S. Djokosudardjo dan G. Soepardi. 1983. Diktat Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengolahan Tanah Tropika. Penerbit. ITB. Badung.

Santi, L.P., Soemaryono dan Goenadi D.H. 2007. Evaluasi Aplikasi Biofertilizer EMAS pada Tanaman Jagung, Kalimantan Selatan. Bulletin Agronomi vol XXXV no 1 : 22-27.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soepraptohardjo, M. and H. Suharjo. 1978. Rice Soils of Indonesia. In:Int. Rice res. Inst. Soil and Rice., Los Banos. P. 99-144.

Suprapto. 1991. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syafrudin, Mufran R, Rahmi Y.A, Muhamad A. 2006. Kebutuhan Pupuk N, P dan K Tanaman Jagung pada Tanah Inceptisol Haplustepts. J Penelitian Tanaman Pangan 25:1-8.

Tisdale, S. L. And W. L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizers, 3rd Edition. The Macmillan Publ. Co. New York.

Tisdale, S. L., W. L. Nelson and J. D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4th ed. Macmilan, New York.

(37)

26 LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Komposisi Hara Pupuk NPK cap Big Growth (15:15:10) (Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, 2009) dan Penilaiannya berdasarkan SNI 2803 : 2010.

Parameter Satuan Nilai Syarat Teknis Kualifikasi

N-total % 14.18 **) memenuhi

P2O5 % 14.27 **) memenuhi

K2O % 9.70 **) memenuhi

MgO % 0.41 memenuhi

Pb ppm Tr Maks 500 memenuhi

Cd ppm 4.3 Maks 100 memenuhi

As ppm Tr Maks 100 memenuhi

Hg ppm 0.8 Maks 10 memenuhi

Kadar Air % 2.55* Maks 3 memenuhi

Ket: *) berdasarkan bobot kering mutlak **) batas toleransi minimal yang dipersyaratkan 8%

Lampiran 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (PPT, 1983) Sifat Kimia Tanah Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat Tinggi C-Organik (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.00 Nitrogen (%) < 0.10 0.10-0.20 0.21-0.50 0.51-0.75 > 0.75 C/N < 5 5 – 10 11 – 15 16 – 25 > 25 P2O5 HCl (mg/100g) < 10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 > 60

P2O5 Bray-1 (ppm) < 10 10 – 15 16 – 25 26 – 35 > 35

P2O5 Olsen (ppm) < 10 10 – 25 26 – 45 46 – 60 > 60

K2O HCl 25% (mg/100g) < 10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 > 60

KTK (me/100g) < 5 5 – 16 17 – 24 25 – 40 > 40 Basa-basa yang dapat dipertukarkan

K (me/100g) < 0.1 0.1-0.2 0.3 – 0.5 0.6 – 1.0 > 1.0 Na (me/100g) < 0.1 0.1-0.3 0.4 – 0.7 0.8 – 1.0 > 1.0 Mg (me/100g) < 0.4 0.4-1.0 1.1 – 2.0 2.1 – 8.0 > 8.0 Ca (me/100g) < 0.2 2 – 5 6 – 10 11 – 20 > 20 Kejenuhan Basa (%) < 20 20 – 35 36 – 50 51 – 70 > 70 Reaksi

Tanah

Sangat

Masam masam

Agaka

Masam Netral

Agak

(38)

27 Lampiran 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman 2 MST dan 4 MST

Lampiran 4. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman 6 MST dan 8 MST Perlakuan

Tinggi Tanaman 2 MST Tinggi Tanaman 4 MST

Ulangan

Rataan (cm) Ulangan Rataan (cm)

I II IIII I II III

Kontrol 20.1 19.4 19.6 19.7 30.8 28.0 24.6 27.8

BG 0.5 23.0 22.6 20.0 21.9 51.7 40.2 33.1 41.7

BG 1.0 23.6 22.6 22.6 22.9 44.9 40.0 30.9 38.6

BG 1.5 26.5 27.1 22.9 25.5 46.9 52.6 38.3 45.9

BG 2.0 27.6 24.5 24.3 25.5 47.9 45.9 38.8 44.2

Standar 27.5 25.2 24.3 25.7 57.9 48.2 42.5 49.5

Perlakuan

Tinggi Tanaman 6 MST Tinggi Tanaman 8 MST

Ulangan

Rataan (cm) Ulangan Rataan (cm)

