• Tidak ada hasil yang ditemukan

Utilization sorong natural tourism park potency and landscape arrangement concept

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Utilization sorong natural tourism park potency and landscape arrangement concept"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN POTENSI TAMAN WISATA ALAM

SORONG DAN KONSEP PENATAAN LANSKAPNYA

MATHEUS BELJAI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemanfaatan Potensi Taman Wisata Alam Sorong dan Konsep Penataan Lanskapnya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Matheus Beljai

(4)
(5)

RINGKASAN

MATHEUS BELJAI. Pemanfaatan Potensi Taman Wisata Alam Sorong dan Konsep Penataan Lanskapnya. Di bimbing oleh E.K.S HARINI MUNTASIB dan BAMBANG SULISTYANTARA.

Taman Wisata Alam Sorong (TWAS) merupakan salah satu tempat yang memiliki bentukan lanskap alami menarik, seperti: keragaman bentuk topografi maupun keragaman flora dan fauna yang cukup terjaga keutuhannya. Dengan berbagai bentuk lanskap tersebut, TWAS berpotensi dimanfaatkan sebagai tempat wisata. Namun, kondisi saat ini menunjukkan bahwa TWAS belum dimanfaatkan secara optimal, baik pemanfaatan sumberdaya alam yang ada maupun pemanfaatan aktivitas wisata alam dan fasilitas penunjangnya.

Oleh sebab itu perlu pemanfaatan sumberdaya alam dan ruang di TWAS tanpa harus mengganggu fungsi pokok TWAS melalui penyusunan konsep penataan lanskap pada TWAS, sehingga kawasan ini dapat mengakomodir fungsi wisata dan sekaligus tetap dapat menjaga fungsi pokoknya sebagai kawasan pelestarian alam. Untuk itu, dilakukan penelitian tentang “Pemanfaatan Potensi Taman Wisata Alam Sorong dan Konsep Penataan Lanskapnya”.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun pemanfaatan potensi Taman Wisata Alam Sorong dan menyusun konsep penataan lanskap Taman Wisata Alam Sorong dalam rangka pengembangan kegiatan wisata alam di kawasan ini. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sistematis perencanaan wisata (Wearing dan Neil 2009) yang terdiri dari tahap pengumpulan data, analisis, sintesis dan penyusunan konsep penataan. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, wawancara dan pengamatan di lapangan. Data yang dikumpulkan ialah data kondisi biofisik kawasan, potensi obyek dan atraksi wisata alam serta kondisi sosial masyarakat sekitar. Data-data tersebut dianalisis melalui tiga tahap, yaitu penilaian lokasi dan aksesibilitas, analisis potensi biofisik kawasan serta analisis potensi obyek dan atraksi wisata alam. Penilaian lokasi dan aksesibilitas serta analisis potensi biofisik kawasan dilakukan secara spasial, sedangkan analisis potensi obyek dan atraksi wisata alam dianalisis melalui penilaian kriteria yang mengacu pada panduan kriteria penilaian Direktorat Wisata Alam dan Jasa Lingkungan 2001. Selanjutnya, hasil analisis disintesiskan untuk memperoleh zona pemanfaatan wisata dan berdasarkan hasil sintesis tersebut disusun konsep penataan lanskap di TWAS.

(6)

matahari cukup nyaman serta intensitas curah hujan yang sangat rendah (suhu 26.8 0C, curah hujan 313.8 mm/ bln dengan 20.3 hari hujan, kecepatan angin 9.8 Knot dan penyinaran matahari 49.6 % per bulan).

Dari aspek wisata, TWAS memiliki potensi wisata alam yang cukup beragam berupa pemandangan alam, flora dan fauna. Berdasarkan hasil analisis potensi obyek dan atraksi wisata alam, TWAS memiliki daya tarik yang tinggi dari segi keindahan alam, keunikan sumberdaya alam, kebersihan lokasi, keamanan kawasan dan variasi kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan. Kawasan ini mudah dijangkau, karena jaraknya yang dekat dari pusat kota (± 14 Km) dan waktu tempuh yang kurang dari 1 jam serta tingginya frekuensi kendaraan umum yang melintasi kawasan. Kondisi lingkungan sosial ekomoni masyarakat sekitar cukup menunjang karena adanya sikap positif masyarakat terhadap upaya pengembangan obyek wisata alam. Ketersediaan air bersih di dalam kawasan baik untuk mendukung pengembangan wisata alam. TWAS belum didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana wisata yang mamadai.

Dari hasil sintesis, diperoleh 3 macam zonasi yaitu zona intensif, zona semi-intensif dan zona ekstensif. Dari zonasi yang ada dibuat konsep penataan lanskap yang mengacu pada konsep dasar Taman Wisata Alam (UU No. 5 Tahun 1990) sebagai kawasan pelestarian alam yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan wisata alam. Konsep penataan lanskapnya terdiri dari ruang penerimaan dan pelayanan, ruang wisata inti, ruang wisata penunjang dan ruang konservasi.

(7)

SUMMARY

MATHEUS BELJAI. Utilization Sorong Natural Tourism Park Potency and Landscape Arrangement Concept. Guided by E.K.S HARINI MUNTASIB and BAMBANG SULISTYANTARA.

Sorong Natural Tourism Park (SNTP) is one of the places that have interesting natural landscape formations, such as: diversity of topography and diversity of flora and fauna that is maintained integrity. With various forms of the landscape, SNTP potentially exploited as tourist attractions. However, current conditions suggest that SNTP not used optimally, both the utilization of existing natural resources and the utilization of natural tourist activities and facilities supporting.

Therefore it is necessary to use of natural resources and the space without disturbing SNTP the principal function SNTP through the drafting arrangement SNTP landscape, so that the region can accommodate functions while still able to travel and maintain functions principally as a nature conservation area. Therefore, research on the "Utilization Potential Natural Park landscape Sorong and Structuring Concept".

This study aims to develop the potential utilization of the Nature Park Sorong and draft arrangement Parks Nature shoves landscape in order to develop nature tourism activities in the region. Method in this study uses a systematic approach to travel planning (Wearing and Neil 2009) comprising the steps of data collection, analysis, synthesis and preparation of the draft regulation. The data was collected through literature review, interviews and field observations. The data collected is the data area of biophysical conditions, the potential of objects and natural tourist attractions as well as the social conditions surrounding communities. The data was analyzed through three stages, namely the location and accessibility assessment, analysis of potential biophysical potential of the region as well as analysis objects and natural tourist attraction. Assessment as well as the location and accessibility of potential biophysical analysis performed spatially region, while the analysis of the potential of objects and natural tourist attraction analyzed through assessment criteria refer to the assessment criteria guide the Directorate of Nature Tourism and Environmental Services 2001. Furthermore, the analysis results are synthesized to obtain tourist use zones and based on the results of the synthesis of structuring concepts developed in SNTP landscape.

(8)

vegetation (823.24 Ha) with the level of abundance of natural resources and a relatively very much high. Overall climatic conditions in SNTP quite good. Although the air humidity is high (86%), but the conditions of temperature, wind and solar radiation intensity is quite comfortable and very low rainfall (26.8 0C temperature, rainfall 313.8 mm / month to 20.3 days of rain, wind speed and solar radiation Knot 9.8 49.6% per month).

From tourist aspect, SNTP have considerable potential for nature tourism in the form of diverse landscapes, flora and fauna. Based on the analysis of potential objects and natural tourist attractions, SNTP have high appeal in terms of natural beauty, unique natural resources, location cleanliness, security and regional variations of outdoor activities to do. This area is easy to reach, due to the proximity of the city center (± 14 km) and the travel time is less than 1 hour and the high frequency of public transport across the region. Economy social environmental conditions sufficient to support the local community because of the positive attitude of society towards nature tourism development efforts. The availability of clean water well in the area to support the development of nature tourism. SNTP not supported by the availability of tourist facilities and infrastructure mamadai.

From the synthesis results, obtained 3 kinds of zoning that intensive zone, zone of semi-intensive and extensive zones. Of the existing zoning arrangement made landscape concept that refers to the basic concept of the Nature Park (Law. 5 of 1990) as a nature conservation area which can be used for nature tourism destination. The concept of structuring the landscape consists of a reception and service, the core tourist space, space and space travel support conservation.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

(10)
(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

PEMANFAATAN POTENSI TAMAN WISATA ALAM

SORONG DAN KONSEP PENATAAN LANSKAPNYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(12)

Penguji luar komisi: Dr Ir Nandi Kosmaryandi

(13)
(14)

Judul Tesis : Pemanfaatan Potensi Taman Wisata Alam Sorong dan Konsep Penataan Lanskapnya

Nama : Matheus Beljai NIM : E352090041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr E K S Harini Muntasib, MS Ketua

Diketahui oleh

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr Anggota

Ketua Program Studi

Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(15)
(16)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah lanskap wisata, dengan judul Pemanfaatan Potensi Taman Wisata Alam Sorong dan Konsep Penataan Lanskapnya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr E K S Harini Muntasib dan Dr Ir Bambang Sulistyantara selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu (almaruma), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

SUMMARY v

1 PENDAHULUAN 9

Latar Belakang 9

Perumusan Masalah 9

Tujuan dan Manfaat Penelitian 2

Kerangka Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Kawasan Konservasi dan Wisata Alam 3

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Wisata Alam 4

Prinsip Pengembangan Wisata Alam 4

Perencanaan dan Perancangan Tapak 5

Lanskap dan Perencanaan Kawasan Wisata Alam 6

3 METODE 8

Tempat dan Waktu 8

Bahan dan Alat 8

Metode Perencanaan Lanskap 8

Pengumpulan Data (Inventarisasi) 8

Analisis Data 9

Sintesis Data 10

Konsep Penataan Lanskap 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Penilaian Lokasi dan Aksesibilitas 11