I II IIII I II III

Kontrol 48.5 37.8 35.3 40.5 59.6 46.6 44.5 50.2

BG 0.5 86.8 69.4 54.1 70.1 117.5 98.7 81.3 99.2

BG 1.0 77.3 70.3 48.0 65.2 106.8 106.9 70.2 94.6

BG 1.5 79.8 89.3 63.8 77.6 113.6 129.7 93.4 112.2

BG 2.0 84.1 77.8 61.3 74.4 116.0 106.5 87.1 103.2

(39)

28 Lampiran 5. Pengaruh Perlakuan Terhadap Bobot Tongkol per petak, Bobot Tongkol Contoh dan Bobot Pipilan Jagung per Petak

Perlakuan

Bobot Tongkol/petak Bobot Tongkol Contoh Bobot Pipilan/Petak

Ulangan Rataan Ulangan Rataan Ulangan Rataan

I II III (kg) I II III (kg) I II III (kg)

Kontrol 1.65 0.65 0.55 0.95 250 90 75 138.3 0.90 0.37 0.19 0.49

BG 0.5 9.34 6.28 5.40 7.00 1075 875 750 900.0 5.95 3.70 3.04 4.23

BG 1.0 7.33 6.48 2.58 5.46 950 1225 450 875.0 4.36 3.64 1.42 3.14

BG 1.5 6.05 6.78 8.03 6.95 950 1675 1075 1233.3 3.54 3.43 4.85 3.94

BG 2.0 7.75 5.30 4.45 5.83 1300 875 700 958.3 4.59 3.03 2.14 3.26

Standar 10.02 7.93 4.90 7.62 1875 1575 1150 1533.3 5.76 4.28 2.45 4.16

Lampiran 6. Pengaruh Perlakuan Terhadap Serapan Hara N, P, dan K Tanaman Jagung

Perlakuan

Serapan Hara N Serapan Hara P Serapan Hara K

Ulangan Rataan Ulangan Rataan Ulangan Rataan

I II III (g/petak) I II III (g/petak) I II III (g/petak)

Kontrol 1.32 0.89 0.63 0.95 0.03 0.02 0.05 0.03 0.76 0.71 0.53 0.67

BG 0.5 2.20 1.38 1.55 1.71 0.10 0.13 0.11 0.11 4.89 3.52 4.45 4.29

BG 1.0 3.63 2.05 1.18 2.29 0.07 0.21 0.06 0.11 4.40 4.18 1.87 3.48

BG 1.5 3.36 2.38 2.11 2.62 0.06 0.16 0.16 0.13 3.40 5.64 5.35 4.80

BG 2.0 3.42 3.16 2.62 3.07 0.09 0.18 0.18 0.15 5.41 5.53 4.58 5.17

(40)

29 Lampiran 7. Analisis Ragam Tinggi Tanaman 2 MST dan 4 MST

Sumber

Keragaman db JK RJK F-hit JK RJK F-hit

F-tabel

0.05 0.01

Tinggi Tanaman 2 MST Tinggi Tanaman 4 MST

Rata-rata 1 9959.31 30685.90

Blok 2 17.78 8.89 8.03** 443.64 221.82 17.97** 4.10 7.56

Perlakuan 5 89.96 17.99 16.26** 862.02 172.40 13.97** 3.33 5.64

Galat 10 11.07 1.11 123.42 12.34

Total 18 10078.12 32114.98

Ket: Angka yang diikuti *) nyata terhadap α<0.05 sedangkan yang diikuti **) nyata terhadap α<0.01

Lampiran 8. Analisis Ragam Tinggi Tanaman 6 MST dan 8 MST Sumber

Keragaman db JK RJK F-hit JK RJK F-hit

F-tabel

0.05 0.01

Tinggi Tanaman 6 MST Tinggi Tanaman 8 MST

Rata-rata 1 84762.17 169129.28

Blok 2 1922.85 961.42 23.77** 3357.88 1678.94 16.17** 4.10 7.56

Perlakuan 5 3449.57 689.91 17.05** 9298.71 1859.74 17.92** 3.33 5.64

Galat 10 404.55 40.46 1038.07 103.81

Total 18 90539.14 182823.94

(41)

30 Lampiran 9. Analisis Ragam Bobot Tongkol/petak dan Bobot Tongkol Contoh

Sumber

Keragaman db JK RJK F-hit JK RJK F-hit

F-tabel

0.05 0.01

Bobot Tongkol/petak Bobot Tongkol Contoh

Rata-rata 1 571.61 15895401.4

Blok 2 21.99 10.99 5.18* 517802.8 258901.4 4.18* 4.10 7.56

Perlakuan 5 88.65 17.73 8.35** 3260756.9 652151.4 10.52** 3.33 5.64

Galat 10 21.24 2.12 619763.9 61976.4

Total 18 703.49 20293725.0

Ket: Angka yang diikuti *) nyata terhadap α<0.05 sedangkan yang diikuti **) nyata terhadap α<0.01

Lampiran 10. Analisis Ragam Bobot Pipilan/petak dan Serapan Hara N Sumber

Keragaman db JK RJK F-hit JK RJK F-hit

F-tabel

0.05 0.01

Bobot Pipilan/petak Serapan Hara N

Rata-rata 1 184.52 92.25

Blok 2 10.26 5.13 5.57* 2.74 1.37 5.81* 4.10 7.56

Perlakuan 5 29.70 5.94 6.45** 9.87 1.98 8.37** 3.33 5.64

Galat 10 9.21 0.92 2.36 0.24

(42)

31 Lampiran 11. Analisis Ragam Serapan Hara P dan Serapan Hara K

Sumber

Keragaman db JK RJK F-hit JK RJK F-hit

F-tabel

0.05 0.01

Serapan Hara P Serapan Hara K

Rata-rata 1 0.28 265.49

Blok 2 0.01 0.01 2.81 2.30 1.15 1.28 4.10 7.56

Perlakuan 5 0.05 0.01 4.74* 41.17 8.24 9.17** 3.33 5.64

Galat 10 0.02 0.002 8.98 0.89

Total 18 0.36 317.96

(43)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung merupakan komoditi pangan terpenting kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung merupakan bahan makanan pokok. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku industri pangan maupun pakan ternak khususnya pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan jagung akan semakin meningkat pula.

Usaha peningkatan produksi jagung di Indonesia telah digalakkan melalui dua program utama yaitu: (1) ekstensifikasi (perluasan areal) dan (2) intensifikasi (peningkatan produktivitas). Program peluasan areal tanaman jagung selain memanfaatkan lahan kering juga lahan sawah, baik sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan melalui pengaturan pola tanam.

Salah satu program intensifikasi adalah merasionalisasikan penggunaan

pupuk. Dalam praktek penanaman jagung hibrida, petani cenderung menggunakan pupuk urea lebih banyak dari yang d irekomendasikan. Hal tersebut menyebabkan pemborosan pada penggunaan urea sebagai sumber hara N dan me nunjukan ketidak seimbangan imbangan pemberian hara bagi jagung. Selayaknya jumlah pupuk yang digunakan oleh petani sesuai dengan jumlah hara yang diperlukan tanaman untuk mencapai hasil sesuai potensi hasil varietas yang digunakan. Varietas dengan potensi hasil yang rendah (berumur genjah) kebutuhan pupuknya akan lebih sedikit dibandingkan dengan jenis hibrida dengan potensi hasil yang tinggi (Bakhri, 2007).

(44)

2 yang lebih efisien dalam pengertian dosis aplikasi dapat dikurangi karena efektifitas produk pupuknya ditingkatkan dan/atau biaya produksinya dapat dikurangi (Santi et al, 2007).