Analisis Potensi Biofisik 11

Topografi dan Kelerengan 11

Iklim 12

Tutupan Vegetasi 13

Vegetasi dan Satwa 14

Kualitas Visual Lahan 14

Analisis Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Alam 16 Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Alam di TWAS 16 Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Alam 20 Rekapitulasi Hasil Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Alam 23

(18)

Konsep Penataan Lanskap 25

Konsep Penataan Ruang 27

Konsep Penataan Sirkulasi 29

Konsep Penataan Fasilitas 29

5 SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 33

RIWAYAT HIDUP 45

DAFTAR TABEL

1 Jenis, variabel, sumber dan cara pengumpulan data 10 2 Hasil penilaian kriteria daya tarik kawasan TWAS 21 3 Hasil penilaian kriteria aksesibilitas di TWAS 22 4 Hasil penilaian kriteria kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat 22 5 Hasil penilaian kriteria ketersediaan air bersih di TWAS 23

6 Hasil penilaian sarana dan prasarana wisata 23

7 Rekapitulasi hasil penilaian potensi obyek dan atraksi wisata alam TWAS 24

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Penelitian 2

2 Panorama ke laut dilihat dari sebelah Utara TWA Sorong 15 3 Bentukan geologi bukit utara dilihat dari sebelah Tenggara TWA Sorong 15

4 Keragaman potensi obyek flora di TWA Sorong 18

5 Keragaman potensi obyek fauna di TWA Sorong 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Lokasi Penelitian (Taman Wisata Alam Sorong) 33 2 Kriteria Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam 34

3 Peta kondisi geografis kawasan TWA Sorong 36

4 Peta aksesibilitas di Taman Wisata Alam Sorong 37

5 Peta kemiringan lereng di TWA Sorong 38

6 Peta tutupan vegetasi di TWA Sorong 39

(19)

9 Peta obyek dan atraksi wisata alam di TWA Sorong 42

10 Zonasi wisata di TWA Sorong 43

(20)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taman Wisata Alam Sorong (TWAS) termasuk salah satu kawasan pelestarian alam yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No: 397/Kpts/Um/5/1981 tanggal 7 Mei 1981. Kawasan ini terletak di Distrik Sorong Timur Kota Sorong Provinsi Papua Barat. TWAS saat ini dikelola oleh Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BBKSDA) Papua Barat.

TWAS merupakan suatu kawasan hutan yang memiliki potensi sumberdaya lanskap dan wisata yang baik, seperti: keragaman topografi, hidrologi, flora dan fauna, pemandangan alam serta aksesibilitas yang mudah. Keragaman topografi TWAS cukup bervariasi dari datar hingga berbukit. Kawasan ini juga memiliki beberapa sumber air penting, seperti: sungai dan mata air. Lingkungan hutan TWAS, termasuk dalam tipe ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah yang kaya dengan potensi flora dan fauna menarik. Potensi flora di TWAS didominasi oleh jenis-jenis vegetasi pohon berkayu yang diperkirakan terdapat sekitar 56 jenis. Fauna yang hidup di kawasan ini ialah burung, reptil, mamalia dan ampibhi (BBKSDA 2008).

Potensi sumberdaya alam yang dimiliki TWAS seperti disebutkan diatas merupakan atraksi utama untuk pengembangan wisata alam di kawasan ini. Menurut Gold (1980), potensi sumberdaya tersebut merupakan suatu kesatuan ruang tertentu (lanskap) yang dapat menarik keinginan orang untuk berwisata. Pemanfaatan lanskap untuk pengembangan wisata alam perlu dilakukan secara hati-hati dan cermat serta tidak terjebak dengan kepentingan ekonomi, agar ‘keutuhan’ potensi sumberdaya alam tersebut tetap terjaga dan terlindungi (Warpani dan Warpani 2007). Agar potensi sumberdaya tersebut terlindungi dan terjaga serta berkelanjutan maka diperlukan perencanaan penataan lanskap dan penyusunan program. Menurut Gunn (1994), pengembangan dan perencanaan kawasan wisata sebagai suatu unit lanskap, pada dasarnya harus disesuaikan dengan kondisi geografis kawasan tersebut agar tidak terjadi kerusakan.

Perumusan Masalah

(21)

2

pelestarian alam. Untuk itu, dilakukan penelitian tentang “Pemanfaatan Potensi TWAS dan Konsep Penataan Lanskapnya”.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun pemanfaatan potensi TWAS dan menyusun konsep penataan lanskapnya dalam rangka pengembangan kegiatan wisata alam di TWAS. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat dalam mengembangkan dan merencanakan kegiatan wisata alam di TWAS.

Kerangka Penelitian

Taman Wisata Alam Sorong (TWAS) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang memiliki karakteristik lanskap potensial untuk pengembangan wisata alam. Untuk mengarah pada pengembangan wisata alam, diperlukan suatu konsep penataan lanskap TWAS. Agar konsep tersebut dapat tercapai, maka perlu pemahaman terhadap potensi lanskap maupun potensi wisata alam di TWAS melalui kajian yang selanjutnya dievaluasi untuk menentukan kesesuaian pemanfaatannya. Dengan demikian, dapat dihasilkan suatu konsep penataan lanskap untuk pengembangan wisata alam yang dapat memberikan kenyamanan dan kepuasan bagi pengguna kawasan. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

TAMAN WISATA ALAM SORONG

1. Potensi Biofisik Kawasan

2. Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Alam

Konsep Penataan Atraksi Wisata Alam

1. Zona pemanfaatan

2. Alternatif Pemanfaatan

Tata Ruang Jalur Sirkulasi Tata letak Fasilitas

(22)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kawasan Konservasi dan Wisata Alam

Pengertian kawasan konservasi telah berkembang dan berbeda-beda dari waktu ke waktu. Meskipun demikian, World Resource Institute (WRI) memberikan definisi umum kawasan konservasi sebagai ‘wilayah darat maupun laut yang dicanangkan dan diwujudkan untuk melindungi keanekaragaman hayati dan budaya terkait, serta dikelola secara legal dan efektif’ (Indrawan et al. 2007). Meningkatnya jumlah kawasan lindung di seluruh dunia, seiring juga dengan datangnya tekanan pada berbagai aspek, seperti: permintaan untuk ‘menggunakan’ taman sebagai industri-industri wisata, permintaan untuk berbagai kegiatan rekreasi (berkendara empat roda, berkuda, berburu, memancing, bersepeda gunung, hiking dan ski), aspirasi masyarakat lokal yang berkeinginan untuk pengelolaan taman secara mandiri maupun penggunaan taman untuk memenuhi kebutuhan manusia (penebangan kayu secara liar, industri pertambangan, perburuan liar dan lain sebagainya). Aspek-aspek tersebut pada dasarnya memperlihatkan dua sisi yang berbeda dalam penggunaan kawasan konservasi, yaitu antara manfaat estetika alam dan laboratorium dengan tekanan jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi sumber daya alam (Wearing dan Neil 1999).

MacKinnon et al. (1993) menyatakan bahwa pariwisata adalah industri yang dengan perencanaan dan investasi yang layak dapat memperlihatkan pertumbuhan yang menakjubkan dan kawasan konservasi dapat menunjang pertumbuhan ini. Namun disisi lain, nilai manfaat kawasan konservasi telah menjadi sebuah perdebatan panjang dan berpeluang memiliki potensi konflik untuk dua orientasi utama yaitu, ‘pelestarian’ versus ‘pemanfaatan’, sehingga posisi pariwisata alam menjadi dilematis (Wearing dan Neil 1999). Walaupun demikian, perencanaan yang saksama perlu dilakukan guna menghindari konflik ataupun dampak sampingan dari pariwisata. Wisata terkendali dan pelestarian spesies, keduanya dapat dikaitkan, baik untuk lingkungan daratan maupun laut (MacKinnon et al. 1993).

(23)

4

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Wisata Alam

Menurut MacKinnon et al. 1993 faktor-faktor yang membuat suatu kawasan menarik bagi pengunjung adalah: letaknya dekat/cukup dekat/jauh dari bandara/pusat wisata, cukup dekat dengan lokasi lain yang menarik wisatawan sehingga dapat menjadi bagian kegiatan wisatawan lain, perjalanan ke kawasan tersebut mudah dan nyaman atau perlu sedikit usaha atau sulit dan berbahaya, kawasan tersebut memiliki atraksi yang menonjol (misalnya: satwa liar yang menarik/khas untuk tempat tertentu), kemudahan untuk melihat atraksi atau satwa dijamin, unik dalam penampilannya dan memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda serta disekitarnya terdapat pemandangan indah, memiliki budaya yang sangat menarik dan mempunyai obyek rekreasi lain (pantai, danau, sungai, air terjun, kolam renang) serta keadaan makanan dan akomodasi tersedia.

Semakin banyak wisatawan yang datang untuk mencari tempat rekreasi di negara tropika. Hal ini dikarenakan mereka ingin melihat sesuatu yang berbeda, baru, spektakuler, dapat difoto, bertamasya dengan nyaman dan sedikit usaha, ingin menggabungkan ‘petualangan’ dengan kegiatan waktu senggang seperti: berjemur, berenang dan berbelanja (MacKinnon et al.1993). Wisatawan melakukan perjalanan wisata karena ingin melihat dan menyaksikan cara hidup dan prilaku sosial bangsa lain, ingin sesuatu yang istimewa/unik/aneh/langkah dan berbeda, menghindari kegiatan rutin yang telah jenuh dan bosan, memanfaatkan waktu luang dan uang tabungan serta kondisi kesehatan, menghindari pengaruh cuaca negaranya dan merasakan cuaca negara lain, ingin melakukan petualangan dan mengetahui sesuatu yang baru (Curram 1978 dalam Yoeti 2008). Oleh karena itu, paket wisata yang paling berhasil adalah melalui kombinasi sejumlah minat-minat diatas (MacKinnon et al. 1993).

Menurut MacKinnon et al. (1993) potensi permintaan wisata alam di kawasan yang dilindungi akan turun dengan cepat apabila biaya, waktu dan ketidaknyamanan perjalanan meningkat atau bila bahaya mengintai dalam perjalanan ke arah tujuan. Untuk terciptanya kondisi wisata yang baik di kawasan konservasi diperlukan kegiatan pengelolaan yang dikembangkan secara profesional. Pengelolaan yang baik dapat membuat suatu keadaan yang seimbang antara penawaran dan permintaan.

Prinsip Pengembangan Wisata Alam

(24)

5 sejarah dan mendorong sektor publik dan swasta untuk konservasi (Navalpotro et al. 2012).

MacKinnon et al. (1993) mengemukakan bahwa kawasan konservasi di negara tropika dapat memberikan kontribusi banyak pada pengembangan wilayah dengan menarik wisatawan ke wilayah pedesaan. Jastifikasi ekonomi sering digunakan untuk menilai keberadaan kawasan konservasi, yaitu melalui demonstrasi ‘nilai’ baik dari satwa liar maupun fitur-fitur ekosistemnya, sehingga pariwisata menjadi semakin penting bagi strategi ini, mengingat bahwa wisatawan bersedia untuk menghargai nilai-nilai alamiah (Wearing dan Neil 1999). Menurut MacKinnon et al. (1993), pengembangan pariwisata di dalam dan di luar kawasan konservasi merupakan salah satu cara terbaik untuk mendatangkan keuntungan ekonomi bagi kawasan terpencil, dengan cara menyediakan kesempatan kerja setempat, merangsang pasar setempat, memperbaiki prasarana angkutan dan komunikasi.

Dalam Penjelasan Umum PP No 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, dinyatakan bahwa penyelenggaraan pengusahaan pariwisata alam dilaksanakan dengan memperhatikan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya, nilai-nilai agama dan adat istiadat serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup, kelangsungan pengusahaan pariwisata alam itu sendiri, serta keamanan dan ketertiban masyarakat. Dengan demikian, prinsip dalam pengembangan wisata alam mencakup prinsip konservasi, ekonomi, pendidikan dan pemberdayaan masyarakat.

Perencanaan dan Perancangan Tapak

(25)

6

dihadapi untuk memenuhi kualitas tapak sesuai fungsi kegunaan yang direncanakan (Laurie 1990).

Menurut Simonds (1961), ada dua hal yang harus dikerjakan secara serentak setelah kita mendapatkan tapak, yaitu merencanakan program secara detail dan analisis tapak. Laurie (1990) berpendapat bahwa fungsi dari analisis tapak adalah penyesuaian program suatu kegiatan pada tapak yang sesuai. Faktor-faktor penting dalam analisis tapak ialah lokasi tapak, transportasi dan kemampuan lahan untuk menampung program yang diusulkan. Suatu cara yang efektif dalam memahami tapak ialah dengan mempersiapkan suatu diagram analisis tapak, yaitu cetakan survei topografi di bawa ke lapangan dan melalui observasi, setiap unsur-unsur yang diamati diinterpretasikan dan ditandai dengan simbol-simbol. Dengan cara tersebut akan diperoleh gambaran keadaan tapak di atas kertas secara jelas.

Prinsip dan petunjuk yang dapat digunakan dalam membuat dan mengevaluasi rencana tapak terkait dengan pengembangan fasilitas dalam tapak kawasan. Bangunan yang dibuat seminimal mungkin tidak mengganggu ekosistem alam. Suatu bentuk dan motif bangunan tidak boleh mendominasi warna alami suatu kawasan. Tata letak bangunan disesuaikan berdasarkan pertimbangan aspek strategi dan fungsi tapak. Sebelum bangunan didirikan, perlu beberapa pemikiran dalam hal ketercapaian dan arus pemanfaatannya. Akses berupa jalan yang dibuat, harus menghindari daerah habitat spesies satwa dan tumbuhan agar tidak mengganggu kehidupannya (MacKinnon et al. 1993).

Lanskap dan Perencanaan Kawasan Wisata Alam

Lanskap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu, yang beberapa unsurnya dapat digolongkan menjadi elemen mayor atau unsur utama yaitu unsur yang relatif sulit untuk diubah, dan elemen minor atau unsur penunjang yaitu unsur yang relatif kecil dan mudah diubah (Simonds 1983). Lanskap merupakan daerah dimana suatu kumpulan ekosistem/tegakan akan saling berinteraksi sehingga menimbulkan bentuk yang berulang dan/atau sebangun (Forman dan Godron 1981 dalam Indrawan et al. 2007). Bentuk lanskap yang beragam akan menarik banyak pengunjung, yang selanjutnya berpotensi mendukung pendanaan untuk kawasan tersebut (Indrawan et al. 2007).

(26)

7 lokasi atraksi yang menjadi andalan utama tersebut, sehingga perlu dilakukan suatu cara untuk penetapannya.

Perencanaan wisata sangat penting dilakukan karena saat ini dan dimasa depan akan terus terjadi pergeseran pasar wisata. Motif, minat, selera, tuntutan, dan perilaku wisatawan terus-menerus berubah sehingga perlu direspon secara tepat. Apalagi ketersediaan produk yang berkualitas akan semakin berkurang. Dengan perubahan seperti itu produk yang tidak inovatif jelas tidak akan laku, apalagi persaingan produk dan jasa di pasar wisata cenderung meningkat dengan derajat kualitas yang jauh lebih baik. Oleh sebab itu, perencanaan menjadi tindakan yang mutlak dilaksanakan. Perencanaan yang baik berarti menghasilkan suatu strategi peningkatan daya saing produk dan keuntungan ditingkat perusahaan atau pelaku wisata. Dalam perencanaan harus tergambar syarat-syarat apa yang harus dipenuhi dan fungsi-fungsi apa yang perlu dijalankan oleh para pelaku (Damanik dan Weber 2006).

Arahan pengembangan wisata saat ini dituntut untuk mampu mewujudkan pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Namun, kegiatan wisata dapat menimbulkan masalah ekologis padahal keindahan dan keaslian alam merupakan modal utama. Oleh karena itu, perencanaan wisata hendaknya dilakukan secara menyeluruh, termasuk diantaranya inventarisasi dan penilaian sumberdaya yang cocok untuk wisata, perkiraan tentang berbagai dampak terhadap lingkungan, hubungan sebab dan akibat dari berbagai macam tata guna lahan disertai dengan perincian kegiatan untuk masing-masing tata guna, serta pilihan pemanfaatannya (Dahuri et al. 2004).

Perencanaan kontemporer melibatkan masyarakat dalam perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan. Hal ini didasarkan pada konsep bahwa masyarakat yang tinggal di area wisata harus diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam perencanaan masa depan daerah itu serta untuk mengekpresikan pandangan mereka tentang masyarakat seperti apa yang mereka inginkan dimasa yang akan datang, sehingga dapat memberikan keuntungan social ekonomi bagi masyarakat atas pengembangan kawasan mereka (Inskeep 1991).

(27)

8

3

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Wisata Alam Sorong pada bulan Maret sampai April 2012. Tempat penelitian disajikan pada Lampiran 1.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa peta lokasi/peta dasar,

tally sheet dan panduan wawancara. Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kamera, GPS (global positioning system), seperangkat komputer dan alat tulis menulis.

Metode Perencanaan Lanskap

Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sistematis perencanaan wisata yang dimodifikasi dari Wearing dan Neil (2009). Metode terdiri dari beberapa tahap, yaitu: tahap pengumpulan data (inventarisasi), analisis data, sintesis data dan penyusunan konsep penataan lanskap.

Pengumpulan Data (Inventarisasi)

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, meliputi: data biofisik lahan, sosial masyarakat sekitar serta obyek dan atraksi wisata alam. Data-data tersebut bersumber dari data primer dan sekunder, yang diperoleh melalui studi pustaka, wawancara dan survei lapang. Adapun jenis, variabel, sumber dan cara pengumpulan data seperti yang dimaksud diatas ditampilkan pada Tabel 1.

Studi pustaka dilakukan melalui penelaah pustaka terkait yang menunjang penelitian dan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian serta membantu pengumpulan data-data awal. Pustaka yang ditelaah berupa: buku-buku acuan, laporan-laporan dan bacaan lain yang menunjang penelitian. Sumber pustaka berasal dari perpustakaan dan instansi terkait.

Wawancara dilakukan terhadap masyarakat sekitar dan pengelola kawasan TWAS. Wawancara dengan masyarakat sekitar dilakukan untuk memperoleh data tentang persepsi dan keinginan masyarakat terhadap pengembangan wisata alam di TWAS. Responden masyarakat dipilih secara purposive sampling, yaitu tokoh masyarakat atau anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang data yang dibutuhkan. Wawancara dengan pengelola dilakukan untuk memperoleh data tentang program kegiatan wisata alam yang telah dilaksanakan maupun rencana program yang akan dilaksanakan, keadaan pengunjung di TWAS, kerjasama yang dilakukan terkait dengan wisata alam, permasalahan dan kendala yang dihadapi serta harapan pengelola.