Pupuk majemuk saat ini telah banyak digunakan. Bermacam- macam merek, kualitas dan kadar telah tersedia di pasaran. Kendati harganya relatif lebih mahal, pupuk majemuk sering dipilih karena kandungan haranya lebih lengkap. Efisiensi pemakaian tenaga kerja pada aplikasi pupuk majemuk juga lebih tinggi daripada aplikasi pupuk tunggal yang harus diberikan dengan dicampur (Novizan, 2002). Selain itu dari segi agronomik petani juga memperoleh manfaat karena (1) biaya transportasi lebih murah, (2) tidak memakan tempat dalam penyimpanan, (3) hemat tenaga kerja dan lebih cepat dalam pemberian dilapang (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Dengan demikian, pemupukan dengan menggunakan pupuk majemuk diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang lebih baik daripada menggunakan pupuk konvensional.

1.2. Tujuan Penelitian

(45)

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Latosol

Latosol adalah kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral primer dan hara rendah, pH rendah 4.5 – 5.5, kandungan bahan organiknya relatif rendah, konsistensinya gembur, stabilitas agregat tinggi, terjadi akumulasi seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah- merahan atau kekuning-kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk, umur tanah, iklim dan elevasi.

Latosol di Indonesia merupakan tanah mineral yang berbahan induk tufa volkan, bahan volkan intermedier dan basa, mempunyai kedalaman solum setebal 1.5 – 10 m, menyebar pada ketinggian 10 – 1000 m diatas permukaan laut dengan topografi bergelombang, berbukit atau bergunung, mempunyai horison terselubung, warna merah sampai kuning, bertekstur liat, struktur remah sampai gumpal dan berkonsistensi gembur (Dudal dan Soepraptohardjo, 1975).

Dominsai mineral liat kelompok kaolinit pada Latosol memungkinan terbentuknya struktur remah, karena kaolinit memiliki sifat plastisitas dan kohesi sangat rendah. Plastisitas dan kohesi yang sangat rendah ini merangsang drainase dalam yang sangat baik, sehingga memungkinkan pengolahan tanah dilakukan setelah hujan lebat tanpa menyebabkan kerusakan sifat fis ik yang berat.

Kandungan silika yang rendah, seskuioksida tinggi dan kandungan Al dan Fe tinggi pada Latosol menyebabkan fosfat mudah terikat dan membentuk senyawa Al-P dan Fe-P sehingga ketersediaan P dalam tanah rendah atau kurang tersedia bagi tanaman. Sifat lain dari Latosol adalah kapasitas tukar kation rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar bahan organik yang rendah dan sebagian oleh sifat liat hidro-oksida (Soepardi, 1983).

2.2. Pupuk

a. Pupuk Majemuk

(46)

4 (1985) pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya. Pupuk ini dapat mengandung dua atau lebih unsur makro atau campuran makro dan mikro. Pengelompokan biasanya dilakukan berdasarkan jumlah dan jenis unsur hara dalam pupuk majemuk: (1) pupuk majemuk 2 unsur hara, (2) pupuk majemuk 3 unsur hara. Pupuk majemuk 2 unsur hara seperti NP, NK, NMg, NS, NCa dan CaS. Sedangkan pupuk majemuk 3 unsur hara yang paling banyak dikenal adalah pupuk NPK (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Pembuatan pupuk majemuk dapat dilakukan melalui proses blending (bulk blending) yaitu pencampuran butiran pupuk dalam keadaan kering secara mekanik, bahannya dapat berupa pupuk tunggal maupun majemuk. Bulk blending mengurangi biaya tenaga kerja, penyimpanan, produksi, transportasi, dan penyebaran pupuk. Di samping itu, bulk blending umumnya memiliki analisis tinggi dan mengandung unsur mikro karena dibutuhkan dalam kondisi lahan yang spesifik. Bahan pupuk yang biasa digunakan dalam proses bulk blending adalah urea, amonium nitrat, amonium sulfat, TSP dan kalsium klrorida (Brady, 1990).