(28)

9 dilakukan melalui pengamatan, pemotretan dan penandaan titik terhadap unsur-unsur lanskap dan obyek dan atraksi wisata alam.

Analisis Data

Analisis data terdiri dari 3 tahap yaitu penilaian lokasi dan aksesibilitas, analisis potensi biofisik kawasan serta analisis potensi obyek dan atraksi wisata alam. Penilaian lokasi dan aksesibilitas dilakukan secara spasial dengan maksud untuk mengetahui gambaran lokasi dan akses TWAS. Analisis potensi biofisik kawasan dilakukan pula secara spasial guna mengetahui potensi, kenyamanan, kendala dan bahaya yang mungkin timbul pada lahan.

Analisis potensi obyek dan atraksi wisata alam dilakukan melalui penilaian kriteria. Penilaian kriteria menggunakan petunjuk penilaian obyek dan atraksi wisata alam dari Direktorat Wisata Alam dan Jasa Lingkungan 2001 yang dimodifikasi berdasarkan potensi dan kondisi kawasan (Lampiran 2). Kriteria potensi obyek dan atraksi wisata alam yang dinilai ialah daya tarik, aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar, ketersediaan air bersih dan fasilitas wisata (sarana dan prasarana wisata).

Kriteria tersebut diberi bobot sesuai dengan tingkat kepentingan potensi untuk pengembangan wisata alam. Daya tarik diberi bobot 6 karena daya tarik merupakan faktor utama dalam pengembangan wisata alam. Aksesibilitas dan kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar diberi bobot 5 karena keduanya sangat penting terutama terkait dengan kemudahan pancapaian dan dukungan sikap masyarakat sekitar. Ketersediaan air bersih merupakan unsur yang berpengaruh pula terhadap pengembangan wisata alam terutama untuk pengelolaan dan pelayanan pengunjung sehingga diberi bobot 4. Untuk sarana dan prasarana wisata (fasilitas wisata) diberi bobot 2 karena kriteria tersebut merupakan penunjang dalam pengembangan.

Pada tabel kriteria, setiap kriteria potensi terdiri dari unsur dan sub unsur. Nilai setiap unsur dipilih dari salah satu angka yang terdapat pada tabel kriteria. Pemilihan angka-angka tersebut dilihat dari banyaknya sub unsur yang disesuaikan dengan kondisi potensi kawasan. Besarnya nilai setiap kriteria ditentukan dari hasil perkalian antara jumlah nilai setiap unsur dengan bobot tiap kriteria.

(29)

10

Sintesis Data

Tahap ini merupakan tahapan penentuan zonasi dan alternatif pemanfaatan lanskap. Penentuan zonasi tersebut dilakukan berdasarkan pendekatan potensi biofisik dan potensi obyek dan atraksi wisata alam yang terkait dengan pemanfaatan aktivitas wisata.

Konsep Penataan Lanskap

Tahapan ini merupakan tahap penyusunan konsep penataan lanskap. Konsep tersebut dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk konsep penataan ruang, jalur sirkulasi dan fasilitas yang menggambarkan ruang beraktivitas, jalur sirkulasi dan fasilitas yang dapat dikembangkan untuk kegiatan wisata alam di TWAS.

Tabel 1 Jenis, variabel, sumber dan cara pengumpulan data

Jenis data Variabel data (satuan) Sumber

data

Metode

pengumpulan data Biofisik kawasan

Lokasi kawasan Letak (geografis), luas (Ha) dan

batas tapak.

Sekunder Studi pustaka

Iklim Suhu (0C), curah hujan (mm/thn),

kelembaban (%), kondisi angin (kecepatan dan arah).

Sekunder Studi pustaka

Topografi Bentuk dan kemiringan lahan (%). Sekunder Studi pustaka

Flora dan fauna Jenis flora dan fauna Primer

dan sekunder

Studi pustaka dan survei lapang

Pemandangan Jenis pemandangan di dalam dan

luar kawasan.

Primer Survei lapang

Sosial masyarakat sekitar

Sosial ekonomi Mata pencaharian dan tingkat

pendidikan.

Sekunder Studi pustaka

Preferensi masyarakat

Persepsi dan dukungan masyarakat terhadap pengembangan wisata alam.

Primer Wawancara

Obyek dan atraksi wisata alam

Daya tarik Keindahan alam, keunikan, variasi

jenis kegiatan, sumberdaya alam yang menonjol dan keamanan kawasan.

Aksesibilitas Kondisi dan jarak jalan, waktu

tempuh dan frekuensi kendaraan.

Primer

Ketersedaiaan sarana dan prasarana wisata alam pada kawasan.

Primer

(30)

11

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penilaian Lokasi dan Aksesibilitas

Secara geografis, Taman Wisata Alam Sorong (TWAS) terletak diantara koordinat 0051’-0058’ LS dan 131019’-131021’ BT (Lampiran 3). Luas TWAS sebesar 945.90 Ha dengan batas-batas kawasan ialah sebelah Utara dan Barat berbatasan dengan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dan areal penggunaan lain (APL).

Lokasi TWAS berada di sebelah Timur Kota Sorong pada jarak ± 14 Km dari pusat Kota Sorong. Akses jalan yang menghubungkan lokasi TWAS dengan pusat Kota Sorong ialah Jalan Raya Sorong-Aimas yaitu jalan raya utama provinsi (jalan arteri primer) yang menghubungkan Kota Sorong dengan Kota Aimas Kabupaten Sorong dan satu-satunya akses utama yang dapat digunakan untuk mencapai lokasi (Lampiran 4). Jalan tersebut adalah jalan beraspal dengan kondisi yang sangat baik dan banyak dilewati oleh berbagai jenis kendaraan, baik kendaraan umum (bis, angkutan kota dan ojek) maupun kendaraan pribadi. Lama perjalanan untuk mencapai lokasi dapat ditempuh selama ± 20-25 menit.

TWAS termasuk kawasan wisata yang memiliki lahan cukup luas untuk pengembangan wisata alam (945.90 Ha), namun hingga saat ini luasan lahan tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Luasan lahan yang dimanfaatkan untuk wisata masih sangat kecil, sehingga belum dapat menunjang fungsi wisata yang ingin dikembangkan di TWAS. Kondisi ini masih dapat dioptimalkan melalui pengembangan ruang dan fungsi yang ada pada waktu-waktu mendatang,

TWAS relatif mudah dicapai karena jaraknya dekat dari pusat kota, tingginya lalulintas kendaraan yang melewati lokasi dan waktu tempuh yang relatif lebih cepat, sehingga memungkinkan tingginya mobilitas wisatawan yang akan berpengaruh pula terhadap tingginya permintaan sumberdaya wisata yang ada. Kondisi jalan yang baik dan beraspal sangat menunjang kelancaran transportasi kendaraan menuju lokasi, sehingga nyaman untuk dilewati. Menurut Douglass 1982 dan MacKinnon et al. 1993, adanya akses yang mudah dan nyaman serta kedekatan jarak jalan ke suatu lokasi wisata merupakan salah satu faktor pendorong bagi penilaian yang tinggi oleh pengunjung untuk dapat kembali ke lokasi wisata tersebut.

Analisis Potensi Biofisik

Topografi dan Kelerengan

(31)

12

besar mendominasi lahan bagian tenggara dan utara serta sebagian kecilnya berada di bagian timur, selatan, barat dan bagian tengah kawasan. Kondisi topografi dan kemiringan lereng diperlihatkan pada Lampiran 5.

Kondisi topografi dan kemiringan lereng yang bervariasi pada kawasan TWAS merupakan potensi untuk pengembangan wisata alam. Laurie 1986 mengemukakan bahwa kondisi topografi yang beragam pada suatu kawasan menciptakan bentuk lahan yang baik secara visual. Dikemukakan pula bahwa potensi berupa titik-titik pandang pada suatu lahan dengan topografi yang relatif tinggi dapat dikembangkan untuk aktivitas wisata alam, seperti: memandang lepas maupun seni memotret (fotografi) dan melukis, sedangkan untuk menunjang kegiatan tersebut dapat dibangun sarana dan prasarana pendukung, seperti:

shelter, menara pengintai dan lain-lain. Menurut USDA 1968 dan 1983 dalam

Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007, kondisi topografi lahan dengan kemiringan lereng yang berkisar dari 0-8 % baik untuk pengembangan bangunan dan aktivitas wisata, sedangkan kondisi topografi dengan kemiringan lereng yang lebih dari 15 % kurang baik untuk pengembangan bangunan dan aktivitas wisata. Topografi berlereng > 15 % tersebut dapat dijadikan sebagai daerah konservasi dengan pengembangan bangunan dan aktivitas secara terbatas.

Dengan mengacu pada sumber USDA di atas, maka alternatif pengembangan wisata alam pada TWAS dapat dijabarkan. Berdasarkan kondisi topografi dan kemiringan lereng yang ada, maka daerah datar di TWAS potensial untuk pengembangan aktivitas wisata masal, seperti: berkemah, piknik, outbond

dan sebagainya. Pengembangan bangunan pada daerah tersebut dapat berupa fasilitas-fasilitas wisata seperti: area berkemah, area piknik, tempat sampah, sarana jalan dan lain-lain. Untuk daerah topografi berbukit dikhususkan sebagai daerah konservasi. Aktivitas dan bangunan fasilitas pada daerah berbukit dikembangkan secara terbatas.

Iklim

Kondisi iklim di kawasan TWAS tidak berbeda dengan iklim di Kota Sorong yang beriklim tropika basah, sehingga iklim di kawasan ini mengikuti iklim Kota Sorong berupa iklim makro. Klasifikasi iklim pada TWA Sorong termasuk tipe iklim A (BBKSDA, 2008). Iklim merupakan hasil hubungan timbal balik antara suhu, uap air, angin, radiasi matahari dan curah hujan. Penyesuaian dengan memanfaatkan aspek-aspek iklim yang menguntungkan dan mengendalikan aspek-aspek iklim yang merugikan merupakan cara terbaik dalam merancang dan merencanakan tapak (Laurie 1986).

Suhu dan Kelembaban Udara

(32)

13 Suhu yang nyaman belum diimbangi dengan kelembaban yang ada. Menurut Laurie 1986, kelembaban udara yang ideal bagi kenyamanan manusia agar dapat melakukan aktivitasnya dengan baik adalah berkisar dari 40-75 %. Kelembaban udara di TWAS cukup tinggi. Kondisi ini dipengaruhi juga oleh kondisi alam yang berhutan. Keadaan demikian perlu diantisipasi dengan pengembangan ruang terbuka yang cukup melalui penataan letak vegetasi yang ada agar membentuk jalur yang memungkinkan untuk mengalirkan udara bergerak secara lancar sehingga tidak menjadi masalah bagi aktivitas pengunjung.

Curah Hujan dan Kondisi Angin

Data curah hujan 2007-2011 dari BMKG Kota Sorong menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata bulanan tercatat sekitar 313.8 mm/bln dengan banyaknya hari hujan rata-rata dalam sebulan 20.3 hari. Kecepatan angin rata-rata dalam sebulan ialah 9.8 knot yang pada bulan Januari, Maret dan April arah angin berasal dari arah Timur dan Tenggara. Di bulan Februari dan Agustus angin bertiup dari arah Utara dan Timur Laut, sedangkan pada bulan Mei, Juli, September, Oktober dan Nopember, angin lebih banyak bertiup dari arah Timur Laut dan Timur. Bulan Juni dan Desember kondisi angin tidak tetap.

Kondisi angin di TWAS harus dapat dimanfaatkan untuk kenyamanan pengunjung. Pengaturan vegetasi untuk mengontrol, memecah, mengalihkan dan mengatur arah dan massa angin dapat dilakukan agar menghasilkan angin yang nyaman bagi pengunjung. Selain itu pengembangan fasilitas pun harus menjadi pertimbangan dalam memberikan kenyamanan angin.

Penyinaran Matahari

Data penyinaran matahari tahun 2007-2011 dari BMKG Kota Sorong menunjukkan bahwa rata-rata penyinaran matahari di TWAS adalah 49.6 % per bulan. Sepanjang hari kondisi cahaya matahari di TWAS hampir terasa nyaman, baik pada pagi hari maupun di sore hari. Pada siang hari dengan cuaca yang cerah sinar matahari cukup terasa terutama pada daerah yang terbuka, sedangkan pada daerah yang tertutup vegetasi intensitas menjadi berkurang karena kemampuan vegetasi yang mampu mengendalikan sinar dan radiasi matahari.

TWAS termasuk kawasan yang tidak dipengaruhi radiasi matahari. Hambatan yang sedikit terasa adalah pada daerah terbuka kerena pada daerah tersebut terasa lebih panas dikarenakan kurangnya vegetasi peneduh sehingga kondisi tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengunjung. Oleh karena itu, kondisi yang demikian ini perlu diatasi dengan menanam pohon peneduh yang dapat mengendalikan potensi radiasi matahari maupun dengan membangun fasilitas yang sesuai untuk mengendalikan hal tersebut.

Tutupan Vegetasi

Hasil analisis spasial memperlihatkan bahwa lahan pada TWAS ditutupi dengan vegetasi hutan seluas ± 823.24 Ha, semak belukar seluas ± 112.95 Ha, kebun dengan luas ± 2.61 Ha dan pemukiman seluas ± 7.10 Ha (Lampiran 6). Dari hasil tersebut terlihat bahwa sebagian besar kawasan TWAS masih ditutupi oleh hutan dengan tingkat kemelimpahan potensi sumberdaya yang banyak.

(33)

14

Disamping itu, hutan berfungsi sebagai penyimpan cadangan air disekitar perakaran, menjaga kesuburan tanah dan mengurangi bahaya erosi/longsor. Hutan memiliki daya tarik tersendiri sebagai obyek wisata alam karena di dalamnya dapat dilakukan pengembangan dan pelestarian flora dan fauna. Kekhasan flora dan fauna ini akan mendatangkan wisatawan untuk melihat dan menelitinya. Selain itu, hutan dapat dijadikan sebagai tempat berkemah dan melakukan petualangan rimba.

Untuk kondisi tutupan vegetasi yang sedikit mulai berkurang pada beberapa tempat harus bisa diantisipasi karena diwaktu mendatang dapat memicu lambannya kemampuan lahan untuk menghutan kembali daerah tersebut yang dapat pula menurunkan tingkat kenyamanan kawasan. Oleh sebab itu, rehabilitasi dapat dilakukan untuk menghijaukan kembali kawasan dengan menggunakan tanaman endemik ataupun tanaman cepat tumbuh, karena selain untuk meningkatkan kualitas lahan juga berperan untuk melestarikan tumbuhan endemik dan juga agar kawasan TWAS lebih nyaman dikunjungi.

Vegetasi dan Satwa

Vegetasi di TWAS berupa vegetasi hutan hujan tropika basah yang didominasi oleh vegetasi pohon berkayu yang tinggi, berdiameter besar dan berbatang keras. Berdasarkan data survei BBKSDA Papua Barat 2008, terdapat sekitar 56 jenis pohon berkayu di dalam TWA Sorong dengan jenis yang dominan antara lain: merbau (Intsia sp.), damar (Agathis labilardieri), resak (Vatica sp.), matoa (Pometia pinnata), kenari (Canarium sp.), bintangur (Callophyllum inophyllum), mersawa (Anisoptera sp.) dan balam (Melaleuca leucadendron L.). Kawasan ini juga ditumbuhi berbagai jenis vegetasi pohon bukan kayu, seperti: pohon palem, bambu, pandan pohon dan paku pohon. Jenis vegetasi lain yang terdapat di TWAS ialah vegetasi perambat, epifit dan tumbuhan bawah. Jenis vegetasi di TWAS ditampilkan pada Lampiran 7.

Kelompok vegetasi diatas menjadi tempat berlindung dan penghasil sumber makanan bagi satwa-satwa yang hidup di dalam kawasan TWAS. Satwa yang hidup di dalam kawasan TWAS ialah burung, mamalia, reptil, katak dan bermacam-macam jenis serangga seperti kupu-kupu, laba-laba, capung, luwing, lipan dan kumbang. Jenis satwa di TWAS ditampilkan pada Lampiran 8.

Kualitas Visual Lahan

(34)

15 kawasan. Lahan disekitar TWAS yang dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan dan bangunan (stadion, pemukiman, kampus dan lain-lain), menampakan kualitas visual obyek yang bentuknya bersambungan menjadi pemandangan menarik untuk dilihat. Sementara itu, dampak dari pemanfaatan lahan pada TWAS, terutama buka-bukaan lahan untuk pembuatan batu bata dan pemukiman menyebabkan pemandangan negatif pada beberapa titik yang mengurangi kualitas pemandangan total kawasan.

Akustika pada kawasan menggambarkan bahwa bunyi-bunyian yang dominan berasal dari suara satwa (suara jenis-jenis burung) dan suara angin yang dapat didengar sepanjang hari. Secara umum, TWAS kurang dipengaruhi oleh kebisingan. Kondisi yang agak mengganggu adalah bunyi kendaraan yang melewati jalan raya dan jalan tengah kawasan. Kondisi ini membutuhkan alternatif solusi yang baik terhadap ruang dan jenis penghalang agar dapat mengurangi dan membatasi kebisingan jalan yang disebabkan oleh kendaraan.

Gambar 2 Panorama ke laut dilihat dari sebelah Utara TWA Sorong

(35)

16

Analisis Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Alam

Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Alam di TWAS

Potensi obyek dan atraksi wisata alam suatu kawasan ditunjukkan dengan adanya keindahan bentang alam, keunikan dan keaslian alam, gejala alam maupun keanekaragaman hayati yang semuanya merupakan daya tarik wisata. Disamping itu faktor lain yang sangat mendukung ialah keadaan aksesibilitas dan fasilitas. Kawasan TWAS merupakan kawasan hutan yang didalamnya masih tersimpan beragam potensi obyek dan atraksi wisata alam seperti: pemandangan alam maupun keragaman flora dan fauna. Potensi obyek dan atraksi wisata alam TWAS ditampilkan pada Lampiran 9.

Potensi Obyek Pemandangan Alam

Pemandangan alam di TWAS dapat disaksikan di dalam dan di luar/sekitar kawasan. Obyek pemandangan yang dapat disaksikan di sekitar kawasan, terutama di sebelah barat sampai selatan sepanjang jalan raya utama dari KM 14-Km 18 ialah pemandangan lahan pertanian, areal penjualan tanaman hias, penangkaran buaya, pemandangan stadion, pemandangan kampus, pemandangan tugu perbatasan dan pemandangan bangunan operasional seperti: kantor pengelola, kantor pemerintahan dan pos militer. Sementara di sebelah tenggara kawasan, obyek pemandangan yang dapat dilihat ialah pemandangan kebun, sungai dan hutan alam.