Keuntungan dari segi agronomik diperolah dengan cara menyesuaikan campuran pupuk dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah. Selanjutnya petani memperoleh manfaat karena (1) biaya transportasi lebih murah, (2) tidak memakan tempat dalam penyimpanan, (3) hemat tenaga kerja dan lebih cepat dalam pemberian dilapang (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Selain keuntungan, penggunaan pupuk majemuk juga mempunyai beberapa keterbatasan yaitu: (1) tidak memungkinkan untuk menyimpang dari formula pupuk (2) biaya tiap satuan unsur hara umumnya lebih tinggi dalam pupuk majemuk dibandingkan pupuk tunggal (Jacob dan Uexkull, 1958).

(47)

5 b. Pupuk Tunggal

Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu macam unsur hara misalnya pupuk N, Pupuk P, Pupuk K dan sebagainya (Hardjowigeno 1985). Menurut Lingga dan Marsono (2008) d ikatakan pupuk tunggal karena hara yang dikandung hanya satu.

Adapun keuntungan penggunaan pupuk tunggal dari segi agronomi dan bagi petani diantaranya yaitu (1) pemupukan lebih merata bila dibandingkan dengan pupuk majemuk, (2) harganya lebih murah jika dibandingkan pupuk majemuk, dan (3) unsur hara yang diberikan dapat disesuaikan dengan kekahatan unsur hara dilapang.

Selain dari segi manfaatnya, penggunaan pupuk tunggal ini juga memiliki kekurangan jika dibandingkan dengan pupuk majemuk. Adapun kekurangan dari penggunaan pupuk tunggal ini yaitu (1) biaya transportasi lebih mahal, (2) membutuhkan tempat penyimpanan yang lebih besar dibandingkan dengan pupuk majemuk, (3) jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan lebih banyak, dan (4) lebih lama dalam pemberian di lapang.

2.3. Nitrogen Dalam Tanah dan Tanaman

Nitrogen diantara berbagai hara tanaman lainnya adalah hara yang paling banyak mendapat perhatian dan diteliti. Hal tersebut karena jumlahnya relatif sedikit dalam tanah, sedangkan yang diangkut tanaman tiap tahunnya sangat banyak. Pada saat tertentu nitrogen sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase, hilang menguap, atau di waktu lain sama sekali tidak tersedia bagi tanaman. Pengaruh nitrogen pada tanaman biasanya jelas dan cepat dan pemberian nitrogen berlebihan dapat merugikan.

(48)

6 Nitrogen dalam tanah dapat hilang melalui proses volatilisasi, penguraian, hidrolisis, denitrifikasi dan pencucian ataupun diserap oleh tanaman. Nitrogen diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat dan ion ammonium (Tisdale dan Nelso n, 1975). Sebagian besar nitrogen diserap dalam bentuk ion nitrat karena karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar. Karena selalu berada dalam larutan tanah, ion nitrat lebih mudah tercuci oleh aliran air. Sebaliknya, ion ammonium bemuatan positif sehingga terikat oleh koloid tanah. Ion tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses pertukaran kation. Karena bermuatan postif, ion amonium tidak mudah hilang oleh proses pencucian (Novizan, 2002).

Tanaman yang kurang nitrogen tumbuh kerdil dengan sistem perakaran terbatas. Daun menjadi kuning atau hijau kekuning-kuningan dan cenderung cepat rontok. Kerugian yang disebabkan pemberian nitrogen berlebihan ialah: (1) memperlambat pematangan dangan membantu pertumbuhan vegetatif, yang tetap hijau walaupun masa masak sudah waktunya, (2) melunakan jerami dan menyebabkan tanaman mudah rebah, (3) menurunkan kualitas, (4) dalam beberapa hal dapat melemahkan tanaman terhadap serangan penyakit dan hama (Soepardi, 1983).

2.4. Fosfor Dalam Tanah dan Tanaman

(49)

7 Tanaman umumnya menyerap unsur ini dalam bentuk ion monofosfat atau fosfat primer (H2PO4-) dan sekunder (HPO4-)(Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).