Di dalam kawasan, pemandangan alam utamanya ialah formasi tipe hutan hujan tropis dataran rendah yang secara umum masih terjaga keutuhannya. Hutan hujan tropis dataran rendah merupakan kawasan hutan dengan ciri vegetasi utamanya berupa vegetasi pohon berkayu yang tinggi, bertajuk rapat dan melebar serta tidak beraturan, akar banir besar dan lebar, batangnya menjulang tinggi dan diameternya besar. Saat memasuki kawasan TWAS dapat dilihat komposisi tegakan damar (Agathis labilardieri) yang tersusun secara rapih di sebelah kanan gerbang kawasan. Terdapat pula empat buah sungai kecil yang mengalir di sebelah barat dan timur kawasan, yaitu Sungai Klawulu (Klawuyuk/Klawoguk), Sungai Pletok (Kletok), Sungai Klabeling (Klasuglei) dan Sungai Klasege (Klablim). Keempat sungai tersebut merupakan sungai dangkal dengan arus yang kecil.

(36)

17 Di dalam kawasan tersedia jalan utama dan jalan tanah yang dapat digunakan sebagai akses untuk menikmati keindahan alam. Melalui jalan-jalan tersebut pengunjung dapat menikmati suasana hutan yang segar, udara sejuk dan suasana yang sunyi. Di sepanjang jalan, pengunjung dapat melihat pemandangan vegetasi khas hutan hujan tropis dataran rendah. Pengunjung juga dapat terhibur dengan mendengar suara kicauan burung-burung, bahkan juga dapat menjumpai dan melihat beberapa jenis burung dan kupu-kupu serta satwa lain yang khas dan menarik. Bila beruntung pengunjung dapat menjumpai satwa liar, seperti: kuskus, babi hutan, biawak, ular, katak dan lain-lain.

Pemandangan menarik yang terdapat pada TWAS merupakan potensi yang bila dikembangkan dengan baik dapat menjadi salah satu sumberdaya atraksi wisata bagi TWAS dan dapat pula menjadi daya tarik yang memunculkan minat pengunjung untuk berwisata. Bentuk-bentuk pengembangan dapat berupa pembuatan jalur sirkulasi dan fasilitas untuk menikmati aktivitas wisata, seperti:

shelter, menara pandang dan lain-lain. Potensi Obyek Flora

Obyek flora di kawasan TWAS ditunjukkan dengan banyaknya tumbuhan alami yang cukup beragam jenisnya untuk dilihat. Pohon berkayu merupakan flora yang banyak dijumpai di dalam kawasan ini. Selain pohon berkayu terdapat pula flora khas lain seperti: palem dan pandan serta jamur yang merupakan tumbuhan potensial. Beberapa obyek flora menarik yang ditemukan sepanjang jalur dalam kawasan dan merupakan flora endemik serta dilindungi, antara lain: Agathis labilardierri, Sommieria leucophylla, Pandanus sp., Dendrobium sp. dan jamur kayu (Gambar 4). Obyek-obyek flora diatas dideskripsikan pada paragraf-paragraf dibawah ini.

Agathis labilardierri (Damar) merupakan salah satu jenis pohon berkayu yang selain ditanam juga tumbuh secara alami di TWAS dan termasuk jenis pohon yang dilindungi dengan SK Menteri Pertanian No.54/Kpts/Um/2/1972.

Agathis labilardierri dapat dijumpai pada beberapa tempat dalam kawasan, diantaranya pada gerbang TWAS (sebelah kanan gerbang). Morfologi Agathis labilardierri ialah batang pohon tegak lurus, tajuk agak lebat, percabangan menyirip datar, daunnya tersusun berselang-seling (menyirip) berbentuk spiral, struktur permukaan daun halus, lembaran daun pendek, bentuk daun membulat lonjong dan ujung daun meruncing. Agathis labilardierri termasuk jenis pohon yang menghasilkan getah dengan warnah getahnya putih. Kegunaan dari Agathis labilardierri antara lain ialah getahnya dapat disadap untuk bahan baku lem dan dapat digunakan dalam penataan lanskap karena pohon ini dapat menyerap gas CO2.

(37)

18

Pandanus sp. (Pandan pohon) termasuk jenis tumbuhan monokotil yang berwujud seperti pohon berkayu, semak dan perambat, namun dapat dibedakan dengan mudah melalui dedaunan mereka yang berbentuk sabuk. Tumbuhan ini dijumpai pada ketinggian sekitar 92.19 m dpl. Morfologi Pandanus sp. ialah batang berduri dengan akar tunjang disekitarnya, akarnya berserabut, tinggi antara 3-7 m, bercabang, daun berbentuk seperti sabuk dengan panjang antara 2-3 m, tepi daun berduri, ibu tulang daun bagian bawah berduri dan menghasilkan buah yang tersusun dalam karangan berbentuk membulat. Kegunaan dari Pandanus sp. antara lain batangnya dapat digunakan untuk lantai bangunan.

Dendrobium sp. (Anggrek raksasa irian) merupakan salah satu jenis anggrek epifit yang dilindungi dengan PP No. 7 Tahun 1999. Anggrek ini dijumpai pada ketinggian 66.85 m dpl. Morfologi Dendrobium sp. ialah batang pendek dan membengkak dengan tangkai menjuntai ke bawah, berstruktur lunak dan memanjang, akarnya membentuk rizoma berdaging, ujung daun bulat meruncing seperti baji, bentuk daunnya lonjong memanjang dan relatif datar serta melebar pada bagian tengah helaian daun, tipe pertumbuhannya simpodial. Anggrek ini diminati oleh masyarakat, karena menghasilkan bunga yang cantik dan warna yang menawan. Penggunaan jenis anggrek ini selain sebagai bunga potong untuk rangkaian, juga dapat digunakan sebagai bunga pot dan bunga taman untuk pembuatan lanskap.

Jamur kayu merupakan jenis jamur yang hidup menempel pada batang pohon hidup dan batang kayu yang telah lapuk. Jamur ini dapat bersifat parasit maupun sebagai pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang telah mati. Umumnya jamur ini mempunyai tubuh buah (payung) dengan warna yang bervariasi dari merah darah, hitam legam, biru tua, putih hingga coklat dan abu-abu. Di TWAS terdapat beberapa jenis jamur kayu, diantaranya Ganoderma sp. Jamur ini dijumpai pada beberapa tempat dalam kawasan, diantaranya pada ketinggian 51.96 m dpl. Jamur tersebut ditemukan pada batang pohon kayu yang telah lapuk. Morfologi Ganoderma sp. ialah cendawa berwarna merah darah dengan sedikit warna putih yang melingkari bagian ujung cendawan. Ganoderma

sp. termasuk jenis jamur yang berpotensi sebagai obat dan anti bakteri.

Gambar 4 Keragaman potensi obyek flora di TWA Sorong: |a| Agathis labilardierri; |b| Sommierialeucophylla

|c| Pandanus sp.; |d| Dendrobium sp.; |e| Ganoderma sp.

(a) (b) (c)

(38)

19

Potensi Obyek Fauna

Keanekeragaman fauna di TWAS cukup tinggi dan menarik untuk dijadikan obyek dan atraksi wisata alam, antara lain: burung, mamalia, reptil, katak dan kupu-kupu. Beberapa jenis fauna menarik yang sempat dijumpai pada saat verifikasi lapangan, yaitu Rhyticeros plicatus, Probosciger atterimus, Eclectus roratus dan kupu-kupu (Gambar 5). Jenis-jenis fauna tersebut dapat dideskripsikan pada paragraf-paragraf dibawah ini.

Rhyticeros plicatus (Rangkong papua/Julang papua) dijumpai sekitar pukul 13.00 WIT pada ketinggian ± 41.09 m dpl saat sedang bermain dan bertengger pada pohon hidup. Rhyticeros plicatus termasuk salah satu jenis burung endemik Papua. Morfologi Rhyticeros plicatus ialah paruh besar berwarna kuning, terdapat balung dibagian atas paruh, warna bulu badan didominasi warna hitam, buluh ekor berwarna putih, warna buluh leher dan kepala bervariasi. Keunikan Rhyticeros plicatus ialah suaranya (suara “calling”) dan bunyi kepakan sayap yang dapat dikenal dari jarak jauh. Rhyticeros plicatus ditemukan pada lokasi tersebut karena disekitar daerah tersebut terdapat pohon beringin dan pala hutan yang merupakan pohon penghasil makanannya. Dalam Noerdjito dan Maryanto 2007 tertulis bahwa Rhyticeros plicatus dilindungi dengan UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No.7 Tahun 1999.

Probosciger aterrimus (Kakatua raja) merupakan jenis burung berparuh bengkok. Probosciger aterrimus dijumpai sekitar pukul 14.00 WIT pada ketinggian sekitar 101.33 m dpl disaat sedang terbang. Morfologi Probosciger aterrimus ialah ukuran tubuh besar, berbulu hitam keabu-abuan, terdapat mahkota panjang di kepala dengan beberapa helai bulu yang dapat ditegakkan, paruh besar dan berwarna hitam dan kaki berwarna abu-abu tua. Probosciger aterrimus

banyak disukai orang sebagai burung peliharaan. Keunikannya berupa suara teriakannya yang bisa didengar dari kejauhan, paruhnya yang besar, suara siulannya berirama lembut yang dapat menjangkau nada rendah sampai sangat tinggi, tampangnya bagus, cepat jinak dan mampu menirukan beberapa suara yang diajarkan. Probosciger aterrimus dilindungi melalui UU No. 5 Tahun 1990 dan PP No. 7 Tahun 1999 (Noerdjito dan Maryanto 2007).

Eclectus roratus (Nuri bayan) termasuk jenis burung berparuh bengkok yang dijumpai pada ketinggian ± 78.76 m dpl sekitar pukul 13.00 WIT. Eclectus roratus dijumpai pada saat sedang membuat sarang pada pohon kering. Morfologi

Eclectus roratus ialah buluh badan dominan berwarna hijau, buluh kepala berwarna merah, paruh keras berwarna orange dan kaki berwarna keabu-abuan.

Eclectus roratus banyak diburu untuk dijadikan satwa peliharaan di rumah maupun untuk dikomsumsi. Perlindungan terhadap Eclectus roratus melalui SK Menteri Pertanian No.327/Kpts/Um/7/1972, UU No.5 Tahun 1990 dan PP No. 7 Tahun 1999 (Noerdjito dan Maryanto 2007).

(39)

20

bersuara dipagi hari sampai sore hari. Oleh karena itu bagi pengunjung yang ingin melihat jenis-jenis burung tersebut maka harus merencanakan waktu yang tepat dan membutuhkan informasi keberadaan burung-burung tersebut dari petugas kawasan.

Kupu-kupu merupakan serangga bersayap sisik yang umumnya aktif diwaktu siang dan hinggap dengan menegakkan sayapnya sambil mengisap madu daging bangkai, kotoran burung dan tanah basah. Satwa ini menarik karena memiliki warna yang indah dan menjadi salah satu jenis serangga tidak berbahaya bagi manusia. Satwa ini dikenal sebagai membantu bunga-bunga berkembang menjadi buah, sehingga bagi orang kupu-kupu sangat bermanfaat untuk membantu jalannya penyerbukan tanaman. Di TWAS terdapat dua jenis kupu-kupu yang dilindungi dengan PP No.7 Tahun 1999, yaitu Ornithoptera dan Troides. Selain dua jenis tersebut, terdapat jenis lain dengan warna menarik, seperti: Hypolycaena sp. dan Ideopsis sp.

Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Alam

Analisis potensi obyek dan atraksi wisata alam dilakukan melalui penilaian terhadap kriteria potensi obyek dan atraksi wisata alam di TWAS. Penilaian dimaksudkan untuk mengetahui layak tidaknya TWAS dikembangkan sebagai obyek wisata alam. Penilaian dilakukan terhadap setiap kriteria potensi obyek dan atraksi wisata alam yang disesuaikan dengan kondisi sebenarnya TWAS. Adapun kriteria potensi obyek dan atraksi wisata alam yang dinilai, yaitu daya tarik, aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar, ketersediaan air bersih serta sarana dan prasarana.

Daya Tarik

Daya tarik merupakan faktor yang dapat membuat orang berkeinginan untuk mengunjungi dan melihat secara langsung ke tempat yang memiliki daya tarik tersebut. Maksud penilaian terhadap unsur daya tarik ialah untuk mengetahui gambaran bentuk-bentuk kegiatan wisata alam yang sesuai dengan potensi daya tarik tersebut. Unsur-unsur kriteria daya tarik yang dinilai adalah keindahan alam, keunikan sumberdaya alam, banyaknya sumberdaya alam yang menonjol, variasi

Gambar 5 Keragaman potensi obyek fauna di TWA Sorong:

|a|Rhyticeros plicatus; |b|Probosciger aterrimus;

|c|Hypolycaena sp.

(c)

(40)

21 jenis kegiatan wisata alam dan keamanan kawasan. Penilaian terhadap daya tarik disajikan dalam Tabel 2.

Dari Tabel 2 diperoleh nilai kriteria daya tarik TWAS yang tinggi (nilai 690) dengan variasi unsur daya tarik yang baik (nilai 115). Keindahan alam TWAS (nilai 25) ditunjukkan dengan adanya beberapa tempat untuk memandang lepas pemandangan lain dari kejauhan, suasana yang dihadirkan dalam obyek cukup nyaman, komposisi daya tarik yang beragam dan kondisi lingkungan TWAS yang menarik. Jenis kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan sangat beragam (nilai 25), yaitu: menikmati keindahan alam, tracking, camping,

pengamatan burung, pengamatan flora, fotografi, pendidikan alam, wisata rohani, lintas alam (jelajah hutan) dan lain-lain. Keunikan sumberdaya alam kawasan TWAS (nilai 15) ialah jenis-jenis flora dan fauna khas dan dilindungi. Flora, fauna dan air merupakan potensi sumberdaya alam yang menonjol di kawasan ini (nilai 20). Keamanan kawasan TWAS cukup baik (nilai 25) karena tidak ada perambahan, penebangan liar, kebakaran dan kepercayaan yang mengganggu. Tabel 2 Hasil penilaian kriteria daya tarik kawasan TWAS

Aksesibilitas

Aksesibilitas merupakan salah satu faktor yang menjadi penentu mudah tidaknya suatu obyek di datangi dan di temukan. Tanpa dihubungkan dengan jalan dan jaringan transportasi, suatu obyek wisata alam sulit mendapat kunjungan wisatawan. Obyek wisata alam merupakan akhir perjalanan wisata dan harus mudah dicapai sehingga dengan sendirinya juga mudah ditemukan. Oleh karena itu harus selalu ada jalan menuju obyek wisata alam karena jalan merupakan akses ke obyek wisata alam dan harus berhubungan dengan prasarana umum. Unsur-unsur aksesibilitas yang dinilai, yaitu kondisi dan jarak jalan darat, waktu tempuh dari pusat kota dan frekuensi kendaraan umum dari pusat kota ke lokasi obyek wisata alam. Hasil penilaian aksesibilitas disajikan pada Tabel 3.

Kondisi jalan yang bagus menuju obyek wisata alam bukanlah merupakan sesuatu yang menyebabkan aksesibilitas menjadi tinggi. Hal yang terpenting adalah kemudahan dalam mencapai dan menemukan obyek wisata alam yang dituju. Pada Tabel 3, kondisi aksesibilitas sangat memadai (nilai 650) dengan

unsur-unsur yang sangat mendukung (nilai 130) dalam pengembangan wisata

No. Kriteria unsur daya tarik Nilai unsur

1 Keindahan alam 25

2 Keunikan sumberdaya alam 15

3 Banyaknya potensi sumberdaya alam yang menonjol 20

4 Variasi jenis kegiatan wisata alam 25

5 Keamanan kawasan 25

Jumlah nilai unsur 110

Nilai kriteria = jumlah nilai unsur x bobot (6) 660

No. Kriteria unsur aksesibilitas Nilai unsur

1 Kondisi dan jarak jalan darat 80

2 Waktu tempu ke lokasi 25

3 Frekuensi kendaraan umum dari pusat kota ke lokasi 25

Jumlah nilai unsur 130

(41)

22

alam di TWAS. Kondisi jalan darat menuju kawasan TWAS sangat baik dan jarak jalan dari pusat kota cukup dekat (nilai 80). Waktu tempuh menuju lokasi kawasan TWAS relatif cepat karena kurang dari satu jam perjalanan (nilai 25). Frekuensi kendaraan umum dari pusat kota Sorong menuju kawasan TWAS cukup tinggi (nilai 25) sehingga kawasan ini mudah dicapai.

Tabel 3 Hasil penilaian kriteria aksesibilitas di TWAS

Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar

Kondisi lingkungan sosial ekonomi merupakan faktor penting yang sangat diperlukan dalam mendukung potensi pasar. Penilaian kriteria kondisi lingkungan

sosial ekonomi dinilai pada jarak terdekat dengan kawasan. Unsur-unsur yang dinilai adalah tata ruang wilayah obyek, status lahan, mata pencaharian penduduk, tingkat pendidikan dan persepsi masyarakat terhadap pengembangan obyek wisata alam. Penilaian kriteria kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar pada obyek wisata alam di TWAS disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil penilaian kriteria kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar

Hasil penilaian Tabel 4 menunjukkan bahwa kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar sangat baik (nilai 425) dengan unsur-unsur yang cukup menunjang (nilai 85). Status lahan TWAS adalah sebagai hutan Negara (nilai 20) karena telah ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor: 397/Kpts/Um/5/1981 tanggal 7 Mei 1981 dan dikelola oleh BBKSDA Papua Barat. Tata ruang wilayah TWAS sudah ada namun belum sesuai dengan kondisi potensi obyek dan daya tarik wisata (nilai 15). Masyarakat yang tinggal disekitar kawasan sebagian besar telah lulus SLTA ke atas (nilai 20) dan bekerja sebagai petani (nilai 10). Masyarakat sekitarnya sangat mendukung adanya upaya pengembangan obyek wisata alam di TWAS (nilai 20).