Fosfor dalam tanah dibedakan atas P-organik dan P-anorganik. Jumlah dari kedua bentuk ini disebut P-total (Leiwakabessy, 1988). Bentuk P-organik terdiri dari fosfat inositol, fosfolipid, asam nukleat, dan senyawa-senyawa ester yang lain. Senyawa fosfat inositol, fosfolipid, dan asam nukleat merupakan bentuk P-organik yang paling dominan (Tisdale et al., 1985). Ketersediaan P-organik bagi tanaman sangat bergantung pada aktivitas jasad renik untuk memineralisasinya. Namun, seringkali hasil mineralisasi ini segera bersenyawa dengan bagian-bagian anorganik dan membentuk senyawa yang relatif sukar larut (Leiwakabessy, 1988).

Sebagian besar P tanah bersumber dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung P yang terdapat pada kerak bumi. Mineral utama yang mempunyai kadar P tinggi adalah apatit. Mineral ini merupakan persenyawaan karbonat, fluor, klor atau hidroksi apatit yang mempunyai kadar P2O5 antara 15-30

% dan tidak larut dalam air. Dengan adanya proses pelapukan, mineral apatit akan mengalami perubahan yang kemudian akan membebaskan P dalam ikatan Ca-P. Selanjutnya akan diperolah bentuk-bentuk Al-P dan Fe-P dalam tanah, yang jumlahnya tergantung dari tingkat hancuran iklim (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).

(50)

8 2.5. Kalium Dalam Tanah dan Tanaman

Menurut Sabiham et al. (1983) kalium merupakan unsur ketiga terpenting setelah nitrogen dan fosfor. Kalium diserap tanaman dalam jumlah yang cukup besar, dan kadang-kadang lebih besar dari pada nitrogen sepeti halnya pada tanaman umbi- umbian. Soepardi (1983) menyatakan bahwa kalium merupakan satu-satunya kation monovalen esensial bagi tanaman. Peran utama dari kalium dalam tanaman ialah sebagai aktivator dan kovaktor berbagai enzim. Adanya kalium tersedia yang cukup dalam tanah menjamin ketegaran tanaman. Kalium membuat tanaman lebih tahan terhadap bebagai penyakit dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium cenderung meniadakan pengaruh buruk nitrogen. Kalium dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor. Secara umum kalium berperan sebagai lawan dari pengaruh buruk nitrogen dan fosfor.

Jumlah kalium yang diambil tanaman berkisar antara 50 sampai lebih dari 200 kg/ha tergantung dari jenis tanaman dan besar produksi. Umumnya tanaman monokotil seperti jagung lebih banyak membutuhkan kalium dibandingkan tanaman dikotil (Leiwakabessy dan Sutandi 1998). Kalium diserap oleh tana man dalam bentuk kation K+. Ion K di dalam tanah bersifat sangat dinamis (Novizan, 2002).

(51)

9 2.6. Karakteristik Tanaman Jagung

Secara taksonomi tanaman jagung termasuk ke dalam kelas Monokotiledone (tumbuhan berkeping tunggal), dengan ordo Poales, famili Graminae (Poaceae), genus Zea dengan spesies Zea mays L. Tanaman jagung berumah satu, dengan bunga jantan (tassel) tumbuh pada ujung batang utama dan bunga betina (tongkol) tumbuh terpisah pada ketiak daun. Umumnya bersifat protandri, yaitu bunga jantan lebih cepat dewasa dibandingkan bunga betina (Tjitrosoepomo, 1991).

Tanaman jagung mempunyai tipe perakaran monokotil denga n akar serabut yang menyebar variatif kesamping dan kebawah pada lapisan olah sepanjang kurang lebih 25 cm. Batang tanaman beruas-ruas dengan tinggi bervariasi antara 125 cm – 250 cm dan berdiameter 2 – 2.5 cm. Daun terletak pada setiap ruas batang dengan kedudukan berlawanan antara daun satu dengan lainnya dan jumlah daun berkisar antara 10 – 20 helai tiap tanaman. Biji tersusun rapi pada tongkol dan jumlah tongkol dapat bervariasi pada tiap tanaman ter gantung varietas tanaman jagung. Setiap tongkol terdiri kurang lebih 200 – 400 butir biji jagung dan berderet 10 – 14 deret (Suprapto, 1991).

Menurut Effendi (1985), jagung dapat tumbuh baik hampir di semua macam tanah. Tanaman jagung tolera n terhadap pH agak masam sampai alkali. Jagung tumbuh baik pada kisaran pH tanah antara 5,5 – 7,0 dengan pH optimum 6,0 – 7,0. Jagung juga sangat peka terhadap kelembaban tanah yang rendah dari mulai awal pertumbuhan sampai akhir pembentukan biji. Kelembaban relatif adalah sebesar 42 – 80%, sedangkan pada masa pemasakan kelembaban relatif sebesar 60 – 64%.

(52)

10 dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya).

(53)

11 III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Percobaan berlangsung dari bulan Januari sampai Juni 2011. Percobaan lapang dilakukan di kebun percobaan Cikabayan, kampus IPB Darmaga Bogor dan analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan pupuk yang diuji adalah pupuk majemuk NPK dengan merk “Big Growth” (BG) yang berupa pupuk majemuk granular dengan komposisi kimia disajikan pada (Lampiran 1). Bahan lainnya yang digunakan dalam percobaan lapang, antara lain adalah: pupuk Urea (46 % N), SP-36 (36 % P2O5), KCl (60 %

K2O), benih jagung hibrida Bisi-16, furadan, dolomit dan kotoran kambing.

Sedangkan alat yang dipergunakan antara lain adalah: hand tractor, cangkul, tugal, label dari seng, meteran, tali plastik, timbangan, gembor dan alat tulis.

Bahan yang digunakan dalam analisis tanah dan tanaman antara lain adalah HClO4, HNO3, HCl, H2SO4, NaOH, H3BO3, aquades dan bahan-bahan

kimia lainnya untuk analisis tanah dan tanaman. Sedangkan alat yang digunakan antara lain adalah mesin penggiling, pH meter, Flamefotometer, alat-alat gelas dan lain- lain.

3.3. Rancangan Perlakuan

(54)
[image:54.596.97.517.134.320.2]

12 Tabel 1. Keseluruhan perlakuan yang dicobakan

Gambar

Tabel 1. Keseluruhan perlakuan yang dicobakan
Tabel 2. Sifat Kimia Latosol Darmaga
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi Tanaman, Bobot Tongkol
Tabel 1. Keseluruhan perlakuan yang dicobakan
+3

Referensi

Dokumen terkait

arti dan ilmu yang mempelajari simbol kata disebut semantik. Akan tetapi semantik bukan saja suatu jenis cara mengartikan suatu obyek yang berupa kata-kata tetapi juga merupakan

Jenis penelitian ini adalah eksperimental yang dibagi menjadi beberapa tahap utama, yaitu: produksi HPIL (hidrolisat protein ikan lele dumbo), formulasi bubur bayi, seleksi

Penelitian ini membahas tentang pengaruh edukasi, sosialisasi, dan himbauan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan di KPP

Makalah ini membahas pengembangan kurikulum IPA dan Fisika yang lebih fleksibel di sekolah dengan menekankan pengajaran inkuiri secara sempurna, sehingga bagi guru fisika diharapkan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan nilai t hitung dan nilai probabilitas f hitung maka dapat disimpulkan bahwa variabel X1 (Inflasi), X2 (Suku bunga BI7DRR),

Kampus utama Universiti Teknologi Malaysia di Skudai merupakan salah satu kawasan yang menyaksikan perkembangan luar biasa dari segi pertumbuhan dan aktiviti pembangunannya

14 tahun 1945 tentang Mahkamah Agung (yang tidak dirubah oleh Undang-undang No.3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 14 tahun 1945 tentang Mahkamah

Kelas kuliah terintegrasi dikandung maksud ada- lah ruang kelas perkuliahan ataupun kegiatan perku- liahan yang memiliki koneksi dengan pihak luar un- tuk mendapatkan materi