Ketersediaan Air Bersih

Air bersih merupakan faktor yang harus tersedia dalam pengembangan suatu obyek wisata alam, baik untuk pengelolaan maupun pelayanan pengunjung. Di dalam kawasan terdapat beberapa sumber air, antara lain sungai. Potensi sumber

No. Kriteria unsur kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar Nilai unsur

1 Tata ruang wilayah obyek 15

2 Status lahan 20

3 Mata pencaharian penduduk 10

4 Tingkat pendidikan 20

5 Persepsi masyarakat terhadap pengembangan obyek dan ataksi wisata alam 20

Jumlah nilai unsur 85

Nilai kriteria = jumlah nilai unsur x bobot (5) 425

No. Kriteria unsur ketersediaan air bersih Nilai unsur

1 Volume/Ketercukupan air 15

2 Dapat tidaknya air dialirkan ke obyek atau 15

mudah dikirim dari tempat lain

3 Kelayakan dikonsumsi 15

4 Kontinuitas 20

Jumlah nilai unsur 65

(42)

23 air tersebut dapat dikembangkan untuk pemanfaatan air bersih bagi kepentingan pengembangan wisata alam di TWAS. Penilaian terhadap unsur-unsur ketersediaan air bersih meliputi volume atau ketercukupan air, jarak sumber air dengan lokasi obyek, dapat tidaknya air dialirkan ke obyek atau mudah dikirim dari tempat lain, kelayakan dikonsumsi dan kontinuitas. Hasil penilaian kriteria ketersediaan air bersih selengkapnya disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil penilaian kriteria ketersediaan air bersih di TWAS

Pada Tabel 5 diatas ketersediaan air bersih sangat menunjang pengembangan wisata alam di TWAS (nilai 260 dan 65). Ketercukupan air bagi pengembangan wisata alam di TWAS dinilai cukup (nilai 15) karena airnya tersedia sepanjang tahun dan tidak pernah kering selama musim panas (nilai 20). Air dari sumber air yang ada mudah dialirkan ke lokasi obyek wisata di TWAS (nilai 15), namun harus melalui pipa. Untuk kepentingan mengonsumsi, airnya perlu perlakuan sederhana (nilai 15), seperti harus dimasak terlebih dahulu dan disaring kemudian dapat diminum.

Sarana dan Prasarana Wisata

Sarana dan prasarana wisata merupakan sarana-prasarana yang dapat menunjang kemudahan dan kenyamanan pengunjung dalam kegiatan wisata. Sarana dan prasarana yang dinilai adalah sarana dan prasarana wisata yang berada dalam lokasi. Penilaian sarana dan prasarana disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil penilaian sarana dan prasarana wisata

Hasil penilaian pada Tabel 6 menunjukkan kondisi sarana dan prasarana wisata di TWAS yang sedang dengan unsur-unsur yang relatif sama (nilai 60 dan 30). Sarana wisata yang ada (nilai 15) ialah gapura masuk, pos jaga/pusat informasi, shelter, kantor pengelola, area piknik dan area perkemahan (nilai 15), sedangkan prasarana wisata yang ada (nilai 15) ialah papan interpretasi, papan nama kawasan, papan peringatan, jalan, jembatan dan jalur track. Kondisi ini menunjukkan bahwa sarana dan prasarana di TWAS masih kurang. Kurangnya sarana dan prasarana wisata dapat memicu minat pengunjung yang rendah pada sebuah obyek wisata, oleh karena itu kondisi ini perlu diperhatikan secara baik dalam upaya pengembangan wisata alam di TWAS.

Rekapitulasi Hasil Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata Alam

Potensi obyek dan atraksi wisata alam pada kawasan TWAS ditentukan berdasarkan 6 kriteria, yaitu daya tarik, aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar, ketersediaan air bersih serta sarana dan prasarana wisata. Rekapitulasi hasil penilaian potensi obyek dan atraksi wisata alam ditampilkan pada Tabel 7.

No. Kriteria unsur sarana dan prasarana wisata Nilai unsur

1 Sarana wisata 15

2 Prasarana wisata 15

Jumlah nilai unsur 30

(43)

24

Pada Tabel 7 diperoleh total nilai potensi obyek dan atraksi wisata alam sebesar 2085. Nilai tersebut menggambarkan bahwa potensi obyek dan atraksi wisata alam di TWAS cukup baik untuk pengembangan wisata alam. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan TWAS telah memenuhi syarat yang cukup untuk pengembangan wisata alam. Dari aspek daya tarik, TWAS memiliki daya tarik yang tinggi (nilai 660) dari segi keindahan alam, keunikan sumberdaya alam, keamanan kawasan dan variasi kegiatan wisata alam yang dapat dilakukan. Dari aspek aksesibilitas, TWAS ditunjang dengan aksesibilitas yang memadai

(nilai 650) karena mudah diakses menggunakan kendaraan mobil atau motor dengan waktu tempuh yang relatif lebih cepat. Kondisi lingkungan sosial ekomoni masyarakat sekitar cukup menunjang (nilai 425) karena adanya sikap positif yang ditunjukkan oleh masyarakat sekitarnya. Ketersediaan air bersih di dalam kawasan sangat mendukung (nilai 260) pengembangan wisata alam di kawasan ini. Namun, ketersediaan sarana dan prasarana wisata pada kawasan belum memadai (nilai 60), sehingga menjadi perhatian dalam pengembangan wisata alam ke depan.

Tabel 7 Rekapitulasi hasil penilaian potensi obyek dan atraksi wisata alam TWAS

Zonasi

Secara keseluruhan kawasan TWAS merupakan kawasan yang direncanakan untuk dimanfaatkan secara optimal. Sebagai kawasan yang akan dimanfaatkan secara optiml, maka perlu dikembangkan zona-zona yang sesuai sehingga dalam pemanfaatannya tidak mengganggu keadaan di dalam dan di luar kawasan. Pengembangan zonasi pemanfaatan pada kawasan TWAS dibuat berdasarkan hasil analisis kesesuaian potensi biofisik lahan dan potensi obyek dan atraksi wisata alam yang ada di TWAS. Hasil analisis spasial potensi biofisik lahan dengan potensi obyek dan atraksi wisata alam diperoleh 3 macam zona pemanfaatan wisata, yaitu zona intensif, zona semi intensif dan zona ekstensif (Lampiran 10).

Zona intensif merupakan zona yang sesuai untuk pengembangan wisata alam. Dari aspek lanskap, zona intensif berada pada daerah tutupan vegetasi hutan dengan kondisi topografi datar sampai bergelombang dan memiliki kemiringan lereng yang berkisar antara 0-15 %. Dari aspek wisata, zona intensif memiliki potensi obyek dan atraksi wisata yang sangat baik berupa daya tarik visual obyek wisata alam maupun dukungan akses jalan dan fasilitas wisata. Lahan pada zona intensif dapat dikembangkan untuk daerah wisata masal, sedangkan ruang wisata yang dapat dikembangkan ialah ruang aktivitas wisata aktif dan pasif. Fasilitas yang dapat disediakan pada zona intensif berupa fasilitas pendukung wisata yang

No. Kriteria penilaian Nilai kriteria

1 Daya tarik 660

2 Aksesibilitas 650

3 Kondisi lingkungan sosial ekonomi masyarakat sekitar 425

4 Ketersediaan air bersih 260

5 Sarana dan prasarana wisata 60

(44)

25 terkait dengan kebutuhan beraktivitas maupun fasilitas pengelolaan yang terkait dengan pelayanan pengunjung. Penggunaan ruang pada zona ini dilakukan secara intensif.

Zona semi intensif merupakan zona yang agak sesuai untuk pengembangan wisata. Zona semi intensif berada pada daerah tutupan vegetasi semak belukar, kebun dan lahan pemukiman masyarakat sekitar dengan kondisi topografi berbukit dan berkemiringan lereng > 15 %. Potensi obyek dan atraksi wisata alam pada zona intensif bernilai sedang, antara lain terdapat perkampungan dan masyarakat lokal, kebun dan dukungan akses jalan. Lahan pada zona semi intensif dapat dialokasikan untuk pengembangan daerah binaan rekreasi maupun pengembangan daerah agrowisata. Ruang wisata pada zona ini dapat dialokasikan untuk ruang aktivitas wisata aktif dan pasif, sementara fasilitas yang dapat dikembangkan berupa fasilitas pelayanan umum dan fasilitas wisata penunjang. Penggunaan ruang pada zona ini dilakukan secara intensif dan semi intensif.

Zona ekstensif merupakan zona yang berada pada daerah dengan tutupan vegetasi beragam dengan kondisi topografi dan kemiringan lereng yang bervariasi pula. Zona ekstensif meliputi sebagian besar hutan alam yang belum didukung dengan akses jalan, sehingga pengembangannya dapat dialokasikan untuk daerah konservasi. Untuk daerah yang berdekatan dengan jalan raya dan terdapatnya kebun dan perkampungan dapat dikembangkan untuk daerah wisata penunjang maupun daerah binaan rekreasi. Lahan pada zona ekstentif dapat dialokasikan untuk daerah konservasi maupun daerah binaan rekreasi dan penunjang wisata. Fasilitas pendukung yang dapat disediakan pada zona ekstentif berupa fasilitas yang terkait dengan aktivitas konservasi maupun fasilitas wisata yang terkait dengan aktivitas wisata minat khusus dan aktivitas wisata penunjang.

Penentuan zonasi wisata di TWAS dimaksudkan untuk menentukan prioritas pengembangan kawasan wisata yang disesuaikan dengan karakter lanskapnya. Dari zonasi yang dihasilkan seperti terlihat pada Gambar 13, menunjukkan bahwa sebagian besar zonasi kawasan wisata merupakan zona ekstensif seluas 852.79 ha, sedangkan lahan dengan luasan 86.25 Ha merupakan zona intensif dan sebagian kecilnya adalah zona semi intensif seluas 6.82 Ha. Selanjutnya zonasi dikembangkan ke dalam pembagian ruang sesuai dengan fungsi dan tujuan pemanfaatan wisata alam.

Konsep Penataan Lanskap

Gambar

Tabel 1 Jenis, variabel, sumber dan cara pengumpulan data
Gambar 2 Panorama ke laut dilihat dari sebelah Utara TWA Sorong
Tabel 2 Hasil penilaian kriteria daya tarik kawasan TWAS

Referensi

Dokumen terkait